Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Diawali dengan ditemukannya mesin uap yang mendorong revolusi industri atau
dikenal juga dengan industri 1.0 pada tahun 1784, revolusi industri terus
berkembang mulai saat itu. Revolusi industri menyebabkan peralihan penggunaan
tenaga manusia dan hewan yang digantikan dengan teknologi mekanik. Industri 1.0
ini berkembang hingga akhir abad 19, yang kemudian pada awal abad 20 digantikan
dengan industri 2.0 yaitu produksi massal yang menggunakan tenaga listrik. Pada
awal tahun 1970 terjadi revolusi industri ketiga yaitu industri 3.0, pada revolusi ini
mulai dikenal penggunaan alat elektronik dan IT untuk proses manufaktur otomatis.
Proses manufaktur otomatis ini mulai menggantikan tugas-tugas operator dengan
mesin dan robot. Revolusi industri keempat atau industri 4.0 terjadi pada tahun
2012, industri 4.0 memperkenalkan proses produksi Cyber-Physical. Industri 4.0
ini mengarah kepada proses manufaktur yang berbasis internet atau jaringan
wireless. Penggunaan teknologi ini tidak hanya sebatas pada komunikasi, akan
tetapi juga mencakup kontrol dan kendali jarak jauh (Wahlster, 2012).

Perkembangan industri dan teknologi telah berkembang dengan sangat cepat


terutama di bidang otomasi. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Credit Suisse
total biaya yang dikeluarkan untuk otomasi secara global pada tahun 2012 adalah
152 milyar dollar. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk otomasi dalam bidang
proses makanan dan minuman adalah 5.8% dari total otomasi secara global.

Gambar I. 1 Biaya penggunaan otomasi global (Credit Suisse,2012)

1
Salah satu industri minuman yang menggunakan sistem otomasi dalam proses
kerjanya adalah industri pengolahan teh. Berdasarkan statistik dari Food and
Agriculture Organization (FAO) tingkat produksi teh secara global meningkat
4,2% pada tahun 2010 dan tingkat konsumsi teh meningkat 5,6% pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 negara dengan produksi paling banyak adalah China dengan
produksi 1.450.000 ton, sedangkan peringkat kedua hingga kelima diduduki oleh
India (991.182 ton), Kenya (399.006 ton), Srilanka (331.400 ton), dan Turki
(235.000 ton). Pada tahun 2012 China masih menduduki peringkat pertama
sebagai negara dengan produksi teh terbesar didunia.

Gambar I. 2 Produksi teh tahun 2012 (FAO, 2012)


Produksi dalam negeri Indonesia sendiri mengalami fluktuasi dari, pada tahun
2011 menduduki peringkat 7 produsen teh di dunia dengan tingkat produksi
sebesar 3,31% dari total produksi teh di dunia dan pada tahun 2012 menurun 1
peringkat dari tahun sebelumnya dengan tingkat produksi sebesar 3,18% dari total
produksi teh di dunia. Untuk dalam negeri produksi terbesar berasal dari provinsi
Jawa Barat. Pada tahun 2010 produksi teh dari Jawa Barat sebesar 95.285 ton
atau sekitar 66% dari total produksi Indonesia. Penghasil teh terbesar lainnya di
Indonesia adalah provinsi Sumatra Indonesia sebesar 15.210 ton dan provinsi
Jawa Tengah sebesar 10.988 ton.

Salah satu produsen teh di Indonesia adalah PT.Perkebunan Nusantara VIII (PTPN
VIII) yang merupakan perkebunan milik negara yang didirikan tahun 1996. PTPN

2
VIII menghasilkan 80% dari produksi yang dihasilkan provinsi Jawa Barat. Luas
lahan yang dimiliki oleh PTPN VIII adalah 118.510 ha, dan sekitar 25.981 ha
adalah perkebunan teh. Salah satu perkebunan teh yang dikelola oleh PTPN VIII
berlokasi di Ciater yang memiliki luas lahan sekitar 3.700 ha. Di perkebunan ini
juga terdapat pabrik pengolahan dan produksi teh yang merupakan salah satu
bidang usaha PTPN VIII. Produk yang dihasilkan dari pabrik ini adalah teh hitam
orthodoks dan crushing tearing curling (CTC). Dari hasil produksi tersebut, 90%
total produksi di ekspor ke negara Eropa dan Timur Tengah, sedangkan 10%
dipasarkan ke dalam negeri. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi teh hitam
orthodoks kering hingga 70 ton per hari (Dede Yusuf, 2011).

