Anda di halaman 1dari 48

1.

Pengertian Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda adalah Arbeidsoverenkoms,


mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan pengertian
sebagai berikut :
“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh
atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang
lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan
menerima upah”.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka


14 memberikan pengertian yakni :
“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan
kewajiban kedua belah pihak”.

Selain pengertian normatif diatas, Iman Soepomo (53 : 1983) berpendapat


bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh),
mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan,
dan majikan mengikatkan diri untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.

Menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata, bahwa ciri khas


perjanjian kerja adalah” adanya di bawah perintah pihak lain” sehingga tampak
hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan
(subordinasi).

Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang Undang Nomor 13


Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sifatnya lebih umum, karena menunjuk
hubungan antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban para pihak.

Perjanjian kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tertulis,
demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana
sebelumnya diatur dalam UU No. 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan.

2. Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja

Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa unsur


dari perjanjian kerja, yakni :
a. Adanya Unsur Work atau Pekerjaan

Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian),
pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin
majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603 a
yang berbunyi :
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin
majikania dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya’.
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan
ketrampilan/keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka
perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.

b. Adanya Unsur Perintah

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah
pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan kerja
dengan hubungan lainnya.

c. Adanya Unsur Upah

Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan
bahwa tujuan utama orang bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah.
Sehingga jika tidak unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan
hubungan kerja.

3. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, perjanjian kerja harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan
juga pada Pasal 1 angka 14 Jo Pasal 52 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, definisi perjanjian kerja adalahperjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dalam Pasal 52 ayat 1
menyebutkan bahwa :
1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

 kesepakatan kedua belah pihak;


 kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
 adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
 pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat
dibatalkan.
3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi
hukum.

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang
mengikatkan dirinya, bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus
setuju/sepakat, seia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan.

Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus
haruslah cakap membuat perjanjian (tidak terganggu kejiwaan/waras) ataupun cukup
umur minimal 18 Tahun (Pasal 1 angka 26 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan).
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata
adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian.
Objek perjanjian haruslah yang halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya
baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah
pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian
dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyangkut mengenai
orang yang membuat perjanjian.

4. Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/ atau tertulis (Pasal 51 ayat
1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Secara normatif
bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi
perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.
Dalam Pasal 54 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara
tertulis sekurang-kurangnya membuat keterangan :
a. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha;
b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
d. Tempat pekerjaan;
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. Tempat dan tanggal perjanjian dibuat; dan
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Berdasarkan Pasal 56 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan, terdapat 2 (dua) jenis perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(“PKWTT”).

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Menurut Pasal 56 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaanperjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu dan untuk waktu
tidak tertentu. Dalam Pasal 56 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaanmengatur bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas
jangka waktu atau selesainya satu pekerjaan tertentu.

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis
(Pasal 57 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak
dinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja.

Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja, kesungguhan
dan keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa
percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak. Ketentuan yang
tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu
tertentu karena perjanjian kerja berlansung relatif singkat. Dalam hal ini pengusaha
dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”), pengertian
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu
tertentu atau untuk pekerjaan tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang bersifat
sementara selanjutnya disebut Kepmen 100/2004. Pengertian tersebut sependapat
dengan pendapat Prof. Payaman Simanjuntakbahwa PKWT adalah perjanjian
kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang
diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya
paling lama 2 tahun,dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama
dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan ketentuan seluruh (masa) perjanjian
tidak boleh melebihi tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan, bahwa PKWT dibuat
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, maka hanya dapat diperpanjang satu kali denan
jankga waktu (perpanjangan) maksimum 1 (satu) tahun. Jika PKWT dibuat untuk 1 1/2
tahun, maka dapat diperpanjang 1/2 tahun.
Demikian juga apabila PKWT untuk 2 tahun, hanya dapat diperpanjang 1 tahun
sehingga seluruhnya maksimum 3 tahun . PKWT adalah perjanjian bersayarat, yakni
(antara lain) dipersyaratkan bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa
Indonesia, dengan ancaman bahwa apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat
dengan bahasa Indonesia, maka dinyatakan (dianggap) sebagai PKWTT (pasal 57 ayat
(2) UUK).

Dalam Pasal 59 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(kontrak) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis
dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,
yakni :

1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;


2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman; dan
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja untuk


waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”)


Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”), pengertian
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap.

PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan dan tidak wajib
mendapatkan pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat
secara lisan, maka klausul-klausul yang berlaku di antara mereka (antara pengusaha
dengan pekerja) adalah klausul-klausul sebagaimana yang di atur dalam UU
Ketenagakerjaan.

PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
Selama masa percobaan pengusaha wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut
tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.

Menurut Pasal 15 Kepmenakertrans 100/2004, PKWT dapat berubah menjadi


PKWTT, apabila:

1. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah
menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
2. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam jenis pekerjaan yang dipersyaratkan, maka PKWT berubah menjadi
PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
3. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
produk baru menyimpang dari ketentuan jangka waktu perpanjangan, maka
PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;
4. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan
lain, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat
PKWT tersebut;
5. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja dengan
hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2),
angka (3) dan angka (4), maka hak-hak pekerja dan prosedur penyelesaian
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan bagi PKWTT.

5. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja

a. Kewajiban Buruh/Pekerja
Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur dalam
Pasal 1603, 1603a, 1603b dan 1603c yang pada intinya adalah sebagai berikut:

1. Buruh/Pekerja wajib melakukan pekerjaan; melakukan pekerjaan adalah


tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun
demikian dengan seizin pengusaha dapat diwakilkan.
2. Buruh/Pekerja wajib menaati peraturan dan petunjuk
majikan/pengusaha;dalam melakukan pekerjaan buruh/pekerja wajib
menaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Aturan yang wajib ditaati
oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan perusahaan sehingga
menjadi lebih jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut.
3. Kewajiban membayar ganti rugi dan denda; jika buruh/pekerja melakukan
perbuatan yang merugikan perusahaanbaik karena kesengajaan atau
kelalaian, maka sesuatu dengan prinsip hukum pekerja wajib membayar ganti
rugi dan denda”.

b. Kewajiban Pengusaha

1. Kewajiban membayar upah; dalam hubungan kerja kewajiban utama


pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu.
Ketentuan tentang upah ini juga telah mengalami perubahan pengaturan ke
arah hukum publik dengan adanya campur tangan Pemerintah dalam
menetapkan besarnya upah terendah yang harus dibayar pengusaha yang
dikenal dengan upah minimum, maupun pengaturan upah dalam Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1981Tentang Perlindungan Upah.
2. Kewajiban memberikan istrahat/cuti; pihak majikan/ pengusaha diwajibkan
untuk memberikan istrahat tahunan kepada pekerja secara teratur. Cuti
tahunan lamanya 12(dua belas) hari kerja. Selain itu pekerja juga berhak atas
cuti panjang selama 2 (dua) bulan setelah bekerja terus-menerus selama 6
(enam) bulan pada suatu perusahaan(Pasal 79 ayat 2 Undang Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
3. Kewajiban mengurus perawatan dan pengibatan; majikan/pengusaha wajib
mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal
dirumah majikan (Pasal 1602xKUHPerdata). Dalam perkembangan hukum
ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi pekerja yang
bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan bagi tenaga kerja yang
sakit, kecelakaan, dan kematian telah dijamin melalui perlindingan
Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
Tentang Jamsostek dan sekarang telah dirubah menjadi BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan UNDANG-
UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANGBADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL.
4. Kewajiban memberikan surat keterangan; kewajiban ini didasarkan pada
ketentuan Pasal 1602a KUHPerdata yang menentukan bahwa
majikan/pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal
dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan
mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa
kerja). Surat keterangan itu juga diberikan meskipu inisiatif PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) datangnya dari pihak pekerja. Surat keterangan tersebut
sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga dia
diperlakukan sesuai dengan pengalaman pekerjaannya.
Pengertian Perjanjian Kerja Bersama Definisi Syarat
Pembuatan dan Manfaat Dibentuknya
14:56:00

HUKUM PERDATA

Pengertian Perjanjian kerja bersama - Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul
setelah diundangkannya Undang-undang No.21 Tahun 2000. Istilah Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) digunakan untuk menggantikan istilah sebelumnya yaitu Kesepakatan Kerja
Bersama (KKB), dikarenakan pembuat undang-undang berpendapat bahwa pengertian dari
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sama dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).

