Anda di halaman 1dari 35

TUGAS

STRUKTUR JEMBATAN

“JEMBATAN BETON PRATEGANG”

OLEH :

NUR ADRIYANI FILZAH A.

E1A1 14 016

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITA HALU OLEO

KENDARI

2018
1. Gambaran Singkat Mengenai Jembatan Prategang

Beton prategang merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan


tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban
kerja (Manual Perencanaan Beton prategang Untuk Jembatan Dirjen Bina Marga,
2011).
Jembatan beton prategang atau yang dikenal dengan Prestressed Concrete
Bridge merupakan salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton
prategang atau beton yang berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan
tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton akibat sifat beton yang tidak
mampu menahan gaya tarik. Dalam hal ini, beton prategang sebagai solusi untuk
mengatasi besarnya tegangan tarik yang timbul pada struktur beton khususnya
pada struktur dengan bentang yang besar. Material yang digunakan untuk sistem
ini adalah material beton dan sistem kabel. Sistem kabel terdiri dari kabel (wire,
strand, bar), selongsong dan angkur (angkur hidup, angkur mati).
Dalam perkembangannya ada tiga (3) konsep beton prategang yang
menjelaskan bagaimana suatu sistem prategang membantu menahan gaya luar,
yaitu:
a. Sistem prategang yang bisa menjadikan beton sebagai bahan elastis yang bisa
menahan tegangan tarik akibat dari beban luar. Konsep ini diperkenalkan oleh
Eugene Freyssinet, dimana menurut teorinya beton yang telah diberikan
tegangan awal terlebih dahulu dapat bertransformasi menjadi bahan yang
elastis. Kondisi ini menunjukan bahwa tegangan tarik pada beton tidak ada.
Pada kondisi ini pun, beton akan mengalami dua (2) kondisi yaitu :
 Gaya prategang berada pada garis penampang atau dikenal dengan kondisi
dimana c.g.c dan c.g.c saling berhimpit. Kondisi seperti ini disebut gaya
prategang kosentris.

Gambar 1. Gaya Prategang Kosentris


(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)
 Kondisi lainnya adalah gaya prategang tidak berada atau tidak bekerja pada
garis penampang sehingga dapat disimpulkan bahwa c.g.c dan c.g.s tidak
berhimpit. Kondisi ini dikenal dengan gaya prategang eksentris.

Gambar 2. Gaya Prategang Eksentris


(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)

Adapun besarnya tegangan yang diperhitungankan dalam kondisi ini adalah


sebagai berikut:
 Serat Atas

 Serat Bawah

b. Sistem prategang yang merupakan kombinasi baja mutu tinggi dengan beton
mutu tinggi. Konsep ini merupakan kombinasi dua material yang
menggambarkan bahwa beton merupakan material yang menahan gaya tekan
dan baja merupakan material yang menahan gaya tarik. Kedua gaya tersebut
membentuk kopel gaya yang berfungsi untuk menahan gaya eksternal.
Gambar 3. Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton Mutu Tinggi
(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)

c. Sistem prategang untuk mencapai keseimbangan beban atau yang dikenal


dengan metode Load Balancing. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa gaya
prategang berperan untuk menyeimbangkan gaya luar. Konsep ini
diperkenalkan pertama kalinya oleh T.Y.Lin yang menganggap bahwa beton
sebagai benda bebas dimana tendon dan gaya prategang berfungsi untuk
melawan beban yang bekerja.
Beban merata akibat gaya prategang pada kondisi ini dinyatakan dalam :
8𝑃𝑎
Wb = 𝑙2

Dimana:
Wb : beban merata akibat gaya prategang

Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya prategang berbentuk tendon


atau kabel baja. Pemberian gaya prategang pada beton terdiri dari dua (2) cara,
yaitu:

 Pra Tarik (Pre-Tension)


