Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MYOKARD AKUT (IMA)

Oleh:

XXXXXXXXXXXX

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2011
INFARK MYOKARD AKUT (IMA)

A. PENGERTIAN
Beberapa pengertian infark myokard akut (IMA), diantaranya:
1. Infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis
miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Suyono, 1999).
2. Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard. (M. Widiastuti Samekto, 13 : 2001).
3. Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringanjantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Smetzler
Suzanne C & Brenda G. Bare, 768 : 2002).
4. Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar
atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung
kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium
dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian
mendadak. (Barbara C. Long, 568 : 1996).
5. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu
rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994).
6. Infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis
miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999)
Jadi, disimpulkan bahwa Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana
terjadi kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba sehingga kebutuhan oksigen meningkat
tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

B. ETIOLOGI
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1. Arteriosklerosis adalah kondisi yang dikarakteristikan dengan adanya akumulasi
abnormal dari substansi lemak dan jaringan fibrosis dalam dinding pembuluh darah.
2. Spasme pembuluh darah koroner
3. Penyumbatan/oklusi koroner karena emboli/thrombus.
C. PATOFISIOLOGI
Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya
ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus,
serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan
faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak.
Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan
aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur
plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi
plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur
plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda
inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15%
pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai
peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun
vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel
(bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya
inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial
cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga
masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan
aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh
darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1
dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel
ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor
konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2)
daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi
platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel,
dan luasnya infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70%
menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi
disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti
lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai
terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni
aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara
dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin).
Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat
tempat sebagai pencegahan dan terapi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
 Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
 Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
 Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
 Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
 Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
 Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
 Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
 CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
Nilai Normal CK/CPK (Creatin Posfo Kinase)

Dewasa Laki-Laki 5-35 Ug/ml atau 30-180 IU/L


Wanita 5-25 Ug/ml atau 25-150 IU/L
Anak- Anak Laki-Laki 0-70 IU/L
Wanita 0-50 IU/L
Bayi baru lahir 65-580 IU/L

No Peningkatan CPK Penyebab


1. Peningkatan 5 kali atau lebih atau  Infark jantung
lebih dari nilai normal  Polimiositis
 Distropia muskularis
duchene

2. Peningkatan ringan/sedang (2-4 kali  Kerja berat


nilai normal)  Trauma
 Tindakan bedah
 Injeksi I.M
 Miopati alkoholika
 Infark miokard/iskemik
berat
 Infark paru/edema paru
 Hipitiroidisme Psikosis
akut

Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miokardium, dan
otak. Terdapat 3 jenis isoenzim kreatinase dan diberu label M (muskulus) dan B
(Brain), yaitu:
a) Isoenzim BB : banyak terdapat di otak
b) Isoenzim MM : banyak terdapat pada otot skeletal
c) Isoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium bersama MM
Nilai normal CKMB kurang dari 10 U/L.
Klinis:
a) Peningkatan kadar CPK dapat terjadi pada penderita AMI, penyakit otot
rangka, cedera cerebrovaskuler.
b) Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat pada penderita distrofi otot, trauma
hebat, paska operasi, latihan berlebihan, injeksi I.M, hipokalemia dan
hipotiroidisme.
c) Peningkatan CPK-MB : pada AMI, angina pectoris, operasi jantung, iskemik
jantung, miokarditis, hipokalemia, dan defibrilasi jantun.
d) Peningkatan CPK-BB : terdapat pada cedera cerebrovaskuler, pendarahan sub
arachnoid, kanker otak, cedera otak akut,syndrome reye, embolisme pulmonal
dan kejang.
e) Obat-obat yang meningkatkan nilai CPK : deksametason, furosemid, aspirin
dosis tinggi, ampicillin, karbenicillin dan klofibrat.
 LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal.
Merupakan enzim yang melepas hydrogen dari suatu zat dan menjadi katalisator
proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan terutama
ginjal, rangka, hati dan miokardium. Peningkatan LDH menandakan adanya
kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai puncak 24-48 jam setelah
infark dan tetap abnormal 1-3 minggu kemudian.
Nilai normal : 80-240 U/L

No. Peningkatan LDH Penyebab


1. Peningkatan 5X nilai normal  Anemia megaloblastik
atau lebih  Karsinoma metastasis
 Shok dan hypoxia
 Hepatitis
 Infark ginjal
2. Peningkatan sedang (3-5 X  Miokard infark
normal)  Infark paru
 Kondisi hemolitik
 Leukemia
 Infeksi mononukleus
 Delirium remens
 Distropia otot
3. Peningkatan ringan (2-  Penyakit hati
3Xnormal)  Nefrotik sindrom
 Hipotiroidisme
 Kolagitis

HBDH Merupakan enzim non sfesifik. Untuk diagnostic miokard infark.


