Anda di halaman 1dari 105

ISSN 1693-4474

Vol XV, No. 1 - 2018

Study & Management Research


Jurnal Management & Bisnis

Implementasi Memorable Tourism Experience Scale Pada Wisatawan


yang Berkunjung Ke Objek Wisata Kota Padang
Ÿ A ifah; Yosi Suryani; Ranti Komala Dewi

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem


Informasi Dan Keberhasilan Penggunaan Sistem Informasi Pada Organisasi
Ÿ Melyani; Meiva Eka Sri Sulistyawati; Deasy Novayanti

Pengelolaan Ekonomi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil Secara Terpadu


dan Berkelanjutan Di WPPNRI 711
Ÿ Djamarel Hermanto

Pengaruh Disiplin Kerja, Kepemimpinan Transformasional dan Kecerdasan


Emosional Terhadap Kepuasan dan Kinerja PNS Pada Bagian Umum dan
Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
Ÿ Meita Sondang Riski; Ausy Riana

Kajian Good Corporate Governance Pada Koperasi Simpan Pinjam


Dan Pembiayaan Syariah
Ÿ Rima Elya Dasuki

Pengaruh Budaya Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja


Pelayanan Publik Di Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Karawang
Ÿ Enjang Sudarman

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Employee Engagement Serta Dampaknya


Terhadap Kinerja Karyawan Di Era Digital (Studi kasus pada salah satu BUMN
di bidang telekomunikasi)
Ÿ Vina S. Marinda

LPPM
( Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat )
STIE STEMBI
Bandung Business School
www.stiestembi.ac.id
SMART

Study & Management Research
Jurnal Manajemen & Bisnis

Diterbitkan oleh :
LPPM STIE STEMBI - Bandung Business School

Penanggung Jawab :
Ketua STIE STEMBI - Bandung Business School

Pemimpin Umum :
Dr. Ir. HM. Budi Djatmiko, SE., M.Si., MEI

Dewan Redaksi :
Dr. Patria Supriyoso, SE., M.Si; Dr. Ir. Yopines Ansen, SE., M.Si., S.Sos., S.Kom;
Dr. Ir. Eka Purwanda, SE., M.Si; Dr. Supriyadi, SE., M.Si;
Dr. Ratna Ekawati, SE., M.Si; Pulung Puryana, SE., M.Si
Leli Nirmalasari, S.Pd., MM; Ai Rohayati, SE., MM

Sekretaris Redaksi :
Dr. Supriyadi, SE., M.Si

Bendahara :
Meilani Purwanti, SE., M.Si

Desain/Layout :
Lukman Nasruddin, SE

Sirkulasi :
Aceng Kurniawan, SE., M.Si

Alamat Redaksi :
LPPM STIE STEMBI - Bandung Business School
Gedung STIE STEMBI Lt. VI
Jl. Buah Batu No. 26 Bandung 40262
Telp. (022-7307722) Fax : (022-7307967)
Email : redaksismart.stembi@gmail.com

SMART diterbitkan pertama kali tahun 2003 dengan frekwensi terbit 3 kali dalam setahun
(4 bulanan). SMART merupakan media informasi karya ilmiah tentang Ilmu Ekonomi,
Manajemen dan Bisnis bagi para peneliti, dosen, mahasiswa dan praktisi khususnya bagi
civitas akademika STIE STEMBI – Bandung Business School dan umumnya bagi
masyarakat.

Redaksi menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan oleh media lain
dengan cara dikirim ke alamat redaksi atau melalui email dalam bentuk soft- ile. Redaksi
berhak untuk meringkas dan atau memperbaiki tulisan yang akan dimuat tanpa
mengubah maksud dan isinya. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isi tulisan.
Pendapat yang tercantum pada artikel jurnal ini adalah pendapat penulis, dan bukan
pendapat redaksi.
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

EDITORIAL
Sidang pembaca yang terhormat,
Atas perkenan Allah SWT, Jurnal SMART – Study & Management Research Volume XV, No 1 –
2018 dapat kami terbitkan. Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan edisi ini.
Mulai Volume XV, 2018 kami kami melakukan perubahan terhadap format halaman.
Perubahan tersebut yakni, jika pada terbitan volume sebelumnya menggunakan format 2
kolom pada setiap halamannya, maka mulai volume XV tahun 2018 setiap halaman hanya
terdiri atas satu kolom. Perubahan ini bertujuan untuk mempermudah penulis membuat
manuskrip, sehingga kendala teknis penulisan dapat teratasi.
Pada terbitan Volume XV No. 1 – 2018 kali ini disajikan 7 artikel yang keseluruhannya
merupakan hasil penelitian bidang ilmu Manajemen. Seluruh artikel telah dipresentasikan
dalam Festival Riset Ilmiah Manajemen dan Akuntansi tahun 2018 (FRIMA-2018) yang
diselenggarakan pada bulan Februari 2018. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada para penulis yang telah mengirimkan hasil karyanya. Semoga artikel yang disajikan
memberikan manfaat dan kontribusi, baik bagi pembangunan bangsa maupun bagi
pengembangan ilmu.
Jurnal SMART merupakan wadah untuk mengembangkan dan mempublikasikan berbagai hasil
kajian bidang Ilmu Ekonomi, khususnya Ilmu Manajemen dan Bisnis. Jurnal ini dirancang untuk
diterbitkan 3 kali dalam setahun (4 bulanan). Demi menjaga konsistensi penerbitan jurnal ini,
redaksi mengundang sidang pembaca dari berbagai pihak, baik dosen, mahasiswa, peneliti,
maupun praktisi untuk berpartisipasi mengisinya melalui tulisan baik berupa karangan,
ringkasan hasil penelitian, maupun resensi yang sesuai dengan tujuan dan misi dari jurnal ini.

Bandung, April 2018

REDAKSI

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 iii


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

iv SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

DAFTAR ISI

Implementasi Memorable Tourism Experience Scale Pada Wisatawan 1–8


yang Berkunjung Ke Objek Wisata Kota Padang
 Afifah; Yosi Suryani; Ranti Komala Dewi
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem 9 - 28
Informasi Dan Keberhasilan Penggunaan Sistem Informasi Pada
Organisasi
 Melyani; Meiva Eka Sri Sulistyawati; Deasy Novayanti

Pengelolaan Ekonomi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil Secara Terpadu 29 – 40


dan Berkelanjutan Di WPPNRI 711
 Djamarel Hermanto
Pengaruh Disiplin Kerja, Kepemimpinan Transformasional dan 41 – 52
Kecerdasan Emosional Terhadap Kepuasan dan Kinerja PNS Pada Bagian
Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
 Meita Sondang Riski; Ausy Riana
Kajian Good Corporate Governance Pada Koperasi Simpan Pinjam Dan 53 – 70
Pembiayaan Syariah
 Rima Elya Dasuki
Pengaruh Budaya Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja 71 – 84
Pelayanan Publik Di Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten
Karawang
 Enjang Sudarman

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Employee Engagement Serta 85 - 95


Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Di Era Digital (Studi kasus pada
salah satu BUMN di bidang telekomunikasi)
 Vina S. Marinda

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 v


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

vi SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Implementasi Memorable Tourism Experience Scale


Pada Wisatawan yang Berkunjung Ke Objek Wisata
Kota Padang
Afifah
Program Studi Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang,
afifahdgtawero@yahoo.com

Yosi Suryani
Program Studi Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang,
yosisuryani@gmail.com

Ranti Komala Dewi


Program Studi Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang,
ranti_kd@yahoo.com

Abstrak
Tujuan_Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana
pengalaman wisatawan berkunjung ke objek wisata di Kota Padang.
Desain/Metode_Persepsi wisatawan tersebut digali menggunakan indicator-
indikator yang terdapat Memorable Tourism Experience Scale. Persepsi
wisatawan dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner pada wisatawan
yang menjadi sampel. Tehnik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 213 orang. Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis faktor.
Temuan_Hasilnya diketahui terdapat lima faktor yang menjadi ingatan
wisatwan ketika berkunjung ke Kota Padang yakni: Kepuasan Utama, Positif
Feeling, Social Experience, Involvement dan Refresment. Diantara lima faktor
tersebut yang menjadi ingatan dominan adalah Kepuasan Utama (Main
Satisfaction)
Implikasi_Temuan ini dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun kegiatan
promosi objek wisata Kota Padang
Originalitas_Originalitas dari pembahasan artikel ini adalah teknik analisis
yang dilakukan secara kuantitatif
Tipe Penelitian_Penelitian ini tergolong pada penelitian empiris

Kata Kunci : Memorable Tourism Experience, Kuantitatif, Wisata Kota Padang

I. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang menggantungkan harapan pada sektor
pariwisata. Hal ini didukung oleh banyaknya potensi pariwisata yang dimiliki Indonesia.
Potensi pariwisata tersebut meliputi: potensi wisata bahari, wisata pengunungan, wisata
sejarah, wisata regili dan beberapa objek wisata buatan. Diharapkan semua bentuk potensi
wisata ini mampu mengangkat perekonomian rakyat dimana objek wisata itu berada dan
perekonomian Indonesia secara umum. Berdasarkan data Travel and Tourisme Competitivness
(TTC) tentang daya saing, maka tren daya saing pariwisata Indonesia dari tahun 2009 ke tahun
2017 cenderung meningkat. Tahun 2009 peringkat daya saing Indonesia berada pada angka
80, pada tahun 2011 di posisi 74, pada tahun 2013 berada di posisi 70, pada tahun 2015 di
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 1
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
urutan ke 50 dan pada tahun 2017 berada di peringkat 30. Hal ini menandakan industri
pariwisata kita semakin baik, TTC (2017). Tren meningkatnya daya saing pariwisata Indonesia
tentunya tidak datang sendiri, ini adalah hasil dari usaha berbagai pihak utamanya pemerintah.
Keberpihakan dan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan daya saing pariwisata terlihat
pada beberapa kebijakan yang diambil seperti: a) menjadikan sektor pariwisata sebagai
leading sector. Berbagai usaha dalam bentuk program pengembangan pariwisata telah
dilakukan. Salah satu wujud usaha tersebut adalah dengan pembentukan kawasan strategis
pariwisata nasional. Melalui Kementerian Pariwisata, telah disusun 88 (delapan puluh
delapan) kawasan strategis pariwisata nasional yang tersebar diberbagai provinsi. Kawasan-
kawasan tersebut mendapatkan perhatian yang lebih intens dalam aspek penyediaan
infrastruktur pariwisata. Selain dengan pembentukan kawasan unggulan pariwisata, program
lain yang dilakukan berupa pemanfaatan pola kunjungan para wisatawan ke suatu lokasi
wisata. Saat ini dikenal pengembangan pariwisata dengan cara memanfaatkan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh berbagai institusi maupun organisasi berupa rapat (meeting),
event olahraga, pameran, konferensi dan kegiatan sejenisnya untuk diselenggarakan didaerah-
daerah yang memiliki potensi wisata. Pola kedatangan wisatawan dengan cara ini dikenal
dengan nama MICE (Meeting, Incentives, Conventions and Exhibition). b) mengalokasikan
anggaran baik itu secara normatif maupun dukungan anggaran dari kementerian terkait.
Dalam rangka peningkatan daya saing pariwisata tentunya diperlukan informasi dari
berbagai pihak tentang aspek-apek apa yang memerlukan pembenahan dan perbaikkan.
Informasi dari wisatawan menjadi salah satu informasi yang penting untuk diketahui dan digali
lebih dalam. Informasi dari mereka berupa persepsi mereka terhadap objek wisata yang
mereka kunjungi, persepsi ini menjadi informasi yang sangat penting dan real karena
wisatawan akan menyampaikan apa yang mereka rasakan secara jujur tanpa memasukkan
unsur kepentingan mereka. Hoch dan Deighton dalam Chandralal & Valenzuela (2013),
menekankan bahwa persepsi atau pengalaman pengunjung menjadi informasi yang berharga
dan kredibel, sekaligus menjadi penentu perilaku pengunjung dimasa datang.
Di artikel ini dibahas bagaimana persepsi pengunjung terhadap objek wisata di Kota
Padang. Persepsi pengunjung tersebut digali menggunakan indicator-indikator yang terdapat
pada alat ukur yang sudah teruji dan banyak diaplikasikan oleh para peneliti diberbagai
belahan dunia yakni Memorable Tourism Experience Scale. Perbedaan ulasan artikel ini
dibandingkan dengan artikel bertopik sama dan sudah banyak dipublikasikan adalah pada
ulasan analisis yang bersifat kuantitatif. Penggunaan teknik ini dinilai mempunyai banyak
kelebihan diantaranya: hasil penelitian tidak bersifat subjektif, terukur dan efektif apabila
digunakan untuk meneliti objek yang besar/luas.

II. Kajian Teori


Experience atau pengalaman tidak dapat didefinisikan secara global, setiap bahasa dan
budaya mengartikan secara berbeda. Walaupun demikian beberapa peneliti yang meneliti
konsep marketing experience mencoba mendefinisikannya secara jelas. Oh, dkk, (2007),
menggambarkan pengalaman sebagai perasaan senang/gembira, mengesankan dan menarik
hati. Senada dengan Mossberg (2007), pengalaman itu seharusnya memuat elemen kejutan
positif, mendapat sesuatu yang lebih dan diluar perkiraan (wow feeling). Lebih lanjut dapat
disimpulkan bahwa pengalaman itu adalah perasaan senang atau gembira yang dialami
seseorang karena mendapat sesuatu diluar perkiraan.
Tourist experience didefinisikan oleh banyak ahli dengan berbagai pendekatan. Larsen
(2007) mendefinisikan tourist experience dengan pendekatan karakteristik personal,
menurutnya tourist experience adalah perjalanan seseorang dimasa lampau dihubungkan
dengan seberapa kuat kenangan atas perjalanan tersebut melekat dalam ingatan. Pendekatan
lain dikemukakan oleh Walls, dkk (2011) yang menyimpulkan bahwa tourist experience adalah
gagasan multidimensi yang terdiri dari faktor internal dan eksternal yang membentuk dan

2 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
mempengaruhi konsumen. Pemahaman tourist experience dari berbagai pendekatan tersebut
mengkerucut pada satu kesepakatan bahwa tourist experience adalah persepsi dari konsumen
yang menikmati objek wisata. Dari kacamata marketing/manajemen, tourist experience berupa
pengalaman yang dinikmati oleh turis sebagai konsumen (Otto & Ritchie 1996; Oh et al 2007;
Mossberg 2007), turis dalam posisi sebagai konsumen dilibatkan dalam berbagai hubungan
pemberian pelayanan (Mossberg 2007), mereka diarahkan mengalami pelibatan dan
partisipasi (Brunner-Sperdin & Peters 2009). Di sisi lain, Larsen (2007) mengusulkan bahwa
konsep pariwisata experience (tourist experience) mencakup hal-hal pemenuhan keinginan
(expectations), peristiwa dan ingatan memorinya, dan mendefinisikan tourist experience
sebagai suatu “perjalanan wisata terkait dengan suatu peristiwa (event) yang cukup berkesan
untuk selalu diingat dalam waktu lama” dan juga menekankan bahwa “selalu diingat dalam
waktu lama” merupakan hal penting dalam tourist experience.
Konsep pengukuran tourist experience selalu mengalami evolusi, dimulai dari konsep
experience oleh Csikszentmihalyi (1975), SERVQUAL (Parasuraman et al 1988), satisfactory
experiences (Ryan 1995), quality experiences (Jennings & Nickerson 2006) dan yang terkini
adalah konsep pengukuran memorable experiences (Tung & Ritchie 2011). Konsep memorable
experience adalah konsep baru yang merefleksikan benchmark atau standar baru, dimana
pengelola pariwisata (destination managers dan tourism business) dalam memberikan layanan
pariwisata harus mengetahui dan menyampaikan tujuan dan program yang akan dialami oleh
pengunjung, Kim, dkk (2012). Selanjutnya Kim juga mengemukakan komponen pengukur dari
tourist experience yang dikenal dengan Memorable Tourism Experience Scale. Skala pengukuran
ini terdiri atas beberapa dimensi yaitu:

1. Hedonism, faktor hedonis dalam penelitian ini merujuk pada kesenangan hati,
kegembiraan, keterlibatan dalam aktivitas, Kim, dkk (2012);
2. Novelty, faktor yang merujuk pada sesuatu yang baru, memberi pengalaman baru;
3. Pengalaman terhadap budaya lokal (local culture), Kim et al (2010) dalam survey-nya
menemukan bahwa responden yang mengalami/menjalani budaya lokal selama
kunjungan wisatanya ternyata memiliki ingatan kembali (recollection) yang kuat terhadap
pengalaman kunjungan wisatanya itu dan memberikan tambahan bagi kekayaan
pengetahuannya;
4. Refreshment, Kim (2009) juga menuliskan bahwa refreshment (penyegaran), yaitu
perasaan tenang, segar dan lepas yang dirasakan selama kunjungan wisata akan
mempengaruhi ingatan terhadap kunjungan wisata itu.
5. Meaningfulness, arti-penting, manfaat dengan berpartisipasi pada suatu kegiatan
periwisata diantaranya dalam meningkatkan mood psikology dan perasaan senang
seseorang. Memberikan para tourist kesempatan untuk menampakkan/menegaskan
identitas diri dan kesempatan untuk mempelajari berbagai tempat dan budaya, menurut
(Kim et al 2012) adalah arti dari meaningfulness.
6. Involvement, keterlibatan. Kim (2010) menemukan bahwa tingkat keterlibatan seseorang
dalam suatu perjalanan wisata meningkatkan kemampuan seseorang mengingat kembali
(recollection) pengalaman lampau dan menggambarkannya secara jelas.
7. Knowledge, pengetahuan
Komponen-komponen yang dikemukakan oleh Kim merupakan bahagian dari komponen
Memorable Tourism Experience Scale yang dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya.
Sthapit, E (2013) dalam thesisnya menyampaikan bahwa Kim dkk pernah menyimpulkan
beberapa komponen potensial lain yang mengukur Memorable Tourism Experience.
Komponen potensial itu diantaranya: Challenge, personal relevance, stimulation, relaxation,
happines, adverse feeling. Walaupun demikian Kim dkk mengatakan bahwa yang paling
sering membentuk memori seorang turis adalah 7 (tujuh) komponen yang diterangkan
pada paragraf sebelumnya.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 3


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
III. Metode Penelitian
Penelitian yang diusulkan termasuk dalam kategori penelitian kuantitatif. Unit analisis
adalah wisatawan yang pernah mendatangi salah satu dari objek wisata di Kota Padang yang
menjadi objek penelitian yakni:
1. Wisata TAHURA/Taman Hutan Raya Dr Bung Hatta ( Kecamatan Lubuk Kilangan)
2. Objek Wisata Kota Tua ( Kecamatan Padang Selatan)
3. Objek wisata jembatan Siti Nurbaya ( Kecamatan Padang Selatan)
4. Objek Wisata Pantai Air Manis ( Kecamatan Padang Selatan)
5. Objek Wisata Pantai Purus (Kecamatan Padang Barat)

Lima lokasi di atas menjadi lokasi yang ditetapkan dalam Renstra Kota Padang tahun
2014-2019 untuk dikembangkan.
Populasi pada penelitian ini adalah wisatawan yang pernah berkunjung ke objek wisata
di kota Padang. Wisatawan tersebut dapat berasal dari luar negeri dan dalam negeri, datang
secara individu atau kelompok. Untuk pelaksanaan penelitian tidak seluruh populasi akan
diambil pendapatnya tetapi akan ditarik sejumlah sampel untuk mewakili populasi, sementara
itu jumlah pasti dari populasi tidak diketahui. Oleh sebab itu digunakan rumus Lemeshow
untuk menghitung jumlah minimal sampel yang akan diteliti. Rumus Lemeshow adalah sebagai
berikut:
𝑎
𝑍 2 1 − 2 𝑝(1 − 𝑝)
𝑛=
𝑑2

Dimana n = Jumlah sampel minimal


𝑎
𝑍21 − = Derajat kebermaknaan
2
p = Proporsi
D = Tingkat deviasi

Dengan nilai Z= 1.96, p = 0.5 dan D = 0.1 maka minimal sampel yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah 96 orang. Sampel penelitian diambil secara purposive sampling, dengan
kriteria: wisatawan yang pernah berkunjung ke objek wisata di Padang, Objek wisata yang
dikunjungi adalah objek wisata yang menjadi objek penelitian, wisatawan bukan warga kota
Padang atau bertempat tinggal di Padang. Sampel terdiri dari wisatawan manca negara
(wisman), wisatawan nusantara (winus) baik yang berkunjung secara individual ataupun
kelompok.
Pada penelitian ini digunakan data primer yakni data yang diperoleh dari wisatawan
yang sudah pernah mengunjungi objek wisata yang diteliti. Data dikumpulkan menggunakan
kuisioner dimana desain kuisioner terbagi atas 3 kelompok, yaitu : (1) profil responden, (2)
pertanyaan yang berhubungan dengan perilaku kunjungan, (3) pertanyaan terkait dengan
memorable tourism experience. Pertanyaan untuk kuesioner kelompok tiga disusun
menggunakan Liker’s scale (1-5 scale). Skala 1 memberikan kondisi yang sangat negatif dan
skala 5 menggambarkan kondisi sangat positif atau dengan range persepsi sangat tidak
setuju–sangat setuju. Pertanyaan kuesioner kelompok tiga juga terdiri dari dimensi variabel:
Hedonism, Novelty, Local culture, Refreshment, Meaningfulness, Involvement, Knowledge dan
adverse feeling. Sebelum kuesioner disebarkan secara menyeluruh, dilakukan pilot test untuk
kuesioner tersebut. Pilot test melibatkan sampel kecil kurang lebih 35 orang. Hasil kuesioner
dari sampel kecil ini akan diuji validitas dan reabilitasnya. Validitas item pertanyaan
ditentukan oleh nilai r, dimana nilai r tabel harus lebih kecil dari r hitung. Nilai r tabel yang
ditetapkan adalah.0.41 Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan metoda alpha cronbach.
Standar minimal koefisien alpha () yang digunakan bernilai ≥ 0.5 (Guilford dalam Maman,
dkk ; 2011). Data primer yang telah terkumpul akan dianalisis dengan factor analysis
dengan bantuan software statistic SPSS.
4 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
IV. Hasil Dan Pembahasan
Memorable Tourism Experience atas objek wisata di Kota Padang diukur melalui
variabel: Hedonism, Novelty, Local Culture, Refreshmen, Meaningfulness, Involvement,
Knowledge dan Adverse Feelings. Dari sisi variabel Hedonism, wisatawan merasa sangat senang
dengan objek wisata di Kota Padang ini terlihat dari jawaban mereka yang 90% mengatakan
berkunjung ke objek wisata di Kota Padang menyenangkan dan 78% berpendapat sangat
menikmati objek wisata yang ada. Dari sisi variabel Novelty atau kebaharuan, 44% saja
wisatawan berpendapat mereka baru pertama kali mengunjungi objek wisata di Kota Padang,
62% mengatakan memperoleh pengalaman yang unik, 52% mengatakan objek wisata Kota
Padang berbeda dengan objek wisata lain, 69 % dari wisatawan mendapat pengalaman baru.
Dari angka persentase yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sebahagian besar wisatawan
yang berkunjung ke objek wisata Kota Padang punya pengalaman yang baru. Dari sisi variable
Local Culture atau budaya local, 49% wisatawan punya kesan yang baik terhadap budaya local,
47% berkesempatan lebih dekat dengan masyarakat sekitar objek wisata dan 43% wisatawan
setuju jika masyarakat sekitar objek wisata berlaku ramah. Dari angka-angka yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa wisatawan belum 100% punya pengalaman yang baik dengan
budaya local masyarakat sekitar objek wisata. Dari sisi variable Refresment atau penyegaran
kembali, 79% wisatawan punya pengalaman terbebas dari stress setelah berkunjung ke objek
wisata Kota Padang, 78% merasa terbebas dari rutinitas, 77 % wisatawan merasa segar
kembali, 77% wisatawan perasaannya lebih baik setelah berkunjung. Dapat disimpulkan
sebahagian besar wisatawan punya pengalaman kembali segar pemikirannya setelah
berkunjung ke objek wisata kota Padang. Dari sisi variable meaningfull atau kemanfaatan,
wisatawan yang datang ke objek wisata Padang menilai kunjungan mereka bermanfaat. Hal ini
dapat dilihat dari pendapat mereka yang 54% mengatakan bahwa perjalanan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang berarti, 50% berpendapat bahwa perjalanan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang penting dan 47.9% dapat belajar tentang dirinya dengan melakukan
kunjungan wisata di Kota Padang. Dari sisi variabel Involvement, wisatawan yang berkunjung
ke objek wisata Kota Padang tidak sepenuhnya punya pengalaman terlibat dengan kegiatan
yang dilakukan di objek wisata Kota Padang. Kesimpulan ini didukung dengan pendapat 48%
wisatawan menyatakan benar-benar ingin mengikuti kegiatan yang diadakan, 47% wisatawan
tertarik dengan kegiatan utama yang diadakan di objek wisata. Dari sisi variabel knowledge
atau pengetahuan, 62% wisatawan mendapat informasi dari objek wisata di Kota Padang, 42%
wisatawan mendapat keterampilan baru dan 40% wisatawan mengetahui budaya masyarakat
local yang bagi mereka sesuatu yang baru. Dapat disimpulkan bahwa wisatawan mendapat
pengetahuan atau informasi baru tetapi kurang mendapat keterampilan dan pengenalan
tentang budaya masayarakat local. Dari sisi Advers feeling atau perasaan penolakan diketahui
bahwa 24% wisatawan merasa kesal saat berkunjung, 24% wisatawan tidak bahagia, 16%
wisatawan tidak nyaman saat berkunjung, 20% wisatawan berpendapat objek wisata Kota
Padang membosankan, 19% wisatawan merasa takut dan 21% berpendapat objek wisata di
Kota Padang tidak special. Dari persentase sikap-sikap negative wisatawan dapat disimpulkan
bahwa sebahagian kecil saja wisatawan yang mempunyai pengalaman yang negative saat
mengunjungi objek wisata Kota Padang. Walaupun persentasenya kecil, tetap saja ini menjadi
catatan penting bagi pengelola wisata Kota Padang, terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi
dan membuat wisatawan tidak menyimpan pengalaman negative.
Untuk mengetahui Memorable Tourism Experience wisatawan yang dominan, dilakukan
analisis faktor dengan beberapa tahapan kegiatan. Pertama, menguji apakah jumlah sampel
yang digunakan sudah mencukupi kebutuhan dari analisis yang akan digunakan. Dari kegiatan
pengujian diketahui nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.876 dan nilai Bartlett’s Test 0.000
(signifikan), dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan nilai KMO antara 0.8 sampai 0.9 maka data
dapat digolongkan pada data yang baik (meritorious) Kaiser & Rice (1974) dalam Chandralal
dan Valenzuela (2013). Artinya jumlah sampel yang digunakan sudah memenuhi syarat

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 5


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
dilakukannya analisis faktor. Kedua, mengetahui apakah seluruh indikator variabel dapat
disertakan dalam analisis faktor dengan pengujian nilai MSA. Hasilnya menunjukkan nilai MSA
masing-masing indikator variabel berada di atas 0.5. Apabila variabel mempunyai nilai MSA ≥
0.5 maka variabel tersebut layak disertakan dalam pengujian analisis faktor, Santosa (2002).

Tabel 1. KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,876


Bartlett's Test of Approx. Chi-Square 3828,994
Sphericity Df 435
Sig. ,000
sumber: diolah sendiri

Ketiga, menentukan dimensi dominan dari 30 indikator yang menjadi ingatan wisatawan
ketika berkunjung ke objek wisata Kota Padang. Hasilnya dari keseluruhan faktor yang
dianalisis terkelompok menjadi 5 (lima) kelompok faktor yang dapat dilihat pada Tabel 2. Dari
lima faktor yang terbentuk, Memorable Tourism Experience dominan berada pada faktor satu
yang berlabel Kepuasan Utama. Faktor ini terbentuk dari dimensi variabel hedonism,
involvement, meaningfull, novelty. Nilai EigenValue untuk komponen Kepuasan Utama sebesar
9.633 dengan variasi 32.109%. Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Kota Padang
mempunyai ingatan pengalaman: kunjungan wisata yang tidak sia-sia dan sangat dinikmati,
mendapat pengalaman baru dan unik, memperoleh pembelajaran untuk diri sendiri, tempat
yang menarik untuk dikunjungi, kegiatan utama yang ditawarkan juga menarik tetapi
keterlibatan dalam kegiatan kurang terakomodir.
Ingatan pendukung lainnya berada pada faktor-faktor lainnya yakni: Faktor berlabel
Positif Feeling, faktor ini terbentuk dari dimensi Advers Feeling tetapi jawabannya di
negasikan oleh responden. Nilai EigenValue untuk Positif Feeling sebesar 4.318 dengan variasi
14.32%. Faktor ketiga diberi label Social Experience, faktor ini terbentuk dari dimensi novelty
dan local culture. Nilai EigenValue untuk Social Experience sebesar 1.773 dengan variasi
5.910%. Faktor keempat diberi label Keterikatan, faktor ini terbentuk dari dimensi knowledge
dan involvement. Nilai EigenValue untuk Keterikatan sebesar 1.480 dengan variasi 4.933%.
Faktor lima diberi label Refresment, faktor ini terbentuk hanya dari variabel refreshment. Nilai
EigenValue untuk Keterikatan sebesar 1.306 dengan variasi 4.353%.
Tabel 2. Kelompok Faktor

Kelompok Faktor Kode Variabel Loading Factor EigenValue


Faktor 1: M2 0,693 9,633
Kepuasan Utama N2 0,681
M1 0,674
H1 0,607
H3 0,601
M3 0,579
H4 0,558
I1 0,545
I3 0,545
N1 0,486
H2 0,391

6 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Faktor 2: AF3 0,912 4,318
Perasaan Positif AF4 0,902
AF5 0,851
AF2 0,847
AF6 0,815
AF1 0,765
Faktor 3: N4 0,750 1,773
Pengalaman Sosial LC2 0,724
LC1 0,715
N3 0,602
LC3 0,496
Faktor 4: K3 0,759 1,480
Keterikatan K2 0,701
K1 0,649
I2 0,524
Faktor 5: R3 0,776 1,306
Menyegarkan R1 0,733
R2 0,730
R4 0,711
sumber: diolah sendiri

V. Penutup
Hasil penelitian menemukan bahwa memorable tourist experience terhadap objek wisata
Kota Padang dilihat dari sisi: (1) Hedonism, wisatawan mempunyai pengalaman yang
menyenangkan (2) Novelty, sebahagian besar wisata punya pengalaman baru dengan
mengunjungi objek wisata Padang, (3) Local culture, wisatawan belum 100% punya
pengalaman yang baik dengan budaya local masyarakat sekitar objek wisata, (4) Refresment,
sebahagian besar wisatawan punya pengalaman menyegarkan setelah berkunjung ke objek
wisata kota Padang, (5) Meaningfull atau kemanfaatan, wisatawan yang datang ke objek wisata
Padang menilai kunjungan mereka bermanfaat (6) Involvement, wisatawan yang berkunjung
ke objek wisata Kota Padang tidak sepenuhnya punya pengalaman terlibat dengan kegiatan
yang dilakukan, (7) Knowledge, wisatawan mendapat pengetahuan atau informasi baru tetapi
kurang mendapat keterampilan dan pengenalan tentang budaya masayarakat local, (8) Advers
Feeling, sebahagian kecil saja wisatawan yang mempunyai pengalaman yang negative saat
mengunjungi objek wisata Kota Padang.
Hasil lainnya terdapat lima faktor yang menjadi sumber ingatan pengunjung ketika
berkunjung ke kota Padang yaitu: (1) Kepuasan Utama, merupakan gabungan dari indikator
variabel hedonism, novelty, meaningfull, involvement (2) Perasaan positif, factor yang
bersumber dari indikator perasaan positif saja, (3) Pengalaman social, merupakan gabungan
dari indicator variable local culture dan novelty, (4) Keterikatan, merupakan gabungan dari
indicator Knowledge dan involvement, (5) Menyegarkan, merupakan factor yang terdiri dari
indicator variable refresment saja. Dari kelima faktor tersebut, faktor yang mendominasi
adalah Kepuasan Utama, dengan EigenValue tertinggi yakni 8.633 dengan variasi 32.109%.
Dari faktor yang mendominasi inilah dibuat kebijakan dalam melakukan promosi objek wisata
Kota Padang. Kebijakan yang dimaksud adalah membuat bahan promosi objek wisata Kota
Padang yang bermuatan; informasi kegiatan penting dan berarti bagi wisatawan, kegiatan yang
dapat dinikmati dan menarik wisatawan untuk terlibat, pengalaman baru dan unik yang dapat
dinikmati wisatawan, menunjukkan bahwa objek wisata Kota Padang adalah tempat yang
harus dikunjungi dan menunjukkan bahwa di objek wisata Kota Padang, wisatawan dapat
mengekspresikan diri.
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 7
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Daftar Pustaka
Chandralal dan Valenzuela (2013), Exploring Memorable Tourism Experiences: Antecedents
and Behavioural Outcomes, Journal of Economics, Business and Management, Vol. 1, No. 2,
May 2013
Kim, J-H. (2009). Development of a scale to measure memorable tourism experiences. Indiana
University
Kim, J. H., Ritchie, J. R. B., & McCormick, B. (2012). Development of a scale to measure
memorable tourism experiences. Journal of Travel Research, 51(1), 12-25
Kim, J. H., Ritchie, J. R. B., & Tung, V. W. S. (2010). The effect of memorable experience of
behavioral intentions in tourism: A structural equation modeling approach, 15, 638-648.
Larsen (2007), Aspects of a Psychology of the Tourist Experience. Journal of Hospitality and
Tourism. 7 (1), pp. 7- 18.
Maman, A., Sambas, A. M. & Ating, S., (2011). Dasar-Dasar Metode Statistik Untuk Penelitian.
Bandung: Pustaka Setia.
Mossberg, L. (2007). A Marketing Approach to the Tourist Experience. Scandinavian Journal of
Hospitality and Tourism. Vol.7 (1), pp. 59-74.
Otto J. & Ritchie, J.R.B. (1996). The service experience in tourism. Tourism Management, 17(3),
165-174.
Oh, H., Fiore, A. M. & Jeong, M. (2007). Measuring Experience Economy Concepts: Tourism
Applications. Journal of Travel Research 46, pp. 119-132.
Santosa (2002) Santosa, Buku Ajar Metodologi Penelitian
Sthapit, E. (2013). Tourist’ Perseption of Memorable Experiences: Testing the Memorable
Tourism Experience Scale (MTEs) Among Tourist to Rovainiemi, Lapland. Thesis,
University of Lapland, Faculty of Social Sciences
Walls, dkk (2011), An Examination of Consumer Experience and Relative Effects on Consumer
Values. University of Central Florida.
World Economic Forum (WEF) 2017. The ASEAN Travel & Tourism Competitiveness Report
2012.

