Anda di halaman 1dari 17

1.

Perbedaan akuntansi positif dan akuntansi normatif

Perbedaan pendekatan dan dasar antara teori akuntansi menyebabkan dua taksonomi
akuntansi. Pendekatan Teori Akuntansi Positif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai Sains.
Sedangkan pendekatan Teori Akuntansi Normatif menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai
art. Yang keduanya sama sama diakui sebagai sarana pendekatan teori akuntansi.

Teori Akuntansi Normatif yang berbentuk Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU)
merupakan acuan teori dalam memberikan jalan terbaik untuk meramalkan berbagai fenomena
akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata
yang meruipakan Fungsi pendekatan Teori Akuntasi Positif. Tidak menutup kemungkinan, fakta
yang ada di dunia nyata (praktek akuntansi) akan mempengaruhi Teori Akuntansi Normatif.
Hubungan ini Sesuai dengan paham Dialektika Hegel. Dimana antitasi dan tesis akan
menghasilkan sistesis. Dan sistesis akan menghasilkan antithesis.

Teori akuntansi positif berkembang seiring kebutuhan untuk menjelaskan dan


memprediksi realitas praktek-praktek akuntansi yang ada di dalam masyarakat. Teori akuntansi
positif berusaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi yiang diamati berdasarkan pada
alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, Positive
Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang
terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan
pada proses kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship) antara
manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal
dan institusi pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1986). PAT lebih bersifat deskriptif bukan
preskiptif. Tidak seperti teori normative yang didasarkan pada prems bahwa manajer akan
memaksimumkan laba atau kemakmuran untuk kepentingan perusahaan , teroi positif
didasarkan pada premis bahwa individu selalu bertindak atasdasar motivasi pribadi (self seeking
motives) dan berusaha memaksimumkan keuntungan pribadi. Dalam beberapa asumsi teori
akuntansi positif berusaha menguji tiga hipotesis berikut :

Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis)

Manajer perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang
meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai
sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari dewan direktur tidak
menyesuaikan dengan metode yang dipilih (Watts dan Zimmerman, 1990)

Hipotesis hutang atau ekuitas (Debt/Equity Hypothesis)

Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan mkin besar kemungkinan bagi
manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Makin tinggi rasio hutang
atau ekuitas makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit (Kalay,
1982). Makin tinggi batasan krdit makin besar kemungkinan penyimpangan perjanjian kredit dan
pengeluaran biaya. Manajer akan memiliki metode akuntansi yang dapat menaikkan laba
sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis (Watts
dan Zimmerman, 1990).
Hipotesis Cost Politik (Political Cost Hypothesis)

Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi


laba periodik disbanding perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan ukuran variable
proksi (proxsy) dan aspek politik. Yang mendasari hipotesi ini adalah asumsi bahwa sangat
mahalnya nilai informasi bagi individu untuk menentukan apakah laba akuntansi betul-betul
menunjukkan monopoli laba. Di samping itu, sangatlah mahal bagi individu untuk melaksanakan
kontrak dengan pihak lain dalam proses politik dalam rangka menegakkan aturan hokum dan
regulasi, yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan demikian individu yang
rasional cenderuang memiliki untuk tidak mengetahui informasi yang lengkap. Proses politik
tidak beda jauh dengan proses pasar. Atas dasar cost informasi dan cost monitoring tersebut,
manajer memiliki insentif untuk memiliki laba akuntansi tertentu dalam proses politik tersebut
(Watts dan Zimmerman, 1990).

Teori normative berusaha untuk membenarkan tentang apa yang seharusnya


dipraktekkan, misalnya pernyataan yang menyebutkan bahwa laporan keuangan seharusnya
didasarkan pada metode pengukuran aktiva tertentu. Menurut Nelson (1973) dalam literature
akuntansi teori normative sering dinamakan teori apriori (artinya dari sebab ke akibat atau
bersifat deduktif). Alasannya teori normative bukan dihasilkandari penelitian empiris, tetapi
dihasilkan dari kegiatan “semi-research”. Teori normative hanya menyebutkan hipotesis tentang
bagaimana akuntansi seharusnya dipraktekkan tanpa menguji hipotesis tersebut. Pada awal
perkembangannya, teori akuntansi normative belum menggunakan pendekatan investigasi, dan
cenderung disusun untuk menghasilkan postulat akuntansi. Perumusan akuntansi normative
mencapai masa keemasan pada tahun 1950 dan1960an. Selama periode ini perumus akuntansi
lebih tertarik pada rekomendasi kebijakan danapa yang seharusnya dilakukan, bukan apa yang
sekarang dipraktekkan. Pada periode tersebut, teori normative lebih berkonsentrasi pada :

Penciptaan laba sesungguhnya (true income)

Teori ini berkonsentrasi pada penciptaan pengukur tunggal yang unik dan benar untuk
aktiva dan laba. Meskipun demikian, tidak ada kesepakatan terhadap apa yang dimaksud
denganpengukur nilai dan laba yang benar.

Pengambilan keputusan (decision usefulness)

Pendekatan ini menganggap bahwa tujuan dasar dari akuntansi adalah untuk
membantu proses pengambilan keputusan dengan cara menyediakan data akuntansi yang
relevan atau bermanfaat.

