Anda di halaman 1dari 6

Sebaris Janji dari Malaikatku

Kata janji untuk sebagian orang mungkin adalah hal biasa yang dianggap tabuh, dengan
mengucapkan kata “Insya Allah” itu menjadi suatu alasan jika janji itu tidak bisa ditepati.
Namun, janji itu dianggap sebagai hutang bagi sosok pria berdarah Maluku ini. Dia takut jika
sebelum memenuhi janji itu ada masalah besar yang akan menimpanya dan membuat dia
tidak bisa memenuhi janji itu. Karena dia tahu diri, bahwa dia hanya seorang anak penjual
sayur dengan pendapatan ekonomi yang minim, tetapi semangatnya untuk menempuh
pendidikan sangatlah besar. Putra Eka Dano adalah sosok pria berdarah Maluku itu. Lelaki
yang selalu berfikir bahwa, orang lain bisa melakukan ini dengan itu dan dia akan melakukan
itu dengan ini. Maka “sebaris janji” yang keluar dari mulut sosok bidadari yang dikagumi itu
pasti ada jalan untuk menepati walaupun sangat berat baginya.

Sosok bidadari yang dikagumi sejak sekolah SMP, yang kehidupannya bertolak belakang dari
Putra, ibarat langit dan lantai. Bidadari itu adalah Eka Ningrum. Sosok perempuan berambut
pendek dengan gaya tren Korea, yang selalu sempurna di mata Putra. Keduanya masuk di
sekolah SMA yang sama, walaupun Putra hanya bisa sekolah dengan uang SPP yang dibayar
secara berangsur dari hasil kerjanya sendiri sepulang sekolah, tak sedikit hinaan yang di
terima dari mulut-mulut ganda temannya yang kids jaman now banget, jika dia telat
membayar. Putra dan Eka adalah dua murid yang cerdas, selalu membanggakan sekolah
dengan prestasi yang diraihnya, sehingga para guru sangat bangga dengan mereka berdua.

Tetapi entah kenapa Eka bisa menjadi kekasih Putra yang hanya seorang anak dengan
kehidupan sederhana, tidak seperti teman - temannya yang lain, jauh lebih keren dengan
penampilan harta yang dimilikinya. Keduanya adalah pasangan yang selalu memberi
semangat untuk terus melanjutkan pendidikan. Mereka ingin selalu bersama menempuh
pendidikan sampai sarjana setelah lulus SMA nanti, karena sisa beberapa bulan lagi mereka
akan menghadapi ujian Nasional.

Tiba di suatu Malam yang terlihat remang, dengan cahaya bulan sabit terlihat di sela - sela
awan yang melintas, ranting-ranting pohon yang bergoyang pelan, sesekali terlihat di jendela
kamarnya, seolah tau perasaan pria yang sedang bingung dengan janji seorang bidadari yang
di pujanya selama ini. Dia masih terbayang dengan sebaris janji yang keluar dari mulut
bidadari pujaannya itu, siang tadi di sekolah. Eka berkata “ kamu harus janji setelah lulus
nanti, kamu harus melanjutkan pendidikan S1 di UGM dengan aku” ucapnya dengan nada
berat, dan langsung pergi begitu saja tanpa berkata - kata lagi. ‘Aku bingung dan mulai
berfikir kenapa Eka membuat janji seperti itu. Apakah ia tidak paham dengan keadaan
ekonomiku yang serba kekurangan ini. Aku bisa sekolah sampai di SMA pun sudah
bersyukur sekali, ucapnya dalam hati’. Dia terbayang terus sampai terlelap tidur.

Keesokan harinya di sekolah sudah ramai, karena hari itu adalah jadwal pendaftaran terakhir
seleksi SNMPTN untuk masuk ke perguruan tinnggi negeri di Indonesia. Karena minggu
depan Ujian Nasional akan segera dilaksanakan. Semua siswa sibuk dengan pilihan kampus
yang akan dituju. ‘Berbeda dengan aku yang hanya diam dan bingung dengan keadaanku,
karena aku pasti tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, aku tidak mau
membebani kedua orang tuaku, belum lagi adiku yang butuh biaya sekolah’, fikirnya
panjang.

