Anda di halaman 1dari 17

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Pengertian ilmiah paling umum dari istilah ‘biodiesel’ adalah mencakup

sembarang (dan semua) bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya

hayati atau biomassa. Sekalipun demikian, skripsi ini akan menganut definisi

yang pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di dalam industri,

yaitu bahwa “biodiesel adalah bahan bakar mesin atau motor diesel yang

terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak” (Soerawidjaja,2006).

Biodiesel adalah bioenergi yang dibuat dari minyak nabati, melalui proses

transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel

digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk mesin

diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau dicampur

dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10%

biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10 (Hambali,

2007).

Bahan bakar berbentuk cairan yang memiliki sifat seperti solar ini sangat

prospek untuk dikembangkan. Biodiesel juga memiliki kelebihan lain

dibandingkan dengan solar seperti:

- ramah lingku ngan, karena emisi yang dihasilkan jauh lebih baik

(free sulfur, smoke number rendah).

- pembakaran lebih baik karena cetane number yang lebih tinggi.

- Dapat terurai (biodegradable), dan sifat pelumasan terhadap piston mesin.

- Renewable energi dan dapat diproduksi secara lokal (Hambali, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan

melalui proes transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol. Alkohol akan

menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan dibantu katalis.

NaOH dan KOH adalah katalis yang umum digunakan (Hambali, 2007).

Tabel 4. Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551)

No. Parameter dan satuan Batas nilai Metode uji Metode setara
o
1. Massa jenis pada suhu 40 C kg/m3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675
o
2. Viskositas kinematik pada suhu 40 C 2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104
Mn2/s (cSt)
3. Angka setana Min. 51 ASTM D 163 ISO 5165
o
4. Titik nyala (mangkok tertutup), C Min. 100 ASTM D 93 ISO 2710
5. Titik kabut, oC Maks. 18 ASTM D 2500 -
o
6. Korosi bilah tembaga (3jam, 50 C) Maks. No. 3 ASTM D 130 ISO 2160
7. Residu karbon Maks. 0,05 ASTM D 4530 ISO 10370
- Dalam contoh asli Maks. 0,05
- Dalam 10% amapas distilasi Maks. 0,05

8. Air dan sendimen, %-vol Maks. 0,05 ASTM D 2709 -


o
9. Temperatur distilasi, 90%, C Maks. 360 ASTM D 1160 -
10. Abu tersulfaktan, %-b Maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3981
11. Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 PrEN ISO 20884
12. Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03
13. Angka asam mg-kho/g Maks. 0,8 AOCS Ca 3-63 FBI-A01-03
14. Gliserol bebas, %-b Maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03
15. Gliserol total, %-b Maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03
16. Kadar ester alkir, %-b Maks, 96,5 Dihitung FBI-A03-03
17. Angka iodium, %-b (g-12/100g) Maks. 115 AOCS Ca 1-25 FBI-A04-03
18. Uji halphen Negatif AOCS Ca 1-25 FBI-A06-03
Sumber: Forum Biodiesel Indonesia, 2006

Proses tersebut bertujuan untuk menurunkan viskositas (kekentalan)

minyak, sehingga mendekati viskositas solar. Viskositas yang tinggi menyulitkan

pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar mesin dan

menyebabkan atomisasi lebih sukar terjadi. Dan mengakibatkan pembakaran

kurang sempurna serta menimbulkan endapan pada nosel (Hambali, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Biodiesel didefinisikan sebagai BBN yang dibuat dari minyak nabati,

baik itu baru maupun bekas penggorengan, melalui proses transesterifikasi dan

esterifikasi. Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar.

Bahan dasar biodiesel adalah minyak kelapa, kelapa sawit, dan minyak jarak.

Dari ketiga bahan dasar tersebut, kelapa sawit menghasilkan minyak nabati

paling tinggi, yaitu 5.950 liter/ha/tahun, sedangkan kelapa 2.689 liter/ha/tahun

dan biji jarak

1.892 liter/ha/tahun. Biodiesel dapat pula dihasilkan dari minyak jelantah

atau minyak sisa penggorengan (Bajoe 2008).

Indonesia kaya akan bahan baku tanaman pengahasil biodiesel,

diantaranya tanaman kelapa, kelapa sawit, dan jarak pagar. Ketiga tanaman

tersebut dapat menghasilkan minyak di atas 1.600 liter tiap hektarnya. Ketiga

tanaman tersebut sangat potensial untuk dikembangkan dan digunakan sebagai

bahan baku biodiesel (Hambali, 2007).