8 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat


Pemanfaatan Sistem Informasi Dan Keberhasilan Penggunaan
Sistem Informasi Pada Organisasi
Melyani
Program Studi Manajemen AMIK Bina sarana Informatika
melyani.myn@bsi.ac.id

Meiva Eka Sri Sulistyawati


Program Studi Manajemen AMIK Bina sarana Informatika

Deasy Novayanti
Program Studi Manajemen AMIK Bina sarana Informatika

Abstrak
Tujuan_ Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi minat pemanfaatan sistem informasi dan pengaruhnya
terhadap penggunaan sistem informasi dengan menguji model UTAUT
yang diajukan oleh Venkatesh et al.,(2003).
Desain/Metode_ Data yang digunakan penelitian ini diperoleh dari
persepsi individu pemakai sistem informasi pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data dikumpulkan melalui mail survey.
Sebanyak 83 kuesioner kembali dari 300 yang dikirim dan hanya 60 kuesioner
yang dapat diolah. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik
regresi berganda.
Temuan_Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspektasi kinerja dan
ekspektasi usaha dan faktor sosial berpengaruh positif signifikan terhadap
minat pemanfaatan sistem informasi. Kondisi-kondisi yang memfasilitas
pemakai berpengaruh positif signifikan terhadap penggunaan sistem
informasi dan minat pemanfaatan sistem informasi tidak berpengaruh
terhadap penggunaan sistem informasi.
Implikasi_ Para peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk
menggunakan variabel penelitian yang berasal dari faktor intrinsik pemakai SI.
Hal ini perlu dilakukan karena sebagai pemakai SI justru mereka yang
menentukan apakah suatu SI dapat beroperasi dengan baik sehingga
menghasilkan manfaat bagi pemakai dan institusi yang menyediakannya.
Originalitas_Merupakan Pengujian model UTAUT menurut persepsi pengguna
Tipe Penelitian_Studi Empiris

Kata Kunci: ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha, faktor sosial, kondisi-


kondisi yang memfasilitasi pemakai, minat pemanfaatan sistem
informasi dan penggunaan sistem informasi

I. Pendahuluan
Kehidupan lingkungan bisnis diwarnai dengan ketidakpastian, persaingan dan
perubahan. Dengan adanya Sistem Informasi (SI) akan memiliki kemampuan untuk
mendeteksi secara efektif kapan perubahan dunia bisnis memerlukan tanggapan strategis.
Informasi yang bersifat strategis diperlukan perusahaan dalam kaitannya dengan kehidupan
jangka panjang perusahaan sehingga penggunaan Sistem Informasi diharapkan mampu
memberikan manfaat yang besar dalam menghadapi dunia bisnis yang kompetitif. Hal tersebut

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 9


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
menimbulkan pemikiaran akan kebutuhan investasi dalam Sistem Informasi. Keputusan akan
investasi menjadi hal yang sangat penting dalam suatu organisasi (Nunamaker dan Ralph,
1996; Reich dan Izak, 1996). Peran strategis Sistem Informasi adalah membantu pihak
manajemen dalam menyediakan informasi yang dapat mendukung dalam pengambilan
keputusan. Perusahaan perlu memikirkan bagaimana caranya agar Sistem Informasi yang
telah di miliki dan akan dikembangkan bisa mencapai kesuksesan. Teknologi informasi
mempunyai peran penting, karena dapat menjadi senjata strategis bagi perusahaan dalam
memperoleh keunggulan bersaing menurut Rockart (1988).
Nash dan Robert (1984) dalam Afrizon (2002) menyatakan Sistem Informasi
merupakan suatu kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi, media, prosedur-prosedur
dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur komunikasi penting, memproses
tipe transaksi rutin, memberi sinyal pada manajemen dan yang lainnya terhadap kejadia-
kejadian internal dan eksternal yang penting dan menyediakan suatu sumber dasar untuk
pengambilan keputusan cerdik. Sistem informasi yang modern dan canggih telah di
implementasikan dibanyak perusahaan dengan biaya besar, namun masalah yang timbul
adalah penggunaan yang masih rendah terhadap Sistem Informasi secara kontinus. Rendahnya
penggunaan Sistem Informasi diidentifikasikan sebagai penyebab utama yang mendasari
terjadinya productivity paradox yaitu investasi yang mahal dibidang sistem tetapi
menghasilkan return yang rendah (Venkatesh dan Davis,2000). Bukti empiris menunjukkan
bahwa penggunaan Sistem Informasi untuk tujuan pembuatan keputusan manajemen dan
operasi masih rendah (Johansen dan Swigart, 1996 ; Moore, 1991; Norman ,1993 ; Weiner,
1993) dalam Indarti (2001). Penggunaan Sistem Informasi merupakan variable penting yang
mempengaruhi keinerja manajerial (Sharda, et al,1986; Davis, 1989; Swanson, 1982).
Konsep dalam penelitian ini adalah model berketerimaan teknologi (Technology
Acceptance Model, TAM) yang memberikan pengertian bahwa pemakai cenderung
menggunakan suatu sistem apabila sistem tersebut mudah digunakan dan tidak memerlukan
usaha yang keras untuk penggunaannya dan keberhasilan penggunaannya. Konsep ini
dilandasi oleh teori tindakan beralasan (Theory Reasoned Action, TRA) yang dikembangkan
oleh Ajzen dan Fishbein (1975). TAM menawarkan suatu penjelasan yang kuat dan efisien
untuk dapat menguji perilaku penerimaan dan penggunaan serta keberhasilan Sistem
Informasi oleh pemakai (Davis, 1989 ; Davis et al,1989). Dalam TAM penerimaan pemakai
Sistem informasi ditentukan oleh dua faktor kunci yaitu perceived usefulness dan perceived easy
of use. Dua factor tersebut memberikan gambaran bahwa apabila Sistem Informasi mudah
digunakan maka pemakai akan cenderung untuk menggunakan Sistem Informasi tersebut.
Sedangkan TRA menyatakan sikap seseorang terhadap perilaku ditentukan oleh adanya
kepercayaan (belief) mengenai konsekuensi-konsekuensi dari tindakan yang dikembangkan
berdasarkan konsekuensi-konsekuensi tersebut. TRA juga mengemukakan bahwa suatu
norma subyektif individu ditentukan oleh fungsi multiplikatif dari kepercayaan normatif.
Indarti (2001) menggunakan model konsep keberterimaan teknologi (TAM) dan pengaruhnya
terhadap penggunaan Sistem Informasi. Penelitian Indarti dilakukan dengan responden 71
manajer pada berbagai industri yang terdaftar pada Handbook of top companies and Big Group
in Indonesia dan mencoba untuk mengindentifikasi factor-faktor lain yang mempengaruhi
minat terhadap pemanfaatan Sistem Informasi dan keberhasilan penggunaannya selain dari
konsep TAM. Variabel-variabel tersebut adalah partisipasi pemakai, strategi dan
desentralisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan langsung antara
perceived easy of use dengan minat pemanfaatan Sistem Informasi dan hubungan perceived of
use dengan minat pemanfaatan Sistem Informasi melalui variable intervening yaitu perceived
usefulness.
Afrizon (2002) melakukan penelitian terhadap 84 manajer pada industry perbankan di
Indonesia dengan hasil bahwa terdapat adanya pengaruh dan hubungan yang signifikan antara
perceived usefulness dan interaksi antara norma subyektif dengan ketidakwajiban terhadap

10 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
minat pemnafaatan Sistem Informasi.
Penelitian Thompson (1991) menyatakan bahwa terdapat enam faktor yang
mempengaruhi penggunaan Sistem Informasi yaitu factor social, affect, kompleksitas,
kesesuaian tugas, konsekuensi jangka panjang dan kondisi yang memfasilitasi pemakai. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terhadap hubungan yan positif antara factor social, affect,
kesesuaian tugas, konsekuensi jangka panjang serta hubungan negative antara kompleksitas
dan penggunaan Sistem Informasi. Hasil penelitian juga menunjukkan hubungan yang negative
dan lemah antara kondisi yang memfasilitasi pemakain dengan penggunaan Sistem Informasi
serta keberhasilan penggunaannya.
Venkatesh dan Moris (2000) melakukan penelitian terhadap 342 responden yang terdiri
dari 156 wanita dan 186 pria untuk melihat perbedaan gender terhadap factor social dan peran
mereka dalam penerimaan teknologi dan perilaku pemakai dengan menggunakan konsep
model keterimaan teknologi.
Compeau dan Higgins (1995) menyatakan bahwa sejak tahun 1970 praktisi organisasi
dan para peneliti menemukan bahwa penerapan teknologi baru tidak sesuai dengan yang
diharapkan, karyawan yang lebih tua mempunyai sedikit pengetahuan dan pelatihan mengenai
system sehingga pemahaman mengenai factor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Sistem
informasi secara individual muncul menjadi tujuan dari penelitian –penelitian dalam
management information system.
Venkatesh et al, (2003) melakukan penelitian terhadap industry komunikasi, hiburan
dan perbankan dan administrasi public yang menggunakan System Informasi secara wajib
(mandatory) dan sukarela (Voluntary). Penelitian dilakukan untuk mereview dan dan
menggabungkan beberapa model penerimaan Sistem informasi dan menghipotesiskan
ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha dan factor social mempunyai pengaruh terhadap minat
pemanfaatan Sistem Informasi sedang minat pemanfaat Sistem Informasi dan kondisi yang
memfasilitasi pemakai berpengaruh terhadap penggunaan dan keberhasilan system Informasi.
Ekspektasi kinerja diyakini bahwa seorang individu akan menggunakan Sistem Infomasi
apabila system tersebut dapat membantunya untuk meningkatkan kinerja. Sedangkan
ekspektasi usaha merupakan tingkat kemudahan dalam penggunaan Sistem Informasi. Hasil
penelitian menunjukkan ekspektasi kinerja maupun ekspektasi usaha mempunyai pengaruh
kuat terhadap pemanfaatan Sistem Informasi. Factor social merupakan pengaruh dari
lingkungan sekitar yang meyakinkan individu untuk menggunakan Sistem Informasi. Pada
variable ini hasil penelitian menunjukkan bahwa minat pemanfaatan Sistem Informasi akan
dipengaruhi oleh orang-orang disekitar pemakai. Variable kondisi-kondisi yang memfasilitasi
pemakai merupakan keyakinan individu bahwa terdapat infrastruktur organisasi dan teknik
yang mendukung penggunaan Sistem Informasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya
pengaruh yang lebih kuat terhadap penggunaan Sistem Informasi. Pada hubungan minat
pemanfaatan Sistem Informasi dan penggunaan Sistem Informasi menunjukkan adanya
pengaruh positif.
Penelitian yang dilakukan Venkatesh et al, (2003) akan diteliti kembali oleh peneliti
dengan perbedaan sampel penelitian, dimana Venkatesh et al (2003) menggunakan sampel
karyawan diberbagai departemen pada industri komunikasi, hiburan, perbankan dan
administrasi public di Amerika Serikat, sedangkan dalam penelitian ini sampel diambil dari
suatu perusahaan teknologi Informasi yaitu industry manufaktur pembuatan dan perancangan
Automatic Data capture seperti bar code readers, mobile computers, sensors for detection,
measurement and safety, vision system penandaan laser (Data Logic) di wilayah Indonesia. Hal
ini sesuai anjuran Venkatesh et al, (2003) bahwa hendaknya menggunakan sampel yang
berbeda dengan penelitian yang sudah ada dengan tujuan untuk dapat meningkatkan
kemampuan generalisasi. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris apakah
dengan teori yang sama tetapi populasi, waktu dan tempat yang berbeda akan menunjukkan
hasil yang sama.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 11


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Peneliti mencoba untuk memperbaiki keterbasan yang dihadapi Venkatesh et al, (2003)
menggunakan item-item pengukuran yang memiliki validitas tertinggi saja sehingga
memungkinkan tidak terwakili suatu konstruk yang dapat mendukung suatu variable. Melihat
hal tersebut peneliti akan memodifikasi item-item pengukuran yang dapat lebih mendukung
pengukuran variable-variabel tersebut.
Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuannya bersaing di
pasar. Kemampuan bersaing memerlukan strategi yang dapat memanfaatkan semua kekuatan
dan peluang yang ada, serta menutup kelemahan dan menetralisir hambatan strategis dalam
dinamika bisnis yang dihadapi. Semua itu dapat dilakukan jika manajemen mampu melakukan
pengambilan keputusan yang didasari pada informasi yang berkualitas. Informasi yang
berkualitas akan terbentuk dari adanya Sistem Informasi yang dirancang dengan baik.
Penggunaan Sistem Informasi dalam organisasi telah meningkat secara dramatis. Sejak
tahun 1980-an sekitar 50 persen modal baru digunakan untuk pengembangan SI (Westland
dan Clark, 2000) dalam Venkatesh et al., (2003). Sistem informasi diadakan untuk
menunjang aktifitas usaha di semua tingkatan organisasi. Penggunaan SI mencakup sampai ke
tingkat operasional untuk meningkatkan kualitas produk serta produktivitas operasi. Oleh
karena itu SI harus dapat diterima dan digunakan oleh seluruh karyawan dalam
organisasi sehingga investasi yang besar untuk pengadaan SI akan diimbangi pula dengan
produktivitas yang besar pula.
Suatu organisasi perlu memperhatikan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penggunaan SI sehingga tidak akan terjadi “productivity paradox” yaitu investasi yang mahal
di bidang SI tetapi menghasilkan return yang rendah. Untuk itu perlu dilakukan pengujian
empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat pemanfaatan SI dan pengaruhnya
terhadap penggunaan SI. Adapun permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh positif signifikan ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha
dan faktor sosial terhadap minat pemanfaatan SI ?
2. Apakah terdapat pengaruh positif signifikan kondisi-kondisi yang memfasilitasi
pemakai dan minat pemanfaatan SI terhadap keberhasilan penggunaan sistem informasi ?

II. Kajian Teori


Sistem Informasi tidak akan lepas dari teknologi informasi artinya keberhasilan
atau kesuksesannya akan selalu didukung oleH adanya teknologi informasi SI merupakan
gabungan antara hardware dan software komputer, prosedur-prosedur, dokumentansi,
formulir-formulir dan orang yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan , mengolah,
dan mendistribusikan data dan informasi.
Teknologi informasi merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh suatu
perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Dengan aplikasi dari
teknologi informasi akan membuat perusahaan lebih kompetitif karena akan mendapat
banyak manfaat dari kecanggihan teknologi informasi. Kemampuan teknologi informasi dari
segi teknis telah mengalami perkembangan yang pesat namun implementasi dalam praktek
masih memerlukan banyak penyesuaian dan waktu.
Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Fishbein dan Azjen’s (1975)
adalah suatu teori yang berhubungan dengan sikap dan perilaku individu dalam
melaksanakan kegiatan atau tindakan yang beralasan dalam konteks penggunaan teknologi
informasi. Seseorang akan memanfaatkan teknologi informasi atau sistem informasi dengan
alasan bahwa teknologi atau sistem tersebut akan menghasilkan manfaat bagi dirinya.
Perilaku pemakai sistem bersamaan dengan norma sosial dan faktor situasional lainnya
memotivasi ke niat atau minat untuk memanfaatkan SI dan pada akhirnya meningkatkan
penggunaan SI tersebut. Sheppard et al., (1988) menyatakan bahwa TRA telah digunakan
untuk memprediksi suatu perilaku dalam banyak hal.

12 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Penelitian mengenai SI telah menguji perilaku pengguna dan penerimaan sistem dari
berbagai perspektif (Venkatesh et al., 2003). Dari berbagai model yang telah diteliti,
Technology Acceptance Model (TAM) yang diadopsi dari Theory of Reasoned Action (TRA)
dikembangkan oleh Davis (1989) menawarkan sebagai landasan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik mengenai perilaku pemakai dalam penerimaan dan penggunaan
SI (Davis, 1989; Davis, et al., 1989). Model TAM berasal dari teori psikologis untuk menjelaskan
perilaku pengguna teknologi informasi. Yang berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap
(attitude), minat (intention) dan hubungan perilaku pengguna (user behavior relatioship).
Tujuan model ini adalah untuk dapat menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku
pengguna teknologi informasi terhadap penerimaan penggunaan teknologi informasi itu
sendiri. Model TAM merupakan model yang paling berpengaruh untuk dapat melihat
penerimaan penggunaan SI. Model ini akan menggambarkan bahwa penggunaan SI akan
dipengaruhi oleh variabel kemanfaatan (usefullness) dan variabel kemudahan pemakaian
(easy of use), dimana keduanya memiliki determinan yang tinggi dan validitas yang telah teruji
secara empiris (Davis,1989). TAM meyakini bahwa penggunaan SI akan meningkatkan kinerja
individu atau perusahaan, disamping itu penggunaan SI adalah mudah dan tidak
memerlukan usaha keras dari pemakainya. Dengan menggunakan perceived usefullness dan
perceived easy of use, maka TAM diharapkan dapat menjelaskan penerimaan pemakai SI
terhadap SI itu sendiri.
Perceived usefullness didefinisikan sebagai tingkat keyakinan individu bahwa
penggunaan SI tertentu akan meningkatkan kinerjanya. Konsep ini menggambarkan manfaat
sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan produktivitas, kinerja tugas, efektivitas,
pentingnya suatu tugas dan overall usefullness (Davis,1989). Sementara perceived easy of
use didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan SI
merupakan hal yang mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pemakainya. Konsep ini
mencakup kejelasan tujuan penggunaan SI dan kemudahaan penggunaan sistem untuk
tujuan sesuai dengan keinginan pemakai (Davis, 1989).

Konsep Dasar Sistem Informasi


Informasi merupakan hal yang fundamental dalam suatu organisasi khususnya dalam
pengambilan keputusan. Kegunaan informasi adalah untuk mengurangi adanya
ketidakpastian di dalam pengambilan keputuasan tentang suatu keadaan. Informasi dalam
hubungannya dengan pengambilan keputusan diperoleh dari SI atau disebut juga dengan
information processing system.
Bodnar dan Hopwood (1995) mendefinisikan sistem dalam lingkup SI sebagai sumber
daya yang bekerja sama untuk memenuhi tujuan tertentu. Hall (2001, h.7) mendifinisikan SI
sebagai suatu rangkaian prosedur formal dimana data dikumpulkan, diproses menjadi
informasi, dan distribusikan kepada para pemakai. Menurut Lucas (1982, h. 3), sistem
informasi adalah suatu kegiatan dari prosedur-prosedur yang diorganisasikan, bilamana
dieksekusikan akan menyediakan informasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan
dan pengendalian organisasi. Leitch dan Davis (1993) dalam Afrizon (2002, h. 9), sistem
informasi merupakan suatu sistem di dalam organisasi yang mempertemukan kebutuhan
pengelolaan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi
dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang
diperlukan.
Setiap organisasi harus menyesuaikan SI dengan kebutuhan pemakai. Oleh karena itu
tujuan penggunaan SI yang spesifik dapat berbeda-beda dari satu perusahaan dengan
perusahaan lain, namun demikian, terdapat tiga tujuan utama yang umum bagi semua sistem
(Hall, 2001, h.18) yaitu: 1). ntuk mendukung fungsi kepengurusan (stewardship) manajemen;
2). Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen; 3). Mendukung kegiatan
perusahaan hari demi hari.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 13


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Menurut Hall (2001, h.17), informasi yang dihasilkan oleh SI dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan apabila informasi tersebut berkualitas artinya informasi tersebut
harus memenuhi empat hal yaitu:

1. Relevan (relevance). Informasi harus memberikan manfaat bagi pemakainya. Relevansi


informasi untuk tiap-tiap individu satu dengan yang lainnya berbeda. Misalnya
informasi mengenai sebab-musabab kerusakan mesin produksi kepada akuntan
perusahaan adalah kurang relevan dan akan lebih relevan bila ditujukan kepada ahli
teknik perusahaan
2. Akurasi (accuracy). Informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias atau
menyesatkan, dan harus jelas mencerminkan maksudnya. Ketidakakuratan dapat
terjadi karena sumber informasi (data) mengalami gangguan atau kesengajaan
sehingga merusak atau merubah data-data asli tersebut.
3. Tepat waktu (timeliness). Informasi yang dihasilkan atau dibutuhkan tidak boleh
terlambat (usang). Informasi yang usang tidak mempunyai nilai yang baik, sehingga kalau
digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan akan berakibat fatal atau
kesalahan dalam keputusan dan tindakan. Kondisi demikian menyebabkan mahalnya nilai
suatu informasi, sehingga kecepatan untuk mendapatkan, mengolah dan
mengirimkannya memerlukan teknologi-teknologi terbaru.
4. Lengkap (complete). Bagian informasi yang esensial bagi pemakai tidak boleh ada yang
hilang atau kurang. Misalnya: sebuah laporan harus menyajikan semua perhitungan dan
menyajikannya dengan jelas sehingga tidak menimbulkan laporan yang ambigu.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bahwa SI merupakan
sarana untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan
organisasi dan menambah pengetahuan sehingga dapat mengurangi ketidakpastian bagi para
pemakai infomasi. Apabila informasi yang disajikan berkualitas, maka keputusan yang diambil
akan cenderung menyesatkan atau bahkan dapat menyebabkan masalah bagi perusahaan.

Sistem Informasi Organisasi


Informasi merupakan hal yang penting bagi manajemen dari suatu satuan ekonomi yang
efisien (Chusing, 1989, h. 2). Informasi merupakan komoditas yang tak ternilai untuk dapat
menempatkan perusahaan sebagai market leader ataupun dalam menjaga keberadaan
perusahaan dalam kompetisi di era globalisasi.
Para manajer dewasa ini menyadari bahwa kebutuhan akan informasi yang relevan dan
tepat waktu tidak dapat dielakan. Mereka semakin menuntut adanya SI yang cepat, akurat, dan
relevan. Manfaat penting suatu SI dalam kaitannya dengan kinerja perusahaan diidentifikasi
oleh Martin (1991, h.. 23) sebagai berikut : a). Mengurangi tingkat kesalahan; b). Mengurangi
waktu untuk memperbaiki kesalahan; c). Mengurangi waktu tanggap dari workstation
interaktif; d). Mempercepat waktu penyediaan laporan (informasi); e). Meningkatkan
keamanan system; f). Memperbanyak update sumber record aktif; g). Meningkatkan
kepuasaan pemakai.
Perkembangan SI informasi disatu sisi menguntungkan bagi perusahaan namun disisi
lain menimbulkan beberapa masalah bagi pihak manajemen antara lain adalah (Maharsi, 2000,
h. 130):

1. Untuk menerapkan SI dalam perusahaan memerlukan biaya yang besar. Biaya yang
diperlukan tidak hanya pada saat pengadaan sistem tersebut tetapi juga biaya
pemeliharaan dan biaya pengembangan apabila sistem tersebut mulai usang.
2. Sistem informasi tersebut yang diterapkan harus acceptable, yaitu dapat diterima oleh
semua pihak yang menggunakan. Jika tidak akan menimbulkan perilaku yang tidak

14 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
diharapkan seperti resistance to change (penolakan terhadap perubahan). Resistance
to change muncul karena tidak semua individu mudah menerima perubahan dan
menganggap bahwa dengan adanya perubahan berarti hambatan, bahkan dapat
merupakan ancaman. Resistance to change juga dapat timbul karena kurangnya
pengetahuan atau ketidakmampuan dalam mengoperasikan SI yang baru.
3. Perkembangan SI menuntut semakin banyaknya keahlian yang dimiliki oleh karyawan
atau pekerja organisasi. Oleh karena itu pendidikan dan pelatihan tambahan sangat
diperlukan.
4. Perkembangan SI memungkinkan hilangnya kesempatan kerja khususnya bagi karyawan
tingkat bawah karena dengan perkembangan SI hanya menciptakan kesempatan kerja
baru bagi tenaga ahli atau individu yang telah memenuhi kualifikasi.

Melihat adanya masalah yang timbul dalam perkembangan SI maka pihak manajemen
dalam mengimplementasikan suatu sistem hendaknya mempertimbangkan besarnya biaya
yang diperlukan dan manfaat yang akan diperoleh (cost–benefit analysis). Sistem informasi
akan diterapkan apabila dapat memberikan manfaat yang jauh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan untuk mengimplementasikan SI.

Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan penelitian yang akan menguji teori yang dikemukakan oleh
Venkatesh et al.,(2003). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
oleh Venkatesh et al., (2003) adalah sebagai berikut :

1. Penelitian Venkatesh et al.,(2003) dilakukan dengan sampel karyawan berbagai


departemen pada industri hiburan, komunikasi, perbankan dan administrasi publik di
Amerika Serikat sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah pada
karyawan akuntansi dan keuangan industri manufaktur di Indonesia.
2. Penelitian Venkatesh et al.,(2003) menggunakan variabel moderating gender dan
umur sedangkan pada penelitian ini tidak menggunakan variabel moderating tesebut.
3. Pengumpulan data pada penelitian Venkatesh et al.,(2003) dilakukan secara
longitudinal sedangkan pada penelitian ini dilakukan secara survey. Penelitian mengenai
penggunaan SI telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia maupun diluar
Indonesia pada berbagai industri. Guna mempermudah dalam melihat dukungan hasil
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan landasan perumusan hipotesis disajikan
pada tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Peneliti Metode Sampel Hasil

Davis et al., Survey 107 user Perceived usefulness dan ease of use
1989 mempunyai hubungan yang kuat terhadap
sistem informasi. Norma-norma sosial tidak
menunjukkan adanya hubungan dengan
pemanfaatan sistem informasi.
Thompson Survey 212 manajer Kesesuaian tugas, faktor sosial berhubungan
et al., 1991 positif kuat terhadap pemanfaatan PC.
Kompleksitas berhubungan negatif signifikan
sedangkan kondisi yang memfasilitasi
berhubungan negatif lemah terhadap
pemanfaatan PC.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 15


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Taylor dan Survey 786 user Perceived usefulness mempunyai hubungan
Todd, 1995 yang signifikan terhadap sistem informasi.

Compeau et Longitudinal 394 end user Adanya hubungan signifikan positif


al, 1999 antara kinerja individu dengan penggunaan
sistem informasi.
Jurnali, Survey 171 Akuntan Kesesuaian tugas-teknologi berdampak
2000 Publik positif terhadap pemanfaatan sistem
informasi.

Venkatesh Longitudinal 342 karyawan Perceived usefulnees merupakan determinan


dan Moris, minat pemanfaatan sistem informasi
2000
Venkatesh Longitudinal 156 Karyawan Image mempunyai pengaruh positif signifikan
dan Davis, terhadap Perceived usefulness. Perceived ease
2000 of use dan perceived usefulness mempunyai
pengaruh positif terhadap pemanfaatan SI.

Diana, 2001 Survey 142 karyawan Faktor sosial berpengaruh positif terhadap
pemanfaatan PC, kompleksitas berpengaruh
negatif signifikan terhadap pemanfaatan PC,
kesesuain tugas teknologi tidak berpengaruh
terhadap pemanfaatan PC.

Venkatesh Longitudinal 348 karyawan Adanya hubungan positif signifikan ekpektasi


et al., 2003 kinerja, ekspektasi usaha dan faktor sosial
terhadap minat pemanfaatan sistem
informasi. Adanya hubungan positif
signifikan minat pemanfaatan sistem
informasi dan kondisi-kondisi yang
memfasilitasi pemakai terhadap penggunaan
sistem informasi.

Penelitian Terdahulu
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Ekspektasi Kinerja terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi
Ekspektasi kinerja (performance expectancy) didefinisikan sebagai tingkat dimana
seorang individu meyakini bahwa dengan menggunakan sistem akan membantu dalam
meningkatkan kinerjanya. Konsep ini menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya yang
berkaitan dengan perceived usefulnees, motivasi ekstrinsik, job fit, keuntungan relatif
(relative advantage) (Venkatesh et al.,2003).
Perceived usefulness mempunyai hubungan yang lebih kuat dan konsisten dengan
sistem informasi (Davis, 1989). Penelitian Taylor dan Todd (1995) dan Venkatesh dan Davis
(2000) menunjukkan hasil yang mendukung bahwa perceived usefulness merupakan
faktor penentu yang signifikan terhadap kemauan individu untuk menggunakan sistem.
Thompson et al.,(1991) menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara
kesesuaian tugas (job fit) dengan penggunaan sistem. Penelitian Diana (2001) menunjukkan
bahwa kesesuian tugas akan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan
akuntasi. Jurnali (2000) menunjukkan bahwa kesesuaian tugas akan berdampak positif
terhadap pemanfaatan SI. Sedangkan Goodhue dan Thompson (1995) menemukan tidak
terdapat dukungan antara kesesuaian tugas dengan pemanfaatan sistem informasi.
Venkatesh et al.,(2003) menyatakan bahwa konstruk ekspektasi kinerja merupakan
prediktor yang kuat dari minat pemanfaatan SI dalam setting sukarela maupun wajib. Hal
16 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Compeau dan Higgins 1995; Davis et
al.,1989; Taylor and Tood 1995; Thompson et al.,1991; Venkatesh dan Davis,2000.
Berdasarkan uraian teoritis dan beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh
ekspektasi kinerja terhadap minat pemanfaatan SI, maka hipotesis 1(satu) dinyatakan:

H1 : Ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif terhadap minat pemanfaatan SI

Pengaruh Ekspektasi Usaha terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat kemudahan penggunaan
sistem yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam
melakukan pekerjaannya. Hal ini berarti bahwa individu yang menggunakan SI dalam
pekerjaan akan lebih mudah daripada dengan cara manual. Tiga konstruk yang
membentuk konsep ini adalah kemudahan penggunaan persepsian (perceived ease of use),
kemudahan penggunaan (ease of use), dan kompleksitas (Venkatesh et al., 2003).
Davis et al.,(1989) mengidentifikasikan bahwa kemudahan pemakaian mempunyai
pengaruh terhadap penggunaan SI. Hal ini konsisten dengan penelitian Adam (1992)
dan Iqbaria (1997). Kemudahan penggunaan teknologi atau sistem informasi akan
menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai kegunaan dan
karenanya menimbulkan rasa yang nyaman bila bekerja dengan menggunakannya
(Venkatesh dan Davis, 2000). Kompleksitas yang dapat membentuk konstrak ekspektasi
usaha didefinisikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Venkatesh et al.,(2003) adalah
tingkat dimana inovasi dipersepsikan sebagai sesuatu yang relatif sulit untuk diartikan
dan digunakan oleh individu. Thompson et al., (1991) menemukan adanya hubungan yang
negatif antara kompleksitas dan pemanfaatan SI. Menurut Venkatesh dan Moris (2000)
menyatakan bahwa ekspektasi usaha menjadi determinan minat pemanfaatan sistem.
Venkatesh et al., (2003), ekspektasi usaha mempunyai hubungan yang signifikan dengan
minat pemanfaatan SI hanya selama periode pasca pelatihan tetapi kemudian menjadi
tidak signifikan pada periode implementasi, hal ini konsisten dengan penelitian Davis et
al., (1989); Thompson et al., (1991).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis 2 (dua) yang diuji
adalah sebagai berikut:
H2 : Ekspektasi usaha mempunyai pengaruh positif terhadap minat pemanfaatan SI

Pengaruh Faktor Sosial terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


Faktor sosial diartikan sebagai tingkat dimana seorang individu menganggap bahwa
orang lain menyakinkan dirinya bahwa dia harus menggunakan sistem baru. Dalam suatu
lingkungan organisasi, faktor sosial akan akan menentukan keberhasilan pemanfaatan SI.
Menurut Triandis (1980), perilaku akan dipengaruhi oleh aturan sosial yang bergantung
pada pesan yang diterima dari yang lain dan mempengaruhi apa yang seseorang pikir
mereka akan lakukan. Faktor sosial merupakan “internalisasi individu dari kelompok
budaya subyektif dan kesepakatan interpersonal tertentu yang telah dijalin dengan individu-
individu lain dalam situasi sosial tertentu” (Triandis, 1980).
Faktor sosial sebagai determinan langsung dari minat pemanfaatan SI adalah
direpresentasikan oleh konstruk–konstruk yang terkait yaitu norma subyektif, faktor sosial
dan image (Venkatesh et al., 2003). Meski memiliki istilah–istilah yang berbeda, tiap–tiap
konstruk tersebut berisi gagasan eksplisit atau implisit bahwa perilaku seorang individu
dipengaruhi oleh cara dimana mereka meyakini bahwa orang lain akan memandang
mereka berdasarkan hasil yang diperoleh setelah mereka menggunakan sistem.
Moore dan Benbasat (1991) menyatakan bahwa pada lingkungan tertentu, penggunaan
SI akan meningkatkan status (image) seseorang di dalam sistem sosial. TAM menteorikan
bahwa norma subyektif akan berpengaruh positif terhadap status, karena, jika para

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 17


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
anggota yang penting dari suatu kelompok sosial di tempat kerja meyakini bahwa mereka
harus melakukan suatu perilaku (yaitu, menggunakan suatu sistem), maka seorang individu
yang melakukannya akan berkecenderungan mengangkat statusnya dalam kelompok (Blau,
1964; Kiesler dan Kiesler, 1969; Preffer, 1982) dalam Venkatesh dan Davis (2000).
Thompson et al., (1991) dan Diana (2001) menemukan hubungan yang positif dan
signifikan antara faktor-faktor sosial pemakai sistem, dimana faktor- faktor sosial ditunjukkan
dari besarnya dukungan teman sekerja, manajer senior, pimpinan dan organisasi. Sedangkan
Davis et.al (1989) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan norma-norma sosial
terhadap pemanfaatan SI.
Sesuai dengan teori Venkatesh et al.,(2003) yang menyatakan hubungan signifikan
positif faktor sosial terhadap pemanfaatan SI dan bukti empiris yang mendukung lainnya
maka hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H3 : Faktor sosial mempunyai pengaruh positif terhadap minat pemanfaatan SI

Pengaruh Kondisi-Kondisi yang Memfasilitasi Pemakai terhadap Penggunaan


Sistem Informasi
Perilaku tidak dapat terjadi jika kondisi obyektif dalam lingkungan menghalanginya
(Triandis, 1980). Kondisi yang memfasilitasi penggunaan Sistem Informasi menurut Triandis
didefinisikan sebagai “faktor-faktor obyektif” yang dapat mempermudah melakukan suatu
tindakan. Faktor-faktor obyektif tersebut antara lain adalah ketentuan-ketentuan yang
mendukung pemakai dalam memanfaatkan SI, misalnya pelatihan dan membantu pemakai
ketika menghadapi kesulitan. Penelitian Thompson et al., (1991) menemukan bahwa tidak
ada hubungan antara kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai dengan penggunaan SI.
Schultz dan Slevien (1975) menemukan bukti empiris bahwa kondisi- kondisi
yang mendukung pemanfaatan Sistem Informasi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan Sistem Informasi. Sedangkan Venkatesh et al., (2003)
menyatakan bahwa kondisi–kondisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai pengaruh pada
karyawan.
Hipotesis yang dikembangkan untuk menguji kondisi-kondisi yang memfasilitasi
pemakai terhadap penggunaan Sistem Informasi adalah sebagai berikut:
H4 : Kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai pengaruh positif terhadap
penggunaan system informasi.

Pengaruh Minat Pemanfaatan Sistem Informasi terhadap Keberhasilan Penggunaan


Sistem Informasi
Triandis (1980) mengemukakan bahwa perilaku seseorang merupakan ekspresi dari
keinginan atau minat seseorang ( intention), dimana keinginan tersebut dipengaruhi oleh
(1) faktor-faktor sosial (2) perasaan ( affect) dan (3) konsekuensi-konsekuensi yang
dirasakan (perceived consequences). Davis et al., (1989) mengemukakan bahwa adanya
manfaat yang dirasakan oleh pemakai SI akan meningkatkan minat mereka untuk
menggunakan SI. Sedangkan Thompson et al.,(1991) menyatakan bahwa keyakinan
seseorang akan kegunaan SI akan meningkatkan minat mereka dan pada akhirnya individu
tersebut akan menggunakan SI dalam pekerjaannya atau dengan kata lain adanya imbalan
di masa depan juga merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi minat pemanfaatan SI
terhadap penggunaan SI.
Penelitian Venkatesh et al., (2003) menyatakan bahwa terdapat adanya hubungan
langsung dan signifikan antara minat pemanfaatan SI terhadap penggunaan SI.
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti mengajukan hipotesis lima sebagai berikut:
H5 : Minat pemanfaatan system informasi mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan
sistem informasi

18 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Model kerangka konseptual menggambarkan hubungan antar variabel yang diuji dalam
penelitiaan. Kerangka konseptual menggambarkan hubungan variabel ekspektasi kinerja,
ekspektasi usaha dan faktor sosial terhadap minat pemanfaatan SI, serta hubungan variabel
kondisi–kondisi yang memfasilitasi pemakai dan minat pemanfaatan SI terhadap penggunaan
SI. Adapun gambar kerangka konseptual adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


dan Keberhasilan Penggunaan Sistem Informasi

Ekspektasi
Kinerja Minat Pemanfaatan
Sistem Informasi
Ekspektasi Keberhasilan
Usaha Penggunaan
Sistem Informasi
Kondisi yang
Faktor memfasilitasi pemakai
Sosial

III. Metode Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive research)
yaitu penelitian terhadap masalah–masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi.
Sedangkan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Penentuan sampel dilakukan dengan metode convinience sampling. Metode ini dipilih
peneliti karena jumlah populasi yang tidak diketahui sehingga peneliti memiliki kebebasan
untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah.
Populasi dari penelitian ini adalah karyawan perusahaan teknologi informasi pada
industri manufaktur pembuatan dan perancangan Automatic Data capture seperti bar code
readers, mobile computers, sensors for detection, measurement and safety, vision system
penandaan laser (Data Logic) di wilayah Indonesia. Karena merupakan salah satu industri yang
paling kompleks aktivitasnya sehingga diasumsikan selalu membutuhkan Sistem Informasi
untuk menunjang aktivitas operasinya. Kedua, industri manufaktur adalah jenis industri yang
memfokuskan pada penggunaan Sistem Informasi yang selalu berkembang. Ketiga, pemilihan
sampel pada satu jenis industri diharapkan akan mengurangi industry effect terhadap data
yang dianalisis.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


Ekspektasi Kinerja
Ekspektasi kinerja didefinisikan sebagai tingkat dimana seorang individu meyakini
bahwa menggunakan sistem akan membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Variabel ini
diukur berdasarkan instrumen Davis et al., (1989); Moore dan Benbasat, (1991); Thompson
et al., (1991) dan Compeau et al., (1999).
Variabel ini diukur dengan menggunakan 6 item yang berkaitan dengan perceived
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 19
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
usefulness, kesesuaian tugas, keuntungan relative dan ekspektasi hasil (outcome expectation).
Instrumen ini dinilai dengan menggunakan skala likert 5 poin. Responden diminta untuk
menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) sampai dengan sangat setuju
(poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.

