Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, yang disebabkan oleh Mycobacterium
leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat.. Kusta biasa disebut juga lepra atau morbus Hansen1.
Penderita kusta dapat mengalami reaksi kusta. Reaksi kusta ini adalah interupsi dengan
episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik, yang merupakan suatu
reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral response). Reaksi
kusta dibagi menjadi dua yaitu reaksi tipe I atau reaksi reversal yang disebabkan karena
meningkatnya kekebalan seluler secara cepat dan reaksi tipe II atau reaksi erythema nodosum
leprosum (ENL) yang merupakan reaksi humoral yang ditandai dengan timbulnya nodul
kemerahan, neuritis, gangguan saraf, dll.
Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um
x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol, serta positif – Gram. Sampai sekarang belum dapat
dibiakkan dalam media artifisial. Masa replikasi kuman memerlukan waktu yang sangat lama
dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 2-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama,
yaitu rata-rata 2–5 tahun1.

Meskipun gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor pencetus reaksi


kusta sudah diketahui dengan jelas, namun penyebab pasti belum diketahui. Kemungkinan
reaksi ini menggambarkan episode hipersensitivitas akut terhadap antigen basil yang
menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih belum diketahui. Yang
diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung.
Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah
mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, dan
adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan ±13 %, tetapi
anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur
antara 25-35 tahun. Kusta terdapat dimana-mana, tertama di Asia, Afrika, Amerika latin,
daerah tropis dan subtropik, serta masyarakat yang social ekonominya rendah.
Menurut data kusta nasional tahun 2000, sebanyak 5 % penderita kusta mengalami
reaksi kusta. Penderita tipe PB dapat mengalami reaksi kusta sebanyak 1 kali dan penderita tipe
MB sebanyak 2 kali. Menurut Pieter A.M Schreuder (1998), sebanyak 12 % penderita kusta
mengalami reaksi tipe I selama masa pengobatan dan 1,6 % terjadi setelah penderita RFT. 30
Penelitian R. Bwire dan H.J.S Kawuma (1993), menyatakan bahwa reaksi kusta dapat terjadi
sebelum pengobatan adalah 14,8 %, selama pengobatan 80,5 % dan setelah pengobatan 4,7
%.31. Studi dari Scollard D.M, et.al (1994), menyimpulkan bahwa frekuensi terjadinya reaksi
tipe I adalah 32 % dan frekuensi reaksi tipe II 37 %. Frekuensi kejadian reaksi kusta menurut
jenis kelamin adalah pada wanita 47 % dan laki-laki 26 %.32 Kajian dari Van Brakel W.H
(1994), menyebutkan bahwa prevalensi reaksi reversal adalah 28 % dan ENL adalah 5,7 %142.

Anda mungkin juga menyukai