Dengan terus meningkatnya persaingan teh global, maka PTPN VIII dituntut untuk
meningkatkan kualitas agar produk teh dapat memenuhi standar internasional
sehingga dapat meraih sertifikasi internasional yang dapat meningkatkan harga jual
dan daya saing. Produsen juga dituntut untuk meningkatkan perlindungan terhadap
konsumen dan nama baik perusahaan itu sendiri dengan memperhatikan aspek
kebersihan dari mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi. Untuk
mencapai tujuan tersebut, negara-negara Eropa memiliki standarisasi mesin
produksi makanan yaitu The European standard EN 1672-2 (Festo, 2014). Selain
itu, pemintaan terhadap Food Factory Concept dan sistem sertifikasi seperti Hazard
Analysis Critical Control Points (HACCP) terus meningkat, dan untuk mencapai
sertifikasi tersebut perlu dilakukan modernisasi pabrik atau otomasisasi proses
(Institute of Social Development, 2008). Salah satu negara yang sudah menerapkan
sistem otomasi dalam proses pengolahan teh adalah Sri Lanka. Dengan standarisasi
yang ada saat ini dan perkembangan teknologi otomasi maka proses pengolahan
akan memperbaiki kualitas produk.

Dalam pengolahan teh hitam terdapat beberapa proses yaitu pelayuan, pengayakan,
pengeringan, sortasi, dan pengepakan. Proses pelayuan merupakan proses yang
memerlukan perhatian khusus karena proses ini adalah tahap pertama sehingga
hasil dari proses ini akan menentukan keberhasilan proses pengolahan teh secara
keseluruhan dan menentukan kondisi yang cocok untuk proses pengolahan
selanjutnya (Djajaatmadja, dalam Anto 1987). Proses pelayuan yang baik akan

3
menghasilkan pucuk yang lemas merata dan apabila ditekuk batang tidak patah
serta memiliki bau yang harum (PT.Perkebunan Nusantara VIII, 2008). Salah satu
proses yang berperan penting dalam proses pelayuan adalah proses pemberian
udara panas. Durasi pemberian udara panas dan suhu mempengaruhi karakteristik
teh yang dihasilkan. Suhu yang rendah akan meningkatkan kualitas rasa, sedangkan
suhu yang tinggi akan memberi warna yang bagus akan tetapi mengorbankan
kualitas rasa teh. Selain itu, teh yang kurang layu atau under-withered tea dengan
kondisi cuaca di atas 25ºC akan meningkatkan kontaminasi bakteri. Under-
withered tea juga akan membuat teh menjadi serpihan kecil saat digulung sehingga
tidak dapat diterima untuk proses selanjutnya (Tea Research Association, 2012).
Proses pelayuan di PTPN VIII Ciater sendiri masih menggunakan sistem manual
sehingga mandor harus mendatangi masing-masing withering trough (WT) untuk
memeriksa suhu setiap 2 jam sekali, sehingga dapat menyebabkan pemberian udara
panas tidak tepat. Selain itu kelemahan sistem eksisting adalah pembeberan berat
pucuk yang tidak sesuai dengan kapasitas WT sehingga waktu pelayuan akan
bertambah dari waktu normal. Sistem manual tersebut juga menyebabkan tidak
adanya pecatatn informasi pelayuan secara berkala. Berdasarkan hal-hal diatas
diperlukan penerapan sistem otomasi dalam proses pelayuan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya under-withered tea, mencapai target kualitas rasa dan
warna yang diharapkan, dan memperoleh standarisasi yang ingin dicapai.