Jam sudah menunjukan waktu untuk pulang sekolah, pengumuman di tempel yang berisikaan
daftar bagi siswa yang sudah berhasil mendaftarkan namanya keperguruan tinggi negeri
terkecuali dia. Terlihat di urutan paling atas nama Eka Ningrum yang mendaftarkan namanya
di Universitas Gajah Mada. Dia sempat mencari dimana bidadari itu karena sejak tadi tidak
muncul di hadapanya, tidak seperti hari - hari sebelumnya. Padahal dia mau membahas
tenang janjinya kemarin, tetapi Eka tampaknya menjauh, entah apa alasannya. Putra
memutuskan untuk tidak pulang ke rumah dulu. Dia berjalan tanpa arah tujuan dengan beban
fikiran di otaknya, bingung apa yang harus dilakukan.

Dengan langkah pelan dia merenung, apakah aku harus cerita dengan kedua orang tuaku ya?
Kalau aku cerita sudah pasti mereka tidak memperbolehkan aku melanjutkan pendidikan.
Karena orang tuaku pernah berpesan “apapun yang terjadi, kamu harus sekolah sampai SMA
saja, kemudian bantu kami cari nafkah buat adik-adik kamu”. Padahal dalam hatiku yang
paling dalam aku ingin sekali bisa kuliah, untuk gapai cita - citaku menjadi dosen. Disisi lain
sebaris janji itu tidak mungkin aku ingkari begitu saja dengan alasan tidak ada biaya, itu
bukan sosok diriku, dalam benaknya.

Sampailah dia di mushala sekolah, saat itu setelah selesai shalat ashar ada ustad yang akan
mengisi ta’lim di mushala itu. Entah kenapa dia tertarik untuk ikut, mungkin untuk
menghilangkan rasa frustasinya. Sampainya di rumah dia ingat kata - kata ustad waktu ta’lim
tadi, bahwa ‘seseorang tidak akan kecewa kalau bersadar kepada Allah SWT, mustahil
seseorang kecewaa gara - gara berpegang, bersandar, menyerahkan dirinya kepada Allah’.
Sehingga dia mulai berfikir ‘kalau aku bersandar dan berpegang teguh hanya kepadan-Nya
dengan apa yang aku ambil, aku pasti tidak akan kecewa dengan hasil akhirnya’. Akhirnya
Putra dengan perasaan yakin dia langsung berjalan menuju warnet terdekat untuk
mendaftarkan dirinya di Perguruan Tinggi Negeri.

Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 WIT, tanpa sepengetahuan orang tuaya dia langsung
ke warnet untuk mendaftarkan namanya di Universitas Gadjah Mada susuai dengan sebaris
janji itu. Dia yakin dalam hatinya, dengan waktu yang tersisa sampai pengumuman kelulusan,
pasti Allah memberi jalan yang terbaik untuk hasilnya. Dia akan terima apapun hasilnya
nanti. Jika dia lolos masuk universitas itu dan tidak ada biaya untuk kuliahnya berarti
bidadari yang selama ini menjadi kekasihnya bukanlah tulang rusuknya, dan keinginannya
untuk kuliah harus ditunda, dia akan bekerja lebih giat lagi agar bisa kuliah di tahun yang
akan datang, karena Allah tau jalan yang terbaik untuk dia.

Ujian Nasional telah selesai. Sampai tiba waktu dimana menjadi hari yang di tunggu-tunggu
oleh semua siswa, yaitu hari pengumuman hasil seleksi SNMPTN yang ditempel di mading
sekolah. Semua siswa panik, setelah salah satu guru melangkah mendekati mading dan
menempel beberapa kertas. Terlihat beberapa siswa gembira dan tidak sedikit juga siswa
yang kecewa setelah mencari urutan namanya yang ternyata tidak ada di daftar. Ada satu
nama yang membuat semua kagum dan kaget saat membacanya, urutan nomer satu paling
atas dengan nama Putra Eka Dano, lolos di Universitas Gadjah Mada melalui seleksi nilai
raport, di jurusan Fisika. Disusul urutan kedua dengan jurusan yang sama yaitu Eka Ningrum,
lolos di Universitas Gadjah Mada melalui seleksi nilai raport.

