Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

TATALAKSANA KASUS
RS MARDI RAHAYU KUDUS

HERPES ZOSTER
Definisi Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi
virus yang terjadi setelah infeksi primer
Anamnesis Pasien mengalami demam, pusing, nyeri
otot, tulang, gatal, malaise dan pegal.
Timbul kemerahan/eritema dalam waktu
singkat menjadi vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang eritematosa dan
edema.
Pemeriksaan Fisik Tampak lesi kulit berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritematosa yang
disertai nyeri bersifat unilateral dan
dermatomal sesuai tempat persarafan.
Kriteria Diagnosis 1. Vesikel berkelompok dengan dasar
eritematosa
2. Nyeri bersifat unilateral dan
dermatomal sesuai tempat persarafan.
3. Pembesaran KGB
Diagnsosis Kerja Herpes Zoster
Diagnosa Banding Herpes simpleks
Pemeriksaan Penunjang Ditemukan sel datia berinti banyak pada
pemeriksaan Tzanck
Tatalaksana Antiviral: Asiklovir 5 x 800 mg
Anti neuropati: Pregabalin 2 x 75 mg
Immunostimulator: Isoprinosin 1 x 1 tablet
Bedak salisil 2%
Edukasi Bed rest
Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Tingkat Evidens I/II/III/IV
Tingkat Rekomendasi A/B/C
Telaah Klinis SMF Kulit dan Kelamin
Indikator Klinis
Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI
VARICELLA
Definisi Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian
sentral tubuh
Anamnesis Pasien mengalami demam, malaise, dan
nyeri kepala.
Disusul erupsi kulit berupa papul eritematosa
yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel
Pemeriksaan Fisik Terdapat lesi kulit berupa papul eritematosa
yang berubah menjadi vesikel berbentuk
menyerupai tetesan embun (tear drops)
Vesikel ini berjalan secara sentrifugal dari
badan kemudian ke wajah, ekstremitas,
selaput lendir mata, mulut, saluran nafas atas.
Vesikel dapat berkembang menjadi pustul,
pecah, mengering membentuk krusta.
Kriteria Diagnosis 1. Lesi kulit berupa papul eritematosa yang
berubah menjadi vesikel berbentuk
menyerupai tetesan embun (tear drops).
2. Vesikel ini berjalan secara sentrifugal
dari badan kemudian ke wajah,
ekstremitas, selaput lendir mata, mulut,
saluran nafas atas.
3. Vesikel dapat berkembang menjadi
pustul, pecah, mengering membentuk
krusta.
4. Gatal pada lesi kulit dan pembesaran
KGB
Diagnsosis Kerja Varicella
Diagnosa Banding Variola, Impetigo Bullosa, Eczema
Herpeticum, Eczema Vaccinatum
Pemeriksaan Penunjang Ditemukan sel datia berinti banyak pada
pemeriksaan Tzanck
Tatalaksana Simptomatis: kompres dingin atau anti
histamin oral dan calamine lotion dapat
diberikan untuk mengatasi gatal
Paracetamol 3 x 500 mg
Asiklovir 5 x 800 mg
Edukasi Menjaga hygiene tubuh dengan mandi setiap
hari dan menghindari menggaruk lesi agar
tidak terjadi infeksi sekunder
Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Tingkat Evidens I/II/III/IV
Tingkat Rekomendasi A/B/C
Telaah Klinis SMF Kulit dan Kelamin
Indikator Klinis
Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI
DERMATITIS KONTAK ALERGI
Definisi Reaksi peradangan kulit yang didahului
proses sensitisasi.
Anamnesis Pasien mengalami gatal yang bergantung
pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya.
Pemeriksaan Fisik Pada fase akut ditemukan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel
atau bula dapat pecah menimbulkan erosi
dan eksudasi (basah).
Pada keadaan kronis, terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin
juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kriteria Diagnosis 1. Ditemukan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi
(basah)
2. Kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi, dan mungkin juga fisur,
batasnya tidak jelas.
3. Adanya riwayat mengenai kontaktan
yang dicurigai didasarkan lokasi
kelainan kulit
Diagnsosis Kerja Dermatitis kontak alergi
Diagnosa Banding Dermatitis Kontak Iritan, Dermatitis Atopik,
Dermatitis Seboroik, Psoriasis
Pemeriksaan Penunjang Uji Tempel
Tatalaksana Prednison 30 mg/hari
Kompres NaCl
Edukasi Penghindaran atau pencegahan kontak
dengan alergen penyebab
Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Tingkat Evidens I/II/III/IV
Tingkat Rekomendasi A/B/C
Telaah Klinis SMF Kulit dan Kelamin
Indikator Klinis
Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI
LEPRA
Definisi Penyakit infeksi kronik yang disebabkan
mycobacterium leprae yang bersifat
intraseluler obligat.
Anamnesis Pasien mengalami keluhan terdapat bercak
merah pada kulit disertai rasa panas, nyeri,
dan kulit menjadi tebal. Dapat disertai
demam atau tidak
Pemeriksaan Fisik Ditemukan bercak hipopigmentasi atau
eritematous. Mati rasa (hipoestesi) atau tidak
merasakan sama sekali (anestesi) pada lesi.
Kulit kering
Kriteria Diagnosis 1. Pada gambaran klinis ditemukan bercak
hipopigmentasi atau eritematous. Mati
rasa (hipoestesi) atau tidak merasakan
sama sekali (anestesi) pada lesi.
2. Kulit kering Pada pemeriksaan
bakterioskopis dengan pemeriksaan Ziehl
Neelsen dan BTA.
3. Pada pemeriksaan histopatologik,
tampak gambaran tuberkel. Tuberkel
terdiri sel epitheloid, sel datia Langhans,
dan limfosit.
Diagnsosis Kerja Lepra
Diagnosa Banding Sarkoidosis, Lupus Vulgaris, Limfoma,
Sifilis, Granuloma Anulare, Nekrobiosis
Lipoidica
Pemeriksaan Penunjang BTA (+), Uji MLPA, Uji ELISA, ML
Dipstick
Tatalaksana Lepra tipe Pausibasiler: Rifampisin 600 mg /
bulan, DDS 100 mg/hari dalam jangka waktu
pengobatan 6-9 bulan
Lepra tipe Multibasiler: Rifampisin 600 mg /
bulan, DDS 100 mg/ hari selama sebulan,
Clofazimine 50 mg/hari dalam jangka waktu
pengobatan 12-18 bulan
Edukasi Menjaga hygiene tubuh dengan baik
Selalu memakai alas kaki untuk menghindari
lesi baru pada kulit
Menjaga kelembapan kulit
Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens I/II/III/IV
Tingkat Rekomendasi A/B/C
Telaah Klinis SMF Kulit dan Kelamin
Indikator Klinis
Kepustakaan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI
Nekrolisis Epidermal Toksik
1. Definisi Suatu penyakit kulit yang ditandai dengan kelainan kulit
berupa epidermolisis generalisata, kelainan selaput lender di
orifisium, dan kelainan mata
2. Anamnesis 1. Tanyakan mengenai adanya kelainan kulit, kelainan
mata, dan kelainan selaput lendir di orifisium
2. Tanyakan mengenai adanya riwayat penggunaan obat-
obat tertentu seperti
 Antibiotik : Kloramfenikol, eritromisi, penisilin,
siprofloxacin
 OAINS: fenilbutazon, piroksikam, ibuprofen,
indometasin
 Antikonvulsan: fenobarbital, fenitoin, karbamazepin,
asam valproat, lamotrigin
 Allopurinol