2.2. Landasan Teori

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang.

Minyak nabati yang umum digunakan di dunia untuk menghasilkan

biodiesel, diantaranya soybean oil (USA), minyak sawit (asia), dan minyak kelapa

(filipina). Minyak nabati memiliki komposisi penyusun utama adalah gliserida,

yaitu trimester gliserol dengan asam-asam lemak (C8-C24). Komposisi asam

lemak dalam minyak nabati menentukan sifat fisiko-kimia minyak (Hambali,

2007).
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun

yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah

minyak nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar

senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan

tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau

trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan

methanol (Y.M Choo, 1994).

Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting

dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :

1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih

besar dari biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah

mengalami perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika

terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).

2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar

dari minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi

bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan

(atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar

pembakaran.

3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil

asam- asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah

daripada angka setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur

kemudahan menyala/terbakar dari bahan bakar di dalam mesin diesel (Y.M

Choo, 1994).
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak

nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama≥(90 % -berat)

asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati

menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak

nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka

setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan. Semua minyak

nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun dengan

proses- proses pengolahan tertentu (Y.M Choo, 1994).

Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)

melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, bertujuan untuk mengubah

trigliserida menjadi asam lemak metal ester (FAME). Kandungan asam lemak

bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses

pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kandungan kadar FFA

rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode

transesterifikasi (Hambali, 2007).

Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk

memproduksi biodiesel yang dapat menghasilkan hingga 95% rendemen minyak

biodiesel dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode ini terdiri dari 4

tahapan, yaitu:

1. Pencampuran katalis alkalin (NaOH dan KOH) dengan alkohol metanol

atau etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5 – 1 wt% dan 10 – 20 wt%

metanol terhadap masa minyak.

2. Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 derajat C

dengan kecepatan pengadukan konstan selama 30 – 45 menit.


3. Setelah reaksi berhenti campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan

antara metal ester dan gliserol. Metal ester yang dihasilkan disebut crude

biodiesel, karena mengandung zat pengotor seperti sisa metanol dan

katalis alkalin, gliserol serta sabun.

4. Metal ester yang dihasilkan tahap ketiga dicuci dengan air hangat untuk

memisahkan zat pengotor dan dilanjutkan dengan menguapkan air yang

terkandung dalam biodiesel (Hambali, 2007).

Reaksi kimia proses transesterifikasi

R1 - C - OCH2 HOCH2

O O
katalis
R2 - C - OCH + 3CH3OH HOCH + 3R- C - OCH3
KOH/NaOH

R3- C – OCH2 HOCH2

Trigleserida Metanol Gliserol Biodiesel

Molekul metil ester adalah rantai karbon lurus yang sama dengan bahan

bakar diesel dari minyak bumi atau sedikit terikat yang memiliki molekul

oksigen pada ujung rantai karbon. Pada aplikasi minyak tanah, tata nama

asam lemak rantai terbuka dan asam lemak rantai tertutup berubah ke nama

IUPAC nya yaitu

”alkane” dimana rantai karbon tertutup dengan hubungan hidrokarbon yang

dinyatakan dengan CnH2n+2, rantai asam lemak tertutup tunggal

menjadi

”alkene” (ofelin) dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan CnH2n,

asam yang mengandung banyak rantai lemak terbuka menjadi ”alkyne” dengan

hubungan hidrokarbon CnH2n-2 (Tatang, 2006).


Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi

transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau

dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas

akan mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan

mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi

pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi

sedimentasi pada injektor (www.journeyto forever.com). Pemisahan atau konversi

asam lemak bebas ini dinamakan tahap preesterifikasi.

Tabel 5. Sifat minyak-lemak nabati kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar

Massa Jenis, Viskositas DHc Angka Titik Titik


Minyak (20oC), kg/liter Kinematika MJ/kg Setana Awan, Tuang,
o o o
(20 C), cSt C C
Kelapa 0,915 30 37,10 40-42 28 23-26
Sawit 0,915 60 36,90 38-50 31 23-40
Jarak pagar 0,920 77 38,00 23-41 2 -3
Sumber: Vaitilingom et al, 1997

2.2.1. Kelapa

Pohon kelapa (Cocos nucifera L.) adalah spesies tunggal dalam keluarga

Arecaceae dalam genus Cocos dan merupakan pohon palma yang besar. Dapat

tumbuh hingga 30 meter tergantung kepada varietasnya, berpelepah daun

sepanjang 4-6 meter dengan helaian daun sepanjang 60-90 cm dan berumur

melebihi 25 tahun (Anonimus, 2009).