Ekspektasi Usaha
Variabel ini dioperasionalkan dengan tingkat kemudahaan penggunaan SI dan diukur
dengan menggunakan 6 item pertanyaan berdasarkan instrumen Davis et al., (1989),
Thompson et al., (1991), dan Moore dan Benbasat (1991). Instrumen tersebut dengan
menggunakan skala likert 5 poin digunakan untuk mengukur ekspektasi usaha. Responden
diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) sampai dengan
sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.

Faktor Sosial
Faktor sosial dioperasionalkan sebagai tingkat dimana individu menganggap bahwa
orang-orang lain yang penting menyakinkannya untuk menggunakan atau tidak
menggunakan SI baru. Untuk mengukur variabel ini digunakan instrumen Davis et al., (1989),
Thompson et al., (1991) dan Moore dan Benbasat (1991). Variabel faktor sosial terdiri dari
6 item dengan 5 poin skala likert. Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara
sangat tidak setuju (poin 1) sampai dengan sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan
yang diajukan.

Kondisi yang memfasilitasi pemakai


Kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai merupakan tingkat dimana seorang
individu menyakini bahwa terdapat adanya infrastruktur organisasi dan teknis untuk
mendukung penggunaan SI. Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur variabel ini
berdasarkan instrumen Thompson et al., (1991), Ajzen (1991) dan Moore dan Benbasat
(1991). Instrumen tersebut terdiri dari 5 item yang diukur dengan skala likert 5 poin.

Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


Minat pemanfaatan SI didefinisikan sebagai tingkat keinginan atau niat pemakai
menggunakan sistem secara terus menerus dengan asumsi bahwa mereka mempunyai akses
terhadap informasi. Dalam penelitian ini, minat pemanfaatan SI sebagai variabel dependen
akan diukur dengan menggunakan instrumen Davis et al., (1989) yang terdiri dari 3 item.

Keberhasilan Penggunaan Sistem Informasi


Keberhasilan Penggunaan SI didefinisikan sebagai perilaku seorang individu yang
menggunakan SI karena adanya manfaat yang akan diperoleh untuk membantu dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Pengukuran penggunaan SI akan menggunakan instrumen
yang dikembangkan oleh Thompson et al., (1991) yang terdiri dari pengukuran (1) minat
penggunaan (2) frekuensi penggunaan dan (3) jumlah jenis perangkat lunak yang digunakan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer sehingga
instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner. Instrumen yang digunakan untuk mengukur
semua variabel yang diteliti sebanyak 29 item pertanyaan. Variabel ekspektasi kinerja,
ekspektasi usaha dan faktor sosial masing–masing terdiri dari 6 item pertanyaan
sedangkan variabel kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai terdiri dari 5 item
pertanyaan. Variabel minat pemanfaatan dan penggunaan SI diukur masing-masing dengan
3 item pertanyaan.
Kuesioner tersebut akan dikirimkan kepada responden melalui pos (mail survey).
Teknik ini memungkinkan peneliti untuk memperoleh jawaban dari responden yang letak

20 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
geografisnya terpencar. Tiap responden berlaku sebagai responden proxy untuk keseluruhan
organisasi.

Teknik Analisis Data

Metode statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regression). Model persamaan
regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y1 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε …………………………………..(1)


Y2 = α + β4Y1 + β5X4 + ε ……………………………………..….(2)

Keterangan :

Y1 : Minat Pemanfaatan SI
Y2 : Penggunaan SI
X1 : Ekspektasi Kinerja
X2 : Ekspektasi Usaha
X3 : Faktor Sosial
X4 : Kondisi-Kondisi Yang Memfasilitasi Pemakai
α : Konstanta
β : Koefisien Regresi
ε : Error

Untuk menguji apakah variabel-variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel


terikatnya digunakan Uji - t (Uji hipotesis secara parsial), dengan tingkat α = 10%.

IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Dalam penelitian ini terdapat lima hipotesis yang akan diuji yakni apakah variabel
ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha dan faktor sosial mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap minat pemanfaatan SI dan apakah kondisi- kondisi yang memfasilitasi
pemakai dan minat pemanfaatan SI mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
penggunaan SI.

Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression


anlysis) yaitu dengan melihat tingkat signifikansi dari masing-masing pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat, maka dapat diketahui bahwa hipotesis diterima atau ditolak.
Hasil uji hipotesis SPSS 11.5 disajikaan dalam tabel 4.12 dan tabel 4.13 berikut ini :

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 21


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Tabel 4.12
Hasil Analisa Regresi Berganda
Berdasarkan Minat Pemanfaatan Sistem Informasi

Variabe Standardized
Coefficients
Model t Sig.

Beta
1 Ekspektasi Kinerja 0,255 2,049 0,045
Ekspektasi Usaha 0,279 2,043 0,046
Faktor Sosial 0,211 1,711 0,093

F : 9,596 Sig. : 0,000


R : 0,583
R Square : 0,340
Adj.R.Square : 0,304

Sumber : Data primer yang diolah, 2017

Tabel 4.13
Hasil Analisa Regresi Berganda
Berdasarkan Penggunaan Sistem Informasi

Standardized
Coefficients
Model Variabel t Sig.

Beta
1 Kondisi Memfasilitasi Pemakai 0,578 5,322 0,000

Minat Pemanfaatan SI 0,073 0,677 0,501

F : 15,751 Sig. : 0,000


R : 0,597
R Square : 0,350
Adj.R.Square : 0,333

Sumber : Data primer yang diolah, 2017

2
Dari tabel 4.12 dan tabel 4.13 diperoleh besarnya Adjusted R pada variabel dependen
minat pemanfaatan SI adalah 0.304, hal ini berarti bahwa 30,4% variasi minat pemanfaatan
SI dapat dijelaskan dari tiga variabel independen yaitu ekspektasi kinerja, ekspektasi
usaha dan faktor sosial. Untuk besarnya Adjusted R2 pada variabel dependen penggunaan SI
adalah 0.333, hal ini berarti 33,3% variasi penggunaan SI dapat dijelaskan dari dua variabel
independen yaitu minat pemanfaatan SI dan kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai.
Sedangkan sisanya 69,6% untuk minat pemanfaatan SI dan 66,7% untuk penggunaan SI
dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Hasil uji ANOVA atau uji F menunjukkan
angka 9,596 dengan p-value 0,000 pada dependen minat pemanfaatan SI dan 15,751
dengan p-value 0,000 pada dependen penggunaan SI. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-
variabel independen dalam penelitian ini dapat digunakan memprediksi variabel
dependennya.

22 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Pengujian terhadap kelima hipotesis dapat dilihat dari nilai koefisien β dan p-value (
signifikan t ) dari tiap-tiap variabel independen. Apabila nilai positif maka ada hubungan
positif, demikian juga sebaliknya. Apabila p-value lebih kecil dari tingkat alpha yang
digunakan, maka hipotesis alternatif berhasil didukung. Tingkat keyakinan (confidence
interval) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 90% (α = 10%), yang berarti
mentoleransi tingkat penyimpangan maksimum 10%. Untuk pengujian tersebut
menggunakan program software SPSS 11.5.

Hasil Pengujian Ekspektasi Kinerja terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


Hipotesis 1 menyatakan bahwa ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap minat pemanfaatan SI. Dalam tabel 4.12 menunjukkan ekspektasi
kinerja mempunyai nilai ρ = 0,045 dengan koefisien regresi sebesar 0,255, sehingga
hipotesis I diterima, artinya bahwa faktor ekspektasi kinerja secara signifikan mempunyai
pengaruh positif terhadap minat pemanfaatan SI. Menurut Venkatesh et al., (2003) bahwa
konstruk ekspektasi kinerja merupakan prediktor yang kuat dari minat pemanfaatan SI. Hasil
penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Compeau dan Higgins
1995; Davis et al.,1989; Taylor and Todd 1995; Thompson et al.,1991; Venkatesh dan
Davis,2000 yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan positif antara ekspektasi
kinerja terhadap minat pemanfaatan SI. Dengan diterimanya hipotesis 1 maka untuk
dapat meningkatkan minat pemanfaatan SI maka dapat dilakukan dengan meningkatkan
faktor-faktor ekpektasi kinerja atau dapat dilakukan dengan menanamkan keyakinan bagi
para pemakai SI bahwa dengan memanfaatkan SI maka akan membantu meningkatkan
kinerja mereka.

Hasil Pengujian Ekspektasi Usaha terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


Hipotesis 2 menyatakan bahwa ekspektasi usaha mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap minat pemanfaatan SI. Dalam tabel 4.12 menunjukkan ekspektasi usaha
mempunyai nilai ρ = 0,046 dengan koefisien regresi sebesar 0,279, sehingga hipotesis 2
diterima, artinya bahwa ekspektasi usaha secara signifikan mempunyai pengaruh positif
terhadap minat pemanfaatan SI. Davis et al., (1989) menyatakan bahwa pemanfaatan SI
yang mudah atau tidak memerlukan upaya yang keras akan mempengaruhi pemakai untuk
menggunakan SI dalam menyelesaikan pekerjaan. Temuan Venkatesh et al., (2003) juga
menyatakan hubungan yang signifikan dengan minat pemanfaatan SI. Hal ini konsisten
dengan penelitian Adam (1992), Iqbaria (1997), Venkatesh dan Davis (2000).

Hasil Pengujian Faktor Sosial dengan Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


Hipotesis 3 menyatakan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh positif signifikan
terhadap minat pemanfaatan SI. Dalam tabel 4.12 menunjukkan faktor sosial mempunyai
nilai ρ = 0,093 dengan koefisien regresi sebesar 0,211, sehingga hipotesis 3 diterima
karena secara signifikan faktor sosial mempunyai pengaruh positif terhadap minat
pemanfaatan SI. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Thompson et al., (1991);
Venkatesh dan Davis (2000) dan Venkatesh et al., (2003) yang menemukan hubungan positif
dan signifikan antara faktor-faktor sosial pemakai sistem, dimana faktor-faktor sosial
ditunjukkan dari besarnya dukungan teman sekerja, manajer senior, pimpinan dan organisasi.
Moore dan Benbasat (1991) menyatakan bahwa penggunaan suatu inovasi dianggap
meningkatkan citra atau status seseorang di dalam lingkungan sosialnya sehingga
terdapat adanya pengaruh antara faktor sosial dengan penggunaan SI.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 23


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Hasil Pengujian Kondisi-Kondisi yang Memfasilitasi Pemakai terhadap
Penggunaan Sistem Informasi
Hipotesis 4 menyatakan bahwa kondisi–kondisi yang memfasilitasi pemakai
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan SI. Dalam tabel 4.13
menunjukkan kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai nilai ρ = 0,000
dengan koefisien regresi sebesar 0,578, sehingga hipotesis 4 diterima, artinya bahwa
variabel ini secara signifikan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan SI. Hasil
pengujian hipotesis 4 ini memberikan gambaran bahwa dengan tersedianya hardware dan
software maupun bantuan apabila mengalami kesulitan yang berhubungan dengan sistem
menyebabkan karyawan lebih meningkatkan penggunaan sistem dalam bekerja. Hal ini
konsisten dengan hasil penelitian Schultz dan Slevien (1975); Venkatesh dan Moris (2000)
dan Venkatesh et al., (2003) yang menyatakan bahwa karyawan cenderung memerlukan
pertolongan dan bantuan pada pekerjaannya.

Hasil Pengujian Minat Pemanfaatan Sistem Informasi terhadap Penggunaan Sistem


Informasi
Hipotesis 5 menyatakan bahwa minat pemanfaatan SI mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap penggunaan SI. Dalam tabel 4.13 menunjukkan minat pemanfaatan SI
mempunyai nilai ρ = 0,501 dengan koefisien regresi sebesar 0,073, sehingga hipotesis 5
ditolak, karena nilai ρ menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1. Maka dapat disimpulkan
bahwa minat pemanfaatan SI tidak mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan SI.
Hasil pengujian hipotesis 5 ini menggambarkan apabila karyawan kurang mempunyai minat
atau keinginan untuk memanfaatkan sistem yang ada dalam perusahaan maka penggunaan
sistem tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Hal ini membawa konsekuensi bagi
para pemakai SI, khususnya karyawan perusahaan manufaktur untuk lebih memiliki
kesadaran diri dalam memanfaatkan SI, sehingga pada akhirnya penggunaan SI akan
mencapai hasil yang maksimal seperti yang diharapkan oleh perusahaan.
Pengujian hipotesis 5 memberikan hasil yang bertentangan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Venkatesh et al., (2003) yang menyatakan terdapat adanya
hubungan langsung dan signifikan antara minat pemanfaatan SI terhadap penggunaan SI.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya disebabkan karena
lingkungan kerja responden yang berbeda. Kurang termotivasinya karyawan dalam
menggunakan SI dikarenakan karena niat atau minat mereka yang rendah.

Hasil Pengujian Regresi Berganda


Penelitian ini terdapat dua persamaan regresi dimana pada persamaan pertama
menguji ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha dan faktor sosial terhadap minat pemanfaatan
SI dan persamaan kedua menguji kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai dan minat
pemanfaatan SI terhadap penggunaan SI.

Hasil Regresi Berganda Berdasarkan Minat Pemanfaatan Sistem Informasi


Output SPSS 11.5 diperoleh persamaan regresi untuk minat pemanfaatan SI sebagai
berikut:

Y1 = 0,255 X1 + 0,279 X2 + 0,211 X3 + e

Adapun hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

24 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Tabel 4.14
Hasil Pengujian Hipotesis
Berdasarkan Minat Pemanfaatan Sistem Informasi
HIPOTESIS KESIMPULAN
H1 Ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif Hipotesis
signifikan terhadap minat pemanfaatan SI diterima

H2 Ekspektasi usaha mempunyai pengaruh positif Hipotesis


signifikan terhadap minat pemanfaatan SI diterima

H3 Faktor sosial mempunyai pengaruh positif Hipotesis


signifikan terhadap minat pemanfaatan SI diterima

Sumber : Hasil Penelitian, 2017

Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap minat pemanfaatan SI dan hasil pengujian menyatakan diterima, artinya
terdapat hubungan positif antara ekspektasi kinerja dengan minat pemanfaatan SI.
Ekspektasi usaha mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan
SI dan hasil pengujian menyatakan diterima, artinya terdapat adanya hubungan yang positif
dan signifikan antara ekspektasi usaha dengan minat pemanfaatan SI.
Faktor sosial mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI
dan hasil pengujian menyatakan diterima, artinya terdapat hubungan yang positif
dan signifikan antara faktor sosial dengan minat pemanfaatan sistem informasi.

Hasil Regresi Berganda Berdasarkan Penggunaan Sistem Informasi


Adapun hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :

Tabel 4.15
Hasil Pengujian Hipotesis
Berdasarkan Penggunaan Sistem Informasi

HIPOTESIS KESIMPULAN

H4 Kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai pengaruh Hipotesis


positif signifikan terhadap penggunaan sistem informasi. diterima

H5 Minat pemanfaatan sistem informasi mempunyai pengaruh positif Hipotesis


signifikan terhadap penggunaan sistem informasi ditolak

Sumber : Hasil Penelitian, 2017

Dari tabel 4.15 dapat dilihat bahwa kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan SI dan hasil pengujian
dinyatakan diterima, artinya ada hubungan positif dan signifikan antara kondisi-kondisi yang
memfasilitasi pemakai dengan penggunaan SI. Minat pemanfaatan SI mempunyai pengaruh
positif signifikan terhadap penggunaan SI, dari hasil pengujian dinyatakan ditolak,
artinya tidak ada pengaruh antara minat pemanfaatan SI dengan penggunaan SI.
Kurangnya kemauan atau minat dalam diri responden menyebabkan mereka kurang
bersemangat dalam menggunakan SI.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 25


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
V. Penutup
Berdasarkan bukti-bukti empiris yang diperoleh, ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan dari hasil penelitian ini, yaitu :
1. Berdasarkan bukti empiris yang ada dapat diketahui bahwa variabel ekspektasi
kinerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI artinya
responden yakin bahwa dengan menggunakan sistem akan membantu dalam
meningkatkan kinerjanya.
2. Variabel ekspektasi usaha berpengaruh positif dan signifikan, berarti responden
akan memanfaatkan SI apabila mereka merasa bahwa SI tersebut mudah dan tidak
memerlukan upaya (tenaga dan waktu) yang banyak dalam mengoperasikannya.
3. Bukti menunjukkan bahwa variabel faktor sosial berpengaruh positif signifikan.
Hal ini berarti bahwa lingkungan sosial disekitar responden mendukung atau
mempengaruhi mereka dalam memanfaatkan SI dan pemanfaatan sistem akan
meningkatkan status mereka.
4. Variabel kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai terbukti mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap penggunaan SI. Semakin banyak infrastruktur organisasi
dan teknis yang ada maka responden akan semakin cenderung menggunakan SI.
5. Ditemukan bahwa variabel minat pemanfaatan SI berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap penggunaan SI, artinya bukti menunjukkan bahwa responden
kurang mempunyai niat atau minat untuk memanfaatkan sistem yang ada dalam
perusahaan maka penggunaan sistem tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

Meskipun hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung seluruh hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, namun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengembangkan SI. Para peneliti
selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk menggunakan variabel penelitian yang berasal
dari faktor intrinsik pemakai SI. Hal ini perlu dilakukan karena sebagai pemakai SI justru
mereka yang menentukan apakah suatu SI dapat beroperasi dengan baik sehingga
menghasilkan manfaat bagi pemakai dan institusi yang menyediakannya. Selain itu level
jabatan kemungkinan juga dapat mempengaruhi hasil penelitian oleh sebab itu peneliti
selanjutnya dapat mempertimbangkan level manajer sebagai responden.

Daftar Pustaka
Adams, D.A., Nelson, R.R., and Todd, P.A., 1992, “Perceived Usefulness, Ease of Use and Usage
of Information Technology: a replication,” MIS Quarterly, Vol.16, No.2, pp. 227-247.
Afrizon, 2002, Pengaruh Kebermanfaatan, Kemudahaan Pemakaian, Keterjelasan Hasil,
dan Norma Subyektif Dengan Ketakwajiban Sebagai Pemoderasi terhadap Intensitas
penggunaan Sistem Informasi, Tesis Program Pasca Sarjana UGM (tidak
dipublikasikan).
Bodnar, G.H., and Hopwood, W.S., 1995. Accounting Information Systems Prentice Hall,
Inc. Engelwood Cliffs. New Jersey.
Chusing, B.E., 1989, Accounting Information System and Business Organization, Addison-
Wesley Publishing, USA.
Compeau, D.R., and Higgins, C.A., 1995, “Application of Social Cognitive Theory to
Training for Computer Skill,” Information Systems Research, Vol.6, No.2, pp. 118-143.
-------., and Huff, S., 1999, “Social Cognitive Theory and Individual Reaction of Computing
Technology: A Longitudinal Study,” MIS Quarterly, Vol.23, No.2, pp.145-158.
Davis, F.D., 1989, “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and Acceptance of
Information System Technology,” MIS Quarterly, Vol.13, No.3, pp.319-339.
-------., Bagozzi, R.P., and Warsaw, P.R., 1989, “User Acceptance of Computer Technology: A

26 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Comparison of Two Theorical Models,” Management Science, Vol.39, No.8, pp. 983-
1003.
Diana P Maedah, 2001, “Studi Empiris Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pemanfaatan Personil Computing Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan
Akuntansi,” Tesis Program Pasca Sarjana UNDIP (tidak dipublikasikan).
Ghozali, I., 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang.
Goodhue and Thompson, 1995, “Task – Technology Fit and Individual Performance,”
MIS Quartely, June, pp 213 – 236.
Hair, J.F.Jr., Anderson, R.E., Tatham, R.D., and Black, W.C., 1998. Multivariate Data Anaysis :
with reading, Enggelwood Cliff, New Jersey.
Hall, J.A., 2001, Sistem Informasi Akuntansi, Edisi 3, Salemba Empat. Jakarta.
Indarti, MG.K., 2001, Faktor-faktor yang mempengaruhi Intensitas Penggunaan Sistem
Informasi, Tesis Program Pasca Sarjana UGM (tidak dipublikasikan).
Indriantoro, N., dan Supomo, B., 1999, Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi Pertama,
Badan Penerbit FE, Yogyakarta.
Jurnali, Teddy., 2001, “Analisis Pengaruh Faktor Kesesuaian Tugas Teknologi Dan
Pemanfaatan Teknologi Terhadap Kinerja Kauntan Publik”, Simposium Nasional
Akuntansi IV.
Lucas, H.C.Jr., 1982, “Information System concept for Management, Tokyo: McGraw-Hill
Kogakusha,Ltd, International Student Edition.
Maharsi, S., 2000, “Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi Terhadap Bidang
Akuntansi Manajemen,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.2, No.2, November, h.
127-137.
Martin, M.P., 1991, Analysis And Design of Business Information Sytems, Macmillan
Publishing Company, New York.
Moore, G.C., and Benbasat, I., 1991, “Development of an Instrument to Measure the
Perseption of Adopting an Information Technology Innovation,” Information System
Research, Vol.2, No.3, pp. 192-222.
Nunamaker, J.F.Jr., and Ralph H.S,Jr., 1996, “Special Issue: Information Technology
and Its Organization Impact,” Journal of MIS. Wintter.
Reich, B.H., and Benbansat, I., 1982, “Measuring The Linkage Between Business and
Information Technology Objectives,” Management Science, Vol.28, No.1.
Rockart, J.F., 1988, “The Line Takes the Leadership IS Management in a WiredSociety,”
Sloan Management Review, Summer, pp.57-64.
Schultz, E.M., and Slevien D.P., 1975, “ Implementation and Organizational Validity : An
Empirical Investigation”, In Implementing Operation Research / Management Science.
New York, pp. 163-182
Setianingsih, S., 1998, “Keberhasilan Pengembangan Sistem Informasi dan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya,” Kajian Bisnis, No.13, Januari– April.
Sharda, R., Barr, S.H., and McDonnell, J.C., 1986, ”Decision Support System Efectiviness: A
Review and Emperical Test,” Management Science, Vol.32, No.11, pp. 1492-1512.
Sheppard,B.H., Hartwick, J., and Warshaw, P.R., 1988, “The Theory of Reasoned Action: A
Meta-Analysis of Past Research with Recommendations for Modifications and Future
Research,” Journal of Consumer Research, Vol.15, No.3, pp. 325-343.
Swanson, E.B., 1982, “Measuring User Attitudes in MIS Research: A Review,” Omega, Vol.10,
No.2, pp. 157-165.
Taylor, S., and Todd, P.A., 1995, “Understanding Information Technology Usage: A Test of
Competing Models,” Information Systems Research. No.6, pp.144-176.
Thompson, R.L., Higgins, C.A., and Howell, J.W., 1991, “Personal Computing: Toward a
Conceptual Model of Utilization,” MIS Quarterly, March, Vol.15, No.1, pp.124-143.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 27


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Triandis, H.C., 1980. “Value Attitude and Interpersonal Behavior, Nebraska Symposium on
Motivation, 1979: Belief, Attitude and Value,” University of Nebraska Press, Lincoln, NE.
Venkatesh, V., and Davis, F.D., 2000, “A Theoritical Extension of the Technology
Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies,” Management Science,
Vol.46, No.2, Pebruari, pp.186-204.
-------, and Moris, M.G., 2000, “Why Don’t Men Ever Stop to Ask for Directions?Gender, Social
Influence and Their Role in Technology Acceptance and Usage Behavior,” MIS
Quarterly, Vol.24, No.1, March, pp 115-139.
-------, Moris, M.G., and Ackerman, P.L., 2000, “A Longitudinal Field Investigation of
Gender Differences in Individual Technology Adoption Decision Making Processes,”
Organizational Behavior and Human Decision Processes, Vol.83, No.1, pp 33-60.
-------, Moris, M.G., Davis, G.B., and Davis F.D., 2003, “User Acceptance of Information
Technology: Toward a Unified View,” MIS Querterly, Vol.27, No.3, September, pp.425-
475

28 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Pengelolaan Ekonomi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil


Secara Terpadu dan Berkelanjutan Di WPPNRI 711
Djamarel Hermanto
Program Studi Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen IMMI
djamarel88@gmail.com

Abstrak
Tujuan_ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah hasil tangkapan
pelagis kecil yang optimal dilihat dari segi ekonomi dengan tetap berdasarkan
pada keberlanjutan pemanfaatan perikanan tangkap.
Desain/Metode_Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan nelayan lokal dan pengawas
kelautan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia, Kantor Komando Armada RI
Wilayah Barat dan Kantor Badan Keamanan Laut RI. Pendekatan analisis data
menggunakan model Gordon Schaefer dan untuk analisis manfaat ekonominya
menggunakan model surplus produksi Fox dalam penelitian ini.
Temuan_ Manfaat optimal pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis
kecil di WPPNRI 711 adalah upaya penangkapan 20.985 kapal, hasil tangkapan
15.452,55 ton per tahun dan manfaat ekonomi 261.253,25 miliar rupiah per
tahun. Tingkat pengelolaan yang dilakukan oleh nelayan baik dilihat dari usaha
maupun hasil tangkapan yang didaratkan menunjukkan kondisi masih dibawah
tingkat optimum sehingga masih dapat dikembangkan dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ekonomi perikanan
tangkap pelagis kecil tersebut.
Implikasi_Implikasi teoritisnya bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan
Originalitas_Penelitian ini dilakukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang kaya akan pelagis kecil dan
merupakan wilayah yang subur kegiatan penangkapan legal dan penangkapan
illegal.
Tipe Penelitian_Studi Empiris

Kata Kunci : Pengelolaan Ekonomi, Perikanan Tangkap Pelagis Kecil

I. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (Rewis, 2004 dan UN, 1982),
memiliki jumlah pulau mencapai 17.499 pulau dengan luas perairan Indonesia 3,25 juta km 2
yang terdiri dari luas laut teritorial 0,30 juta km2 dan luas laut kepulauan 2,95 juta km2. Luas
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia 2,55 juta km2. Panjang garis pantai yang tercatat
sebagai bagian wilayah Indonesia mencapai 81.791 km (Pushidrosal, 2015), menjadikan
Indonesia memiliki potensi kelautan yang luar biasa besarnya, baik sumber daya hayati
maupun sumber daya lainnya yang ada di bawah permukaan laut (Kusumastanto, 2006).
Khususnya sektor perikanan, yang merupakan salah satu bidang kelautan mencakup kegiatan-
kegiatan penangkapan, pembenihan, budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya yang
terdapat di wilayah pesisir maupun di lautan, dan industri pengolahan hasil produksi dari
pesisir dan lautan (Kusumastanto, 2003).

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 29


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Sektor perikanan yang besar ini memberikan jaminan kontribusi terhadap PDB nasional
sehingga pengelolaannya harus dapat memberikan keuntungan bagi nelayan secara khusus
dan kepada masyarakat secara umum. Potensi kelautan di sektor perikanan yang besar ini juga
mengundang praktik illegal fishing, yaitu menangkap ikan atau kegiatan perikanan yang
dilakukan secara tidak sah (Salim, 2003), di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia,
khususnya perairan WPPNRI 711 yang meliputi Laut Natuna, Selat Karimata dan Laut China
Selatan atau Natuna Utara (Kementerian KKP, 2014), yang memiliki sumber daya perikanan
pelagis kecil yaitu merupakan salah satu sumber daya perikanan yang keberadaannya berada
pada lapisan permukaan, banyak spesies dan ukuran yang badannya relative tetap kecil
walaupun sudah dewasa (Purnomo, 2002), yang jumlahnya melimpah, dan perairan di
WPPNRI 711 merupakan wilayah yang rawan kegiatan illegal fishing baik yang dilakukan oleh
kapal ikan asing maupun kapal ikan Indonesia. Data terbaru yang dikeluarkan Kementerian
Kelautan dan Perikanan bahwa perairan di WPPNRI 711 merupakan salah satu zona perairan
rawan illegal fishing (Detifinance, 2014). Data statistik menunjukkan peningkatan jumlah
penanganan kasus di Pengadilan Negeri Ranai semakin bertambah, dari tahun 2015 sebanyak
37 berkas yang diselesaikan oleh PN, tahun 2016 ada 64 berkas dan di tahun 2017 hingga Juni
sudah mencapai 39 berkas yang masuk ke pengadilan (Ikhsan, 2017). Oleh sebab itu
diperlukan pengawasan kelautan guna menjaga potensi kelautan dari kegiatan illegal fishing
yang merugikan negara kehilangan pendapatan sekitar tiga miliar sampai enam miliar dolar
AS setiap tahun (Nikijuluw, 2008). Di Indonesia, pengawasan kelautan masih menggunakan
prinsip multi agent multi task sehingga terdapat tumpang tindih dan overlapping walaupun
sudah ada Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan,
dimana pengawasan kelautan dilakukan oleh single agent dengan multi task termasuk di sektor
perikanan.

Disamping itu, kegiatan illegal fishing juga mengurangi produksi ikan nasional dan
pendapatan nelayan. Potensi kelautan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi PDB
nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik RI [1] terlihat bahwa pada tahun 2012, PDB
perikanan Indonesia adalah Rp 184,25 triliun dan berkontribusi sebesar 2,14 persen terhadap
PDB nasional. Pada tahun 2013, kontribusinya meningkat menjadi 2,21 persen terhadap PDB
nasional, dan terus meningkat di tahun 2014 dengan nilai sebesar Rp 247,09 triliun atau
berkontribusi sebesar 2,34 persen terhadap PDB nasional. Sedangkan pada tahun 2015,
dengan nilai sebesar Rp 288,92 triliun dengan kontribusi 2,51 persen dan tahun 2016 sebesar
Rp 317,09 triliun rupiah dengan kontribusi sebesar 2,56 persen.

Peningkatan produksi perikanan Indonesia tersebut tidak terlepas dari pengelolaan


ekonomi perikanan tangkap dan pengawasan kelautan secara terpadu dan berkelanjutan guna
mensejahterakan kehidupan nelayan dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengestimasi potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap


pelagis kecil di WPPNRI 711.
2. Menganalisis status keberlanjutan sumberdaya perikanan tangkap pelagis kecil di
WPPNRI 711.
3. Mengkaji aspek hukum dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap pelagis
kecil di WPPNRI 711.
4. Menyusun konsep keterpaduan dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya
perikanan tangkap pelagis kecil di WPPNRI 711.

30 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
II. Kajian Teori

Menurut Kusumastanto (2003) potensi kelautan dapat dikelompokkan menjadi tujuh


sektor, yaitu:
1. Perikanan, adalah sektor kelautan yang mencakup kegiatan-kegiatan penangkapan,
pembenihan, budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya yang terdapat di wilayah
pesisir maupun di lautan, dan industri pengolahan hasil produksi dari pesisir dan
lautan.
2. Pariwisata Bahari, sektor kelautan yang mencakup kegiatan pariwisata bahari, jasa
penunjang pariwisata bahari seperti hotel dan penginapan, restoran dan rumah
makan, jasa penunjang pariwisata lainnya seperti toko cindera mata dan lain
sebagainya.
3. Pertambangan, adalah sektor kelautan yang meliputi kegiatan pencarian kandungan
minyak dan gas bumi, penyiapan pengeboran, penambangan, penguapan, pemisahan
serta penampungan bahan-bahan mineral yang dilakukan di wilayah pesisir atau
lautan untuk dipasarkan. Sektor ini juga meliputi pengambilan dan persiapan
pengolahan lanjutan benda padat, baik di bawah maupun di atas permukaan bumi
serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan untuk memanfaatkan bijih logam dan
hasil tambang lainnya. Selain itu sektor ini mencakup juga penggalian pasir dan batu-
batuan dari pesisir dan lautan.
4. Industri Maritim, adalah sektor kelautan yang mencakup industri yang menunjang
kegiatan ekonomi di pesisir dan lautan, yaitu industri galangan kapal dan jasa
perbaikannya (docking), industri bangunan lepas pantai, dan industri pengolahan
hasil pengilangan minyak bumi, serta industri LNG.
5. Angkutan Laut (Transportasi Laut), adalah sektor kelautan yang meliputi kegiatan
pengangkutan barang maupun penumpang dengan menggunakan kapal laut yang
beroperasi di dalam (domestik) dan ke luar wilayah Indonesia (internasional).
6. Bangunan Kelautan, adalah sektor yang meliputi segala kegiatan penyiapan lahan
sampai konstruksi bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal.
7. Jasa Kelautan, adalah sektor kelautan yang meliputi segala kegiatan yang bersifat
menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan yang meliputi jasa pelayanan
pelabuhan, jasa pelayanan keselamatanan pelayaran, dan kegiatan yang
memanfaatkan kelautan sebagai jasa seperti perdagangan, pendidikan, penelitian, dan
jasa ekosistem.

Salah satu dari ketujuh sektor kelautan yang dimaksud diatas adalah perikanan,
menurut UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, definisi dari sumberdaya ikan adalah
potensi semua jenis ikan. Sifat dari sumberdaya ikan adalah sumberdaya yang dapat
dipulihkan (renewable). Sifat dapat dipulihkan berarti jika sumberdaya diambil sebagian, sisa
ikan yang tertinggal memiliki kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang
biak. Dengan sifat dapat dipulihkan ini, berarti stok atau populasi sumberdaya ikan tidak boleh
diambil atau dimanfaatkan secara sembrono tanpa memperhatikan struktur umum ikan dan
rasio kelamin dari populasi ikan yag tersedia. Jika saja umur dan struktur populasi ikan yang
tersisa sedemikian rupa sehingga kemampuan memulihkan diri sangat rendah atau lambat,
berarti sumberdaya ikan tersebut berada pada kondisi hampir punah.
Dalam kaitannya dengan sumberdaya perikanan sebagai suatu sistem, perikanan
memiliki peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, kesempatan kerja, rekreasi,
perdagangan dan kesejahteraan ekonomi, tidak hanya bagi masyarakat di sekitar lingkungan
sumberdaya, tetapi juga meliputi suatu kawasan atau komunitas tertentu. Karena itu
sumberdaya perikanan membutuhkan pengelolaan yang berorientasi pada kepentingan jangka
panjang (sustainable). Tidak hanya bagi generasi saat ini namun juga generasi masa depan.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 31


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Dan menurut Nikijuluw (2002) sumberdaya ikan berdasarkan habitatnya terdiri dari
beberapa jenis atau kelompok yaitu:
1. Ikan Pelagis adalah jenis ikan yang hidup di kolom atas atau permukaan air.
Umumnya, ikan-ikan jenis ini memiliki kemampuan gerak dan mobilitas yang tinggi.
2. Ikan Demersal adalah jenis yang biasanya tinggal di dasar perairan dan memiliki
kemampuan gerak yang rendah.
3. Jenis ikan lainnya adalah ikan yang sangat rendah dan lambat mobilitasnya sehingga
terkesan menetap atau tinggal di dasar perairan. Jenis ikan yang terakhir ini dikenal
dengan nama ikan sedentari.

