Anda di halaman 1dari 10

FIKSASI FLAP MENGURANGI SEROMA PADA PASIEN YANG

MENJALANI MASTEKTOMI; SEBUAH IMPLIKASI YANG SIGNIFIKAN


PADA PRAKTEK KLINIS.

Abstrak
Latar Belakang
Pembentukan seroma adalah komplikasi yang muncul setelah tindakan mastektomi pada kanker
payudara invasif. Fiksasi flap pada mastektomi dilakukan dengan mengurangi volume ruang
kosong menggunakan jahitan subkutan interuptus.

Metode

Semua pasien yang menjalani mastektomi akibat kanker payudara invasis atau karsinoma duktal
in situ (DCIS) merupakan kriteria inklusi. Dari mei 2012 sampai maret 2013, semua pasien yang
menjalani mastektomi di 2 rumah sakit dilakukan fiksasi flap. Flap kulit dijahit pada otot
pektoralis menggunakan jahitan polifilamen yang dapat diserap. Data-data dianalisa secara
retrospektif dan dibandingkan dengan riwayat kelompok kontrol yang tidak dilakukan fiksasi
flap (Mei 2011 sampai Maret 2012).

Hasil

Seratus delapan puluh pasien telah terjaring; 92 pasien dalam kelompok fiksasi flap (FF) dan 88
dalam kelompok riwayat kontro (HC). Total 33/92 (35,9%) pasien membentuk seroma pada
kelompok yang dilakukan fiksasi flap; 52/88 (59,1%) pasien membentuk seroma pada kelompok
HC (p=0,002). Aspirasi seroma dilakukan pada 14/92 (15.2%) pasien pada kelompok
Ffsedangkan 33/88 (43,2%) pasien pada kelompok HC (p<0.001).

Kesimpulan

Fiksasi flap merupakan teknik bedah yang efektif mengurangi ruang kosong yang kemudian
membentuk seroma dan aspirasi eroma pada pasien yang menjalani mastektomi pada kanker
payudara invasi atau DCIS.
Latar Belakang

Pembentukan seroma adalah kumpulan dari cairan serosa yang mengandung plasma darah
dan/atau cairan limfe yang umumnya merupakan efek samping setelah dilakukan mastektomi.
Dengan insiden 3-85% (1), dan beberapa ahli bedah menganggap pembentukan serosa
merupakan hal yang lumrah pada pembedahan payudara. Pembentukan seroma dan pembentukan
sequele adalah komplikasi yang sering terjadi, bermacam-macam komplikasi mulai dari
keterlambatan penyembuhan luka, infeks, nekrosis dari flap kulit dan ketidaknyamanan pasien.
Rasa tidak nyaman yang dialami pasien disebabkan oleh aspirasi seroma yang berulang-ulang
dan kunjungan ke klinik yang terus menerus akibat seroma dan sekuelenya

Pembentukan seroma berlanjut menjadi masalah bagia pasien yang telah mendapatkan operasi
payudara dan aksila untuk kanker payudara yang invasif. Patogenesis seroma belum diketahui
dengan baik. Beberapa faktor yang menyebabkan pembentukan serosa. Pada studi retrospektif
yang dilakukan Hashemi dkk, pasien dengan mastektomi radikal yang dimodifikasi (MRM)
menunjukkan 2,5 kali lebih banyak terjadi seroma(3). Gonzales dkk, menganalisa pasien dengan
eksisi luas lokal dan MRM untuk kanker payudara invasif dan menyimpulkan bahwa jenis
operasi yang dilakukan merupakan prediktor utama pembentukan seroma(4), disamping umur
pasien, jumlah limfonodus yang positif, jumlah limfonodus aksiler yang diangkat, ukuran tumor,
berat dari pasien dan penggunaan kemoterapi neoadjuvan. Penggunaan elektrokauter
meningkatkan pembentukan serosa pada tindakan mastektomi(5); namun demikian tidak ada alat
bedah (skalpel laser, diatermi argon dan skalpel ultrasonik) atau alat-alat lain yang lebih baik
untuk menekan terjadinya seroma (6).