Penggolongan varietas kelapa umumnya berdasarkan perbedaan umur

pohon mulai berbuah, bentuk, dan ukur an buah, warna buah serta sifat –

sifat khusus lainnya (Suhardiman, 1999).


Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman kelapa

diklasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Palmales

Family : Palmae

Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera L.

(Suhardiman, 1999).

Tanaman kelapa disebut tanaman kehidupan karena setiap bagian dari

tanaman dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Buah kelapa dapat diambil

air, daging buah, tempurung, dan sabutnya. Air kelapa dapat diolah menjadi sari

kelapa. Daging kelapa dapat diolah menjadi daging kelapa parut

(dasar pembuatan santan kelapa), coconut cream, coconut skim milk sampai

kosmetik sebagai turunan terakhir. Kopra merupakan bahan industri minyak

kelapa dan bungkil kopra (Azmil, 2006).

Tanaman kelapa didalam satu hektar dapat ditanami 100 pohon, rata-rata

setiap pohon menghasilkan 45 butir buah kelapa per tahun atau 10 kg kopra.

Sehingga setiap hektar, menghasilkan 4500 butir buah kelapa per tahun atau 1 ton

kopra. Kebun dengan pemeliharaan yang baik, setiap pohon diharapkan

dapat menghasilkan 70 butir buah kelapa per tahun atau 15 kg kopra. Sehingga

tiap hektar menghasilkan 5000 butir buah kelapa atau 1,75 ton kopra.

Dapat
disimpulkan bahwa untuk kebun normal dapat memberikan hasil kopra sebanyak

1,5 ton (Suhardiman, 1999).

Minyak kelapa dihasilkan dari buah kelapa tua, yang diekstrak melalui

pembuatan santan dan akhirnya menjadi minyak. Dapat juga melalui proses

pengeringan buah kelapa menjadi kopra dan selanjutnya diolah untuk

mendapatkan minyaknya. Asam lemak yang terkandung didalamnya digolongkan

ke dalam minyak asam laurat karena komposisi asam tersebut paling besar

dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Hambali, 2007).

Dalam satu molekul minyak kelapa terdiri dari satu unit gliserine

dan ssejumlah asam lemak. Dan tiga unit asam lemak dari rantai karbon

panjang adalah triglyseride (lemak dan minyak). Komponen glycerine memiliki

titik didih tinggi yang dapat melindungi minyak dari penguapan

(volatilizing). Pada biodiesel, komponen asam lemak dari minyak dikonversikan

ke elemen lain yang disebut ester. Glycerine dan asam lemak dipisahkan dengan

proses esterifikasi. Minyak tumbuhan bereaksi dengan alkohol dan katalis, jika

minyak tumbuhan adalah metanol dan kelapa, dan komponen rektannya adalah

alkohol maka akan dihasilkan coco metil ester yang merupakan nama kimia dari

coco biodiesel (Hambali, 2007).

Sifat fisiko-kimia minyak kelapa meliput i kandungan air, asam

lemak bebas, warna, bilangan panyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida.

Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa

Sifat Crude Cochin RBD


Kandungan air dan kotoran 1 0,1 0,03
Kadar asam lemak bebas 3 0,07 0,04
Warna (Lovibond) R/Y max. 12/75 1/10 1/10
Bilangan penyabunan - 250-264 250-264
Bilangan iod - 7-12 7-12
Bilangan peroksida 2,0 0,5 0,5
Sifat Crude Cochin RBD
o
Melting point ( C) - 24-26 24-26
o
Indeks refraksi (40 C) - 1,448-1,450 1,448-1,450
Sumber: Hui, 1996

Minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat. Dan

berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dalam bilangan iod

(iodine value), maka minyak kelapa dapat digolongkan ke dalam golongan non-

drying oil. Dengan bilangan iod berkisar antara 7,5 – 10,5 (Tambun, 2006).

2.2.2. Kelapa Sawit

Kelapa sawit masih termasuk dalam keluarga palma. Tingginya dapat

mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan

samping. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip.

Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Batang

tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun

pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip

dengan ke lapa. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon

(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat

jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan

panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Hambali, 2007).

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah

tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul

dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah

sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak

bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan

sendirinya (Hambali, 2007).


Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai

berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Family : Arecaceae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis

(Hambali, 2007).

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit dengan

kandungan asam lemak yang bervariasi, baik dalam panjang maupun

struktur rantai karbonnya. Panjang rantai karbon minyak kelapa sawit berkisar

antara atom C12-C20 (Hambali, 2007).

Tabel 7. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit

Sifat Jumlah
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) 190,1-201,7
Bilangan iod (wijs) 50,6-55,1
o
Melting point ( C) 31,1-37,6
o
Indeks refraksi (50 C) 1,455-1,456
Sumber: Hui, 1996

Minyak sawit mengandung sejumlah kecil komponen non-trigliserida,

seperti karotenoid, tokoperol, tokotrienol, sterol, phospatida, dan alkohol

alipatik dan selanjutnya disebut komponen minor. Jumlah komponen minor

dalam minyak sawit sekitar 1%. Tiga komponen minor pertama kelapa sawit

memiliki peranan penting dalam mempertahankan

stabilitas minyak, dan merupakan agen

antioksidan alami yang menjaga stabilitas minyak akibat oksidasi. Minyak

kelapa sawit mengandung sekitar 500-700 ppm karoten dan 600-1.000 ppm

tokotrienol
dan tokoperol. Umumnya karoten hadir dalam bentuk á dan â-karoten dan

berperan sebagai sumber vitamin A sedangkan tokotrienol dan tokoperol

merupakan sumber vitamin E (Hambali, 2007).

Minyak sawit dapat digunakan untuk bahan makanan dan industry melalui

proses ekstraksi dan pemurnian, seperti penjernihan dan penghilangan bau atau

dikenal dengan RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil). Setelah itu

CPO dapat difraksinasi menjadi RBD stearin dan RBD olein dengan komposisi

asam lemak yang berbeda. RBD olein terutama digunakan untuk pembuatan

minyak goreng, sedangkan RBD stearin terutama dipakai untuk margarine, serta

bahan baku industry sabun dan deterjen (Hambali, 2007) .

Secara umum, proses pengolahan minyak sawit dapat menghasilkan 73%

olein, 21% stearin, 5% PFAD (palm fatty acid distillate), dan 0,5% bahan

lainnya. Pada umumnya PFAD digunakan untuk industry, baik sebagai bahan

baku sabun maupun makanan ternak. PFAD memiliki kandungan FFA (free fatty

acid) sekitar

81,7%, gliserol 14,4%, squalane 0,8%, vitamin E 0,5%, sterol 0,4%, dan lain-
lain

2,2% (Hambali, 2007).

Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan

baku biodiesel di antaranya CPO, CPO low grade (kandungan FFA tinggi),

PFAD, dan RBD olein. Sebelum diolah menjadi biodiesel, CPO membutuhkan

proses pemurnian (degumming) yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa-

senyawa pengotor yang terdapat dalam minyak, seperti gum dan fosfatida

(Hambali, 2007).
2.2.3. Jarak Pagar

Jarak telah dikenal oleh masyarakat Indonesia, sebagai tanaman obat

tradisional dan pagar hidup. Jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae,

berupa perdu dengan tinggi 1-7m, bercabang tidak teratur, dan batangnya

berkayu berbentuk silindris. Daun tanaman jarak tunggal berlekuk dan bersudut

tiga atau lima. Panjang daun 5 - 15 cm dengan tulang daun menjari. Buah

jarak berupa buah kotak berbentuk bulat telur, berdiameter 2 - 4 cm, dan panjang

buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. buah jarak terbagi menjadi tiga ruang,

masing- masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong, berwarna

cokelat kehitaman dan mengandung minyak (30 - 50%) (Hambali, 2007).

Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai

berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas Linn.

(Hambali, 2006).

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan.

Tanaman ini juga mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang beriklim

panas, tandus, dan berbatu. Wilayah yang cocok sebagai tempat tumbuhnya

adalah dataran rendah hingga ketinggian 300 m dpl. Namun, sebaran

tumbuhnya
o
dapat mencapai ketinggian 1000 m dpl dengan temperatur tahunan sekitar 18 -
o
28,5 C (Hambali, 2006).