3. Pemeriksaan  Kelainan kulit: eritema, vesikel, dan bula yang pecah


fisik menjadi erosi
 Kelainan selaput lendir di orifisium. Lesi paling sering
terdapat pada mukosa mulut berupa vesikel dan bulla
yang jika pecah dapat menjadi erosi, ekskoriasi, dan
krusta
 Kelainan mata tersering berupa kongjungtivitis
kataralis
 Terjadinya epidermolisis, epidermis terlepas dari
dasarnya dan kemudian menyeluruh. Adanya
epidermolisis menyebabkan tanda Nicolsky (+) pada
kulit yang eritematosa yaitu jika kulit ditekan dan
digeser maka kulit akan terkelupas.
4. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
diagnosis pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.

5. Diagnosis Nekrolisis epidermal toksik


kerja
6. Diagnosis Sindrom steven Johnson, staphylococcal scalded skin
banding syndrome
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan histopatologik:
penunjang Stadium dini akan ditemukan vakuolisasi dan
nekrosis sel-sel basal sepanjang perbatasan dermal-
epidermal. Pada stadium lanjut, ditemukan nekrosis
eosinofilik sel epidermis dengan pembentukan lepuh sub-
epidermal
 Pemeriksaan lab:
1. Leukositosis, peningkatan enzim transaminase
serum,
2. Albuminuria
3. Gangguan fungsi ginjal
4. Ketidakseimbangan elektrolit
8. Tatalaksana 1. Kortikosteroid, jika keadaan umum baik, diberi
prednisone 40 mg sehari. Jika keadaan buruk,
dexamethason inj. 4-6 x 5 mg sehari
2. Antibiotik: Ciprofloxacin, ceftriaxone
3. Diet rendah garam tinggi protein
4. Cairan: Dextrose 5%: NaCl 0,9% = 1:1
Transfusi darah (jika tidak ada perbaikan dalam 2
hari) sebanyak 300 cc selama 2 hari.
5. Topikal: Krim sulfadiazine-perak pada lesi yang erosi dan
ekskoriasi
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus yaitu konsumsi obat tertentu

10. Prognosis Angka kematian dari penderia NET dapat dihitung


dengan menggunakan Toxic Epidermal Necrolysis-Specific
Severity of Illness Score (SCORTEN). Kriteria SCORTEN
antara lain:
 Umur >40 tahun
 Denyut jantung >120x/menit
 Keganasan hematologi
 Area lesi >10% dari luas permukaan tubuh
 Urea serum >10 mmol/L
 Bikarbonat serum <20 mmol/L
 Glukosa serum >14 mmol/L
Setiap criteria diberikan nilai 1
Skor 0-1: angka kematian sekitar 3,2%
Skor 2: angka kematian sekitar 12,1%
Skor 3: angka kematian sekitar 35,3%
Skor 4: angka kematian sekitar 58,3%
Skor 5 atau lebih menunjukkan angka kematian
sekitar 90%
11. Tingkat I/II/III/IV
evidens
12. Tingkat A/B/C
rekomendasi
13. Telaah Klinis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI

Sindrom Steven Johnson


1. Definisi Suatu sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi
dari ringan sampai berat
2. Anamnesis 1. Tanyakan mengenai adanya kelainan kulit, kelainan mata,
dan kelainan selaput lendir
2. Tanyakan mengenai adanya riwayat penggunaan obat-
obat tertentu
3. Pemeriksaan  Diawali dengan penyakit peradangan akut yang disertai
fisik dengan gejala prodromal berupa demam, malaise,
batuk, sakit kepala.
 Kelainan kulit: macula eritema, vesikel, dan bula yang
pecah menjadi erosi, dapat disertai purpura yang
tersebar luas pada tubuh.
 Kelainan selaput lendir di orifisium. Lesi paling sering
terdapat pada mukosa mulut berupa vesikel dan bulla
yang jika pecah dapat menjadi erosi, ekskoriasi, dan
krusta
 Kelainan mata tersering berupa kongjungtivitis
kataralis
 Trias: kelainan pada mulut berupa stomatitis, kelainan
mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital
berupa balanitis dan vulvovaginitis.
 Manifestasi oral biasanya timbul setelah erupsi kulit,
tetapi kadang-kadang timbul mendahului erupsi kulit.
 Terdapat pengelupasan pada epidermis kurang dari
10% dari area permukaan tubuh.

4. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


diagnosis pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Sindrom Steven Johnson
kerja
6. Diagnosis Nekrolisis epidermal toksik (Keadaan umum lebih berat
banding dan disertai epidermolisis)
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan histopatologik:
penunjang 1. Infiltrat sel mononuclear di sekitar pembuluh darah
dermis superfisial
2. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis
papilar
3. Degenerasi hidropik lapirsan basalis sampai
terbentuk vesikel subepidermal
4. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adnexa
5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
 Lab: Leukositosis, eosinofilia
 Imunologi: deposit IgM dan C3 di pembuluh darah
dermal superfisial serta terdapat kompleks imun yang
mengandung IgG, IgM dan IgA
8. Tatalaksana 1. Kortikosteroid. Jika keadaan umum baik, diberi
prednisone 30 mg sehari. Jika keadaan buruk,
dexamethason inj. 4-6 x 5 mg sehari
2. Antibiotik: Ciprofloxacin, ceftriaxone
3. Diet rendah garam tinggi protein
4. Cairan: Dextrose 5%: NaCl 0,9% = 1:1
Transfusi darah (jika tidak ada perbaikan dalam 2
hari) sebanyak 300 cc selama 2 hari.
5. Topikal: Krim sulfadiazine-perak pada lesi yang erosi dan
ekskoriasi
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus yaitu konsumsi obat tertentu

10. Prognosis Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan
penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian
berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan yang terlambat dan tidak
memadai. Prognosis lebih buruk jika terjadi purpura yang
luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, dan
sepsis.
11. Tingkat I/II/III/IV
evidens
12. Tingkat A/B/C
rekomendasi
13. Telaah Klinis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
2. Fitzpatrick dermatology