Penyebaran populasi perikanan tangkap dipengaruhi oleh perubahan lingkungan


perairan, yaitu mencari lingkungan yang cocok dengan kondisi tubuh ikan seperti suhu
perairan berkisar antara 28-300C dan kedalaman laut 12-22 meter pada siang hari. Pada
malam hari, ikan hampir menempati merata seluruh kolom perairan.
Adapun usaha penangkapan ikan yang dimaksud merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan budidaya dengan alat atau cara
apapun termasuk dengan kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya.
Perikanan adalah termasuk barang publik (public goods) sehingga siapa saja boleh
memanfaatkan perikanan tersebut tanpa ijin dari siapapun yang bersifat rezim kepemilikan
atau kepemilikan bersama (common property) dan rezim akses atau kepemilikan bersama
(open access), setiap orang tidak dapat dibatasi dalam penggunaan manfaat yang diberikan
barang publik dan tidak ada persaingan dalam mengkonsumsinya sehingga pemanfaatan atau
eksploitasi terus berjalan tanpa bersamaan dengan pemeliharaan (Zulbainarni 2012). Oleh
karena itu dibutuhkan adanya suatu model pengawasan kelautan dalam pengelolaan ekonomi
perikanan tangkap di WPPNRI 711.
Dalam The Contemporary English Indonesian Dictionary, Illegal artinya tidak sah,
dilarang atau bertentangan dengan hukum (Salim 2003). Fish artinya ikan atau daging ikan,
dan Fishing artinya penangkapan ikan sebagai mata pencaharian atau tempat menangkap ikan.
Berdasarkan pengertian secara harafiah tersebut dapat dikatakan bahwa illegal fishing
menurut bahasa Indonesia berarti menangkap ikan atau kegiatan perikanan yang dilakukan
secara tidak sah. Selain itu, pengertian Illegal Fishing menurut Food Agriculture Organization
(FAO) dalam konteks implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dijelaskan
sebagai berikut (IPOA 2001):
1. Illegal Fishing adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu
perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara, tanpa izin dari negara tersebut atau
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Illegal Fishing sangat bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau
bertentangan dengan hukum internasional;
3. Illegal Fishing yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara
yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi
tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh
organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Walaupun IPOA-FAO Fishing telah memberikan batasan terhadap pengertian illegal


fishing, dalam pengertian yang lebih sederhana dan bersifat operasional, illegal fishing dapat
diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar hukum.
Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah:
1. Penangkapan ikan tanpa izin
2. Penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu
3. Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang

32 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Penyebab Illegal Fishing di perairan Indonesia adalah:
1. Meningkat dan tingginya permintaan ikan dari dalam negeri/ luar negeri
2. Berkurang/ habisnya sumberdaya ikan di negara lain
3. Lemahnya armada perikanan nasional
4. Izin/ dokumen pendukung kapal dikeluarkan lebih dari satu instansi
5. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut
6. Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan
7. Belum ada visi yang sama dari para aparat penegak hukum
8. Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana

Menurut Nikijuluw (2008) setiap tahun lebih 3.000 kapal ikan asing asal Thailand
melakukan kegiatan illegal fishing di kawasan laut Indonesia. Akibat kegiatan tersebut
Indonesia kehilangan pendapatan sekitar tiga miliar sampai enam miliar dolar AS per tahun.
Akumulasi selama 30 tahun terakhir kerugian yang dialami Indonesia sekitar 209 miliar dolar
AS. Dari segi ekonomi kerugian negara cukup besar antara Rp 27 triliun sampai Rp 54 triliun
per tahun. Nilainnya setara dengan sekitar 3,5% hingga 7,0% dari APBN 2007 yang bernilai Rp
763 triliun.
Mahan (1987) mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting
bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut
diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara.
Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu
negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut. Sehinga dapat diartikan bahwa sea power
tidak hanya terbatas pada kekuatan angkatan laut (naval power) saja, tetapi sea power juga
mencakup seluruh komponen kekuatan maritim nasional, yang memiliki arti lebih luas terkait
dengan kontrol terhadap perdagangan dan perekonomian internasional melalui laut,
penggunaan dan kontrol terhadap sumberdaya laut, penggunaan kekuatan angkatan laut dan
perekonomian maritim sebagai instrumen diplomasi, penangkalan dan pengaruh politik pada
masa damai serta pengoperasian angkatan laut pada masa perang.
Soekarno dalam pidato pertama sebagai Presiden tahun 1953, menyatakan
“..Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali… Bangsa pelaut yang mempunyai
armada niaga... Bangsa pelaut yang memiliki armada militer... Bangsa pelaut yang kesibukannya
di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri...”. Sejalan dengan seruan Jalesveva
Jayamahe pada pidato perdana Presiden Joko Widodo di Gedung DPR/ MPR RI yang akan
mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim melalui kebijakan poros maritim.
Yang pertama: sumberdaya manusia harus disiapkan dengan menekankan budaya maritim
pada masyarakat dan pemerintah agar bisa mencapainya, kedua: harus dijaga, dipelihara dan
dpertahankan semua sumberdaya alam kelautan, ketiga: infrastruktur kemaritiman harus
disiapkan seperti pelabuhan, dermaga dan kapal. Untuk mendukung kebijakan pemerintah,
poros maritim Sir Walter Raleig menyatakan “...supermasi atas lautan adalah dasar kekuasaan
dan barang siapa menguasai lautan akan menguasai perdagangan, kekayaan dunia, dan
akhirnya akan menguasai dunia itu sendiri...”.
Marsetio dalam pidato terakhir upacara paripurna tugasnya tahun 2015, menyatakan
“...tugas TNI AL bukannya melakukan penangkapan terhadap pelaku illegal fishing, namun ada
tiga tugas pokok dan fungsi TNI AL yang kongkrit yakni menjaga kedaulatan NKRI, diplomasi
dan penegakkan hukum. Sehingga kapal perang yang dimiliki TNI AL tidak bisa seluruhnya
dapat digunakan untuk menangkap pelaku illegal fishing atau pencuri ikan yang masuk di
wilayah keamanan laut Indonesia, dari 151 kapal yang dimiliki TNI AL hanya 50-60 kapal yang
beroperasi per hari sisanya menjalani perawatan dan siaga di pangkalan...”.

Achmad Sutjipto tahun 2007 dalam artikel-dkp.go.id, menyatakan terdapat empat


indikator utama yang perlu mendapatkan perhatian yaitu:

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 33


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
1. Adanya kemudahan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya laut accessibility yang
mencakup penguasaan teknologi kelautan dan modal dikaitkan dengan Gross National
Product (GNP), serta landasan hukum dan komitmen politik nasional;
2. Adanya ketergantungan bangsa Indonesia terhadap laut (dependence), yang ditandai
oleh kesadaran masyarakat terhadap pentingnya arti laut bagi kelangsungan dan
perkembangan hidup di masa depan;
3. Adanya iklim yang kondusif bagi berkembangnya investasi di sektor
kelautan (invesment); serta terwujudnya pengendalian laut yuridiksi nasional (sea
control), yang terkait erat dengan poin ke-4;
4. Adanya jaminan stabilitas keamanan dan tegaknya hukum laut, yaitu menciptakan
kondisi laut terkendali, pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab TNI-AL
selaku komponen utama pertahanan nasional di laut bersama komponen penegak
hukum di laut lainnya;

Kondisi laut terkendali yang dimaksud adalah dimana laut yuridiksi nasional secara
leluasa dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional, baik yang mencakup
aspek kesejahteraan (prosperity) maupun keamanan (security), dan laut yuridiksi nasional
tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu dengan resiko besar.

III. Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus (case study)
yaitu pengelolaan ekonomi perikanan, dan menurut Maxfield dalam Nazir (2013) merupakan
penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas
dari keselurahan personalitas. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga,
maupun masyarakat.
Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail latar
belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu,
yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hasil
dari penelitian kasus merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari
individu, kelompok, lembaga, dan sebagainya. Tergantung dari tujuannya, ruang lingkup dari
studi dapat mencakup segmen atau bagian tertentu atau mencakup keseluruhan siklus
kehidupan dari individu, kelompok, dan sebagainya, baik dengan penekanan terhadap faktor-
faktor kasus tertentu, atau meliputi keseluruhan faktor-faktor dan fenomena-fenomena (Nazir,
2013).
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model surplus produksi yang
merupakan pengembangan model biologi yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh
Schaefer (1954). Bentuk umum model biologi Schaefer ini adalah:

𝑑𝑥 𝑥
= 𝑟𝑥 (1 − ) − ℎ
𝑑𝑡 𝐾

dimana:
x = stock ikan atau fish stock
r = laju pertumbuhan instrinsik atau intrinsic growth rate
K = daya dukung lingkungan atau carrying capacity
h = hasil tangkapan atau harvest

Model dasar tersebut merupakan fungsi produksi perikanan dengan mengasumsikan


bahwa produksi per unit upaya atau catch per unit effort bersifat proporsional terhadap tingkat
stok (biomass). Sehingga fungsi produksi perikanan bisa dituliskan (Fauzi, 2010) sebagai
berikut:

34 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

ℎ = 𝑞𝑥𝐸

dimana:
q = koefisien kemampuan penagkapan atau catchability coeficien
E = upaya penangkapan atau effort
Dengan mengasumsikan kondisi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium)
𝑑𝑥
dimana = 0 maka dapat dipecahkan untuk x dalam bentuk:
𝑑𝑡

𝑞𝐸
𝑥 = 𝐾 [1 − ]
𝑟

Persamaan ini menggambarkan variabel stok (x) sebagai fungsi dari parameter
biofisik (q,K,r) dan variabel input (E)
Dengan mensubstitusi variabel x tersebut maka fungsi penagkapan dapat ditulis
sebagai berikut:

𝑞𝐸
ℎ = 𝑞𝐾𝐸 [1 − ]
𝑟

dimana: p = harga persatuan output (Rp/kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan yang
elastis sempurna.
Kemudian Gordon (1954) mengembangkan aspek ekonomi pengelolaan perikanan
dengan berbasis model biologi Scaefer dan dikenal dengan model Gordon-Schaefer. Secara
matematis penerimaan total lestari (TSR) dapat dituliskan (Fauzi, 2010) sebagai berikut:

𝑞𝐸
𝑇𝑆𝑅 = 𝑝ℎ = 𝑝𝑞𝐾𝐸 [1 − ]
𝑟

Dengan mengasumsikan bahwa biaya total (TC) bersifat linear terhadap input (effort)
maka biaya total (TC) dapat ditulis:

𝑇𝐶 = 𝑐𝐸

dimana: c = konstanta.
Maka manfaat ekonomi dari pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis di
WPPNRI 711 dapat dihitung dari selisih antara penerimaan dan biaya dituliskan menjadi:

𝜋 = 𝑇𝑆𝑅 − 𝑇𝐶

𝑞𝐸
𝜋 = 𝑝𝑞𝐾𝐸 [1 − ] − 𝑐𝐸
𝑟

Dengan melihat fungsi keuntungan tersebut maka terdapat dua keseimbangan pengelolaan
ekonomi perikanan tangkap secara efisien yaitu:
- Keseimbangan pertama dimana kurva TC berpotonan dengan kurva TSR pada satu titik
effort (E~) yang disebut sebagai open access equalibrium atau keseimbangan perikanan
dalam kondisi akses terbuka.
- Keseimbangan kedua dimana garis sejajar kurva TC dengan kurva TSR bersinggungan pada
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 35
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
satu titik effort (E*) yang disebut sebagai keseimbangan maximum economc yield (MEY)
dalam kondisi perikanan dikendalikan dengan rezim kepemilikan yang jelas.

Penerimaan rata-rata atau Average Sustainable Revenue (ASR) dapat ditulis sebagai berikut:

𝑇𝑆𝑅 𝑝𝑞 2 𝐾𝐸
𝐴𝑆𝑅 = = 𝑝𝑞𝐾 −
𝐸 𝑟

Dan penerimaan marjinalnya atau Marginal Sustainable Revenue (MAR)dapat ditulis:

𝜕𝑇𝑆𝑅 𝑝𝑞 2 𝐾
𝑀𝑆𝑅 = = 𝑝𝑞𝐾 − 2 𝐸
𝜕𝐸 𝑟

Pada kondisi maximum economic yield, maka penerimaan marjinal sama dengan total biaya
(MSR=TC) dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑝𝑞 2 𝐾
𝑝𝑞𝐾 − 2 𝐸=𝑐
𝑟

Dari persamaan diatas didapatkan jumlah upaya penangkapan optimal pada kondisi MEY
yaitu:

𝑟 𝑐
𝐸∗ = [1 − ]
2𝑞 𝑝𝑞𝐾

Bentuk Regresi Umum dirumuskan sebagai berikut:

𝑦 = 𝛼 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2

Untuk Regresi Perikanan Tangkap dirumuskan sebagai berikut:

𝑦 = 𝐿𝑛 𝐶𝑃𝑈𝐸𝑡+1 𝑥1 = 𝐿𝑛 𝐶𝑃𝑈𝐸𝑡

𝑥2 = 𝐸𝑡 + 𝐸𝑡+1

Maka model analisis Gordon-Schaefer perikanan tangkap dapat dituliskan:

𝐿𝑛 𝐶𝑃𝑈𝐸𝑡+1 = 𝛽1 + 𝛽2 𝐿𝑛 𝐶𝑃𝑈𝐸𝑡 + 𝛽3 [𝐸𝑡 + 𝐸𝑡+1 ]

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data
yang langsung diperoleh dari obyek penelitian. Dalam penelitian ini pengumpulan data primer
dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan para nelayan atau anak buah kapal (ABK),
pemilik kapal, pengumpul, petugas tempat pelelangan ikan (TPI) dan stake holder lainnya.
Pengamatan langsung di lokasi penelitian meliputi jumlah hasil tangkapan, musim dan daerah
penangkapan, dan jumlah kapal. Untuk data penangkapan ilegal dengan wawancara langsung
pengawas kelautan untuk mendapatkan data berupa hasil jumlah kapal tangkapan dan asal
negara, koordinat dan muatannya. Sedangkan data sekunder antara lain berupa time series
jenis dan jumlah hasil tangkapan, jumlah armada kapal ikan, tingkat harga, tingkat suku bunga,
indek harga konsumen dan data lainnya yang relevan terhadap tujuan penelitian.
36 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling pada nelayan
perikanan tangkap pelagis kecil dan pengawas kelautan.

Analisis Penangkapan Optimal


Metode analisis data berdasarkan model pendekatan yang telah dikemukakan
sebelumnya terdiri dari mertode untuk pendugaan parameter-parameter yang digunakan dan
metode untuk pendugaan nilai optimal pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis kecil
di WPPNRI 711 pada rezim pengelolaan maximum economic yield.
Parameter fungsi produksi surplusnya yaitu parameter pertumbuhan intrinsik ikan
(r), daya dukung lingkungan (K) dan kemampuan alat tangkap dalam melakukan penangkapan
ikan (q) yang dikemukakan Fox (1970) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

𝑋𝑡
𝑋𝑡+1 = 𝑋𝑡 + 𝑟𝑋𝑡 (1 − ) − 𝐶𝑡
𝐾

dimana:

𝐶𝑡 = 𝑞𝑋𝑡 𝐸𝑡

Jika:

𝑈𝑡
𝑋𝑡 =
𝑞

Maka diperoleh CPUE (Catch Per Unit Effort):

𝐶𝑡
𝑈𝑡 =
𝐸𝑡

Hubungan antara effort dan CPUE:

𝐶𝑡
= 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡 )
𝐸𝑡

𝐶𝑡 = 𝐸𝑡 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡 )

Effort optimal (𝐸𝑜𝑝𝑡 ) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama 𝐶𝑡 terhadap effort
=0

𝑑𝐶𝑡
= 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡) + 𝐸𝑡 𝑒(𝑎−𝑏𝐸𝑡) (−𝑏) = 0
𝑑𝐸𝑡

Sehingga didapat:

1
𝐸𝑜𝑝𝑡 =
𝑏

Dan produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusikan nilai 𝐸𝑜𝑝𝑡 kedalam

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 37


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
persamaan

𝐶𝑡 = 𝐸𝑡 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡 ) didapat:

1 𝑎⁄ −1
𝑀𝑆𝑌 = 𝑒 𝑏
𝑏

Tabel 1.
Parameter Biologi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil di WPPNRI 711

No. Koefisien Definisi Nilai


1. r Tingkat Pertumbuhan Intrinsik
0,18907269414
2. q Kemampuan Tangkap
0,00000450489
3. K Daya Dukung Perairan
326912,31
Sumber: Analisis Data

Analisis Illegal Fishing


Usaha penangkapan ilegal menimbulkan kerugian atau mengurangi pendapatan yang
seharusnya bisa didapatkan untuk meningkatkan hasil dan effort dalam pengelolaan ekonomi
perikanan tangkap. Dalam analisa illegal fishing dimana seharusnya kerugian ini sebagai
penambahan input dalam model pendekatan dan model surplus produksinya. Sehingga biaya
total pengelolaan ekonomi perikanan tangkap, rumus biaya total (TC) menjadi:

𝑇𝐶 ∗ = 𝑐 (𝐸 + 𝐸𝑖𝑓 )

Dan rumus kerugian ekonomi illegal fishing menjadi:

𝜋 ∗ = 𝑝ℎ − 𝑐 (𝐸 + 𝐸𝑖𝑓 )

IV. Hasil Dan Pembahasan


Penentuan parameter biologi dalam pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis
kecil di WPPNRI 711 memerlukan data hasil produksi dan jumlah kapal penangkap ikan
tersebut dengan harves per effort. Untuk industri perikanan tangkap kapal penangkap ikan
yang memiliki tonnase diatas 30 GT yang mampu memanfaatkan sumberdaya ikan secara
produktif dan efisien di WPPNRI 711.

Pendugaan Nilai Optimal


Tingkat eksploitasi perikanan tangkap pelagis kecil yang optimal diperoleh dengan
bantuan program Excel, seperti yang dikemukakan Fauzi (2014). Nilai tersebut dapat
ditentukan setelah diketahui parameter biologi dan juga parameter ekonomi yang telah
dikemukakan sebelumnya. Dengan menggunakan persamaan sebelumnya maka dapat
diketahui tingkat biomas optimal pelagis kecil di WPPNRI 711 adalah 163456,16 ton per tahun.
Dari jumlah biomas tersebut, jumlah pelagis kecil yang boleh dimanfaatkan atau ditangkap
sebesar 15452,55 ton per tahun. Jumlah trip yang boleh beroperasi untuk menangkap pelagis
kecil adalah 20985 trip per tahun setara dengan jumlah 5247 kapal.
Berdasarkan data jumlah rata-rata produksi pelagis kecil di WPPNRI 711 sebesar
13215,75 ton menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan ekonomi perikanan tangkap pelagis
38 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
kecil masih dibawah jumlah pelagis kecil yang boleh dimanfaatkan secara optimal. Dilihat dari
jumlah trip kapal yang beroperasi, rata-rata per tahun sebesar 14382 trip, masih dibawah
tingkat optimal trip kapal yang diperbolehkan sebesar 20985 trip.
Dengan mengoperasikan jumlah upaya penangkapan pada tingkat optimal dengan
hasil tangkapan sebesar 15452,55 ton akan diperoleh nilai manfaat atau rente ekonomi
sebesar 261253,25 miliar rupiah per tahun.

Tabel 2.
Biomassa Optimal, Jumlah Tangkapan dan Effort Optimal dan Aktual
serta Maksimaum Rente Ekonomi Pelagis Kecil di WPPNRI 711

Simbol Definisi Satuan Optimal Aktual


x (ton) Stok ikan ton 163456,16
h* (ton) Hasil Tangkapan ton 15452,55 13.215,75
E* (trip) Upaya unit 20985 14382
π (million IDR) Rente IDR 261253,25
Sumber: Analisis Data

V. Penutup
Pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis kecil di WPPNRI dapat ditingkatkan
mencapai optimalnya.
Kondisi penangkapan adalah 14382 trip dengan hasil tangkapan 13215,75 ton,
sedangkan jumlah upaya penangkapan optimal secara ekonomi adalah 20985 trip dengan hasil
tangkapan 15452,55 ton.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan kondisi tangkap masih dibawah tingkat
optimum sehingga masih dapat dikembangkan untuk mensejahterakan nelayan perikanan
tangkap pelagis kecil di WPPNRI 711.

Daftar Pustaka
Detikfinance. “3 Wilayah di RI Ini Rawan Pencurian Ikan.” https://finance.detik.com/berita-
ekonomi-bisnis/2783205/3-wilayah-di-ri-ini-rawan-pencurian-ikan#. Dec. 20, 2014
[Dec.12,2017].
Fauzi, A. 2010. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Teori dan Aplikasi). Jakarta. PT.
Gramedia Pustaka Utama.
________ 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Bogor: IPB Press.
Fauzi dan Anna. 2005. Pendekatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis
Kebijakan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
FAO, 2002. Implementation of the international plan of action to deter, prevent and eleminate
illegal, unreported and unregulated fishing. FAO technical guidelines for responsible
fisheries. 9:122p.
Fox,W.W. 1970. An Experimental Surplus Yield Model for Optimazing Exploited Fish Population.
Trans.Am.Fish.Soc, 99(1):80-88
Ikhsan, M. “Illegal Fishing Kembali Menggila di Laut Natuna.” Batamnews.co.id.natuna.
Jun.09,2017. [Dec.12,2017].
IPAO. 2001. Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing. Code of Conduct for Responsible
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 39
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Fisheries (CCRF). FAO
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KKP). Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 18 Tahun 2014 Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia [Salinan]. Jakarta, Indonesia. 2014.
Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy Dalam Membangun Negeri Bahari Di Era Otonomi Daerah.
Jakarta, Indonesia: PT. Gramedia Pustaka Utama.
______________ 2006. Ekonomi Kelautan. Bogor, Indonesia: PKSPL-IPB.
Mahan, AT. 1987. The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783. New York (US): Dover
Publications Inc. 1987.
Nazir, M. 2013. Metode Penelitian. Bogor, Indonesia: Penerbit Ghalia Indonesia.
Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta. PT. Pustaka
Cidesindo.
Nikijuluw, V.P.H. 2008. Blue Water Crime: Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Ilegal. Jakarta,
Indonesia: PT Pustaka Cidesindo.
Purnomo A. “Analisa Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Perairan
Utara Jawa Tengah.” M.A. thesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.
Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidros). 2015. Data Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Jakarta, Indonesia.
Rewis, J. 2004.. Menjahit Laut yang Robek Paradigma Archipelago State Indonesia. Yayasan
Malesung, Jakarta, Indonesia. Hlm. xii.
Salim, P. 2003. The Contemporary English Indonesian Dictionary. Jakarta, Indonesia: Modern
English Press.
Schaefer, M. 1954. Some Consideration of Population Dynamics and Economics in Relation to the
Management of the Commercial Marine Fisheries. Journal of Fisheries Research Board of
Canada, 14 (5) : 669-681.
Sudradjat. 2006. Metode Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran Bandung.
UN General Assembly. “Convention on the Law of the Sea.”
http://www.refworld.org/docid/3dd8fd1b4.html. Dec.10, 1982 [Dec. 12, 2017].
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan. Tanggal
17 Oktober 2014.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan. Tanggal 29 Oktober 2009.
Zulbairani N. 2012. Teori dan Praktek Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan
Tangkap. Bogor: IPB Press.

40 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Pengaruh Disiplin Kerja, Kepemimpinan Transformasional


dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kepuasan dan Kinerja
PNS Pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah
Kabupaten Kutai Timur
Meita Sondang Riski
Program Studi Manajemen, STIE Nusantara Sangatta
meitasondang@yahoo.com

Ausy Riana
Program Studi Manajemen, STIE Nusantara Sangatta
ausy.riana@yahoo.com

Abstrak
Tujuan_ Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh disiplin kerja,
kepemimpinan transformasional, kecerdasan emosional, baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kepuasan dan kinerja Pegawai Negeri Sipil
pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Desain/Metode_Penelitian yang dilakukan ini termasuk penelitian lapangan
(Field Research), yaitu penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau pada
responden dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang
digunkaan adalah metode survei yaitu metode yang mengambil contoh data dari
satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
dikumpulkan dan bersumber dari Bagian Umum dan Protokol Sekretariat
Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Temuan_Disiplin kerja, kepemimpinan transformasional dan kecerdasan
emosional secara langsung berpengaruh positif, namun hanya disiplin kerja yang
memberi pengaruh signifikan terhadap kepuasan pegawai. Kepemimpinan
transformasional dan kecerdasan emosional berpengaruh tidak signifikan.
Sedangkan pengaruh terhadap kinerja pegawai, disiplin kerja dan kecerdasan
emosional secara langsung berpengaruh signifikan. Kepemimpinan
transformasional berpengaruh tidak signifikan. Kepuasan secara langsung
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja pegawai pada Bagian
Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur. Untuk
pengaruh tidak langsung, hanya kecerdasan emosional yang memberikan
pengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan pegawai.
Implikasi_
Originalitas_belum pernah dilakukan penelitian variabel ini di secretariat
daerah kabupaten kutai timur.
Tipe Penelitian_Studi Empiris

Kata Kunci : disiplin, kepemimpinan transformasional, kecerdasan emosional,


kepuasan dan kinerja

I. Pendahuluan
Kinerja pegawai merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan suatu organisasi. Dessler (2009) berpendapat kinerja karyawan adalah prestasi
aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 41


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat
kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Namun,
tidak semua karyawan mempunyai kemampuan dan kualitas yang sama dalam penyelesaian
tugasnya karena mengingat kemampuan manusia berbeda-beda. Berbagai cara dilakukan oleh
perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan meskipun cara dari satu perusahaan
dengan perusahaan lain berbeda-beda. Gupta et al. (2013) menjelaskan bahwa perusahaan
membutuhkan karyawan yang mampu bekerja lebih baik dan lebih cepat, sehingga
diperlukannya karyawan yang mempunyai kinerja (job performance) yang tinggi. Gungor
(2011) menjelaskan bahwa sangat penting berinvestasi dalam pengembangan karyawan untuk
meningkatkan keterampilan atau kemampuan karyawan dan organisasi. Kinerja pegawai yang
baik juga harus didukung oleh seorang pemimpin yang baik. Seorang pemimpin menjadi
sorotan dan contoh bawahannya, Becker et al (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan faktor utama pada pengembangan diri bawahan, mendorong bawahan berpikir
dan bertindak inovatif untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan serta sasaran
organisasi, memacu optimisme dan antusiasme terhadap pekerjaan sehingga seringkali kinerja
karyawan yang ditunjuk melebihi harapan. Salah satu gaya kepemimpinan yang mampu
meningkatkan kinerja para karyawan adalah kepemimpinan transformasional. Komardi
(2009) dan Suryo (2010) mengemukakan hasil dari penelitian yang telah dilakukannya bahwa
kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi pengikutnya guna mencapai tujuan
organisasi. Oleh sebab itu setiap pemimpin memiliki gaya (style) yang berbeda dalam
memimpin perusahaan (Demet, 2012). Yulk (2010:305) menyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional itu dimana para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan,
dan penghormatan terhadap pimpinan dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari
pada yang awalnya mereka harapkan. Kinerja pegawai yang baik harus didukung juga dengan
disiplin kerja pegawai yang tinggi, terutama dilihat dari tingkat kehadiran pegawai. Menurut
Hasibuan (2012:112), disiplin kerja adalah kemampuan kerja seseorang secara teratur, tekun,
terus-menerus, dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak
melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Ardana dkk (2012: 52) menjelaskan rata-rata
tingkat absensi 2-3 persen adalah gejala yang buruk dari disiplin kerja pegawai. Pada
dasarnya faktor disiplin merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yang
penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa adanya disiplin maka sulit
mewujudkan tujuan yang maksimal (Susilaningsih, 2008). Brahmasari mengatakan bahwa
kinerja organisasi tergantung dari kinerja individu atau dengan kata lain kinerja individu akan
memberikan kontribusi pada kinerja organisasi. Ardana, dkk (2012:134) mengemukakan
disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan
taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis
serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya.
Fenomena yang terjadi pada Bagian Umum dan Protokol yang berkaitan dengan disiplin kerja
adalah banyaknya pegawai yang absen tanpa alasan yang jelas, datang tidak tepat waktu,
mangkir, lambat menyelesaikan tugas. Tingkat kehadiran pegawai negeri sipil masih tergolong
rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil finger print pegawai negeri sipil Bagian Umum dan
Protokol yang belum memuaskan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun 2016.
Sebagai fungsi dari pelayan publik, pegawai negeri sipil wajib berada dikantor pada saat jam
kerja, sebab seorang pelayan publik tidak pernah tahu kapan masyarakat akan datang dan
perlu untuk dilayani. Ketika masyarakat datang dan minta untuk dilayani lalu seorang PNS
tersebut tidak berada dikantor, maka hal ini akan menghambat kinerja dan membuat citra
buruk bagi pegawai negeri sipil. Kajian empiris Porter dan Steets menyatakan bahwa ketidak
hadiran pegawai sifatnya lebih spontan dan tergantung pada isu-isu internal seperti
transportasi dan keluarga, contohnya seperti merawat anak yang sedang sakit. Selain disiplin
kerja dan kepemimpinan transformasional, terdapat faktor lain yang ikut menentukan kinerja,

42 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
yaitu kecerdasan emosional. Goleman (1999) mengatakan bahwa orang yang pandai atau
berhasil dalam prestasi akademik sewaktu pendidikan formal ternyata banyak yang gagal
dalam menempuh karir profesional. Penelitian Daniel Goleman menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dibutuhkan dalam dunia kerja saat ini yaitu
sekitar 75-96 persen. Sedangkan peran IQ atau ketrampilan kognitif dalam keberhasilan di
dunia kerja hanya menempati posisi kedua sesudah kecerdasan emosional dalam menentukan
peraihan prestasi kerja, yaitu sekitar 4-25 persen. Kecerdasan emosional ini sangat
mempengaruhi kehidupan seseorang secara keseluruhan mulai dari kehidupan dalam
keluarga, pekerjaan sampai interaksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu
kecerdasan emosional berpengaruh pada cara seseorang menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Goleman (1995) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi adalah mereka yang mampu mengelola emosinya dengan baik.
Menurut Bar-On (dalam Setiadi, 1999) kemampuan mengatur perasaan dengan baik, mampu
memotivasi diri sendiri, berempati ketika menghadapi gejolak emosi dari diri maupun dari
orang lain. Manusia juga harus dapat memecahkan masalah, fleksibel dalam situasi dan kondisi
yang kerap berubah. Hal ini merupakan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap
sumber daya manusia untuk dapat berprestasi di bidang pekerjaannya. Fakta yang ada pada
Bagian Umum dan Protokol salah satunya masalah kecerdasan emosional pegawai seringkali
terjadi karena pegawai membawa masalah di rumah tangganya ke kantor. Selain itu, fakta yang
ada pada Bagian Umum dan Protokol menunjukkan bahwa pegawai mudah tersinggung untuk
hal-hal kecil yang kemudian menjadi pemicu kemarahan dalam menyelesaikan tugas kantor
sehari-harinya. Selain ketiga faktor di atas, kepuasan juga mempengaruhi kinerja pegawai.
Kepuasan kerja merupakan tanggapan emosional seorang pegawai terhadap situasi dan
kondisi kerja. Apabila seorang pegawai merasa puas terhadap pekerjaannya, maka kinerjanya
akan semakin meningkat, hal ini disebabkan karena pegawai tersebut merasa nyaman dan
menyukai pekerjaannya. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan hal yang harus
diperhatikan dengan serius oleh atasan, karena apabila pegawai sudah merasa puas atau
dengan kata lain pegawai tersebut merasa nyaman dengan pekerjaan masing-masing, maka
tidak diragukan lagi mereka akan bekerja dengan sepenuh hati dan akan menghasilkan output
yang memuaskan, namun ketika pegawai telah berusaha secara maksimal dan mendapat hasil
yang baik maka instansi hendaknya tidak diam begitu saja karena mereka butuh untuk dihargai
jerih payahnya. Instansi harus menghargai jerih payah pegawai yang sudah bekerja baik
dengan memberikan dampak balik yang dapat membuat pegawai makin semangat bekerja.

II. Kajian Teori


2.1 Kinerja
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian
serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps, 1992:34). Kinerja
merupakan ukuran keberhasilan organisasi dalam mencapai misinya (Simamora, 2003:45).
Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan capaian kerja.
Kinerja yang tinggi dapat diwujudkan apabila dikelola dengan baik. Itulah sebabnya setiap
pimpinan wajib untuk menerapkan manajemen kerja agar para pegawainya mendapat capaian
kerja yang maksimal. Berkaitan dengan manajemen kerja, seringkali orang membuat kesalahan
dan mengira bahwa manajemen kerja merupakan evaluasi kerja. Padahal mengevaluasi kinerja
atau memberikan penilaian kerja hanyalah merupakan sebagian saja dari sistem manajemen
kerja.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 43


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
2.2 Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah kesediaan seseorang dalam menaati semua peraturan organisasi
dan norma sosial yang berlaku dalam lingkup pekerjaan (Hasibuan, 2006:193). Bagi para
pegawai negeri sipil sipil, ketentuan disiplin kerja diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010, dan bagi PNS di Kabupaten Kutai Timur didukung dengan adanya
edaran Bupati Kutai Timur Nomor 60/29/ORG.III tentang Penerapan Disiplin Jam Kerja. Dalam
edaran Bupati Kutai Timur dijelaskan bahwa seluruh pegawai PNS wajib mentaati jam masuk
kerja serta wajib melaksanakan apel pagi sesuai ketentuan yang berlaku mulai jam 07.30
sampai dengan 16.30 wita untuk hari Senin sampai dengan Kamis dan hari Jum’at dari jam
07.30 sampai dengan 11.30 wita.

2.3. Kepemimpinan Transformasional


Istilah transformasional leadership dimunculkan pertama kali pada tahun 1973 oleh
Downton. Kemudian James McGregor Burns, seorang sosiolog politik yang menulis dalam buku
leadhership di tahun 1978 bahwa pemimpin menangkap motivasi pada pengikutnya dengan
tujuan untuk mencapai tujuan bersama (Lensufiie, 2010). Kepemimpinan transformasional
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi.
Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang lebih menekankan pada
kegiatan pemberdayaan (empowerment) melalui peningkatan konsep diri bawahan/anggota
organisasi yang positif (Nawawi 2006). Kepemimpinan transformasional memiliki pengertian
kepemimpinan yang bertujuan untuk perubahan. Sesuai dengan aturan kepemimpinan yaitu
adanya pergerakan untuk mencapai tujuan, maka tujuan yang dimaksud disini adalah
perubahan. Perubahan yang dimaksud diasumsikan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik,
menentang status quo dan aktif (Lensufiie, 2010). Dengan demikian kepemimpinan
transformasional ini memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran
tingkat yang lebih tinggi yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu. Para
bawahan memiliki konsep diri positif sehingga mempu mengatasi permasalahan dengan
mempergunakan potensinya masing-masing tanpa tertekan atau ditekan, akhirnya mereka
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Dengan
kepemimpinan transformasional para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman,
kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan
lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka.