Tetapi Sentanoe Kertonegoro berpendapat lain mengenai persamaan pengertian Perjanjian


Kerja Bersama (PKB) dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), beliau mengatakan bahwa
:

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ialah :

1. Merupakan dasar dari individualisme dan liberalisme yang berpandangan bahwa


diantara pekerja/buruh dengan pengusaha adalah dua pihak yang memiliki
kepentingan berbeda dalam perusahaan.
2. Bebas untuk melakukan perundingan dan juga membuat perjanjian tanpa adanya
campur tangan dari pihak lain.
3. Dibuat melalui perundingan yang bersifat tawar-menawar (bargaining) masing-
masing pihak akan berusaha memperkuat kekuatan tawar- menawar, bahkan dengan
menggunakan senjata mogok dan penutupan perusahaan.
4. Hasilnya adalah perjanjian yang merupakan keseimbangan dari kekuatan tawar-
menawar.

Adapun Kesepakatan Kerja Bersama, yaitu :

1. Dasar adalah hubungan industrial Pancasila berpandangan bahwa antara pekerja dan
pengusaha terdapat hubungan yang bersifat kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Mereka bebas melakukan perundingan dan memuat perjanjian asal saja, tetapi
memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yaitu masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Dibuat melalui musyawarah untuk mufakat, tidak melalui kekuatan tawar-menawar,
tetapi yang diperlukan sifat yang keterbukaan, kejujuran, dan pemahaman terhadap
kepentingan semua pihak. Kehadiran serikat pekerja dalam rangka meningkatkan
kerja sama dan tanggung jawab.
4. Hasilnya adalah suatu kesepakatan yang merupakan titik optimal yang bisa dicapai
menurut kondisi yang ada, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak.

Apabila dicermati pendapat Sentanoe mengenai perbedaan antara PKB dengan KKB, tampak
ada peluang yang dapat digunakan oleh majikan dalam memanfaatkan suatu keadaan dari
pengertian KKB untuk menekan buruh dalam memperjuangkan haknya. Pada pengertian
KKB, lebih ditekankan bahwa semua pihak tidak hanya mengutamakan kepentingannya,
tetapi juga harus memperhatikan juga kepentingan bangsa dan negara. Sebagai contoh
pemerintah telah menetapkan upah minimun provinsi/kota.

Definisi Perjanjian Kerja Bersama


Pasal 103 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebut Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
merupakan salah satu sarana dilaksanakannya hubungan industrial. Sangat diharapkan akan
terbentuk PKB yang berkualitas dengan mengkomodasikan tiga kepentingan yaitu buruh,
pengusaha dan negara. Sayangnya sulit terwujud, karena terdapat inkonsistensi aturan hukum
atau terdapat konflik norma di dalam norma pembentukan PKB.

Perjanjian kerja bersama adalah hak yang mendasar yang telah disyahkan oleh anggota-
anggota ILO dimana mereka mempunyai kewajiban untuk menghormati, mempromosikan
dan mewujudkan dengan itikad yang baik. Perjanjian kerja bersama adalah hak pengusaha
atau organisasi pengusaha disatu pihak dan dipihak lain serikat pekerja atau organisasi yang
mewakili pekerja. Hak ini ditetapkan untuk mencapai “kondisi-kondisi pekerja yang
manusiawi dan penghargaan akan martabat manusia (humane conditions of labour and
respect for human dignity)“, seperti yang tercantum dalam Konstitusi ILO.

Banyak para ahli yang mengemukakan pendapat mengenai pengertian Perjanjian Kerja
Bersama, diantaranya pendapat dari Prof.Subekti,SH beliau mengatakan dalam bukunya
Aneka Perjanjian, disebutkan bahwa Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara seorang buruh
dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri ciri adanya suatu upah atau gaji
tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas yaitu suatu hubungan
berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah – perintah yang
harus ditaati oleh pihak yang lain.

Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU No. 13 Tahun
2003 jo Kepmenakertrans No. KEP.48/MEN/2004 tentang Tata cara pembuatan dan
pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama, adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha
atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak.

Bertolak dari pengertian tersebut, tersirat bahwa di dalam perjanjian kerja bersama
terkandung hal-hal yang sifatnya obligator (memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-
pihak yg mengadakan perjanjian), hal-hal yg bersifat normatif (mengenai peraturan
perundang-undangan).

Dengan demikian, dalam suatu perjanjian kerja bersama dimungkinkan untuk memuat kaedah
yang bersifat horizontal (pengaturan dari pihak-pihaknya sendiri), kaedah yang bersifat
vertikal (pengaturan yg berasal dari pihak yg lebih tinggi tingkatannya), dan kaedah yg
bersifat diagonal (ketentuan yang berasal dari pihak yg tidak langsung terlibat dalam
hubungan kerja).

Untuk menjaga agar isi perjanjian kerja bersama sesuai dengan harapan pekerja maka isi
perjanjian kerja bersama haruslah memuat hal-hal yang lebih dari sekedar aturan yang
berlaku (normatif), dengan membatasi masa berlakunya suatu perjanjian kerja bersama, guna
untuk selalu dapat disesuaikan dengan kondisi riel dalam kehidupan bermasyarakat.

Perjanjian Kerja Bersama merupakan hasil perundingan para pihak terkait yaitu serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha atau
beberapa pengusaha yang mengatur syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban masing-
masing pihak.

Perjanjian Kerja Bersama tidak hanya mengikat para pihak yang membuatnya yaitu serikat
pekerja/serikat buruh dan pengusaha saja, tetapi juga mengikat pihak ketiga yang tidak ikut di
dalam perundingan yaitu pekerja/buruh, terlepas dari apakah pekerja/buruh tersebut
menerima atau menolak isi perjanjian kerja bersama atau apakah pekerja/buruh tersebut
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh yang berunding atau tidak.

Penggunaan istilah bersama dalam perjanjian kerja bersama ini menunjuk pada kekuatan
berlakunya perjanjian yaitu mengikat pengusaha, atau beberapa pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh, dan pekerja/buruh itu sendiri. Penggunaan istilah bersama itu bukan
menunjuk bersama dalam arti seluruh pekerja/buruh ikut berunding dalam pembuatan
perjanjian kerja bersama karena dalam proses pembuatan perjanjian kerja bersama
pekerja/buruh bukan merupakan pihak dalam berunding.

Dalam satu perusahaan hanya boleh dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku
untuk pengusaha dan semua pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
dalam 1 (satu) perusahaan tidak terdapat perbedaan syarat-syarat kerja antara pekerja/buruh
satu dengan pekerja/buruh lainnya. Apabila perusahaan tersebut mempunyai cabang maka
dapat dibuat perjanjian kerja bersama induk yang berlaku di semua cabang dan perjanjian
kerja bersama turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan.

Perjanjian kerja bersama induk mengatur ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh
cabang perusahaan dan perjanjian kerja bersama turunan memuat pelaksanaan perjanjian
kerja bersama induk yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing cabang.

Apabila beberapa perusahaan bergabung dalam satu grup dan masing-masing perusahaan
merupakan badan hukum sendiri-sendiri maka perjanjian kerja bersama dibuat dan
dirundingkan oleh masing-masing pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang ada di
masing-masing perusahaan.

Syarat-syarat Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama


Didalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama haruslah berdasarkan filosofi yang terkandung
dalam hubungan industrial yang berdasarkan pada nilai-nilai. Pancasila yaitu musyawarah
untuk mufakat. Perjanjian Kerja Bersama pada dasarnya merupakan suatu cara dalam rangka
mengembangkan partisipasi pekerja untuk ikut andil dalam menentukan pengaturan syarat
kerja dalam pelaksanaan hubungan kerja, sehingga dengan adanya partisipasi tersebut
diharapkan timbul suatu sikap ataupun rasa memiliki dan juga rasa tanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup perusahaan.

Perjanjian kerja bersama dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau
beberapa pengusaha.

Perundingan perjanjian kerja bersama ini haruslah didasari oleh itikad baik dan berkemauan
bebas dari kedua belah pihak.

Perundingan perjanjian kerja bersama dilaksanakan secara musyawarah untuk mufakat.


Lamanya perundingan perjanjian kerja bersama ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan para
pihak dan dituangkan ke dalam tata tertib perundingan.

Dalam satu (1) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku
bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Apabila perusahaan itu
memiliki cabang, maka dibuatlah perjanjian kerja bersama induk yang akan diberlakukan di
semua cabang perusahaan tersebut. Lalu dapat dibuat juga perjanjian kerja bersama turunan
yang akan berlaku di masing-masing cabang perusahaan.