Pemeriksaaan ini bertujuan untuk membedakan LDH 1,2 dan LDH 3,4.
Penigkatan HBDH biasanya juga menandai adanya miokard infark dan juga
diikuti peningkatan LDH.
 AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24
jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
Nilai normal Troponin < 0,16 Ug/L.
SGOT atau AST berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung.
Pelepasan enzim yang tinggi kedalam serum menunjukan adanya kerusakan
terutama pada jaringan jantung dan hati.
Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan
mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada
hari ke-3 sampai hari ke-5.
Nilai normal :
Laki-laki s/d 37 U/L
Wanita s/d 31 U/L
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.
Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
 0= tidak mengalami nyeri
 1= nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
 2= nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas,
mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya.
Lokasi infark dan sadapan EKG-nya :
 infark anterior : elevasi ST pada v1-v4 menandakan oklusi pada arteri desenden
anterior kiri
 infark inferior : elevasi ST pada II,III,AVF, menandakan oklusi pada arteri
koronaria kanan
 infark ventrikel kanan : elevasi ST pada II,III,AVF,V4R, menandakan oklusi pada
arteri koronaria kanan
 infark lateral : elevasi ST pada I,AVL,V5,V6, menandakan oklusi pada arteri
sirkumfleksi kiri dapat merupakan bagian dari berbagi sisi infark
 infark posterior : depresi segmen ST disadapan V1-V2 dengan gelombang
responden meningkat menandakan oklusi pada arteri koronaria kanan atau arteri
sirkumfleksi kiri atau keduanya dapat merupakan bagian dari sisi infark yang lain
termasuk inferior.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat
jantung.
 Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia.
 Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup
 Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard
yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
 Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
 Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
 Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan
atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
 Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
 Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh
endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
 GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi akibat dari akut miokard infark, yaitu :
 Edema paru akut
Terjadi peningkatan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan tekanan vena
pulmonal sehingga meningkatkan tekanan hydrostatic yang mengakibatkan cairan
merembes keluar
 Gagal jantung
Karena ada kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas, sehingga
jantung tidak mampu memompa darah dengan adekuat untuk memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigen dan nutrisi.
 Syok kardiogenik
Karena adanya kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung,
sehingga menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital.
Adapun tanda-tandanya tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hypoxia, kulit
dingin dan lembab.
 Tromboemboli
Murangnya mobilitas pasien dengan sakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi
yang menyertai kelainan ini berleran dalam pembentukan thrombus intracardial dan
intravesikular
 Disritmia
Gangguan irama jantung akibat penurunan oksigen ke jantung.
 Rupture miokardium
Dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi dan disfungsi
miokadium lain yang menyebabkan otot jantung melemah.
 Efusi pericardial / tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium karena adanya perikarditis dan gagal
jantung.