Terlihat dari kejauhan, Putra baru memasuki gerbang sekolah, sambil berjalan pelan
mendekati kerumunan orang yang masih berdiri di depan mading. Semua menatap dia penuh
tanya, “kenapa dia bisa lolos? sedangan namanya tidak ada, waktu di daftar siswa yang
berhasil login SNMPTN”. Setelah melihat hasilnya dia langsung pergi tanpa mengeluarkan
satu katapun dari mulutnya. Saat membalikan badan untuk pergi, bidadari itu tersenyum
kepada Putra, tetapi Putra hanya berjalan lurus tanpa menghiraukan senyumnya itu.

Hari terus berganti terasa begitu cepat bagi Putra, sosok bidadari yang dulu terlihat begitu
sayang sekarang menjauh, seperti ada space di antara keduanya. Tapi dia yakin, dengan
senyum terakhir yang dia lihat itu, ia menjauh karena alasan tersendiri. Sekarang bukan
bidadari yang di pikirkannya lagi, tetapi dia berfikir apakah Allah memberi jalan keluar
setelah lolos di Universitas yang terdapat disebaris janji itu, karena waktu untuk pendaftaran
ulang di kampus yang menjadi PTN sudah semakin dekat. Dia hanya bisa berdo’a dan pasrah
dengan keadaan, karena tidak tau lagi apa yang harus dia buat.
Hasil Ujian Nasional di SMA nya ternyata lulus 100% dan dia adalah siswa dengan nilai
tertinggi kedua setelah Eka Ningrum. Pada acara hari kelulusan, Eka terlihat tidak hadir
diacara itu, dan salah satu teman dekat Eka hanya memberi sepucuk surat yang kataya dari
bidadari pujaanya itu. Mereka juga tidak tau kenapa Eka tidak hadir di acara itu.

Putra berajak pergi dari acara dan langsung menuju ke mushala yang ada di sekolahnya itu.
Dia sudah terbiasa untuk menenangkan hatinya pasti memilih untuk ke mushala. Saat dia
memasuki mushala terlihat ustad yang selalu diingat perkataanya itu, sedang menyapu di
emperan mushala. Ustad itu hanya tersenyum melihat Putra yang berjalan lewat di depannya
untuk mengambil air wudhu. Karena sudah masuk waktu shalat dzuhur, maka ustad itu
memerintah Putra untuk adzan, karena adzan belum dikumandangkan. Dengan tergesa - gesa
dia langsung berlari untuk segera adzan, tanpa ingat lagi surat yang dia letakan di samping
tempat wudhu. Secara tidak sengaja ustad melihat kertas milik laki-laki yang dia suruh adzan
tadi, karena saat dia lewat di depannya, ustad melihat putra memegang kertas itu. Ustad itu
langsung mengambilnya dengan niat ingin mengembalikan pada Putra. Namun, ustad tadi
membaca tulisan yang ada di luar kertas, yang bertulisan, “Sebaris Janji dari Malaikatmu”
dengan gambar perempuan berkerudung panjang yang memalingkan wajahnya. Sehingga
membuat ustad itu tertarik membukanya.

Selesai shalat Putra baru ingat dengan surat tadi, dia langsung mondar - mandir mencari surat
itu, tapi tidak ditemukaan. Sampai terlihat keadaan masjid itu benar-benar kosong, hanya
tersisa ustad tadi yang menyuruhnya adzan yang masih melakukan shalat sunah. Dia sudah
putus asa, dan memutuskan untuk pulang dengan tetesan air mata yang membasahi pipinya.
Dia sudah binguung mau bagaimana lagi. Baru tiga langkah dari mushala, ustad itu
memanggil namanya, padahal ustad itu tidak kenal dengan Putra. Putra langsung mendekat
sambil mengusap sisa air matanya tadi, dan langsung berkata, ada apa ya ustad ?. Ustad itu
langsung bertanya, kenapa kamu menangis ?. Putra cuma menggelengkan kepala, ustad itu
berkata selamat ya adek, kamu bisa lolos di Universitas ternama di Indonesia. Ternyata beliau
sudah tahu isi surat itu, dan beliau mengembalikan surat itu dengan meminta maaf kepada
Putra karena sudah membaca isi surat tersebut tanpa sepengetahuannya dan langsung pergi
begitu saja.