Pembentukan seroma setelah diseksi aksiler pada kanker payudara tidak dapat dihindari, tetapi
dapat diminimalisir dengan penutupan mekanis pada daerah dead space(7). Penelitian prospektif
menunjukkan bahwa flap penjangkaran setelah mastektomi, dan reduksi dead spase, sangat
menguntungkan(8). Percobaan yang dilakukan oleh Almond dkk dengan membandingkan fiksasi
flap dengan pengisapan drainase tidak menunjukkan perbedaan peningkatan seroma, tetapi
pasien tanpa drainase lebih cepat berhenti(8). Pada percobaan yang dilakukan Almond dkk,
jumlah cairan yang dikeluarkan lebih sedikit pada kelompok fiksasi flap (9). Pada penelitian ini
aspirasi seroma dan kunjungan berulang pasien tidak dilakukan. Kebanyakan study retrospektif
tentang flap kulit setelah tindakan mastektomi dan/atau diseksi limfonodus aksiler menunjukkan
hasil yang menjanjikan.(10). Pada penelitian ini, sambungan flap kulit mengurangi pembentukan
serosa, aspirasi seroma yang lebih sedikit dan infeksi lokasi pembedahan yang lebih sedikit
(SSIs).

Review sistematik yang dilakukan Kyeong Tae lee dkk (11), pembentukan seroma setelah
pengangkatan muskulus latissimus dorsi menunjukkan bahwa adanya dead space adalah salah
satu mekanisme utama pada pembentukan serosa. Kebocoran yang berkepanjangan pada dead
spase menggangu aliran limfatik dan aliran darah yang kemudian berkontribusi pada
pembentukan seroma.(11). Patogenesis pembentukan seroma dan mekanismenya masih belum
dapat dipahami dengan baik dan membutuhkan investigasi lebih lanjut.
Kami berhipotesa bahwa hilangnya ruang kosong dengan menggunakan jahitan fiksasi flap
setelah mastektomi akan menurunkan resiko pembentukan serosa secara signifikan, dengan
aspirasi seroma dan kunjungan rawat jalan yang berkurang. Tujuan dari peneltian kohor
observasional retrospektif adaalah untuk menunjukkan bahwa pasien mastektomi dengan
kombinasi fiksasi flap dengan pengisapan drainase yang rendah menghasilkan aspirasi seroma
yang lebih sedikit.

Metode
Penelitian retrospektif ini dilakukan di unit payudara dari 2 rumah sakit besar di Belanda (Atrium
Medical centre, Heerlen dan Orbis Medical Centre, Sittard). Rumah sakit telah tergabung dalam
komite etik kedokteran(13n-77), dan informed konsen telah dilakukan.
Semua pasien yang menjalani mastektomi, mastektomi dan prosedur nodus sentinel atau radikal
mastektomi modifikasi pada kanker payudara invasif atau karsinoma duktal in situ (DCIS)
berumur lebih dar 18 tahun adalah kriteria inklusi. Pasien yang menjalani rekonstruksi payudara
langsung akan diekslusi dari penelitan. Semua pasien mendapatkan 2 gr cefazolin sebagai
profilaksi preoperatif. Drain vakum rendah dimasukkan sebelum penutupan luka. Drain
dikeluarkan juka produksinya kurang dari 50ml/24 jam. Setelah 7 hari, seluruh drain
dikeluarkan, tanpa melihat keluaran drain. Lima ahli bedah kanker payudara melakukan prosedur
ini. Pasien telah diamati dalam interval waktu 10 bulan dengan metode penutupan luka.
Riwayat Kelompok Kontrol (HC)
Dari bulan mei 2011 sampai maret 2012, pasien yang menjalani penutupan luka konvensional,
subkutan dan jahitan intradermal yang dapat diserap. Drainase tertutup dilakukan pada semua
pasien

