SMART Vol XV No 1. - 2018 Pakai Nomor Halaman
SMART Vol XV No 1. - 2018 Pakai Nomor Halaman
LPPM
( Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat )
STIE STEMBI
Bandung Business School
www.stiestembi.ac.id
SMART
Study & Management Research
Jurnal Manajemen & Bisnis
Diterbitkan oleh :
LPPM STIE STEMBI - Bandung Business School
Penanggung Jawab :
Ketua STIE STEMBI - Bandung Business School
Pemimpin Umum :
Dr. Ir. HM. Budi Djatmiko, SE., M.Si., MEI
Dewan Redaksi :
Dr. Patria Supriyoso, SE., M.Si; Dr. Ir. Yopines Ansen, SE., M.Si., S.Sos., S.Kom;
Dr. Ir. Eka Purwanda, SE., M.Si; Dr. Supriyadi, SE., M.Si;
Dr. Ratna Ekawati, SE., M.Si; Pulung Puryana, SE., M.Si
Leli Nirmalasari, S.Pd., MM; Ai Rohayati, SE., MM
Sekretaris Redaksi :
Dr. Supriyadi, SE., M.Si
Bendahara :
Meilani Purwanti, SE., M.Si
Desain/Layout :
Lukman Nasruddin, SE
Sirkulasi :
Aceng Kurniawan, SE., M.Si
Alamat Redaksi :
LPPM STIE STEMBI - Bandung Business School
Gedung STIE STEMBI Lt. VI
Jl. Buah Batu No. 26 Bandung 40262
Telp. (022-7307722) Fax : (022-7307967)
Email : redaksismart.stembi@gmail.com
SMART diterbitkan pertama kali tahun 2003 dengan frekwensi terbit 3 kali dalam setahun
(4 bulanan). SMART merupakan media informasi karya ilmiah tentang Ilmu Ekonomi,
Manajemen dan Bisnis bagi para peneliti, dosen, mahasiswa dan praktisi khususnya bagi
civitas akademika STIE STEMBI – Bandung Business School dan umumnya bagi
masyarakat.
Redaksi menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan oleh media lain
dengan cara dikirim ke alamat redaksi atau melalui email dalam bentuk soft- ile. Redaksi
berhak untuk meringkas dan atau memperbaiki tulisan yang akan dimuat tanpa
mengubah maksud dan isinya. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isi tulisan.
Pendapat yang tercantum pada artikel jurnal ini adalah pendapat penulis, dan bukan
pendapat redaksi.
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
EDITORIAL
Sidang pembaca yang terhormat,
Atas perkenan Allah SWT, Jurnal SMART – Study & Management Research Volume XV, No 1 –
2018 dapat kami terbitkan. Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan edisi ini.
Mulai Volume XV, 2018 kami kami melakukan perubahan terhadap format halaman.
Perubahan tersebut yakni, jika pada terbitan volume sebelumnya menggunakan format 2
kolom pada setiap halamannya, maka mulai volume XV tahun 2018 setiap halaman hanya
terdiri atas satu kolom. Perubahan ini bertujuan untuk mempermudah penulis membuat
manuskrip, sehingga kendala teknis penulisan dapat teratasi.
Pada terbitan Volume XV No. 1 – 2018 kali ini disajikan 7 artikel yang keseluruhannya
merupakan hasil penelitian bidang ilmu Manajemen. Seluruh artikel telah dipresentasikan
dalam Festival Riset Ilmiah Manajemen dan Akuntansi tahun 2018 (FRIMA-2018) yang
diselenggarakan pada bulan Februari 2018. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada para penulis yang telah mengirimkan hasil karyanya. Semoga artikel yang disajikan
memberikan manfaat dan kontribusi, baik bagi pembangunan bangsa maupun bagi
pengembangan ilmu.
Jurnal SMART merupakan wadah untuk mengembangkan dan mempublikasikan berbagai hasil
kajian bidang Ilmu Ekonomi, khususnya Ilmu Manajemen dan Bisnis. Jurnal ini dirancang untuk
diterbitkan 3 kali dalam setahun (4 bulanan). Demi menjaga konsistensi penerbitan jurnal ini,
redaksi mengundang sidang pembaca dari berbagai pihak, baik dosen, mahasiswa, peneliti,
maupun praktisi untuk berpartisipasi mengisinya melalui tulisan baik berupa karangan,
ringkasan hasil penelitian, maupun resensi yang sesuai dengan tujuan dan misi dari jurnal ini.
REDAKSI
DAFTAR ISI
Yosi Suryani
Program Studi Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Padang,
yosisuryani@gmail.com
Abstrak
Tujuan_Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana
pengalaman wisatawan berkunjung ke objek wisata di Kota Padang.
Desain/Metode_Persepsi wisatawan tersebut digali menggunakan indicator-
indikator yang terdapat Memorable Tourism Experience Scale. Persepsi
wisatawan dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner pada wisatawan
yang menjadi sampel. Tehnik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 213 orang. Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis faktor.
Temuan_Hasilnya diketahui terdapat lima faktor yang menjadi ingatan
wisatwan ketika berkunjung ke Kota Padang yakni: Kepuasan Utama, Positif
Feeling, Social Experience, Involvement dan Refresment. Diantara lima faktor
tersebut yang menjadi ingatan dominan adalah Kepuasan Utama (Main
Satisfaction)
Implikasi_Temuan ini dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun kegiatan
promosi objek wisata Kota Padang
Originalitas_Originalitas dari pembahasan artikel ini adalah teknik analisis
yang dilakukan secara kuantitatif
Tipe Penelitian_Penelitian ini tergolong pada penelitian empiris
I. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang menggantungkan harapan pada sektor
pariwisata. Hal ini didukung oleh banyaknya potensi pariwisata yang dimiliki Indonesia.
Potensi pariwisata tersebut meliputi: potensi wisata bahari, wisata pengunungan, wisata
sejarah, wisata regili dan beberapa objek wisata buatan. Diharapkan semua bentuk potensi
wisata ini mampu mengangkat perekonomian rakyat dimana objek wisata itu berada dan
perekonomian Indonesia secara umum. Berdasarkan data Travel and Tourisme Competitivness
(TTC) tentang daya saing, maka tren daya saing pariwisata Indonesia dari tahun 2009 ke tahun
2017 cenderung meningkat. Tahun 2009 peringkat daya saing Indonesia berada pada angka
80, pada tahun 2011 di posisi 74, pada tahun 2013 berada di posisi 70, pada tahun 2015 di
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 1
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
urutan ke 50 dan pada tahun 2017 berada di peringkat 30. Hal ini menandakan industri
pariwisata kita semakin baik, TTC (2017). Tren meningkatnya daya saing pariwisata Indonesia
tentunya tidak datang sendiri, ini adalah hasil dari usaha berbagai pihak utamanya pemerintah.
Keberpihakan dan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan daya saing pariwisata terlihat
pada beberapa kebijakan yang diambil seperti: a) menjadikan sektor pariwisata sebagai
leading sector. Berbagai usaha dalam bentuk program pengembangan pariwisata telah
dilakukan. Salah satu wujud usaha tersebut adalah dengan pembentukan kawasan strategis
pariwisata nasional. Melalui Kementerian Pariwisata, telah disusun 88 (delapan puluh
delapan) kawasan strategis pariwisata nasional yang tersebar diberbagai provinsi. Kawasan-
kawasan tersebut mendapatkan perhatian yang lebih intens dalam aspek penyediaan
infrastruktur pariwisata. Selain dengan pembentukan kawasan unggulan pariwisata, program
lain yang dilakukan berupa pemanfaatan pola kunjungan para wisatawan ke suatu lokasi
wisata. Saat ini dikenal pengembangan pariwisata dengan cara memanfaatkan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh berbagai institusi maupun organisasi berupa rapat (meeting),
event olahraga, pameran, konferensi dan kegiatan sejenisnya untuk diselenggarakan didaerah-
daerah yang memiliki potensi wisata. Pola kedatangan wisatawan dengan cara ini dikenal
dengan nama MICE (Meeting, Incentives, Conventions and Exhibition). b) mengalokasikan
anggaran baik itu secara normatif maupun dukungan anggaran dari kementerian terkait.
Dalam rangka peningkatan daya saing pariwisata tentunya diperlukan informasi dari
berbagai pihak tentang aspek-apek apa yang memerlukan pembenahan dan perbaikkan.
Informasi dari wisatawan menjadi salah satu informasi yang penting untuk diketahui dan digali
lebih dalam. Informasi dari mereka berupa persepsi mereka terhadap objek wisata yang
mereka kunjungi, persepsi ini menjadi informasi yang sangat penting dan real karena
wisatawan akan menyampaikan apa yang mereka rasakan secara jujur tanpa memasukkan
unsur kepentingan mereka. Hoch dan Deighton dalam Chandralal & Valenzuela (2013),
menekankan bahwa persepsi atau pengalaman pengunjung menjadi informasi yang berharga
dan kredibel, sekaligus menjadi penentu perilaku pengunjung dimasa datang.
Di artikel ini dibahas bagaimana persepsi pengunjung terhadap objek wisata di Kota
Padang. Persepsi pengunjung tersebut digali menggunakan indicator-indikator yang terdapat
pada alat ukur yang sudah teruji dan banyak diaplikasikan oleh para peneliti diberbagai
belahan dunia yakni Memorable Tourism Experience Scale. Perbedaan ulasan artikel ini
dibandingkan dengan artikel bertopik sama dan sudah banyak dipublikasikan adalah pada
ulasan analisis yang bersifat kuantitatif. Penggunaan teknik ini dinilai mempunyai banyak
kelebihan diantaranya: hasil penelitian tidak bersifat subjektif, terukur dan efektif apabila
digunakan untuk meneliti objek yang besar/luas.
1. Hedonism, faktor hedonis dalam penelitian ini merujuk pada kesenangan hati,
kegembiraan, keterlibatan dalam aktivitas, Kim, dkk (2012);
2. Novelty, faktor yang merujuk pada sesuatu yang baru, memberi pengalaman baru;
3. Pengalaman terhadap budaya lokal (local culture), Kim et al (2010) dalam survey-nya
menemukan bahwa responden yang mengalami/menjalani budaya lokal selama
kunjungan wisatanya ternyata memiliki ingatan kembali (recollection) yang kuat terhadap
pengalaman kunjungan wisatanya itu dan memberikan tambahan bagi kekayaan
pengetahuannya;
4. Refreshment, Kim (2009) juga menuliskan bahwa refreshment (penyegaran), yaitu
perasaan tenang, segar dan lepas yang dirasakan selama kunjungan wisata akan
mempengaruhi ingatan terhadap kunjungan wisata itu.
