dr. Setiyoko
NIP. 197403032010011013
Obyektif Presentasi :
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi: Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Soeroto dengan keluhan timbul bentol-bentol
kemerahan pada kedua lengan bawah serta kedua tungkai kaki sejak 2 jam yang lalu.
Tujuan: Penegakan diagnosa penyakit Urtikaria
1
± 1cm. Bentol – bentol terasa gatal. Pasien menggaruknya dan jika digaruk akan semakin
terasa gatal. Sebelumnya pasien mengaku memakan udang. ½ jam setelah memakan udang
pasien mulai merasa gatal dan timbul bentol-bentol pada kedua lengan. Kemudian pasien
menggaruk dan bengkak lama kelamaan menjadi kemerahan. Keluhan yang sama juga
dirasakan pasien pada kedua tungkai kaki. Gatal dirasakan pasien terus – menerus. Pasien
menyangkal adanya demam (-), pusing (-). BAB dan BAK lancar.
DAFTAR PUSTAKA
1.Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.
2. Djuanda, A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. Gattan C.E.H, Black A. (2010). Urticaria and Angioedema dalam: Rook’s Textbook of
Dermatology, 8th edition. London:p.22.1
4. Keplen, Allen. (2008). Urticaria in Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh
edition. New York: p.330
5. Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema. Buku Ajar Alergi-
Imunologi Anak Edisi Kedua. Disunting oleh Akib, Munash dan Kurniati. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
2
6. IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia jilid I.
Hasil Pembelajaran
SUBJEKTIF
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Soeroto dengan keluhan bentol – bentol kemerahan pada
kedua lengan bawah serta kedua tungkai kaki sejak 2 jam yang lalu. Bentol – bentol timbul
mendadak. Pasien mengeluh seperti terbakar. Bentol – bentol berbatas tegas dan berbentuk
oval dengan diameter ± 1cm. Sebelumnya pasien mengaku memakan udang. ½ jam setelah
memakan udang pasien mulai merasa gatal dan timbul bentol-bentol pada kedua lengan.
Kemudian pasien menggaruk dan bengkak lama kelamaan menjadi kemerahan. Keluhan yang
sama juga dirasakan pasien pada kedua tungkai kaki. Gatal dirasakan pasien terus – menerus.
Pasien mengurangi rasa gatal dengan menggunakan bedak gatal merk caladin yang dijual
ditoko, gatal sedikit berkurang. Tetapi bercak tidak hilang. Pasien menyangkal adanya demam
(-), pusing (-). BAB dan BAK lancar.
OBJEKTIF
1. Keadaan umum: Tampak cukup, Kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi
normal.
2. Vital sign:
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 ⁰C
SpO2 : 99 %
3. Kepala
Bentuk normocephal,rambut warna hitam, distribusi merata dan tidak mudah
dicabut.
3
4. Mata
Conjunctiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor 3 mm.
5. Telinga
Bentuk normotis, sekret (-/-), hiperemis (-/-).
6. Hidung
Normonasi, pernapasan cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).
8. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran KGB (-).
9. Kulit
Lokalisasi :ekstremitas superior : regio brachii dekstra et sinistra.
ekstremitas inferior : regio cruraris anterior posterior dekstra et
sinistra.
Efloresensi : urtika eritema numular sirkumskrip
Ukurannya : ± 1cm
Karakteristik : lesi berwarna kemerahan dan terasa gatal.
10. Thorak
Pulmo
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, irama regular,
otot bantu nafas (-), pola nafas abnormal (-).
Cor
Inspeksi : ictus cordis terlihat (-).
Perkusi : batas kanan jantung linea sternalis dextra, batas kiri jantung
4
linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni regular (+), murmur (-), gallop (-).
11. Abdomen
Inspeksi : perut tampak membuncit (-), luka (-), distensi abdomen (-),
asites (-).
12. Ekstremitas
Akral dingin (-), edema (-), RCT < 2 detik, petekie (-), sianosis (-).
ASSESSMENT
Urtikaria Akut
5
PLAN
Terapi
1. Non Medikamentosa
a. Istirahat
b. Hindari faktor alergen yang dapat menimbulkan terjadinya alergi kembali.
c. Memberitahukan kepada pasien tentang penyakit urtikaria tersebut untuk tidak
menggaruk lesi dan pentingnya mematuhi pengobatan.