Kelompk Flap Fiksasi


Dari bulan mei 2012 sampai maret 2013, semua pasien yang menjalani flap fiksasi tertutup
diamati dengan seksama. Setelah mastektomi, flap kulit dijahit pada otot pektoralis dengan
jahitan polifilamen yang diserap (Vicryl 3,0). Jahitan dilakukan sekitar 3 cm dari 2-3 interval ke
bawah, tergantung dari ukuran flap kulit (Gambar 1). Prosedur ini dilakukan dan dijelaskan oleh
Almond dkk tahun 2010, (8), tanpa menjahit ruang kosong pada daerah aksilaris. Perawatan
dilakukan untuk mencegah lekukan pada kulit.
Gambar 1

Gambaran skematik dari fiksasi flap

Data telah di pindahkan dari file elektronik pasien oleh salah seorang operator. Laporan operasi
dan catatan dokter perawat spesialis pada kunjungan rawat jalan telah dianalisa. Demografi
pasien (umur, komorbiditas, penggunaan obat antikoagulan, merokok, derajat tumor, jenis
operasi, kehilangan darah dan komorbiditas) telah dicatat. Indeks komorbiditas Charlston
digunakan untuk menentukan komorbiditas(12). Infeksi merupakan penampakan luka yang
membutuhkan antibiotika atau pembedahan untuk mengevakuasi infeksi seroma atau abses.
Seroma merupakan kumpulan cairan yang dapat dipalpasi atau cairan serosa jernis yang nampak
saat diaspirasi. were counted as registered in the patients’ charts.

Statistik

Continuous variables are presented as means with standard deviations or as medians with first
and third quartiles as appropriate; categorical variables are presented as percentages. Continuous
variables were compared between study groups with Student t tests or Mann-Whitney U tests as
appropriate. Categorical variables were compared between study groups with chi-squared tests or
Fisher exact tests as appropriate. The risk of complications according to study group was
estimated using simple logistic regression. Potential confounding by relevant baseline
characteristics was corrected for using multiple logistic regressions. The clinically relevant
interaction between study group and operation type was assessed with the significance of the
change in −2 log likelihood after inclusion of the interaction term in the logistic regression
models. In case of significant interaction, simple effects were reported by stratified cross-
tables. p < 0.05 was considered evidence of statistical significance.

Hasil
Jumlah keseluruhan operasi kanker payudara yang dilakukan selama interval 10 bulan adalah
835 pasien
180 pasien termasuk di dalamnya, 92 dari kelompok FF dan 88 dari kelompok HC. Demografi
pasien (umur, komorbiditas, penggunaan obat-obatan antikoagulan, merokok, derajat tumor,
jenis operasi, kehilangan darah dan komorbiditas) tidak berbeda secara signifikan (tabel 1)

Table 1

Karakteristik pasien dan aspek bedah.

Pada grup yang menjalani fiksasi flap, 33/92(35,9%) pasien berkembang menjadi seroma,
dibandingkan dengan 52/88 (59,1%) pasien pada kelompok HC (p=0,002). Aspirasi seroma
dilakukan pada 14/92(15,25) pasien di kelompok FF dan 38/88(43,2%) pasien pada kelompok
kontrol HC (p<0,001). Jumlah aspirasi seroma pada tiap pasien yang menjalani aspirasi seroma
mengalami penurunan yang signifikan pada kelompok flap fiksasi(p<0,001). Tidak ada
perbedaan yang signifikan pada pasien Ssis (12,0% pada kelompok FF dan 17,0% pada
Kelompok HC, p=0,33). Hasil ini ditunjukkan pada tabel 2