Malam Minggu itu begitu kelam dari malam Minggu sebelumnya, karena Senin adalah hari
terakhir pendaftaran ulang di setiap PTN. Putra sudah membaca isi surat itu, dia hanya bisa
meneteskan air mata dan pasrah, karena tidak bisa menepati sebaris janji itu. Tetapi dia masih
dibuat bingung kenapa bagian luar surat tertulis “sebaris janji dari malaikatmu” dengan
gambar wanita berkerudung memalingkan wajahnya. Saat dia mulai terlelap tidur, ibunya
membangunkannya, karena ada tamu yang mau bertemu dengannya. Tamu itu adalah guru
fisika Putra dan ustad yang tadi ada di mushala. Putra langsung bertanya, ada perlu apa ya
bapak datang kerumah saya malam - malam ?. Mereka berdua langsung menjelaskan maksud
kedatangan mereka kepada Putra dan kedua orang tuanya.

Semua terjawab sudah, senyum bahagia dan air mata mengalir di pipi Putra, sebagai rasa
syukur terhadap Allah SWT. Kedua orang tuanya pun bangga dan memperbolehkan Putra
untuk lanjut kuliah di UGM dengan biaya yang ditanggung ustad sampai selesai. Guru
fisikanya sudah menyiapkan semua berkas yang akan dibawa besok pagi, tiket pesawat dan
handphone langsung diberikan pada Putra. Sehingga malam itu adalah malam terakhir kedua
orang tuanya melihat anaknya tidur di rumah. Keesokan harinya menjadi hari perpisahan
Putra yang sangat berat dengan keluarganya. Dengan pelukan hangat dan air mata ayah
ibunya, dia berkata “do’ain anakmu, agar jadi orang sukses dan bisa merubah kehidupan ayah
sama ibu nanti”. Dengan berat hati mereka merelakan Putra untuk pergi. Lambaian tangan
kedua orang tuanya yang mulai menghilang dari pandangannya, dia pergi dengan ustad yang
akan menghantarkannya sampai tempat tujuan.

Pagi itu tampak cerah sekali di Jogja, Putra di temani pak ustad, untuk mendaftar ulang
dirinya di UGM. Dia merasa bersyukur sekali bisa masuk di universitas ternama di Indonesia,
semua itu berkat sekolah SMAnya yang selalu mendukung dia dan sosok pahlawan yang di
sampingnya. Sampainya di gerbang kampus, dia langsung mencari Eka, sosok bidadari yang
dia sayangi. Di tempat dia berdiri, hanya ada dia, pak ustad dan perempuan menggunakan
khimar lengkap dengan cadar, di depan seberang sana. “Tidak mungkin Eka berbohong
kepadaku” ucapnya pelan, dia langsung sms ke nomer hp yang ada disurat itu untuk
menanyakan keberadaannya. Tidak lama kemudian Eka langsung membalas smsnya, ia balas
‘terimakasih sudah menepati janjiku, aku ada di depanmu dengan penampilan yang tidak
seperti dulu lagi’. Putra tersenyum kepada ustad yang telah membantunya, dan dia teringat
akan perkataannya. Putra bersyukur ternyata perempuan di seberang sana adalah Eka
Ningrum, bidadari yang dikaguminya dulu. Kini telah berubah menjadi sosok malaikat yang
auratnya tertutup dengan cadar yang menutupi mukanya, hanya terlihat mata yang bersinar
mewakili kecantikanya.
Saya Mohamad Bachtiar, lahir di Kebumen Jawa Tengah. Setelah SMP
saya pindah ke Timur Indonesia (Maluku Utara). Sekarang saya
berstatus mahasiswa di Universitas Khairun Ternate, FKIP Pendidikan
Fisika. Bisa di hubungi melalui email: sandybahtyar@gmail.com.
Bahtyarsandy (FB), 082293489504_(WA).

Anda mungkin juga menyukai