Prinsip kerja metode ini adalah kabel baja diregangkan terlebih dahulu
sebelum beton dicetak. Awalnya tendon prategang ditarik kemudian
dilakukan pengangkuran pada abutment. Setelah tendon terpasang, maka
beton dapat dicetak. Setelah itu, tendon dapat dipotong sehingga gaya
prategang dapat ditransfer ke beton. Pada kondisi ini, kuat tekan beton harus
sesuai dengan yang disyaratkan. Konsep ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4. Konsep Pra Tarik
(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

 Pasca Tarik (Post- Tension)


Prinsip kerja metode ini adalah beton dicetak terlebih dahulu, kemudian
setelah beton kering kabel ditarik. Awalnya beton dicetak mengelilingi
selongsong atau selubung tendon dimana kabel prategang berada didalam
selongsong selama pengecoran kemudian setalah beton mengeras diberi gaya
prategang dengan cara mengangkur kabel prategang ke abutment. Pada saat itu
gaya prategang ditransfer ke beton sehingga beton akan tertekan. Konsep ini
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5. Konsep Pasca Tarik


(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)
Adapun batas – batas tegangan ijin 6all6m prategang berdasarkan SNI– T –12-

2004 tentang Perencanaan Struktur Jembatan Beton adalah sebagai berikut:

a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya

prategang, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :


𝑃 𝑒𝑐𝑡 𝑀𝐷
ft = - 𝐴 𝑖 (1 − )− ≤ 𝑓𝑡𝑖
𝑐 𝑟2 𝑆𝑡

𝑃 𝑒𝑐𝑏 𝑀𝐷
fb = - 𝐴 𝑖 (1 + )+ ≤ 𝑓𝑐𝑖
𝑐 𝑟2 𝑆𝑏

b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya

pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :

2. Struktur Jembatan Prategang

Gambar 6. Jembatan Beton Prategang


A. Struktur Atas (Upper Structures)
Bangunan struktur atas berfungsi untuk menampung beban-beban
yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kendaraan, dan lain sebagainya.
Bangunan atas biasanya terdiri dari pelat, lapisan permukaan jalan, dan
gelagar dari jembatan.

Gambar 7. Struktur Atas (Upper Structures) pada jembatan

Struktur atas (Upper Structures) terdiri atas:


1) Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara
memanjang maupun melintang yang berfungsi untuk menerima dan
menyebarkan beban yang bekerja dari atas jembatan dan
meneruskannya ke bagian struktur bawah
jembatan.
Gelagar Jembatan ini bisa berupa I Girder, U Girder , Box Girder , dll.

Gambar 8. Deck Jembatan


2) Bearing
Bearing adalah bantalan yang bertujuan untuk mengurangi gesekan
untuk benda/poros yang bergerak secara rotasi ataupun linier.

Gambar 9. Pot Bearing


3) Expantion Joint
Expansion Joint adalah suatu sabungan yang bersifat flexible,
sehingga saluran yang disambungkan memiliki tolerasi gerak.

Gambar 10. Expansion Joint


4) Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai
pembatas dan keperluan keamanan untuk pengguna jembatan.

Gambar 11. Tiang Sandaran

5) Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan


dimana merupakan tempat kendaraan untuk lewat. Secara fungsi, plat
lantai jembatan merupakan struktur pertama yang menerima beban
dan meneruskannya ke gelagar utama.

B. Struktur Bawah (Substructures)


Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas
dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan,
tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. Untuk kemudian disalurkan ke
fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah
dasar.
Struktur bawah terdiri atas:
1) Pondasi
Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan pondasi yang
ada pada struktur bangunan gedung, dimana fungsi dari pondasi itu
sendiri adalah menyalurkan beban-beban yang di tahan ke tanah.
Pondasi memiliki 2 bagian yaitu :
a) Tiang Pancang / Bore Pile / Sumuran
b) Pile Cap

Gambar 12. Tiang Pancang dan Pile Cap


2) Kolom Pier
Yang terdiri atas, Pier dan Pier Head.