5. Meaningfulness, arti-penting, manfaat dengan berpartisipasi pada suatu kegiatan
periwisata diantaranya dalam meningkatkan mood psikology dan perasaan senang
seseorang. Memberikan para tourist kesempatan untuk menampakkan/menegaskan
identitas diri dan kesempatan untuk mempelajari berbagai tempat dan budaya, menurut
(Kim et al 2012) adalah arti dari meaningfulness.
6. Involvement, keterlibatan. Kim (2010) menemukan bahwa tingkat keterlibatan seseorang
dalam suatu perjalanan wisata meningkatkan kemampuan seseorang mengingat kembali
(recollection) pengalaman lampau dan menggambarkannya secara jelas.
7. Knowledge, pengetahuan
Komponen-komponen yang dikemukakan oleh Kim merupakan bahagian dari komponen
Memorable Tourism Experience Scale yang dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya.
Sthapit, E (2013) dalam thesisnya menyampaikan bahwa Kim dkk pernah menyimpulkan
beberapa komponen potensial lain yang mengukur Memorable Tourism Experience.
Komponen potensial itu diantaranya: Challenge, personal relevance, stimulation, relaxation,
happines, adverse feeling. Walaupun demikian Kim dkk mengatakan bahwa yang paling
sering membentuk memori seorang turis adalah 7 (tujuh) komponen yang diterangkan
pada paragraf sebelumnya.
Lima lokasi di atas menjadi lokasi yang ditetapkan dalam Renstra Kota Padang tahun
2014-2019 untuk dikembangkan.
Populasi pada penelitian ini adalah wisatawan yang pernah berkunjung ke objek wisata
di kota Padang. Wisatawan tersebut dapat berasal dari luar negeri dan dalam negeri, datang
secara individu atau kelompok. Untuk pelaksanaan penelitian tidak seluruh populasi akan
diambil pendapatnya tetapi akan ditarik sejumlah sampel untuk mewakili populasi, sementara
itu jumlah pasti dari populasi tidak diketahui. Oleh sebab itu digunakan rumus Lemeshow
untuk menghitung jumlah minimal sampel yang akan diteliti. Rumus Lemeshow adalah sebagai
berikut:
𝑎
𝑍 2 1 − 2 𝑝(1 − 𝑝)
𝑛=
𝑑2
Dengan nilai Z= 1.96, p = 0.5 dan D = 0.1 maka minimal sampel yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah 96 orang. Sampel penelitian diambil secara purposive sampling, dengan
kriteria: wisatawan yang pernah berkunjung ke objek wisata di Padang, Objek wisata yang
dikunjungi adalah objek wisata yang menjadi objek penelitian, wisatawan bukan warga kota
Padang atau bertempat tinggal di Padang. Sampel terdiri dari wisatawan manca negara
(wisman), wisatawan nusantara (winus) baik yang berkunjung secara individual ataupun
kelompok.
Pada penelitian ini digunakan data primer yakni data yang diperoleh dari wisatawan
yang sudah pernah mengunjungi objek wisata yang diteliti. Data dikumpulkan menggunakan
kuisioner dimana desain kuisioner terbagi atas 3 kelompok, yaitu : (1) profil responden, (2)
pertanyaan yang berhubungan dengan perilaku kunjungan, (3) pertanyaan terkait dengan
memorable tourism experience. Pertanyaan untuk kuesioner kelompok tiga disusun
menggunakan Liker’s scale (1-5 scale). Skala 1 memberikan kondisi yang sangat negatif dan
skala 5 menggambarkan kondisi sangat positif atau dengan range persepsi sangat tidak
setuju–sangat setuju. Pertanyaan kuesioner kelompok tiga juga terdiri dari dimensi variabel:
Hedonism, Novelty, Local culture, Refreshment, Meaningfulness, Involvement, Knowledge dan
adverse feeling. Sebelum kuesioner disebarkan secara menyeluruh, dilakukan pilot test untuk
kuesioner tersebut. Pilot test melibatkan sampel kecil kurang lebih 35 orang. Hasil kuesioner
dari sampel kecil ini akan diuji validitas dan reabilitasnya. Validitas item pertanyaan
ditentukan oleh nilai r, dimana nilai r tabel harus lebih kecil dari r hitung. Nilai r tabel yang
ditetapkan adalah.0.41 Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan metoda alpha cronbach.
Standar minimal koefisien alpha () yang digunakan bernilai ≥ 0.5 (Guilford dalam Maman,
dkk ; 2011). Data primer yang telah terkumpul akan dianalisis dengan factor analysis
dengan bantuan software statistic SPSS.
4 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
IV. Hasil Dan Pembahasan
Memorable Tourism Experience atas objek wisata di Kota Padang diukur melalui
variabel: Hedonism, Novelty, Local Culture, Refreshmen, Meaningfulness, Involvement,
Knowledge dan Adverse Feelings. Dari sisi variabel Hedonism, wisatawan merasa sangat senang
dengan objek wisata di Kota Padang ini terlihat dari jawaban mereka yang 90% mengatakan
berkunjung ke objek wisata di Kota Padang menyenangkan dan 78% berpendapat sangat
menikmati objek wisata yang ada. Dari sisi variabel Novelty atau kebaharuan, 44% saja
wisatawan berpendapat mereka baru pertama kali mengunjungi objek wisata di Kota Padang,
62% mengatakan memperoleh pengalaman yang unik, 52% mengatakan objek wisata Kota
Padang berbeda dengan objek wisata lain, 69 % dari wisatawan mendapat pengalaman baru.
Dari angka persentase yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sebahagian besar wisatawan
yang berkunjung ke objek wisata Kota Padang punya pengalaman yang baru. Dari sisi variable
Local Culture atau budaya local, 49% wisatawan punya kesan yang baik terhadap budaya local,
47% berkesempatan lebih dekat dengan masyarakat sekitar objek wisata dan 43% wisatawan
setuju jika masyarakat sekitar objek wisata berlaku ramah. Dari angka-angka yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa wisatawan belum 100% punya pengalaman yang baik dengan
budaya local masyarakat sekitar objek wisata. Dari sisi variable Refresment atau penyegaran
kembali, 79% wisatawan punya pengalaman terbebas dari stress setelah berkunjung ke objek
wisata Kota Padang, 78% merasa terbebas dari rutinitas, 77 % wisatawan merasa segar
kembali, 77% wisatawan perasaannya lebih baik setelah berkunjung. Dapat disimpulkan
sebahagian besar wisatawan punya pengalaman kembali segar pemikirannya setelah
berkunjung ke objek wisata kota Padang. Dari sisi variable meaningfull atau kemanfaatan,
wisatawan yang datang ke objek wisata Padang menilai kunjungan mereka bermanfaat. Hal ini
dapat dilihat dari pendapat mereka yang 54% mengatakan bahwa perjalanan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang berarti, 50% berpendapat bahwa perjalanan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang penting dan 47.9% dapat belajar tentang dirinya dengan melakukan
kunjungan wisata di Kota Padang. Dari sisi variabel Involvement, wisatawan yang berkunjung
ke objek wisata Kota Padang tidak sepenuhnya punya pengalaman terlibat dengan kegiatan
yang dilakukan di objek wisata Kota Padang. Kesimpulan ini didukung dengan pendapat 48%
wisatawan menyatakan benar-benar ingin mengikuti kegiatan yang diadakan, 47% wisatawan
tertarik dengan kegiatan utama yang diadakan di objek wisata. Dari sisi variabel knowledge
atau pengetahuan, 62% wisatawan mendapat informasi dari objek wisata di Kota Padang, 42%
wisatawan mendapat keterampilan baru dan 40% wisatawan mengetahui budaya masyarakat
local yang bagi mereka sesuatu yang baru. Dapat disimpulkan bahwa wisatawan mendapat
pengetahuan atau informasi baru tetapi kurang mendapat keterampilan dan pengenalan
tentang budaya masayarakat local. Dari sisi Advers feeling atau perasaan penolakan diketahui
bahwa 24% wisatawan merasa kesal saat berkunjung, 24% wisatawan tidak bahagia, 16%
wisatawan tidak nyaman saat berkunjung, 20% wisatawan berpendapat objek wisata Kota
Padang membosankan, 19% wisatawan merasa takut dan 21% berpendapat objek wisata di
Kota Padang tidak special. Dari persentase sikap-sikap negative wisatawan dapat disimpulkan
bahwa sebahagian kecil saja wisatawan yang mempunyai pengalaman yang negative saat
mengunjungi objek wisata Kota Padang. Walaupun persentasenya kecil, tetap saja ini menjadi
catatan penting bagi pengelola wisata Kota Padang, terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi
dan membuat wisatawan tidak menyimpan pengalaman negative.
Untuk mengetahui Memorable Tourism Experience wisatawan yang dominan, dilakukan
analisis faktor dengan beberapa tahapan kegiatan. Pertama, menguji apakah jumlah sampel
yang digunakan sudah mencukupi kebutuhan dari analisis yang akan digunakan. Dari kegiatan
pengujian diketahui nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.876 dan nilai Bartlett’s Test 0.000
(signifikan), dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan nilai KMO antara 0.8 sampai 0.9 maka data
dapat digolongkan pada data yang baik (meritorious) Kaiser & Rice (1974) dalam Chandralal
dan Valenzuela (2013). Artinya jumlah sampel yang digunakan sudah memenuhi syarat
Ketiga, menentukan dimensi dominan dari 30 indikator yang menjadi ingatan wisatawan
ketika berkunjung ke objek wisata Kota Padang. Hasilnya dari keseluruhan faktor yang
dianalisis terkelompok menjadi 5 (lima) kelompok faktor yang dapat dilihat pada Tabel 2. Dari
lima faktor yang terbentuk, Memorable Tourism Experience dominan berada pada faktor satu
yang berlabel Kepuasan Utama. Faktor ini terbentuk dari dimensi variabel hedonism,
involvement, meaningfull, novelty. Nilai EigenValue untuk komponen Kepuasan Utama sebesar
9.633 dengan variasi 32.109%. Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Kota Padang
mempunyai ingatan pengalaman: kunjungan wisata yang tidak sia-sia dan sangat dinikmati,
mendapat pengalaman baru dan unik, memperoleh pembelajaran untuk diri sendiri, tempat
yang menarik untuk dikunjungi, kegiatan utama yang ditawarkan juga menarik tetapi
keterlibatan dalam kegiatan kurang terakomodir.
Ingatan pendukung lainnya berada pada faktor-faktor lainnya yakni: Faktor berlabel
Positif Feeling, faktor ini terbentuk dari dimensi Advers Feeling tetapi jawabannya di
negasikan oleh responden. Nilai EigenValue untuk Positif Feeling sebesar 4.318 dengan variasi
14.32%. Faktor ketiga diberi label Social Experience, faktor ini terbentuk dari dimensi novelty
dan local culture. Nilai EigenValue untuk Social Experience sebesar 1.773 dengan variasi
5.910%. Faktor keempat diberi label Keterikatan, faktor ini terbentuk dari dimensi knowledge
dan involvement. Nilai EigenValue untuk Keterikatan sebesar 1.480 dengan variasi 4.933%.