2. Medikamentosa
Injeksi Diphenhydramine 1 ampul IM
Loratadin tab 1x10 mg
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas,
berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila ditekan,
disertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang.
Sinonim urtikaria: Hives, nettle rash, biduran, kaligata.
B. ETIOLOGI
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:
a. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin,
dan diuretik) menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II.
6
Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast
untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras.
b. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya
akibat reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah
telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan
semangka.
d. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
e. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik
(tipe I). reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan
nafas.
f. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia,
misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.
g. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor
tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik
maupun non imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda
7
tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut
dermografisme atau fenomena Darier.
h. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.
i. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler.
j. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominant. Diantaranya ialah familial cold
urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angiodema.
k. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria,
reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.
C. PATOFISIOLOGI
Sel mast adalah sel efektor utama pada kebanyakan bentuk urtikaria,
meskipun tipe-tipe sel lainnya juga dapat terlibat. Sel mast kutaneus melepaskan
histamin dalam respon terhadap C5a, morfin, dan kodein. Neuropeptida substansi
P (SP), vasoactive intestinal peptide (VIP), dan somatostatin, neurokinin A dan B,
bradikinin, dan calcitonin gene–related peptide (CGRP), kesemuanya dapat
mengaktivasi sel-sel mast untuk mensekresi histamin. Tidak semua produk
biologik potensial tersebut diproduksi ketika sel mast kutaneus terstimulasi.
Permeabilitas vaskuler di kulit diakibatkan secara predominan oleh reseptor
histamin H1, meskipun reseptor histamin H2 juga dapat berperan. Urtikaria
disebabkan karena pelepasan histamin, bradikinin, leuketrien C4, prostaglandin
D2, dan substansi vasoaktif lainnya lainnya dari sel mast dan basofil di kulit.
Substansi-substansi tersebut menyebabkan ekstravasasi cairan ke kulit,
mengakibatkan timbulnya lesi urtikaria. Intensitas pruritus dari urtikaria adalah
hasil dari pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor histamin H1 pada sel-sel
endotel dan otot polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Sedangkan aktivasi reseptor histaminH2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
venula.
8
Gambar 2.1 patogenesis urtikaria
Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I IgE
diinisiasi oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan cross-link
reseptor Fc pada permukaan sel-sel mast dan basofil, hal tersebut menyebabkan
pelepasan histamin. Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T sitotoksik,
menyebabkan deposit Ig, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan vaskulitis urtikaria. Penyakit kompleks imun tipe III
berhubungan dengan SLE dan penyakit autoimun lainnya yang dapat
menyebabkan urtikaria.
Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus,
serum sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria terjadi ketika
substansi alergenik dalam plasma dari produk darah donor bereaksi dengan
antibodi IgE resipien. Beberapa obat-obatan (opioids, vecuronium,
succinylcholine, vancomycin, dan lain-lain) juga agen-agen radiokontras
menyebabkan urtikaria karena degranulasi sel mast melalui mekanisme mediasi
non-Ig E. Urtikaria fisik pada beberapa stimulus fisik yang menyebabkan urtikaria
meliputi immediate pressure urticaria, delayed pressure urticaria, cold urticaria,
dan cholinergic urticaria. Terakhir, urtikaria kronik dimana penyebabnya tidak
dapat ditemukan secara signifikan, merupakan idiopatik.
9
D. TANDA DAN GEJALA
a. Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
Biduran berwarna merah muda sampai merah.
Lesi dapat menghilang dalam 24-48 jam, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut
diare, muntah dan nyeri kepala.
b. Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: 2,4
Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-
kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.
Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,
respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.
Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika
ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat
meninggalkan perubahan pigmentasi.
Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan
objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam
5-15 menit.
Edema jaringan kulit yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan
submukosa atau subkutan pada angioedema.
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi Urtikaria
10
Ordinary urticarias
Acute urticaria
Chronic urticaria
Contact urticaria
Physical urticarias
Dermatographism
Delayed dermatographism
Pressure urticaria
Cholinergic urticaria
Vibratory angioedema
Exercise-induced urticaria
Adrenergic urticaria
Delayed-pressure urticaria
Solar urticaria
Aquagenic urticaria
Cold urticaria
Special syndromes
Schnitzler syndrome
Muckle-Wells syndrome
Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy
Urticarial vasculitis
I. Ordinary urticarias
1. Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya
hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan
dengan atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi
kronis atau rekuren.