Pada kebanyakan kasus, teori ini didasarkan pada konsep ekonomi klasik tentang laba
dankemakmuran (wealth) atau konsep ekonomi pengambilan keputusan rasional. Biasanya
konsep tersebut didasarkan juga pada penyesuaian rekening karena pengaruh inflasi atau nilai
pasar dari aktiva. Teori ini pada dasarnya merupakan teori pengukuran akuntansi. Teori tersebut
bersifat normative karena didasarkan pada anggapan :

Akuntansi seharusnya merupakan system pengukuran


Laba dan nilai dapat diukur secara tepat

Akuntansi keuangan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi

Pasar tidak efisien (dalam pengertian ekonomi)

Ada beberapa pengukur laba yang unik.

Karena teori normatif dianggap merupakan pendapat pribadi yang subyrktif maka tidak
bisa diterima begitu saja, harus dapat diuji secara empiris agar memiliki dasar teori yang kuat.
Pendukung teori ini biasanya menggambarkan system akuntansi yang dihasilkan sebagai sesuatu
yang ideal, merekomendasikan penggantian system akuntansi cost histories dan pemakaian
teori normatif oleh semua pihak.

2. PENDEKATAN DEDUKTIF & INDUKTIF TEORI AKUNTANSI

1. Pendekatan Deduktif

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk
menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang
diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu
kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu
yang umum ke sesuatu yang khusus (going from the general to the specific).

Dari asumsi atau dalil dasar akuntansi dan konklusi logis yang diperoleh dan sejumlah prinsip
akuntansi untuk menyajikan petunjuk dan dasar bagi pengembangan teknik-teknik akuntansi
selanjutnya. Tahap-tahap pendekatan deduktif :

1. Penetapan-penetapan tujuan pelaporan keuangan

2. Pemilihan dalil-dalil akuntansi

3. Penentuan prinsip-prinsip akuntansi

4. Pengembangan teknik-teknik akuntansi.

Contoh:

Jika meneliti konsumsi rumah tangga untuk minyak, maka sebelum turun ke lapangan yang
dipersiapkan adalah teori konsumsi, permintaan dan penawaran barang, dll. pertanyaan yang
akan diajukan sudah jelas dan hampir baku, sampelnya jelas, dll. artinya sudah disiapkan semua
tinggal cari data.

2. Pendekatan Induktif

Pendekatan ini dimulai dengan serangkaian pengamatan terhadap informasi keuangan dari
bisnis perusahaan dan selanjutnya akan diperoleh rumusan gagasan serta prinsip-prinsip
akuntansi dari pengamatan tersebut dengan menggunakan dasar hubungan yang terjadi secara
berulang.
Pendekatan Induktif menekankan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan
berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum (going from specific to the general). APB
Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement ini adalah suatu usaha APB
untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally Accepted Accounting Principles (GAAP)
yang dijelaskan di dalam pernyataan (statement) dibangun berdasarkan observasi dari praktek
yang ada. Pendekatan induktif dalam penyusunan teori mencakup empat tahap :

1. Pencatatan seluruh pengamatan

2. Penganalisaan dan pengelompokan pengamatan untuk mendeteksi adanya hubungan yang


berulang (kesamaan atau kemiripan)

3. Penginduksian asal mula konklusi-konklusi dan prinsip-prinsip akuntansi dari pengamatan-


pengamatan yang menggambarkan hubungan secara berulang.

4. Pengujian konklusi-konklusi yang dibuat.

Contoh:

Bisa jadi langsung ke lapangan untuk wawancara secara mengalir (contoh penelitian tentang
konflik pilkada di desa X) artinya tidak perlu pakai kuesioner tapi tetapi menggunakan interview
guide dan biasanya jenis pertanyaan terbuka dan di lapangan.

3. Perbedaan Pendekatan Deduktif & Induktif

Teori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang
berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh,
premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya didasarkan
kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value measurements of
assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory)
berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat
pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya
berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan
sistem yang tertutup dan nonempiris yang kesimpulannya secara ketat didasarkan kepada
premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif
bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adalah apakah temuan riset empiris dapat bebas nilai
(value-free) atau netral karena pertimbangan nilai sesungguhnya mendasari bentuk dan isi riset
tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitinya tidak mungkin
sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan
dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut. Perbedaan yang
lebih mencolok antara sistem deduktif dan induktif adalah: kandungan atau isi (contents) teori
deduktif kadang bersifat global (makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat
partikularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh maka
kesimpulannya pasti bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada fenomena
empiris umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari fenomena tersebut yang relevan
dengan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun pembedaan antara sistem deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud
pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain,
keduanya bukanlah pendekatan yang saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary)
dan seringkali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai
ketepatan (appropriateness) premis yang pada mulanya digunakan dalam suatu sistem deduktif.

Proses riset sendiri tidak selalu mengikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti seringkali bekerja
secara terbalik dari kesimpulan penelitian lainnya dengan mengembangkan hipotesis baru yang
tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akuntansi, riset induktif bisa
membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkungan bisnis yang
mendasari praktek akuntansi. Riset induktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam
proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam
menentukan aturan yang akan diberlakukan.

4. Teori Akuntansi Positif

Teori akuntansi positif (positive accounting theory) sering dikaitkan dalam pembahasan
mengenai manajemen laba (earnings management). Teori akuntansi positif menjelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi manajemen dalam memilih prosedur akuntansi yang optimal dan
mempunyai tujuan tertentu.