G. PENATALAKSANAAN
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
 Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
a. Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmia yang
menyertai anastesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
b. Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia ventrikel dan VT
c. Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
 Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan
hipertensi
 Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
 Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
Terapi medis:
1. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang
memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri
episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko
mengalami fibrilasi ventrikel.
4. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang
ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian sistematis pasien mencangkup riwayat yang cermat khususnya yang
berhubungan dengan gambaran gejala : nyeri dada, sulit bernapas (dipnea), palpitasi,
pingsan (sinkop) atau keringat dingin (diaporesis).
Nyeri dada. Ada atau tidaknya nyeri dada adalah satu-satunya temuan terpenting
pada pasien dengan MI akut. Pada setiap episode nyeri dada, harus dicatat EKG
dengan 12 lead. Pasien bisa juga ditanya mengenai beratnya nyeri dengan skala angka
0 sampai 10, dimana 0 tidak nyeri dan 10 terasa nyeri paling berat.
Frekuensa dan irama jantung. Frekuensi dan irama jantung dipantau terus-
menerus ditempat tidur dengan monitor jantung jarak jauh. Frekuensi dipantau akan
adanya kenaikan dan penurunan yang tidak dapat dijelaskan; irama dipantau akan
adanya deviasi terhadap irama sinus. Awitan distrimia dapat merupakan petunjuk
bahwa jantung tidak cukup mendapatkan oksigen. Bila terjadi distrimia tanpa nyeri
dada, maka parameter klinis lain selain oksigen yang adekut harus dicari, seperti
kadar kalium serum terakhir.
Bunyi jantung. Catat bunyi jantung yang tidak normal. Mencangkup bunyi
jantung tiga (S3), yang dikenal sebagai galop ventrikel dan bunyi jantung empat (S 4),
yang dikenal sebaga galop antrial atau presistolik. S1 dan S2 cbersama-sama terdengar
seperti “lub-dub” S1 (“lub”) lebih keras di apeks, dan S 2 (“dub”) lebih keras dibasis.
Suara S3 terdengar setalah S2 separti suara puisi pada kata ken-tuck-y (S1-S2-S3). Suara
jantung S4 mendahului S1 seperti irama puisi kata Ten-nes-see. (S4-S1-S2).
Biasanya setalah terjadi MI akan timbul bunyi S3. Bunyi S3 dihasilkan saat darah
dalam ventrikel menghantam dinding yang tidak lentur dari jantung yang rusak. Bunyi
S3 merupakan tanda awal gagal ventrikel kiri yang mengancam. Deteksi dini S 3 yang
di ikuti piñata laksanaan medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang
mengancam jiwa.
Murmur jantung atau friction rub pericardium dapat didengar dengan mudah
sebagai bunyi tambahan. Bunyi ini lebih komplek untuk di diagnosa namun dapat
terdengr dengan mudah dan harus dilaporkan segera. Adanya ; sedang friction rub
menunjukan adanya perikarditis.
Paru setiap peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan harus diawasi,
seirinh dengan adanya kesulitan napas. Gerakan napas harus teratur dan hambatan
aliran udara.
Napas pendek, dengan atau tampa sesak dan batuk adalah kunci tanda klinis yang
harus diperhatikan. Batuk kering pendek sering merupakan tanda gagal jantung. Dada
diauskultasi adanya wheezing dan krekel. Wheezing di akibatkan oleh udara yang
melintasi jalan sempit, krekel terjadi apabila udara bergarak melalui air dan bila
terjadi MI akut, biasanya menunjukan gagal jantung.
Fungsi Gastrointestinal. Mual dan muntah dapat terjadi pada AMI. Jumlah yang
dimuntahkan harus dicatat, dan muntahan diperiksa akan adanya darah. Pembatasan
asupan makanan hanya berupa makanan cair, dapat meringankan kerja jantung dengan
cara mengurangi aliran darah yang diperlukan untuk mencerna makanan padat. Jika
diperlukan prosedur invasive, maka kemungkinan aspirasi isi lambung ke paru dapat
dikurangi bila pasien hanya menelan makanan cair.
Abdomen dipalpasi adanya nyeri tekan dikeempat kuadran. Setiap kuadran
diauskultasi adanya bising usus. Dicatatat juga ada atau tidaknya flatus. Arteri
mesentrika sangat rentan terhadap trombus ventrikel sehubungan dengan AMI;
hilangnya motilitas usus adalah tanda cardinal masalah ini. Setiap feses yang
dikeluarkan diperiksa adanya darah, khususnya pada pasien yang mendapat obat-
obatan yang mempengaruhi pembekuan darah.
Status volume cairan. Pengukuran haluran urine sangat penting, terutama dalam
hubungannya dengan asupan cairan. Pada sebagien besar kasus, cairan yang seimbang
atau yang cenderung negative akan lebih baik karena pasien dengan AMI harus
menghindari kelebihan cairan dan kemungkinan terjadi gagal jantung. Pasien harus
diperiksa adanya edema. Daerah sacrum dan bagian tubuh lain pada pasien tirah
baring harus diamati adanya edema sehubungan dengan peredaran darah yang statis
perawat harus waspada terhadap berkurangnya haluran urine (oliguliria); suatu tanda
awal syok kardiogenetik adalah hipotensi yang disertai oliguliria.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
b. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunan
karakteristik miokard.
c. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma
d. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli
atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis ,
kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan
aktif )
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrosis jaringan miokard
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas,
terjadinya disritmia, kelemahan umum
f. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau / catat karakteristik nyeri Identifikasi karakteristik nyeri dada
dada pasien : lokasi, radius, secara tepat akan menjadi acuan untuk
durasi, kualitas, dan faktor-faktor melakukan intervensi.
yang mempengaruhi.