Table 2

Komplikasi Pasca operasi

Analisis multivariat menunjukkan bahwa perokok memiliki kecenderungan berkembang menjadi


seroma (p = 0.05), ditunjukkan pada tabel 3
Table 3

Multiple logistic regression analysis

Hasil analisis dari efek fiksasi flap terhadap pembentukan seroma pada jenis operasi, tidak ada
efek yang terlihat pada kelompok yang menjalani mastektomi (p=0,16 untuk pembentukan
seroma dan p=0,35 untuk aspirasi seroma). Pada kelompok yang menjalani mastektomi dan
prosedur nodus sentinel, pemebentukan seroma menurun secara signifikas (FF 25,0%, HC
61,9%, p=0,001). Pada pasien yang menjalani MRM, tidak ada perbedaan pada pembentukan
seroma (55,9% pada kelompok FF dan 56,3 % pada kelompok HC); namun demikian, ada
perbedaan statistik dari aspirasi seroma pada kelompok ini. Ada sedikit pasien membutuhkan
aspirasi seroma pada kelompok yang menjalani flap fiksasi(fiksasi flap 17,6%, kelompok HC
40.6%,p=0,04). Hasil ini ditunjukkan pada tabel 4
Table 4

Efek dari fiksasi flap pada pembentukan stratifikasi seroma

Diskusi
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengurangan ruang kosong setelah dilakukan mastektomi
menggunakan fiksasi flap menurunkan pembentukan seroma dan aspirasi seroma. Selama
beberapa dekade, ahli bedah payudara menggunakan drainase tertutup untuk mengurangi ruang
kosong. Namun demikian, pembentukan seroma dan sekuele tetap menjadi masalah yang terjadi
setelah operasi dilakukan yang membuktikan bahwa drainase luka tidak cukup baik untuk
mencegah terjadinya seroma. Kombinasi fiksasi flap dengan drainase rendah secara signifikan
menurunkan pembentukan seroma dan aspirasi seroma setelah mastektomi.
Jalan keluar untuk menurunkan pembbentukan seroma adalah dengan menghilangkan ruang
kosong. Namun demikian, beberapa teknik yang digunakan masih menjadi kontroversi dan
perdebatan (6). Pada penelitian kontrol acak, sangat sulit untuk menjelaskan apakah menurunkan
ruang kosong atau meligasi sistem limfatik atau kombinasi keduanya yang dapat digunakan
untuk menurunkan pembentukan seroma (13). Diseksi yang luas merupakan faktor yang penting
dari pembentukan seroma, sehinngga sangatlah penting untuk menghilangkan ruang kosong apda
pasien yang menjalani mastektomi atau mastektomi radikal yang dimodifikasi. Tekanan dari
pakaian atau kompresi dari balutan sangat tidak efektif mencegah seroma; tetapi, penggunaan
flap kulit atau fiksasi flap kulit nampaknya lebih efektif (10,14).
Ketika menganalisa efek dari fiksasi flap pada pembentukan stratifikasi seroma berdasarkan jenis
operasi, tidak ditemukan efek yang signifikasn pada pembentukan seroma atau seroma aspirasi
pada pasien yang hanya dilakukan mastektomi (pembentukan seroma p=0,16, aspirasi seroma
p=0,35). Jumlah yang rendah pada pasien dalam kelompok ini dapat menjelaskan
ketidaksignifikan. Jika kelompok ini menjadi lebih besar (n=20), perbedaannya mungkin
signifikan secara statistik.
Pada kelompok yang menjalani MRM, fikasi flap tidak efektif menekan pembentukan seroma,
meskipun hanya sedikit aspirasi seroma. Pada kelompok pasien ini, pembentukan seroma dapat
lebih cepat apabila dilakukan diseksi limfonodus, dan menjadi relatif pada penanganan dari
aksila ketika dilakukan evaluasi profilaksis seroma. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui efek pembentukan seroma pada diseksi aksiler(7). Penggunaan skalpel harmonik
digunakan untuk mengurangi pembesaran seroma pada daerah aksila (15). Pada penelitian