Menurut teori akuntansi positif, prosedur akuntansi yang digunakan oleh perusahaan tidak
harus sama dengan yang lainnya, namun perusahaan diberi kebebasan untuk memilih salah satu
alternatif prosedur yang tersedia untuk meminimumkan biaya kontrak dan memaksimalkan nilai
perusahaan. Dengan adanya kebebasan itulah, maka menurut Scott (2000) manajer mempunyai
kecenderungan melakukan suatu tindakan yang menurut teori akuntansi positif dinamakan
sebagai tindakan oportunis (opportunistic behavior). Jadi, tindakan oportunis adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi yang
menguntungkan dan memaksimumkan kepuasan perusahaan tersebut.

Ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi
positif (positive accounting theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba yang
dihubungkan oleh tindakan oportunistik yang dilakukan oleh perusahaan (Watts dan
Zimmerman, 1986 dalam Santoso, 2004).

Tiga hipotesis menurut Watts dan Zimmerman (1986) dalam Santoso (2004) dapat dijelaskan
sebagai berikut:

1. Hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis).


Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan bonus plan akan cenderung
untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan
pada periode berjalan. Hal ini dilakukan untuk memaksimumkan bonus yang akan mereka
peroleh karena seberapa besar tingkat laba yang dihasilkan seringkali dijadikan dasar dalam
mengukur keberhasilan kinerja. Jika besarnya bonus tergantung pada besarnya laba, maka
perusahaan tersebut dapat meningkatkan bonusnya dengan meningkatkan laba setinggi
mungkin. Dengan demikian, diperkirakan bahwa perusahaan yang mempunyai kebijakan
pemberian bonus yang berdasarkan pada laba akuntansi, akan cenderung memilih prosedur
akuntansi yang meningkatkan laba tahun berjalan.

2. Hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypotesis)

Hipotesis ini berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi perusahan di dalam perjanjian
utang (debt covenant). Sebagian perjanjian utang mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi
peminjam selama masa perjanjian. Dinyataka pula jika perusahaan mulai mendekati suatu
pelanggaran terhadap (debt covenant), maka perusahaan tersebut akan berusaha menghindari
terjadinya (debt covenant) dengan cara memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba.
Pelanggaran terhadap (debt

covenant) dapat menimbulkan suatu biaya serta dapat menghambat kinerja manajemen.
Sehingga dengan meningkatkan laba perusahaan berusaha untuk mencegah atau setidaknya
menunda hal tersebut.

3. Hipotesis biaya politik (the political cost hypothesis)

Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang dihadapi oleh
perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan menggunakan pilihan
akuntansi yang dapat mengurangi laba, karena perusahaan yang memiliki tingkat laba yang
tinggi dinilai akan mendapat perhatian yang luas dari kalangan konsumen dan media yang
nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan
terjadinya biaya politis, diantaranya muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih
tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis.

Dari definisi diatas, peneliti dapat melihat hubungan teori akuntansi positif (positive accounting
theory) dengan penelitian ini. Seperti yang sudah dijelaskan, dalam teori akuntansi
positif (positive accounting theory) ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya
manajemen laba. Salah satu motivasi yang terkait dengan adanya perubahan tarif pajak
penghasilan badan 2008 yaitu motivasi regulasi politik yang merupakan motivasi manajemen
dalam mensiasati berbagai regulasi pemerintah guna melakukan manipulasi laba dengan
menurunkan laba yang dilaporkan sehingga pajak yang dibayarkannya menjadi kecil.

Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum
yang disepakati ke pernyataan khusus sebagai simpulan. Penyataan umum tersebut dapat saja
memuat nilai etika, moral, ideologi, keyakinan dan budaya. Penalaran deduktif dalam akuntansi
dugunakan untuk memberikan penjelasan dan dukungan terhadap kelayakan suatu pernyataan
akuntansi.
Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang
khusus dan berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus
tersebut.
Berbeda dengan penalaran deduktif, hubungan antara premis dan konklusi dalam penalaran
induktif tidak langsung dan tidak sekuat hubungan dengan penalaran deduktif. Dalam penalaran
deduktif kebenaran premis menjamin kebenaran konklusi asal pernyataanny logis. Dalam
penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin kebenaran konklusi yang bersifat
perampatan atau generalisasi. Kebenaran konklusi hanya menjamin tingkat keyakinan tertentu,
misalnya 95% atau 99%.
Pada praktiknya penalaran insuktif dalam akuntansi tidak dapat dilaksanakan terpisah
dengan penalaran deduktif begitu pula sebaliknya. Bila dikaitkan dengan persektif teori lain, teori
akuntansi normatif biasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi positif
biasanya berbasis penalaran induktif.

3.

4. Dalam perekayaasaan akuntansi, jawaban atas pertanyaan perekayasaan akan menjadi konsep-
konsep terpilih yang dituangkan dalam dokumen resmi yang di Amerika disebut rerangka
konseptual (conceptual framework).

Bila operasi akuntansi dianalogi dengan kegiatan kenegaraan, rerangka konseptual dapat
dianalogi dengan konstitusi sedangkan prosesnya dapat dianalogi dengan proses pemikiran
dalam pembuatan konstitusi Negara.
Rerangka konseptual sebagai dokumen resmi hasil perekayasaan sering disebut pula sebagai
seperangkat prinsip umum (a set of broad principles), seperangkat doktrin (a body of doctrine),
atau struktur konsep-konsep yang terpadu atau saling berkaitan (a structure or scheme of
interrelated ideas).