2. Urtikaria Kronik
11
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu 2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih
dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah
dan dapat mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas hidup.3
3. Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di
tempat di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa.
Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau
non-alergi (IgE-independen).
12
Gambar2.3 Dermographism
b. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan
atau tanpa immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam.
Erupsi terdiri dari nodul eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan
dengan delayed pressure urticaria.
d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat,
dapat berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa
13
tahun karena paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di
pengasahan logam karena getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini dapat
sebagai kelainan autosomal dominan yang diturunkan dalam keluarga.
Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah.
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan
(herediter). Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang
meliputi perubahan dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung
dengan objek dingin. Jarak antara paparan dingin dan onset munculnya
gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi episode adalah 12
jam.
f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh.
Cholinergic urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast.
Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-
kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas
merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.
14
2.6 cholinergik urtikaria
g. Local heat urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi
dalam beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal,
biasanya muncul 5 menit setelah kulit terpapar panas diatas 43°C. Area
yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan menjadi merah,
bengkak dan indurasi.
h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan
kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah
paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan
faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat ditemukan dalam
darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB, dan sinar
atau cahaya yang terlihat.
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri
dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal),
15
dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-induced
anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai stimulusnya.
j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white
halo yang terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi
karena peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah
rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan
coklat.
k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan
urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak
sebagai pembawa antigen-antigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri
dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan cholinergic urticaria.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada
tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.
Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen,
autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan
urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C 1
inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema
berulang tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa
pada urtikaria dingin.
b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c. Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi
dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE
spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs).Tes injeksi intradermal
16
menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST)
dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk
mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing
autoantibodies.
d. Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila
tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun
demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk
menjamin keamanannya.
17
Gambar 2.7 tes Intradermal
e. Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu
diagnosis. Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis.
Tidak terdapat perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan
peningkatan jarak antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh
edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di
papilla dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu
18
terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin sejumlah
eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan
kronik. Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu
campuran limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel
inflamasi lainnya. Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan
histopatologi dari respon alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan
urtikaris yang sangat parah atau urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada
biopsi kulit. Spektrum histopatologi berhubungan derajat keparahan
penyakit, mulai dari limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).
19
Gambar 2.10 Diagram pemeriksaan urikaria4.
G. PENATALAKSANAAN5
Perawatan pre-hospital
Saat dbawa ke IGD untuk setiap pasien dengan tanda atau gejala reaksi
alergi, termasuk urtikaria, angioedema, atau syok anafilaksis adalah
20
penting. Urtikaria akut dapat progresif mengancam nyawa menjadi
angioedema dan atau syok anafilaksis dalam periode waktu yang sangan
singkat, meskipun demikian biasanya syok rapid-onset tanpa disertai
urtikaria atau angioedema.
Jika angioedema tampak menyertai urtikaria, pemberian 0.3-0.5 mg
epinefrin i.m dapat diperlukan.
Jika bronkospasme muncul, nebulisasi bronkodilator seperti albuterol
diperlukan.
Penilaian lainnya mungkin diperlukan, seperti EKG serial, monitoring
tekanan darah dan pulse oximetry; berikan kristaloid i.v jika pasien
hipotensi; dan berikan oksigen.
Diphenhydramine (25 mg IV atau 50 mg IM or PO) atau hydroxyzine (50
mg IM atau PO) sebaiknya diberikan
21
Antihistamin H2, seperti cimetidine, famotidine, dan ranitidine, dapat
berperan ketika dikombinasikan dengan antihistamin H1 pada beberapa
kasus urtikaria. Antihistamin H1 dan H2 diduga mempunyai efek sinergis
dan sering memberikan hasil yang lebih cepat dan resolusi lengkap
urtikaria daripada pemberian H1 blocker sendirian, terutama jika diberikan
secara simultan secara i.v.
Doxepin adalah antidepressant dan antihistamin yang menghambat
reseptor H1 dan H2 dan mungkin efektif pada kasus yang sulit
disembuhkan dalam dosis 25-50 mg saat tidur atau 10-25 mg 3-4 kali per
hari.
Glukokortikoid dapat menstabilisasi membran sel mast dan menghambat
pelepasan histamin lebih lanjut. Ia juga mengurangi efek inflamasi dari
histamin dan mediator lainnya.
22
Indikasi Rawat
H. PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.
23