2.4. Kecerdasan Emosional


Teori mengenai kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan oleh Salovey dan Mayer
pada tahun 1990. Sejak itu aspek emosional sebagai salah satu kecerdasan pada diri manusia
banyak diteliti, baik di bidang psikologi, neurosains dan berbagai bidang terapan. John Mayer
dan Peter Salovey mendefinisikan EQ (emotional quotient) sebagai “kemampuan untuk
memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk
mengatur emosi yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup seseorang”.
Semula ide ini hanya diperkenalkan di sekitar lingkungan pendidikan saja. Dan mungkin saja
tetap hanya akan beredar di sekeliling tembok sekolah jika saja Goleman tidak
memperkenalkan teori EQ ini dalam bukunya “Emotional Intelligence. Why It Can More Than
IQ?” yang terbit pada tahun 1995 dalam Mangkunegara (2005). Kecerdasan emosional telah
diterima dan diakui kegunaannya. Studi-studi menunjukkan bahwa seorang eksekutif atau
profesional yang secara teknik unggul dan memiliki EQ yang tinggi adalah orang-orang yang
mampu mengatasi konflik, dapat melihat kesenjangan yang perlu dijembatani, dapat melihat
hubungan yang tersembunyi yang menjanjikan peluang, berinteraksi, penuh pertimbangan
untuk menghasilkan yang lebih berharga, lebih siap, lebih cekatan, dan lebih cepat dibanding
orang lain.

44 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
2.5. Kepuasan Kerja
Robbins dan Judge (2009:113) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang
positif tentang pekerjaan seseorang sebagai hasil dari penilaian pada karakteristik-
karakteristik dari pekerjaan tersebut. Jadi pegawai yang merasa puas akan pekerjaannya akan
memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya. Husain Umar (2008:213), menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah perasaan dan penilaian seorang atas pekerjaannya, khususnya
menegenai kondisi kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah pekerjaannya mampu
memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah tanggapan seseorang atas apa yang mereka
harapkan pada saat bekerja dengan apa yang mereka dapatkan setelah mereka bekerja.
Dimana dalam hal ini berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar pegawai, imbalan
dan faktor-faktor lainnya. Jika terdapat selisih yang kecil antar apa yang diharapkan dengan
apa yang didapatkan maka orang tersebut akan merasa puas begitu pula sebaliknya.

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1. Kerangka Konseptual


Hubungan variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y)

III. Metode Penelitian


Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field Research) menggunakan pendekatan
kuantitatif. Metode yang digunakan adalah metode survei. Data yang digubakan ada dua, yaitu:
data primer dan sekunder. Teknik yang digunakan untuk menentukan populasi adalah
menggunakan total sampling atau umumnya dikenal dengan sebutan metode sensus. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil di bagian Umum dan Protokol
berjumlah 71 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan,
observasi, kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Untuk analisa, model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model Analisis Jalur (Path Analysis). Model ini dikembangkan oleh
Sewall Wright (1934). Menurut sugiyono (2008:287) analisis jalur digunakan bertujuan untuk
melukiskan dan menguji model hubungan antar variabel yang berbentuk sebab akibat (bukan
bentuk hubungan interaktif/receiprocal). Dengan demikian dalam model hubungan antar

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 45


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
variabel tersebut, terdapat variabel independent yang dalam hal ini disebut variabel Eksogen
(Exogenous), dan variabel dependent yang disebut variabel Endogen (Endogenous). Melalui
analisis jalur ini akan dapat ditemukan jalur mana yang paling tepat dan singkat suatu variabel
independent menuju variabel dependent yang terakhir. Data yang telah dikumpulkan
diberikan nilai-nilai atau skor menggunkaan skala Likert (Sugiyono, 2010:133) dengan
perincian sebagai berikut:

Sangat setuju/selalu/sangat positif diberi skor :


5 sangat setuju
4 setuju
3 netral
2 tidak setuju
1 sangat tidak setuju

Selanjutnya, nilai-nilai rata-rata masing-masing responden dikelompokkan dalam kelas


interval dengan jumlah kelas 5 maka intervalnya dapat dihitung sebagai berikut:

Interval = Nilai Tertinggi – Nilai terendah = 5 – 1 = 0,8


Jumlah Kelas 5

Dari informasi tersebut dapat ditentukan skala distribusi criteria pendapat sebagai berikut:
1.00 – 1.79 = Sangat tidak setuju
1.80 – 2.59 = Tidak setuju
2.60 – 3.39 = Netral
3.40 – 4.19 = Setuju
4.20 – 5.00 = Sangat setuju

Teknis analisis jalur dalam penelitian ini digunakan untuk menguji besarnya sumbangan yang
ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan masing-masing
struktur yang terdiri dari:
Sub struktur 1: melihat pengaruh langsung variabel disiplin kerja (X1), variabel kepemimpinan
transformasional (X2), dan variabel kecerdasan emosional (X3) terhadap kepuasan (Y1)
dengan persamaan sebagai berikut:

Y1 = ρY1X1X1 + ρY1X2X2 + ρY1X3X3 + ε1

Sub struktur 2: melihat pengaruh langsung variabel disiplin kerja (X1), variabel kepemimpinan
transformasional (X2), dan variabel kecerdasan emosional (X3) terhadap kinerja (Y2) dengan
persamaan sebagai berikut:

Y1 = ρY2X1X1 + ρY2X2X2 + ρY2X3X3 + ε2

Selanjutnya menentukan koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R Square, yaitu untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap
variabel tidak bebasnya dengan nilai koefisien determinasi ganda (R2) dan untuk melihat
seberapa model yang digunakan dapat mempunyai korelasi (hubungan) dengan Adjusted R
Square.

Priyanto (2009:78) “koefisien ini digunakan untuk menunjukkan seberapa besar hubungan
yang terjadi antara variabel independen (X1, X2, X3, .... Xn) secara serentak terhadap variabel
dependen (Y)”. Nilai R dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

46 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Untuk melihat tingkat kekuatan hubungan antara variabel X dengan Y, dapat dilihat melalui
tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 2
Pedoman Interpelasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono (2010:231)

Priyatno (2009:79), “analisis determinasi dalam regresi berganda digunakan untuk


mengetahui presentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1,X2,X3 .... Xn) secara
serentak terhadap variabel dependen (Y)”. Semakin besar nilai R2, maka semakin besar
pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai R2 dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut (Sunyoto, 2010:79):

R2 = b1∑X1Y + b2∑X2Y

∑Y2

Apabila koefisien determinasi (R2) mendekati angka satu (1) berarti terdapat hubungan yang
kuat (Djarwanto dan Pangestu S, 2008:324).

IV. Hasil dan Pembahasan


Hasil pengujian pengaruh langsung dan tidak langsung serta pengaruh total tersebut
dapat diringkas sebagai berikut :
1. Pengaruh langsung (direct effect) terhadap kepuasan :
a. Pengaruh langsung disiplin kerja terhadap kepuasan =0,240
b. Pengaruh langsung kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan = 0,120
c. Pengaruh langsung kecerdasan emosional terhadap kepuasan = 0,361
2. Pengaruh langsung (direct effect) terhadap kinerja :
a. Pengaruh langsung disiplin kerja terhadap kinerja = 0,192
b. Pengaruh langsung kepemimpinan transformasional terhadap kinerja = 0,104
c. Pengaruh langsung kecerdasan emosional terhadap kinerja = 0,208
d. Pengaruh langsung kepuasan terhadap kinerja = 0,166

3. Pengaruh tidak langsung (indirect effect) terhadap kinerja melalui kepuasan :


a. Pengaruh tidak langsung disiplin kerja terhadap kinerja melalui kepuasan = 0,240 x
0,166 = 0,039

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 47


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
b. Pengaruh tidak langsung kepemimpinan transformasional terhadap kinerja melalui
kepuasan = 0,120 x 0,166 =0,019
c. Pengaruh tidak langsung kecerdasan emosional terhadap kinerja melalui kepuasan =
0, 361 x 0,166 = 0,059

4. Pengaruh Total (total effect)


a. Pengaruh langsung disiplin kerja terhadap kinerja dan pengaruh tidak langsung
disiplin kerja terhadap kinerja melalui kepuasan = (0,240 x 0,166) + 0,192 = 0,232
b. Pengaruh langsung kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan dan
pengaruh tidak langsung kepemimpinan transformasional terhadap kinerja melalui
kepuasan = (0,120 x 0,166) + 0,104 = 0,124
c. Pengaruh langsung kecerdasan emosional terhadap kepuasan dan pengaruh tidak
langsung kecerdasan emosional terhadap kinerja melalui kepuasan = (0,361 x 0,166)
+ 0,208 = 0,268

Jadi dapat diketahui dari analisis di atas model persamaan analisis regresi untuk dua
jalur adalah sebagai berikut:

V. Penutup
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Disiplin kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
2. Kepemimpinan transformasional secara langsung berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat
Daerah Kabupaten Kutai Timur
3. Kecerdasan emosional secara langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah
Kabupaten Kutai Timur
4. Disiplin kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
48 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
5. Kepemimpinan transformasional secara langsung berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kinerja pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat
Daerah Kabupaten Kutai Timur
6. Kecerdasan emosional secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai
Timur
7. Kepuasan secara langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja
pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
8. Disiplin kerja secara tidak langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
kinerja pegawai melalui kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol
Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
9. Kepemimpinan transformasional secara tidak langsung berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan
Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
10. Kecerdasan emosional secara tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol
Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
11. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,749 atau 74,9 %. Hal ini berarti terdapat
hubungan antara disiplin kerja (X1), kepemimpinan transformasional (X2), kecerdasan
emosional (X3) terhadap kepuasan dengan tingkat hubungan “kuat” karena berada pada
interval 0,60 – 0,799. Selanjutnya koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,561 artinya
bahwa sebesar 56,1 % variasi dari kepuasan dapat dijelaskan oleh disiplin kerja,
kepemimpinan transformasional dan kecerdasan emosional. Pengaruh yang dijelaskan
oleh variabel disiplin kerja (X1), kepemimpinan transformasional (X2) dan kecerdasan
emosional (X3) secara bersama-sama terhadap kepuasan pegawai sebesar 74,9 %,
sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang belum masuk dalam model
penelitian.sedangkan sebesar 25,1 % dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak
masuk dalam variabel yang diteliti.
12. Nilai korelasi R sebesar 0,715 dan koefisien diterminasi R2 sebesar 0,511 memberikan
gambaran bahwa hubungan antara variabel disiplin kerja (X1), kepemimpinan
transformasional (X2) dan kecerdasan emosional (X3) terhadap kinerja pegawai
tergolong “kuat”. Pengaruh yang dijelaskan oleh variabel disiplin kerja (X1),
kepemimpinan transformasional (X2) dan kecerdasan emosional (X3) secara bersama-
sama terhadap kinerja pegawai sebesar 71,5 %, sisanya sebesar 28,5 % dijelaskan oleh
variabel lain yang belum masuk dalam model penelitian.

5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengingat disiplin adalah salah satu faktor yang penting dalam mewujudkan kepuasan
dan kinerja pegawai yang baik, maka disarankan kepada pihak pimpinan agar
menerapkan dan mengawasi dengan ketat disiplin pegawai pada bagian Umum dan
Protokol Sekretariat kabupaten Kutai Timur .
2. Kecerdasan emosional berdampak positif dan signifikan terhadap kepuasan dan
kinerja pegawai pada bagian Umum dan Protokol Sekretariat kabupaten Kutai Timur,
sehingga disarankan kepada pimpinan agar memberikan pelatihan atau training
kepada pegawainya yang berhubungan dengan kecerdasan emosional (ESQ). Pegawai
yang memiliki kinerja yang berhasil yaitu pegawai yang menguasai 75 % kecerdasan
emosi dan 25 % kecerdasan intelektual.
3. Meskipun SOP sudah menjadi acuan pegawai bagian Umum dan Protokol Sekretariat
kabupaten Kutai Timur, fungsi kepemimpinan tetap harus jalan. Pada penelitian ini

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 49


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
belum terlihat pengaruh signifikan dari variabel kepemimpinan terhadap kepuasan dan
kinerja pegawai. Kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan
yang berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk
mendukung visi dan tujuan organisasi.
4. Koefisien korelasi kepuasan terhadap kinerja pada bagian Umum dan Protokol
Sekretariat kabupaten Kutai Timur berpengaruh positif tapi tidak signifikan.
Disarankan kepada pimpinan agar menjalankan performance appraisal untuk menilai
kinerja pegawai. Sistem reward dan punishment juga perlu dijalankan agar kinerja
pegawai dapat tercapai.

Daftar Pustaka
Algifari. 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus & Solusi. Yogyakarta: BPFE UGM.
Ayu Desi Indrawati. 2010. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan dan Kepuasan
Pelanggan pada Rumah Sakit Swasta di Kota Denpasar. Jurnal Ekonomi. Universitas
Udayana Bali.
Bacal, Robert. 2005. Performance Management. Terjemahan Surya Dharma. Jakarta: SUN.
Bass, 1990. Transformasional Leadership: Industrial, Millitary, and Educational Impact,
Erlbaum, Mahwah, NJ. Terjemahan Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
Bass. 1998. From Tansactional to Tansformational Leadership: Learning to Share the Vision,
Organizational Dynamics. Vol 18 pp.19-31. Terjemahan Swandari, Fifi. 2003. Bandung:
Erlangga.
Bass. 1981. Transformational Leadership: Charisma and Beyond. In J. Hunt, B. Baliga, H.
Dachler, and C. Shriesheim (eds.), Emerging Leadership Vistas (pp.29-49).Toronto:
Lexington Books.
Behling O dan Mc Fillen, JM. 1996. A Syncretical Model of Charismatic Transformasional
Leadership. Group and Organizational Management Studies. Journal of Organization
behavior, 15 : 439 – 452.
Bitsch, V. 2008. Spirituality and Religion Developments in the management literature Relevant
to agribusiness and Entrepreneurship? Annual World and symposium of the International
Food and agribusiness Management Association. Alih Bahasa Mu’tadin.
(http://bitsch@msu.edu), diakses 4 Oktober 2016).
Case. Aviolo. 2003. Fungsi Utama Seorang Pemimpin Transformasional. New York:
Mail:acase@acsu. Buffalo. Edu.
Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. (hal: 6,9, 13, 103, 107).
Davis K & Newstorm J. W. 1985. Perilaku dalam organisasi. Jilid 2 (ed 7). Jakarta: Erlangga.
Dessler, Gary. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Indeks.
Djarwanto PS, dan Subagyo, Pangestu. 2008. Statistik Induktif. Edisi Kelima. Yogyakarta : BPFE.
Effendi. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Pengadaan, Pengembangan,
Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Karyawan. Jakarta: Penerbit PT.
Grasindo.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, dkk. 1987. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Edisi Kelima, Jilid 1. Alih Bahasa
Djarkasih. Jakarta: Erlangga.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M. dan Donnelly J.H. 1996. Organisasi : Prilaku, Struktur, Prose.
Penerjemah : Ir. Nunuk Adiarni MM, Jakarta : Binarupa Aksara.
Goleman, Daniel. 1998. Kecerdasan Emosional (edisi bahasa Indonesia). Jakarta: PT. Gramedia.
Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata : Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence. Terjemahan T. Hermany. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2005. Emotional Intelligence. Terjemahan Dapsari. Jakarta: Gramedia.

50 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Goleman, Daniel. 2005. Working With Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi Untuk
mencapai Puncak Prestasi. Alih Bahasa Alex Tri K. Widodo. Jakarta: PT Gramedia.
Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Hadi. S. Edisi
Kedua. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Greenberg, J., & Baron, R. A. 2003. Behavior in organizations: understanding and managing the
human side of work. 8th edition. Alih bahasa Alex Tri K. Widodo. New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Gunduz, et al. 2012. Effects Of Emotional Intelligence On Job Satisfaction: An EmpiricalStudy
On Call Center Employees. Terjemahan Arifin. Procedia-Social and Behavioral Sciences 58
Pages 363-369.
Hapsari. 1998. Hubungan Orientasi Nilai Hidup Dengan Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri.
Tesis. Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM.
Hasan, Iqbal. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004, hlm. 13.
Hasibuan, M. S. P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Cetakan Keenam.
Jakarta: Bumi Aksara.
Husein, Umar. 2008. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan. Seri Desain Penelitian
Bisnis –No 1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Irawan, Prasetya. 2004. Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka.
Judge, T. A., J. E. Bono, C. J. Thoresen, and G. K. Patton. 2001. The job satisfaction–job
performance relationship: A qualitative and quantitative review. Psychological Bulletin,
127, 376-407.
Kartini Kartono. 2003. Pemimpin Dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2003. Perilaku Organisasi. Terjemahan: Erly Suandy. Edisi
Pertama. Jakarta: Salemba Empat.
Leli Nirmalasari. 2016. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, dan
Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Kautsar Utama Bandung.
Tesis. STIE STEMBI.
Lensufiie, Tikno. 2010. Leadership untuk Profesional dan Mahasiswa. Jakarta: Erlangga.
Malhotra. 2005. Riset Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM.Bandung: PT Refika Aditama.
Matondang, 2008. Kepemimpinan: Budaya Organisasi Dan Manajemen Strategik. Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mawahibir Rohman, Sumadi, Trias Setyowati. 2015. Pengaruh Kecerdasan Emosional
Terhadap Komitmen dan Kinerja Karyawan Pada PT. Adira Finance Lumajang. Jurnal
Ekonomi. Universitas Muhammadiyah Jember.
Nair et al. 2010. Impact of Emotional Intelligence on Job Satisfaction at Globus India Ltd. Alih
bahasa Hartono. Symbiosis Centre for Management and HRD Vol 3, No. 2.
Nawawi. 2006, Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Jakarta: Prehalindo.
Ni Luh Putu Nuraningsih, Made Surya Putra. 2015. Jurnal, Pengaruh Kecerdasan Emosional
Terhadap Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Pada The seminyak Beach Resort And Spa,
Bali.(http://www.Jurnal Ni Luh Putu Nurainingsih.ac.id), diakses 2 oktober 2016).
O’Leary, Elizabeth. 2001. Kepemimpinan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi.
Palaria Sianturi. 2011. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. PLN
Persero Distribusi Jawa Barat dan Banten. Tesis. Universitas Telkom Bandung.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Priyatno. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta : Andi.
Rivai, H. V. 2005. Manajmen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke praktek.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Robbins, Stephen P, 2003. Organizational Behavior. Alih bahasa Benyamin. Jakarta: Kelompok
Gramedia.
Robbins, Stephen P, Judge. 2009. Perilaku Organisasi. Alih bahasa Benyamin. Jakarta: Salemba

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 51


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Empat.
Roy Juhan Agung Tucunan, Wayan Gede Supartha, I Gede Riana. 2013. Pengaruh
Kepemimpinan Transformasional Terhadap Motivasi dan Kinerja Karyawan (Studi Kasus
Pada PT. Pandawa). E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Simamora, Bilson. 2003. Penilaian Kinerja dalam Manajemen Perusahaan. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
Simamora, Henry, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ketiga, Cetakan Pertama,
Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: alfabeta.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Surakhmad, Winarno. 1989. Pengantar Penelitian – Penelitian Ilmiah, Dasar MetodeTeknik.
Edisi 7. Bandung: Tansito.
Stolovitch, D, and Keeps, Erica J. 1992. Handbook of Human Performance Technology A
Comprehensive Guide for Analysis and Solving. Amerika Serikat.
Sunyoto, Danang. 2010. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Sutrisno, Edy. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Swaminathan S. dan P. David Jawahar. 2013 Job Satisfaction as a Predictor of Organizational
Citizenship Behavior: an Empirical Study. Global Journal of Business Research, 7(1), 71-
77.
Tiffin, J. and McCormick, E.J. 1961. Industrial Psychology. Terjemahan Sukasah. Englewood
Cliffs : Prentice-Hall, Inc.
Thoha, Muharto dan Darmanto. 2011. Perilaku Organisasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Turner, Jonathan H., dalam Habibie 1992. The Structure of Sociological Theory. Homewood,
Illinois; The Dorsey Press.
Virk dan Kaur, Harjeet. 2011. Impact Of Emotionel Intelligence On Job Satisfication,
Oorganizational Commitment and Perveived Sucess. Journal of Arts & Sciences : 4.22: 297-
312. ProQuest.
Yukl, Gary A, 1989, Leadership in Organization, Second Edition, Prentice Hall International
Inc. Terjamahan Yusuf Udaya. 1996. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yukl, Gary A., 1998, Kepemimpinan dalam Organisasi. Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta:
Prenhallindo.

52 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Kajian Good Corporate Governance Pada Koperasi


Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah
Rima Elya Dasuki
Program Studi Manajemen Institut Manajemen Koperasi Indonesia
rimadasuki@ikopin.ac.id

Abstrak

Tujuan_Penerapan Good Corporate Governance mendorong pengurus KSPPS


dalam menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam yang secara efektif dan efisien
dengan memperhatikan prinsip koperasi dan prinsip kehati- hatian sehingga
penilaian koperasi transparan,akuntabel dan responsive.
Desain/Metode_ Pada penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan
metode deskripsi
Temuan_ Prinsip Good Corporate Governance dibutuhkan koperasi agar
tercapainya kesinambungan usaha dengan memperhatikan stakeholder
Implikasi_Pengelolaan koperasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan
tidak menyebabkan kerugian pada pihak manapun,diharapkan dengan
diterapkannya Good Corporate Governance maka kesehatan koperasi dapat
meningkat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada anggota
Originalitas_Beberapa dari variable penelitian terdapat kesamaan dengan
peneliti sebelumnya,namun variable good corporate governance disesuaikan
dengan kondisi koperasi di Indonesia dan objek penelitian good corporate
governance yang merupakan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
sejauh ini belum dilakukan penelitian sebelumnya
Tipe Penelitian_Studi Empiris
Kata Kunci : Good Corporate Governance,Koperasi,Kesehatan koperasi,
transparan, akuntabel, responsive.

I. Pendahuluan
Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional adalah koperasi yang berfungsi
sebagai pilar yang tegak dan kokoh menyangga perekonomian nasional bersama pilar lainnya
yaitu BUMN dan BUMS. Koperasi ditempatkan sebagai lembaga, sebagai mekanisme/proses,
dan sebagai sistem nilai. Berdasarkan data Kementrian KUKM kondisi perkoperasian
menghadapi permasalahan dalam memperlihatkan keberlangsungan hidupnya,hal ini dapat
tergambar dalam tabel berikut ini dimana ketidak-aktifan koperasi relative tinggi dan
kesadaran koperasi untuk melaksanakan koperasi juga relative rendah

Tabel 1. Koperasi Aktif dan Tidak Aktif di Indonesia

Koperasi (unit)
No Propinsi/DI Aktif Tidak Aktif
1 Aceh 4,490 2,617
2 Sumatera Utara 6,285 5,411
3 Sumatera Barat 2,723 1,169
4 Riau 3,051 2,134
5 Jambi 2,263 1,490

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 53


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
6 Sumatera Selatan 4,450 1,542
7 Bengkulu 1,709 620
8 Lampung 2,760 2,335
9 Bangka Belitung 812 291
10 Kepulauan Riau 1,125 1,183
11 DKI Jakarta 6,016 2,008
12 Jawa Barat 16,855 8,886
13 Jawa Tengah 23,059 5,168
14 DI Yogyakarta 2,369 316
15 Jawa Timur 27,472 3,710
16 Banten 4,168 1,974
17 Bali 4,327 580
18 Nusa Tenggara Barat 2,385 1,664
19 Nusa Tenggara Timur 3,394 313
20 Kalimantan Barat 2,944 1,672
21 Kalimantan Tengah 2,405 773
22 Kalimantan Selatan 1,769 813
23 Kalimantan Timur 3,501 1,906
24 Kalimatan Utara 512 294
25 Sulawesi Utara 2,927 3,346
26 Sulawesi Tengah 1,495 718
27 Sulawesi Selatan 5,404 3,271
28 Sulawesi Tenggara 2,697 1,097
29 Gorontalo 644 535
30 Sulawesi Barat 735 301
31 Maluku 2,418 834
32 Papua 1,711 1,425
33 Maluku Utara 640 710
34 Papua Barat 708 806
Jumlah Nasional 150,223 61,912

Sumber : Kementrian KUKM,2017

II. Kajian Teori


Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomis yang meliputi serangkaian hubungan antara manajer
koperasi, pengurus koperasi, pengawas, para pemilik modal dan para stakeholders lainnya.
Good Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi suatu
penentuan sasaran –sasaran dari suatu koperasi dan sebagai sarana untuk menentukan teknik
monitoring kerja. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006) prinsip –
prinsip GCG antara lain transparancy (keterbukaan), accountability (akuntabilitas),
responsbility (responsibilitas), indepedency (kemandirian), dan fairness (kesetaraan dan
kewajaran). Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006) prinsip GCG
dibutuhkan agar tercapainya kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan
stakeholder. Oleh karena itu Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah gencar
mensosialisasikan tentang GCG pada koperasi kepada masyarakat agar pengelolaan koperasi
dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan tidak menyebabkan kerugian pada pihak
manapun. Sistem GCG yang baik dapat berpengaruh pada profitabilitas perusahaan (Bistrova
dan Lace, 2012). Profitabilitas merupakan indikator yang tepat digunakan untuk menganalisis
kinerja keuangan dari organisasi bisnis. Return on assets digunakan sebagai ukuran kinerja
54 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
keuangan koperasi. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasinya
dapat tercermin melalui return on assets (Sudiyatno dan Suroso, 2010). Diharapkan dengan
diterapkannya Good Corporate Governance maka kesehatan koperasi dapat meningkat.
Pada tahun 2015 Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah koperasi
terbesar se-Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menduduki peringkat ketiga
dengan jumlah koperasi sebanyak 25.741 unit koperasi yang tersebar diberbagai kabupaten
dan kota se-Jawa Barat. Dari tahun ketahun jumlah koperasi di Jawa Barat mengalami
peningkatan. Artinya kesadaran akan manfaat koperasi mulai tumbuh dimasyarakat. Hal ini
sangat menggembirakan karena semakin banyak koperasi yang beroperasi maka semakin
banyak pula masyarakat yang kesejahteraannya diharapkan meningkat. Berikut tabel
perkembangan koperasi se-Jawa Barat pada tahun 2011-2015

Tabel 2.1
Keragaan Koperasi Tahun 2011-2015 Provinsi Jawa Barat:

Jumlah Jumlah
Koperasi Aktif RAT Volume Usaha Anggota SHU
Tahun
(unit) (unit) (unit) (juta rupiah) (orang) (juta rupiah)
2011 23.091 14.856 4.995 10.663.795,33 4.908.954 1.076.371,82
2012 24.835 15.051 4.654 12.624.746,41 4.957.924 993.250,39
2013 25.252 15.130 5.981 10.746.226,81 5.864.690 1.569.912,76
2014 25.563 15.633 6.115 19.954.970,57 5.974.375 1.678.967,39
2015 25.741 16.855 6.697 21.157.522,70 5.974.375 1.849.061,34
2016 25.933 16.542 6.158 21.117.286,17 6.106.211 3.731.024,19

Sumber : Laporan Keragaan Koperasi Dinas Koperasi Jawa Barat,2016

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah koperasi dari tahun ke tahun cenderung
mengalami peningkatkan. Untuk koperasi aktif juga mengalami peningkatan. Jumlah anggota
juga mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah koperasi. Sedangkan untuk
penyelenggaraan RAT mengalami fluktuasi yang tidak terlalu signifikan yaitu hanya
mengalami penurunan pada tahun 2012 saja.
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim
sehingga perkembangan lembaga keuangan syariah seperti bank syariah mengalami kemajuan
yang cukup pesat. Awal mula munculnya bank syariah pertama yaitu didirikannya Bank
Muamalat pada tahun 1991. Lalu bangsa Indonesia mengalami krisis sehingga banyak bank
konvensional merugi. Tetapi Bank Muamalat tetap stabil dan tidak terkena dampak yang cukup
mengkhawatirkan dari krisis tersebut. Akhirnya dari peristiwa tersebut pada tahun 1998
didirikanlah bank berbasis syariah kedua yaitu Bank Mandiri Syariah. Begitu halnya dengan
perkembangan koperasi berbasis syariah yang mengalami peningkatan juga. Koperasi berbasis
syariah ini selanjutnya akan disebut Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.
Produk Koperasi Kredit/Simpan Pinjam dan Simpan Pinjam Syariah inilah yang paling
banyak didirikan karena keberadaAnnya dinilai sangat membantu anggota. Koperasi Syariah
walaupun masih jarang ditemui dibanding koperasi simpan pinjam tetapi keberadaannya
ternyata mengalami perkembangan dalam jumlah yang cukup menggembirakan.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 55


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Tabel 2.2.
Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah Se-Jawa Barat

No Jenis Koperasi 2013 2014 2015 2016


1 Koperasi Simpan Pinjam 638 unit 700 unit 769 unit 819 unit
2 Koperasi Simpan Pinjam dan 644 unit 864 unit 964 unit 1010 unit
Pembiayaan Syariah
Jumlah 1282 unit 1564 unit 1733 unit 1829 unit

Sumber : Laporan Keragaan Koperasi Dinas Koperasi Jawa Barat,2016

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan koperasi simpan pinjam
konvensional dan koperasi simpan pinjam syariah mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
Koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Hal ini terlihat dari jumlah unit koperasi yang terus mengalami peningkatan
lebih tinggi dari koperasi simpan pinjam konvensional.

Gambar 2.1 Pelaksanaan RAT di Indonesia

Koperasi sebagai lembaga; koperasi adalah badan usaha dan/atau badan hukum yang
berfungsi dan berperan aktif membangun dan mengembangkan kemampuan ekonomi rakyat
untuk meningkatkan kesejahteraan social ekonominya. Koperasi sebagai mekanisme/proses;
Koperasi berperan aktif dalam upaya mempertinggi kualitas hidup masyarakat; mewujudkan
bisnis bersama dengan posisi tawar yang kuat berbasis kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
mengembangkan kreasi dan inovasi bagi peningkatan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan
kemampuan bertahan (tahan guncangan) ekonomi anggota maupun perusahaan koperasinya.
Koperasi sebagai sistem nilai adalah koperasi selalu menerapkan nilai dan prinsip koperasi
dalam kegiatan ekonomi bagi segenap pelaku ekonomi secara konsisten dan komprehensif
baik pada kebijakan maupun pasar yang berkeadilan.

56 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Praktik bisnis koperasi didasarkan atas nilai dan prinsip-prinsip koperasi secara
konsisten, konsekuen, dan berkelanjutan pada kegiatan bisnis segenap pelaku ekonomi
(Koperasi, BUMN, BUMS) maupun kebijakannya. Praktik berkoperasi menerapkan skala
ekonomi dan lingkup untuk mencapai efisiensi ekonomi dan efisiensi sosial (kolektif). Tercipta
Integrasi vertical melalui jaringan koperasi primer sekunder dengan manajemen rantai nilai,
rantai pasok serta pasar yang efisien, dan lebih berkeadilan. Orientasi bisnis koperasi bersifat
terbuka dengan tetap memegang teguh pada jatidiri koperasi.
Koperasi berkontribusi nyata dan besar pada penciptaan lapangan kerja, pengentasan
kemiskinan, pengurangan kesenjangan, pengurangan pengangguran, dan sumbangan pada
nilai tambah ekonomi. Namun pada praktiknya bisnis koperasi masih memerlukan perhatian
karena produktifitas koperasi belum sesuai dengan yang diharapkan. Berikut data gambaran
kegiatan usaha koperasi di Indonesia

REKAPITULASI VOLUME USAHA DAN SHU


Rp1.010.000
Rp510.000
Rp10.000

Volume Usaha SHU

Gambar 2.2. : Rekapitulasi Volume Usaha dan SHU

Untuk mewujudkan keadaan koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri, salah satu
instrumen yang penting keberfungsiannya adalah “pengawasan”. Pengawasan dimaksud
tentunya mencakup sistem pengawasan yang baik, yang bersandar pada pengawasan internal
oleh “pengawas” di setiap Koperasi dan pengawasan eksternal yang dilakukan pemerintah.

1. Dalam hal pengawasan terhadap Koperasi, khususnya terhadap Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi dewasa ini terdapat sejumlah permasalahan, yang pokok-pokoknya
adalah sebagai berikut : Regulasi terkait dengan Pengawasan belum tersosialisaikan
secara baik dan berkelanjutan.
2. Belum adanya kelembagaan yang berfungsi menjalankan tugas “menteri” di bidang
pengawasan
3. Belum jelasnya pembagian kewenangan dengan kedeputian yang menerbitkan Badan
Hukum (BH) koperasi dengan kedeputian yang melaksanakan pengawasan .
4. Belum adanya aparat pegawai negeri sipil sebagai tenaga fungsional yang ditugaskan
sebagai pengawas, baik di pusat maupun di daerah.
5. Belum terciptanya kesatuan tafsir dalam hal pemaknaan, unsur-unsur dan cakupan
pengawasan.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi


Kementerian Koperasi dan UKM, bahwa salah satu adalah Deputi Bidang Pengawasan yang
mempunyai tugas untuk menyelenggarakan perumusan kebijakan di bidang peningkatan
kepatuhan peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 57


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
usaha, penindakan dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam. Dalam melaksanakan tugas
Deputi Pengawasan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan perturan perundang-


undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam,
penindakan dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam oleh koperasi;
b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan peningkatan kepatuhan perturan
perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi,pemeriksaan usaha,
penindakan dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam oleh koperasi;
c. Pemantauan, analisis evaluasi dan pelaporan di bidang peningkatan kepatuhan
peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan
usaha, penindakan dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam oleh koperasi;
d. Pelaksanaan administrasi Deputi bidang Pengawasan, dan
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.

Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan, bahwa


dalam menyusun suatu kebijakan haruslah mempunyai dasar yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan,
sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, obyek atau arah pengaturan substansi
rancangan kebijakan berupa naskah akademik yang merupakan naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah yang berguna sebagai solusi terhadap permasalahan
dan kebutuhan hukum masyarakat yang berfungsi sebagai:

a. Bahan awal yang memuat gagasan tentang urgensi pendekatan, ruang lingkup dan materi
muatan suatu kebijakan;
b. Bahan pertimbangan yang digunakan dalam penyusunan kebijakan;
c. Bahan dasar bagi penyusunan rancangan kebijakan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka akan dikaji Good Coorporate Governance dan
Penerapan Sanksi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah di Jawa Barat

Koperasi Simpan Pinjam Syariah


Koperasi diIndonesia dijadikan soko guru perekonomian untuk menuju masyarakat
yang adlil dan makmur. Salah satu jenis koperasi yang paling banyak jumlahnya yaitu koperasi
simpan pinjam syariah. Koperasi Simpan Pinjam Syariah terdiri dari Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS).

Berikut pengertian Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) menurut
Perdep Bidang Pengawasan Nomor : 07/Per/Dep.6/IV/2016 :

“Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya KSPPS


adalah koperasi yang kegiatan usahanya hanya simpan pinjam dan pembiayaan
syariah”
Sedangkan pengertian Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) menurut
Perdep Bidang Pengawasan Nomor : 07/Per/Dep.6/IV/2016 :

“Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi yang selanjutnya disebut
USPPS Koperasi adalah unit Koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi
yang bersangkutan”

58 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Menurut Perdep Bidang Pengawasan Nomor : 07/Per/Dep.6/IV/2016, ada 2 (dua) jenis
koperasi yaitu :

1) KSPPS Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang
yang bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
2) KSPPS Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan KSPPS yang
bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.

Menurut Subandi (2009) mengelompokkan koperasi berdasarkan bidang usaha yang


dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Koperasi Konsumsi adalah koperasi yang berusaha dalam bidang penyediaan barang-
barang konsumsi yang dibutuhkan oleh para anggotanya. Jenis konsumsi yang dilayani
oleh suatu koperasi konsumsi sangat tergantung pada ragam anggota dan daerah kerja
tempat koperasi didirikan.
b. Koperasi Produksi adalah yang kegiatan utamanya memproses bahan baku menjadi
barang jadi/setengah jadi. Tujuannya adalah untuk menyatukan kemampuan dan modal
para anggotanya guna meningkatkan barang-barang tertentu melalui proses yang
meratakan pengelolaan dan memiliki sendiri.
c. Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang dibentuk terutama untuk membantu para
anggotanya dalam memasarkan barang-barang yang dihasilkannya. Tujuannya adalah
untuk menyederhanakan mata rantai tata niaga, dan mengurangi sekecil mungkin
keterlibatan perantara didalam memasarkan produk-produk yang dihasilkan.
d. Koperasi Kredit/Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam pemupukan
simpanan dari para anggotanya untuk dipinjamkan kembali kepada anggotanya yang
membutuhkan bantuan modal untuk usahanya. Selain itu, koperasi simpan pinjam juga
bertujuan mendidik anggotanya bersifat hemat dan gemar menabung serta
menghindarkan anggotanya dari jeratan para rentenir.

