Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penggunaan bahan-bahan farmasi cair secara oral telah dibenarkan
berdasarkan kemudahan kepada individu-individu yang mempunyai kesulitan
menelan bentuk sediaan padat. Alasan yang lebih positif dapat dibuat
penggunaan cairan-cairan homogen (sistem dimana-mana obat atau beberapa
obat ada dalam larutan). Obat yang diberikan dalam larutan mudah tersedia
untuk absorpsi dan dalam banyak hal, lebih cepat dan lebih efisien diabsorpsi
dibandingkan dengan sejumlah obat yang sama yang diberikan dalam bentuk
tablet atau kapsul. Beberapa obat bersifat tidak stabil, sifat ini menjadi serius bila
obat dalam larutan. ( Teori dan Praktek Industri II, hal. 942)
Bentuk sediaan cair merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung
satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang
homogen saat diaplikasikan (Anief, M, 2005).
Cairan oral adalah sediaan cair yang homogen biasanya terdiri dari
larutan, suspensi atau emulsi dengan satu atau lebih zat aktif didalam pembawa
yang cocok. Mereka dimaksudkan untuk diminum dengan diencerkan atau
dilarutkan terlebiih dahulu. Cairan oral dapat mengandung bahan-bahan
pembantu termasuk pengawet antimikroba, antioksidan, bahan pendispersi,
bahan pensuspensi, bahan pengemulsi, bahan penstabil, bahan peningkat
viskositas, bahan peningkat kelarutan, buffer, bahan penambah rasa, bahan
pewarna, dan bahan pemanis. Pembawa untuk cairan oral seharusnya dipilih
yang baik untuk zat aktif atau bahan-bahan lain sehingga memiliki karakteristik
organoleptis yang cocok untuk digunakan dalam sediaan sesuai dengan tujuan
penggunaan. (British Pharmacopeia, hal. 716)
Eksipien adalah zat tambahan yang tidak mempunyai efek farmakologi.
Eksipien meningkatkan kualitas fisik obat dengan mempengaruhi transport obat
dalam tubuh, mencegah kerusakan sebelum sampai ke sasaran, meningkatkan

1
kelarutan dan bioavailabilitas, meningkatkan stabilitas obat, menjaga pH dan
osmolaritas, menstabilkan emulsi, mencegah disosiasi zat aktif dan
memperbaiki penampilan sediaan. Kriteria eksipien yang baik ialah harus netral
secara fisiologis, stabil, tidak mempengaruhi bioafailibilitas obat, sesuai
peraturan undang-undang (Ansel,1989)
Eksipien (zat tambahan) bukan merupakan bahan aktif, namun secara
langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada kualitas/mutu tablet yang
dihasilkan. Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien yaitu : netral
secara fosiologis, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan
perundangan, tidak mempengaruhi bioavaiabilitas obat, bebas dari mikroba
patogen dan tersedia dalam jumlah yang cukup dan murah (Haryanto, 2014).
Eksipien farmasetika adalah bahan (substansi) yang terdapat dalam proses
pembuatan sediaan yang tidak memiliki aktivitas farmakologi atau terdapat
dalam produk obat jadi (finished pharmaceutical product dosage form)
(Widmaier et al, 2008).
Eksipien dapat mempengaruhi :
1. Mempengaruhi transport obat dalam tubuh
2. Mencegah obat rudak sebelum sampai ke target
3. Meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas
4. Meningkatkan stabilitas obat
5. Menjaga pH dan osmolaritas
6. Sebagai antioksidan dan penstabil emulsi
7. Sebagai propelan dalam aerosol
8. Mencegah disosiasi zat aktif
9. Memperbaiki penampilan sediaan
Eksipien penting karena :
1. Untuk keamanan
2. Mempermudah proses pembuatan
3. Berdampak pada kualitas produk

2
Interaksi eksipien dan zat aktif akan memberikan implikasi terhadap :
1. Stabilitas produk terutama jika terdapat air
2. Produk jadi
3. Proses pelepasan obat
4. Mempengaruhi aktivitas terapeutik zat aktif
5. Mempengaruhi profil efek samping zat aktif
(Widmaier et al, 2008)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggolongan Eksipien Sediaan Cair Oral