prospektif acak lain yang dilakukan oleh cortadella dkk, menggunakan bipolar elektrotermal
dengan sistem penghambatan pembuluh darah (ligasure) pada diseksi aksiler. Jumlah aspirasi
seroma pasca operasi pada kelompok Ligasure mengalami penurunan drainase, tetapi tidak
signifikan secara statistik(16).
Tidak terdapat perbedaan signifikan pada SSIs dalam penelitian. Hal ini mungkin terjadi karena
pasien mendapatkan profilaksis antibiotik dan pengawasan yang ketat dalam ruang operasi. Hal
ini memerlukan pembatasan pembukaan pintu dalam ruang perawatan dan pembatasan
pergerakan dari staf selama prosedur. Perbedaan 5 % infeksi yang dibandingkan pada dua
kelompok sangatlah kecil untuk mencapai signifikansi statistik. laporan jumlah SSIs setelah
operasi 0,8 sampai 26% berdasarkan literatur. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedanan
SSI adalah perbedaan defenisi yang berbeda dariSSIs(17).
Kosmetik dan fungsi bahu pada daerah ipsilateral yang dioperasi. Satu pasien dengan fiksasi flap
mengalami penurunan fungsi bahu pasca operasi. Hal itu belum jelas karena adanya ROM yang
penuh sebelum operasi. Pasien lain yang menjalani fiksasi flap menunjukkan tarikan kulit dada 6
bulan setelah operasi. Tidak ada penelitian yang dipublikasikan terkait kosmetik, fungsi bahu dan
kepuasan pasien setelah fiksasi flap. Hal ini sebaiknya dilakukan pada penelitian prospektif.
Batasan utama dari penelitian ini berhubungan dengan dasar retrospektif. Pada penelitian
retrospektif, indikasi dari aspirasi seroma tidak dijelaskan sebelumnya. Hal ini dapat berpotensi
mengaburkan penelitian. Namun demikian, ini merupakan penelitian pertama yang mengevaluasi
aspirasi seroma pada pasien mastektomi yang ditangani dengan fiksasi flap dan drainase rendah
pada luka. Sangat sulit memperkirakan munculnya seroma secara subjektif dari prosedur ini.
Bagaimana menilai secara objektif munculnya seroma? Mungkin hanya aspirasi seroma yang
dapat diukur. Tidak ada perubahan yang mendasar pada penanganan seroma pada kedua interval
waktu, namun bias dapat terjadi. Dapat terjadi peningkatan kecenderungan pembedahan ketika
menangani luka pasca operasi seroma.
Aspirasi seroma secara klinis relevan dengan kelompok pasien kami, dan merupakan penyebab
penting dari ketidaknyamanan pasien(2). Seroma menyebabkan waktu rawat inap bertambah,
peluang infeksi yang lebih besar dan menyebabkan keterlambatan pemberian terapi adjuvan(18).
Pasien harus lebih sering melakukan kontrol di klinik, kemungkinan yang besar untuk dilakukan
pembedahan reintervensi dan memberikan hasil kosmetik yang buruk bagi pasien (10).
Akhirnya, pasien yang mengalami seroma dan sekuelenya akan menyebabkan pembengkakan
pembiayaan medi (19).
Kelebihan dari penelitian ini terletak pada pembuktian dari fiksasi flap setelah dilakukan
mastektomi pada 2 rumah sakit pendidikan. Hasil yang lebih penting terlihat dari aspirasi
sesroma yang lebih rendah pada kelompok yang menjalani fiksasi flap dibandingkan pasien yang
hanya mendapat drain pasca operasi. Hal ini seharusnya mengurangi rasa ketidaknyamanan dari
pasien.

Kesimpulan
Fiksasi flap adalah teknik bedah yang mengurangi ruang kosong pada pasien yang menjalani
mastektomi pada kanker payudara invasif atau DCIS. Teknik ini digunakan untuk mengurangi
pembentukan seroma dan aspirasi pada seroma. Penelitian prospektif dapat dilakukan lebih lanjut
untuk mengevaluasi efek dari fiksasi flap, termasuk hasil jangka panjang seperti kosmetik, fungsi
bahu dan kepuasan pasien.

Anda mungkin juga menyukai