Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada
kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid),
tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan
berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.1,2
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan
oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh
melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti
organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan
memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang
akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau
virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. 1,2
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, meskipun jarang
terjadi pada anak-anak usia kurang dari dua tahun. Tonsilitis akibat infeksi
Streptococcus secara khusus terjadi pada anak-anak usia 6-15 tahun. Kasus
terbanyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah, yang berkontak dengan anak
lain yang menderita tonsilitis akibat bakteri maupun virus. Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 2004-2006,
prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi setelah nasofaringitis
akut (4,6%) yaitu sebanyak 3,8%.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Tonsil


Tonsil palatina dan tonsil faringeal merupakan bagian terpenting dari
sistem cincin Waldeyer, dimana keduanya merupakan bagian terbesar dari sistem
tersebut dan menjadii salah satu dari sistem pertahanan mukosa karena terletak
didepan pintu masuk dari saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Tonsil
terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri
dari:1,2
 Tonsil faringeal (adenoid)
 Tonsil palatina (tonsil faucial)
 Tonsil lingual (tosil pangkal lidah)
 Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil

Gambar 2.1.Letak anatomi tonsil yang membentuk cincin Waldeyer

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil.Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.Tonsil
ini terletak di lateral orofaring dengan dibatasi oleh:
 Lateral → muskulus konstriktor faring superior
 Anterior → muskulus palatoglosus
 Posterior → muskulus palatofaringeus
 Superior → palatum mole
 Inferior → tonsil lingual

Gambar 2.2. Anatomi tonsil palatina dan komponen disekitarnya

2.2. Definisi Tonsilitis


Tonsilitis adalah suatu reaksi peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer.Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang
diakibatkan oleh bakteri, virus, dan jamur.3,4

2.3. Klasifikasi
Pada dasarnya terjadi suatu reaksi peradangan pada tonsil palatina bisa
disebabkan melalui transmisi lewat udara (air borne droplets), tangan dan juga
ciuman serta kondisi tersebt dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak-
anak. Oleh sebab itu peradangan pada tonsilitis dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu sebagai berikut5,6:
1. Tonsilitis Akut : tonsilitis viral dan tonsilitis bakteri
2. Tonsilitis membranosa : tonsilitis difteri, tonsilitis septik dan angina plaut
vincent (stomatitis ulsero membranosa), penyakit kelainan darah, proses
spesifik dan tuberkulosis, infeksi jamur (moniliasis, aktinimikosis,
blastomikosis), infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
3. Tonsilitis kronisadalah peradangan tonsil yangmenetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yangberulang. Ukuran tonsil membesar akibat
hiperplasiaparenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksikripta tonsil,
namun dapat juga ditemukan tonsil yangrelatif kecil akibat pembentukan
sikatrik yang kronis. Durasi maupun beratnya keluhannyeri tenggorok sulit
dijelaskan. Biasanya nyeritenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari
4minggu dan kadang dapat menetap. Tonsilitiskronis adalah suatu kondisi
yang merujuk kepada adanyapembesaran tonsil sebagai akibat infeksi tonsil
yangberulang.