Terdapat banyak macam sediaan obat cair oral yang beredar dipasaran,
namun memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan efek farmakologi yang
diinginkan. Sediaan obat cair oral terbagi dalam empat golongan besar
diantaranya adalah sirup, eliksir, suspensi, dan emulsi. Semua jeinis sediaan
tersebut pasti memerlukan zat tambahan untuk memperbaiki kualitas dan
kuantitas dari sediaan obat cair oral tersebut. Pada umumnya zat tambahan yang
ditambahkan sama antara satu sediaan dengan sediaa lainnya seperti pelarut,
pemanis, antioksidan, bahkan pengawet, tetapi pada beberapa sediaan harus
ditambahkan bahan khusus misalnya suspending agent pada sediaan suspensi
atau emulgator untuk sediaan emulsi dimana sirup dan eliksir tidak memerlukan
bahan-bahan tersebut.
Karakteristk psikokimia dari zat aktif yang akan dijadikan sediaan obat cair
oral merupakan penentu zat tambahan apa yang tepat yang dapat ditambahkan
ke sediaan tersebut. Berikut penggolongan eksipien yang biasa ditambahkan
pada sediaan obat cair oral.
A. Pemodifikasi pH
Digunakan untuk menjaga sediaan agar tetap berada dalam rentang
ph yang diinginkan.
Contoh : buffer/ dapar. Dapar adalah suatu asam lemah (atau basa)
dan garamnya.
Alasan pentingnya menjaga rentang ph :
1. Karena suatu zat aktif atau bahan eksipien yang akan kita
formulasikan terkadanghanya memiliki kelarutan pada ph tertentu
2. Untuk memperbaiki system kelarutan

4
3. Untuk menjaga stabilitasnya karena zat aktif sangat spesifik agar
tidakterdegradasi / rusak
4. Untuk mengurangi iritasi kuat nya kemampuan buffer dalam
menjaga ph ditentukan oleh kapasitas buffer. Obat umumnya
berbentuk asam lemah / basa lemah, ketika suatu asam lemah
berada pada suasana asam akan membentuk molekulnya, ketika
asam lemah berada pada lingkungan basa maka akan terion.
Bentuk molekul akan lebih mudah di adsorbsi. Buffer yang
digunakan umumnya larut dalam air, dari sifat kimia dilihat
stabilitasnya, apakah tahan pemanasan atau tidak.
B. Agen pembasah/pensolubilisasi
Zat aktif yang sukar larut perlu ditambah kelarutannya. Agen
pembasah menurunkan sudut kontak sehingga mudah dilarutkan, dan
menurunkan tegangan antarmuka. Surfaktan umumnya memiliki 2
gugus : gugs hirofilik dan rantai panjang lipofilik. Semakin panjang
rantai alkilnya maka ia bersifat lipofilik, semakin banyak gugus hirofil
maka akan bersifat hidrofilik. Sifat kelarutan dapat dilihat dari :
struktur molekul, HLB, koefisien partisi. HLB besar sifatnya hidrofilik
dan HLB kecil bersifat lipofilik. Koefisien partisi menunjukkan
kelarutan di dalam fase lemak/air. Koefisien partisi menunjukkan
antara fase polar dan non polar. Koefisien partisi besar bersifat
lipofilik, koefisien partisi kecil bersifat hidrofilik. Jika lipofilik dilarutkan
dalam fase non polar dan jika bersifat hidrofilik maka dilarutkan
dalam fase polar. Contoh fase non polar : fase minyak
C. Agen pengawet anti mikroba
Untuk menghindari sediaan dari kontaminasi bakteri, jamur maupun
mikroorganisme lain yang sangat merugikan. Mekanisme fungsional
antimikroba : melisis dinding sel bakteri, mengendapkan protein,
merusak sporanya. Jenis agen pengawet : dapat dilarutkan dalam fase
air dan larut dalam fase minyak. Yang perlu diperhatikan dalam