Perjanjian kerja bersama induk itu memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi
seluruh cabang perusahaan dan perjanjian kerja bersama turunan itu memuat pelaksanaan dari
perjanjian kerja bersama induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-
masing. Apabila perjanjian kerja bersama induk telah berlaku namun perjanjian kerja
bersama turunan di cabang perusahaan belum disepakati maka perjanjian kerja bersama induk
tetap akan berlaku.

Pihak perusahaan haruslah melayani permintaan secara tertulis untuk merundingkan


perjanjian kerja bersama dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat berdasarkan
Undang-undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan peraturan
pelaksanaannya.

Pembentukan PKB berdasarkan Pasal 119 dan Pasal 120 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dibagi 2 yaitu untuk perusahaan yang memiliki satu serikat Buruh
dan perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat Buruh. Ketentuan Pasal 119 Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 berlaku bagi perusahaan yang memiliki satu serikat buruh, yaitu
batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB
apabila :

1. memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau; Apabila musyawarah tidak
mencapai kesepakatan tentang suatu hal, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
2. mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh
pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Apabila tidak terpenuhi ;
3. dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama
dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak
dilakukannya pemungutan suara.

Ketentuan Pasal 120 berlaku bagi perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat buruh,
yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB
apabila :

1. jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah
pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi ;
2. serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih
dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan
tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha.
3. tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding
yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota
masing-masing serikat pekerja/serikat buruh.

Dari ketentuan di atas dapat tafsirkan terdapat kemungkinan agar Serikat Buruh dapat
menjadi pihak dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama yaitu apabila jumlah
anggotanya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan
yang bersangkutan atau mendapat dukungan lebih dari 50% dari seluruh jumlah buruh di
perusahaan tersebut maka berhak untuk mewakili buruh dalam perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama. Apabila tidak terpenuhi maka dibentuk tim perunding yang
keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing
serikat buruh.

Tempat untuk pelaksanaan perundingan perjanjian kerja bersama dilakukan di kantor


perusahaan yang bersangkutan atau di kantor serikat pekerja/serikat buruh ataupun bisa juga
dilaksanakan di tempat lain yang sesuai dengan kesepakatan para pihak. Semua biaya yang
timbul dalam pelaksanaan perundingan perjanjian kerja bersama ini akan menjadi beban
perusahaan atau pengusaha, kecuali telah disepakati oleh para pihak.

Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan
menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat tidak
menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan
tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat perundang-
undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

Berdasarkan kerentuan yang diatur dalam Pasal 21 Kep.48/Men/IV/2004 tentang tentang Tata
cara Pembuatan dan pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan
Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya harus memuat :

1. nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;


2. nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
3. nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota;
4. hak dan kewajiban pengusaha;
5. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh;
6. jangka waktu dan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;dan
7. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

Menurut ketentuan didalam Pasal 124 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003, Perjanjian kerja
bersama haruslah paling sedikit memuat:

1. Hak dan kewajiban pengusaha;


2. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
3. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
4. Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama

Secara yuridis formal dasar hukum dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama didasarkan
atas :

1. Kepmenaker No. 48 tahun 2004 tentang Tata cara Pembuatan dan pengesahan
Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja bersama.
2. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
4. Undang-undang No. 18 tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98.
5. Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 1954 tentang Tata Cara Membuat dan Mengatur
Perjanjian Perburuhan.
6. Undang-undang No. 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat
Pekerja dan Majikan.

Manfaat Dibentuknya Perjanjian Kerja Bersama


Diadakannya perjanjian kerja bersama antara pekerja dan pengusaha mempunyai tujuan
sebagai berikut:

1. Kepastian Hak dan Kewajiban

 Dengan perjanjian kerja bersama akan tercipta suatu kepastian dalam segala hal yang
berhubungan dengan masalah hubungan industrial antara kedua belah pihak.
 Perjanjian kerja bersama memberikan kepastian tercapainya pemenuhan hak dan
kewajiban timbal balik antara pekerja dan pengusaha yang telah mereka setujui
bersama sebelumnya.

2. Menciptakan Semangat Kerja


 Perjanjian kerja bersama dapat menghindarkan berbagai kemungkinan kesewenang-
wenangan dan tindakan merugikan dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain
dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing.
 Perjanjian kerja bersama dapat menciptakan suasana dan semangat kerja para pihak
dan menjauhkannya dari berbagai ketidakjelasan, was-was, prasangka negatif dan
lain-lain.

3. Peningkatan Produktivitas Kerja

 Mengadakan atau mengurangi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pekerjaan pada


perusahaan pada khususnya dan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional
karena terciptanya ketenangan kerja (Industrial Peace).
 Perjanjian kerja bersama juga dapat membantu meningkatkan produktivitas kerja
dengan mengurangi terjadinya perselisihan-perselisihan industrial.

4. Mengembangkan Musyawarah untuk Mufakat

 Perjanjian kerja bersama juga dapat menciptakan suasana musyawarah dan


kekeluargaan karena perjanjian kerja bersama dibuat melalui suatu perundingan yang
mendalam antara serikat pekerja dan pengusaha.
 Dengan berkembangnya perjanjian kerja bersama dapat memperoleh data dan
informasi keadaan hubungan kerja dan hubungan industrial secara nyata sehingga
akan dapat memudahkan pembuatan pola-pola dan standarisasi Perjanjian Kerja
Bersama secara sektoral, regional maupun nasional

Perjanjian Kerja Bersama merupakan salah satu sarana dalam rangka pelaksanaan hubungan
industrial yang serasi, aman, mantap dan dinamis berdasarkan Pancasila, sehingga
mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Adanya kepastian hak dan kewajiban yang membuat terciptanya suatu kepastian
hukum tentang hak dan kewajiban yang berhubungan dengan hubungan kerja antara
pekerja dengan perusahaan.
2. Perjanjian Kerja Bersama memberikan kepastian terlaksananya syarat syarat kerja di
perusahaan.
3. Perjanjian Kerja Bersama dapat menghindarkan berbagai kemungkinan kesewenang-
wenangan dan tindakan merugikan dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain
dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
4. Menciptakan suasana dan semangat kerja yang harmonis dinamis ,bagi para pihak
dalam hubungan kerja. Serta dapat membantu meningkatkan produktivitas kerja dan
mengurangi timbulnya perselisihan.
5. Dengan adaya Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dapat menyusun rencana-rencana
untuk menetapkan biaya produksi yang dicanangkan dalam pengembangan
perusahaan.

Perjanjian kerja bersama memberikan dua sisi manfaat yang berbeda bagi serikat
pekerja/pekerja dan pengusaha. Bagi serikat pekerja, perjanjian kerja bersama memberikan :

1. nilai kekuatan dengan banyak anggota yang belum terlibat akan menjadi anggota
serikat pekerja;
2. anggota yang aktif akan mengajak atau mempengaruhi anggota yang belum aktif
untuk lebih aktif menjadi anggota;
3. meningkatkan kepercayaan anggota;
4. anggota lebih terorganisir;
5. serta serikat pekerja menjadi suatu hal yang baik bagi pekerja.

Perjanjian kerja bersama ini secara tidak langsung menimbulkan dampak yang
menguntungkan meningkatkan daya saing perusahaan dan sektor bisnis pada umumnya, lebih
jauh lagi menimbulkan dampak positif pada hubungan antara pekerja dan serikat pekerja
ditingkat perusahaan karena perundingan yang komplek tentang pengupahan dan sebagainya
telah ditentukan.
Perjanjian kerja bersama ini akan menekankan serikat pekerja untuk lebih hati-hati dalam
penggunaan hak mogoknya sebagai upaya yang paling akhir dan lebih mengedepankan
proses dialog atau negosiasi dalam menyampaikan tuntutannya.

Selain dari pada manfaat terbentuknya Perjanjian Kerja Bersama yang merupakan nuansa
telah diperhatikannya aspirasi dan kepentingan pekerja maupun pengusaha juga mempunyai
fungsi yang antara lain :

1. Sebagai pedoman induk pengaturan hak dan kewajiban bagi pekerja dan pengusaha,
sehingga dapat dihindarkan adanya perbedaaan-perbedaaan penafsiran teknis
pelaksanaan hubungan kerja.
2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersamaan, keterbukaan, ketenangan kerja dan
kelangsungan berusaha serta media partisipasi pekerja dalam perumusan kebijakan
perusahaan.
3. Mengisi kekosongan hukum mengenai pengaturan syarat-syarat kerja atau kondisi
kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja secara periodik.