Tanpa rerangka konseptual sebagai “konstitusi” akan sulitlah bagi penyususn standar untuk
mengevaluasi argument bahwa perlakuan akuntansi tertentu lebih baik dalam menggambarkan
realitas ekonomi atau untuk menilai bahwa perlakuan akuntansi tertentu lebih efektif daripada
perlakuan yang lain dalam rangka mencapai tujuan sosial atau ekonomik.

Tiadanya rerangka konsepyual dapat mengakibatkan penyusunan standar akuntansi diperalat


oleh pihak tertentu (vested-interest group) untuk menghasilkan standar yang menguntukan
pihak tersebut. Sebagai sustu kesatuan konsep-konsep koheren yang menetapkan sifat dan
fungsi pelaporan keuangan, Kam (1990) menguraikan manfaat-manfaat rerangka konseptual
sebagai berikut:

(1) Memberi pengarahan atau pedomen kepada badan yang bertanggungjawab dalam
penyususnan/penetap standar akuntansi.
(2) Menjadi acuan dalam memecahkan masalah-maslah akuntansi yang dijumpai dalam praktik
yang perlakuannya belum diatur dalam standar atau pedoman spesifik.
(3) Menentukan batas-batas pertimbangan (bounds for judgment) dalam penyusunan statemen
keuangan.
(4) Meningkatkan pemahaman pemakai statemen keuangan dan meningkatkan keyakinan
terhadap statemen keuangan.
(5) Meningkatkan keterbandingan statemen keuangan antarperusahaan.

Apa yang dikemukakan Kam di atas sejalan dengan apa yang ditegaskan oleh FASB (Financial
Acconting Standards Board) dalam tiap pengantar pernyataan konsep. FASB menegaskan bahwa
FASB sendirilah yang banyak akan memanfaatkan rerangka konseptual karena rerangka
konseptual akan memberi FASB suatu landasan umum dan penalaran dasar (a common
foundation and basic reasoning) untuk mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan
alternative-alternatif dalam pengembangan akuntansi.

Model
Salah satu model yang banyak dikenal saat ini adalah kerangka konseptual yang dikembangkan
oleh FASB yang memuat 4 komponen konsep penting yaitu:

(a) Tujuan pelaporan keuangan


Penentuan tujuan laporan keuangan merupakan langkah yang paling krusial dalam
perekayasaan akuntansi. Tujuan pelaporan menentukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
relevan yang akhirnya menentukan bentuk, isi, jenis, dan susunan statemen keuangan. Most,
menunjukkan dua pendekatan dalam menentukan tujuan penyediaan informasi (pelaporan
keuangan) yaitu:

(1) Menyediakan informasi untuk sehimpunan pemakai umum yang mempunyai bermacam-
macam kepentingan keputusan.
Pelaporan keuangan diarahkan untuk menghasilkan satu set data (satu set statemen keuangan)
untuk berbagai pemakai dan kepentingan.
(2) Menyediakan informasi untuk kelompok pemakai tertentu yang mempunyai kepentingan
tertentu yang diketahui (teridentifikasi).
Kelompok pemakai meliputi pemakai eksternal dan internal sehingga beberapa laporan tidak
harus berupa statemen.

(b) Criteria kualitas informasi


Criteria yang menjadi pedoman kebijakan akuntansi sangat erat kaitannya dengan masalah
apakah informasi suatu objek bermanfaat untuk pengambilan keputusan bagi pihak pemakai
yang dituju. informasi akan bermanfaat kalau informasi tersebut terpaut dengan keputusan yang
menjadi sasaran informasi. Informasi juga akan bermanfaat kalau pemakai mempercayai
informasi tersebut.

(c) Elemen-elemen statemen keuangan


Elemen statemen keuangan adalah makna (meaning) atau konstruk (construct) yang sengaja
ditentukan dalam perekayasaan akuntansi untuk menyimbolkan atau mempresentasi realitas
kegiatan usaha suatu badan usaha sehingga orang dapat membayangkan realitas kegiatan
tersebut secara keuangan tanpa harus menyaksikan sendiri secara fisis kegiatan tersebut.

(d) Pengukuran dan pengakuan


Penentuan dan pendefenisisan elemen berkaitan dengan masalah apa yang harus disajikan
dalam statemen keuangan dan terdiri atas apa saja seperangkat penuh statemen keuangan (a
full set of financial statements). Elemen dan pos menjadi bahan penyusunan seperangkat penuh
statemen keuangan. Agar secara teknis penyususnan statemen keuangan dapat dilaksanakan
dengan mudah, diperlukan sarana (berupa buku besar atau ledger ) untuk mencatat hasil
pengukuran. Oleh karena itu, pos-pos yang harus disajikan dalam statemen keuangan menjadi
basis untuk menamai akun-akuan (accounts) dalam buku besar. Bila suatu hasil pengukuran
dicatat dalam system pembukuan, berarti informasi tersebut dengan sendirinya akan disajikan
via statemen keuangan (incorporated into financial statements).

5. 2) Karakteristik kualitatif informasi

Tujuan pelaporan menentukan karakteristik kualitatif informasi Primer (utama) yang harus
disedikan. Agar bermanfaat, informasi akuntansi harus berpaut dengan keputusan (relevan)
dan terandalkan (reliabilitas).

a) Keberpautan (Relevan) adalah kemampuan informasi untuk membantu pemakai


dalam membedakan beberapa alternative keputusan sehingga pemakai dapat dengan
mudah menentukan pilihan. Bila dihubungkan dengan tujuan pelaporan, keberpautan
adalah kemampuan informasi untuk membantu dalam:

Nilai Prediksi – kemampuan informasi untuk membantu pemakai dalam meningkatkan


profitabilitas bahwa harapan-harapan pemakai akan munculan/hasil suatu kejadian masa
lalu atau datang akan terjadi.