5
penggunaan agen pengawet : rentang ph, konsentrasi, keamanan dan
toksisitas.
D. Agen pengkhelat dan pengompleks
Agen yang digunakan untuk mengikat logam karena logam dapat
menyebabkan prosesoksidasi. Jika sediaan teroksidasi maka
kestabilannya menurun. Jika kestabilan menurun maka sediaan tidak
digunakan karena tidak menghasilkan efek. Logam dibuang dengan
cara dikompleks membentuk khelat, contoh : asam EDTA. Sifat
fisikokimia : aman secara fisiologis dan farmakologis,

2.2 Keunggulan dan kelemahan dari jenis eksipien


1. Pengawet
Pengawet yang merupakan salah satu bahan pembantu yang ditambahkan,
untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme.
Keunggulan dari pengawet ini adalah.
Kekurangan pengawet natrium benzoate yaitu mengandung gula dengan
konsentrasi tinggi. Sedangkan kelebihannya yaitu sebagai anti mikroba yang
optimum pada pH 2,5 - 4,0., (Lachman dkk., 1994)
2.3 Fungsi dan rentang penggunaan yang disarankan
1. Pelarut
Pelarut (solvent) pada umumnya adalah zat yang berada pada larutan
dalam jumlah yang besar, sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat
terlarut (solute). Pelarut merupakan suatu zat yang digunakan untuk
melarutkan zat farmasi lain atau suatu obat dalam preparat larutan (Ansel,
1989). Pada jurnal yang berjudul “Formulasi Sirup Ekstrak Daun
Legundi”disebutkan bahwa pelarut yang dipakai adalah aquadest dan
propilen glikol. Aquadest adalah cairan yang tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak berasa (Depkes RI, 1979).
Sedangkan propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna,
rasa khas, praktis tidak berbau. dapat bercampur dengan air, aseton,
kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak esensial, tidak

6
dapat bercampur dengan minyak lemak. Propilen glikol banyak digunakan
sebagai pelarut dan pembawa khususnya untuk zat-zat yang yang tidak stabil
atau tidak dapat larut dalam air. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil
dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang
stabil bila dicampur dengan gliserin, air, atau alkohol (Lodėn, 2009). Propilen
glikol secara umum merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin dan
dapat melarutkan berbagai bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obatan
sulfa, barbiturat, vitamin A dan D, alkaloid (Rowe., dkk, 2006). Propilen glikol
memiliki kekurangan yaitu mudah menguap (Depkes RI, 1979).
2. Anticaplocking agent
Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol (cap locking),
maka umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau
propilenglikol (Aulton, 1988). Yang paling umum digunakan adalah sorbitol
sebanyak 15-30% (Handbook of Pharmaceutical Excipeint, hal 204).
Gliserin Sorbitol Propilenglikol
Konstanta dielektrik : 43,0 Humektan : 3-15% Konstanta
Pemanis : sampai 20% Pembawa larutan : 25-90% dielektrik : 33,0
Pembasah : samapi 30% Anticaplocking agent : 15-30% Solven atau
Pemanis : 25-90% kosolven oral :
Pengental : 25-90% 10-35%
Pengawet untuk
larutan : 15-30%

3. Flavouring agent (TPC,1994)


Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar
obat dapat diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam pemilihan
pewangi harus dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa usia
pengkonsumsinya. Anak-anak lebih menyukai rasa manis atau buah-buahan
sedangkan orang dewasa lebih menyukai rasa asam. (The Pharmaceutical
Codex, hal. 35-36)
Flavour Sifat Obat (Rasa Obat)
Buah-buahan Asam
Butterscotch, Liquorice, cinnamon Asin

