Anda di halaman 1dari 3

Ada dua hukum dasar yang menghubungkan gejala kelistrikan dan kemagnetan:

Pertama, arus listrik dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Ini dikenal sebagai
gejala induksi magnet. Peletak dasar konsep ini adalah Oersted yang telah menemukan gejala ini secara
eksperimen dan dirumuskan secara lengkap oleh Ampere. Gejala induksi magnet dikenal sebagai Hukum
Ampere.
Kedua, medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi)
medan listrik dalam bentuk arus listrik. Gejala ini dikenal sebagai gejala induksi elektromagnet. Konsep
induksi elektromagnet ditemukan secara eksperimen oleh Michael Faraday dan dirumuskan secara lengkap
oleh Joseph Henry. Hukum induksi elektromagnet sendiri kemudian dikenal sebagai Hukum Faraday-Henry.
Dari kedua prinsip dasar listrik magnet di atas dan dengan mempertimbangkan konsep simetri yang
berlaku dalam hukum alam, James Clerk Maxwell mengajukan suatu usulan. Usulan yang dikemukakan
Maxwell, yaitu bahwa jika medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan medan listrik
maka hal sebaliknya boleh jadi dapat terjadi. Dengan demikian Maxwell mengusulkan bahwa medan listrik
yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Usulan Maxwell ini
kemudian menjadi hukum ketiga yang menghubungkan antara kelistrikan dan kemagnetan.
Jadi, prinsip ketiga adalah medan listrik yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan
medan magnet. Prinsip ketiga ini yang dikemukakan oleh Maxwell pada dasarnya merupakan
pengembangan dari rumusan hukum Ampere. Oleh karena itu, prinsip ini dikenal dengan nama Hukum
Ampere-Maxwell.
Dari ketiga prinsip dasar kelistrikan dan kemagnetan di atas, Maxwell melihat adanya suatu pola
dasar. Medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat membangkitkan medan listrik yang juga
berubah-ubah terhadap waktu, dan medan listrik yang berubah terhadap waktu juga dapat menghasilkan
medan magnet. Jika proses ini berlangsung secara kontinu maka akan dihasilkan medan magnet dan medan
listrik secara kontinu. Jika medan magnet dan medan listrik ini secara serempak merambat (menyebar) di
dalam ruang ke segala arah maka ini merupakan gejala gelombang. Gelombang semacam ini
disebut gelombang elektromagnetik karena terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang merambat
dalam ruang.
Medan magnet berperan sangat penting sebagai rangkaian proses konversi energi. Melalui medium
medan magnet, bentuk energi mekanik dapat diubah menjadi energi listrik-alat konversinya disebut
generator-atau sebaliknyadari bentuk energi listrik menjadi energi mekanik-alat konversinya disebut motor.
Pada transformator, gandengan medan magnet berfungsi untuk memindahkan dan mengubah energi listrik
dari rangkaian primer ke sekunder melalui prinsip induksi electromagnet.
Dari sisi pandangan elektris , medan magnet mampu untuk mengimbaskan tegangan pada
konduktor sedangkan dari sisi pandangan mekanis medan magnet sanggup untuk menghasilkan gaya dan
kopel.
Keutamaan medan magnet sebagai perangkai proses konversi energi disebabkan terjadinya bahan-
bahan magnetik yang memungkinkan diperolehnya kerapatan energi yang tinggi; kerapatan energi yang
tinggi ini akan menghasilkan kapasitas tenaga per unit volume mesin yang tinggi pula. Jelaslah bahwa
pengertian kuantitatif tentang medan magnet dan rangkaian magnet merupakan bagian penting untuk
memahami proses konversi energi listrik.

Medan Magnet dan Medan Listrik


Medan magnet terbentuk dari gerak elektron. Mengingat arus listrik yang melalui suatu hantaran
merupakan aliran elektron, maka pada sekitar kawat hantaran listrik tersebut akan ditimbulkan suatu
medan magnet. Medan magnet memiliki arah, kerapatan, dan intensitas yang digambarkan sebagai “garis-
garis fluks” dan dinyatakan dengan gambar simbol
Hukum Ampere
Andre Marie Ampere adalah salah satu tokoh didunia elektro yang mengembangkan salah satu
hukum penting di bidang elektro, yaitu Hukum Ampere. Pada tahun 1820, segera setelah ia mendengar
publikasi hasil eksperimen Hans Christian Oersted tentang pengaruh listrik pada magnet jarum di Paris
(Lihat: Teori Oersted) ia kemudian mengembangkan serangkaian penelitian. Maka dihasilkanlah suatu
rumusan yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut:
Besarnya medan magnetik di dekitar penghantar berarus listrik bergantung pada kuat arus dan
jaraknya terhadap penghantar.
Hukum ampere menyatakan bahwa dalam keadaan rangkaian listrik tertutup, jumlah panjang
elemen penghantar dikalikan dengan besarnya medan magnet yang searah dengan arah arus listrik adalah
sebanding dengan permeabilitas ruang hampa (=4π x 10-7Wb/A m) dikalikan dengan nilai besar arus yang
mengalir pada rangkaian tertutup.
Jika ada dua buah penghantar sejajar yang panjang, terpisah sejauh d dan masing-masing dialiri arus
arus listrik sebesar I1 dan I2 , maka kedua penghantar itu akan tarik-menarik atau tolak-menolak. Kenyataan
eksperimen semacam itu diperhatikan pertama kali oleh Ampere.