Gambar 13. Struktur Bawah pada Pier

3) Abutment
Abutment merupakan bagian dari bangunan pada ujung-ujung
jembatan, yang memiliki fungsi sebagai pendukung untuk bangunan
struktur atas dan juga berfungsi untuk penahan tanah.
Abutment mempunyai bagian seperti, Abutment, Wing Wall, Pelat Injak
dan Back Wall.

Gambar 14. Struktur Bawah pada Abutment


Namun, untuk jembatan prategang selain komponen-komponen diatas
terdapat komponen lain yaitu kawat baja (tendon) yang berfungsi untuk
menghasilkan gaya pratekan dengan cara kawat baja ditarik. Penarikan kawat
baja ditarik dapat dilakukan baik sebelum beton dicor (pre-tension) atau
setelah beton mengeras (post-tension).

Kawat baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya
ada 3 macam, yaitu:

a. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada


beton prategang dengan system pratarik (pre-tension).
b. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada
beton prategang dengan system pasca tarik (post –tension).
c. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategamg pada
beton prategang dengan system pratarik (pre-tension)

a. kawat tunggal (wire) b. kawat utaian (strand)

c. Kawat batangan (bar)

Gambar 15. Jenis-jenis kawat yang digunakan pada jembatan prategang


(a) Kawat tunggal. (b) kawat untaian. (c) kawat batangan.

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)


Untuk penampang Girder (gelagar) pada jembatan juga terdapat berbagai
bentuk yaitu:
a. Plate girder adalah element struktur lentur tersusun yang didesain dan
difabrikasi untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh
penampang gilas panas biasa. Bentuk plate girder yang paling umum
dewasa ini didesain terdiri atas dua flens yangdilas pada plat web yang
relative tipis. Gelagar plat akan ekonomis apabila panjang bentang yang
sedemikian rupa hingga biiaya untuk keperluan tertentu bisa dihemat
dalam perencanaan. Gelagar plat bisa berbentuk konstruksi paku keeling,
baut atau las.
b. Jembatan box girder adalah sebuah jembatan dimana struktur atas
jembatan terdiri atas balok-balok penopang utama yang berbentuk kotak
berongga. Box girder biasanya terdiri dari elemen beton pratekan, baja
structural, atau komposit baja dan beton bertulang. Bentuk penampang
dari box girder umumnya adalah sel.
c. I girder merupakan jenis gelagar yang paling banyak digunakan pada
jembatan-jembatan diindonesia, pada perkembangannya I girder yang
digunakan yaitu : dengan metode pratekan dan beton bertulang.

a. Plate Girder b. Box Girder

c. I Girder

Gambar 16. Jenis-jenis Girder (Gelagar)


(a) Plate Girder. (b) Box Girder. (c) I Girder
3. Metode Konstruksi Jembatan Beton Prategang
Secara umum metode pelaksanaan jembatan beton dibedakan menjadi Cast
Insitu dan Precast Segmental. Cast insitu merupakan metode pelaksanaan
jembatan dimana dilakukan pengecoran di lokasi pembangunan sedangkan
Precast segmental merupakan metode pelaksanaan dimana beton disuplai dari
luar berupa Precast yang siap dilakukan instalasi.
a. Metode Cast insitu terdiri dari :
1) MSS (Movable Scaffolding System)
Suatu metode yang digunakan pada pelaksanaan cast insitu dimana
pengecoran dilakukan dilokasi setelah selesainya bekisting. Prinsipnya
adalah memindahkan scaffolding dengan cara digeser ke segmen
berikutnya setelah beton mengeras.
2) ILM (Increamental Launching Method)
ILM adalah suatu metode erection pada jembatan bentang panjang
yang sudah diimplementasikan sejak tahun 1962 yaitu di Rio Caroni
Bridge di Venezuela. Metode ini digunakan biasanya karena adanya
syarat bahwa tidak diperbolehkan adanya gangguan pada sisi bawah
lantai jembatan.
3) Balanced Cantilever dengan Form Traveller
Metode konstruksi ini adalah metode pembangunan jembatan
dimana dengan memanfaatkan efek kantilever seimbangnya maka
struktur dapat berdiri sendiri, mendukung berat sendirinya tanpa bantuan
sokongan lain.
4) Cable Stayed dengan Form Traveller
Cable Stayed adalah jembatan yang menggunakan kabel – kabel
berkekuatan tinggi sebagai penggantung yang menghubungkan gelagar
dengan menara.