7
Coklat, Anisi, sirup buah-buahan, Pahit
orange, gentian
(Teori Praktek Farmasi Industri Ed. III. 969)

4. Zat Pewarna
Zat pewarna ditambahkan ke dalam sediaan oral cair untuk
menutupi penampilan yang tidak menarik atau meningkatkan penerimaan
pasien. Zat warna yang ditambahkan harus sesuai dengan flavour sediaan
tersebut. Zat warna harus nontoksik, non-iritan, dan dapat tersatukan
dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya. Dalam pemilihan zat warna
harus dipertimbangkan juga masalah kelarutan larut dalam air dan Stabilitas
warnanya stabil pada kisaran pH. Zat warna yang digunakan adalah zat
warna yang diizinkan untuk obat oral. (The Pharmaceutical Codex, hal.36-7)
Kebanyakan pewarna yang biasa digunakan pada sediaan farmasi
mempunyai Nomor E dan Nomor FD & C, contohnya antara lain Tartrazine
(E 102 dan FD & C yellow no 5) dan Citrus red no 2 (Aulton, 1988)
5. Pengawet
Pada umumnya sediaan sirup merupakan sediaan dengan dosis berulang
(multiple dose), sehingga terdapat kemungkinan yang sangat besar
mengalami kontaminasi mikroorganisme. Oleh sebab itu, diperlukan
pengawet yang merupakan salah satu bahan pembantu yang ditambahkan,
untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya mikroorganisme di
dalam sediaan akan mempengaruhi stabilita sediaan/potensi zat aktif.
Pengawet yang sering digunakan antara lain :
a. Metil / propil paraben ( 2 : 1 ad 0,1 – 0,2 % total)
b. Asam benzoat / Na-benzoat (0.1-0.3%)
c. Asam dan garam sorbet (0.05-0.2%)
(The Pharmaceutical Codex, 34-35)
Natrium benzoat berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih; tidak
berbau atau praktis tidak berbau dan stabil di udara. Natrium benzoat

8
mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut
dalam etanol 90% (Depkes RI, 1979).

6. Antioksidan
Antioksidan di dalam sediaan larutan berfungsi sebagai proteksi
terhadap bahan aktif yang mudah teroksidasi oleh oksigen. Antioksidan
yang ideal bersifat: nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi rendah
(pada kondisi tertentu penggunaan dan penyimpanan), larut dalam fase
pembawa, stabil, tidak berbau dan tidak berasa. Contoh antioksidan adalah :
a. Asam askorbat (pH stabilitas 5,4 ; penggunaan 0,01-0,1% b/v)
b. Asam sitrat 0,01 – 1%
c. Natrium Metabisulfit
d. Natrium Sulfit
(The Pharmaceutical Codex, 35)
7. Pemanis (Sweetening Agent)
Pemanis yang umum digunakan adalah glukosa, sukrosa, sirup, dan madu.
a. Sukrosa
Sukrosa berupa hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur,
berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis,
stabil diudara, larutannya netral. Sangat mudah larut dalam air, lebih
mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol,tidak larut
dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI,1979). Membentuk
larutan tidak berwarna yang stabil di ph 4-8, konsentrasi tinggi
memberikan rasa manis yang dapat menutupi rasa pahit/asin dari
beberapa senyawa obat, tidak dapat meningkatkan viskositas, tapi
memberi tekstur yang menyenangkan di mulut. Pemakaian sukrosa
sering dikombinasikan dengan sorbitol, gliserin, dan poliol yang lain
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kristal gula dalam
penyimpanan. Sediaan sirup itu banyak digunakan untuk obat batuk.