2 Ukur dan catat tanda vital tiap supply O2 koroner yang adekuat dapat
jam. dimanifestasikan dengan kestabilan tanda
vital.
3 Beri posisi semifowler Posisi semifowler dapat meningkatkan
ekspansi dada dan sirkulasi darah
meningkat.
4 Beri O2 sesuai terapi Pemberian O2 dapat menambah supply
O2 miokard.
5 Anjurkan dan bimbing pasien Teknik relaksisi dibutuhkan untuk
untuk tarik nafas dalam (teknik meminimalkan konsumsi O2 miokard dan
relaksisi), teknik distraksi, dan meningkatkan supply O2 jaringan, teknik
bimbingan imajinasi. distribusi dan imajinasi membantu
mengalihkan focus perhatian dari rasa
nyeri.
6 Lakukan pemeriksaan ECG tiap Pemeriksaan ECG tiap hari dan saat
hari dan saat nyeri dada timbul. nyeri dada timbul berguna untuk
mendiagnosa luasnya infark.
7 Berikan terapi tirah baring Tirah bating/istirahat total dapat
(bedrest) selama 24 jam pertama mengurangi konsumsi/demand O2
post serangan. miokard.
8 Ciptakan lingkungan yang tenang Stressor dari luar diminimalkan sehingga
kebutuhan O2 miokard berkurang.

b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan


tubuh.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Beri penjelasan pentingnya tirah Menambah pengetahuan pasien, bahwa
baring (bedrest) tirah baring dapat mengurangi konsumsi
oksigen miocard sehingga pasien dapat
kooperatif selama perawatan.

2 Jelaskan akibat jika pasien banyak Pada fase akut supply oksigen menurun
beraktivitas selama 24 jam oleh karena adanya sumbatan pada
pertama post serangan. miokard, aktivitas dapat memperburuk
hemodinamik.
3 Beri kesempatan pada pasien Umpan balik positif dari pasien dan
untuk bertanya tentang hal-hal keluarga menjadi tolak ukur sikap
yang belum dimengerti. kooperatif pasien.
4 Ukur dan catat tand vital sebelum Efek dari aktivitas terhadap sirkulasi
dan sesudah aktivitas. sistemik dan koroner dapat ditunjukkan
dalam peningkatan tanda vital.

5 Bantu pasien dalam memenuhi Kebutuhan ADL pasien dapat terpenuhi


ADL. dengan bantuan perawat untuk
mengurang beban jantung pasien.

6 Evaluasi respon pasien saat Adanya tanda-tanda tersebut merupakan


setelah aktivitas terhadap nyeri tanda adanya ketidak seimbangan supply
dada, sesak, sakit kepala, pusing, dan kebutuhan oksigen miokard.
keringat dingin.

7 Hentikan aktivitas saat pasien Istirahat dibutuhkan untuk mengurangi


mengeluh nyeri dada, sesak, sakit kebutuhan oksigen miokard.
kepala, pusing, keringat dingin.

8 Beri penjelasan pada pasien tanda Pasien dapat waspada apabila ada tanda-
– tanda memburuknya status tanda penurunan hemodinamik dan tahu
hemodinamik akibat aktivitas: cara menanggulanginya.
NO INTERVENSI RASIONAL
nyeri dada, sesak, sakit kepala,
pusing, keringat dingin.

c. Risiko tinggi Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Ukur dan catat tanda vital tiap Penurunan curah jantung dapat
jam. dimanifestasikan dengan peningkatan
nadi, TD, HR.
2 Kaji adanya bunyi tambahan pada Bunyi S3 biasanya dihubungkan dengan
Auskultasi. kelebihan kerja ventrikel kiri dan S4
berhubungan dengan ischemic miokard.
Murmur menunjukkan gangguan aliran
darah normal pada jantung.
3 Auskultasi bunyi nafas Crecies menunjukkan kongesti paru
akibat penurunan fungsi miokard.
4 Pantau frekuensi dan irama Adanya nekrose / kematian otot jantung
jantung dan catat adanya irama dapat menyebabkan gangguan sistim
disritmia melalui monitor (bedside konduksi dan penurunan curah jantung.
monitor ECG)
5 Observasi perfusi jaringan : Acral, Penurunan cardiac output dapat
kelembaban kulit dan perubahan mempengaruhi sirlulasi darah (perifer)
warna kulit dan ujung-ujung jari
dan nilai Capilary Refill Time
(SPO2)

6 Ciptakan lingkungan yang aman Lingkungan yang aman dan nyaman


dan nyaman, batasi aktivitas. menurunkan stressor luar sehingga
menurunkan konsumsi O2 miokard.
7 Catat intake-output tiap 6 jam Penurunan cardiac output menuebabkan
penurunan perfusi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa
Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta :
EGC;1999

http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-infark-miokard-akut/

Anda mungkin juga menyukai