Faktor lima diberi label Refresment, faktor ini terbentuk hanya dari variabel refreshment. Nilai
EigenValue untuk Keterikatan sebesar 1.306 dengan variasi 4.353%.
Tabel 2. Kelompok Faktor
V. Penutup
Hasil penelitian menemukan bahwa memorable tourist experience terhadap objek wisata
Kota Padang dilihat dari sisi: (1) Hedonism, wisatawan mempunyai pengalaman yang
menyenangkan (2) Novelty, sebahagian besar wisata punya pengalaman baru dengan
mengunjungi objek wisata Padang, (3) Local culture, wisatawan belum 100% punya
pengalaman yang baik dengan budaya local masyarakat sekitar objek wisata, (4) Refresment,
sebahagian besar wisatawan punya pengalaman menyegarkan setelah berkunjung ke objek
wisata kota Padang, (5) Meaningfull atau kemanfaatan, wisatawan yang datang ke objek wisata
Padang menilai kunjungan mereka bermanfaat (6) Involvement, wisatawan yang berkunjung
ke objek wisata Kota Padang tidak sepenuhnya punya pengalaman terlibat dengan kegiatan
yang dilakukan, (7) Knowledge, wisatawan mendapat pengetahuan atau informasi baru tetapi
kurang mendapat keterampilan dan pengenalan tentang budaya masayarakat local, (8) Advers
Feeling, sebahagian kecil saja wisatawan yang mempunyai pengalaman yang negative saat
mengunjungi objek wisata Kota Padang.
Hasil lainnya terdapat lima faktor yang menjadi sumber ingatan pengunjung ketika
berkunjung ke kota Padang yaitu: (1) Kepuasan Utama, merupakan gabungan dari indikator
variabel hedonism, novelty, meaningfull, involvement (2) Perasaan positif, factor yang
bersumber dari indikator perasaan positif saja, (3) Pengalaman social, merupakan gabungan
dari indicator variable local culture dan novelty, (4) Keterikatan, merupakan gabungan dari
indicator Knowledge dan involvement, (5) Menyegarkan, merupakan factor yang terdiri dari
indicator variable refresment saja. Dari kelima faktor tersebut, faktor yang mendominasi
adalah Kepuasan Utama, dengan EigenValue tertinggi yakni 8.633 dengan variasi 32.109%.
Dari faktor yang mendominasi inilah dibuat kebijakan dalam melakukan promosi objek wisata
Kota Padang. Kebijakan yang dimaksud adalah membuat bahan promosi objek wisata Kota
Padang yang bermuatan; informasi kegiatan penting dan berarti bagi wisatawan, kegiatan yang
dapat dinikmati dan menarik wisatawan untuk terlibat, pengalaman baru dan unik yang dapat
dinikmati wisatawan, menunjukkan bahwa objek wisata Kota Padang adalah tempat yang
harus dikunjungi dan menunjukkan bahwa di objek wisata Kota Padang, wisatawan dapat
mengekspresikan diri.
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 7
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Daftar Pustaka
Chandralal dan Valenzuela (2013), Exploring Memorable Tourism Experiences: Antecedents
and Behavioural Outcomes, Journal of Economics, Business and Management, Vol. 1, No. 2,
May 2013
Kim, J-H. (2009). Development of a scale to measure memorable tourism experiences. Indiana
University
Kim, J. H., Ritchie, J. R. B., & McCormick, B. (2012). Development of a scale to measure
memorable tourism experiences. Journal of Travel Research, 51(1), 12-25
Kim, J. H., Ritchie, J. R. B., & Tung, V. W. S. (2010). The effect of memorable experience of
behavioral intentions in tourism: A structural equation modeling approach, 15, 638-648.
Larsen (2007), Aspects of a Psychology of the Tourist Experience. Journal of Hospitality and
Tourism. 7 (1), pp. 7- 18.
Maman, A., Sambas, A. M. & Ating, S., (2011). Dasar-Dasar Metode Statistik Untuk Penelitian.
Bandung: Pustaka Setia.
Mossberg, L. (2007). A Marketing Approach to the Tourist Experience. Scandinavian Journal of
Hospitality and Tourism. Vol.7 (1), pp. 59-74.
Otto J. & Ritchie, J.R.B. (1996). The service experience in tourism. Tourism Management, 17(3),
165-174.
Oh, H., Fiore, A. M. & Jeong, M. (2007). Measuring Experience Economy Concepts: Tourism
Applications. Journal of Travel Research 46, pp. 119-132.
Santosa (2002) Santosa, Buku Ajar Metodologi Penelitian
Sthapit, E. (2013). Tourist’ Perseption of Memorable Experiences: Testing the Memorable
Tourism Experience Scale (MTEs) Among Tourist to Rovainiemi, Lapland. Thesis,
University of Lapland, Faculty of Social Sciences
Walls, dkk (2011), An Examination of Consumer Experience and Relative Effects on Consumer
Values. University of Central Florida.
World Economic Forum (WEF) 2017. The ASEAN Travel & Tourism Competitiveness Report
2012.
Deasy Novayanti
Program Studi Manajemen AMIK Bina sarana Informatika
Abstrak
Tujuan_ Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi minat pemanfaatan sistem informasi dan pengaruhnya
terhadap penggunaan sistem informasi dengan menguji model UTAUT
yang diajukan oleh Venkatesh et al.,(2003).
Desain/Metode_ Data yang digunakan penelitian ini diperoleh dari
persepsi individu pemakai sistem informasi pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data dikumpulkan melalui mail survey.
Sebanyak 83 kuesioner kembali dari 300 yang dikirim dan hanya 60 kuesioner
yang dapat diolah. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik
regresi berganda.
Temuan_Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspektasi kinerja dan
ekspektasi usaha dan faktor sosial berpengaruh positif signifikan terhadap
minat pemanfaatan sistem informasi. Kondisi-kondisi yang memfasilitas
pemakai berpengaruh positif signifikan terhadap penggunaan sistem
informasi dan minat pemanfaatan sistem informasi tidak berpengaruh
terhadap penggunaan sistem informasi.
Implikasi_ Para peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk
menggunakan variabel penelitian yang berasal dari faktor intrinsik pemakai SI.
Hal ini perlu dilakukan karena sebagai pemakai SI justru mereka yang
menentukan apakah suatu SI dapat beroperasi dengan baik sehingga
menghasilkan manfaat bagi pemakai dan institusi yang menyediakannya.
Originalitas_Merupakan Pengujian model UTAUT menurut persepsi pengguna
Tipe Penelitian_Studi Empiris
I. Pendahuluan
Kehidupan lingkungan bisnis diwarnai dengan ketidakpastian, persaingan dan
perubahan. Dengan adanya Sistem Informasi (SI) akan memiliki kemampuan untuk
mendeteksi secara efektif kapan perubahan dunia bisnis memerlukan tanggapan strategis.
Informasi yang bersifat strategis diperlukan perusahaan dalam kaitannya dengan kehidupan
jangka panjang perusahaan sehingga penggunaan Sistem Informasi diharapkan mampu
memberikan manfaat yang besar dalam menghadapi dunia bisnis yang kompetitif. Hal tersebut
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bahwa SI merupakan
sarana untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan
organisasi dan menambah pengetahuan sehingga dapat mengurangi ketidakpastian bagi para
pemakai infomasi. Apabila informasi yang disajikan berkualitas, maka keputusan yang diambil
akan cenderung menyesatkan atau bahkan dapat menyebabkan masalah bagi perusahaan.
1. Untuk menerapkan SI dalam perusahaan memerlukan biaya yang besar. Biaya yang
diperlukan tidak hanya pada saat pengadaan sistem tersebut tetapi juga biaya
pemeliharaan dan biaya pengembangan apabila sistem tersebut mulai usang.
2. Sistem informasi tersebut yang diterapkan harus acceptable, yaitu dapat diterima oleh
semua pihak yang menggunakan. Jika tidak akan menimbulkan perilaku yang tidak
Melihat adanya masalah yang timbul dalam perkembangan SI maka pihak manajemen
dalam mengimplementasikan suatu sistem hendaknya mempertimbangkan besarnya biaya
yang diperlukan dan manfaat yang akan diperoleh (cost–benefit analysis). Sistem informasi
akan diterapkan apabila dapat memberikan manfaat yang jauh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan untuk mengimplementasikan SI.
Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan penelitian yang akan menguji teori yang dikemukakan oleh
Venkatesh et al.,(2003). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
oleh Venkatesh et al., (2003) adalah sebagai berikut :
Davis et al., Survey 107 user Perceived usefulness dan ease of use
1989 mempunyai hubungan yang kuat terhadap
sistem informasi. Norma-norma sosial tidak
menunjukkan adanya hubungan dengan
pemanfaatan sistem informasi.
Thompson Survey 212 manajer Kesesuaian tugas, faktor sosial berhubungan
et al., 1991 positif kuat terhadap pemanfaatan PC.
Kompleksitas berhubungan negatif signifikan
sedangkan kondisi yang memfasilitasi
berhubungan negatif lemah terhadap
pemanfaatan PC.
Diana, 2001 Survey 142 karyawan Faktor sosial berpengaruh positif terhadap
pemanfaatan PC, kompleksitas berpengaruh
negatif signifikan terhadap pemanfaatan PC,
kesesuain tugas teknologi tidak berpengaruh
terhadap pemanfaatan PC.
Penelitian Terdahulu
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Ekspektasi Kinerja terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi
Ekspektasi kinerja (performance expectancy) didefinisikan sebagai tingkat dimana
seorang individu meyakini bahwa dengan menggunakan sistem akan membantu dalam
meningkatkan kinerjanya. Konsep ini menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya yang
berkaitan dengan perceived usefulnees, motivasi ekstrinsik, job fit, keuntungan relatif
(relative advantage) (Venkatesh et al.,2003).
Perceived usefulness mempunyai hubungan yang lebih kuat dan konsisten dengan
sistem informasi (Davis, 1989). Penelitian Taylor dan Todd (1995) dan Venkatesh dan Davis
(2000) menunjukkan hasil yang mendukung bahwa perceived usefulness merupakan
faktor penentu yang signifikan terhadap kemauan individu untuk menggunakan sistem.
Thompson et al.,(1991) menemukan adanya hubungan positif yang kuat antara
kesesuaian tugas (job fit) dengan penggunaan sistem. Penelitian Diana (2001) menunjukkan
bahwa kesesuian tugas akan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan
akuntasi. Jurnali (2000) menunjukkan bahwa kesesuaian tugas akan berdampak positif
terhadap pemanfaatan SI. Sedangkan Goodhue dan Thompson (1995) menemukan tidak
terdapat dukungan antara kesesuaian tugas dengan pemanfaatan sistem informasi.