2.4. Etiologi
1. Tonsilitis Viral
Tonsilitis viral disebabkan oleh virus Epstein Barr, selain itu
diketahui juga bahwa Hemofillus influenz dapat menyebabkan tonsilitis
viral akut yang sifatnya supuratif. Pada dasarnya gejala tonsilitis viral
lebih menyerupai gejala common cold kecuali yang disebabkan oleh virus
coxschakie, dimana pada pemeriksaan rongga mulutnya adakn ditemukan
luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan oleh
pasien.5,6
2. Tonsilitis Bakterial
Tonsilitis bakterial adalah peradangan akut pada tonsil yang
disebabkan oleh aktivitas bakteri, seperti: grup A Streptokokus Beta
hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridian dan piogenes. Gejala
dan tanda yang sering ditemukan pada pasien tonsilitis baktelian adalah
nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan, demam dengan suhu tubuh
yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi, anoreksia dan otalgia. Rasa
nyeri yang terjadi pada telinga ini disebabkan oleh karena nyeri alih
melalui saraf glosofaringeus. Pada pemeriksaan akan tampak tonsil yang
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel serta
ditemukan pembengkakan pada kelenjar mandibular dan juga nyeri
tekan.5,6
3. Tonsilitis Difteri
Penyebab dari tonsilitis difteri adalah suatu jenis kuman yang
spesifik, yaitu Corynebacterium diphteriae yang termasuk dalam
kelompok kuman gram positif dan berada biasanya di aluran nafas atas,
seperti hidung, faring dan laring. Tonsilitis difteri biasa terjadi pada anak-
anak yang berusia kurang dari 10 tahun namun pada orang dewasa masih
mungkin terjadi. Seseorang yang terinfeksi dari kuman difteri akan
mengalami tiga golongan gejala, berupa: 1) gejala umum, seperti demam
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan
nyeri saat menelan. 2) gejala lokal, seperti tonsil membengkak yang
tertutup bercak putih kotor membentuk membran semu, dimana membran
tersebut dapat meluas ke pallatum molle, uvula, nasofaring, laring,
trakhea, bronkus dan dapat menyumbat saluran nafas serta mudah
berdarah. 3) gejala akibat oksitosin seperti pada jantung dapat
menyebabkan miokarditis, dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum
dan pernafasan bila mengenai saraf kranial.5,6
4. Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsilitis septik ialah streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi sehingga kejadian tonsilitis septik dapat menjadi
suatu kejadian epidemik.5,6
5. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulsero Membranosa)
Penyebab penyakit ini merupakan suatu bakteri jenis spirochaeta
atau triponema yang terdapat pada penderita dengan tingkat hygine mulut
yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala yang akan timbul pada
pasien dengan penyakit ini berupademam dengan kenaikan suhu sampai
390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang disertai dengan gangguan
pencernaan, rasa nyeri pada bagian mulut, hipersalivasi, serta gigi dan gusi
mudah berdarah.5,6
6. Penyakit Kelainan Darah
Tidak jarang tanda pertama dari leukimia akut, perdarahan di
mukosa mulut, gusi dan dibawah kulit sehingga pada pemeriksaan akan
tampak bercak kebiruan. Pada kasus ini, tonsil akan ditemukan dalam
kondisi yang mengalami pembengkakan ditutupi oleh suatu membran
semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat pada tenggorokan
pasien. 5,6
7. Tonsilitis Kronik
Terjadinya peradangan pada tonsil yang sifatnya kronik disebabkan
oleh beberapa faktor yang mendukung seperti: rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan yang dikonsumsi, tingkat hygine
mulut yang buruk, pengaruh perubahan cuaca, kelelahan fisik dan juga
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Pada dasarnya kuman yang
mendasari yang terjadinya peradangan kronik pada tonsil sama dengan
peradangan akut, namun pada beberapa kondisi kuman dapat berubah
menjadi kuman golongan gram negatif. Adapun gejala yang dapat terjadi
pada pasien yang mengalami peradangan kronik pada tonsil berupa adanya
penghalang atau mengganjal, tenggorokan terasa kering, pernafasan
berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan
tidak rata, kriptus membesar dan terisi oleh detritus.6,7

2.5 Tonsilitis Kronik


2.5.1 Definisi
tonsilitis kronis merupakan penyakit yang frekuensi terjadinya paling
sering bila dibandingkan dari semua penyakit tenggorokan yang sifatnya
berulang.1,7 Pada dasarnya terjadinya tonsilitis kronik sebagai akibat proses
peradangan tonsil yang menetap atau kambuh karena infeksi akut atau subklinis
yang berulang.7 Pada tonsilitis kronik, ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia
parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstriuksi kripta tonsil, namun dapat
juga ditemukan yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronik. 2
2.5.2 Epidemiologi
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi sari
seluruh penyakit THT. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh
provinsi di Indonesia, prevalensi tonsilitis kronis 3,8% tertinggi setelah
nasofaringitis akut 4,6%. Data morbiditas pada anak yang menderita tonsilitis
kronis menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada umur 5-14 tahun
menempati urutan kelima (10,5% laki-laki dan 13,7% perempuan). Hasil
pemeriksaan pada anak-anak dan dewasa menunjukkan total penyakit pada telinga
hidung dan tenggorokan berjumlah 190-230 per 1.000 penduduk dan didapati
38,4% diantaranya merupakan penderita penyakit tonsilitis kronis.8