URTIKARIA
1. Definisi Reaksi vaskular di kulit akibat berbagai macam sebab.
Ditandai dengan adanya udem setempat yang cepat timbul
dan hilang secara perlahan. Berwarna pucat kemerahan,
meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi
halo.
2. Anamnesis 1. Apakah ada udem setempat yang timbul tiba-tiba dan
hilang secara perlahan?
2. Apakah warnanya? pucat/kemerahan?
3. Apakah ada rasa gatal, tersengat, tertusuk?
4. Sejak kapan keluhan muncul?
5. Umur penderita? Urtikaria akut lebih sering pada laki-
laki usia muda, jika kronis lebih sering pada wanita usia
pertengahan
3. Pemeriksaan  Edema setempat berbatas tegas, terkadang bagian
fisik tengah tampak lebih pucat
 Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai ke
dermis dan lapisan mukosa dan subkutan, artinya
terjadi angioedema. Gejala disertai dengan sesak nafas,
serak dan rhinitis
 Dermografisme berupa udema dan eritem yang linier di
kulit yang terkena goresan benda tumpul. Timbul
dalam waktu kurang lebih 30 menit.
4. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
diagnosis pemeriksaan fisis. Selain itu, diagnosis ditegakkan juga
menggunakan pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Urtikaria
kerja
6. Diagnosis Purpura anafilaktoid, pitiriasis rosea, uritkaria
banding pigmentosa
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai
penunjang adanya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada
organ dalam.
 Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada
dugaan urtikaria dingin
 Pemeriksaan THT, gigi, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan adanya infeksi fokal.
 Peningkatan kadar IgE, eosinofil dan komplemen
 Tes kulit: Uji gores (scratch test), uji tusuk / uji cukil
(prick test), untuk mencari alergen inhalan, makanan
dermatofit dan kandida
 Pemeriksaan histopatologis, walau tidak selalu
diperlukan, dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat
kelainan berupa pelebaran kapilar di papilla demis, geligi
epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak.
Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular
dan pada itngkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit,
terutama di sekitar pembuluh darah.
 Tes eliminasi makanan
 Ice Cube test (+) jika urtikaria karena dingin
 Test foto tempel (+) jika urtikaria karena sinar matahari
 Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada
diagnosis urtikaria kolinergik.
8. Tatalaksana 1. Cetirizine 10 mg x 1
2. Kortikosteroid: Dexametason
9. Edukasi 1. Hindari faktor pencetus
10. Prognosis Urtikaria akut prognosisnya lebih baik, karena
penyebabnya cepat dapat diatasi, urtikaria kronis lebih sulit
diatasi karena penyebabnya sulit dicari.
11. Tingkat I/II/III/IV
evidens
12. Tingkat A/B/C
rekomendasi
13. Telaah Klinis SMF Kulit dan Kelamin
14. Indikator Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI
DRUG ERUPTION
1. Definisi Reaksi hipersensitivitas terhadap obat dengan manifestasi
pada kulit yang dapat disertai maupun tidak keterlibatan
mukosa.
2. Anamnesis Apakah ada kemerahan atau luka di sekitar mulut, bibir,
dan di alat kelamin?
Apakah disertai rasa panas?
Apakah disertai rasa gatal?
Apakah sebelumnya ada riwayat konsumsi obat-obatan
(sulfonamide, barbiturat, trimetoprim, dan analgetik)?
3. Pemeriksaan  Urtikaria ditandai dengan edema setempat pada kulit
Fisik dengan ukuran yang bervariasi
 Erupsi makulopapular / erupsi eksantematosa /
morbiliformis
 Makula / eritema-keunguan dan kadang disertai vesikel
/ bula oada bagian tengah lesi sehingga menyerupai
eritema multiforme
 Pustul milier berjumlah banyak di atas dasar
eritematosa
 Eritroderma = lesi eritema difus disertai skuama lebih
dari 90% area tubuh
 Epidermolisis, wajah mengalami edema, dan distribusi
lesi makulopapular tersebar simetris hampir di seluruh
tubuh
 Tanda nikolsky (+)
4. Kriteria - Riwayat alergi obat sebelumnya
Diagnostik - Riwayat atopi pada pasien dan keluarga
- Riwayat pajanan obat yang dicurigai / obat yang dapat
bereaksi silang
- Obat penyebab yang dicurigai menjadi lebih sempit
dengan foks terhadap :
a. Hubungan temporal antara awal dan akhir,
konsumsi obat dengan onset timbulnya erupsi
pada kulit
b. Lesi dominan, tanda dan gejala klinis reaksi
hipersensitivitas
- Hentikan dan/atau substitusi semua obat yang