9
Namun kekurangannya adalah, pada obat yang bergula yang
digunakan dalam jangka waktu lama pada anak-anak bisa merusak gigi
(Teori Praktek Farmasi Industri Edisi III, hal. 965).
b. Sorbitol, manitol, xytol
Pemanis sintetik yang sering digunakan :
a. Garam Na dan Ca dari sakarin Sakarin larut diair, stabil pada range pH
yang luas. Dosis kecil bisa memberikan rasa manis. Kadar kemanisan
250-500 kali sukrosa, penggunaan terbatas karena memberikan rasa
pahit setelah pemakaian.
b. Aspartam Umum digunakan untuk makanan dan minuman. Aspartam
ini bisa terhidrolisis ketika dipanaskan pada suhu tinggi sehingga rasa
manisnya bisa hilang. Kadar kemanisan 200 kali sukrosa, tanpa rasa
pahit setelah pemakaian.
c. Thaumatin Senyawa ini merupakan senyawa paling manis,
penggunaannya kadang dikombinasikan dengan gula karena suka
terasa sedikit rasa pahit dan rasa logam setelah mengkonsumsi
pemanis ini (The Pharmaceutical Codex, 35)
8. Humektan
Humektan merupakan bahan yang berperan untuk mengontrol
perubahan kelembaban antara produk dengan udara, baik berada dalam
wadah ataupun pada kulit. Contoh humektan adalah gliserol, propilenglikol,
dan sorbitol. Perbedaannya terletak pada BMnya, viskositas dan
penguapannya. Propilenglikol memiliki BM dan viskositas yang paling rendah
dan paling tinggi kemampuan penguapannya (Balsam, 1972).
Didalam jurnal formulasi sirup ekstrak daun legundi disebutkan bahwa
humektan yang dipakai adalah propilen glikol yang merupakan cairan kental,
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik.
Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter
minyak tanah P dan dengan minyak lemak (Depkes RI, 1979).

10
9. Dapar
Buffer atau dapar adalah suatu material, yang ketika dilarutkan dalam
suatu pelarut, senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu asam
atau basa ditambahkan. Pemilihan buffer yang cocok tergantung dari pH dan
kapasitas buffer yang diinginkan. Buffer ini harus dapat tercampurkan
dengan senyawa lain dan mempunyai toksisitas yang rendah. Buffer yang
sering digunakan adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat, fosfat/tartrat.
Borat umumnya digunakan untuk penggunaan luar.
10. Pengental
Bahan pengental atau thickening agents digunakan untuk mengatur
kekentalan sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetik dan
mempertahankan kestabilan dari produk tersebut (Mitsui, 1997). Bahan
pengentalyang digunakan pada jurnal yang berjudul “Formulasi Sirup Ekstrak
Daun Legundi (Vitex Trifolia L.)” adalah sukrosa. Sukrosa merupakan
senyawa hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa manis, stabil di udara. Sangat mudah larut dalam air, lebih
mudah larut dalam air medidih; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter.
11. Suspending Agent
Suspending agent merupakan suatu bahan tambahan yang penting
dalam pembuatan sediaan suspensi. Secara umum suspending agent
digunakan untuk meningkatkan viskositas, mencegah penurunan partikel,
dan mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak. Suspending agent
bekerja dengan meningkatkan kekentalan, jika kekentalan yang berlebihan
dapat menyebabkan suspensi sulit terkonstitusi dengan pengocokan dan
sulit untuk dituang. Suspensi yang baik memiliki viskositas yang sedang serta
tidak mengandung bahan yang menggumpal. Contoh suspending agent
golongan polisakarida adalah Gom Arab, Tragakan, dan Alginat, golongan
selulosa adalah Metil selulosa, Hidroksietil selulosa, Natrium karboksi metil

11
selulosa (Na CMC), dan Avicel, golongan clay (tanah liat) adalah Bentonit,
Veegum, dan Hectorit (Ansel, 1989).
Tragakan merupakan senyawa yang tidak berbau memiliki rasa tawar
seperti lendir, agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang menjadi
massa yang homogen, lengket dan seperti gelatin. jika dikocok dengan
berlebih, massa ini akan membentuk campuran yang seragam , tetapi jika
didiamkan satu atau dua hari akan terjadi pemisahan yang akan memberikan
bagian yang terlarut pada lapisan supernatan. tragakan praktis tidak larut
dalam alcohol (Depkes RI,1979). kelebihannya adalah stabil jika disimpan
dalam wadah kedap udara. Gel tragakan dapat disterilkan dengan otoklaf.
Namun, dapat dikontaminasi dengan spesies enterobacter.
2.4 Pertimbangan pemilihan eksipien
1. Flavour Agent
Pertimbangan untuk pemilihannya : (Ansel, 1989)
a. Harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Kadang-kadang
sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk menjamin kelarutan
flavouring agent yang kelarutannya dalam air buruk.
b. Disesuaikan dengan tujuan pemberian yaitu untuk anak-anak atau
dewasa juga berhubungan dengan zat pewarna yang digunakan. Flavour
seperti asam sitrat, garam, dan monosodium glutamate kadang-kadang
juga digunakan. Ada juga yang sudah khusus dikombinasikan dengan obat
antasid. Flavouring agent dapat tidak stabil secara kimiawi karena :
oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan adanya pengaruh pH. Konsentrasi yang
digunakan: qs. Selain itu, perlu diperhatikan stabilitas flavouring agent
dan konsentrasi terhadap pembawa (Aulton, 1988).
2. Dapar
Pemilihan suatu dapar harus konsisten dengan kriteria berikut :
a. Dapar harus mempunyai kapasitas memadai dalam kisaran yang
diinginkan.
b. Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.