b. Metode Precast segmental terdiri dari:


1) Balanced Cantilever Erection With Launching Gantry
Pada sistem ini balok jembatan dipasang (Precast) , segmen demi
segmen sebagai kantilever di kedua sisi agar saling mengimbangi
(balance) atau satu sisi dengan pengimbang balok beton yang sudah
dilaksanakan lebih dahulu. Pada metoda ini digunakan satu buah gantry
atau lebih yang digunakan sebagai peluncur segmen mox girder yang
ada.
2) Balanced Cantilever Erection With Lifting Frames
Metoda ini juga disebut metoda balance cantilever dengan rangka
pengikat. Hampir sama dengan metode launching gantry, perbedaannya
hanya pada jenis alat yang digunakan untuk mengangkat segmen –
segmen jembatannya. Pada jenis ini digunakan lifting frame untuk
mengangkat tiap segmenya.
3) Balanced Cantilever Erection With Cranes
Metoda ini juga hampir sama dengan metode lifting frame.
Perbedaannya hanya pada jenis alat yang digunakan untuk mengangkat
segmen- segmen jembatannya. Pada sistem ini digunakan crane untuk
mengangkat tiap segmennya.

3.1 Proses Prategang (Stressing)


Stressing girder merupakan proses penarikan kabel tendon yang ada didalam
girder untuk menjadikan girder sebagai beton prategang. Pemberian tegangan
pada kabel tendon (stressing) dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu: Post-
tensioning dan Pre-tensioning.
a. Post-tensioning (pasca-tarik)
Stressing ini dilakukan pada beton dengan alat dongkrak untuk
memberi tegangan pada girder. Metode yang paling biasa untuk menarik
kabel adalah dengan dongkrak. Pada sistem pasca tarik dongkrak
digunakan untuk menarik baja dengan reaksi yang bekerja melawan
beton yang mengeras, dongrak hidraulik digunakan karena kapasitasnya
yang besar. Untuk beberapa sistem prategang dongkrak didesain secara
khusus untuk pengerjaan penarikan tendon yang terdiri dari dari
sejumlah kabel dengan ukuran tertentu. Sistem pendongkrakan
bervariasi, dari hanya menarik satu atau dua kabel sampai di atas 100
kabel pada saat yang bersamaan.
Batang ulir ditarik dengan menggunakan dongkrak hidraulik
yang digerakkan dengan tenaga listrik. Pada ujung dongkrak terdapat
soket pemutar (socket wrench) dan alat ratchet yang memungkinkan
baut dikencangkan saat batang ulir itu memanjang. Besarnya gaya
prategang yang digunakan dimonitor dengan membaca alat pengukur
pertambahan panjangnya.
Untuk mengurangi rangkak pada baja dan juga menghilangi gaya
pada prategang akibat gesekan, kadang-kadang tendon ditarik beberapa
persen melebihi gaya prategang awal. Penarikan ini jg diperlukan untuk
menghindari terjadinya gelincir (slip) dan menekan angkur pada saat
pelepasan tekanan dongkrak. selama proses penarikan(pendongkrakan)
sekrup angkur dan baji harus cukup erat dipasang pada ujung pelat.
Hal ini dapat membantu mencegah terjadinya kerusakan yang serius saat
kabel putus atau kegagalan tiba-tiba dari dongkrak.
Pengukur tekanan untuk dongkrak dikalibrasi untuk membaca
tekanan pada piston, dan membaca langsung jumlah tarikan yang ada
pada beton. Jumlah kehilangan gaya prategang dapat diukur dari
perbedaan antara pertambahan panjang yang diukur dan yang
diperkirakan terjadi.