memiliki hubungan temporal yang kuat. Observasi
gejala setelah obat dihentikan.
- Pertimbangkan uji kulit untuk menentukan obat
penyebab. Jika uji kulit (-), lakukan provokasi oral
dengan dosis yang dinaikkan perlahan
5. Diagnosis Fixed Drug Eruptions
Kerja
6. Diagnosis - Dermatitis kontak alergi
Banding - Dermatitis kontak iritan
- Eritema multiforme
- Eritroderma
- Urticaria
- Eritema nodosum
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah lengkap
Penunjang 2. Biopsi kulit
3. Tes imunoserologi
4. Tes fungsi hati
5. Tes fungsi ginjal
6. Pemeriksaan elektrolit darah
8. Tatalaksana - Segera menghentikan obat penyebab dan obat yang
bereaksi silang
- Kortikosteroid :
a. Ringan  0.5 mg/kgBB/hari
b. Berat  1-4 mg/kgBB/hari
- Antihistamin : Loratadine 2x10mg
- Topikal : bahan keratoplasti asam salisilat 1-2%
- Terapi sistemik : siklosporin, plasmaferesis,
immunoglobulin intravena (IVIg)
9. Edukasi  Segera menghentikan obat penyebab dan obat yang
bereaksi silang.
 Hindari penggunaan obat penyebab tersebut di
kemudian hari.
 Pasien selalu membawa daftar nama obat yang
menjadi penyebab timbulnya reaksi alergi pada
dirinya.
10. Prognosis 1. Tipe ringan yang telah diidentifikasi penyebab dan
segara dihentikan penggunaannya  Ad bonam
2. Tipe berat  Dubia ad malam
11. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Telaah SMF Kulit dan Kelamin
Klinis
14. Indikator Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Sri Linuwih SW
Menaldi
ERITRODERMA
1. Definisi Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritea
universalis 90-100%, biasanya disertai dengan skuama
2. Anamnesis Apakah ada riwayat konsumsi obat-obatan dalam 2
minggu terakhir?
Adakah disertai rasa gatal?
Adakah disertai sisik?
Adakah menderita penyakit kulit sebelumnya?
3. Pemeriksaan  Eritema universal
Fisik  Skuama yang kasar
 Pitting nail
 Infiltrat
 Oedem
4. Kriteria Tergantung dari etiologi :
Diagnostik 1. Eritroderma akibat alergi obat
a. Adanya riwayat mengkonsumsi obat
b. Waktu masuknya obat ke dalam tubuh hingga
timbulnya penyakit bervariasi, dapat segera
sampai 2 minggu
c. Terdapat eritema universal
d. Skuama muncul pada stadium penyembuhan
2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
a. Karena psoriasis :
 Riwayat menderita psoriasis sebelumnya
 Eritem tidak merata, skuama tebal
terutama pada tempat predileksi psoriasis
 Terdapat pitting nail
b. Karena penyakit Leiner :
 Disebabkan dermatitis seboroik
 Usia antara 4-20 minggu
 Keadaan umum baik, muncul eritema
universal disertai skuama yang kasar
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk
keganasan (Sindrom Sezary)
a. Biasa pada orang dewasa
b. Pria rata-rata berusia 64 tahun & Wanita rata-rata
53 tahun
c. Ditandai dengan eritema berwarna merah
membara yang universal disertai skuama dan rasa
sangat gatal
d. Terdapat infiltrate dan oedem
5. Diagnosis Eritroderma
Kerja
6. Diagnosis - Dermatitis atopic
Banding - Pemfigoid bulosa
- Dermatitis kontak alergi
- Dermatitis kontak iritan
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah : albumin serum rendah,
Penunjang peningkatan gamma-globulin, protein fase akut
meningkat, leukositosis, anemia ringan,
ketidakseimbangan elektrolit
2. Histopatologi : infiltrasi bisa menjadi semakin
pleiomorfik
8. Tatalaksana Pemberian Kortikosteroid
- Eritroderma karena alergi obat :
Prednison 4x10 mg
- Eritroderma karena perluasan penyakit kulit :
Prednison 4x10-15 mg per hari, jika ada
perbaikan dosis diturunkan perlahan, jika tidak ada
perbaikan dosis dinaikkan perlahan
- Eritroderma karena penyakit Leiner :
Prednison 3x1-2 mg per hari
- Sindrom Sezary :
Prednison 30 mg per hari
Eritroderma kronis :
- Diet tinggi protein karena terlepasnya skuama
menyebabkan hilangnya protein
Kelainan kulit : olesi emolien berupa salep lanolin 10%
atau krim urea 10% untuk mengurangi radiasi akibat
vasodilatasi akibat eritema
9. Edukasi  Hindari faktor penyebab
 Diet tinggi protein
10. Prognosis Eritroderma karena obat  ad bonam
Sindrom Sezary  dubia ad malam
11. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Telaah SMF Kulit dan Kelamin
Klinis
14. Indikator Klinis
15. Kepustakaan 1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Sri Linuwih SW
Menaldi

Anda mungkin juga menyukai