Tabel 8. Sifat fisik minyak jarak pagar

Sifat Fisik Satuan Nilai


Titik nyala oC 236
Viskositas pada 30oC Mm2/s 0,9177
Densitas pada 15oC g/cm3 49,15
Residu karbon % (m/m) 0,34
Kadar abu sulfat % (m/m) 0,007
Titik tuang oC -2,5
Kadar air Ppm 935
Kadar sulfur Ppm <1
Bilangan asam Mg KOh/g 4,75
Bilangan iod g iod/100 g minyak 96,5
Sumber: Hambali et al., 2006

Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m

dpl. Curah hujan berkisar 300 - 2.380 ml/tahun. Dengan pemeliharaan yang baik,

jarak pagar dapat hidup lebih dari 25 tahun. Produktifitas jarak setelah berumur 5

tahun berkisar 3 - 4 kg/biji/pohon/tahun. Produktifitas akan stabil setelah

tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2.500

pohon/ha, tingkat produktifitas rata-rata antara 7,5 - 10 ton biji/ha tergantung

pada kualitas benih, agroklimat, kesuburan tanah, dan pemiliharaan. Jika

kandungan minyak sebesar 30% dan yang dapat diekstrak sebesar 25%, setiap

hektar lahan dapat diperoleh 1,9 - 2,5 ton minyak/ha/tahun (Hambali, 2007).

Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat kernel

(daging biji) dan 40% berat kulit. Inti biji jarak pagar mengandung sekitar 50%

minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis

ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksana. Minyak jarak pagar merupakan

jenis minyak yang memiliki komposisi trigliserida yang mirip dengan minyak

kacang tanah. Tidak seperti jarak kaliki (Ricinus communis), kandungan

asam
lemak esensial dalam minyak jarak pagar cukup tinggi sehingga sebenarnya

dapat dikonsumsi sebagai minyak makan, asalkan toksin yang berupa phorbol

ester dan curcin dapat dihilangkan (Hambali, 2006).

Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish,

lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth dan sebagai bahan baku dalam

industri-industri plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan

turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin

(Ketaren, 1986).

Efisiensi teknik mengukur sampai sejauh mana seorang petani mengubah

masukan menjadi keluaran pada tingkat dan faktor ekonomi dan teknologi

tertentu. Ini berarti, dua orang petani menggunakan jumlah dan jenis masukan

dan teknologi yang sama mungkin akan memproduksi jumlah keluaran yang

berbeda. Sebagian perbedaan ini mungkin disebabkan oleh karakteristik

yang ada pada individu dan faktor – faktor yang dipengaruhi oleh kebijakan

publik

(Battese dan Coelli, 1988).

Ortega et all. (2002) mengatakan bahwa faktor - faktor seperti luas

usahatani, karekteristik demografi dan produsen, serta kebijakan publik

mempunyai kontribusi terhadap perbedaan tingkat efisiensi teknik.


2.3. Kerangka Pemikiran

Kelangkaan bahan bakar minyak saat ini yang disebabkan oleh semakin

menipisnya cadangan bahan bakar minyak dunia. Untuk mengatasi permasalahan

tersebut diperlukan pencarian sumber bahan bakar alternatif pengganti

bahan bakar minyak. Bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar nabati.

Bahan bakar nabati adalah bahan bakar yang diperoleh dari tanaman yang

menghasilkan minyak sebagai bahan bakar.

Biodiesel merupakan salah satu dari bahan bakar nabati yang dapat

dijadikan sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Penelitian dan

pengembangan minyak biodiesel saat ini semakin gencar dilakukan berbagai

pihak. Biodiesel dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman seperti

tanaman jarak pagar, kelapa dan kelapa sawit.

Dari setiap tanaman tersebut akan diperoleh minyak yang dapat dijadikan

biodiesel dengan melakukan berbagai cara pengolahan. Minyak yang diperoleh

dari tanaman jarak, kelapa, dan kelapa sawit diperoleh dengan proses

transesterifikasi. Minyak yang dihasilkan akan disesuaikan dengan syarat-syarat

untuk menyatakan minyak tersebut dapat digunakan sebagai biodiesel atau tidak.

Dalam kegiatan pengolahan minyak biodiesel ini terdapat biaya-biaya

produksi, untuk itu diperlukan perhitungan analisis efisiensi untuk mengetahui

seberapa besar tingkat efisiensi dari pengolahan ketiga tanaman tersebut hingga

menjadi minyak biodiesel yang siap digunakan.


Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Jarak Pagar Kelapa Sawit Kelapa

Minyak Nabati

Proses Produksi Minyak Biodiesel

Analisis Efesiensi

Efesiensi Teknis Efesiensi Ekonomis

Gambar1. Skema Kerangka Pemikiran.

Keterangan:
: menyatakan proses

Anda mungkin juga menyukai