Gambar 17. Balok girder yang sudah menjadi satu kesatuan dilakukan tusuk strand
sesuai dengan jumlah strand yang dibutuhkan masing-masing tendon

(Sumber: Dokumentasi Proyek Pembangunan Jembatan Labuan Sait-


Suluban, Kuta Selatan, Badung, Bali)
Gambar 18. Kabel starnd dipotong sesuai dengan kebutuhan di lapangan, pemotongan
diusahakan seminimal mungkin agar tidak ada kabel yang terbuang.

(Sumber: Dokumentasi Proyek Pembangunan Jembatan Labuan Sait-Suluban,


Kuta Selatan, Badung, Bali)

Gambar 19. Dilakukan pemasangan angker block (pengunci kabel) pada ujung kabel
tiap masing-masing tendon yang akan dilakukan stressing

(Sumber: Dokumentasi Proyek Pembangunan Jembatan Labuan Sait-Suluban, Kuta


Selatan, Badung, Bali)
Gambar 20. Penarikan kabel dilakukan setelah alat penarik kabel (jack) terpasang

Gambar 21. Alat Penarik Kabel (Jack)

Gambar 22. Pembacaan dilakukan pada tiap-tiap tendon dengan alat baca hidrolik
dengan memperhatikan nilai tegangan dan nilai elongasi yang ada pada data
stressing.
b. Pre-tensioning (pra-tarik)
Didalam sistem pratarik (Pre-tensioning), tendon lebih dahulu
ditarik antara blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas
tanah atau didalam suatu kolom atau perangkat cetakan pratarik dan
selanjutnya dicor dan dipadatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang
diinginkan.
Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya
digunakan untuk konstruksi-konstruksi kecil. Beton-beton pracetak
biasanya digunakan pada konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom
gedung, tiang pondasi atau balok dengan bentang yang panjang.
Adapun tahap urutan pengerjaan beton pre-tension adalah sebagai
berikut : Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur
yang mati (fixed anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live
anchorage). Kemudian live anchorage ditarik dengan dongkrak (jack)
sehingga kabel tendon bertambah panjang. Jack biasanya dilengkapi
dengan manometer untuk mengetahui besarnya gaya yang ditimbulkan
oleh jack. Setelah mencapai gaya yang diinginkan, beton dicor. Setelah
beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-lahan dilepaskan dari
kedua angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha kembali ke
bentuknya semula setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh
penarikan pada awal pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya
gaya tekan internal pada beton. Oleh karena sistem pratarik besandar
pada rekatan yang timbul antara baja dan tendon sekelilingnya, hal itu
penting bahwa setiap tendon harus merekat sepanjang deluruh panjang
badan. Setelah beton mengeras, tendon dilepaskan dari alas prapenarikan
dan gaya prategang ditranfer ke beton.

3.2 Proses Grouting


Grouting adalah proses pengisian rongga udara antara strand dengan
duct dan rongga pada bagian dalam casting dengan bahan grout.
Tujuannya adalah untuk menjaga bahaya korosi juga untuk mengikat strand
dengan beton disekelilingnya menjadi satu kesatuan. Digunakan campuran
semen dengan air dan ditambahkan non shrinkage additives.
Berikut langkah-langkah pekerjaan Grouting:
1. Persiapan material grouting diantaranya semen PC, air bersih dan
additive. Banyaknya material disesuaikan dengan komposisi yang
telah disetujui
2. Persiapan lubang-lubang inlet dan outlet serta membersihkan jika ada
sumbatanpada lubang tersebut
3. Air dimasukkan kedalam mixer, disusul semen PC dan additive
kemudian diaduk hingga mencapai campuran yang homogen.
4. Grout pump dihubungkan dengan lubang inlet dengan menggunakan
hose dan selang grouting
5. Mortar grouting dipompa kedalam tendon melalui lubang inlet hingga
keluar melalui lubang outlet benar-benar kental lalu tutup lubang
tersebut beberapa saat.
6. Setelah tekanan pada manometer grout pump mencapai 5 Mpa, tekuk
PE grout pada lubang inlet dan ikat dengan kawat ikat sehingga rapat
7. Setelah hasil grouting diterima maka strand pada stressing lenght
dapat dipotong setelah 12 jam

