Kesemuanya adalah anak-anak yang memiliki tingkat ketakwaan dan keshalihan diatas rata-rata.
Semua Hafidz Quran dan Hadits. Namun Abdul Malik adalah putra paling menonjol diantara
saudara-saudaranya. Di usianya yang baru 15 tahun ia telah diangkat menjadi *Qadhi* (Hakim
dan Penasihat).
Dalam keadaan tertentu, Khalifah Umar Bin Abdul Aziz menyifatkan anaknya itu lebih faqih
daripadanya dan jika Abdul Malik itu bukan anaknya, tentulah dia layak menjabat Khalifah
berikutnya. _(Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzîb at-Tahdzîb, hal.475)_
*Abdul Malik bin Umar RA* (704-723) walau tidak berumur panjang, meninggal di usia *19
tahun,* dikenal luas dalam sejarah islam sebagai anak muda prestatif bukan lantaran statusnya
(putra Khalifah) melainkan karena kapabilitasnya.
_Tidak ada yang membuatku begitu terkesan kepadanya kecuali saat dia mengulang-ulang ayat
tersebut dan menangis tersedu-sedu. Setiap kali dia selesai dari ayat itu, dia mengulanginya
kembali, sehingga aku berkata dalam hati, “Anak ini bisa mati oleh tangisannya.”_
_Ketika aku melihatnya seperti itu, aku mendesis, *“Lâ ilâha illallâh wal hamdu lillâh"* Seakan
ucapan orang yang bangun dari tidur, padahal tujuanku untuk menghentikan tangisannya. Baru
setelah mendengar suaraku, dia terdiam”._ (Ibnu Qoyyim al-Jauzy, Shifah ash-Shafwah, hal.127)
Maimun bin Mahran, _Wazir_ (Menteri) sekaligus penasihat Khalifah, menyebut anak muda
keturunan Umar ini lebih menyukai _*“Murabathah”*_ (berjaga-jaga di perbatasan dari serangan
musuh) dengan tinggal di salah satu tenda prajurit ketimbang tetap tinggal di Ibukota. Ia tetap
berangkat ke sana sementara di belakangnya kota Damaskus yang bertaman indah, rimbun dan
memiliki 7 sungai ia tinggalkan begitu saja.
Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalani mengisahkan peristiwa sesaat setelah pembaitan (pelantikan)
Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Selepas kesibukan mengurus jenazah Khalifah sebelumnya
(Sulaiman bin Abdul Malik), Khalifah Umar segera beranjak menuju rumahnya. Beliau ingin
sekali istirahat barang sejenak.
Akan tetapi, belum lagi lurus punggungnya di tempat tidur, tiba-tiba datanglah putra beliau Abdul
Malik –ketika itu baru berumur 17 tahun- sambil berkata, _“Apa yang ingin Anda lakukan wahai
Amirul Mukminin? Apakah Anda akan tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang
dizalimi?”_
Khalifah Umar yang sempat tertegun karena sang anak memanggilnya Amirul Mukminin padahal
mereka sedang di rumah, lantas menjawab, _“Wahai anakku, aku telah begadang semalaman
untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika telah datang waktu zuhur aku akan
shalat bersama orang-orang dan akan aku kembalikan hak orang-orang yang dizalimi, Insya
Allah.”_
Abdul Malik menimpali sang ayah, _*“Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga
datang waktu zuhur wahai Amirul Mukminin?”*_
Kata-kata ini telah menggugah semangat Umar, hilanglah rasa lelah dan kantuknya, kembalilah
semua kekuatan dan tekadnya. Beliau kemudian berkata, _“Segala puji bagi Allah yang telah
mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”_
+++
Anda yang bertanya-tanya, _*apaan sih Khilafah (dan Khalifah)?*_ Nah cerita diatas salah satu
ilustrasinya. Keimanan dan Ketakwaan begitu tampak pada diri Khalifah (dan putranya). Beda
jauh dengan Presiden _"negeri antah berantah"_ (dan putranya Kaesang) yang gemar menaikan
harga-harga, suka 'pelesir keluarga' ke luar negeri, bahkan tega menghina saudaranya sesama
muslim dengan sebutan Ndeso!
Tapi belum tentu boleh sih. Berhubung disana kan akan "menghadap" sang 'Bigboss' Donald
Trump. _*Ah, ga akan diusik Polisi kan ya (sebagaimana Kaesang), jikalau menyebut orang yang
merendahkan diri ke Amerika adalah Ndeso!?*_ � [fr]