Daftar Pustaka Makalah Perjanjian Kerja Bersama

Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Subekti;Hukum Perjanjian;Cetakan kesebelas,1987;Penerbit PT Intermasa.

Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia,1989,Balai Pustaka,Jakarta.


PERJANJIAN KERJA BERSAMA
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
PENGERTIAN
Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara pasti dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu pedoman/aturan dalam
pelaksanaan hubungan kerja.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah suatu kesepakatan secara tertulis
dengan menggunakan bahasa Indonesia yang dibuat secara bersama – sama antara
pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan
organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan.
Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari
seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi karena kalau
kurang maka dapat berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja sampai mencapai 50 %
lebih atau dapat juga meminta dukungan dari karyawan lainnya.
Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka yang
berhak mewakili pekerja/buruh adalah serikat pekerja/buruh yang memiliki anggota lebih
dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.
Adapun dasar dibuatnya perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada Undang – undang
No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar - dasar dari hak untuk berorganisasi dan
berunding bersama, Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan :
1. Undang - undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari
pasal 115 sampai dengan 135;
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep/48/Men/IV/2004 tentang
Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama.
Fungsi Perjanjian Kerja Bersama adalah sarana untuk memuat dan menuangkan
kesepakatan baru yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan
pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur dalam
Undang – undang maka dia akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati dan
dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan mengikat kedua
belah pihak untuk dilaksanakan.

Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama :


1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha
2. Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam perusahaan
3. Memetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang harmonis
dan atau hubungan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang –
undangan.
Manfaat Perjanjian Kerja Bersama :
1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang hak dan kewajiban
masing – masing
2. Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial atau hubungan ketenagakerjaan
sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha
3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja
yang lebih tekun dan rajin
4. Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu
dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB.

Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata Tertib Perundingan yang
sekurang - kurangnya memuat :
 Tujuan pembuatan tata tertib;
 Susunan tim perundingan;
 Lamanya masa perundingan;
 Materi perundingan;
 Tempat perundingan;
 Tata cara perundingan;
 Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
 Sahnya perundingan;
 Biaya perundingan .
Biaya perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama menjadi beban pengusaha,
kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan karena hal ini menyangkut :
 Masalah hak dan kewajiban tim perundingan masing – masing pihak (khususnya
mengenai dispensasi bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja)
 Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya menyangkut
keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk mengambil
keputusan)
 Masalah kewenangan tentang siapa pembuat keputusan (decision maker) dari masing –
masing tim perunding
 Masalah tata cara pengesahan materi perundingan
 Jadwal/waktu perundingan
 Fasilitas bagi tim perunding selama perundingan berjalan.

Tata Cara dalam Perundingan :


 Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus
menetapkan seorang juru bicara
 Juru bicara dalam tim perundingan tidak harus ketua tim perundingan akan tetapi orang
yang benar – benar dianggap mampu/menguasai etika perundingan
 Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim
perundingan
 Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan
yang dilakukan oleh notulis
 Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan
yang dilakukan oleh notulis
 Materi/konsep PKB yang belum disepakati dapat dipending/tunda untuk selanjutnya
dibahas kembali setelah seluruh konsep PKB selesai dirundingkan
 Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak dapat disepakati maka dapat
melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara
lain :
1. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila
lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya mencakup satu Kabupaten/Kota;
2. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup
berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
3. Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi.
Yang penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan ajnuran oleh mediator
tersebut, para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator maka atas
kesepakatan para pihak mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan
langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri dapat menunjuk pejabat untuk
melakukan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan
maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
didaerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.

 Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan disepakati maka isi konsep PKB
tersebut disalin kembali berdasarkan yang telah disepakati untuk selanjutnya dilakukan
penanda tanganan secara keseluruhan oleh kedua belah pihak
 Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris
pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden
direktur/Direktur utama perusahaan tersebut.
Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan
wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan sekretaris)
maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang bertangung jawab
dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :
1. Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat – syarat kerja yang
dilaksanakan di perusahaan;
2. Sebagai rujukan utama jika terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.

Kerangka isi Perjanjian Kerja Bersama antara lain :


a. Mukadimah
b. Umum
 Istilah – istilah
 Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
 Luasnya kesepakatan
 Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
c. Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
 Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh
 Jaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh
 Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
 Lembaga kerja sama bipartit
 Pendidikan dan penyuluhan hubungan industrial
d. Hubungan Kerja
 Penerimaan pekerja baru
 Masa percobaan
 Surat keputusan pengangkatan
 Golongan dan jabatan pekerja
 Kesempatan berkarir
 Pendidikan dan pelatihan kerja
 Mutasi dan prosedurnya
 Penilaian prestasi kerja
 Promosi
 Tenaga kerja asing
e. Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
 Hari kerja
 Jam kerja, istirahat dan shift kerja
 Lembur
 Perhitungan upah lembur
f. Pembebasan dari kewajiban bekerja
 Istirahat mingguan
 Hari libur resmi
 Cuti tahunan
 Cuti besar
 Cuti haid
 Cuti hamil
 Cuti sakit
 Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah
 Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah
g. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
 Prinsip – prinsip K3
 Hygienis perusahaan dan kesehatan
 Pakaian kerja dan sepatu kerja
 Peralatan kerja
 Alat pelindung diri
 Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja
h. Pengupahan
 Pengertian upah
 Prinsip dasar dan sasaran
 Dasar penetapan upah
 Komponen upah
 Waktu pemberian upah
 Administrasi upah
 Tunjangan jabatan
 Tunjangan keluarga
 Tunjangan keahlian
 Tunjangan keahlian
 Tunjangan perumahan
 Tunjangan tempat kerja yang membahayakan keselamatan
 Uang makan
 Uang transport
 Premi hadir
 Premi shift
 Premi produksi/bonus
 Premi perjalanan dinas
 Tunjangan hari raya
 Jasa produksi/bonus
 Tunjangan masa kerja
 Upah minimum
 Skala upah
 Penyesuaian upah
 Kenaikan upah atas dasar premi
 Kenaikan upah karena promosi
 Pajak penghasilan
i. Pengobatan dan perawatan
 Poliklinik perusahaan
 Pengobatan diluar poliklinik
 Perawatan dirumah sakit
 Biaya bersalin
 Pembelian kaca mata
 Pengobatan pada dokter spesialis
 Keluarga berencana
 Konsultasi psikologis & tes bakat anak
j. Jaminan sosial
 Jaminan kecelakaan kerja
 Jaminan kematian
 Jaminan hari tua
 Dana pensiun
k. Kesejahteraan
l. Tata tertib kerja
 Kewajiban dasar pekerja
 Larangan – larangan
 Pelanggaran yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK)
 Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja
m. Pemutusan hubungan kerja
n. Penyelesaian keluh kesah pekerja
 Tata cara penyelesaian keluh kesah
o. Pelaksanaan dan penutup
p. Tanda tangan para pihak.

Syarat – syarat berlakunya antara lain ;


1. Satu perusahaan hanya dapat dibuat satu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku bagi
seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan;
2. Apabila perusahan memiliki cabang, maka dibuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) induk
yang berlaku disemua cabang perusahaan serta dapat dibuat PKB turunan yang berlaku
di masing – masing cabang perusahaan;
3. PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang
perusahaan sedang PKB turunan yang dibuat cabang memuat pelaksanaan PKB induk
yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing – masing;
4. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing – masing
mempunyai badan hukum sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing –
masing perusahaan.

Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan Pendaftaran dengan dilampiri
naskah perjanjian kerja bersama yang dibuat rangkap tiga bermaterai cukup yang telah
ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh.
Setelah menerima surat keputusan pendaftaran perjanjian kerja bersama , maka
pengusaha dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dan
memberitahukan pada seluruh pekerja/buruh tentang isi perjanjian tersebut atau kalau
ada beserta perubahannya.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA A. Pengertian
Perjanjian kerja bersama Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah
diundangkannya Undang-undang No.21 Tahun 2000. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
digunakan untuk menggantikan istilah sebelumnya yaitu Kesepakatan Kerja Bersama (KKB),
dikarenakan pembuat undang-undang berpendapat bahwa pengertian dari Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) sama dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Tetapi Sentanoe
Kertonegoro berpendapat lain mengenai persamaan pengertian Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), beliau mengatakan bahwa : Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) ialah : a. Merupakan dasar dari individualisme dan liberalisme yang
berpandangan bahwa diantara pekerja/buruh dengan pengusaha adalah dua pihak yang
memiliki kepentingan berbeda dalam perusahaan. b. Bebas untuk melakukan perundingan
dan juga membuat perjanjian tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. c. Dibuat melalui
perundingan yang bersifat tawar-menawar (bargaining) masing-masing pihak akan berusaha
memperkuat kekuatan tawarUniversitas Sumatera Utara menawar, bahkan dengan
menggunakan senjata mogok dan penutupan perusahaan. d. Hasilnya adalah perjanjian yang
merupakan keseimbangan dari kekuatan tawar-menawar. Adapun Kesepakatan Kerja
Bersama, yaitu : a. Dasar adalah hubungan industrial Pancasila berpandangan bahwa antara
pekerja dan pengusaha terdapat hubungan yang bersifat kekeluargaan dan gotong-royong. b.
Mereka bebas melakukan perundingan dan memuat perjanjian asal saja, tetapi
memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yaitu masyarakat, bangsa, dan negara. c. Dibuat
melalui musyawarah untuk mufakat, tidak melalui kekuatan tawar-menawar, tetapi yang
diperlukan sifat yang keterbukaan, kejujuran, dan pemahaman terhadap kepentingan semua
pihak. Kehadiran serikat pekerja dalam rangka meningkatkan kerja sama dan tanggung
jawab. d. Hasilnya adalah suatu kesepakatan yang merupakan titik optimal yang bisa dicapai
menurut kondisi yang ada, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak. Apabila
dicermati pendapat Sentanoe mengenai perbedaan antara PKB dengan KKB, tampak ada
peluang yang dapat digunakan oleh majikan dalam memanfaatkan suatu keadaan dari
pengertian KKB untuk menekan buruh dalam Universitas Sumatera Utara memperjuangkan
haknya. Pada pengertian KKB, lebih ditekankan bahwa semua pihak tidak hanya
mengutamakan kepentingannya, tetapi juga harus memperhatikan juga kepentingan bangsa
dan negara. Sebagai contoh pemerintah telah menetapkan upah minimun provinsi/kota. Pasal
103 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebut Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
merupakan salah satu sarana dilaksanakannya hubungan industrial. Sangat diharapkan akan
terbentuk PKB yang berkualitas dengan mengkomodasikan tiga kepentingan yaitu buruh,
pengusaha dan negara. Sayangnya sulit terwujud, karena terdapat inkonsistensi aturan hukum
atau terdapat konflik norma di dalam norma pembentukan PKB. Perjanjian kerja bersama
adalah hak yang mendasar yang telah disyahkan oleh anggota-anggota ILO dimana mereka
mempunyai kewajiban untuk menghormati, mempromosikan dan mewujudkan dengan itikad
yang baik. Perjanjian kerja bersama adalah hak pengusaha atau organisasi pengusaha disatu
pihak dan dipihak lain serikat pekerja atau organisasi yang mewakili pekerja. Hak ini
ditetapkan untuk mencapai “kondisi-kondisi pekerja yang manusiawi dan penghargaan akan
martabat manusia (humane conditions of labour and respect for human dignity)“, seperti yang
tercantum dalam Konstitusi ILO. Banyak para ahli yang mengemukakan pendapat mengenai
pengertian Perjanjian Kerja Bersama, diantaranya pendapat dari Prof.Subekti,SH beliau
mengatakan dalam bukunya Aneka Perjanjian, disebutkan bahwa Perjanjian Kerja adalah
perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri
ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan Universitas Sumatera Utara
adanya suatu hubungan di peratas yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu
(majikan) berhak memberikan perintah – perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain.
Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU No. 13 Tahun
2003 jo Kepmenakertrans No. KEP.48/MEN/2004 tentang Tata cara pembuatan dan
pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama, adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha
atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak. Bertolak dari pengertian tersebut, tersirat bahwa di dalam perjanjian kerja
bersama terkandung hal-hal yang sifatnya obligator (memuat hak-hak dan kewajiban-
kewajiban pihak-pihak yg mengadakan perjanjian), hal-hal yg bersifat normatif (mengenai
peraturan perundang-undangan). Dengan demikian, dalam suatu perjanjian kerja bersama
dimungkinkan untuk memuat kaedah yang bersifat horizontal (pengaturan dari pihak-
pihaknya sendiri), kaedah yang bersifat vertikal (pengaturan yg berasal dari pihak yg lebih
tinggi tingkatannya), dan kaedah yg bersifat diagonal (ketentuan yang berasal dari pihak yg
tidak langsung terlibat dalam hubungan kerja). Untuk menjaga agar isi perjanjian kerja
bersama sesuai dengan harapan pekerja maka isi perjanjian kerja bersama haruslah memuat
hal-hal yang lebih dari Universitas Sumatera Utara sekedar aturan yang berlaku (normatif),
dengan membatasi masa berlakunya suatu perjanjian kerja bersama, guna untuk selalu dapat
disesuaikan dengan kondisi riel dalam kehidupan bermasyarakat. Perjanjian Kerja Bersama
merupakan hasil perundingan para pihak terkait yaitu serikat pekerja/serikat buruh atau
beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha atau beberapa pengusaha yang
mengatur syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian Kerja
Bersama tidak hanya mengikat para pihak yang membuatnya yaitu serikat pekerja/serikat
buruh dan pengusaha saja, tetapi juga mengikat pihak ketiga yang tidak ikut di dalam
perundingan yaitu pekerja/buruh, terlepas dari apakah pekerja/buruh tersebut menerima atau
menolak isi perjanjian kerja bersama atau apakah pekerja/buruh tersebut menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh yang berunding atau tidak. Penggunaan istilah bersama dalam
perjanjian kerja bersama ini menunjuk pada kekuatan berlakunya perjanjian yaitu mengikat
pengusaha, atau beberapa pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pekerja/buruh itu
sendiri. Penggunaan istilah bersama itu bukan menunjuk bersama dalam arti seluruh
pekerja/buruh ikut berunding dalam pembuatan perjanjian kerja bersama karena dalam proses
pembuatan perjanjian kerja bersama pekerja/buruh bukan merupakan pihak dalam berunding.
Dalam satu perusahaan hanya boleh dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku
untuk pengusaha dan semua pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
dalam 1 (satu) perusahaan tidak terdapat perbedaan Universitas Sumatera Utara syarat-syarat
kerja antara pekerja/buruh satu dengan pekerja/buruh lainnya. Apabila perusahaan tersebut
mempunyai cabang maka dapat dibuat perjanjian kerja bersama induk yang berlaku di semua
cabang dan perjanjian kerja bersama turunan yang berlaku di masing-masing cabang
perusahaan. Perjanjian kerja bersama induk mengatur ketentuan-ketentuan yang berlaku
umum di seluruh cabang perusahaan dan perjanjian kerja bersama turunan memuat
pelaksanaan perjanjian kerja bersama induk yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
cabang. Apabila beberapa perusahaan bergabung dalam satu grup dan masingmasing
perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri maka perjanjian kerja bersama dibuat
dan dirundingkan oleh masing-masing pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang ada
di masing-masing perusahaan. B. Syarat-syarat Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
Didalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama haruslah berdasarkan filosofi yang terkandung
dalam hubungan industrial yang berdasarkan pada nilai-nilai. Pancasila yaitu musyawarah
untuk mufakat. Perjanjian Kerja Bersama pada dasarnya merupakan suatu cara dalam rangka
mengembangkan partisipasi pekerja untuk ikut andil dalam menentukan pengaturan syarat
kerja dalam pelaksanaan hubungan kerja, sehingga dengan adanya partisipasi tersebut
diharapkan timbul suatu sikap ataupun rasa memiliki dan juga rasa tanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup perusahaan. Universitas Sumatera Utara Perjanjian kerja bersama
dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
Perundingan perjanjian kerja bersama ini haruslah didasari oleh itikad baik dan berkemauan
bebas dari kedua belah pihak. Perundingan perjanjian kerja bersama dilaksanakan secara
musyawarah untuk mufakat. Lamanya perundingan perjanjian kerja bersama ini ditetapkan
berdasarkan kesepakatan para pihak dan dituangkan ke dalam tata tertib perundingan. Dalam
satu (1) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi
seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Apabila perusahaan itu memiliki
cabang, maka dibuatlah perjanjian kerja bersama induk yang akan diberlakukan di semua
cabang perusahaan tersebut. Lalu dapat dibuat juga perjanjian kerja bersama turunan yang
akan berlaku di masing-masing cabang perusahaan. Perjanjian kerja bersama induk itu
memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh cabang perusahaan dan
perjanjian kerja bersama turunan itu memuat pelaksanaan dari perjanjian kerja bersama induk
yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing. Apabila perjanjian kerja
bersama induk telah berlaku namun perjanjian kerja bersama turunan di cabang perusahaan