Gambar 23. Proses Grouting

(Sumber: Dokumentasi Proyek Jembatan Flyover Amplas, Medan, Sumatera Utara)


4. Material-Properties Jembatan Prategang
a. Beton
Beton adalah material campuran antara pasir, kerikil, semen, serta air
yang memiliki kekuatan pada umur tertentu. Beton yang digunakan adalah
beton mutu yg cukup tinggi, lebih tinggi dari kebutuhan beton bertulang
yaitu (fc’ > 28 – 55 Mpa, Amerika) dan (fc’ > 35 Mpa, Eropa). Hal itu
diperlukan guna menghemat biaya pengangkuran, ekonomis, menghasilkn
tarik dan geser yang tinggi, retak kecil, modulus elastisitas tinggi, regangan
rangkak kecil sehingga lossing kecil.
b. Baja
Untuk sistem prategang digunakan baja mutu tinggi. Dimana baja
mutu tinggi ini biasanya memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi.
Baja mutu tinggi diharapkan mampu menerima kekuatan tarik yang
cukup tinggi untuk mampu menghasilkan gaya prategang yang cukup besar.

c. Duct
Pembungkus strand dengan bahan dasar “galvanized zinc” yang
dibentuk berupa pipa berulir

Gambar 24. Duct pembungkus tendon


d. Angkur – Angkur
Ankur adalah alat yang digunakan untuk memungkinkan tendon
memberikan dan mempertahankan gaya prategang pada beton. Angkur
terdiri dari dua macam yaitu angkur hidup dan angkur mati

Gambar 25. Angkur Hidup

Gambar 26. Angker Mati

e. Tendon
Seperti yang diketahui jembatan prategang mempunyai tendon.
Tendon adalah baja dengan kekuatan tinggi untuk mentransfer gaya
prategang yang berfungsi menarik beton untuk menjadikan beton menjadi
elemen yang elastis. Letak tendon pada penampang terdapat pada bagian
dalam penampang dan bagian luar penampang (internal dan eksternal).
a. Tendon didalam penampang (Internal)

b. Tendon diluar penampang (Eksternal)

Gambar 27. Letak tendon : (a) Tendon didalam penampang. (b) tendon
diluar penampang.

Juga beberapa persyaratan untuk properties kawat pada beton prategang


Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi
jembatan perlu ditinjau dari 2 (dua) kondisi, yaitu :

 Pada kondisi transfer


 Pada kondisi layan

Adapun contoh tahapan perhitungan tegangan pada gelagar jembatan adalah


sebagai berikut :
a. Dimensi penampang balok prategang harus jelas dan pasti.

Gambar 28. Dimensi Penampang Gambar 29. Dimensi Pen ampang


Komposit
(M.Noer Ilham, 2008) (M.Noer Ilham, 2008 ))

b. Gaya prategang / prategang dinyatakan dengan P dalam satuan Newton (N)

c. Hitunglah luas penampang beton prategang dinyatakan dengan symbol A


dalam satuan mm2. Luas penampang mempengaruhi penentuan titik berat setiap
segmen.
d. Momen inersia penampang dihitung berdasarkan bentuk penampang. Untuk

penampang berbentuk :

 Balok = 1/12 bh3

Gambar 30. Momen Inersia Balok

Dimana :
b : lebar balok
h : tinggi balok
 Segitiga = 1/36 bh3

Gambar 31. Momen Inersia Penampang Segitiga

Dimana :
b : lebar balok
h : tinggi balok

 Lingkaran = 1/64 Л D4

Gambar 32. Momen Inersia Penampang Lingkaran

Dimana :
D : diameter lingkaran

e. Momen yang bekerja pada beton ditinjau dari masing – masing bagian penampang.