2.5.3 Etiologi
Pada dasarnya peradangan pada tonsil yang bersifat kronis selain
dipermudah oleh faktor perdisposisi juga disebabkan oleh beberapa jenis kuman
seperti, kuman grup A Sterptococus beta hmolitikus, Pneumococus, Streptococus
viridans dan streptococus piogenes. Kuman yang mendasari terjadinya tonsilitis
kronik sama dengan tonsilitis akut, namun pada beberapa kondisi kuman dapat
berubah menjadi kuman golongan gram negatif.5,9,10 Faktor-faktor predisposisi
yang diketahui mempermudah timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, tingkat hygine mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat.5,9

2.5.4 Patofisologi
Tonsilitis kronik dapat bermula dari tonsilitis akut. Pada tonsilitis kronik
akibat proses peradangan yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid tersebut diganti
dengan jaringan parut dan mengalami pengerutan sehingga kripta menjadi
melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus, yang merupakan suatu
kumpulan dari leukosit polimorfonuklear, epitel yang telah mati dan juga bakteri
yang telah mati. Proses tersebut terus berlanjut dan meluas sehingga menembus
kapsul tonsil, sihingga pada akhirnya menimbulkan suatu perlektan dengan
jaringan disekitar fosa tonsilitis. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa submandibula.5,6,9

Gambar 2.7. Pembesaran tonsil. Disebabkan oleh (A) Tonsilitis berulang (B) Pada
pasien Obstructive Sleep Apnea (C) Unilateral hipertrofi tonsil

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal atau kering ditenggorokan,
anoreksia, otalgia, tonsil membengkak.Dimulai dengan sakit tenggorokan yang
ringan hingga menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah.Pada tonsillitis dapat
mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan
tonsil.Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsil
biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat.Eksudat ini
mungkin keabu-abuan dan kekuningan. Eksudat dapat berkumpul, membentuk
membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal.6,9
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dialami oleh pasien yang
menderita tonsilitis akut, yaitu sebagai berikut ini :

1. Tanda
 Napas berat dan lidah yang licin
 Hiperemis pada pilar, uvula dan palatum mole
 Kemerahan dan bengkak pada tonsil disertai dengan gambaran bintik
bintik kuning yang merupakan gambaran material purulen pada kripta
yang terbuka (acute folicular tonsilitis). Kedua tonsil dapat membesar
hingga dapat bertemu pada midline orofaring.
 Pembesaran dari kelenjar getah bening.
2. Gejala
Gejala yang sering ditemui berupa kesulitan dalam menelan, gangguan fonasi,
respirasi dan pendengaran. Selain itu gejala yang dapat muncul antara lain :
 Sakit tenggorokan
 Sakit menelan
 Perubahan suara (serak)
 Sakit pada telinga
 Snoring (akibat obstruksi jalan napas atas)
 Napas berbau
 Gangguan pendengaran
 Pasien tampak sangat sakit

2.7. Diagnosis Banding


Gejala yang paling sering dialami oleh penderita tonsilitis adalah disfagia
dan pembesaran pada tonsil. Berikut ini beberapa penyakit yang bisa menjadi
diagnosis banding dari tonsilitis :
 Hipertrofi tonsil
 GERD (Gastro Esophageal Reflux)
 Limphoma of the head and neck
 NPC (Nasopharingeal carcinoma)
 Tumor ganas tonsil
Gambar 2.9. Gambaran hipertrofi tonsil (a) Tonsil kanan yang mengalami
hipertrofi (b) Kissing tonsils, tonsil menyebabkan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