Venkatesh et al.,(2003) menyatakan bahwa konstruk ekspektasi kinerja merupakan
prediktor yang kuat dari minat pemanfaatan SI dalam setting sukarela maupun wajib. Hal
16 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Compeau dan Higgins 1995; Davis et
al.,1989; Taylor and Tood 1995; Thompson et al.,1991; Venkatesh dan Davis,2000.
Berdasarkan uraian teoritis dan beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh
ekspektasi kinerja terhadap minat pemanfaatan SI, maka hipotesis 1(satu) dinyatakan:
Ekspektasi
Kinerja Minat Pemanfaatan
Sistem Informasi
Ekspektasi Keberhasilan
Usaha Penggunaan
Sistem Informasi
Kondisi yang
Faktor memfasilitasi pemakai
Sosial
Ekspektasi Usaha
Variabel ini dioperasionalkan dengan tingkat kemudahaan penggunaan SI dan diukur
dengan menggunakan 6 item pertanyaan berdasarkan instrumen Davis et al., (1989),
Thompson et al., (1991), dan Moore dan Benbasat (1991). Instrumen tersebut dengan
menggunakan skala likert 5 poin digunakan untuk mengukur ekspektasi usaha. Responden
diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) sampai dengan
sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan.
Faktor Sosial
Faktor sosial dioperasionalkan sebagai tingkat dimana individu menganggap bahwa
orang-orang lain yang penting menyakinkannya untuk menggunakan atau tidak
menggunakan SI baru. Untuk mengukur variabel ini digunakan instrumen Davis et al., (1989),
Thompson et al., (1991) dan Moore dan Benbasat (1991). Variabel faktor sosial terdiri dari
6 item dengan 5 poin skala likert. Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara
sangat tidak setuju (poin 1) sampai dengan sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan
yang diajukan.
Metode statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regression). Model persamaan
regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Y1 : Minat Pemanfaatan SI
Y2 : Penggunaan SI
X1 : Ekspektasi Kinerja
X2 : Ekspektasi Usaha
X3 : Faktor Sosial
X4 : Kondisi-Kondisi Yang Memfasilitasi Pemakai
α : Konstanta
β : Koefisien Regresi
ε : Error
Dalam penelitian ini terdapat lima hipotesis yang akan diuji yakni apakah variabel
ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha dan faktor sosial mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap minat pemanfaatan SI dan apakah kondisi- kondisi yang memfasilitasi
pemakai dan minat pemanfaatan SI mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
penggunaan SI.
Variabe Standardized
Coefficients
Model t Sig.
Beta
1 Ekspektasi Kinerja 0,255 2,049 0,045
Ekspektasi Usaha 0,279 2,043 0,046
Faktor Sosial 0,211 1,711 0,093
Tabel 4.13
Hasil Analisa Regresi Berganda
Berdasarkan Penggunaan Sistem Informasi
Standardized
Coefficients
Model Variabel t Sig.
Beta
1 Kondisi Memfasilitasi Pemakai 0,578 5,322 0,000
2
Dari tabel 4.12 dan tabel 4.13 diperoleh besarnya Adjusted R pada variabel dependen
minat pemanfaatan SI adalah 0.304, hal ini berarti bahwa 30,4% variasi minat pemanfaatan
SI dapat dijelaskan dari tiga variabel independen yaitu ekspektasi kinerja, ekspektasi
usaha dan faktor sosial. Untuk besarnya Adjusted R2 pada variabel dependen penggunaan SI
adalah 0.333, hal ini berarti 33,3% variasi penggunaan SI dapat dijelaskan dari dua variabel
independen yaitu minat pemanfaatan SI dan kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai.
Sedangkan sisanya 69,6% untuk minat pemanfaatan SI dan 66,7% untuk penggunaan SI
dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Hasil uji ANOVA atau uji F menunjukkan
angka 9,596 dengan p-value 0,000 pada dependen minat pemanfaatan SI dan 15,751
dengan p-value 0,000 pada dependen penggunaan SI. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-
variabel independen dalam penelitian ini dapat digunakan memprediksi variabel
dependennya.
Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap minat pemanfaatan SI dan hasil pengujian menyatakan diterima, artinya
terdapat hubungan positif antara ekspektasi kinerja dengan minat pemanfaatan SI.
Ekspektasi usaha mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan
SI dan hasil pengujian menyatakan diterima, artinya terdapat adanya hubungan yang positif
dan signifikan antara ekspektasi usaha dengan minat pemanfaatan SI.
Faktor sosial mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI
dan hasil pengujian menyatakan diterima, artinya terdapat hubungan yang positif
dan signifikan antara faktor sosial dengan minat pemanfaatan sistem informasi.
Tabel 4.15
Hasil Pengujian Hipotesis
Berdasarkan Penggunaan Sistem Informasi
HIPOTESIS KESIMPULAN
Dari tabel 4.15 dapat dilihat bahwa kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan SI dan hasil pengujian
dinyatakan diterima, artinya ada hubungan positif dan signifikan antara kondisi-kondisi yang
memfasilitasi pemakai dengan penggunaan SI. Minat pemanfaatan SI mempunyai pengaruh
positif signifikan terhadap penggunaan SI, dari hasil pengujian dinyatakan ditolak,
artinya tidak ada pengaruh antara minat pemanfaatan SI dengan penggunaan SI.
Kurangnya kemauan atau minat dalam diri responden menyebabkan mereka kurang
bersemangat dalam menggunakan SI.
Meskipun hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung seluruh hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, namun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengembangkan SI. Para peneliti
selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk menggunakan variabel penelitian yang berasal
dari faktor intrinsik pemakai SI. Hal ini perlu dilakukan karena sebagai pemakai SI justru
mereka yang menentukan apakah suatu SI dapat beroperasi dengan baik sehingga
menghasilkan manfaat bagi pemakai dan institusi yang menyediakannya. Selain itu level
jabatan kemungkinan juga dapat mempengaruhi hasil penelitian oleh sebab itu peneliti
selanjutnya dapat mempertimbangkan level manajer sebagai responden.
Daftar Pustaka
Adams, D.A., Nelson, R.R., and Todd, P.A., 1992, “Perceived Usefulness, Ease of Use and Usage
of Information Technology: a replication,” MIS Quarterly, Vol.16, No.2, pp. 227-247.
Afrizon, 2002, Pengaruh Kebermanfaatan, Kemudahaan Pemakaian, Keterjelasan Hasil,
dan Norma Subyektif Dengan Ketakwajiban Sebagai Pemoderasi terhadap Intensitas
penggunaan Sistem Informasi, Tesis Program Pasca Sarjana UGM (tidak
dipublikasikan).
Bodnar, G.H., and Hopwood, W.S., 1995. Accounting Information Systems Prentice Hall,
Inc. Engelwood Cliffs. New Jersey.
Chusing, B.E., 1989, Accounting Information System and Business Organization, Addison-
Wesley Publishing, USA.
Compeau, D.R., and Higgins, C.A., 1995, “Application of Social Cognitive Theory to
Training for Computer Skill,” Information Systems Research, Vol.6, No.2, pp. 118-143.
-------., and Huff, S., 1999, “Social Cognitive Theory and Individual Reaction of Computing
Technology: A Longitudinal Study,” MIS Quarterly, Vol.23, No.2, pp.145-158.
Davis, F.D., 1989, “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and Acceptance of
Information System Technology,” MIS Quarterly, Vol.13, No.3, pp.319-339.
-------., Bagozzi, R.P., and Warsaw, P.R., 1989, “User Acceptance of Computer Technology: A
Abstrak
Tujuan_ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah hasil tangkapan
pelagis kecil yang optimal dilihat dari segi ekonomi dengan tetap berdasarkan
pada keberlanjutan pemanfaatan perikanan tangkap.
Desain/Metode_Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan nelayan lokal dan pengawas
kelautan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia, Kantor Komando Armada RI
Wilayah Barat dan Kantor Badan Keamanan Laut RI. Pendekatan analisis data
menggunakan model Gordon Schaefer dan untuk analisis manfaat ekonominya
menggunakan model surplus produksi Fox dalam penelitian ini.
Temuan_ Manfaat optimal pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis
kecil di WPPNRI 711 adalah upaya penangkapan 20.985 kapal, hasil tangkapan
15.452,55 ton per tahun dan manfaat ekonomi 261.253,25 miliar rupiah per
tahun. Tingkat pengelolaan yang dilakukan oleh nelayan baik dilihat dari usaha
maupun hasil tangkapan yang didaratkan menunjukkan kondisi masih dibawah
tingkat optimum sehingga masih dapat dikembangkan dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ekonomi perikanan
tangkap pelagis kecil tersebut.
Implikasi_Implikasi teoritisnya bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan
Originalitas_Penelitian ini dilakukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang kaya akan pelagis kecil dan
merupakan wilayah yang subur kegiatan penangkapan legal dan penangkapan
illegal.
Tipe Penelitian_Studi Empiris
I. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (Rewis, 2004 dan UN, 1982),
memiliki jumlah pulau mencapai 17.499 pulau dengan luas perairan Indonesia 3,25 juta km 2
yang terdiri dari luas laut teritorial 0,30 juta km2 dan luas laut kepulauan 2,95 juta km2. Luas
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia 2,55 juta km2. Panjang garis pantai yang tercatat
sebagai bagian wilayah Indonesia mencapai 81.791 km (Pushidrosal, 2015), menjadikan
Indonesia memiliki potensi kelautan yang luar biasa besarnya, baik sumber daya hayati
maupun sumber daya lainnya yang ada di bawah permukaan laut (Kusumastanto, 2006).
Khususnya sektor perikanan, yang merupakan salah satu bidang kelautan mencakup kegiatan-
kegiatan penangkapan, pembenihan, budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya yang
terdapat di wilayah pesisir maupun di lautan, dan industri pengolahan hasil produksi dari
pesisir dan lautan (Kusumastanto, 2003).
Disamping itu, kegiatan illegal fishing juga mengurangi produksi ikan nasional dan
pendapatan nelayan. Potensi kelautan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi PDB
nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik RI [1] terlihat bahwa pada tahun 2012, PDB
perikanan Indonesia adalah Rp 184,25 triliun dan berkontribusi sebesar 2,14 persen terhadap
PDB nasional. Pada tahun 2013, kontribusinya meningkat menjadi 2,21 persen terhadap PDB
nasional, dan terus meningkat di tahun 2014 dengan nilai sebesar Rp 247,09 triliun atau
berkontribusi sebesar 2,34 persen terhadap PDB nasional. Sedangkan pada tahun 2015,
dengan nilai sebesar Rp 288,92 triliun dengan kontribusi 2,51 persen dan tahun 2016 sebesar
Rp 317,09 triliun rupiah dengan kontribusi sebesar 2,56 persen.