f. Perhitungan tegangan harus memperhatikan tegangan ijin tekan dan tegangan ijin

tarik pada beton yang telah disyaratkan. Setelah itu, perhitungan tegangan mengacu

pada sistem prategang yang digunakan dan memperhitungkan tegangan pada

serata atas dan serata bawah seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian

jembatan sistem prategang. Tegangan pada gelagar jembatan dinyatakan dalam σ

dengan satuan N/mm2 atau MPa. Adapun rumus dari tegangan yang digunakan

adalah sebagai berikut :

σ = M/w
Dimana :
M = Momen yang diakibatkan oleh beban (Nmm)
w = Tahanan momen (mm3)
Pengujian Jembatan

Pengujian jembatan memiliki tujuan untuk menentukan kapasitas atau


kemampuan dari suatu jembatan dalam menerima beban. Pada pelaksanaannya, ada
3 (tiga) jenis pengujian jembatan yang sering digunakan di lapangan yaitu :

a. Uji Beban Statik

Pengujian beban statik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan

beban – beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak. Beban

yang digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya dilakukan untuk

mengetahui kapasitas jembatan untuk menahan beban yang diterima. Besarnya

beban yang diberikan dilakukan secara bertahap. Proses pemberian beban

disebut dengan tahap loading sedangkan proses dimana beban dikurangi

disebut tahap unloading. Pengujian ini menggunakan alat uji yaitu sensor.

b. Uji Beban Dinamik

Pengujian beban dinamik jembatan dilakukan dengan cara melewatkan

beban dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan. Sama

halnya dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu dengan alat uji atau

sensor untuk mendapatkan hasil pengujian. Biasanya pengujian ini bertujuan

untuk mengetahui besarnya getaran yang terjadi pada jembatan.

c. Uji Beban dengan Metode Terintegrasi

Pengujian beban jembatan dengan metode terintegrasi sudah banyak

dilakukan. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai atau

dengan kata lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi model. Model

yang dimaksud adalah jembatan dimana pemodelan dalam metode ini dibantu

oleh program. Metode ini sendiri merupakan gabungan dari pengujian yang

dilakukan dilapangan dengan pemodelan yang dilakukan pada program.

Pada penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian dengan

metode terintegrasi. Dalam pelaksanaa nnya penelitian ini membandingkan


hasil yang berdasarkan pengujian di lapangan dan pemodelan pada program.

Beban yang digunakan adalah beban hidup yang berasal dari beban lalu lintas

yaitu beban truk dengan berat 27 ton. Pengujian dilakukan hanya untuk

mendapatkan nilai tegangan. Untuk mendapatkan nilai tegangan, digunakan

alat uji berupa sensor tegangan yang diletakan pada bagian bawah dari gelagar

jembatan. Alat yang digunakan sebagai sensor tegangan adalah BDI Stra in

Transducer seperti tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 33. BDI Stra in Transducer


5. Perhitungan Perencanaan Jembatan

Berikut terdapat referensi contoh perhitungan perencanaan jembatan prategang

Perencanaan Balok Prategang Untuk Jembatan

Suatu jembatan beton komposit, balok induk (main beam) dan balok
melintang (diafragma) beton pratekan precast sedangkan plat lantai jembatan
tebal 25 cm dari beton bertulang dicor setempat. Sketsa potongan memanjang
dan melintang seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 34. Sketsa Potongan Memanjang

Gambar 35. Sketsa Potongan Melintang


Pelat lantai kendaraan : Mutu K 250 tebal 25 cm dicor setempat
Tebal lapisan asphalt rata-rata 10 cm.
Diafragma : Beton pracetak ( precast ) K 400 ukuran 300 x 700 mm
Jarak antara diafragma L = 4.500 mm
Balok Induk : Beton prategang pracetak ( precast ) post tension, mutu K 500
Jarak antara balok induk B = 1.750 mm

 Rencanakan dimensi balok induk tengah (h, a, b, t, ha, hb, dan seterusnya).
 Luas baja prategang (AP) dan posisinya untuk ditengah-tengah bentangan
jembatan dengan persyaratan tidak diperbolehkan terjadi tegangan tarik pada
penampang baik pada saat stressing maupun pada saat layan (jembatan sudah
berfungsi).
 Untuk perencanaan ini kehilangan gaya prategang total diperkirakan 20%.