Berdasarkan penggolongan di atas, koperasi kredit/simpan pinjam juga memiliki


koperasi kredit dengan basis syariah. Letak perbedaannya terdapat pada sitem yang
diterapkan. Salah satu yang paling terlihat adalah koperasi simpan pinjam sistemnya
menerapkan bunga sedangkan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah prinsipnya
bagi hasil.
Penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Unit
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) dilakukan berdasarkan peraturan deputi
bidang pengawasan Perdep Nomor 06/Per/Dep.6/IV /2016 yang dikeluarkan oleh
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Sedangkan lembaga
yang turun kelapangan melakukan penilaian tersebut adalah Dinas Koperasi dan Usaha Kecil.
Menurut Perdep Bidang Pengawasan Nomor : 07/Per/Dep.6/IV/2016 penilaian
kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dilakukan dengan
sasaran penilaian sebagai berikut:

a. Terwujudnya pengelolaan KSPPS dan USPPS koperasi yang sehat dan sesuai ketentuan
perundang-undangan.
b. Terwujudnya pelayanan prima kepada pengguna jasa koperasi.
c. Meningkatkan citra dan kredibilitas kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah oleh koperasi sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola kegiatan usaha
simpan pinjam dan pembiayaan syariah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. Terjaminnya aset kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 59


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
e. Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan simpan pinjam oleh koperasi.
f. Meningkatnya manfaat ekonomi anggota dalam kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah oleh koperasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah memberikan pengertian
bahwa “Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi, dan
simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah)”.
Dengan demikian semua Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang ada di Indonesia dapat
digolongkan dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS), yang
mempunyai payung hukum dan legal kegiatan operasionalnya asal memenuhi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Sebenarnya antara KSPPS dan BMT sama saja. Hanya saja ada perbedaan pada
lembaganya yaitu pada koperasi syariah hanya terdiri dari satu lembaga saja, yaitu koperasi
yang dijalankan dengan sistem Koperasi Simpan Pinjam Syariah, sedangkan pada BMT
terdapat 2 (dua) lembaga yaitu diambil dari namanya “Baitul Maal Wat Tanwil” yang berarti
Lembaga Zakat dan Lembaga Keuangan (Syariah). Baitul Maal berarti Lembaga Zakat dan At-
Tanwil berarti Lembaga Keuangan (Syariah). Ini berarti Koperasi Simpan Pinjam Syariah yang
dijalankan dengan dua lembaga sebagaimana disebut di atas berarti disebut BMT dan yang
hanya menjalankan Koperasi Simpan Pinjam Syariah saja tanpa lembaga zakat disebut
Koperasi Syariah saja.
Jika dibandingkan jenis produk koperasi syariah dan koperasi konvensional sebenarnya
hampir sama yaitu umumnya menyangkut produk simpanan dan produk pinjaman. Tetapi bila
dbandingkan dengan sistemnya, koperasi simpan pinjam syariah sangat jauh berbeda dengan
koperasi konvensional. Karena disatu sisi, koperasi konvensional menggunakan sistem bunga
sedangkan koperasi simpan pinjam syariah menggunakan sistem bagi hasil. dan praktek
dilapangan pada jasa keungan syariah di koperasi syariah sebenarnya kurang lebih sama
dengan bank syariah yang juga menggunakan sistem Murabahah,Mudharabah dan Ijarah.
Sekalipun Koperasi Simpan Pinjam Syariah bentuknya hampir sama dengan Bank
Syariah, tetapi pada produk funding-nya terdapat perbedaan. Produk funding atau pendanaan
pada Koperasi Simpan Pinjam Syariah dinamakan Simpanan, sedangkan pada Bank Syariah
disebut Tabungan. Perbedaan istilah ini didasari pada induk yang menaungi Koperasi Simpan
Pinjam Syariah dan Bank Syariah itu sendiri. Pada Koperasi Simpan Pinjam Syariah berada
dibawah naungan Dinas Koperasi sedangkan Bank Syariah dibawah naungan Bank Indonesia
dimana izin pendirian kedua jenis lembaga tersebut dikeluarkan dari masing-masing induknya

II. Metode Penelitian


Pada kajian ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan metode deskriptif,dimana
objek penelitiannya adalah koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
Penerapan Good Coorporate Governance di KPPS dapat dianalisis dengan hal-hal sbb:

No Variabel Indikator Aspek yang dinilai


1 Transparancy Adanya keterbukaan a. Koperasi menyajikan laporan keuangan
informasi seperti kas, laporan laba rugi, laporan
neraca, secara transparan.
b. Koperasi mengumumkan kerjasama dengan
pihak lain
c. Koperasi menyampaikan informasi produk

60 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
jasa dengan jelas
d. Koperasi menerima segala kritik dan saran
dari anggota dengan cukup efektif.
Accountability Kejelasan Fungsi, a. Koperasi telah berjalan sesuai dengan
Aturan, Tugas Standar Operasional & Manajemen (SOM)
Jobdes setiap organ dan Standar Prosedur (SOP) yang berlaku
b. Setiap divisi / bagian pada koperasi diisi
oleh orang yang kompeten dibidangnya
c. Tidak terdapat rangkap jabatan atau jabatan
kosong pada koperasi
d. Koperasi telah menggunakan software
khusus untuk mengeefektifkan kinerjanya

Responsibility Kepatuhan terhadap a. Koperasi memiliki pengamanan yang baik


peraturan terhadap semua dokumen
perundang-undangan b. Koperasi rutin menyelenggarakan RAT
yg berlaku setiap tahun
Implementasi prinsip c. Koperasi telah memiliki legalitas/berbadan
pertanggung jawaban hokum
d. Koperasi mematuhi setiap komitmen baik
dengan anggota maupun pihak lain
Independency Dikelola secara a. Pengelolaan koperasi telah dilakukan secara
Profesional profesional
Tanpa Intervensi b. Koperasi tidak bergantung pada 1 pihak
Pihak Manapun sehingga apabila pihak ini tidak melakukan
kerja sama lagi makan keberadaan koperasi
menjadi terancam
c. Para pemegang jabatan tidak memiliki
kepentingan khusus yang menguntungkan
dirinya maupun kelompoknya Koperasi
tidak mudah diintervensi pihak manapun

Fairness Keadilan dalam a. Anggota diperlakukan secara sama atau


perlakuan tidak dibeda-bedakan
Kejelasan hak b. Anggota telah mendapat pelayanan yang
anggota berkualitas
c. Pengawas telah melaksanakan tugas dengan
benar sehingga koperasi terhindar dari
kecurangan Anggota mengetahui
pengelompokkan penggunaan SHU

III. Hasil Dan Pembahasan


Penerapan Good Corporate Governance
Kinerja (performance) merupakan cerminan keberhasilan dalam usaha bisnis.
Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan tehadap berbagai aktivitas
dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan(Asad Kamran,2010), digunakan sebagai umpan
balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
World Bank mendefinisikan GCG sebagai sebuah peraturan untuk organisasi bisnis yang
mengatur mengenai tingkah laku pihak manajemen perusahaan serta merinci dan
menjabarkan tugas dan wewenang serta pertanggungjawaban kepada pihak yang memiliki
wewenang (Siboro, 2007). Kualitas tata kelola perusahaan adalah kondisi yang diperlukan
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 61
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
untuk menjamin dan memelihara kepercayaan pemangku kepentingan (Fathi, 2013). Menurut
KNKG (2006:5) prinsip – prinsip GCG antara lain transparancy (keterbukaan), accountability
(akuntabilitas), responsbility (responsibilitas), indepedency (kemandirian), dan fairness
(kesetaraan dan kewajaran). Menurut KNKG (2006:5) prinsip GCG dibutuhkan agar
tercapainya kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan stakeholder.
Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomis yang meliputi serangkaian hubungan antara manajer
koperasi, pengurus koperasi, pengawas, para pemilik modal dan para stakeholders lainnya.
Good Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi suatu
penentuan sasaran –sasaran dari suatu koperasi dan sebagai sarana untuk menentukan teknik
monitoring kerja. (Darmawati et al., 2004).
Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder (Monks, 2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama,
pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure)
secara akurat, tepat waktu dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder.
Ada lima prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) menurut Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban,
kemandirian, dan kewajaran.

1. Tranparansi (Transparancy)
Penyelenggaraan tata kelola yang baik (GCG) dicirikan oleh terselenggaranya
transparansi dalam pengelolaan organisasi. Transparansi yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi material dan relevan mengenai organisasi (koperasi).

2. Akuntanbilitas (Accountability)
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban manajemen organisasi
(perusahaan) sehingga pengelolaan organisasi (perusahaan) berjalan efektif. Suatu
organisasi dinyatakan mampu meraih tingkat akuntabilitas, apabila elemen- elemen
organisasi mampu berfungsi secara optimal dan mampu mempertanggung-jawabkan
atas tugas dan fungsinya secara efektif. Kondisi ini (akuntabel) hanya dapat terjadi jika,
ada kejelasan aturan, tugas, fungsi, mekanisme kerja, job diskripsi setiap organ
organisasi. Keberadaan orang (SDM) yang kompeten di masing-masing pos di setiap
organ organisasi, serta ada ukuran kinerja yang jelas untuk mengukur prestasi
tugas.(Good Cooperative Governance. (Prijambodo, 2012).

3. Kemandirian (Independence)
Yaitu suatu keadaan organisasi (perusahaan) dikelola secara profesional, tanpa
benturan kepentingan/ pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku, dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam
prinsip kemandirian ini tidak ada dominasi satu pihak kepada pihak lain, dan organisasi
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Prinsip kemandirian ini mengait dengan prinsip
akuntabilitas.

4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Implementasi prinsip pertanggung jawaban dicirikan oleh keberhasilan organisasi
memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku, peraturan
internal organisasi (perusahaan) seperti anggaran dasar/anggaran rumah tangga.

62 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Selain itu organisasi (perusahaan) juga menunjukkan kepedulian terhadap
stakeholders, masyarakat dan lingkungan. Prinsip ini sering tercermin sebagai social
responsibility, yang memberi dampak pendukung bagi kelangsungan hidup organisasi
(perusahaan) dalam jangka panjang.

5. Kewajaran (Fairness)
Yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak kesetaraan dan kewajaran
dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang
berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan
penegakkan peraturan yang melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham
minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Fairness diharapkan membuat seluruh
asset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati, sehingga muncul perlindungan
kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil.

Adapun tujuan dari penerapan Good Corporate Governance menurut Komite Nasional
Kebijakan Governance adalah sebagai berikut :
1) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas independensi serta
kesetaraan dan kewajaran.
2) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,
yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Direksi agar
dalam membuat dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan.
5) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetep memperhatikan
pemangku kepentingan lainnya.
6) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
mampu meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan
pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

Dalam pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance di koperasi adalah penting


bagi koperasi untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan
kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan Good Corporate Governance
dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan.
Pada umumnya organisasi yang telah berhasil dalam menerapkan Good Corporate Governance
menggunakan pentahapan berikut:

1) Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama , yaitu 1) awareness building, 2) Good Corporate
Governance assessment, 3) Good Corporate Governance manual building. Awareness
building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun kesadaran mengenai arti
penting Good Corporate Governance dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya
ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independent dari luar
perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi
kelompok (Daniri 2005:112).
Good Corporate Governance assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih
tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penerapan Good Corporate Governance
saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level penerapan Good Corporate

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 63


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Governance dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan
infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan good corporate
governance secara efektif.
Dengan kata lain Good Corporate Governance assessment dibutuhkan untuk
mengidentifikasi aspek-aspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan
langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. Good Corporate
Governance manual building adalah langkah berikut setelah assessment dilakukan.
Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas
penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi Good Corporate
Governance dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga
ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk
organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup
berbagai aspek seperti :
a. kebijakan Good Corporate Governance perusahaan,
b. pedoman Good Corporate Governance bagi organ-organ perusahaan,
c. pedoman perilaku,
d. audit committee charter,
e. kebijakan disklosur dan transparansi,
f. kebijakan dan kerangka manajemen risiko, dan
g. roadmap implementasi.

2) Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki Good Corporate Governance manual, langkah selanjutnya
adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama,
yaitu (1). Sosialisasi, (2) implementasi, (3) internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk
memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan
implementasi Good Corporate Governance khususnya mengenai pedoman penerapan Good
Corporate Governance. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan Direktur Utama atau salah satu
Direktur yang ditunjuk sebagai GC champion di perusahaan (Daniri 2005:113).
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman Good Corporate
Governance yang ada, berdasarkan roadmap yang disusun. Implementasi harus bersifat top
down approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan. Implementasi
hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna
mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi Good Corporate
Governance.
Internalisasi adalah tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upaya-upaya untuk memperkenalkan Good Corporate Governance di dalam seluruh proses
bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi (misalnya prosedur pengadaan, dan
lain-lain), sistem kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat
dipastikan bahwa penerapan Good Corporate Governance bukan sekadar dipermukaan atau
sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam
seluruh aktifitas perusahaan.

3) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan Good Corporate Governance telah
dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring
atas praktik Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan
yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa
perusahaan yang melakukan skoring. Evaluasi dalam bentuk assesment, audit atau scoring

64 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan
BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta
capaian perusahaan dalam implementasi Good Corporate Governance sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
Dalam hal membangun Good Corporate Governance, dan terkait dengan pengembangan
sistem, yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan
yang pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang bernuansa Good Corporate
Governance, maka diperlukan langkah-langkah berikut :

a. menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta sistem operasional
pencapaiannya secara jelas,
b. mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi organ
perusahaan (chek and balance),
c. membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan
maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan,
d. membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan terhadap
peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup pengendalian risiko
perusahaan,
e. membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil (fair) dan
setara di antara para pemegang saham, dan
f. membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya
(Daniri 2005:114).

Adapun keuntungan yang diperoleh dari penerapan Good Corporate Governance adalah
sebagai berikut :

1) Dengan Good Corporate Governance proses pengambilan keputusan akan berlangsung


secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat
meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat. Ketiga hal ini
jelas akan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sehingga kinerja
perusahaan akan mengalami peningkatan.
2) Good Corporate Governance akan memungkinkan dihindarinya atau diminimalkannya
tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan.
Hal ini tentu akan menekan kemungkinan kerugian bagi perusahaan maupun pihak
berkepentingan lainnya sebagai akibat tindakan tersebut.
3) Nilai perusahaan koperasi akan meningkat dimata stakeholder sebagai akibat dari
meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelolaan organisasi. Peningkatan
kepercayaan investor kepada koperasi akan dapat memudahkan untuk mengakses
tambahan dana yang diperlukan untuk berbagai keperluan koperasi terutama untuk
tujuan ekspansi.
4) Dalam praktik GCG karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholders yang
seharusnya dikelola dengan baik , maka motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga
diperkirakan akan meningkat. Peningkatan ini dalam tahap selanjutnya tentu akan
dapat pula meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap koperasi
5) Dengan baiknya pelaksanaan GCG, maka kepercayaan stakeholders kepada akan
meningkat.
6) Penerapan GCG yang konsisten juga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan .
Manajemen akan cenderung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan
keuangan. Karena adanya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip
akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara transparan.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 65


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
GCG diimplementasikan untuk membangun budaya dan membangkitkan kesadaran
pihak – pihak yang terkait dengan koperasi agar memperhatikan tanggung jawabnya
mensejahterakan anggota. Kesejahteraan anggota koperasi menjadi hal utama yang
semestinya diperhatikan pihak manajemen. Untuk dapat menjalankan fungsi serta perannya
yang begitu penting untuk perekonomian maka koperasi harus dapat dikelola secara baik agar
dapat meningkatkan kinerjanya secara berkesinambungan. Oleh karena itu Kementerian
Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah gencar mensosialisasikan tentang GCG pada
koperasi kepada masyarakat agar pengelolaan koperasi dapat dilakukan secara efektif dan
efisien dan tidak menyebabkan kerugian pada pihak manapun

Pemeriksaan Usaha Simpan Pinjam


Tujuan pemeriksaan usaha KSP dan USP koperasi adalah untuk memeriksa kepatuhan
pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan.

Sasaran pemeriksaan KSP dan USP koperasi adalah :


a. Terwujudnya peningkatan kepatuhan pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam KSP dan
USP koperasi terhadap prinsip-prinsip koperasi dan peraturan perundang-undangan.
b. Terbentuknya KSP dan USP koperasi yang kuat, sehat, mandiri, tangguh dan akuntabel.

Manfaat pemeriksaan KSP dan USP koperasi adalah :


a. Meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
b. Menjadikan KSP dan USP koperasi sebagai badan usaha yang kredibel berdasarkan prinsip-
prinsip koperasi.
c. Menjaga dan melindungi aset KSP dan USP koperasi dari tindakan penyelewengan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
d. Menjaga dan melindungi KSP dan USP koperasi dari transaksi mencurigakan.
e. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas KSP dan USP koperasi terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan
f. Mewujudkan KSP dan USP kuat, sehat, mandiri, dan tanggu. Dan
g. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi anggota secara efektif dan efisien.

Ruang lingkup pemeriksaan Usaha KSP dan USP koperasi meliputi :


a. Pengimpunan dana,
b. Penyaluran dana ; dan
c. Keseimbangan dana dan kinerja keuangan.

Pemeriksaan penghimpunan dana sebagaimana dimaksud meliputi :


a. Pemeriksaan terhadap kesesuaian pelaksanaan ketentuan penghimpunan dana hanya
berasal dari anggota , calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya.
b. Pemeriksaan terhadap penghimpunan dana bersumber dari bank dan lembaga keuangan
lainnya, penerbitan obligasi , modal penyertaan, surat utang lainnya, dan sumber lain yang
sah; dan
c. Pemeriksaan terhadap pelaksanaan ketentuan pengembangan produk simpanan dan
tabungan.
d. Pemeriksaan terhadap pelaksanaan penghimmpunan simpanan dari anggota yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dengan akad wadiah atau
mudharabah; dan
e. Pemeriksaan kepatuhan pelaksanaan ketentuan kegiatan maal atau pengumpulan dana
zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) termasuk wakaf.

66 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Pemeriksaan penyaluran dan sebagaimana dimakud meliputi :
a. Pemeriksaan penyaluran pinjaman kepada anggota, calon anggota, dan koperasi lain dan
atau anggotanta dalam bentuk pinjaman.
b. Pemeriksaan kepatuhan pelaksanaan ketentuan rukun, persyaratan, tata cara, dan
administrasi penyelenggaraan pelayanan pembiayaan.
c. Pemeriksaan prosedur dn pengelolaan penyaluran pinjaman;
d. Pemeriksaan pelaksanaan ketentuan perhitungan bunga dan jasa; dan
e. Pemeriksaan penempatan dana di koperasi lain dan atau bank serta surat berharga.

Pemeriksaan keseimbangan dana dan kinerja keuangan meliputi :


a. Pemeriksaan pengelolaan keseimbangan penghimpunan dana dengan penyaluran
pinjaman.
b. Pemeriksaan pelaksanaan kebijakan pengendalian risiko berdasarkan asas-asas pemberian
pinjaman yang sehat, dan menerapkan pinjaman prinsip kehati-hatian sesuai dengan
peraturan perundng-undangan.
c. Pemeriksaan penerapan analisis kelayakan usaha yang cermat sesuai watak dan
kemampuan anggota dan calon anggota penerima pinjamn dan penetapan agunan baik fisik
maupun non fisik sebagai jaminan;
d. Pemeriksaan kinerja keuangan yang meilputi : kas dan bank, piutang, surat berharga, aktiva
tetap, hutang dan ekuiditas.

Gambar 4.1. Aspek Pemeriksaan Usaha Simpan Pinjam

Gambar 4.2 Aspek Pengelolaan Dan Pelayanan Simpan Pinjam

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 67


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Aspek laporan Keuangan
• Aspek pencatatan, pengelolaan dan penganalisaan laporan keuangan
• Aspek manajemen keuangan dan resiko.

Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan melalui pemeriksaan secara on site oleh satgas


pengawasan. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pertemuan pendahuluan
2. Evaluasi persiapan pemeriksaan
3. Jenis pengujian
4. Penentuan tingkat matrealitas
5. Teknik-teknik pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan
1. Pertemuan pendahuluan
Pelaksanaan pemeriksaan didahului dengan pertemuan pendahuluan antar Satgas
pengawas dengan pengawas koperasi.
Tujuan pelaksanaan pertemuan pendahuluan adalah :
a) Pemberitahuan pelaksanaan pemeriksaan kepada pengawas koperasi (SPI) meliputi
informasi tentang Satgas pengawas, waktu pelaksanaan pemeriksaan dan rencana
diskusi.
b) Penyampaian mekanisme komunikasi antara Satgas pengawas dan pihak koperasi
selama pelaksanaan pemeriksaan.
c) Presentasi oleh pihak koperasi mengenai perkembangan kondisi terakhir.

Pelaksanaan pemeriksaan
2. Evaluasi persiapan pemeriksaan
Pada awal pelaksanaan pemeriksaan ketua Satgas pengawas melakukan evaluasi kembali
persiapan pemeriksaan yang telah disusun , evaluasi ini dilakukan dengan tujuan :
a) Melakukan review terhadap fokus pemeriksaan yang telah disusun pada sebelumnya (
pada tahapan persiapan pemeriksaan )
b) Melakukan review kebutuhan dan alokasi sumber daya serta mengajukan usulan
perubahan apabila diperlukan adanya perubahan
c) Melakukan review terhadap pemeriksaan program yang akan digunakan.

Pelaksanaan pemeriksaan
3. Teknik-teknik pengujian
Pengujian terhadap aktivitas yang menjadi objek pemeriksaan dilakukan dengan teknik dan
pendektan sesuai dengan karakteristik informasi yang tersediam meliputi :
a) Prosedur analitis
Yaitu teknik pengujian yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu keadaan ke dalam
beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk dihubungkan
dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain.
b) Inpeksi
Yaitu teknik pemeriksaan dengan mempengaruhi panca indra dalam rangka
memperoleh pembuktian atas sesuatu keadaan atau masalah tertentu, misalnya
melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat barang jaminan.
c) Wawancara
Yaitu teknik pengujoan yang bertujuan untuk memperoleh pembuktian yang diperlukan
baik secara lisan atau tertulis dengan jalan mengajukan pertanyaan yang relevan.
d) Konfirmasi
Yaitu teknik pengujian untuk memperoleh informasi/penegasan dan sumber lain yang

68 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
independen baik secara lisan maupun tertulis.
e) Vouching
Yaitu teknik pemeriksaan otentik tidaknya/lengkap tidaknya bukti yang mendukung
suatu transaksi
f) Tracing
Yaitu teknik pemeriksaan dengan jalan menelusuri proses suatu keadaan, kegiatan
ataupun masalah sampai pada sumber atau bahan pembuktiannya.
g) Rekonsiliasi
Yaitu teknik pengujian dengan melakukan penyesuaian antara dua golongan data yang
berhubungan tetapi masing-masing dibuat oleh pihak-pihak yang independen
(terpisah) untuk mendapatkan data yang benar.

4. Kertas kerja pemeriksaan


Kertas kerja pemeriksaan merupakan catatan, dokumen , data , laporan ,
informasi/konfirmassi tertulis atau dokumen dalam bentuk lain yang berisikan data atau
pada saat pelaksanaan pemeriksaan untuk mendukung pelaporan pemeriksaan. Kertas
kerja pemeriksaan yang ditempuh, hasil pengujian yang dilakukan , data atau informassi
yang diperoleh dan kesimpulan hasil pemeriksaan,
a) Manfaat kertas kerja
 Merupakan dasar penyusunan daftar temuan pemeriksaan dan laporan hasil
pemeriksaan, artinya setiap kertas kerja pemeriksaan yang dibuat haruslah dapat
dijadikan dasar dalam pengungkapan temuan atau permasalahan dan informasi
dalam penyusunan laporan pemeriksaan
 Merupakan media untuk pelaksanaan supervisi oleh ketua tim pemeriksaan serta
pelaksanaan review mutu pemeriksaan oleh pihak ekstern terhadap
pekerjaanSatgas pengawas.
 Merupakan catatan-catatan hasil audit yang menggambarkan ruang lingkup, tujuan,
prosedur dan metode pemeriksaan yang dilakukan,
 Sebagai dokumentasi untuk perencanaan pemeriksaan berikutnya.
 Sebagai bahan referensi , artinya apabila diperlukan sumber informasi mengenai
sesuatu kejadian tertentu , maka informasi tersebut dapat diperoleh dari kertas kerja
pemeriksaan yang ada dengan menunjuk bagian yang bersangkutan dalam kertas
kerja pemeriksaan tersebut.

V. Penutup
Pembahasan hasil pemeriksaan harus dilaksanakan pada setiap pelaksanaan
pemeriksaan sebagai sarana komunikasi formal mengenai kesimpulan atas temuan
pemeriksaan yang dituangkan dalam hasil pemeriksaan, dengan tujuan agar :
a) Tim pemeriksa dapat mengkomunikasikan permasalahan dan rekomendasi hasil
pemeriksaan kepada pengawas koperasi sebelum laporan hasil pemeriksaan
disampaikan
b) Perbedaan interprestasi yang mungkin terjadi dapat ditiadakan atau diminimalisir
c) Pihak koperasi yang diperiksa dan Satgas pengawas mendapatkan solusi terbaik dalam
menyelesaikan permasalahan pemeriksaan.
Sistem GCG yang baik dapat berpengaruh pada profitabilitas koperasi. Profitabilitas
merupakan indikator yang tepat digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan dari
organisasi bisnis koperasi. Return on assets digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan
koperasi. Dengan diterapkannya Good Corporate Governance maka kesehatan koperasi dapat
meningkat.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 69


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Peraturan Menteri KUKM Nomor 15 Tahun 2015 tetang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam Oleh Koperasi
Peraturan Menteri KUKM No 10 Tahun 2015 tentang kelembagaan
Peraturan Menteri KUKM No 16 Tahun 2015 tentang Unit Usaha Pembiayaan Syariah
Peraturan Menteri KUKM No 17 Tahun 2015 tentang Pengawasan Koperasi
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan UKM Nomor
09/Per/Dep.6/IV/2016 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Usaha Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi dan Pembiayaan Syariah Koperasi
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan UKM Nomor
11/Per/Dep.6/IX/2016 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kelembagaan Koperasi
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan UKM Nomor
12/Per/Dep.6/XII/2016 tentang Penerapan Sanksi
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan UKM Nomor
13/Per/Dep.6/XII/2016 tentang Monitoring Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian Koperasi dan UKM Nomor
02/Per/Dep.6/IV//2017 tentang Pedoman Pengawasan Kepatuhan Koperasi
Ardiantari. 2016. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance dengan Tingkat Kesehatan
KPPS se-Jawa Barat.
Asad Kamran Ghalib, 2009. Measuring the impact of microfinance intervention a conceptual
frameworkof social impact assesment
Bamidele Adekunle and Spencer J. Henson 2007. The effect of cooperative thrift and credit
societies on personal agency belief: a study of entrepreneurs in Osun State, Nigeria
Caterina Ferrone. Tuccillo Danilo. 2011. The growth of social cooperatives: focus on financial
resource.
Christopher Pollitt. 2001. Integrating Financial Management and Performance Management.
D.M.N.S.W. Dissanayake. 2012. The determinants of return on equity: evidences from sri lankan
microfinance institutions.
Heiko Hesse and Martin Čihák 2007. Cooperative Banks and Financial Stability.
Jerker Nilsson. Co-operative Organisational Models as Reflections of the Business
Environments.
Jennifer Keeling Bond. 2009. Cooperative Financial Performance and Board of Director
Characteristics: A Quantitative Investigation.
Luh Gede Diah Ary Pradnyaswari dan I Gusti Ayu Made Asri Dwijaputri. 2016. Pengaruh
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada Kinerja Keuangan Koperasi di Kabupaten
Klungkung. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.14.2
Manfred Zeller Cécile Lapenu Martin Greele. 2003. Measuring social performance of micro-
finance institutions.
Mas Daniri Achmad. 2005. Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
Konteks Indonesia. Jakarta : Ray Indonesia.
Monks, R. A. G. Dan N. Minow. 2003. Corporate Governance. Third Edition,Blackwell Publishing
Pankaj K. Agarwal. S.K. Sinha,2010. Financial performance of microfinance Institutions of
India,A cross-sectional study.
Prijambodo, 2012. Tata Kelola yang Baik pada Koperasi (Good Governance Cooperative) Satu
Kebutuhan Peningkatan Kualitas SDM Koperasi.
Puspitasari, D. S., dan Ludigdo, U. 2014. Good Governance Koperasi Wanita Serba Usaha “Setia
Budi Wanita” Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 2(1).
Subejo. The role of social capital in economic development. an introduction to study on social
capital in rural Indonesia.

70 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Pengaruh Budaya Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap


Kinerja Pelayanan Publik Di Dinas Pariwisata
Dan Kebudayaan Kabupaten Karawang
Enjang Sudarman
Program Studi Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen IMMI,
sudarmanenjang@yahoo,co.id

Abstrak

Tujuan_ Untuk mengetahui pengaruh budaya kerja dan komitmen organisasi


terhadap kinerja pegawai dalam pelayanan publik di Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Karawang
Desain/Metode_menggunakan metode korelasi dan regresi , untuk mencari
pengaruh antar variabel yang diteliti yaitu; variabel independen budaya kerja (X1 )
dan komitmen organisasi (X2 ) terhadap variabel dependen kinerja pegawai (Y).
Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil sebanyak 48 orang dari
total sampel. Sumber data primer diambil menggunakan kuesioner / instrumen:
varibel budaya kerja, variabel komitmen organisasi, dan variabel kinerja pegawai.
Analisis data menggunakan Statistik inferensial dengan SPSS versi:22.
Temuan_terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara budaya kerja
dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai (F hitung = 421,613, p < 0,000).
Implikasi_(1) pimpinan organisasi mengubah paradigma budaya kerja dan
komitmen oranisasi dalam pelayanan publik (2) pimpinn orgnisasi memelihara
kinerja pegwai dengan cara emotivasi, komunikasi, pengembangan karir dan
progrm pendidikan latihan.
Originalitas_(1) indikator budaya kerja: efisiensi, kemudahan, kejelasan,
kepastian, keterbukaan, dan kewajaran, (2) indikator komitmen organisasi:
pendidikan pelatihan, komunikasi, motivasi dan pengembangan karir, (3) indikator
kinerja pegawai: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan, promosi,
pelestariaan budaya
Tipe Penelitian_Studi Empiris

Kata Kunci : budaya kerja, komitmen organisasi, kinerja pegawai, paradigma


pelayanan.

I. Pendahuluan
Budaya kerja pegawai pemerintah yang seharusnya lebih menekankan pada pelayanan
publik ternyata tidak memberikan kepuasan kepada masyarakat. Kondisi tersebut lebih
disebabkan secara cultural feodalistik birokrasi dari sistem nilai yang ada bahwa apartur
pemerintah sebagai pihak yang dihormati oleh masyarakat. Sistem nilai yang selama ini ada di
organisasi pemerintahan mengasumsikan bahwa birokrasi tidak memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Sikap aparatur yang tidak berani melakukan kritik kepada pimpinannya,
atau pola pemerintahan yang bersifat hierarkis-birokratis yang kaku dan tidak responsive
terhadap tuntutan perubahan.
Sentralisme sistem pemerintahan menyebabkan kurangnya perhatian terhadap
pelayanan publik dalam rangka pencapaian good governance dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Fenomena yang terjadi institusi pemerintah tidak mampu
mendengar, melihat serta memperhatikan aspirasi masyarakat, bahkan terkesan mengabaikan

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 71


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
kepentingan masyarakat. Lemahnya budaya kerja aparatur pemerintah seperti dapat
dicontohkan seorang pegawai yang enggan mengerjakan pekerjaannya diluar tugas rutinnya,
ketika terdapat pegawai yang tidak masuk kerja karena berhalangan, pegawai lain tidak dapat
menggantikannya sehingga terjadi pelayanan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dampak dari kondisi tersebut adalah masyarakat pengguna jasa pelayanan banyak
dirugikan dari segi waktu dan biaya. Budaya kerja yang selama ini dikembangkan adalah
budaya yang menekankan pada kekuasaan, bukan pada pelayanan. Hal ini menjadi faktor
penghambat kinerja pelayanan publik. Demikian juga dengan sistem nilai, norma budaya dan
simbol-simbol memperkuat kekuasaan dan posisi aparatur birokrasi. Nilai dan simbol yang
diterapkan dalam kehidupan sosial aparatur pemerintah lebih menonjolkan pada status sosial
tinggi yang memberikan ciri dari kekuasaan seseorang pegawai. Budaya kerja yang selama ini
melekat pada aparatur pemerintah perlu segera diadakan perubahan yang mengarah pada
pelayanan publik. Harapan pemerintah dan masyarakat bagi semua instansi adalah
terwujudnya “good governance “ yang pada dasarnya adalah terwujudnya pelayanan “ excellent
“ atau pelayanan prima. Guna mencapai pelayanan yang excellent atau prima diperlukan para
penyelenggara negara yang memiliki komitmen yang tinggi dalam pelaksanaan visi dan misi
organiasi pemerintah. Dengan komitmen tersebut akan muncul etos kerja setiap individu
dalam organisasi dan dengan itu akan terbangun budaya organisasi.
Namun demikian terdapat isu negatif tentang budaya kerja para Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dalam pelayanan publik merupakan suatu permasalahan yang harus segera diatasi.
Perilaku kerja PNS untuk mencapaian tujuan organisasi dipengaruhi oleh budaya kerja yang
berkembang di dalam sebuah organisasi tersebut. Pengembangan budaya kerja PNS harus
diawali dengan pembentukan komitmen yang tinggi dari semua anggota organisasi baik
pimpinan maupun atasan. Untuk mengembangkan sebuah organisasi harus jelas visi dan misi
yang akan dicapai. Disinilah diperlukan budaya kerja dan Komitmen sebagai konsep diri setiap
individu dalam organisasi yang membentuk etos kerja sebagai budaya individu yang
berpengaruh terhadap perilaku dalam pelaksanaan tugasnya.
Dalam konteks kinerja pelayanan publik, kebijakan pemerintah melalui Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 81 lahun 1995 telah memberikan
berbagai rambu-rambu dalam pelayanan publik. Dalam keputusan Menpan tersebut terdapat
berbagai prinsip pelayanan, seperti efisien, ekonoinis, kesederhanaan, kejelasan, kepastian
hukum, keamanan, keterbukaan, dan keadilan.
Prinsip kesederhanaan mengandung arti banwa prosedur atau proses pelayanan publik
didesain sedemikian rupa agar penyelenggaraan pelayanan menjadi mudah, cepat, dan tepat.
Budaya kerja dalam pelayanan publik harus segera diadakan perubahan untuk merespons
perkembangan global melalui meningkatkan kapasitas kepemimpinan. Penerapan strategi
kepemimpinan yang mengintegrasikan pendekatan kultural dan struktural ke dalam sistem
pelayanan publik dengan Total Quality Management (TQM) untuk meningkatkan kinerja
pegawai dalam pelayanan publik.
Perbaikan kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan publik menjadi isu yang
semakin penting untuk segera mendapatkan perhatian. Berdasarkan uraian latar belakang
masalah di atas penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
budaya kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai dalam pelayanan publik di
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang.