Nilai Balikan (Feedback Value) – kemampuan informasi untuk membantu pemakai dalam
mengkonfirmasi dan mengkoreksi harapan-harapan pemakai di masa lalu.
Ketepatwaktuan (Timeliness) – tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat
dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatan untuk mempengaruhi
keputusan.

b) Keterandalan (Reliabilitas) adalah kemampuan informasi untuk member keyakinan


bahwa informasi tersebut benar atau valid. Keterandalan terbagi menjadi:

Ketepatan Penyimbolan (Representational Faithfulness) – kesesuaian atau kecocokan


antara pengukur atau deskripsi dan fenomena yang diukur atau dideskripsi.

Keterujian (verifiabilitas) – kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa


informasi merepresentasi apa yang dimaksuddkan untuk direpresentasi sesuai dengan
consensus atau bahwa cara pengukuran yang dipilih telah diaplikasi tanpa ada kesalahan
bias.

Netral – ketidakberpihakan pada grup tertentu atau ketidakbiasan dalam perlakukan


akuntansi.

Keberpautan dan Keterandalan merupakan kualitas yang harus ada dan melekat pada tiap
informasi. Terdapat saling-korban antara kedua kualitas tersebut tetapi penekanan pada
salah satu kualitas tidak berarti meniadakan kualitas yang lain. Karakteristik kualitatif
merupakan suatu hierarki yang menjadi dasar untuk menentukan apakah suatu informasi
akan disajikan melalui statemen keuangan atau media pelaporann lainnya.

6. Laporan keuangan dan pelaporan keuangan merupakan dua istilah yang berbeda. Dalam artikel
ini saya akan mencoba untuk menjelaskan perbedaan dari laporan keuangan dan pelaporan
keuangan. Pertama, laporan keuangan merupakan sarana untuk menyajikan ringkasan semua
informasi keuangan dalam sebuah perusahaan yang akan dikomunikasikan bagi para pengguna
yang berkepentingan baik itu pengguna internal (karyawan, manajemen, pemilik) ataupun
pengguna eksternal (investor, kreditor, dan pemerintah). Sedangkan pelaporan keuangan ialah
proses atau cara untuk menyajikan informasi keuangan ataupun non keuangan bagi para
pengguna yang berkepentingan. Kedua, pada PSAK No.1 (Revisi 1998) yang dikutip dalam
Baridwan (2004) tentang penyajian laporan keuangan menyatakan laproan keuangan lengkap
terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

Neraca, yaitu laporan yang menunjukkan keadaan keuangan sutau perusahaan pada tanggal
tertentu.

Laporan Laba rugi, yaitu laporan yang menunjukkan hasil usaha dan biaya-biaya selama
suatu perioda akuntansi.

Laporan perubahan ekuitas, yaitu laporan yang menunjukkan sebab-sebab perubahan

ekuitas dari jumlah pada awal perioda menjadi jumlah ekuitas pada akhir perioda.

Laporan arus kas (cashflow statement), menunjukkan arus kas masuk dan keluar yang dibedakan
menjadi arus kas operasi, arus kas investasi, dan asru kas pendanaan.
Catatan atas laporan keuangan.

Sedangkan pelaporan keuangan cakupannya lebih luas daripada laporan keuangan, karena selain
lima komponen laporan keuangan di atas pelaporan keuangan juga mencakup laporan
tahunan, prospektus dll. Mengapa demikian? Karena sesuai dengan definisi dari pelaporan
keuangan yang merupakan cara menyajikan informasi yang berkaitan dengan perusahaan (baik
finansial maupun non finansial) mengakibatkan cakupan media yang digunakan untuk meyajikan
informasi tersebut lebih luas daripada komponen dalam laporan keuangan.

7. Entitas Bisnis atau Kesatuan Usaha

Kesatuan usaha harus dianggap sebagai badan atau orang yang berdiri sendiri dan bertindak
atas namanya sendiri serta terpisah dari pemilik. Batas kesatuan usaha adalah ekonomik bukan
yuridis. Hubungan antara pemilik dan kesatuan usaha merupakan hubungan bisnis (utang-
piutang). Fungsi manajemen terpisah dengan fungsi pemilikan sehingga diperlukan
pertanggungjawaban dalam bentuk statemen keuangan. Pendapatan dan biaya dipandang
sebagai perubahan aset kesatuan usaha bukannya perubahan kekayaan pemilik. Karena
hubungan bisnis harus dipertahankan, seperangkat statemen keuangan berartikulasi.

B. KESATUAN USAHA

Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan usaha
ekonomik yang berdiri sendiri,bertindak atas namanya sendiri, dan kedudukannya terpisah dari
pemilik atau pihak yang menanamkan dana dalam perusahaan dan kesatuan ekonomik
tersebut menjadi pusat perhatian atau sudut pandang akuntansi.

1. Batas Kesatuan

Walaupun secara yuridis kesatuan usaha didukung keberadaannya,batas kesatuan usaha dari
segi akuntansi bukanlah kesatuan yuridis atau hukum melainkan kesatuan ekonomik. Artinya
akuntansi memperlakukan badan usaha sebagai suatu kesatuan ekonomik daripada kesatuan
yuridis. Batas kesatuan ekonomik Adalah kendali oleh satu manajemen.oleh karena itu untuk
menentukan kesatuan usaha sebagai pusat pertanggungjawaban keuangan, pertimbangan
akuntansi adalah apakah secara ekonomik satu kegiatan usaha atau lebih dapat dianggap
berdiri sendiri sebagai satu kesatuan.