Dicoba balok dengan spesifikasi berikut :

Perhitungan Properti Balok :


Luas A = 20 x 70 = 1440 cm2
Luas B = 2 x ½ x 10 x 25 = 250 cm2
Luas C = 20 x 65 = 1300 cm2
Luas D = 2 x ½ x 10 x 15 = 150 cm2
Luas E = 35 x 50 = 1750 cm2
Luas Total (A Balok) = 4850 cm2

Statis momen terhadap sisi bawah balok :

Sehingga,
yb = 302291,67 / 4850
= 62,33 cm
yt = 120 – 62,33
= 57,67 cm
Momen Inersia balok terhadap c.g.c :
Perhitungan Properti Balok Komposit :
Lebar pelat efektif : BE ≤ ¼L = ¼ x 2330 = 582,5 cm
BE ≤ B = 175 cm (dipilih)
BE ≤ 16t + bf = 16 x 20 + 70 = 470 cm
Nb: Untuk lebar pelat efektif dipilih yang paling kecil

Lebar pelat transformasi : BTR = n x BE = 0,707 x 1750 = 123,744 ≈ 124 cm

Statis momen terhadap sisi bawah balok :

(Apelat + Abalok) x yb’ = Apelat x 132,5 + Abalok x yb


(3100 + 4850) x yb’ = (3100 x 132,5) + (4850 x 62,33)
yb’ = 89,69 cm
yt’ = (120 + 25) – 89,69
= 55,31 cm
Berat sendiri balok precast : g = 0,485 x 1 x 2500 = 1212,5 kg/m
Momen ditengah bentang akibat balok =

Berat pelat lantai : gpl = 0,25 x 1,75 x 1 x 2400 = 1050 kg/m


Momen ditengah bentang akibat pelat =

Berat asphalt : gas = 0,1 x 1,75 x 1 x 2240 = 392 kg/m


Momen ditengah bentang akibat asphalt =

Tegangan tekan yang diijinkan pada saat layan, sesuai SNI 03-2874-2002
Fc = 0,60 x fc’ = 0,60 x 415 = 249 kg/cm2
Persyaratan tidak diijinkan adanya tegangan tarik disisi bawah balok, jadi :

fb1 + fb2 + fb3 + fb4 + fb5 = 0

PE = 250729,333 kg

Kontrol tegangan disisi atas balok :

fbalok = fa1 + fa2 + fa3 + fa4 + fa5

fbalok = -91,418 kg/cm2 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi atas balok : fbalok = 91,418 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

Tegangan tekan yang diijinkan pada pelat : Fcpelat = 0,6 x 207,5 = 124,5 kg/cm2

Tegangan tekan pada pelat : fpelat =


Jadi tegangan tekan pada pelat : fpelat = 8,518 kg/cm2 ≤ Fcplat = 124,5 kg/cm2 OK

Kehilangan gaya prategang 20%, jadi :

Pi = 1,20 x PE = 1,20 x 250729,333 = 300875,199 kg

fpy = 0,85 x fpu = 0,85 x 1725 = 146,25 MPa = 14662,50 kg/cm2

Ap = Pi / fpy = 300875,199 / 14662,50 = 20,52 cm2

Kontrol Tegangan pada Saat Prategangan :

Tegangan pada sisi bawah balok :


fcb = -98,055 (Tekan)
Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 98,055 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

Tegangan pada sisi atas balok :

fcb = -28,708 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 28,708 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

KESIMPULAN : DESAIN PENAMPANG OK, AMAN, DAN DAPAT


DIPAKAI

Anda mungkin juga menyukai