belum disepakati maka perjanjian kerja bersama induk tetap akan berlaku. Universitas
Sumatera Utara Pihak perusahaan haruslah melayani permintaan secara tertulis untuk
merundingkan perjanjian kerja bersama dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat
berdasarkan Undang-undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan
peraturan pelaksanaannya. Pembentukan PKB berdasarkan Pasal 119 dan Pasal 120 Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dibagi 2 yaitu untuk perusahaan yang
memiliki satu serikat Buruh dan perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat Buruh.
Ketentuan Pasal 119 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 berlaku bagi perusahaan yang
memiliki satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam
perundingan pembuatan PKB apabila : 1. memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima
puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau;
Apabila musyawarah tidak mencapai kesepakatan tentang suatu hal, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 2. mendapat
dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan
melalui pemungutan suara. Apabila tidak terpenuhi ; 3. dapat mengajukan kembali
permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah
melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara.
Universitas Sumatera Utara Ketentuan Pasal 120 berlaku bagi perusahaan yang memiliki
lebih dari satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam
perundingan pembuatan PKB apabila : 1. jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh
perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi
; 2. serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari
50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk
mewakili dalam perundingan dengan pengusaha. 3. tidak terpenuhi, maka para serikat
pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara
proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. Dari
ketentuan di atas dapat tafsirkan terdapat kemungkinan agar Serikat Buruh dapat menjadi
pihak dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama yaitu apabila jumlah
anggotanya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan
yang bersangkutan atau mendapat dukungan lebih dari 50% dari seluruh jumlah buruh di
perusahaan tersebut maka berhak untuk mewakili buruh dalam perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama. Apabila tidak terpenuhi maka dibentuk tim perunding yang
keanggotaannya Universitas Sumatera Utara ditentukan secara proporsional berdasarkan
jumlah anggota masing-masing serikat buruh. Tempat untuk pelaksanaan perundingan
perjanjian kerja bersama dilakukan di kantor perusahaan yang bersangkutan atau di kantor
serikat pekerja/serikat buruh ataupun bisa juga dilaksanakan di tempat lain yang sesuai
dengan kesepakatan para pihak. Semua biaya yang timbul dalam pelaksanaan perundingan
perjanjian kerja bersama ini akan menjadi beban perusahaan atau pengusaha, kecuali telah
disepakati oleh para pihak. Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis
dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama
dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil
terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat
perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan kerentuan yang diatur dalam Pasal 21
Kep.48/Men/IV/2004 tentang tentang Tata cara Pembuatan dan pengesahan Peraturan
perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja
bersama sekurang-kurangnya harus memuat : a. nama, tempat kedudukan serta alamat serikat
pekerja/serikat buruh; b. nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan; c. nomor serta
tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota; Universitas Sumatera Utara d. hak dan kewajiban
pengusaha; e. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh; f. jangka waktu dan mulai
berlakunya perjanjian kerja bersama;dan g. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja
bersama. Menurut ketentuan didalam Pasal 124 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003, Perjanjian
kerja bersama haruslah paling sedikit memuat: h. Hak dan kewajiban pengusaha; i. Hak dan
kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh; j. Jangka waktu dan tanggal
mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan k. Tanda tangan para pihak pembuat
perjanjian kerja bersama Secara yuridis formal dasar hukum dalam pembuatan Perjanjian
Kerja Bersama didasarkan atas : • Kepmenaker No. 48 tahun 2004 tentang Tata cara
Pembuatan dan pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian
Kerja bersama. • Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. • Undang-
undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. • Undang-undang No. 18
tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98. • Peraturan Pemerintah No. 49 tahun
1954 tentang Tata Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan. Universitas Sumatera
Utara • Undang-undang No. 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat
Pekerja dan Majikan. C. Manfaat dibentuknya perjanjian kerja bersama Diadakannya
perjanjian kerja bersama antara pekerja dan pengusaha mempunyai tujuan sebagai berikut : 1.
Kepastian Hak dan Kewajiban a. Dengan perjanjian kerja bersama akan tercipta suatu
kepastian dalam segala hal yang berhubungan dengan masalah hubungan industrial antara
kedua belah pihak. b. Perjanjian kerja bersama memberikan kepastian tercapainya
pemenuhan hak dan kewajiban timbal balik antara pekerja dan pengusaha yang telah mereka
setujui bersama sebelumnya. 2. Menciptakan Semangat Kerja a. Perjanjian kerja bersama
dapat menghindarkan berbagai kemungkinan kesewenang-wenangan dan tindakan merugikan
dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban
masing-masing. b. Perjanjian kerja bersama dapat menciptakan suasana dan semangat kerja
para pihak dan menjauhkannya dari berbagai ketidakjelasan, waswas, prasangka negatif dan
lain-lain. Universitas Sumatera Utara 3. Peningkatan Produktivitas Kerja a. Mengadakan atau
mengurangi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pekerjaan pada perusahaan pada
khususnya dan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional karena terciptanya
ketenangan kerja (Industrial Peace). b. Perjanjian kerja bersama juga dapat membantu
meningkatkan produktivitas kerja dengan mengurangi terjadinya perselisihanperselisihan
industrial. 4. Mengembangkan Musyawarah untuk Mufakat a. Perjanjian kerja bersama juga
dapat menciptakan suasana musyawarah dan kekeluargaan karena perjanjian kerja bersama
dibuat melalui suatu perundingan yang mendalam antara serikat pekerja dan pengusaha. b.
Dengan berkembangnya perjanjian kerja bersama dapat memperoleh data dan informasi
keadaan hubungan kerja dan hubungan industrial secara nyata sehingga akan dapat
memudahkan pembuatan pola-pola dan standarisasi Perjanjian Kerja Bersama secara sektoral,
regional maupun nasional Perjanjian Kerja Bersama merupakan salah satu sarana dalam
rangka pelaksanaan hubungan industrial yang serasi, aman, mantap dan dinamis berdasarkan
Pancasila, sehingga mempunyai manfaat sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1.
Adanya kepastian hak dan kewajiban yang membuat terciptanya suatu kepastian hukum
tentang hak dan kewajiban yang berhubungan dengan hubungan kerja antara pekerja dengan
perusahaan. 2. Perjanjian Kerja Bersama memberikan kepastian terlaksananya syarat syarat
kerja di perusahaan. 3. Perjanjian Kerja Bersama dapat menghindarkan berbagai
kemungkinan kesewenang-wenangan dan tindakan merugikan dari pihak yang satu terhadap
pihak yang lain dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. 4.
Menciptakan suasana dan semangat kerja yang harmonis dinamis ,bagi para pihak dalam
hubungan kerja. Serta dapat membantu meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi
timbulnya perselisihan. 5. Dengan adaya Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dapat
menyusun rencana-rencana untuk menetapkan biaya produksi yang dicanangkan dalam
pengembangan perusahaan. Perjanjian kerja bersama memberikan dua sisi manfaat yang
berbeda bagi serikat pekerja/pekerja dan pengusaha. Bagi serikat pekerja, perjanjian kerja
bersama memberikan : 1. nilai kekuatan dengan banyak anggota yang belum terlibat akan
menjadi anggota serikat pekerja; Universitas Sumatera Utara 2. anggota yang aktif akan
mengajak atau mempengaruhi anggota yang belum aktif untuk lebih aktif menjadi anggota; 3.
meningkatkan kepercayaan anggota; 4. anggota lebih terorganisir; 5. serta serikat pekerja
menjadi suatu hal yang baik bagi pekerja. Perjanjian kerja bersama ini secara tidak langsung
menimbulkan dampak yang menguntungkan meningkatkan daya saing perusahaan dan sektor
bisnis pada umumnya, lebih jauh lagi menimbulkan dampak positif pada hubungan antara
pekerja dan serikat pekerja ditingkat perusahaan karena perundingan yang komplek tentang
pengupahan dan sebagainya telah ditentukan. Perjanjian kerja bersama ini akan menekankan
serikat pekerja untuk lebih hati-hati dalam penggunaan hak mogoknya sebagai upaya yang
paling akhir dan lebih mengedepankan proses dialog atau negosiasi dalam menyampaikan
tuntutannya. Selain dari pada manfaat terbentuknya Perjanjian Kerja Bersama yang
merupakan nuansa telah diperhatikannya aspirasi dan kepentingan pekerja maupun
pengusaha juga mempunyai fungsi yang antara lain : a. Sebagai pedoman induk pengaturan
hak dan kewajiban bagi pekerja dan pengusaha, sehingga dapat dihindarkan adanya
perbedaaan-perbedaaan penafsiran teknis pelaksanaan hubungan kerja. Universitas Sumatera
Utara b. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersamaan, keterbukaan, ketenangan kerja dan
kelangsungan berusaha serta media partisipasi pekerja dalam perumusan kebijakan
perusahaan. c. Mengisi kekosongan hukum mengenai pengaturan syarat-syarat kerja atau
kondisi kerja yang belum diatur dalam peraturan perundangundangan serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja secara periodik. Universitas Sumatera Utara
Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja
Bersama (PKB)
SUGI ARTO
2 COMMENTS
WEDNESDAY, DECEMBER 31, 2014