2. Pengertian Ekuitas

Karena hubungan antara kesatuan dan usaha terpisah dengan pemilik dan hubungan tersebut
dipandang sebagai hubungan bisnis, konsep kesatuan usaha mempunyai implikasi terhadap
pendefinisian ekuitas. Dengan sudut pandang kesatuan usaha, secara konseptual ekuitas atau
modal merupakan utang atau kewajiban perusahaan kepada pemilik. Hal ini berlawanan
dengan pendefinisian secara structural bahwa ekuitas adalah hak residual pemilik terhadap
asset bersih sebagaimana didefinisi dalam rerangka konseptual FASB.Dalam hal ini sudut
pandang FASB adalah pemilik.

3. Pengertian Pendapatan

Konsep kesatuan usaha dapat menjelaskan mengapa pendapatan didefinisi sebagai kenaikan
atau aliran masuk asset. Dengan konsep kesatuan usaha, semua sumber ekonomik yang
dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan merupakan asset perusahaan bukan asset pemilik. Telah
disebutkan diatas, utang kesatuan usaha kepada pemilik disebut ekuitas.pada saat terjadi
pendapatan atau kenaikan asset,pada saat yang sama utang unit usaha kepada pemilik
bertambah yang berarti ekuitas bertambah.De ngan demikian dapat dikatakan bahwa
pendapatan menambah ekuitas. Jadi, pendapatan menambah ekuitas karena dengan konsep
kesatuan usaha pendapatan sebagai kenaikan kas menimbulkan kenaikan utang kesatuan
usaha kepada pemilik.dengan demikian definisi pendapatan menurut FASB konsisten dengan
konsep kesatuan usaha.

Dengan cara berfikir yang sama dapat dijelaskan pula mengapa pendapatan juga didefinisi
sebagai penurunan kewajiban.kewajiban suatu saat akan mengakibatkan aliran asset
keluar.kalau kewajiban turun tanpa dibarengi dengan keluarnya asset berarti jumlah rupiah
asset yang tidak jadi keluar akhirnya akan kembali ke pemilik sehinggautang kesatuan usaha
kepada pemilik bertambah.ini berarti asset yang tidak jdi keluar menjadi pendapatan.

4. Pengerttian Biaya

Definisi biaya sebagai penurunan asset atau timbulnya kewajiban dapat dijelaskan dengan
konsep kesatuan usaha. Penyerahan produk dalam rangka menciptakan pendapatan,
menyebabkan asset berkurang.berkurangnya asset inilah yang disebut biaya. Bila pendapatan
yang diperoleh diabaikan atau dipisahkan dengan berkurangnya asset, maka berkurangnya
asset sebesar kos barang terjual ini akhirnya harus ditanggunga oleh pemilik. Jadi, dapat
dikatakan bahwa biaya mengurangi ekiutas, penalaran yang sama dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa biaya dapat didefinisi sebagai timbulnya kewajiban.penyerahan barang
atau produk tidak selalu berasal dari asset tetapi dapat berasal dari kewajiban sehingga biaya
dapat didefinisi sebagai timbulnya kewajiban dalam rangka menciptakan pendapatan yang
akhirnya mengakibatkan turunnya asset. Jadi, definisi biaya oleh FASB konsisten dengan
konsep kesatuan uasaha.

5. Sistem Berpasangan
System berpasangan atau aspek ganda yang dikemukakan Antony, Hawkins, dan Merchant,
sebenarnya merupakan konsekuensi logis atau turunan dari konsep kesatuan usaha.hubungan
bisnis antara manajemen dan pemilik mengakibatkan manajemen harus selalu
mempertanggungjawabkan asset yang dikelolanya dan sumber asset tersebut.Ini berarti
bahwa pengaruh transaksi terhadap hubungan bisnis dan posisi keuangan harus selalu
ditunjukkan.untuk melaksanakan hal ini dengan mudah dan nyaman, digunakanlah system
berpasangan.

6. Persamaan akuntansi

Persamaan akuntansi merupakan cara merepresentasi system berpasangan.Agar penyusunan


statemen keuangan dapat dilakukan dengan cepat,system akuntansi harus diorganisasi atas
dasar persamaan akuntansi.oleh karena itu persamaan akuntansi dapat dikatakan sebagai
hubungan fungsional buku besar yang merepresentasi elemen statement keuangan.hubungan
fungsional antarbuku besar ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

A=K+E+P-B+I–D

7. Artikulasi

Artikulasi sebenarnya merupakan turunan atau konsekuensi dari konsep kesatuan


usaha.dengan artikulasi akan selalu dapat ditunjukkan bahwa laba dalam statemen laba rugi
akan sama dengan laba dalam statemen perubahan ekuitas dan jumlah rupiah ekuitas akhir
dalam statemen perubahan ekuitas akan sama dengan jumlah rupiah ekuitas dalam neraca.