II. Kajian Teori


Pengertian Budaya Kerja
Schein (dalam Aldri Frinaldi, 2014) budaya kerja pegawai adalah perspektif nilai,
pemahaman cara bekerja, aturan, norma, pola pikir, dan perilaku setiap seseorang pegawai
atau sekelompok pegawai maupun pimpinannya dalam menjalankan suatu pekerjaan. Aldri
(2014) menekankan terbentuknya budaya kerja dalam organisasi pemerintahan apabila

72 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
terpenuhinya beberapa variabel sebagai berikut : (1) Komitmen dari kepemimpinan
organisasi; (2) Nilai nilai pembentuk sikap perilaku positif dan produktif yang telah
dirumuskan, dimengerti, dipahami dan dapat diterapkan dengan mudah oleh seluruh pegawai
dan pimpinan; (3) Pimpinan pada setiap jenjang menjadi panutan/contoh dalam penerapan
nilai-nilai di lingkungan organisasi ; (4) Antara pimpinan dan pegawai, saling percaya, saling
terbuka dan menerima perubahan kebijakan serta metoda kerja yang baru yang lebih efektif;
(5) Budaya kerja harus terkait langsung dengan kepentingan pelaksanaan tugas, pekerjaan dan
masalah masalah yang dihadapi bersama oleh unit organisasi; (6) Budaya kerja diterapkan
secara konsisten, disiplin dan berkelanjutan.
Aldri Frinaldi (2014 ) merinci indikator budaya kerja terdiri dari: (a) nilai nilai yang
menjadi pedoman dalam bekerja meliputi: nilai kepercayaan, nilai keterbukaan, aturan
tentang disiplin, pemahaman cara bekerja, metoda kerja meliputi a yang efektif, (b) Perilaku
pimpinan dan pegawai dalam bekerja meliputi; perilaku sikap positif, produktif, bekerja keras,
bekerja dengan teliti, bekerja dengan semangat.
Menurut Orla O’Donnell dan Richard Boyle (2008 ) terdapat enam paradigma dalam
mengelola budaya kerja untuk meningkatkan kinerja pegawai yaitu; (1) menciptakan iklim
untuk perubahan sesuai arah yang dinginkan, (2) pengaruh kepemimpinan dalam memberikan
penghargaan kepada pegawai, (3) pemberdayaan pegawai secara keseluruhan, (4)
mengembangkan kerjasama tim dalam pelayanan, (5) menganalisis masalah dan tantangan
budaya kerja yang ada, (6) memberikan pendidikan dan pelatihan.
Untuk mengikuti perkembangan, terjadi perubahan paradigma budaya kerja dalam pelayanan
publik di organisasi pemerintah disajikan dalam diagram 1.

Diagram 1 Paradigma

Paradigma lama Paradigma baru


Pemerintah adalah sumber utama otoritas Pemerintah menyediakan pelayanan dan
dan kontrol solusi bagi masalah umum
Pemerintah kaku terhadap perubahan Pemerintah berorientasi pada hasil dan
perubahan pada kebutuhan baru
PNS hanya peduli pada diri sendiri dan PNS fokus kepada kebutuhan masyarakat
kepentingannya

Sumber : Orla O’Donnell dan Richard Boyle (2008:11)

Bedasarkan diagram di atas dapat diterangkan bahwa adanya perubahan paradigma


daalam pelayanan publik dari paradigma lama ke paradigma baru untuk mencapai pelayanan
prima. Hasil penelitian Siew and Kelvin (2004) budaya kerja dalam pelayanan yang
berkualitas membantu suatu organisasi untuk membangun suatu konsep dan norma baru
yang memberikan kontribusi terhadap tercapainya kinerja organisasi. Aldri (2014) budaya
kerja dirumuskan dalam pemahaman cara bekerja, norma, pola pikir, dan perilaku setiap
individu atau sekelompok dalam menjalankan suatu pekerjaan. Hal-hal tersebut diperoleh dan
disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat sekitarnya sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya.

Pengertian pelayanan publik


Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik, dalam Pasal 1 ayat (1)
menyatakan bahwa pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara atas pelayanan administratif yang disediakan
oleh organisasi penyelenggara pelayanan publik. Sementara ayat (5) menyebutkan bahwa
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 73
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
pelaksana pelayanan publik meliputi; pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang
bekerja di dalam organisasi penyelenggara pelayanan publik.
Haryatmoko (2011:13) pelayanan publik terletak dalam upaya merespons kebutuhan
publik sebagai pengguna jasa layanan. Aldri (2014) menyoriti mengenai pelayanan publik
berkualitas dilihat dari karakteristik para pegawai yang tercermin dalam kecermatan,
keadilan, keprakarsaan, kebijaksanaan, kegairahan dan kemampuan dalam pengendalian
perasaan. Keberhasilan pelayanan publik dipengaruhi oleh sikap pegawai yang menunjukkan
peran aktif, kepeduliaan, loyalitas, disiplin, dan tanggung jawab.

Komitmen Organisasi
Mowday, Portter dan Steers (1982) komitmen organisasi diidentifikasikan sebagai
derajat seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan
berkeinginan melanjutkan partisipasi aktif di dalamnya. Indikator komitmen organisasi
meliputi : a) kepercayaan yang kuat terhadap nilai serta tujuan organisasi. b) keinginan untuk
memberikan usaha terbaik terhadap organisasi. c) hasrat yang kuat untuk mempertahankan
keanggotaan (pekerjaan) dalam organisasi. Komitmen organisasi paling sering didefinisikan
sebagai sikap dan keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; keinginan
untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai
dan tujuan organisasi.
Ranty Sapitri (2016) mebedakan tiga bentuk komitmen organisasi meliputi : (1)
Komitmen Afektif, yaitu ; keterkaitan emosional karyawan, identifikasi dan keterlibatan dalam
organisasi. pegawai yang komitmen afektif tinggi akan terus menjadi anggota dalam
organisasi karena memiliki keinginannya sendiri. (2) Komitmen Kelanjutan, yaitu komitmen
individu yang didasarkan pada pertimbangan menetap pada suatu organisasi karena menjadi
suatu pemenuh kebutuhan. (3) Komitmen Normatif, yaitu keyakinan pegawai untuk tanggung
jawab dan loyal terhadap organisasi.
Luthan (2011:249) komitmen organisasi merupakan sikap karyawan yang
merefleksikan perhatian dan loyalitas terhadap organisasi untuk keberhasilan serta kemajuan
yang berkelanjutan. Sopiah ( 2008 : 155) mengutif pendapat Mathis dan Jackson bahwa
komitmen organisasi sebagai derajad dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-
tujuan organisasi dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja.
Greenberg dan Baron (2000:184) Commited employees are less willing to sacrifice for the
organization . Semakin besar komitmen karyawan pada organisasi, maka semakin kecil
kemungkinan untuk mengundurkan diri. Komitmen mendorong karyawan untuk tetap
mencintai pekerjaannya dan akan bangga ketika dia sedang berada di sana.
Karyawan yang memiliki komitmen menunjukkan kesadaran tinggi untuk berkorban
yang diperlukan untuk kelangsungan hidup instansi.

Sopiah (2008:163) mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi komitmen


karyawan.
a. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan
kepribadian.
b. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik
peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
c. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran
serikat pekerjaan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap
karyawan.
d. Pengalaman kerja. seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen
karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan
yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen
yang berlainan.
74 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Greenberg &Baron (2000:182) terdapat tiga komitmen organisasi adalah:
a. Affective commitment ialah kuatnya keinginan seseorang dalam bekerja bagi organisasi
atau perusahaan disebabkan karena dia setuju dengan tujuan-tujuan organisasi tersebut
dan ingin melakukannya.
b. Continuance commitment ialah kuatnya keinginan seseorang dalam melanjutkan
pekerjaannya bagi organisasi disebabkan karena dia membutuhkan pekerjaan tersebut
dan tidak dapat melakukan pekerjaan yang lain.
c. Normative commitment ialah kuatnya keinginan seseorang dalam melanjutkan
pekerjaannya bagi organisasi disebabkan karena dia merasa berkewajiban dari orang lain
untuk dipertahankan.

Kinerja Pegawai
Pasolong (2010:176) kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya. Sugiono (2009:12) kinerja pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu ; a) Kualitas Pekerjaan (Quality of Work) Merupakan tingkat baik atau buruknya sesuatu
pekerjaan yang diterima bagi seorang pegawai yang dapat dilihat dari segi ketelitian dan
kerapihan kerja, keterampilan dan kecakapan. b) Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work)
Merupakan seberapa besarnya beban kerja atau sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan
oleh seorang pegawai. Diukur dari kemampuan secara kuantitatif didalam mencapai target
atau hasil kerja atas pekerjaan-pekerjaan baru. c) Pengetahuan Pekerjaan (Job Knowledge)
Merupakan proses penempatan seorang pegawai yang sesuai dengan background pendidikan
atau keahlian dalam suatu pekerjaan. Hal ini ditinjau dari kemampuan pegawai dalam
memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas yang mereka lakukan. d) Kerjasama Tim
(Teamwork) Melihat bagaimana seorang pegawai bekerja dengan orang lain dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Kerjasama tidak hanya sebatas secara vertikal ataupun kerjasama antar pegawai, tetapi
kerjasama secara horizontal merupakan faktor penting dalam suatu kehidupan organisasi
yaitu dimana antar pimpinan organisasi dengan para pegawainya terjalin suatu hubungan yang
kondusif dan timbal balik yang saling menguntungkan. e) Kreatifitas (Creativity) Merupakan
kemampuan seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan cara atau inisiatif
sendiri yang dianggap mampu secara efektif dan efisien serta mampu menciptakan perubahan-
perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan organisasi. f) Inovasi (Inovation) Kemampuan
menciptakan perubahan-perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan organisasi.Hal ini
ditinjau dari ide-ide cemerlang dalam mengatasi permasalahan organisasi. g) Inisiatif
(initiative) Melingkupi beberapa aspek seperti kemampuan untuk mengambil langkah yang
tepat dalam menghadapi kesulitan, kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan tanpa
bantuan, kemampuan untuk mengambil tahapan pertama dalam kegiatan. Pendapat lain
dikemukakan oleh Mahmudi (2005:21), yaitu : a) Faktor personal (Individu), meliputi :
Pengetahuan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap
individu. b) Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,
arahan, dan dukungan yang diberikan pimpinan atau team leader. c) Faktor team, meliputi :
kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan satu tim, kepercayaan terhadap
sesama anggota tim, keserataan dan kekompakan anggota tim. d) Faktor sistem, meliputi :
sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi dan
kultur kerja dalam organisasi.
Fadel (2009:195) mengemukakan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur
kinerja pegawai yaitu :
a) Pemahaman atas tupoksi Dalam menjalankan tupoksi, bawahan harus terlebih dahulu
paham tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing serta mengerjakan tugas sesuai
dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 75


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
b) Memiliki inovasi yang positif dan menyampaikan pada atasan serta mendiskusikanya
pada rekan kerja tentang pekerjaan.
c) Kecepatan kerja Dalam menjalankan tugas kecepatan kerja harus diperhatikan dengan
menggunakan mengikuti metode kerja yang ada.
d) Keakuratan kerja Tidak hanya cepat, namun dalam menyelesaikan tugas karyawan juga
harus disiplin dalam mengerjakan tugas dengan teliti dalam bekerja dan melakukan
pengecekan ulang
e) Kerjasama Kemampuan dalam bekerjasama dengan rekan kerja lainya seperti bisa
menerima dan menghargai pendapat orang lain.

Menurut T.R. Michel dalam Rizky (2001:15) indikator kinerja meliputi : a) Kualitas
pelayanan (Quality of work), b) Komunikasi (Communication), yaitu kemampuan pegawai
dalam berkomunikasi dengan baik kepada konsumen. c) Kecepatan (Promptness), yaitu
kecepatan bekerja yang diukur oleh tingkat waktu, d) Kemampuan (Capability), yaitu
kemampuan dalam melakukan pekerjaan semaksimal mungkin. e) Inisiatif (Intiative), yaitu
setiap pegawai mampu menyelesaikan masalah pekerjaannya sendiri.
Dimensi penilaian kinerja menurut Gomes (2003), Sapitri (2016) mencakup tujuh
dimensi penilaian kinerja karyawan yaitu: (1) Kuantitas (Quantity of Work), adalah jumlah
hasil kerja dalam suatu periode waktu yang ditentukan. (2) Kualitas (Quality of Work), adalah
kualitas hasil kerja yang dicapai berdasarkan kesesuaian dengan standar. (3) Pengetahuan
kerja (Job knowledge), adalah luasnya pengetahuan dan keterampilan untuk mendukung
menyelesaikan pekerjaan.
Peraturan Bupati Karawang Nomor 68 tahun 2008 kinerja pegawai dinas paariwisata
dan kebudayaan diukur berdasarkan tugas pokok dan fungsi secara kuantitas maupun kulitas
kerja meliputi; Pelakasanaan program pemerintah bidang priwisata kebudayaan; bimbingan
penyuluhan pelestarian nilai seni dan budaya lokal, Mengembangkan potensi Objek dan Daya
Tarik Wisata, Pelestarian nilai-nilai seni dan budaya lokal, pengawasan dan pengendalian
pengelolaan, Mendayagunakan teknologi komunikasi untuk pengelolaan kebudayaan dan
kinerja secara kualitas meliputi : kerjasama dalam promosi bidang kebudayaan dan
kepariwisataan, Penyelenggaraan festival seni dan budaya, Penyebarluasan informasi sejarah
budaya dan local, melakukan evaluasi terhadap organisasi pengelola kebudayaan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS.
Didasarkan atas Indikator : a) Kesetiaan terhadap organisasinya, b) Prestasi kerja, yaitu
memenuhi hasil kerja dan mencapi target pekerjaan yang diberikan kepadanya. c)
Tanggungjawab, yaitu kesanggupan dalam melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan
tepat waktu, serta berani menanggung resiko . d) Ketaatan terhadap segala peraturan
perundang-undangan. e) Kejujuran, yaitu ketulusan hati pegawai dalam melaksanakan dan
kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diembannya. f) Kerjasama, yaitu
kemampuan pegawai untuk bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan tugasnya. g)
Prakarsa, yaitu kemampuan pegawai untuk mengambil langkahlangkah yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari pimpinan. h) Kepemimpinan
dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas. Indikator kinerja pegawai yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi; perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan,
promosi, pelestariaan budaya pada dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang.

III. Metode Penelitian


A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang gunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan deduktif.
Penelitian ini menggunakan metode korelasi dan regresi , untuk mencari pengaruh antar
variabel yang diteliti dan dijelaskan, atau mencari hubungan diantara variabel independen

76 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
budaya kerja (X1) dan komitmen organisasi (X2 ) terhadap variabel dependen kinerja pegawai
(Y).

B. Unit Analisais
Unit analisis atau subjek dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil di Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Karawang.

C. Teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah total sampel yaitu semua pegawai negeri sipil Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Karawang sebanyak 48 orang.

D. Sumber data dan teknik pengumpulan data


Sumber data yang digunakan adalah data primer diambil dari responden langsung, Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, terdiri dari tiga kuesioner (instrumen)
variabel budaya kerja, variabel komitmen organisasi, dan variabel kinerja pegawai.

E. Teknik analisis data


Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriftif statistik meliputi
1. Uji validitas dan Reliabilitas,
2. Uji Normalitas
3. Uji Linieritas
4. Uji Heteroskedastisitas

F. Uji hipotesis
Adapun teknik analisis untuk uji hipotesis digunakan analisis regresi linear berganda
bertujuan untuk melihat pengaruh antara budaya kerja dan komitmen orgnisasi secara
simultan dengan kinerja pegawai dengan rumus sebagai berikut : Y’ = a + b1X1+ b2X2,

Keterangan:
Y’ = Variabel Kinerja PNS
X1 = variable Budaya Kerja
X2 = Variabel Komitmen Organisasi
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2 = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan atau penurunan)

IV. Hasil Dan Pembahasan


Data yang telah dikumpulkan masih berupa data mentah, sehingga perlu diolah
kemudian dianalisis dengan menggunakan SPPS versi 22.

A. Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Instrumen


1. Uji Validitas Dan Reliabilitas Varibel Budaya Kerja
Pengujian Validitas instrumen variabel budaya kerja dengan indikator budaya kerja
efisiensi, kemudahan, kejelasan, kepastian hukum, keamanan, keterbukaan, dan kewajaran..
Diperoleh koefisien vliditas 0,858. 0,680. 0,786. 0,820. 0,901. 0,820. 0,873. dinyatakan valid.
Dengan koefisien reliabilitas alpha Cronbach 0,982. Instrumen budaya kerja dinyatakan
reliabel.

2. Uji Validitas Dan Reliabilitas Varibel Komitmen Organisasi


Pengujian validitas instrumen variabel komitmen organisasi dengan indikator komitmen
organisasi meliputi; pendidikan, pelatihan, komunikasi, motivasi dan pengembangan karir

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 77


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Diperoleh koefisien vliditas 0,901. 0,820. 0,873. 0,928, 0,853. dinyatakan valid. Dengan
koefisien reliabilitas alpha Cronbach 0,983. Instrumen komitmen organisasi dinyatakan
reliabel.

3. Uji Validitas Dan Reliabilitas Varibel Kinerja Pegawai


Pengujian Validitas instrumen variabel kinerja pegawai dengan indikator pegawai
meliputi; perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan, promosi, pelestariaan budaya.
Diperoleh koefisien vliditas : 0,873. 0,939. 0,877. 0,928. . 0,820. 0,873. dinyatakan valid. Dengan
koefisien reliabilitas alpha Cronbach 0,982. Instrumen kinerja pegawai dinyatakan reliabel.

B. Pengujian Asumsi Analisis Data

1. Uji Normalitas
Uji Normalitas Variabel Kinerja Pegawai
Uji normalitas variabel kinerja pegawai menggunakan Uji liliefors untuk melihat apakah
sampel berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil Perhitungan disajikan dalam tabel 1

Tabel 1 Uji Normalitas Kinerja Pegawai

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kinerja pegawai ,142 48 ,017 ,880 48 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Berdasarkan uji liliefors, variable kinerja pegawai dengan menggunakan rumus Kolmogrov-
Smirnov, dan Shapiro-Wilk, diroleh korelasi signifikansi 0,00 , lebih kecil dari 0,05. Oleh sebab
itu dapat disimpulkan data variable kinerja pegawai berdistribusi normal.

Uji Normalitas Variabel Budaya Kerja


Uji normalitas variabel budaya kerja menggunakan Uji liliefors untuk melihat apakah sampel
berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil Perhitungan disajikan dalam tabel 2

Tabel 2 Uji Normalitas Budaya Kerja

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
budaya kerja ,207 48 ,000 ,860 48 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Berdasarkan uji liliefors, variable budaya kerja dengan menggunakan rumus Kolmogrov-
Smirnov, dan Shapiro-Wilk, diroleh korelasi signifikansi 0,000 , lebih kecil dari 0,05. Oleh
sebab itu dapat disimpulkan data variable budaya kerja berdistribusi normal.

78 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Uji Normalitas Variabel Komitmen Organisasi
Uji normalitas variabel komitmen organisasi menggunakan Uji liliefors untuk melihat apakah
sampel berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil Perhitungan disajikan dalam tabel 3
Tabel 3 Uji Normalitas Komitmen Organisasi

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


komitmen organisasi ,180 48 ,000 ,902 48 ,001
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Berdasarkan uji liliefors diperoleh variable Komitmen Organisasi dengan menggunakan rumus
Kolmogrov-Smirnov dan Shapiro-Wilk diroleh korelasi signifikansi 0,001 , lebih kecil dari 0,05.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan data variable Komitmen Organisasi berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang
linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis
korelasi atau regresi linear dengan menggunakan Test for Linearity

Uji linearitas variable kinerja pegawai atas variabel budaya kerja dapat diihat pada table 4.
dibawah ini:

Tabel 4
Uji linearitas Variable Kinerja Pegawai atas Budaya Kerja

ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
kinerja pegawai * Between Groups (Combined) 4055,810 13 311,985 196,956 ,000
budaya kerja
Linearity 2425,00
3841,286 1 3841,286 ,000
3
Deviation
from
214,524 12 17,877 11,286 ,000
Linearity

Within Groups 53,857 34 1,584


Total 4109,667 47

Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,00, Dapat
disimpulkan bahwa antara variabel kinerja pegawai dan budaya kerja terdapat hubungan
yang linear.

Uji linearitas variable Knerja Pegawai atas Komitmen Organisasi dapat dilihat pada table 5.
dibawah ini

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 79


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Tabel 5
Uji linearitas Variable Kinerja Pegawai
atas Variabel Komitmen Organisasi

ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
kinerja pegawai Between Groups (Combined) 3944,333 14 281,738 56,234 ,000
* komitmen Linearity 601,27
organisasi 3012,455 1 3012,455 ,000
6
Deviation
from 931,878 13 71,683 14,308 ,000
Linearity
Within Groups 165,333 33 5,010
Total 4109,667 47

Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,00. Dapat
disimpulkan bahwa antara variabel Kinerjja Pegawai , dan Komitmen Organisasi terdapat
hubungan yang linear.

3. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan
asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk
semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi
adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Pengujian data variabel Kinerja Pegawai,
Budaya Kerja, dan Komitmen Organisasi untuk mengetahui adanya ketidaksamaan varian dari
residual pada model regresi digunakan Uji Park, Uji Glesjer. Hasil pengujian dapat dilihat pada
tabel 6. dibawah ini.

Tabel 6
Uji heteroskedastisitas

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4,202 ,674 6,238 ,000
budaya kerja -,028 ,021 -,280 1,326 ,191
komitmen organisasi -,045 ,030 -,315 1,494 ,142
a. Dependent Variable: RES2
Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel independen Budaya kerja
0,191 > 0.05 dan Komitmen Organisasi 0,142 > 0.05. dari hasil perhitungan di atas dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

80 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
B. Analisis Regresi Linear Berganda
Hasil analisis regresi berganda variable Budaya Kerja (X1), variable Komitmen Organisasi
(X2) dengan variabel Kinerja Pegawai (Y). Dengan bantuan komputer program SPSS versi 22
dapat dilihat pada tabel 7

Tabel 7.
Regresi Berganda variabel Budaya Kerja (X1), variable Komitmen Organisasi(X2)
dengan variabel Kinerja Pegawai (Y)

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 11,901 1,341 8,877 ,000
budaya kerja ,573 ,041 ,798 13,862 ,000
komitmen organisasi ,215 ,060 ,208 3,606 ,001
a. Dependent Variable: kinerja pegawai
Sumber : hasil analisis data (2017)

Dari tabel di atas dapat disusun persamaan regresi berganda yaitu :


Y’ = a + b1X1+ b2X2
Y’ = 11,901+ 0,573X1,+ 0,215X2

Persamaan regresi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Konstanta sebesar 11,901; artinya jika Budaya Kerja (X1) dan Komitmen Organisasi (X2)
nilainya adalah 0, maka Kinerja Pegawai (Y) nilainya adalah 11,901, Koefisien regresi
variabel Budaya Kerja (X1) sebesar 0,573 artinya jika variabel Budaya Kerja mengalami
kenaikan 1%, maka Kinerja Pegawai (Y’) akan mengalami kenaikan sebesar 0,573.
Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara Budaya Kerja dengan
Kinerja Pegawai
2. Semakin baik budaya kerja maka semakin meningkat pula Kinerja Pegawai. Indikator
budaya kerja pelayanan meliputi; efisien, kemudahan, kejelasan, kepastian hukum,
keamanan, keterbukaan, dan keadilan,
3. Koefisien regresi variabel Komitmen Organisasi (X2) sebesar 0,215; artinya jika variabel
independen lain nilainya tetap dan Komitmen Organisasi mengalami kenaikan 1%, maka
Kinerja pegawai (Y’) akan mengalami peningkatan sebesar 0,215. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara Komitmen Organisasi dengan Kinerja pegawai.
4. Semakin baik Komitmen Organisasi maka semakin meningkat Kinerja Pegawai. Indikator
komitmen orgaisasi meliputi; pegawai menetap pada organisasi karena memiliki
keinginannya sendiri, menjadi suatu pemenuh kebutuhan. Memiliki tanggung jawab dan
loyal terhadap organisasi.

C. Analisis Determinasi (R2)


Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui
prosentase sumbangan pengaruh variabel independen Budaya Kerja (X1 ), dan variable
Komitmen Organisasi (X2,) secara serentak terhadap variabel dependen Kinerja Pegawai (Y).
Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel independen
yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. R2 sama dengan
1, maka prosentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 81


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
variabel dependen adalah sempurna, atau variasi variabel independen yang digunakan dalam
model menjelaskan 100% variasi variabel dependen.
Dari hasil analisis regresi, lihat pada output moddel summary dan disajikan pada tabel
8 sebagai berikut:

Tabel 8 Hasil Analisis Determinasi

Model Summaryb
Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
1 ,944a ,929 ,947 2,15101
a. Predictors: (Constant), komitmen organisasi, budaya kerja
b. Dependent Variable: kinerja pegawai
Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka R2 =0,944. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi hubungan yang sangat kuat antara Budaya Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap
Kinerja Pegawai dalam pelayanan. Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka R2 (R Square)
sebesar 0,929 atau (92,9%). Hal ini menunjukkan bahwa prosentase sumbangan pengaruh
variabel Budaya Kerja dan Komitmen organisasi terhadap variabel Kinerja Pegawai sebesar
92,9%. Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (Budaya Kerja dan
Komitmen Organisasi) mampu menjelaskan sebesar 92,9%% variasi Kinerja Pegawai.
Sedangkan sisanya sebesar 7,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model penelitian ini.

D. Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)


Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel budaya kerja (X1) dan varibael
Komitmen organisasi (X2) secara simultas berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja
pegawai (Y).
Dari hasil output analisis Uji F disajikan pada tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Hasil Uji F

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3901,480 2 1950,730 421,613 ,000b
Residual 208,207 45 4,627
Total 4109,667 47
a. Dependent Variable: kinerja pegawai
a. Predictors: (Constant), komitmen organisasi, budaya kerja
Sumber : Hasil Analisis data (2017)

Menentukan tingkat signifikansi.


Tingkat signifikansi menggunakan a = 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran
standar yang sering digunakan dalam penelitian). Berdasarkan tabel di atas diperoleh F hitung
sebesar 421,613, dengan signifikansi 0,000. Kesimpulannya adalah ada pengaruh positif dan
signifikan secara simultan antara Budaya Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja
Pegawai.

82 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
V. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis yang disajikan dari hasil penelitian dan pembahasan,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh positif dan signifikan secara simultan antara variabel Budaya Kerja dan
Komitmen organisasi terhadap Kinerja Pegawai (F hitung = 421,613, p < 0,000).
2. Budaya kerja dapat meningkatkan kinerja pelayanan sebesar 57,3 % terhadap kinerja
pelayanan publik. Indikator budaya kerja pelayanan publik meliputi; efisien,
kemudahan, kejelasan, kepastian hukum, keamanan, keterbukaan, dan keadilan, dapat
meningkatkan kinerja pelayanan publik di dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
3. Komitmen Organisasi dapat meningkatkan kinerja pelayanan sebesar 21,5 % terhadap
kinerja pelayanan publik. Indikator komitmen orgaisasi meliputi; pegawai menetap
pada organisasi karena memiliki keinginannya sendiri, menjadi suatu pemenuh
kebutuhan. Memiliki tanggung jawab dan loyal terhadap organisasi.
4. Budaya Kerja dan Komitmen organisasi dapat memprediksi peningkatan kinerja
pegawai dalam pelayanan publik mampu sebesar 92,9%%. Sedangkan sisanya sebesar
7,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
penelitian ini.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
mengemukakan saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada pimpinan dan pegawai pariwisata dan kebudayaan agar terus
memelihara budaya kerja pelayanan publik dengan menggunakan prinsip : efisien,
kemudahan, kejelasan, kepastian hukum, keamanan, keterbukaan, dan keadilan.
Peminpin organisasi hendaknya mengevaluasi budaya kerja di lingkungan
organisasinya agar sesuai dengan kebutuhan untuk tercapainya tujuan organisasi
dengan memperhatikan perubahan lingkungan secara internal maupun eksternal.
2. Diharapkan kepada pimpinan dan seluruh pegawai dinas pariwisata dan kebudayaan
kabupaten karawang agar terus memelihara komitmen organisasi untuk meningkatkan
kinerja pelayanan publik dengan memelihara loyalitas pegawai, dan tanggungjawab,
sebagai aparatur pemerintah.
3. Diharapkan kepada pimpinan dan pegawai pariwisata dan kebudayaan
mempertahankan kinerja pegawai agar tujuan dan visi misi organisasi dapat tercapai.
Untuk mempertahankan kinerja yang baik pimpinan organisasi hendaknya
memberikan pembinaan yang berkesinambungan melalui komunikasi, kompensasi
atau motivasi, penghargaan (reward), pendidikan pelatihan dan pengembangan karir
kepada pegawai yang berprestasi.

Daftar Pustaka
Aldri Frinaldi dan Dede Pradana Putra. (2014). Hubungan Kualitas Pelayanan Publik Di Bidang
Kesehatan Dengan Kepuasan Masyarakat (Studi Kasus Rumah Sakit Swasta X di kota
Padang, Sumatera Barat). Prosiding Seminar Nasional “ Tantangan Pemerintahan Baru“.
Universitas Negeri Padang.
Aldri Frinaldi dan Muhammad Ali Embi. (2011). Pengaruh Budaya Kerja Etnik erhadap Budaya
Kerja Keberanian dan Kearifan PNS dalam Pelayanan Publik yang Prima (Studi Pada
Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat). Prosiding Simposium Nasional Otonomi Daerah
2011. LAB-ANE Fisip Untirta; 62-68.
http://ejurnal.fisipuntirta.ac.id/index.php/eJLAN/article/vie w/10/11
Aldri Frinaldi, Muhammad Ali Embi, dan Norapiah A. Rahman. (2011). Hubungan Budaya Kerja
Pegawai Negeri Sipil Pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang Terhadap Kualitas

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 83


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Pelayanan Bagi Mahasiswa. Proseding International Seminar of Vocational and Techical
Education. Fakultas Teknik UNP Colaboration with University Kebangsaan Malaysia and
University Pendidikan Sultan Idris Malaysia ; 291-317
Aldri Frinaldi. (2014). Konflik Dan Pengaruh Budaya Kerja Etnik Dalam Kalangan Kakitangan
Awam Di Pihak Berkuasa Tempatan Pasaman Barat, Wilayah Sumatera Barat, Indonesia.
Disertasi Doktor Falsafah. Universiti Utara Malaysia.
Aldri Frinaldi. 2014. Hubungan Kualitas Pelayanan Publik Berintegritas dengan Kepuasan
Masyarakat : Studi Pelayanan Kesehatan Berintegritas di Rumah Sakit Umum Daerah di
Kota P, Sumatera Barat. Proceeding Seminar Nasional “ Mewujudkan Administrator
Publik yang Berintegritas di Era Pemerintahan Baru”. Jurusan Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogjakarta. 28-29 November 2014. Hal 57-72.
Arikunto, Suharsimi. 2006 . Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta
Fadel, Muhammad.2009. Reinventing Government (Pengalaman Dari Daerah). PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta
Greenberg, Jerald dan Baron, Robert A. (2000). Perilaku Organisasi. Jakarta : Prentice Hall
Haryatmoko. 2011. Etika Publik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Luthans f., youssef m. c. &avolio j. b.2011. Psychological Capital : Developing the Human
Competitive Edge. New York. Oxford University Press Inc.
Mangkunegara. 2010. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi I, Yogyakarta : Penerbit Buku UPP
AMP YKPN
Mowday, R. T., Porter, L. W., & Steeras, R. 1982. Organizational linkages : the psychology of
commitment, absenteeism, and turnover. San Diego, California : Academic Press.
Nawawi, Hadari. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang Kompetitif
.Cetakan Keempat. Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Orla O’Donnell dan Richard Boyle, 2008. Understanding and Managing Organisational Culture,
Institute of Public Administration Printed by Colour Books Ltd, Dublin.
Peraturan Bupati Karawang Nomor 68 tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang
Rizky, Achmad S. 2001. Manajemen Pengganjian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan,
Cetakan pertama. Gramedia Utama. Jakarta
Ranty Sapitri,2016. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan
Listrik Negara Area Pekanbaru. Jurnal JOM Fisip Vol. 3 No. 2 – Oktober 2016.
Sugiono. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta
Siew Kim Jean Lee and Kelvin Yu. 2004. Corporate Culture and Organizational Performance.
Journal of Managerial Psychology. 19/4 (2004); pp, 340-359.
www.emeraldinsight.com/0268-3946.htm
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Cv. Alfabeta. Bandung
Sekaran, U. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis 1.(4th ed). Jakarta: Salemba Empat.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi, Andi, Yogyakarta.
Sudjana, Nana, 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :Sinar Baru Algensido
Offset.
Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS

84 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Employee Engagement


Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Di Era Digital
(Studi kasus pada salah satu BUMN di bidang telekomunikasi)
Vina S. Marinda
Universitas Widyatama
vina.silviani@widyatama.ac.id

Abstrak
Tujuan_Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
kepemimpinan, employee engagement, kinerja karyawan di Era Digital. Serta
untuk mengetahui dan menganlisis pengaruh kepemimpinan terhadap employee
engagement serta dampaknya terhadap kinerja karyawan di Era Digital.
Desain/Metode_Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan penelitian kuntitatif dan kualitatif (mixed methods) sehingga dapat
diperoleh hasil penelitian dengan lebih mendalam tentang pengaruh
kepemimpinan terhadap employee engagement serta dampaknya terhadap kinerja
karyawan di Era Digital. Teknik survey digunakan dalam penelitian ini terhadap
karyawan berstatus tetap di salah satu BUMN yang bergerak di bidang
telekomunikasi. Dan analisis jalur digunakan untuk menganalisis hubungan antar
variable.
Temuan_Penelitian ini menghasilkan temuan yaitu adanya pengaruh
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan melalui employee engagement, serta
hal-hal yang mampu meningkatkan kualitas kepemimpinan, employee
engagement, dan kinerja karyawan di Era Digital.
Implikasi_Hasil penelitian ini memberikan implikasi berupa penguatan teori yang
mampu menjelaskan kepemimpinan, employee engagement, dan kinerja karyawan.
Serta memberikan implikasi praktis berupa upaya-upaya yang perlu dilakukan
organisasi/perusahaan guna meningkatkan kualitas kepemimpinan, employee
engagement, dan kinerja karyawan di Era Digital.
Orisinalitas_Penelitian ini ditunjukan oleh hadirnya employee engagement
sebagai variabel intervening antara kepemimpinan (variabel bebas) dan kinerja
karyawan (variabel terikat) di Era Digital.
Tipe Penelitian_Penelitian Empiris.

Kata Kunci : kepemimpinan, employee engagement, kinerja karyawan, Era


Digital.