Transformator
Pada tahun 1831, Faraday menemukan bahwa penghentian atau pengaliran arus dalam salah satu kawat
pada cincin besi ini menyebabkan dorongan singkat dari arus di kawat lainnya. Cincin yang sekarang jadi
terkenal ini sebenarnya sama dengan transformator modern yang tercipta 160 tahun kemudian.
Transformator adalah sebuah alat untuk menaikkan atau menurunkan tegangan arus bolak-balik.
Transformator sering disebut trafo. Sebuah transformator terdiri atas sebuah inti besi. Pada inti besi
digulung dua lilitan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.
Prinsip kerja tranformator adalah sebagai berikut.
1. Kumparan primer dihubungkan kepada sumber tegangan yang hendak diubah besarnya. Karena
tegangan primer itu tegangan bolak-balik, maka besar dan arah tegangan itu berubah-ubah.
2. Dalam inti besi timbul medan magnet yang besar dan arahnya berubah-ubah pula. Perubahan medan
magnet ini menginduksi tegangan bolakbalik pada kumparan sekunder.

Dari sebuah percobaan dapat ditunjukkan, bahwa:


1. Perbandingan antara tegangan primer, Vp, dengan tegangan sekunder, Vs sama dengan perbandingan
antara jumlah lilitan primer, Np, dan lilitan sekunder, Ns.
2. Perbandingan antara kuat arus primer, Ip, dengan kuat arus sekunder, Is, sama dengan perbandingan
jumlah lilitan sekunder dengan lilitan primer.

SKIN EFEK
Fenomena skin effect merupakan fenomena pada saluran transmisi yang disebabkan karena tidak
meratanya distribusi arus pada penampang konduktor di sepanjang saluran transmisi jarak jauh. Fenomena
ini muncul sesuai dengan peningkatan panjang efektif konduktor saluran trasnmisi sehingga skin effect
pada saluran pendek jarang ditemui.
Pada saluran transmisi sistim tegangan arus searah (DC/Direct Current), distribusi arus pada
penampang di sepanjang saluran penghantar cukup merata, sehingga hampir tidak pernah ditemukan skin
effect pada sisitim saluran transmisi Tegangan DC. Lain halnya dengan saluran transmisi Tegangan AC, pada
saluran transmisi ini terjadi effect di mana aliran arus cenderung mengalir dengan kepadatan tinggi melalui
permukaan konduktor (yaitu kulit konduktor), meninggalkan inti konduktor, bahkan kandang kala muncul
suatu kondisi ketika benar-benar tidak ada arus mengalir melalui inti, dan berkonsentrasi seluruhnya pada
daerah permukaan. Fenomena ini dapat mengakibatkan peningkatan nilai resistansi efektif konduktor.

Mengapa efek kulit (Skin Effect) terjadi pada jalur transmisi


Ketika dilihat dari arah penampangnya, sebuah kabel dengan ukuran tertentu terdiri dari kumpulan
beberapa buah kabel kecil yang kita sebut sebagai filament dengan jumlah tertentu (n). Apabila kabel
tersebut dialiri arus (I), maka masing-masing filament tersebut dialiri arus sebesar i, sehingga total arus
yang melewati kabel adalah:
I = n.i
Selama aliran arus bolak-balik (AC) melintasi konduktor kabel, berarti semua filament pada kabel
tersebut akan membawa arus sebesar I/n. Karena pada setiap konduktor yang dialiri arus akan
menimbulkan fluks, maka ketika sekian banyak filament dialiri arus, maka akan timbul flux yang saling
terkait di dalam kabel tersebut, baik filament permukaan maupun yang di inti. Fluks yang terbentuk oleh
filament bagian terluar tidak memiliki keterkaitan fluks yang cukup besar bila dibandingkan dengan flux
yang ditimbulkan oleh filament disebelah dalam dan semakin ke dalam menuju inti kabel keterkaitan flux
antara tiap-tiap filament menjadi semakin kuat. Dengan meningkatnya flux di bagian inti kabel maka secara
proporsional juga meningkatkan nilai induktansi kabel ke arah inti. Hal ini menghasilkan reaktansi induktif
lebih besar ke arah inti kabel dibandingkan dengan bagian luar konduktor. Tingginya nilai reaktansi di
bagian sebelah dalam (intikabel) memaksa sebagian besar arus mengalir melalui permukaan luar atau kulit
sehingga menimbulkan fenomena yang disebut efek kulit (skin effect) dalam jalur transmisi .

Faktor yang mempengaruhi efek kulit (skin effect) dalam jalur transmisi. 1) Bentuk konduktor. 2) Jenis
material. 3) Diameter konduktor. 4) Operasional frekuensi.

Anda mungkin juga menyukai