Pendekatan asset kewajiban dan pendapatan biaya mengakibatkan pendefinisian, pengukuran


dan pengakuan elemen yang satu merupakan produk samping pendefinisiasn, pengukuran,
dan pengakuan elemen yang lainnya.Hal ini terjadi karena akuntansi menganut pendekatan
artikulasian, yaitu bahwa statemen keuangan harus berartikulasi. dengan pendekatan ini
semua perubahan asset bersik akibat transaksi dengan nonpemilik dilaporkan melalui
statemen rugi laba dan laba konprehensifsehingga integritas statemen laba-rugi dapat
dipertahankan.
2) Kontinuitas Kegiatan Usaha

Kesatuan usaha dianggap akan berlangsung dan beroperasi terus dan tidak ada maksud
membubarkan. Data keuangan akan terjadi dan mengalir terus setiap waktu akibat
kegiatan yang berlangsung terus tersebut. Kemajuan kesatuan usaha tidak dievaluasi pada
saat likuidasi karena memang bukan likuidasi yang menjadi tujuan perusahaan. Aliran data
harus dipenggal menjadi beberapa seri aliran dengan satuan waktu sebagai wadah penggalan.
Statemen laba-rugi menjadi statemen yang sangat penting untuk menilai kemampuan melaba,
sementara neraca meerupakan saran untuk menunjukkan sisa potensi jasa. Informasi
keuanganan yang dituangkan dalam statemen keuangan periodic harus dianggap bersifat
sementara (tentative) dan bukannya tuntas (final). Informasi keuangan berjangka dapat
diandalkan dibandingkan dengan laporan untuk satu penggalan waktu saja.

Konsep kontinuitas usaha atau usaha berlanjut menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-
tanda, gejala-gejala, atau rencna pasti dimasa datang bahwa kesatuan usaha akan dibubarkan
atau dilikuidasi maka akuntansi menganggap bahwa kesatuan usaha tersebut akan
berlangsung terus sampai waktu yang tidak terbatas.

Konsep ini akan menjadi pertimbangan pada saat penyusunan statemen keuangan atau pada
saat akuntansi menghadapi berbagai pilihan dalam proses perekayasaan aptau penyusunan
standar karena kenyataan bahwa kelangsungan hidup perusahaan dimasa datang tidak pasti.

1. Arti Penting Laporan Periodik

Dengan konsep kontinuitas usaha, perusahaan berusaha untuk maju dan berkembang dengan
jalan menciptakan laba terus-menerus dalam jangka panjang.laba diperoleh melalui kegiatan
menyerahkan barang atau jasa yang menimbulkan biaya sebagai aliran keluar asset dan
kegiatan mendatangkan pendapatan yang merupakan aliran asset masuk akibat penyerahan
barang atau jasa tersebut.dengan demikian kesatuan usaha dapat dipandang sebagai pusat
aliran pendapatan dan biaya yang berlangsung terus.kesatuan usaha juga akan mengubah
sumber ekonomik yang satu menjadi yang lain secara terus-menerus untuk menyediakan barag
atau jasa.

2. Kedudukan Statemen Laba-Rugi

Untuk mengukur daya melaba jangka panjang, aliran kontinus sumber ekonomik masuk dan
keluar kesatuan usaha harus dipenggal-penggal dengan perioda waktu sebagai wadah atau
penakar. Penggalan pendapatan dan biaya untuk suatu perioda dituangkan dalam statemen
laba-rugi periodic sehingga laba-rugi dipandang sebagai statemen yang paling penting dalam
pelaporan keuangan karena tingkat laba dalam rangka menilaidaya melaba.

3. Fungsi Neraca dan Penilaian Elemennya

Konsep kontinuitas usaha sangat besar penerapannya dalam mendasari penilaian elemen atau
pos neraca dan interprestasi jumlah rupiah yang dimuat didalamnya.Dengan konsep
kontinuitas usaha, tujuan pelaporan pos neraca adalah untuk menunjukkan sisa potensi-
potensi jasa atau sumber-sumber ekonomik yang belum dikonsumsi dalam satu tahun yang
berakhir pada tanggal neraca.dengan kata lain neraca berfungsi untuk menunjukkan potensi
jasa yang masih dimiliki kesatuan usaha untuk menghasilkan pendapatan dalam perioda
berikutnya.

3) Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. Bahwa aset harus timbul akibat
transaksi atau kejadian masa lalu adalah criteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan criteria
untuk pengakuan. Manfaat ekonomik dan penguasaan atau hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan
suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan (neraca). Kriteria pengakuan yang
lain harus dipenuhi (keterandalan, keberpautan, dan keterukuran). Jadi, definisi aset harus dibedakan dengan
pengakuan aset. Definisi hanya merupakan salah satu criteria pengakuan.

2016

7. KEWAJIBAN – Pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul
dari keharusan (obligations) sekarang suatu entitas untuk mentransfer aset atau menyerahkan
jasa kepada entitas lain di masa datang sebagai akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu.

Kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu:

Pengorbanan manfaat ekonomik masa datang,

Kewajiban menjadi tegas adanya bila didukung oleh keharusan membayar kas, teridentifikasinya
terbayar, dan terpaksakan secara hukum. Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek
harus memuat suatu tugas (duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang
mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan
cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat
ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan. Cukup pasti di
masa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan
layak.
Menjadi keharusan sekarang (obligations)

Transaksi atau kejadian masa lalu menimbulkan keharusan sekarang pada tanggal pelaporan
yang berarti bahwa seandainya pada saat sekarang perusahaan harus mengorbankan manfaat
ekonomik maka hal tersebut harus dilakukan. Kewajiban sekarang yang menimbulkan kewajiban
bersifat kontraktual, konstruktif, demi keadilan, dan bergantung.

Timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu.