Salah satu dari ketujuh sektor kelautan yang dimaksud diatas adalah perikanan,
menurut UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, definisi dari sumberdaya ikan adalah
potensi semua jenis ikan. Sifat dari sumberdaya ikan adalah sumberdaya yang dapat
dipulihkan (renewable). Sifat dapat dipulihkan berarti jika sumberdaya diambil sebagian, sisa
ikan yang tertinggal memiliki kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang
biak. Dengan sifat dapat dipulihkan ini, berarti stok atau populasi sumberdaya ikan tidak boleh
diambil atau dimanfaatkan secara sembrono tanpa memperhatikan struktur umum ikan dan
rasio kelamin dari populasi ikan yag tersedia. Jika saja umur dan struktur populasi ikan yang
tersisa sedemikian rupa sehingga kemampuan memulihkan diri sangat rendah atau lambat,
berarti sumberdaya ikan tersebut berada pada kondisi hampir punah.
Dalam kaitannya dengan sumberdaya perikanan sebagai suatu sistem, perikanan
memiliki peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, kesempatan kerja, rekreasi,
perdagangan dan kesejahteraan ekonomi, tidak hanya bagi masyarakat di sekitar lingkungan
sumberdaya, tetapi juga meliputi suatu kawasan atau komunitas tertentu. Karena itu
sumberdaya perikanan membutuhkan pengelolaan yang berorientasi pada kepentingan jangka
panjang (sustainable). Tidak hanya bagi generasi saat ini namun juga generasi masa depan.
Menurut Nikijuluw (2008) setiap tahun lebih 3.000 kapal ikan asing asal Thailand
melakukan kegiatan illegal fishing di kawasan laut Indonesia. Akibat kegiatan tersebut
Indonesia kehilangan pendapatan sekitar tiga miliar sampai enam miliar dolar AS per tahun.
Akumulasi selama 30 tahun terakhir kerugian yang dialami Indonesia sekitar 209 miliar dolar
AS. Dari segi ekonomi kerugian negara cukup besar antara Rp 27 triliun sampai Rp 54 triliun
per tahun. Nilainnya setara dengan sekitar 3,5% hingga 7,0% dari APBN 2007 yang bernilai Rp
763 triliun.
Mahan (1987) mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting
bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut
diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara.
Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu
negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut. Sehinga dapat diartikan bahwa sea power
tidak hanya terbatas pada kekuatan angkatan laut (naval power) saja, tetapi sea power juga
mencakup seluruh komponen kekuatan maritim nasional, yang memiliki arti lebih luas terkait
dengan kontrol terhadap perdagangan dan perekonomian internasional melalui laut,
penggunaan dan kontrol terhadap sumberdaya laut, penggunaan kekuatan angkatan laut dan
perekonomian maritim sebagai instrumen diplomasi, penangkalan dan pengaruh politik pada
masa damai serta pengoperasian angkatan laut pada masa perang.
Soekarno dalam pidato pertama sebagai Presiden tahun 1953, menyatakan
“..Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali… Bangsa pelaut yang mempunyai
armada niaga... Bangsa pelaut yang memiliki armada militer... Bangsa pelaut yang kesibukannya
di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri...”. Sejalan dengan seruan Jalesveva
Jayamahe pada pidato perdana Presiden Joko Widodo di Gedung DPR/ MPR RI yang akan
mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim melalui kebijakan poros maritim.
Yang pertama: sumberdaya manusia harus disiapkan dengan menekankan budaya maritim
pada masyarakat dan pemerintah agar bisa mencapainya, kedua: harus dijaga, dipelihara dan
dpertahankan semua sumberdaya alam kelautan, ketiga: infrastruktur kemaritiman harus
disiapkan seperti pelabuhan, dermaga dan kapal. Untuk mendukung kebijakan pemerintah,
poros maritim Sir Walter Raleig menyatakan “...supermasi atas lautan adalah dasar kekuasaan
dan barang siapa menguasai lautan akan menguasai perdagangan, kekayaan dunia, dan
akhirnya akan menguasai dunia itu sendiri...”.
Marsetio dalam pidato terakhir upacara paripurna tugasnya tahun 2015, menyatakan
“...tugas TNI AL bukannya melakukan penangkapan terhadap pelaku illegal fishing, namun ada
tiga tugas pokok dan fungsi TNI AL yang kongkrit yakni menjaga kedaulatan NKRI, diplomasi
dan penegakkan hukum. Sehingga kapal perang yang dimiliki TNI AL tidak bisa seluruhnya
dapat digunakan untuk menangkap pelaku illegal fishing atau pencuri ikan yang masuk di
wilayah keamanan laut Indonesia, dari 151 kapal yang dimiliki TNI AL hanya 50-60 kapal yang
beroperasi per hari sisanya menjalani perawatan dan siaga di pangkalan...”.
Kondisi laut terkendali yang dimaksud adalah dimana laut yuridiksi nasional secara
leluasa dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional, baik yang mencakup
aspek kesejahteraan (prosperity) maupun keamanan (security), dan laut yuridiksi nasional
tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu dengan resiko besar.
𝑑𝑥 𝑥
= 𝑟𝑥 (1 − ) − ℎ
𝑑𝑡 𝐾
dimana:
x = stock ikan atau fish stock
r = laju pertumbuhan instrinsik atau intrinsic growth rate
K = daya dukung lingkungan atau carrying capacity
h = hasil tangkapan atau harvest
ℎ = 𝑞𝑥𝐸
dimana:
q = koefisien kemampuan penagkapan atau catchability coeficien
E = upaya penangkapan atau effort
Dengan mengasumsikan kondisi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium)
𝑑𝑥
dimana = 0 maka dapat dipecahkan untuk x dalam bentuk:
𝑑𝑡
𝑞𝐸
𝑥 = 𝐾 [1 − ]
𝑟
Persamaan ini menggambarkan variabel stok (x) sebagai fungsi dari parameter
biofisik (q,K,r) dan variabel input (E)
Dengan mensubstitusi variabel x tersebut maka fungsi penagkapan dapat ditulis
sebagai berikut:
𝑞𝐸
ℎ = 𝑞𝐾𝐸 [1 − ]
𝑟
dimana: p = harga persatuan output (Rp/kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan yang
elastis sempurna.
Kemudian Gordon (1954) mengembangkan aspek ekonomi pengelolaan perikanan
dengan berbasis model biologi Scaefer dan dikenal dengan model Gordon-Schaefer. Secara
matematis penerimaan total lestari (TSR) dapat dituliskan (Fauzi, 2010) sebagai berikut:
𝑞𝐸
𝑇𝑆𝑅 = 𝑝ℎ = 𝑝𝑞𝐾𝐸 [1 − ]
𝑟
Dengan mengasumsikan bahwa biaya total (TC) bersifat linear terhadap input (effort)
maka biaya total (TC) dapat ditulis:
𝑇𝐶 = 𝑐𝐸
dimana: c = konstanta.
Maka manfaat ekonomi dari pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis di
WPPNRI 711 dapat dihitung dari selisih antara penerimaan dan biaya dituliskan menjadi:
𝜋 = 𝑇𝑆𝑅 − 𝑇𝐶
𝑞𝐸
𝜋 = 𝑝𝑞𝐾𝐸 [1 − ] − 𝑐𝐸
𝑟
Dengan melihat fungsi keuntungan tersebut maka terdapat dua keseimbangan pengelolaan
ekonomi perikanan tangkap secara efisien yaitu:
- Keseimbangan pertama dimana kurva TC berpotonan dengan kurva TSR pada satu titik
effort (E~) yang disebut sebagai open access equalibrium atau keseimbangan perikanan
dalam kondisi akses terbuka.
- Keseimbangan kedua dimana garis sejajar kurva TC dengan kurva TSR bersinggungan pada
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 35
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
satu titik effort (E*) yang disebut sebagai keseimbangan maximum economc yield (MEY)
dalam kondisi perikanan dikendalikan dengan rezim kepemilikan yang jelas.
Penerimaan rata-rata atau Average Sustainable Revenue (ASR) dapat ditulis sebagai berikut:
𝑇𝑆𝑅 𝑝𝑞 2 𝐾𝐸
𝐴𝑆𝑅 = = 𝑝𝑞𝐾 −
𝐸 𝑟
𝜕𝑇𝑆𝑅 𝑝𝑞 2 𝐾
𝑀𝑆𝑅 = = 𝑝𝑞𝐾 − 2 𝐸
𝜕𝐸 𝑟
Pada kondisi maximum economic yield, maka penerimaan marjinal sama dengan total biaya
(MSR=TC) dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑝𝑞 2 𝐾
𝑝𝑞𝐾 − 2 𝐸=𝑐
𝑟
Dari persamaan diatas didapatkan jumlah upaya penangkapan optimal pada kondisi MEY
yaitu:
𝑟 𝑐
𝐸∗ = [1 − ]
2𝑞 𝑝𝑞𝐾
𝑦 = 𝛼 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2
𝑦 = 𝐿𝑛 𝐶𝑃𝑈𝐸𝑡+1 𝑥1 = 𝐿𝑛 𝐶𝑃𝑈𝐸𝑡
𝑥2 = 𝐸𝑡 + 𝐸𝑡+1
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data
yang langsung diperoleh dari obyek penelitian. Dalam penelitian ini pengumpulan data primer
dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan para nelayan atau anak buah kapal (ABK),
pemilik kapal, pengumpul, petugas tempat pelelangan ikan (TPI) dan stake holder lainnya.
Pengamatan langsung di lokasi penelitian meliputi jumlah hasil tangkapan, musim dan daerah
penangkapan, dan jumlah kapal. Untuk data penangkapan ilegal dengan wawancara langsung
pengawas kelautan untuk mendapatkan data berupa hasil jumlah kapal tangkapan dan asal
negara, koordinat dan muatannya. Sedangkan data sekunder antara lain berupa time series
jenis dan jumlah hasil tangkapan, jumlah armada kapal ikan, tingkat harga, tingkat suku bunga,
indek harga konsumen dan data lainnya yang relevan terhadap tujuan penelitian.
36 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling pada nelayan
perikanan tangkap pelagis kecil dan pengawas kelautan.