2.8. Penatalaksanaan Tonsilitis


Pemeriksaan kultur bakteri penyebab tonsilitisrekuren maupun tonsilitis
kronis perlu dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab sebagai bukti empiris
dalam penatalaksanaan tonsilitis. Terdapat perbedaan bakteri pada permukaan
tonsil dengan bakteri di dalam inti tonsil sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
swab permukaan tonsil maupun pemeriksaan dari inti tonsil.Swab dari inti tonsil
didapatkan dari tonsil yang telah dilakukan tonsilektomi.
Untuk pasien yang menderita tonsilitis akut, berikut ini penatalaksanan
yang dapat diberikan, yaitu :
1. Antibiotik golongan penisilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin
atau klindomisin.
2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid
untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
4. Pemberian antipiretik.
Indikasi dilakukannya pemberian antibiotik pada pasien dengan infeksi
pada tonsil dan saluran napas adalah sebagai berikut :
1. Akut tonsilitis disertai dengan gejala sistemik
2. Unilateral peritonsilitis
3. Memiliki riwayat demam reumatik
4. Keadaan immunosupresi
Penatalaksanaan tonsilitis akut dengan memperbaiki higiene mulut,
pemberian antibiotika spektrum luas selama 1 minggu dan Vitamin C dan B
kompleks.Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari
5 hari. Pemberian antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih
cepat. Meskipun demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat
berkurang selama 3-4 hari.Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang
selama 3-4 hari.Pada demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama
pemberian terapi.5,6
Pada tonsilitis yang berulang, penggunaan antibiotik ciprofloxacin dan
gentamisin perlu dipertimbangkan. Hal ini karena organisme yang sering
menyebabkan infeksi berulang ini adalah Pseudomonas aeruginosa dan beberapa
bakteri lain yang sensitif terhadap ciprofloxacin dan gentamisin. Pada pasien
anak, penggunaan amoxicillin atau kombinasi amoxicillin-asam klavulanat adalah
pilihan pertama pada tonsilitis berulang, dimana penggunaan ciprofloxacin
menjadi kontraindikasi. 6
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman. Di
Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada
operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang
karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit. Indikasi dilakukannya
tonsilektomi dapat dibagi menjadi: 6
1. Indikasi absolut
 Infeksi tenggorokan berulang yang terjadi :
a. Tujuh kali atau lebih dalam satu tahun
b. Lima kali per tahun dalam dua tahun
c. Tiga kali per tahun dalam tiga tahun
d. Dua minggu atau lebih tidak masuk sekolah atau kerja dalam satu
tahun
 Abses peritonsilar. Pada anak, tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah
abses diobati. Pada dewasa, serangan kedua abses peritonsilar merupakan
indikasi asolut.
 Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
 Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :
a. Obstruksi saluran napas (sleep apnea)
b. Sulit menelan
c. Gangguan artikulasi suara
 Suspek keganasan. Pembesaran tonsil unilateral kemungkinan limfoma
pada anak, dan kemungkinan karsinoma epidermoid pada dewasa.
Sebelumnya harus dilakukan dahulu biopsi eksisional.
2. Indikasi relatif
 Karies difteri yang tidak respon dengan pemberian antibiotik
 Karies streptococcus , yang mungkin menjadi sumber infeksi lainnya
 Tonsilitis kronis dengan halitosis yang tidak respon dengan terapi
medikamentosa
 Tonsilitis streptococcus berulang pada pasien dengan valvular heart
disease.
3. Bagian dari operasi lain
 Palatofaringoplasti yang dilakukan karena adanya sleep apnea syndrome.
 Neurektomi glossofaringeal. Tonsil diangkat terlebih dahulu baru
kemudian nervus glossofaringeal diangkat dan bed of tonsil tetap
ditinggalkan.
 Pengangkatan prosessus stiloideus

Beberapa perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang telah


menjalani tonsilektomi adalah sebagai berikut :
1. Perawatan awal
 Pasien tetap dikondisikan dalam keadaan “Posisi Koma” sampai efek
anestesi hilang
 Awasi tanda – tanda perdarahan dari hidung dan mulut
 Awasi tanda – tanda vital pasien
2. Diet
 Saat pasien sudah sadar, pasien dapat mulai diberikan makanan cair,
seperti susu dingin atau es krim. Kulum – kulum es batu juga dapat
mengurangi rasa nyeri. Diet diberikan bertahap mulai dari makanan lunak
sampai makanan biasa/solid. Pemberian puding, jelli, dan telur rebus
dapat diberikan pada hari kedua post-operasi.
3. Oral hygine
 Pasien diberikan obat kumur 3 – 4 kali sehari. Mulut dibersihkan dengan
air bersih setiap selesai makan
4. Analgesik
 Nyeri, biasanya terjadi secara lokal pada tenggorokan yang dapat
menjalar ke telinga, dapat diredakan dengan analgesik lemah, seperti
paracetamol. Analgesik dapat diberikan setengah jam sebelum pasien
makan.
5. Antibiotik
 Antibiotik yang sesuai dapat diberikan secara injeksi /oral selama sekitar
satu minggu
 Pasien dapat dipulangkan 24 jam setelah operasi jika tidak ada komplikasi
dan dapat beraktivitas normal kembali 2 minggu setelah operasi.