12
c. Dapar harus mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek merusak
terhadap stabilitas produk akhir.
d. Dapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima pada
produk (Teori Praktek Farmasi Industri Edisi III. Hal 946)

3. Zat Pewarna (TPC, 1994, hal 36-37)


Dalam pemilihan zat warna harus dipertimbangkan juga masalah:
a. Kelarutan larut dalam air.
b. Stabilitas
c. Warna nya stabil pada kisaran pH, dibawah cahaya yang insentif dan
masa penyimpanan.
d. Ketercampuran tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup.
e. Konsentrasi zat warna dalam sediaan
4. Pengawet
Kriteria untuk pengawet adalah :
a. Harus efektif melawan mikroorganisme spektrum luas
b. Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara mikrobiologikal,
selama Lifetime produk
c. Harus nontoksik, nonsensitizing, cukup larut, dapat tercampurkan
dengan komponen formula lain, pada konsentrasi yang digunakan
mempunyai rasa dan bau yang dapat diterima pengguna (The Science
of Dosage Form Design, hal. 486)

13
BAB III
KESIMPULAN

Obat yang diberikan dalam larutan mudah tersedia untuk absorpsi dan
dalam banyak hal, lebih cepat dan lebih efisien diabsorpsi dibandingkan dengan
sejumlah obat yang sama yang diberikan dalam bentuk tablet atau kapsul.
Beberapa obat bersifat tidak stabil, sifat ini menjadi serius bila obat dalam
larutan sehingga perlu diperhatikan terutama dalam pemilihan eksipien.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.

Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press: Jakarta.

Aulton, Michael, E. 1988. Pharmaceutics ; The Science of Dosage FormDesign.


Curchill Living Stone. Edinburg London Melbourn : NewYork.

Depkes RI, 1979. Farmakope Edisi III. Ditjen POM : Jakarta.

Depkes RI, 1995. Farmakope Edisi IV. Ditjen POM : Jakarta.

Gennaro, A.R., 1990, Remington’s Pharmaceutical Sciences, XXII, 1317, Mack


PublishingCompany, Easton, Pensylvania.

Heskey, P.J., (Eds.),Handbook of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed., 624-625,


Royal Pharmaceutical Society of Great Britain London, UK.

Lachman, L. , H. A. Lieberman, and J. L. Kanig, 1986, The Teory and Practice of


Industrial Pharmacy, Lea & Febiger, Philadelphia, 942-970.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex Principles and Practice of


Pharmaceutics 12thed. The Pharmaceutical Press: London. Hal 34-35.

Rowe, R.C., Sheckey, P.J., and Quinn, M.E. 2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition.Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association: London.

The Department Of Health, Social Services & Public Safety. 2002. British
Pharmacopoeia. The Stationery Office: London. hal 716.

15
Lampiran

Lembar distribusi :
1. Latar belakang dan penggolongan : Elisbeth wati gurning
2. Penggolongan dan fungsi : Ernawati
3. Pertimbangan dan pemilihan eksipein : Jimmi
4. Rentang yang disarankan dan pertimbangan : betty
5. Keunggulan dan kelemahan : Nunik
6. Dapus : elisbeth
7. Power point : Jimmi
8. Edit Makalah : Betty

16

Anda mungkin juga menyukai