𝑋𝑡
𝑋𝑡+1 = 𝑋𝑡 + 𝑟𝑋𝑡 (1 − ) − 𝐶𝑡
𝐾
dimana:
𝐶𝑡 = 𝑞𝑋𝑡 𝐸𝑡
Jika:
𝑈𝑡
𝑋𝑡 =
𝑞
𝐶𝑡
𝑈𝑡 =
𝐸𝑡
𝐶𝑡
= 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡 )
𝐸𝑡
𝐶𝑡 = 𝐸𝑡 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡 )
Effort optimal (𝐸𝑜𝑝𝑡 ) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama 𝐶𝑡 terhadap effort
=0
𝑑𝐶𝑡
= 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡) + 𝐸𝑡 𝑒(𝑎−𝑏𝐸𝑡) (−𝑏) = 0
𝑑𝐸𝑡
Sehingga didapat:
1
𝐸𝑜𝑝𝑡 =
𝑏
Dan produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusikan nilai 𝐸𝑜𝑝𝑡 kedalam
𝐶𝑡 = 𝐸𝑡 𝑒 (𝑎−𝑏𝐸𝑡 ) didapat:
1 𝑎⁄ −1
𝑀𝑆𝑌 = 𝑒 𝑏
𝑏
Tabel 1.
Parameter Biologi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil di WPPNRI 711
𝑇𝐶 ∗ = 𝑐 (𝐸 + 𝐸𝑖𝑓 )
𝜋 ∗ = 𝑝ℎ − 𝑐 (𝐸 + 𝐸𝑖𝑓 )
Tabel 2.
Biomassa Optimal, Jumlah Tangkapan dan Effort Optimal dan Aktual
serta Maksimaum Rente Ekonomi Pelagis Kecil di WPPNRI 711
V. Penutup
Pengelolaan ekonomi perikanan tangkap pelagis kecil di WPPNRI dapat ditingkatkan
mencapai optimalnya.
Kondisi penangkapan adalah 14382 trip dengan hasil tangkapan 13215,75 ton,
sedangkan jumlah upaya penangkapan optimal secara ekonomi adalah 20985 trip dengan hasil
tangkapan 15452,55 ton.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan kondisi tangkap masih dibawah tingkat
optimum sehingga masih dapat dikembangkan untuk mensejahterakan nelayan perikanan
tangkap pelagis kecil di WPPNRI 711.
Daftar Pustaka
Detikfinance. “3 Wilayah di RI Ini Rawan Pencurian Ikan.” https://finance.detik.com/berita-
ekonomi-bisnis/2783205/3-wilayah-di-ri-ini-rawan-pencurian-ikan#. Dec. 20, 2014
[Dec.12,2017].
Fauzi, A. 2010. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Teori dan Aplikasi). Jakarta. PT.
Gramedia Pustaka Utama.
________ 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Bogor: IPB Press.
Fauzi dan Anna. 2005. Pendekatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis
Kebijakan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
FAO, 2002. Implementation of the international plan of action to deter, prevent and eleminate
illegal, unreported and unregulated fishing. FAO technical guidelines for responsible
fisheries. 9:122p.
Fox,W.W. 1970. An Experimental Surplus Yield Model for Optimazing Exploited Fish Population.
Trans.Am.Fish.Soc, 99(1):80-88
Ikhsan, M. “Illegal Fishing Kembali Menggila di Laut Natuna.” Batamnews.co.id.natuna.
Jun.09,2017. [Dec.12,2017].
IPAO. 2001. Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing. Code of Conduct for Responsible
S MA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018 39
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
Fisheries (CCRF). FAO
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KKP). Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 18 Tahun 2014 Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia [Salinan]. Jakarta, Indonesia. 2014.
Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy Dalam Membangun Negeri Bahari Di Era Otonomi Daerah.
Jakarta, Indonesia: PT. Gramedia Pustaka Utama.
______________ 2006. Ekonomi Kelautan. Bogor, Indonesia: PKSPL-IPB.
Mahan, AT. 1987. The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783. New York (US): Dover
Publications Inc. 1987.
Nazir, M. 2013. Metode Penelitian. Bogor, Indonesia: Penerbit Ghalia Indonesia.
Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta. PT. Pustaka
Cidesindo.
Nikijuluw, V.P.H. 2008. Blue Water Crime: Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Ilegal. Jakarta,
Indonesia: PT Pustaka Cidesindo.
Purnomo A. “Analisa Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Perairan
Utara Jawa Tengah.” M.A. thesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.
Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidros). 2015. Data Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Jakarta, Indonesia.
Rewis, J. 2004.. Menjahit Laut yang Robek Paradigma Archipelago State Indonesia. Yayasan
Malesung, Jakarta, Indonesia. Hlm. xii.
Salim, P. 2003. The Contemporary English Indonesian Dictionary. Jakarta, Indonesia: Modern
English Press.
Schaefer, M. 1954. Some Consideration of Population Dynamics and Economics in Relation to the
Management of the Commercial Marine Fisheries. Journal of Fisheries Research Board of
Canada, 14 (5) : 669-681.
Sudradjat. 2006. Metode Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran Bandung.
UN General Assembly. “Convention on the Law of the Sea.”
http://www.refworld.org/docid/3dd8fd1b4.html. Dec.10, 1982 [Dec. 12, 2017].
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan. Tanggal
17 Oktober 2014.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan. Tanggal 29 Oktober 2009.
Zulbairani N. 2012. Teori dan Praktek Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan
Tangkap. Bogor: IPB Press.
Ausy Riana
Program Studi Manajemen, STIE Nusantara Sangatta
ausy.riana@yahoo.com
Abstrak
Tujuan_ Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh disiplin kerja,
kepemimpinan transformasional, kecerdasan emosional, baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kepuasan dan kinerja Pegawai Negeri Sipil
pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Desain/Metode_Penelitian yang dilakukan ini termasuk penelitian lapangan
(Field Research), yaitu penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau pada
responden dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang
digunkaan adalah metode survei yaitu metode yang mengambil contoh data dari
satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
dikumpulkan dan bersumber dari Bagian Umum dan Protokol Sekretariat
Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Temuan_Disiplin kerja, kepemimpinan transformasional dan kecerdasan
emosional secara langsung berpengaruh positif, namun hanya disiplin kerja yang
memberi pengaruh signifikan terhadap kepuasan pegawai. Kepemimpinan
transformasional dan kecerdasan emosional berpengaruh tidak signifikan.
Sedangkan pengaruh terhadap kinerja pegawai, disiplin kerja dan kecerdasan
emosional secara langsung berpengaruh signifikan. Kepemimpinan
transformasional berpengaruh tidak signifikan. Kepuasan secara langsung
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja pegawai pada Bagian
Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur. Untuk
pengaruh tidak langsung, hanya kecerdasan emosional yang memberikan
pengaruh signifikan terhadap kinerja melalui kepuasan pegawai.
Implikasi_
Originalitas_belum pernah dilakukan penelitian variabel ini di secretariat
daerah kabupaten kutai timur.
Tipe Penelitian_Studi Empiris
I. Pendahuluan
Kinerja pegawai merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan suatu organisasi. Dessler (2009) berpendapat kinerja karyawan adalah prestasi
aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja
Dari informasi tersebut dapat ditentukan skala distribusi criteria pendapat sebagai berikut:
1.00 – 1.79 = Sangat tidak setuju
1.80 – 2.59 = Tidak setuju
2.60 – 3.39 = Netral
3.40 – 4.19 = Setuju
4.20 – 5.00 = Sangat setuju
Teknis analisis jalur dalam penelitian ini digunakan untuk menguji besarnya sumbangan yang
ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan masing-masing
struktur yang terdiri dari:
Sub struktur 1: melihat pengaruh langsung variabel disiplin kerja (X1), variabel kepemimpinan
transformasional (X2), dan variabel kecerdasan emosional (X3) terhadap kepuasan (Y1)
dengan persamaan sebagai berikut:
Sub struktur 2: melihat pengaruh langsung variabel disiplin kerja (X1), variabel kepemimpinan
transformasional (X2), dan variabel kecerdasan emosional (X3) terhadap kinerja (Y2) dengan
persamaan sebagai berikut:
Selanjutnya menentukan koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R Square, yaitu untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap
variabel tidak bebasnya dengan nilai koefisien determinasi ganda (R2) dan untuk melihat
seberapa model yang digunakan dapat mempunyai korelasi (hubungan) dengan Adjusted R
Square.
Priyanto (2009:78) “koefisien ini digunakan untuk menunjukkan seberapa besar hubungan
yang terjadi antara variabel independen (X1, X2, X3, .... Xn) secara serentak terhadap variabel
dependen (Y)”. Nilai R dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
Untuk melihat tingkat kekuatan hubungan antara variabel X dengan Y, dapat dilihat melalui
tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 2
Pedoman Interpelasi Koefisien Korelasi
R2 = b1∑X1Y + b2∑X2Y
∑Y2
Apabila koefisien determinasi (R2) mendekati angka satu (1) berarti terdapat hubungan yang
kuat (Djarwanto dan Pangestu S, 2008:324).
Jadi dapat diketahui dari analisis di atas model persamaan analisis regresi untuk dua
jalur adalah sebagai berikut:
V. Penutup
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Disiplin kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
2. Kepemimpinan transformasional secara langsung berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat
Daerah Kabupaten Kutai Timur
3. Kecerdasan emosional secara langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah
Kabupaten Kutai Timur
4. Disiplin kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
48 SMA RT – Study & Management Research | Vol XV , No. 1 - 2018
URL : www.stiestembi.ac.id ISSN : 1693 - 4474
pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
5. Kepemimpinan transformasional secara langsung berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kinerja pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat
Daerah Kabupaten Kutai Timur
6. Kecerdasan emosional secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai
Timur
7. Kepuasan secara langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja
pegawai pada Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
8. Disiplin kerja secara tidak langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
kinerja pegawai melalui kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol
Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
9. Kepemimpinan transformasional secara tidak langsung berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan
Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
10. Kecerdasan emosional secara tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan pegawai pada Bagian Umum dan Protokol
Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
11. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,749 atau 74,9 %. Hal ini berarti terdapat
hubungan antara disiplin kerja (X1), kepemimpinan transformasional (X2), kecerdasan
emosional (X3) terhadap kepuasan dengan tingkat hubungan “kuat” karena berada pada
interval 0,60 – 0,799. Selanjutnya koefisien Determinasi (R2) sebesar 0,561 artinya
bahwa sebesar 56,1 % variasi dari kepuasan dapat dijelaskan oleh disiplin kerja,
kepemimpinan transformasional dan kecerdasan emosional. Pengaruh yang dijelaskan
oleh variabel disiplin kerja (X1), kepemimpinan transformasional (X2) dan kecerdasan
emosional (X3) secara bersama-sama terhadap kepuasan pegawai sebesar 74,9 %,
sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang belum masuk dalam model
penelitian.sedangkan sebesar 25,1 % dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak
masuk dalam variabel yang diteliti.