2.9. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menderita
tonsilitis adalah sebagai berikut :(9,10,11,12)
1. Sleep Apnea
Tonsilitis kronis dengan hipertrofi tonsil dapat menyebabkan berbagai
gangguan tidur, seperti mendengkur sampai dengan terjadinya apnea
obstruktif sewaktu tidur (obstructive sleep apnea). Obstructive sleep apnea
atau OSA merupakan kondisi medis yang serius, ditandai dengan episode
obstruksi saluran napas atas selama tidur sehingga menyebabkan
berkurangnya asupan oksigen secara periodik.11,12

2. Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan
sekitarnya.Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-
otot yang mengelilingi faringeal. Hal ini paling sering terjadi pada penderita
dengan serangan berulang.Gejala penderita adalah malaise yang bermakna,
odinofagi yang berat, dan trismus.Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan
aspirasi abses.
3. Abses parafaring
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol ke arah medial.Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
4. Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut.Dijumpai nyeri lokal
dan disfagia yang bermakna.Tonsil terlihat membesar dan
merah.Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses
jika diperlukan, selanjutnya dilakukan tonsilektomi.
5. Tonsilitis kronis dengan serangan akut
Biasanya terjadi karena tatalaksana tonsilitis akut yang tidak adekuat. Infeksi
kronis dapat terjadi pada folikel limfoid tonsil dalam bentuk mikroabses.
6. Otitis Media Akut
Serangan berulang otitis media akut berkaitan erat dengan serangan berulang
dari tonsilitis akibat infeksi yang menjalar melalui tuba eustachius.
7. Tonsilolith (kalkulus tonsil)
Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh
sisa-sisa dari debris.Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian
tersimpan yang memicu terbentuknya batu.Batu tersebut dapat membesar
secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil.Tonsilolith
lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau
foreign body sensation.Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan
palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan.
8. Kista tonsilar
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan di atas tonsil.Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala.Dapat
dengan mudah didrainasi.
9. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis.
Anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis
dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus
pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring.
Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa
terjadinya penyakit Glomerulonefritis.

2.10. Tumbuh Kembang


Tumbuh kembang anak menurut (Sujono & Sukarmin, 2009) yaitu :

1. Tumbuh kembang Infant / bayi , umur 0 – 12 bulan


a. Umur 1 bulan :

Fisik : Berat badan akan meningkat 150 – 200 gram/minggu, tinggi badan
meningkat 2,5 cm / bulan, lingkar kepala meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya
kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi umur 6 bulan.

Motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala dengan dibantu
oleh orang tua, tubuh ditengkurapkan, kepala menoleh ke kiri ataupun ke kanan,
reflek menghisap, menelan, menggenggem mulai positif.

Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah


Sosialisasi : Bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada di sekitarnya.

b. Umur 2 – 3 bulan :

Fisik : Fontanel posterior sudah menutup

Motorik : Mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk menahannnyasendiri


dengan tangan, memasukkan tangan ke mulut, mulai berusaha untuk meraih
benda-benda yang menarik yang ada di sekitarnya, bisa didudukkan dengan
posisi punggung disokong, mulai asyik bermain-main sendiri,dengan tangan dan
jari-jarinya.

Sensoris : Sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi, koordinasi ke atas


dan ke bawah, mulai mendengarkan suara yang didengarnya

Sosialisasi : Mulai tertawa padea seseorang, senang jika tertawa keras,


menangis sudah mulai berkurang.

c. Umur 4 – 5 bulan :

Fisik : Berat badan menjadi dua kali berat badan lahir, ngeces karena
tidak adanya koordinasi menelan saliva

Motorik : Jika di dudukkan kepala sudah bisa seimbang dan punggung


sudah mulai kuat, bila ditengkurapkan sudah bisa mulai miring dan kepala sudah
bisa tegak lurus, berusaha meraih benda di sekitar tangannya.