Pengertian kewajiban merupakan bayangan cermin pengertian aset. Transaksi atau kejadian
masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang pemerolehan manfaat ekonomik masa datang
untuk aset sedangkan untuk kewajiban hal tersebut menimbulkan keharusan sekarang
pengorbanan manfaat ekonomik masa datang. Transaksi, kejadian atau keadaan dapat
mempengaruhi aset dan kewajiban secara bersamaan.

Timbulnya aset sering harus diimbangi dengan timbulnya kewajiban. Dalam kondisi tertentu,
kewajiban tidak dapat timbul tanpa diimbangi aset yang dikuasai perusahaan. Hal ini disebut
HAK-KEWAJIBAN TAK-BERSYARAT. Kalau aset mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan,
pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan
yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian).

9. Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh aktiva tetap, meningkatkan efisiensi operasional dan kapasitas produktif aktiva
tetap, serta memperpanjang masa manfaat aktiva tetap. Biaya-biaya ini biasanya dikeluarkan
dalam jumlah yang cukup besar (material), namun tidak sering terjadi.

Contoh dari pengeluaran modal adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membeli aktiva
tetap, tambahan komponen aktiva tetap, dan atau untuk mengganti komponen aktiva tetap
yang ada, dengan tujuan untuk memperoleh manfaat, meningkatkan efisiensi, kapasitas, dan
atau memperpanjang masa manfaat dari aktiva tetap terkait. Dengan kata lain, pengeluaran
modal adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak dibebankan langsung sebagai beban dalam
laporan laba rugi, melainkan dikapitalisasi terlebih dahulu sebagai aktiva tetap dineraca, karena
pengeluaran-pengeluaran ini akan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa mendatang.
Pengeluaran-pengeluaran dalam kategori ini akan dicatat dengan cara mendebet akun aktiva
tetap terkait. Nantinya, secara periodik dan sistematis, bagian dari harga perolehan aktiva tetap
ini akan dialokasikan menjadi beban penyusutan untuk masing-masing periode yang menerima
manfaat atas pengeluaran modal tadi.

Sedangkan yang dimaksud dengan pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) adalah


biaya-biaya yang hanya akan memberi manfaat dalam periode berjalan, sehingga biaya-biaya
yang dikeluarkan tidak akan dikapitalisasi sebagai aktiva tetap di neraca, melainkan akan
langsung dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi periode berjalan dimana biaya
tersebut terjadi (dikeluarkan). Contoh dari pengeluaran ini adalah beban untuk pemeliharaan
dan perbaikan aktiva tetap.
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk mempertahankan aktiva tetap agar selalu
berada dalam kondisi operasional yang baik, dikenal sebagai beban pemeliharaan, contohnya
adalah pengeluaran untuk pengecatan dinding bangunan, penggantian pelumas mesin, dan
sebagainya.

Pengeluaran untuk beban pemeliharaan ini adalah hal yang biasa, terjadi berulang, biasanya
dalam jumlah yang kecil (tidak material), dan tidak akan meningkatkan efisinsi, kapasitas, atau
memperpanjang masa manfaat dari aktiva tetap terkait, oleh karena itu akan segera dicatat
sebagai beban ketika terjadi. Sedangkan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk
mengembalikan aktiva tetap ke kondisi operasional yang baik setelah adanya kerusakan dan
atau untuk mengganti komponen aktiva tetap yang rusak, dikenal sebagai beban perbaikan.

Pengeluaran untuk beban perbaikan ini juga adalah hal yang biasa, bisa terjadi berulang,
biasanya dalam jumlah yang kecil (tidak material), dan tidak akan meningkatkan efisiensi,
kapasitas, atau memperpanjang masa manfaat dari aktiva tetap terkait, oleh karena itu juga
akan segera dicatat sebagai beban ketika terjadi.

10. Obligasi Konversi

Yang dimaksud dengan Obligasi Konversi adalah obligasi yang dapat dikonversi menjadi saham.
Karena sifatnya yang bisa dikonversi itu, obligasi konversi ini biasa juga disebut dengan obligasi
tukar. Penukaran saham biasanya dengan prasarat tertentu, misalnya saat jatuh tempo, atau
pada harga tertentu. Untuk dicermati dalam obligasi konversi ini adalah kecenderungan harga
saham pada saat menjelang obligasi dikonversi. Misalnya ditetapkan harga konversi Rp1.000 per
saham, maka pemegang obligasi dengan nilai Rp1 juta akan bisa mengkonversi menjadi 1.000
unit saham.

Kalau pada beberapa waktu sebelum penukaran harga saham di bursa ada pada kisaran Rp
1.100, maka hampir pasti pada saat penukaran pasar akan melakukan koreksi atas harga saham
itu menjadi setara dengan harga konversi. Begitu pula sebaliknya, bila harga pasar saham lebih
rendah, maka bisa jadi harga pasar dari saham itu akan menyamai harga konversi. Karena itu,
harga konversi ini lazimnya disebutkan ketika obligasi tersebut ditawarkan, sehingga sebelum
obligasi tersebut jatuh tempo, investor masih bisa menikmati pendapatan yang berupa bunga.
Tapi begitu jatuh tempo maka obligasi itu harus ditukar dengan saham sesuai dengan harga yang
ditetapkan.

Bagi emiten, obligasi konversi merupakan daya tarik yang ditujukan kepada para investor untuk
meningkatkan penjualan obligasi. Di Bursa Efek Indonesia tidak banyak perusahaan yang
menerbitkan obligasi dengan sifat konversi ini.

Anda mungkin juga menyukai