12. Nilai korelasi R sebesar 0,715 dan koefisien diterminasi R2 sebesar 0,511 memberikan
gambaran bahwa hubungan antara variabel disiplin kerja (X1), kepemimpinan
transformasional (X2) dan kecerdasan emosional (X3) terhadap kinerja pegawai
tergolong “kuat”. Pengaruh yang dijelaskan oleh variabel disiplin kerja (X1),
kepemimpinan transformasional (X2) dan kecerdasan emosional (X3) secara bersama-
sama terhadap kinerja pegawai sebesar 71,5 %, sisanya sebesar 28,5 % dijelaskan oleh
variabel lain yang belum masuk dalam model penelitian.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengingat disiplin adalah salah satu faktor yang penting dalam mewujudkan kepuasan
dan kinerja pegawai yang baik, maka disarankan kepada pihak pimpinan agar
menerapkan dan mengawasi dengan ketat disiplin pegawai pada bagian Umum dan
Protokol Sekretariat kabupaten Kutai Timur .
2. Kecerdasan emosional berdampak positif dan signifikan terhadap kepuasan dan
kinerja pegawai pada bagian Umum dan Protokol Sekretariat kabupaten Kutai Timur,
sehingga disarankan kepada pimpinan agar memberikan pelatihan atau training
kepada pegawainya yang berhubungan dengan kecerdasan emosional (ESQ). Pegawai
yang memiliki kinerja yang berhasil yaitu pegawai yang menguasai 75 % kecerdasan
emosi dan 25 % kecerdasan intelektual.
3. Meskipun SOP sudah menjadi acuan pegawai bagian Umum dan Protokol Sekretariat
kabupaten Kutai Timur, fungsi kepemimpinan tetap harus jalan. Pada penelitian ini
Daftar Pustaka
Algifari. 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus & Solusi. Yogyakarta: BPFE UGM.
Ayu Desi Indrawati. 2010. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan dan Kepuasan
Pelanggan pada Rumah Sakit Swasta di Kota Denpasar. Jurnal Ekonomi. Universitas
Udayana Bali.
Bacal, Robert. 2005. Performance Management. Terjemahan Surya Dharma. Jakarta: SUN.
Bass, 1990. Transformasional Leadership: Industrial, Millitary, and Educational Impact,
Erlbaum, Mahwah, NJ. Terjemahan Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
Bass. 1998. From Tansactional to Tansformational Leadership: Learning to Share the Vision,
Organizational Dynamics. Vol 18 pp.19-31. Terjemahan Swandari, Fifi. 2003. Bandung:
Erlangga.
Bass. 1981. Transformational Leadership: Charisma and Beyond. In J. Hunt, B. Baliga, H.
Dachler, and C. Shriesheim (eds.), Emerging Leadership Vistas (pp.29-49).Toronto:
Lexington Books.
Behling O dan Mc Fillen, JM. 1996. A Syncretical Model of Charismatic Transformasional
Leadership. Group and Organizational Management Studies. Journal of Organization
behavior, 15 : 439 – 452.
Bitsch, V. 2008. Spirituality and Religion Developments in the management literature Relevant
to agribusiness and Entrepreneurship? Annual World and symposium of the International
Food and agribusiness Management Association. Alih Bahasa Mu’tadin.
(http://bitsch@msu.edu), diakses 4 Oktober 2016).
Case. Aviolo. 2003. Fungsi Utama Seorang Pemimpin Transformasional. New York:
Mail:acase@acsu. Buffalo. Edu.
Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. (hal: 6,9, 13, 103, 107).
Davis K & Newstorm J. W. 1985. Perilaku dalam organisasi. Jilid 2 (ed 7). Jakarta: Erlangga.
Dessler, Gary. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Indeks.
Djarwanto PS, dan Subagyo, Pangestu. 2008. Statistik Induktif. Edisi Kelima. Yogyakarta : BPFE.
Effendi. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Pengadaan, Pengembangan,
Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Karyawan. Jakarta: Penerbit PT.
Grasindo.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, dkk. 1987. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Edisi Kelima, Jilid 1. Alih Bahasa
Djarkasih. Jakarta: Erlangga.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M. dan Donnelly J.H. 1996. Organisasi : Prilaku, Struktur, Prose.
Penerjemah : Ir. Nunuk Adiarni MM, Jakarta : Binarupa Aksara.
Goleman, Daniel. 1998. Kecerdasan Emosional (edisi bahasa Indonesia). Jakarta: PT. Gramedia.
Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata : Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence. Terjemahan T. Hermany. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2005. Emotional Intelligence. Terjemahan Dapsari. Jakarta: Gramedia.
Abstrak
I. Pendahuluan
Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional adalah koperasi yang berfungsi
sebagai pilar yang tegak dan kokoh menyangga perekonomian nasional bersama pilar lainnya
yaitu BUMN dan BUMS. Koperasi ditempatkan sebagai lembaga, sebagai mekanisme/proses,
dan sebagai sistem nilai. Berdasarkan data Kementrian KUKM kondisi perkoperasian
menghadapi permasalahan dalam memperlihatkan keberlangsungan hidupnya,hal ini dapat
tergambar dalam tabel berikut ini dimana ketidak-aktifan koperasi relative tinggi dan
kesadaran koperasi untuk melaksanakan koperasi juga relative rendah
Koperasi (unit)
No Propinsi/DI Aktif Tidak Aktif
1 Aceh 4,490 2,617
2 Sumatera Utara 6,285 5,411
3 Sumatera Barat 2,723 1,169
4 Riau 3,051 2,134
5 Jambi 2,263 1,490
Tabel 2.1
Keragaan Koperasi Tahun 2011-2015 Provinsi Jawa Barat:
Jumlah Jumlah
Koperasi Aktif RAT Volume Usaha Anggota SHU
Tahun
(unit) (unit) (unit) (juta rupiah) (orang) (juta rupiah)
2011 23.091 14.856 4.995 10.663.795,33 4.908.954 1.076.371,82
2012 24.835 15.051 4.654 12.624.746,41 4.957.924 993.250,39
2013 25.252 15.130 5.981 10.746.226,81 5.864.690 1.569.912,76
2014 25.563 15.633 6.115 19.954.970,57 5.974.375 1.678.967,39
2015 25.741 16.855 6.697 21.157.522,70 5.974.375 1.849.061,34
2016 25.933 16.542 6.158 21.117.286,17 6.106.211 3.731.024,19
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah koperasi dari tahun ke tahun cenderung
mengalami peningkatkan. Untuk koperasi aktif juga mengalami peningkatan. Jumlah anggota
juga mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah koperasi. Sedangkan untuk
penyelenggaraan RAT mengalami fluktuasi yang tidak terlalu signifikan yaitu hanya
mengalami penurunan pada tahun 2012 saja.
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim
sehingga perkembangan lembaga keuangan syariah seperti bank syariah mengalami kemajuan
yang cukup pesat. Awal mula munculnya bank syariah pertama yaitu didirikannya Bank
Muamalat pada tahun 1991. Lalu bangsa Indonesia mengalami krisis sehingga banyak bank
konvensional merugi. Tetapi Bank Muamalat tetap stabil dan tidak terkena dampak yang cukup
mengkhawatirkan dari krisis tersebut. Akhirnya dari peristiwa tersebut pada tahun 1998
didirikanlah bank berbasis syariah kedua yaitu Bank Mandiri Syariah. Begitu halnya dengan
perkembangan koperasi berbasis syariah yang mengalami peningkatan juga. Koperasi berbasis
syariah ini selanjutnya akan disebut Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.
Produk Koperasi Kredit/Simpan Pinjam dan Simpan Pinjam Syariah inilah yang paling
banyak didirikan karena keberadaAnnya dinilai sangat membantu anggota. Koperasi Syariah
walaupun masih jarang ditemui dibanding koperasi simpan pinjam tetapi keberadaannya
ternyata mengalami perkembangan dalam jumlah yang cukup menggembirakan.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan koperasi simpan pinjam
konvensional dan koperasi simpan pinjam syariah mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
Koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Hal ini terlihat dari jumlah unit koperasi yang terus mengalami peningkatan
lebih tinggi dari koperasi simpan pinjam konvensional.
Koperasi sebagai lembaga; koperasi adalah badan usaha dan/atau badan hukum yang
berfungsi dan berperan aktif membangun dan mengembangkan kemampuan ekonomi rakyat
untuk meningkatkan kesejahteraan social ekonominya. Koperasi sebagai mekanisme/proses;
Koperasi berperan aktif dalam upaya mempertinggi kualitas hidup masyarakat; mewujudkan
bisnis bersama dengan posisi tawar yang kuat berbasis kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
mengembangkan kreasi dan inovasi bagi peningkatan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan
kemampuan bertahan (tahan guncangan) ekonomi anggota maupun perusahaan koperasinya.
Koperasi sebagai sistem nilai adalah koperasi selalu menerapkan nilai dan prinsip koperasi
dalam kegiatan ekonomi bagi segenap pelaku ekonomi secara konsisten dan komprehensif
baik pada kebijakan maupun pasar yang berkeadilan.
Untuk mewujudkan keadaan koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri, salah satu
instrumen yang penting keberfungsiannya adalah “pengawasan”. Pengawasan dimaksud
tentunya mencakup sistem pengawasan yang baik, yang bersandar pada pengawasan internal
oleh “pengawas” di setiap Koperasi dan pengawasan eksternal yang dilakukan pemerintah.
1. Dalam hal pengawasan terhadap Koperasi, khususnya terhadap Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi dewasa ini terdapat sejumlah permasalahan, yang pokok-pokoknya
adalah sebagai berikut : Regulasi terkait dengan Pengawasan belum tersosialisaikan
secara baik dan berkelanjutan.
2. Belum adanya kelembagaan yang berfungsi menjalankan tugas “menteri” di bidang
pengawasan
3. Belum jelasnya pembagian kewenangan dengan kedeputian yang menerbitkan Badan
Hukum (BH) koperasi dengan kedeputian yang melaksanakan pengawasan .
4. Belum adanya aparat pegawai negeri sipil sebagai tenaga fungsional yang ditugaskan
sebagai pengawas, baik di pusat maupun di daerah.