Sensoris : Sudah bisa mengenal orang-orang yang sering berada di


dekatnya, akomodasi mata positif

Sosialisasi : Senang jika berinteraksi dengan orang lain walaupun belum prnah
dilihat atau dikenalnya, sudah bisa mengeluarkan suara petanda tidak senang bila
mainan atau benda miliknya diambil oleh orang lain.

d. Usia 6 – 7 bulan :

Fisik : Berat badan meningkat 90-150 gram/minggu, tinggi badan


meningkat 1,25 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya
kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan, gigi
sudah mulai tumbuh.

Motorik : Bayi sudah bisa membalikkan badan sendiri, memindahkan anggota


badan dari tangan yang satu ke tangan yang lainnya, mengmbil mainan dengan
tangannya, senang memasukkan kaki ke mulut, sudah bisa memasukkan
makanan ke mulut sendiri.

Sensoris : Sudah dapat membedakan orang yang dikenalnya


dengan yang tidak dikenalnya, jika bersama dengan orang yang tidak dikenalnya
bayi akan merasa cemas, sudah dapat menyebut atau

mengeluarkan suara em...em...em..., bayi biasanya cepat menangis jika


terdapat hal-hal yang tidak disenanginyaakan tetapi akan cepat tertawa lagi.

e. Umur 8 – 9 bulan :

Fisik : Sudah bisa duduk dengan sendirinya, koordinasi tangan ke mulut


sangat sering, bayi mulai tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk merangkak,
sudah bisa mengambil benda dengan menggunakan jari-jarinya.

Sensoris : Bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada disekitarnya

Sosialisasi : Bayi merasa cemas terhadap hal-hal yang belum dikenalnya (


orang asing ) sehingga dia akan menangis dan mendorong serta meronta-ronta,
merangkul/memeluk orang yang dicintainya, jika dimarahi dia sudah bisa
memberikan reaksi menangis dan tidak senang, mulai mengulang kata-kata “
dada...dada” tetapi belum punya arti.

f. Umur 10 – 12 bulan :

Fisik : Berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi bagian atas dan
bawah mulai tumbuh.

Motorik : Sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan lama, belajar
berjalan dengan bantuan, sudah bisa berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar
makan dengan menggunakan sendok, akan tetapi lebih senang menggunakan
tangan, sudah bisa bermain ci...luk...ba.., mulai senang mencorat-coret kertas.

Sensoris : Sudah dapat membedakan bentuk

Sosialisasi : Emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada lingkungan


yang sudah diketahuinya, merasa takut pada situasi yang asing, mulai mengerti
akan perintah yang sederhana, sudah mngerti namanya sendiri, sudah bisa
menyebut abi,umi.

2. Tumbuh kembang Toddler, umur 1 – 3 tahun

a. Umur 15 bulan :

Motorik kasar : Sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Motorik halus : Sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang,


membuka kotak , melempar benda.

b. Umur 18 bulan :

Motorik kasar : Mulai berlari tetapi masih sering jatuh, menarik- narik mainan,
mulai senang naik tangga tetapi masih dengan bantuan

Motorik halus : Sudah bisa makan dengan menggunakan sendok, bisa membuka
halaman buku, belajar menyusun balok-balok.

c. Umur 24 bulan :

Motorik kasar : Berlari sudah baik, dapat naik tangga sendiri dengan kedua kaki
tiap tahap.

Motorik halus : Sudah bisa membuka pintu, membuka kunci, menggunting


sederhana, minum dengan menggunakan cangkir, sudah dapat menggunakan
sendok dengan baik.

d. Umur 36 bulan :
Motorik kasar : Sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan, memakai baju
dengan bantuan, mulai bisa naik sepeda roda tiga.

Motorik halus : Bisa menggambar lingkaran, mencuci tangannya sendiri,


menggosok gigi.

3. Tumbuh kembang Pra Sekolah

a. Usia 4 tahun

Motorik kasar : Berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu kaki,


menangkap bola dan melemparkannya dari atas kepala.

Motorik halus : Sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah bisa
menggambar kotak, menggambar garis vertikal maupun horizontal belajar
membuka dan memasang kancing baju.

b. Usia 5 tahun

Motorik kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah bisa menangkap dan
melempar bola dengan baik, sudah dapat melompat dengan kaki secara
bergantian.

Motorik halus : Menulis dengan angka-angka, menulis dengan huruf, menulis


dengan kata-kata, belajar menulis nama, belajar mengikat tali sepatu.