Dalam penerapan sistem otomasi tersebut diperlukan perancangan yang matang


agar mempermudah pemahaman user terhadap sistem dan mengurangi risiko
perancangan ulang sistem. Selain itu, hal itu dilakukan agar sistem rancangan
otomasi dapat mencapai tujuan produksi dengan efisien dan efektif. Oleh karena
itu, industri manufaktur harus mengetahui kebutuhan sistem otomasi yang akan
dirancang. Cara untuk mengetahui kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan
User Requirement Specification (URS). User Requirement Specification adalah
dokumen yang berisi gambaran umum tentang sebuah sistem. Sebelum URS dibuat,
perancang harus melakukan langkah pertama atau tahap Requirement Elicitation
adalah mengumpulkan dan memahami kebutuhan user serta menentukan gambaran
input, output dan bagaimana proses itu bekerja (process description). Hal
selanjutnya yang dibutuhkan adalah membuat piping and instrumentation diagram

4
yang menggambarkan aliran pipa dan instrumentasi yang digunakan dan electrical
diagram yang menggambarkan aliran listrik yang terhubung antar equipment.
Setelah itu dibuat dokumen yang menjelaskan kebijakan desain dan prinsip-prinsip
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan sistem kontrol (Love, 2007). Tahap
terakhir adalah menguji menguji kesesuaian URS dengan kebutuhan user dengan
melakukan User Acceptance Testing (Ofni, 2014).

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah daam penelitian ini
adalah bagaimana merancang User Requirement Specification (URS) sistem
otomasi pada stasiun kerja pelayuan di PTPN VIII Ciater?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang User Requirement Specification (URS)


sistem otomasi ada stasiun kerja pelayuan di PTPN VIII Ciater.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui gambaran sistem otomasi secara keseluruhan pada stasiun kerja


pelayuan di PTPN VIII Ciater
2. Mengetahui urutan proses pada stasiun kerja pelayuan di PTPN VIII Ciater
3. Mengetahui gambaran aliran listrik pada stasiun kerja pelayuan di PTPN
VIII Ciater
4. Mengetahui spesifikasi hardware pada stasiun kerja pelayuan di PTPN VIII
Ciater
5. Menjadi acuan dalam perancangan sistem kendali otomasi.

I.5 Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. User Requirement Specification (URS) yang digunakan meliputi process


description, electrical diagram, dan control philosophy.
5
2. Control philosophy yang dibahas yaitu pemilihan spesifikasi hardware.
3. Analisis biaya pengadaan hardware dan implementasi tidak dibahas.
4. Perancangan sistem ini hanya sampai pada pembuatan tahap simulasi dan
miniplant.

I.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan latar belakang penelitian, perumusan


masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan
penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori dasar yang mendukung


dan melandasi perancangan mengenai User Requirement System
(URS) pada sistem otomasi pada proses pelayuan di PTPN VIII
Ciater. Kajian teroi yang digunakan pada penilitan ini adalah teori
otomasi dan juga User Requirement System.

Bab III Metodologi Penelitian

Pada bab ini dijelaskan secara rinci langkah-langkah penelitian


meliputi: tahap perumusan masalah, penentuan tujuan penelitian,
merancang pengumpulan dan pengolahan data, melakukan
perancangan sistem, serta analisis pengolahan data dan perancagnan
sistem.

Bab IV Pengumpulan Data

Bab ini berisi kumpulan data yang dibutuhkan untuk merancang


sistem otomasi pada proses pelayuan teh PTPN VIII Ciater. Data
tersebut diperoleh PTPN VIII Ciater yang selanjutnya diolah

6
menjadi User Requirement Specification meliputi Process
Description, Process and Instrumentation Diagram, Electrical
Diagram, dan Control Philosophy.

Bab V Analisis Sistem

Bab ini berisi tentang analisis mengenai User Requirement


Specification yang telah dirancang pada bab sebelumnya.

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari perancangan User Requirement


Specification yang telah dirancang. Bab ini juga berisi saran yang
berhubungan dengan sistem yang telah diusulkan.

Anda mungkin juga menyukai