Peraturan Perusahaan Dan


Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Desember 31, 2014 by Sugi Arto

1. Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha yang memuatketentuan tentang syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Peraturan Perusahaan dibuat untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun
karyawan yang berisikan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan
tujuan memelihara hubungan kerja yang baik dan harmonis antara pengusaha dan
karyawan, dalam usaha bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan
kelansungan usaha perusahaan.

Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulisoleh


pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 20 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai peraturan perusahaan diatur lebih lanjut pada
Pasal 108 sampai dengan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”) dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama (“Permenaker 16/2011”).

Tujuan dan manfaat pembuatan peraturan perusahaan adalah :


1. Dengan peraturan perusahaan yang masa berlakunya dua tahun dan setiap dua
tahun harus diajukan perstujuannya kepada departemen tenaga kerja;
2. Dengan adanya peraturan perusahaan minimal akan diperoleh kepastian adanya
hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha;
3. Peraturan perusahaan akan mendorong terbentuknya kesepakatan kerja bersama
sesuai dengan maksud permen no. 2 tahun 1978 diatas;
4. Setelah peraturan disyahkan oleh departemen tenaga kerja maka perusahaan
wajib memberitahukan isi peraturan perusahaan; dan
5. Pada perusahaan yang telah mempunyai kesepakatan kerja bersama tidak dapat
menggantinya dengan peratuean perusahaan.

Pengusaha yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh


wajib membuat peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan mulai berlaku setelah
mendapat pengesahan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pejabat yang
ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun serta wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.

Namun, kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan tidak berlaku apabila


perusahaan telah memiliki perjanjian kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam
Peraturan Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan
terlebih Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan Perusahaan
harus disahkan oleh pejabat yang berwenang. Yang dimaksud sebagai pejabat yang
berwenang adalah sebagai berikut (“Pejabat”).

Setiap perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan jasa dan/atau barang


baik nasional maupun multinasional dalam menjalankan manajemen dan
operasionalnya sehari-hari yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pastinya
membutuhkan suatu peraturan perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh seluruh
karyawan agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengertian peraturan perusahaan berdasarkan Pasal 1 angka 20
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan disusun
oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.
Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Peraturan perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara hak dan
kewajiban pekerja, serta antara kewenangan dan kewajiban pengusaha, memberikan
pedoman bagi pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan tugas kewajibannya masing-
masing, menciptakan hubungan kerja harmonis, aman dan dinamis antara pekerja dan
pengusaha, dalam usaha bersama memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan,
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan perusahaan sekurang-


kurangnya memuat:

1. hak dan kewajiban pengusaha;


2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
3. syarat kerja;
4. tata tertib perusahaan; dan
5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

Peraturan perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
naskah peraturan perusahaan diterima harus sudah mendapat pengesahan oleh Menteri
atau pejabat yang ditunjuk. Apabila peraturan perusahaan telah memenuhi ketentuan
dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja belum mendapatkan pengesahan dari Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan.
Namun, apabila peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan dalam Pasal 111
ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan
perusahaan. Dan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal
pemberitahuan diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib menyampaikan kembali
peraturan perusahaan yang telah diperbaiki tersebut kepada Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.

Pasal 113 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perubahan peraturan


perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan atas
dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh. Hasil perubahan
peraturan perusahaan harus mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan,
serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada
pekerja/buruh.
Pasal 188 UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan sanksi pidana pelanggaran
berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atas pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan mengenai jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan dan Pasal
114 UU Ketenagakerjaan tentang kewajiban pengusaha untuk memberitahukan dan
menjelaskan isi peraturan perusahaan serta memberikan naskah peraturan perusahaan
kepada pekerja/buruh.

Tugas penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung jawab dari


Perusahaan. Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu dilakukan oleh
Perusahaan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Karyawan terhadap
draf Peraturan Perusahaan. Karena masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan
“pertimbangan”, maka pembuatan Peraturan Perusahaan tidak dapat diperselisihkan –
bila terjadi perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena sifatnya
saran dan pertimbangan, maka Karyawan dapat juga untuk tidak memberikan saran dan
pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh Perusahaan.

Pemilihan wakil Karyawan dalam rangka memberikan saran dan


pertimbangannya harus dilakukan dengan tujuan untuk mewakili kepentingan para
Karyawan. Pemilihan itu dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh Karyawan
sendiri terhadap Karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam Perusahaan.
Apabila di dalam Perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan
pertimbangan tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja.

Untuk memperoleh saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan, pertama-tama


Perusahaan harus menyampaikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada
wakil Karyawan – atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut harus sudah
diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 hari kerja sejak tanggal diterimanya
naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil Karyawan. Jika dalam waktu 14 hari
kerja itu wakil Karyawan tidak memberikan saran dan pertimbangannya, maka
Perusahaan sudah dapat mengajukan pengesahan Peraturan Perusahaan itu tanpa saran
dan pertimbangan dari Karyawan – dengan disertai bukti bahwa Perusahaan telah
meminta saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan namun Karyawan tidak
memberikannya.

2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)


Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda adalah Arbeidsoverenkoms,
mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan pengertian
sebagai berikut :
“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh
atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang
lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan
menerima upah”.

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka


14 memberikan pengertian yakni :
“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan
kewajiban kedua belah pihak”.
Perjanjian Kerja adalah Suatu perjanjian yang dibuat antara pekerja secara
perorangan dengan pengusaha yang pada intinya memuat hak dan kewajiban masing-
masing pihak.Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara pasti dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu
pedoman/aturan dalam pelaksanaan hubungan kerja.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah suatu kesepakatan secara tertulis


dengan menggunakan bahasa Indonesia yang dibuat secara bersama – sama antara
pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan
organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan.

Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari


seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi karena kalau
kurang maka dapat berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja sampai mencapai 50 %
lebih atau dapat juga meminta dukungan dari karyawan lainnya.

Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka
yang berhak mewakili pekerja/buruh adalah serikat pekerja/buruh yang memiliki
anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

Adapun dasar dibuatnya perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada Undang –
undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar - dasar dari hak untuk
berorganisasi dan berunding bersama, Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan :
1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang diatur
mulai dari pasal 115 sampai dengan 135;
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.
Kep/48/Men/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
3. Kep.48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan
Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama.

Fungsi Perjanjian Kerja Bersama adalah sarana untuk memuat dan menuangkan
kesepakatan baru yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan
pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur dalam
Undang – undang maka dia akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati dan
dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan mengikat kedua
belah pihak untuk dilaksanakan.

Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama :

1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha;
2. Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam
perusahaan;
3. Menetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang
harmonis; dan
4. Menentukan hubungan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan
perundang –undangan.

Manfaat Perjanjian Kerja Bersama :

1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang hak dan
kewajiban masing – masing;
2. Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial atau hubungan
ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan
peningkatan usaha;
3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan
bekerja yang lebih tekun dan rajin; dan
4. Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu
dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB.
Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata Tertib
Perundingan yang sekurang - kurangnya memuat :

1. Tujuan pembuatan tata tertib;


2. Susunan tim perundingan;
3. Lamanya masa perundingan;
4. Materi perundingan;
5. Tempat perundingan;
6. Tata cara perundingan;
7. Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
8. Sahnya perundingan; dan
9. Biaya perundingan.