Sosial emosional : Bermain sendiri mulai berkurang,sering berkumpul dengan


teman sebaya, interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah siap untuk
menggunakan alat-alat bermain.

Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi badan


meningkat 6,75 – 7,5 cm/tahun.

4. Tumbuh kembang Usia Sekolah


Motorik : Lebih mampu menggunakan otot-oto kasar daripada otot-
otot halus . Misalnya lompat tali, batminton, bola volley,pada akhir masa sekolah
motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan

Sosial emosional : Mencari lingkungan yang lebih luas sehingga cenderung


sering pergi dari rumahhanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah
sangat berperan untuk membentuk pribadi anak, di sekolah anak harus
berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya, sehingga peranan guru
sangatlah besar.

Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2 – 3 kg/tahun, tinggi badan


meningkat 6 – 7 cm/tahun.

5. Tumbuh Kembang Remaja ( Adolescent )

Pertumbuhan fisik : Merupakan tahap pertumbuhan yang sangat pesat, tinggi


badan 25 %, semua sistem tubuh berubah dan yang paling banyak perubahan
adalah sistem endokrin, bagian –bagian tubuh tertentu memanjang, misalnya
tangan, kaki, proporsi tubuh memanjang.

Sosial emosional : Kemampuan akan sosialisasi meningkat, relasi dengan


teman wanita/pria akan tetapi lebih penting dengan teman yang sejenis,
penampilan fisik remaja sangat penting karena supaya mereka diterima oleh
kawan dan disamping itu pula persepsi terhadap badannya akan
mempengaruhi kosep dirinya, peranan orang tua/keluarga sudah tidak begitu
penting tetapi sudah mulai beralih pada teman sebaya.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Pre Operasi
a. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan
dilakukannya tonsilektomi.
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas
jaringan.
b. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
perdarahan .
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.
( Doengoes, 2000 )
L. Fokus Intervensi
1. Pre Operasi
a. Dx 1 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuh.

Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda


malnutrisi, mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang
diberikan.

Intervensi :

1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi


Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan
kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi.
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Makanan hanya dimulai setelah bunyi usus
membaik.
3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi
Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan
ketidaktoleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan.
4) Berikan diet nutrisi seimbang ( makanan cair atau halus ) atau
makanan selang sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang
( Doengoes, 2000 )

b. Dx 2 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon


inflamasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
suhu tubuh normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal ( 36ºC-37ºC ) tubuh tidak
terasa panas,pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1) Pantau suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau
diaphoresis
Rasional : suhu 38,1°C-41,1°C menunjukan infeksius
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahan linen tempat
tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol
Rasional : Dapat membantu menurunkan suhu tubuh
4) Berikan antipiretik
Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam
( Doengoes, 2000 )
c. Dx 3: Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan
dilakukanya tonsilektomi
Tujuan : cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil : kecemasan berkurang, pasien tampak tenang.
Intervensi :
1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang tua dengan
menggunakan bahasa yang sederhana.
Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi rasa
takut dan kecemasan dengan mempersiapkan anak dan
orang tua.
2) Jelaskan bahwa tergantung waktu pembedahan, anak
mungkin tidak diberi makan atau minum setelah tengah
malam pada hari pembedahan dilakukan untuk mencegah
anak muntah dan aspirasi selama pembedahan.
Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak
memperoleh makanan atau minuman sepanjang malam, atau
pagi hari sebelum pembedahan.
3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan mungkin
tidak dilakukan jika anak memiliki tanda dan gejala infeksi
akut, termasuk peningkatan suhu, hidung terdapat sekret,
dan nyeri pada telinga pada hari pembedahan.
Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam kondisi
ini, sehubungan dengan risiko septikemia atau infeksi
meluas.
4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama pembedahan
dan tempat mereka menungggu selama prosedur dan
periode pemulihan.
Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan
berlangsung dapat membuat orang tua cemas selama
pembedahan.
5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang kemungkinan
kondisi pasca operasi.
Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah
prosedur, dapat mengurangi rasa cemas( Doengoes, 2000
2. Post Operasi
a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah,
diskontinuitas jaringan.
Tujuan : tidak ada masalah tentang nyeri , nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri berkurang
2) Ekspresi wajah tampak rileks
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya
2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan
nafas dalam.
Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat mengurangi
nyeri
3) Tingkatkan istirahat pasien.
Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri.
4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan:
a) Minum air dingin atau es
b) Hindarkan makanan panas, pedas, keras
c) Melakukan teknik relaksasi
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara alternatif untuk
mengurangi nyeri dan menghilangkan ketidaknyamanan
5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
Rasional : menurunkan sterss dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat
( Doengoes, 2000 )
b. Dx 2 : Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penumpukan sekret
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko
ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak
adanya sekret
Intervensi :
1) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan
Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
2) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas, misalnya
mengi, krekles, atau ronkhi.
Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada
inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap
pegumpulan sekret
3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya
peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernafasan
4) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan
Rasional : membersihkan jalan nafas dan membantu
mencegah komplikasi pernafasan
( Doengoes, 2000 )
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindaka keperawatan resiko kekurangan
volume cairan dapat teratasi ditandai dengan tanda vital stabil, membran
mukosa lembab, turgor kulit baik, kapiler refill cepat
Intervensi :
1) Kaji / ukur dan catat jumlah perdarahan
Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak ada tambahan
cairan
2) Awasi tanda-tanda vital
Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan untuk perkiraan
kehilangan darah
3) Cata respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya
perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,
peningkatan suhu
Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat badan
atau lamanya episode perdarahan
4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan menambah
perdarahan
Rasional : aktifitas batuk dan bicara meningkatkan tekana intra abdomen
dan dapat mencetuskan perdarahan langit- langit.
( Doengoes, 2000 )
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.
Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko individu
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko infeksi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital normal
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan infeksi
2) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan pencucian
tangan yang baik.
Rasional : Mencegah risiko infeksi
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasive.
Rasional : Mengurangi infeksi nosokomial
4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
( Doengoes, 2000 )
DAFTAR PUSTAKA