I. Pendahuluan
Dunia saat ini mengalami pergerakan kondisi budaya, sosial, dan ekonomi yang
disebabkan oleh pengaruh dominan dari teknologi digital. Teknologi digital merubah teknologi
mekanik dan analog menjadi teknologi digital sejak tahun 1980an dan berlanjut hingga saat
ini. Dominasi dari teknologi digital ini mengharuskan kita semua hidup dalam Era Digital. Era
Digital ini mengubah cara pandang dalam menjalani kehidupan, teknologi yang membuat
pergerakan besar di seluruh dunia mulai dari mempermudah segala urusan sampai dengan
memunculkan masalah akibat tidak mampu menggunakan berbagai teknologi digital.
Perusahaan pun mengalami hal ini, berdiri diatas ranah bisnis yang terus bergerak di

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 85


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Era Digital. Dalam Era Digital saat ini, teknologi digital merupakan faktor utama yang
mengakibatkan bergeraknya ranah bisnis, bukan hanya membuka peluang seperti potensi
pasar baru, tetapi juga bisa menjadi ancaman seperti munculnya para pesaing bisnis dan
perubahan perilaku karyawan. Peluang dan ancaman yang berpotensi muncul perlu menjadi
perhatian terutama yang terkait dengan sumber daya manusia atau karyawan. Sumber daya
manusia atau karyawan sebagai unsur utama yang menjalankan segala aktivitas bisnis
perusahaan perlu dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi Era Digital ini.
Sumber daya manusia atau karyawan merupakan aset terpenting dalam perusahaan
karena perannya sebagai subjek pelaksana strategi perusahaan. Karyawan paling banyak
berhubungan dengan fasilitas teknologi digital, mulai dari media komunikasi, dokumentasi,
pengolahan dan analisis data. Karyawan melaksanakan berbagai aktifitas pekerjaan dan
memberikan hasil yang diharapkan sesuai atau lebih dari ditentukan perusahaan, inilah yang
kemudian disebut dengan kinerja. Menurut Ivancevich (2010:229), kinerja adalah pencapaian
hasil kerja karyawan dalam periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh
karena itu diperlukan berbagai upaya untuk menghasilkan kinerja karyawan, salah satunya
menciptakan karyawan yang sepenuhnya terlibat dalam aktivitas organisasi atau perusahaan
dan memiliki antusias terhadap pekerjaan mereka (employee engagement). Diungkapkan juga
oleh Maha Ahmed Zaki Dajani (2015: 138-147) dalam artikelnya bahwa kinerja karyawan
dipengaruhi oleh employee engagement.
Employee engagement menunjukan sejauh mana komitmen karyawan baik secara
emosional maupun intelektual terhadap pencapaian pekerjaan, misi, dan visi organisasi.
Employee engagement merupakan tingkat emosional individu baik positif maupun negatif yang
dilekatkan pada perusahaan, pekerjaan, dan rekan kerjanya. Seperti yang diungkapkan oleh
Norma Davila dan Wanda Pina-Ramirez (2014) dalam artikelnya, “Employee engagement
entails an emotional connection, it also involves a rational component as the employee decides
whether or not to be engaged given her individual circumtances.” Pentingnya employee
engagement dalam perusahaan mempengaruhi perilakunya dalam melakukan aktifitasnya di
perusahaan, salah satunya adalah perilakunya yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja.
Employee engagement yang penuh dapat ditumbuhkan dengan peran serta seorang
pemimpin.
Seorang pemimpin belum tentu memiliki jiwa kepemimpinan, seorang yang memiliki
jiwa kepemimpinan belum tentu menjadi pemimpin dalam perusahaan. Di Era Digital ini
pemimpin perlu memikili jiwa kepemimpinan yang efektif, seperti yang diungkapkan J.
Anitha, (2014, 308-323), kepemimpinan yang efektif menunjukan perilaku yang mendukung
employee engagement, mencerminkan kesadaran diri, pandai berkomunikasi dan
menyampaikan informasi, transparansi, dan menjukan perlakuan hormat terhadap karyawan
dan prusahaan.
Salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang telekomunikasi
tak lepas dari perubahan-perubahan yang terjadi di Era Digital, bukan hanya menerima
dampak yang muncul akibat teknlogi digital tetap perusahaan ini juga memiliki peran vital
dalam menciptakan teknologi digital. Beberapa fenomena ditemukan diperusahaan ini terkait
dengan kinerja karyawan, diantaranya yaitu pencapaian skor Sasaran Kinerja Individu (SKI)
tahun 2007-2010.

Tabel 1. Pencapaian Sasaran Kinerja Individu (SKI)


Pencapaian SKI Jumlah Karyawan
2007 2008 2009* 2010
>100 420 191 27
90 – 100 166 140 282
80 – 89,9 59 263 5
70 – 79,9 0 32 0
<70 32 51 262

86 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Jumlah Karyawan 677 677 677 677
Sumber: Divisi Human Capital Management

Pada tahun 2010 skor SKI <70 mencapai 262 karyawan atau 39% dari jumlah karyawan, hal
ini menujukan kinerja karyawan rendah. karyawan. Hal ini menujukan bahwa divisi belum
efektif dalam mencapai tujuannya.

Tabel 2. Pengukuran Employee Engagement


No Dimensi Uraian Nilai Nilai
Dimensi
1 What do i get Kejelasan tugas 4,05
3,84
Sarana & prasarana 3,63
2 What di i give & Keahlian terbaik 3,63
reward Penghargaan hasil kerja 3,35
3,61
Penghargaan sebagai pribadi 3,88
Dorongan berkembang 3,59
3 Do I belong Pendapat diperhitungkan 3,31
Pekerjaan penting 3,95
3,82
Rekanberkomitmen kuat 4,09
Sahabat erat 3,92
4 How can we Feedback kemajuan 2,87
3,31
grow Tumbuh & berkembang 3,74
Average 3,67 Engage
Sumber: Divisi Human Capital Management

Berdasarkan data hasil survey employee engagement dari Divisi Human Capital Management
menujukan bahwa secara rata-rata karyawan sudah berada dalam level engage.
Employee Satisfaction Assesment yang dilakukan Divisi Human capital Management
menunjukan, hasil survey bahwa kepuasan karyawan terhadap pemimpinnya (supervisor,
leader, dan senior leader) memperoleh skor 3,59; 3,50; dan 3,47 atau berada pada level
average, sehingga perlu ditingkatkan lagi.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka penyusun tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Kepemimpinan terhadap Employee
Engagement serta dampaknya terhadap Kinerja Karyawan di Era Digital”, dengan studi kasus
pada salah satu BUMN yang bergerak dibidang telekomunikasi.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal berikut:
1) Kepemimpinan, employee engagement dan kinerja karyawan di Era Digital pada salah satu
BUMN yang bergerak di bidang telkomunikasi.
2) Pengaruh kepemimpinan terhadap employee engagement serta dampaknya terhadap
kinerja karyawan di Era Digital pada salah satu BUMN yang bergerak di bidang
telkomunikasi.

II. Kajian Teori


Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam suatu perusahaan harus dilaksanakan secara efektif sehingga
dapat mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan perusahaan di Era Digital yang
perubahannya semakin dinamis, diperlukan kepemimpinan yang mampu mendorong
perubahan tersebut kedalam lingkungan organisasi atau perusahaan. A. Sanusi dan M. Sobri
Sutikno (2014: 15) ada beberapa definsi mengenai kepemimpinan menurut para ahli
Kepemimpinan adala suatu pross yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk
mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling), Mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras
dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok. (George P. Terry), Kepemimpinan adalah

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 87


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
kegiatan dalam mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. ( H.
Koontz dan C. Donnell).
Northouse, P.G., (2005:3), “Leadership is a process where by an individual influences a
group of individual to achieve a common goal”. Kepemimpinan adalah suatu proses dimana
individu mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang sama.
Burns (1978) dalam Northouse, P.G.,(2005:170) membedakan kepemimpinan menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Kepemimpinan transaksional, mengacu kepada sebagian besar model kepemimpinan
yang fokus pada pertukaran antara pemimpin, rekan kerja, dan bawahannya. Pertukaran
ini didasarkan pada komunikasi pemimpin dengan pihak-pihak terkait untuk
menentukan apa yang dibutuhkan dan bagaimana spesifikasi kondisi organisasi atau
perusahaan. Karakteristik pemimpin dengan tipe ini adalah pemimpin melakukan
kesepakatan tentang hal-hal apa saja yang dilakukan oleh bawahan dan menjanjikan
imbalan apa yang akan diperoleh bila hal tersebut dicapai (imbalan kontijen) dan
pemimpin memantau deviasi dari standar yang telah ditetapkan dan melakukan tindakan
perbaikan terhadap deviasi yang terjadi baik secara aktif maupun pasif (manajemen
dengan eksepsi).
b. Kepemimpinan transformasional, mengacu kepada proses menciptakan keterlibatan
individu dengan individu lainnya dan menciptakan hubungan yang meningkatkan
motivasi dan moral baik pemimpin maupun bawahannya.Pemimpin dengan tipe ini
memotivasi bawahannya untuk melakukan pekerjaan atau tugas lebih baik dari apa yang
bawahan inginkan dan bahkan lebih tinggi dari apa yang sudah diperkirakan sebelumnya.

Employee Engagement
Karyawan diharapkan mempunyai sesuatu keterlibatan, komitmen, keinginan
berkontribusi, dan rasa memiliki terhadap pekerjaan dan organisasi atau perusahaan lebih
dari sekedar kepuasan kerja saja. Oleh karena itu keterlibatan karyawan atau dikenal dengan
istilah employee engagement. Maha Ahmed Zaki Dajani (2015: 138-147) dalam artikelnya
mengemukakan, ”Employee engagement is a positive attitude held by the employees towards the
organization and its working culture.” Employee engagement adalah sikap positif yang
ditunjukan oleh karyawan untuk terwujudnya budaya organisasi dan bekerja.
Tim Rutledge (2009,13-14) dalam bukunya Getting Engaged: The New Workplace
Loyality, menjelaskan bahwa engaged employee yang sebenarnya tertarik dan terisnpirasi oleh
pekerjaan mereka (“I want to do this”), berkomitmen (“I’m dedicated to the success of what I am
doing”), dan terpesona akan pekerjaan mereka (“I love what I’m doing”). Engaged employee
peduli akan masa depan perusahaan dan bersedia untuk memberikan segala usahanya.
Wellins, Richard S., Bernthal Paul, & Phelps Mark dalam Swetha, G. Kumar, D., Pradeep.
2010 (2010:60-68) mengemukakan, “Employee engagement is the state in which individuals are
emotionally and intellectually committed to the organization as measured by three primary
behaviors: Say, Stay, and Strive”. Keterlibatan karyawan menunjukan individu secara emosional
dan intelektual berkomitmen untuk organisasi yang diukur olehtiga perilaku utama : berkata,
tinggal, dan berusaha.
Bennett & Bell (2004:100), mengungkapkan hal yang sama, mereka mengamati tiga
kunci perilaku karyawan yang menunjukan tingkat keterlibatan karyawan yang tinggi, yaitu:
a. Tinggal (stay), karyawan memiliki keinginan yang kuat untuk tinggal menjadi bagian
organisasi atau perusahaan dan berkomitmen terhadap organisasi atau perusahaan.
b. Berkata (say), karyawan berbicara secara positif mengenai organisasi,baik kepada bagian
internal maupun eksternal organisasi atau perusahaan.
c. Berusaha (strive), berbagai usaha dilakukan karyawan untuk menghasilkan ouput
organisasi atau perusahaan baik dalam bentuk barang maupun jasa baik untuk internal
(rekan dan kelompok kerja) maupun eksternal (pelanggan dan pemasok) organisasi atau

88 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
perusahaan.
Berdasarkan definisi yang diungkapkan diatas, employee engagementadalah sejauh
mana komitmen karyawan, baik emosional dan intelektual dalam mencapai pekerjaan, misi,
dan visi organisasi atau perusahaan. Keterlibatan dapat dilihat sebagai tingkat ataulevel of
ownershipdimana setiap karyawan ingin melakukan apapun yang mereka bisa untuk
kepentingan internal dan eksternal organisasi atau perusahaan dan untuk keberhasilan
organisasiatau perusahaan secara keseluruhan.
Berbagai faktor atau dikenal sebagai drivers atau faktor-faktor penggerak, yang
diperkirakan meningkatkan employee engagement secara keseluruhan. Dengan mengelola
faktor-faktor penggerak tersebut, perusahaan dapat secara efektif mengelola tingkat employee
engagement, sehingga perusahaan diisi oleh karyawan yang penuh semangat dan berkinerja
tinggi. Norma Davila & Wanda Pina-Ramirez (2014) dalam artikelnya menyebutkan faktor-
faktor penggerak employee engagement, yaitu Manager-employee relationship, Intrinsic
motivation, Performance management, Leadership, Career development, Financial & external
incentives, Organization image, Brand aligment, dan Develop relations.

Kinerja Karyawan
Keberhasilan perusahaan ditujukan oleh kinerja perusahaan yang mampu mencapai
atau melampaui target yang telah ditentukan sebelumnya dapat diwujudkan melalui
tercapainya kinerja karyawan yang juga mampu mencapai atau melampaui target yang telah
ditentukan sebelumnya.
Sedarmayanti (2011:26) mengungkapkan bahwa, “Kinerja merupakan terjemahan dari
performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu
organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan buktinya
secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan denganstandar yang telah ditentukan).”
Robbins (2013:26) mengemukakan, “Task performance is one of the primary individual-
level outcomes in organizational behavior. Task performance is measured by the number and
quality of the work they produce. Their level of task performance is related to the duties of their
job and how effectively and efficiently they perform them.” Kinerja adalah salah satu tugas yang
sekaligus berfungsi sebagai hasil pada level individu dalam perilaku organisasi. Kinerja
karyawan tidak diukur oleh jumlah dan mutu pekerjaan yang karyawan hasilkan, melainkan
yang terpenting adalah seberapa efektif dan efisien karyawan melakukannya.
Luthans (2005:165) mengemukakan bahwa berdasarkan pendekatan perilaku dalam
manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang
diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan.
Kinerja karyawan perlu diukur untuk mengetahui apakah sesuai dengan standar yang
telah ditentukan. Robbins (2007:260) mengungkapkan ada 6 (enam) indikator dalam kinerja
karyawan, yaitu:
a. Kualitas (quality), kulitas pekerjaan diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas dan
kesempurnaan pekerjaanya atas keterampilan dan kemampuannya yang dimilikinya.
b. Kuantitas (quanity), kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dan dinyatakan dalam
jumlah unit atau siklus aktivitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan waktu, merupakan aktifitas yang diselesaikan pada awal waktu yang
ditentukan, dipantau dari sudut koordinasi dengan hasil serta mengoptimalkan waktu
yang tersedia untuk aktifitas yang lain.
d. Efektifitas (effectivity), merupakan tingkat penggunaan sumber daya perusahaan baik
SDM, uang, teknologi, maupun bahan baku yang dimasimalkan dengan tujuan
meningkatkan hasil dari setiap unit penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian, merupakan tingkat kemampuan seorang karyawan dalam menjalankan
fungsi, komitmen, dan tanggungjawabnya kepada perusahaan.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 89


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini sudah pernah dilakukan
sebelumnya. Gerard H. Seijts & Dan Crim dalam Ivey Bussiness Journal Mar/Apr 2006
mengemukakan bahwa, “Leader should actively try to identify the level of engagement in their
organization, find the reason behind the lack of full engagement, strive to climinate the reason,
and implement the behavioral strategies that will facilitate full engagement. Employee
engagement is hard to achieve and if not sustained by leaders”. Pemimpin harus secara aktif
mencoba untuk mengidentifikasi tingkat keterlibatan dalam organisasinya, menemukan alasan
di balik kurangnya keterlibatan penuh, berusaha untuk menemukan alasannya, dan
menerapkan strategi perilaku yang akan memfasilitasi keterlibatan penuh. Employee
engagement sulit dicapai dan jika tidak didukung oleh pemimpin.
Norma Davila dan Wanda Pina-Ramirez (2014) dalam artikelnya mengemukakan
bahwa, “Leadership is an important driver of engagement, that goes beyond job titles, because
not all managers are leaders and not all leaders are managers. Leader is some one who drives
people to an employee engagement.” Kepemimpinan adalah pendorong penting keterlibatan,
yang melampaui judul pekerjaan, karena tidak semua manajer adalah pemimpin dan tidak
semua pemimpin adalah manajer. Pemimpin adalah orang yang mendorong orang untuk
melakukan employee engagement.
Maha Ahmed Zaki Dajan dalam Journal of Business and Management Sciences, 2015, Vol.
3, No. 5, 138-147, mengemukakan “It can be concluded from the previous results that leadership
has the highest predictive power of employee engagement; it can explain 62.4% of the total
variance of employee engagement.” Dapat disimpulkan dari hasil sebelumnya bahwa
kepemimpinan memiliki kekuatan prediksi tertinggi dalam employee engagement; itu bisa
menjelaskan 62,4% dari total varians yang mempengaruhi employee engagement. Ia pun
mengemukakan bahwa, “In addition, employee engagement appears to be a better predictor for
job performance, where it can explain 14.9% of its total variance, compared with organizational
commitment in which it can explain only 4.4% of its total variance.”. Keterlibatan karyawan
merupakan prediktor kinerja yang lebih baik, di mana dapat menjelaskan 14,9% dari total
variansnya, dibandingkan dengan komitmen organisasional yang dapat menjelaskan hanya
4,4% dari total variansnya. Ini menujukan kepemimpinan memberikan pengaruh yang paling
besar terhadap employee engagement, dan employee engagement memberikan pengaruh yg
paling besar terhadap kinerja pekerjaan / karyawan.
Dalam Era Digital ini memelukan hubungan solid dan peran yang ekstra dari pemimpin
dan karyawan. Dimana pemimpin perlu memiliki kepemimpinan yang mampu menciptakan
employee engagement sehingga kinerja karyawan dapat sesuai telah ditentukan perusahaan.
sehingga paradigma penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Kepemimpinan Employee Kinerja Karyawan


(X) Engagement (Y) (Z)

Gambar 1. Paradigma Penelitian

III. Metode Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif
(mixed method). Penelitian kuantitatif digunakan untuk menguji sampel penelitian,
mengumpulkan data, menganalisis data secara kuantitatif untuk menguji hipotesis yang sudah
ditentukan. Sedangkan penelitian kualitatif digunakan untuk melihat lebih mendalam suatu
fenomena yang ada (Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati, 2016). Sedangkan pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan deduktif dengan maksud menarik beberapa

90 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
kesimpulan.
Unit analisis pada penelitian ini adalah karyawan pada salah satu BUMN yang bergerak
di bidang telekomunikasi. Teknik penarikan sample yang digunakan adalah simple random
sampling yang merupakan kelompok dari probability sampling. Populasi dalam penelitian ini
adalah karyawan berstatus tetap di Direktorat Operasional pada salah satu BUMN yang
bergerak di bidang telekomunikasi yaitu sebanyak 175 orang. Ukuran sampel responden
ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam Riduwan (2005:65). Dengan tingkat
presisi 10% maka jumlah sampel yang ditentukan untuk dijadikan responden dalam
pengumpulan data berdasarkan populasi tersebut adalah sebagai berikut:

N 175
n   64
  
N .d  1 175.0,12  1
2

Untuk memperoleh data yang relevan, dapat dipercaya, dan valid, penelitian ini terdiri
dari dua jenis data berdasarkan sumbernya, data yang digunakan yaitu :
a. Data primer, diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak manajemen Divisi
HCM dan karyawan tetap di Direktorat Operasional pada salah satu BUMN yang bergerak
di bidang telekomunikasi.
b. Data sekunder, diperoleh dari studi literatur (text book, artikel, tesis, disertasi, dan jurnal
internasional) dan data tertulis dari Divisi HCM.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah desktiptif untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul yang berasal dari
jawaban responden atas item-item dalam kuisioner. Serta analisis statistik inferensia untuk
menunjukan hubungan antara variabel kepemimpinan (X), employee engagement (Y), dan
kinerja karyawan (Z).
Berdasarkan paradigma penelitian dan hipotesis penelitian maka uji hipotesis secara
simultan dapat dirumuskan:
Ho:PZX = PZY= 0

Tidak terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan dengan intervening


employee engagement.
Ha: Minimal terdapat PZXY≠0

Terdapat pengaruh pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan dengan intervening


employee engagement.

Uji hipotesis secara parsial dapat dirumuskan:


Ho:PZXY=0
Ha:PZXY≠0

Hipotesis 1:
Ho:Tidak terdapat pengaruh kepemimpinan secara parsial terhadap employee engagement.
Ha: terdapat pengaruh kepemimpinan secara parsial terhadap employee engagement.
Hipotesis 2:
Ho:Tidak terdapat pengaruh employee engagement t secara parsial terhadap kinerja karyawan.
Ha:Terdapat pengaruh employee engagement t secara parsial terhadap kinerja
karyawan.Hipotesis 3:

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 91


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
IV. Hasil Dan Pembahasan
Hasil uji validitas dan reliabilitas
Intrumen penelitian yang digunakan yaitu angket di uji validitasnya, setiap item angket
baik pada variabel Kepemimpinan (X), Employee Engagement (Y), dan Kinerja Karyawan (Z)
dinyatakan valid apabila memiliki koefisien korelasi lebih besar dari 0,3. Uji validitas dilakukan
dengan Software SPSS 19.0 for Windows memperoleh hasil, untuk variabel Kepemimpinan (X)
dari 15 item pernyataan seluruhnya valid, Employee Engagement (Y) dari 8 item pernyataan
seluruhnya valid, dan Kinerja Karyawan (Z) dari 18 item pernyataan seluruhnya valid.
Uji reliabilitas dilakukan variabel Kepemimpinan (X), Employee Engagement (Y), dan
Kinerja Karyawan (Z). Setiap variabel dinyatakan reliabel apabila koefisien Alpha Cronbach (α)
yang dimilikinya lebih besar dari 0,7. Setelah melalui uji reliabilitas indeks reliabilitas atau
koefisien Alpha Cronbach (α) seluruh variabel dalam penelitian ini memperoleh hasil lebih
besar dari 0,7 sehingga seluruh item pernyataan reliabel.

Hasil penelitian dengan analisis deskriptif


Hasil analisis dekriptif menujukan kualitas variabel Kepemimpinan (X), Employee Engagement
(Y), dan Kinerja Karyawan (Z). Dengan perhitungan statistik diperoleh analisis deskriptif
seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. Analisis Deskriptif


Variabel Deskripsi Nilai
Skor 256
Kepemimpinan (X) Persentase 75,41%
Kriteria kualitas Baik
Skor 261
Employee Engagement (Y) Persentase 76,76%
Kriteria kualitas Baik
Skor 249
Kinerja Karyawan (Z) Persentase 73,33%
Kriteria kualitas Sedang
Sumber: Hasil pengolahan data (November, 2017)

Berdasarkan tabel diatas maka Kepemimpinan memiliki persentase 75,41% termasuk dalam
kriteria kualitas baik, Employee Engagement memiliki persentase 76,76% termasuk dalam
kriteria kualitas baik, dan Kinerja Karyawan memiliki persentase 73,33% termasuk dalam
kriteria kualitas sedang.

Hasil penelitian dengan analisis statistik inferesia


Analisis statistik inverensa dengan menggunakan analisis jalur mensyaratkan sekurang-
kurangnya data yang berskala interval, sehingga data variabel yang berskala ordinal yang
diperoleh harus diubah terlebih dahulu menjadi data interval. Setelah data penelitian berskala
interval, selanjutnya akan digunakan analisis jalur (path analysis) untuk menentukan besarnya
pengaruh Kempemimpinan (X/variabel bebas) terhadap Kinerja Karyawan (Z/variabel
terikat) melalui Employee Engagement (Y/variabel intervening baik secara parsial maupun
simultan.

92 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Koefisien Jalur Model 1.

Tabel 4 Hasil Olah Data SPSS Pengaruh X Terhadap Y

Model Summary
Mod R Adjusted R Std. Error of the
el R Square Square Estimate
1 ,557 a ,311 ,300 3,90483
a. Predictors: (Constant), KEPEMIMPINAN

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 11,778 2,833 4,158 ,000
KEPEMIMPI ,307 ,056 ,557 5,453 ,000
NAN
a. Dependent Variable: EMPLOYEE ENGAGEMENT

e1

0,557
X Y

Gambar 2. Diagram Jalur Model 1

Tabel diatas menujukan nilai koefisien korelasi (R) adalah 0,557, hal ini memiliki makna bahwa
hubungan antara Kepemimpinan (X) dan Employee Engagement (Y) berada di kategori cukup
kuat sesuai kategorisasi Lind. Koefisien determinasi atau R Square adalah 0,311 yang berarti
bahwa 31,1% Empoyee Engagement (Y) dapat dijelaskan oleh Kepemimpinan (X), sedangkan
sisanya 68,9% dijelaskan oleh variabel lain.

Koefisien Jalur Model 2.

Tabel 5 Hasil Olah Data SPSS Pengaruh X Terhadap Z Melalui Y

Model Summary
Mod R Adjusted
el R Square R Square Std. Error of the Estimate
1 ,648a ,420 ,402 6,31355
a. Predictors: (Constant), EMPLOYEE ENGAGEMENT, KEPEMIMPINAN

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 93


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Model Summary
Mod R Adjusted
el R Square R Square Std. Error of the Estimate
1 ,648a ,420 ,402 6,31355

Coefficientsa

Standardi
zed
Coefficien
ts
Model Beta T Sig.
1 (Constant) 4,227 ,000
KEPEMIMPINAN ,461 4,051 ,000
EMPLOYEE ,266 2,337 ,023
ENGAGEMENT
e1 e2

0,557 0,266
X Y Z

0,461

Gambar 3. Diagram Jalur Model 2

Tabel diatas menujukan nilai koefisien korelasi (R) adalah 0,648, hal ini memiliki
makna bahwa hubungan antara Kepemimpinan (X) dan Employee Engagement (Y) secara
simulan trehadap Kinerja Karyawan (Z) berada di kategori kuat sesuai kategorisasi Lind.
Koefisien determinasi atau R Square adalah 0,420 yang berarti bahwa 42% Kinerja Karyawan
(Z) dapat dijelaskan oleh dan Kepemimpinan (X) dan Empoyee Engagement (Y) secara
simultan, sedangkan sisanya 68,9% dijelaskan oleh variabel lain.
Diagram jalur model 2 diatas menunjukan pengaruh langsung Kepemimpinan (X)
terhadap Kinerja Karyawan sebesar 0,461 atau 46,1% Pengaruh tidak langsung
Kepemimpinan (X) terhadap Kinerja Karyawan sebesar 0,55 x 0,266 = 0,148 atau 14,8&.
Sedangkan pengaruh total Kepemimpinan (X) dan Empoyee Engagement (Y) terhadap Kinerja
Karyawan (Z) sebesar 0,461 + 0,148 = 0,609 atau 60,9%.

V. Penutup
Penelitian ini memberikan suatu kesimpulan berdasarkan hasil pengumpulan,
pengolahan data, dan analisisnya, yaitu:
1. Kepemimpinan memiliki persentase 75,41% termasuk dalam kriteria kualitas baik,
Employee Engagement memiliki persentase 76,76% termasuk dalam kriteria kualitas
baik, dan Kinerja Karyawan memiliki persentase 73,33% termasuk dalam kriteria
kualitas sedang.

94 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
2. Pengaruh langsung yangdiberikan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan adalah
46,1%. Sedangkan pengaruh tidak langsung Kepemimpinan melalui Employee
Engagement terhadap Kinerja karyawan yaitu 14,8%. Maka mengaruh total yang
diberikan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan yaitu 60,9%.

Penelitian ini memberikan rekomendasi berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian,


yatu:

1. Perusahaan perlu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia nya khususnya para
peimpinnya melalui pelatihan soft skill kepemimpinan sehingga kepemimpinan yang
efektif dapat terwujud.
2. Kepemimpinan yang efektif ini juga diperlukan untuk mendorong employee engagement
sehingga karyawan mau dan mampu berkata mencurahkanpendapat dan idenya,
bertahan dan berbagai kondisi kerja, dan berusaha dalam menghasilkan kinerja pribadi
yang maksimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dan perusahaan mampu
bersaing di Era Digital ini.

Daftar Pustaka

Anitha, J. 2014. Determinants of employee engagement and their impact on employee


performance. International Journal of Productivity and Performance Management. Vol 63
Iss 3, pp 308-323.
Benneet, M. & Bell, A. 2004. Leadership Talent in Asia. Hewitt.
Davila, Norma. Pina-Ramirez, Wanda. 2013. What drives employee engagemen? It’s all about
‘I’. ASTD Publication. Chapter 1.
Indriawan, Rully., Yaniawati, Poppy. 2014. Metodologi Penelitian Kunatitatif, Kualitatif, dan
Campuran. Refika Aditama. Bandung.
Ivancevich, J., M. 2010. Human Resources Management. Eleventh Edition. McGrawHill.
Luthans, F. 1995. Organizational Behavior. Mc Graw-Hill.
Maha Ahmed Zaki Dajani. 2015. The Impact of Employee Engagement on Job Performance and
Organisational Commitment in the Egyptian Banking Sector. Journal of Business and
Management Sciences. Vol. 3 (5) pp 138-147.
Northouse., P., G. 2005. Leadership Theory and Practice. Third Edition. Sage Publication, Inc.
Robbins, S., P. & Judge, T., A. 2007. Organizational Behavior. 12th. Edition. Pearson-
International.
Rutledge, Tim. 2009. Getting Engaged. Mattanie Press.
Seijts, Gerard H. and Dan Crim. 2006. The Ten C's of Employee Engagement. Ivey Business
Journal.
Sanusi, Achmad., Sutikno, M., Sobry. 2014. Pemimpin dan Kepemimpinan. Holistica. Jakarta.
Sedarmayanti. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan. Manajemen
Pegawai Negeri Sipil. Refika. Bandung
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Alfabeta. Bandung
Suwarno, Bambang. 2006. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur. Alfabeta. Bandung.
Swetha, G. Kumar, D., Pradeep. 2010. Implication of EmployeeEngagement on Critical Business
Outcome-An Empirical Evidence. IOSR Journal of Humanities and Social Science. Vol. 1 pp
60-68.
Seijts, Gerard H. and Dan Crim. 2006. The Ten C's of Employee Engagement. Ivey Business
Journal.

S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 95


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474

KETENTUAN PENULISAN ARTIKEL


Penulisan artikel yang dikirim ke redaksi SMART harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
1. Tulisan adalah hasil karya asli penulis yang belum pernah dipublikasikan pada media lain.
2. Sistematika penulisan :
a. Abstrak, bagian ini memuat ringkasan penelitian, yang meliputi : masalah penelitian,
tujuan, metode, temuan, dan kontribusi hasil penelitian. Abstrak ditulis di awal tulisan
yang terdiri dari 100-250 kata. Dapat disajikan dalam bahasa Indonesia maupun
Bahasa Inggris. Abstrak diikuti dengan kata kunci (keyword) sesuai dengan variabel
penelitian untuk memudahkan penyusunan indeks artikel (ditulis dalam bentuk italic
dengan ukuran 10)
b. Pendahuluan, memaparkan latar belakang, dan tujuan penelitian.
c. Tinjauan Pustaka, menguraikan kajian pustaka berdasarkan telaah literatur yang
menjadi landasan logis untuk mengembangkan kerangka pemikiran dan hipotesis dan
model penelitian.
d. Metode penelitian, menguraikan objek yang diteliti dan metode penelitian yang
memuat desain penelitian, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik penarikan
sampel, dan pengujian hipotesis.
e. Hasil penelitian dan pembahasan, memaparkan hasil penelitian dan pembahasan dari
hasil analisis yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.
f. Kesimpulan dan saran, menguraikan kesimpulan penelitian dan saran yang berisi
solusi dari temuan, kelemahan, dan keterbatasan penelitian.
3. Format Penulisan
a. Tulisan diketik dengan jarak baris satu spasi pada kertas berukuran B5 (18,2 cm x 25,7
cm) dengan margin atas dan bawah 2 cm, margin kiri dan kanan 1,5 cm. Tulisan diketik
dengan huruf Cambria.
b. Kutipan langsung yang panjangnya (lebih dari tiga baris) diketik dengan jarak satu
baris dengan indented style (bentuk berinden). Kutipan bahasa asing ditulis dengan
italic style (bentuk miring).
c. Angka, lafalkan angka dari satu sampai dengan sepuluh, kecuali jika digunakan dalam
tabel atau daftar dan ketika digunakan dalam unit atau kuantitas matematis, statistik,
keilmuan atau teknis seperti jarak, bobot, dan ukuran. Misalnya dua hari, 8 centimeter,
45 tahun. Semua angka lainnya disajikan secara numerik. Umumnya kalau dalam
perkiraan, angka dilafalkan; Misalnya : kira-kira sepuluh tahun.
d. Persentase dan Pemecahan Desimal, untuk penggunaan yang bukan teknis gunakan
kata persen dan teks; untuk penggunaan teknis gunakan %.
e. Panjang tulisan tidak lebih dari 10.000 kata (dengan jenis font Cambria ukuran 10)
atau maksimal 20 halaman.
f. Semua halaman termasuk tabel, lampiran, dan referensi harus diberi nomor urut
halaman.
g. Tabel, gambar, instrument penelitian sebaiknya dapat disajikan pada halaman terpisah
dari badan tulisan (umumnya di bagian akhir naskah dalam bentuk lampiran). Penulis
cukup menyebutkan pada bagian didalam teks, tempat pencantuman tabel atau
gambar.
h. Setiap tabel atau gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau
gambar, dan sumber kutipan.
4. Daftar pustaka, memuat, sumber-sumber atau literatur yang dikutip dalam penulisan
artikel. Hanya sumber yang diacu yang dimuat di daftar referensi.

96 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018


URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
5. Dokumentasi
Acuan, karya yang diacu harus menggunakan “sistem penulisan tahun” yang mengacu
pada karya pada daftar acuan. Penulis harus berupaya untuk mencantumkan halaman
karya yang diacu.
a. Dalam teks, karya diacu dengan cara berikut : nama akhir/keluarga penulis dan tahun
dalam tanda kurung; contoh: (Jogiyanto, 2000), dua penulis (Jogiyanto dan Hartono,
2002), lebih dari dua penulis (Jogiyanto et al., 2002) lebih dari dua sumber diacu
bersamaan (Jogiyanto, 2002; Ciptono, 2004), dua tulisan atau lebih oleh satu penulis
(Jogiyanto, 2000 : 121).
b. Kecuali bisa menimbulkan kerancuan, jangan gunakan H, “hal”, atau “halaman”
sebelum nomor halaman tetapi gunakan tanda titik dua; contoh: (Jogiyanto, 1991a)
atau (Jogiyanto, 1991a; Hartono 1992b).
c. Jika nama penulis disebutkan dalam teks, tidak perlu diulang dalam acuan, contoh :
“Jogiyanto (1991:121) mengatakan……”
d. Acuan ke tulisan yang merupakan karya institusional sedapat mungkin harus
menggunakan akronim atau sesingkat sependek mungkin; contoh: (Komite SAK-IAI,
PSAK28, 1997).
6. Format Daftar Pustaka
Daftar pustaka ditulis alphabetis sesuai dengan nama akhir/keluarga (tanpa gelar
akademik), baik untuk penulis asing maupun penulis Indonesia.
1. Satu pengarang
a. Brigham, Eugene F. (1992). Fundamental of Financial Management.Sixth edition.
Fort Worth: The Dryden Press.
2. Dua pengarang
a. Wolk, Harry I.. and Tearney, Michael G. (1997). “Accounting Theory: A conceptual
and Institutional Approach”. South Western College Publishing: Cinciannati, Ohio.
3. Referensi dari majalah/jurnal
a. Swagler, Roger. (1994). “Evolution and Applications of the Term Consumerism:
Theme and Variation”. The Journal of Consumer Affairs. February : 347-360.
b. Williamson, Lousie A. (1997). “The Implications of Electronic Evidence”. Journal
ofaccountancy. February : 69-71.
c. Baxter W. T. (1996). “Future Events – A Conceptual Study of Their Significance for
Recognition and Measurement A Review Article”. Accounting and Business Research.
Vol. 26, No. 2.
4. Referensi dari institusi
a. Ikatan Akuntan Indonesia (1994). “Standar Profesional Akuntan Publik”. Bagian
Penerbitan STIE YKPN: Yogyakarta.
5. Referensi dari makalah seminar
a. Kadir, Sjamsir (1996). “Mentalitas dan etos kerja sumber daya manusia”. Makalah
seminar nasional strategi meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam era
globalisasi : Yogyakarta: 16-17 Januari.
6. Referensi kolektif
a. Backhard, Richard (1989). “What is Organization Development?”, dalam:
Organization Development: Theory, Prentice and Research. Wendel L. French, Cecil
H. Bell, Jr. and Robert A. Zawacki (ed). Homewood, III: Richard D. Irwin.
7. Referensi Elektronik
a. Boon, J. (tanpa bulan). Anthropology of regional. Melalui
http://www.indiana.edu/~wanthro/religion.htm {10/5/03}.
b. Kawasaki, Jodee L., and Matt R. Raveb. 1995. “Computer administreted Surveys in
Extension”. Journal of Extension 33 (june). E-Journal on-line. Melalui
http://www.joe.org/june33/95.htm {06/17/00}.
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 97
ISSN 1693-4474

1 6 9 3 4 4 7 4

Anda mungkin juga menyukai