Biaya perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama menjadi beban


pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan karena hal ini menyangkut :

1. Masalah hak dan kewajiban tim perundingan masing – masing pihak (khususnya
mengenai dispensasi bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja);
2. Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya
menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk
mengambil keputusan);
3. Masalah kewenangan tentang siapa pembuat keputusan (decision maker) dari
masing – masing tim perunding;
4. Masalah tata cara pengesahan materi perundingan;
5. Jadwal/waktu perundingan; dan
6. Fasilitas bagi tim perunding selama perundingan berjalan.

Tata Cara dalam Perundingan :


a. Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus
menetapkan seorang juru bicara.
b. Juru bicara dalam tim perundingan tidak harus ketua tim perundingan akan tetapi
orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai etika perundingan.
c. Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim
perundingan.
d. Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan
yang dilakukan oleh notulis.
e. Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan
yang dilakukan oleh notulis.
f. Materi/konsep PKB yang belum disepakati dapat dipending/tunda untuk selanjutnya
dibahas kembali setelah seluruh konsep PKB selesai dirundingkan.
g. Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak dapat disepakati maka dapat
melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara
lain :
 Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila
lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya mencakup satu Kabupaten/Kota;
 Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup
berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
 Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi. Yang
penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan ajnuran oleh mediator tersebut,
para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator maka atas
kesepakatan para pihak mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan
langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri dapat menunjuk pejabat untuk
melakukan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan
maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
didaerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.
h. Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan disepakati maka isi konsep PKB
tersebut disalin kembali berdasarkan yang telah disepakati untuk selanjutnya dilakukan
penanda tanganan secara keseluruhan oleh kedua belah pihak.
i. Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris
pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden
direktur/Direktur utama perusahaan tersebut.

Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha


dan wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan
sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang bertangung
jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :

1. Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat – syarat kerja yang
dilaksanakan di perusahaan;
2. Sebagai rujukan utama jika terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja
Bersama.

Kerangka isi Perjanjian Kerja Bersama antara lain :


a. Mukadimah
b. Umum :
1. Istilah – istilah,
2. Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan,
3. Luasnya kesepakatan,
4. Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
c. Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
1. Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/BuruhJaminan bagi Serikat
Pekerja/Buruh,
2. Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh,
3. Lembaga kerja sama bipartit,
4. Pendidikan dan penyuluhan hubungan industrial
d. Hubungan Kerja
1. Penerimaan pekerja baru,
2. Masa percobaan,
3. Surat keputusan pengangkatan,
4. Golongan dan jabatan pekerja,
5. Kesempatan berkarir,
6. Pendidikan dan pelatihan kerja,
7. Mutasi dan prosedurnya,
8. Penilaian prestasi kerja,
9. Promosi,
10. Tenaga kerja asing
e. Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
1. Hari kerja,
2. Jam kerja, istirahat dan shift kerja,
3. Lembur,
4. Perhitungan upah lembur
f. Pembebasan dari kewajiban bekerja
1. Istirahat mingguan,
2. Hari libur resmi,
3. Cuti tahunan,
4. Cuti besar,
5. Cuti haid,
6. Cuti hamil,
7. Cuti sakit,
8. Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah,
9. Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah
g. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
1. Prinsip – prinsip K3,
2. Hygienis perusahaan dan kesehatan,
3. Pakaian kerja dan sepatu kerja,
4. Peralatan kerja,
5. Alat pelindung diri,
6. Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja
h. Pengupahan
1. Pengertian upah,
2. Prinsip dasar dan sasaran,
3. Dasar penetapan upah,
4. Komponen upah,
5. Waktu pemberian upah,
6. Administrasi upah,
7. Tunjangan jabatan,
8. Tunjangan keluarga,
9. Tunjangan keahlian,
10. Tunjangan keahlian,
11. Tunjangan perumahan,
12. Tunjangan tempat kerja yang membahayakan keselamatan,
13. Uang makan,
14. Uang transport,
15. Premi hadir,
16. Premi shift,
17. Premi produksi/bonus,
18. Premi perjalanan dinas,
19. Tunjangan hari raya,
20. Jasa produksi/bonus,
21. Tunjangan masa kerja,
22. Upah minimum,
23. Skala upah,
24. Penyesuaian upah,
25. Kenaikan upah atas dasar premi,
26. Kenaikan upah karena promosi,
27. Pajak penghasilan
i. Pengobatan dan perawatan
1. Poliklinik perusahaan,
2. Pengobatan diluar poliklinik,
3. Perawatan dirumah sakit,
4. Biaya bersalin,
5. Pembelian kaca mata,
6. Pengobatan pada dokter spesialis,
7. Keluarga berencana,
8. Konsultasi psikologis & tes bakat anak
j. Jaminan sosial
1. Jaminan kecelakaan kerja,
2. Jaminan kematian,
3. Jaminan hari tuaDana pensiun
k. Kesejahteraan
l. Tata tertib kerja
1. Kewajiban dasar pekerja,
2. Larangan – larangan,
3. Pelanggaran yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK),
4. Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja
m. Pemutusan hubungan kerja
n. Penyelesaian keluh kesah pekerja
Tata cara penyelesaian keluh kesah
o. Pelaksanaan dan penutup
p. Tanda tangan para pihak.

Syarat – syarat berlakunya antara lain :

1. Satu perusahaan hanya dapat dibuat satu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku
bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan;
2. Apabila perusahan memiliki cabang, maka dibuat Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) induk yang berlaku disemua cabang perusahaan serta dapat dibuat PKB
turunan yang berlaku di masing – masing cabang perusahaan;
3. PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang
perusahaan sedang PKB turunan yang dibuat cabang memuat pelaksanaan PKB
induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing – masing;
4. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing – masing
mempunyai badan hukum sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh
masing – masing perusahaan.

Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan Pendaftaran dengan


dilampiri naskah perjanjian kerja bersama yang dibuat rangkap tiga bermaterai cukup
yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh. Setelah menerima
surat keputusan pendaftaran perjanjian kerja bersama , maka pengusaha dan
pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dan memberitahukan pada
seluruh pekerja/buruh tentang isi perjanjian tersebut atau kalau ada beserta
perubahannya.

Dalam Pasal 123 Undang-Undang no.13/2003 menyatakan masa berlaku PKB


paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun
berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja. Perundingan
pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Apabila perundingan tidak mencapai
kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku, akan tetap berlaku untuk paling lama 1
(satu) tahun ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,


2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta
Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
4. Kep.48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan
Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja
Bersama,
5. Asyhadie Zaeni, SH.,M.Hum.2008.Hukum Kerja. Jakarta. Raja Grafindo
Persada,
6. Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta.
Setiap perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan jasa dan/atau barang baik nasional maupun
multinasional dalam menjalankan manajemen dan operasionalnya sehari-hari yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan pastinya membutuhkan suatu peraturan perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh
seluruh karyawan agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengertian peraturan perusahaan berdasarkan Pasal 1 angka 20 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) adalah peraturan
yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib
perusahaan. Peraturan perusahaan disusun oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari
pengusaha yang bersangkutan. Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Peraturan perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban pekerja,
serta antara kewenangan dan kewajiban pengusaha, memberikan pedoman bagi pengusaha dan
pekerja untuk melaksanakan tugas kewajibannya masing-masing, menciptakan hubungan kerja
harmonis, aman dan dinamis antara pekerja dan pengusaha, dalam usaha bersama memajukan dan
menjamin kelangsungan perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:

1. hak dan kewajiban pengusaha;


2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
3. syarat kerja;
4. tata tertib perusahaan; dan
5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

Pengusaha yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh wajib membuat
peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun serta wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.

Peraturan perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah peraturan
perusahaan diterima harus sudah mendapat pengesahan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Apabila peraturan perusahaan telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU
Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja belum mendapatkan
pengesahan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah
mendapatkan pengesahan. Namun, apabila peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan
dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk
harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan
perusahaan. Dan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan
diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah
diperbaiki tersebut kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 113 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir
jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil
pekerja/buruh. Hasil perubahan peraturan perusahaan harus mendapat pengesahan dari Menteri
atau pejabat yang ditunjuk. Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan
perusahaan, serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada
pekerja/buruh.

Pasal 188 UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan sanksi pidana pelanggaran berupa denda paling
sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) atas pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengenai jangka waktu berlakunya
peraturan perusahaan dan Pasal 114 UU Ketenagakerjaan tentang kewajiban pengusaha untuk
memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan serta memberikan naskah peraturan
perusahaan kepada pekerja/buruh.

Anda mungkin juga menyukai