1. Bohne, S. Siggel, R. et al. 2013. Clinical Significance and Diagnostic Usefulness


of Serologic Markers for Improvement of Outcome of Tonsilectomy in Adult with
Chronic Tonsillitis. Biomed Central. Journal of Negative Result in Biomedicine.
2. Lucina, G. Claudia, E. et al. 2013. Tonsillar Hyperplasia and Recurrent Tonsilitis:
Clinical- Histological Correlation. Brazilian Journal of Otorrinolaryngology.
3. Palandeng, A. Tumbel, R.E.C, Dehoop, J. 2014. Penderita Tonsilitis di Poliklinik
THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Januari 2010-Desember
2012. Jurnal e-clinic, Vol 2, No.2.
4. American Academy of Otorrinolaryngology-Head and Neck Surgery. 2012.
Tonsillitis. Hal. 1-3.
5. Soepardi, E. A, Iskandar, N, dkk. 2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta. FKUI.
6. Adams, L. G. Boies, L. R. Higler, P. A. 2013. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta.
EGC.
7. Ugras, S. Kutluhan, A. 2008. Chronic Tonsillitis can be Diagnosed with
Histopathologic Finding. Turkey. Eur J Gen Med. Vol 5.
8. Sapitri, V. 2013. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis yang diindikasikan
Tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher jambi. Jambi. Artikel Ilmial. Hal 3.
9. Arun, R. Shailaja, U. et al. 2013. Chronic Tonsilitis in Children: an Ayurvedic
Bird View. Review Article. International Aryuvedic Medical Journal. Vol. 1, No
4.
10. Paolo, C and Tewfik, L. 2003. Tonsilitis and its Complication. Article. The
Canadian Journal Of Diagnosis.
11. Supriyanto, B. Deviani, R. 2005. Obstructive Sleep Apnea Syndrome. Sari
Pediatri, Vol. 7 No. 2.
12. Nunez-fernandez D, Garcia-Osornia MA. Snoring and Obstructive Sleep Apnea,
Upper Airway Evaluation. Emergency Medicine Textbook. 2008.
13. http://albukharisubulussalam.com/index.php?option=com_dropfiles&format=&ta
sk=frontfile.download&catid=32&id=id:_4B7CThdciAAAAAAAAABTw&Itemi
d=1000000000000(di unduh waktu 17.00 WIB, 16 Mei 2
29

Anda mungkin juga menyukai