5. Belum terciptanya kesatuan tafsir dalam hal pemaknaan, unsur-unsur dan cakupan
pengawasan.
a. Bahan awal yang memuat gagasan tentang urgensi pendekatan, ruang lingkup dan materi
muatan suatu kebijakan;
b. Bahan pertimbangan yang digunakan dalam penyusunan kebijakan;
c. Bahan dasar bagi penyusunan rancangan kebijakan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka akan dikaji Good Coorporate Governance dan
Penerapan Sanksi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah di Jawa Barat
Berikut pengertian Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) menurut
Perdep Bidang Pengawasan Nomor : 07/Per/Dep.6/IV/2016 :
“Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi yang selanjutnya disebut
USPPS Koperasi adalah unit Koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi
yang bersangkutan”
1) KSPPS Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang
yang bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
2) KSPPS Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan KSPPS yang
bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
a. Koperasi Konsumsi adalah koperasi yang berusaha dalam bidang penyediaan barang-
barang konsumsi yang dibutuhkan oleh para anggotanya. Jenis konsumsi yang dilayani
oleh suatu koperasi konsumsi sangat tergantung pada ragam anggota dan daerah kerja
tempat koperasi didirikan.
b. Koperasi Produksi adalah yang kegiatan utamanya memproses bahan baku menjadi
barang jadi/setengah jadi. Tujuannya adalah untuk menyatukan kemampuan dan modal
para anggotanya guna meningkatkan barang-barang tertentu melalui proses yang
meratakan pengelolaan dan memiliki sendiri.
c. Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang dibentuk terutama untuk membantu para
anggotanya dalam memasarkan barang-barang yang dihasilkannya. Tujuannya adalah
untuk menyederhanakan mata rantai tata niaga, dan mengurangi sekecil mungkin
keterlibatan perantara didalam memasarkan produk-produk yang dihasilkan.
d. Koperasi Kredit/Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam pemupukan
simpanan dari para anggotanya untuk dipinjamkan kembali kepada anggotanya yang
membutuhkan bantuan modal untuk usahanya. Selain itu, koperasi simpan pinjam juga
bertujuan mendidik anggotanya bersifat hemat dan gemar menabung serta
menghindarkan anggotanya dari jeratan para rentenir.
a. Terwujudnya pengelolaan KSPPS dan USPPS koperasi yang sehat dan sesuai ketentuan
perundang-undangan.
b. Terwujudnya pelayanan prima kepada pengguna jasa koperasi.
c. Meningkatkan citra dan kredibilitas kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah oleh koperasi sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola kegiatan usaha
simpan pinjam dan pembiayaan syariah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. Terjaminnya aset kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah memberikan pengertian
bahwa “Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi, dan
simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah)”.
Dengan demikian semua Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang ada di Indonesia dapat
digolongkan dalam Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS), yang
mempunyai payung hukum dan legal kegiatan operasionalnya asal memenuhi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Sebenarnya antara KSPPS dan BMT sama saja. Hanya saja ada perbedaan pada
lembaganya yaitu pada koperasi syariah hanya terdiri dari satu lembaga saja, yaitu koperasi
yang dijalankan dengan sistem Koperasi Simpan Pinjam Syariah, sedangkan pada BMT
terdapat 2 (dua) lembaga yaitu diambil dari namanya “Baitul Maal Wat Tanwil” yang berarti
Lembaga Zakat dan Lembaga Keuangan (Syariah). Baitul Maal berarti Lembaga Zakat dan At-
Tanwil berarti Lembaga Keuangan (Syariah). Ini berarti Koperasi Simpan Pinjam Syariah yang
dijalankan dengan dua lembaga sebagaimana disebut di atas berarti disebut BMT dan yang
hanya menjalankan Koperasi Simpan Pinjam Syariah saja tanpa lembaga zakat disebut
Koperasi Syariah saja.
Jika dibandingkan jenis produk koperasi syariah dan koperasi konvensional sebenarnya
hampir sama yaitu umumnya menyangkut produk simpanan dan produk pinjaman. Tetapi bila
dbandingkan dengan sistemnya, koperasi simpan pinjam syariah sangat jauh berbeda dengan
koperasi konvensional. Karena disatu sisi, koperasi konvensional menggunakan sistem bunga
sedangkan koperasi simpan pinjam syariah menggunakan sistem bagi hasil. dan praktek
dilapangan pada jasa keungan syariah di koperasi syariah sebenarnya kurang lebih sama
dengan bank syariah yang juga menggunakan sistem Murabahah,Mudharabah dan Ijarah.
Sekalipun Koperasi Simpan Pinjam Syariah bentuknya hampir sama dengan Bank
Syariah, tetapi pada produk funding-nya terdapat perbedaan. Produk funding atau pendanaan
pada Koperasi Simpan Pinjam Syariah dinamakan Simpanan, sedangkan pada Bank Syariah
disebut Tabungan. Perbedaan istilah ini didasari pada induk yang menaungi Koperasi Simpan
Pinjam Syariah dan Bank Syariah itu sendiri. Pada Koperasi Simpan Pinjam Syariah berada
dibawah naungan Dinas Koperasi sedangkan Bank Syariah dibawah naungan Bank Indonesia
dimana izin pendirian kedua jenis lembaga tersebut dikeluarkan dari masing-masing induknya
1. Tranparansi (Transparancy)
Penyelenggaraan tata kelola yang baik (GCG) dicirikan oleh terselenggaranya
transparansi dalam pengelolaan organisasi. Transparansi yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi material dan relevan mengenai organisasi (koperasi).
2. Akuntanbilitas (Accountability)
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban manajemen organisasi
(perusahaan) sehingga pengelolaan organisasi (perusahaan) berjalan efektif. Suatu
organisasi dinyatakan mampu meraih tingkat akuntabilitas, apabila elemen- elemen
organisasi mampu berfungsi secara optimal dan mampu mempertanggung-jawabkan
atas tugas dan fungsinya secara efektif. Kondisi ini (akuntabel) hanya dapat terjadi jika,
ada kejelasan aturan, tugas, fungsi, mekanisme kerja, job diskripsi setiap organ
organisasi. Keberadaan orang (SDM) yang kompeten di masing-masing pos di setiap
organ organisasi, serta ada ukuran kinerja yang jelas untuk mengukur prestasi
tugas.(Good Cooperative Governance. (Prijambodo, 2012).
3. Kemandirian (Independence)
Yaitu suatu keadaan organisasi (perusahaan) dikelola secara profesional, tanpa
benturan kepentingan/ pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku, dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam
prinsip kemandirian ini tidak ada dominasi satu pihak kepada pihak lain, dan organisasi
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Prinsip kemandirian ini mengait dengan prinsip
akuntabilitas.
4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Implementasi prinsip pertanggung jawaban dicirikan oleh keberhasilan organisasi
memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku, peraturan
internal organisasi (perusahaan) seperti anggaran dasar/anggaran rumah tangga.
5. Kewajaran (Fairness)
Yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak kesetaraan dan kewajaran
dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang
berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan
penegakkan peraturan yang melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham
minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Fairness diharapkan membuat seluruh
asset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati, sehingga muncul perlindungan
kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil.
Adapun tujuan dari penerapan Good Corporate Governance menurut Komite Nasional
Kebijakan Governance adalah sebagai berikut :
1) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas independensi serta
kesetaraan dan kewajaran.
2) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,
yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Direksi agar
dalam membuat dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan.
5) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetep memperhatikan
pemangku kepentingan lainnya.
6) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
mampu meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan
pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
1) Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama , yaitu 1) awareness building, 2) Good Corporate
Governance assessment, 3) Good Corporate Governance manual building. Awareness
building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun kesadaran mengenai arti
penting Good Corporate Governance dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya
ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independent dari luar
perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi
kelompok (Daniri 2005:112).
Good Corporate Governance assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih
tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penerapan Good Corporate Governance
saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level penerapan Good Corporate
2) Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki Good Corporate Governance manual, langkah selanjutnya
adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama,
yaitu (1). Sosialisasi, (2) implementasi, (3) internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk
memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan
implementasi Good Corporate Governance khususnya mengenai pedoman penerapan Good
Corporate Governance. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan Direktur Utama atau salah satu
Direktur yang ditunjuk sebagai GC champion di perusahaan (Daniri 2005:113).
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman Good Corporate
Governance yang ada, berdasarkan roadmap yang disusun. Implementasi harus bersifat top
down approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan. Implementasi
hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna
mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi Good Corporate
Governance.
Internalisasi adalah tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upaya-upaya untuk memperkenalkan Good Corporate Governance di dalam seluruh proses
bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi (misalnya prosedur pengadaan, dan
lain-lain), sistem kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat
dipastikan bahwa penerapan Good Corporate Governance bukan sekadar dipermukaan atau
sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam
seluruh aktifitas perusahaan.
3) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan Good Corporate Governance telah
dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring
atas praktik Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan
yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa
perusahaan yang melakukan skoring. Evaluasi dalam bentuk assesment, audit atau scoring
a. menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta sistem operasional
pencapaiannya secara jelas,
b. mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi organ
perusahaan (chek and balance),
c. membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan
maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan,
d. membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan terhadap
peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup pengendalian risiko
perusahaan,
e. membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil (fair) dan
setara di antara para pemegang saham, dan
f. membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya
(Daniri 2005:114).
Adapun keuntungan yang diperoleh dari penerapan Good Corporate Governance adalah
sebagai berikut :
Pelaksanaan pemeriksaan
1. Pertemuan pendahuluan
Pelaksanaan pemeriksaan didahului dengan pertemuan pendahuluan antar Satgas
pengawas dengan pengawas koperasi.
Tujuan pelaksanaan pertemuan pendahuluan adalah :
a) Pemberitahuan pelaksanaan pemeriksaan kepada pengawas koperasi (SPI) meliputi
informasi tentang Satgas pengawas, waktu pelaksanaan pemeriksaan dan rencana
diskusi.
b) Penyampaian mekanisme komunikasi antara Satgas pengawas dan pihak koperasi
selama pelaksanaan pemeriksaan.
c) Presentasi oleh pihak koperasi mengenai perkembangan kondisi terakhir.
Pelaksanaan pemeriksaan
2. Evaluasi persiapan pemeriksaan
Pada awal pelaksanaan pemeriksaan ketua Satgas pengawas melakukan evaluasi kembali
persiapan pemeriksaan yang telah disusun , evaluasi ini dilakukan dengan tujuan :
a) Melakukan review terhadap fokus pemeriksaan yang telah disusun pada sebelumnya (
pada tahapan persiapan pemeriksaan )
b) Melakukan review kebutuhan dan alokasi sumber daya serta mengajukan usulan
perubahan apabila diperlukan adanya perubahan
c) Melakukan review terhadap pemeriksaan program yang akan digunakan.
Pelaksanaan pemeriksaan
3. Teknik-teknik pengujian
Pengujian terhadap aktivitas yang menjadi objek pemeriksaan dilakukan dengan teknik dan
pendektan sesuai dengan karakteristik informasi yang tersediam meliputi :
a) Prosedur analitis
Yaitu teknik pengujian yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu keadaan ke dalam
beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk dihubungkan
dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain.
b) Inpeksi
Yaitu teknik pemeriksaan dengan mempengaruhi panca indra dalam rangka
memperoleh pembuktian atas sesuatu keadaan atau masalah tertentu, misalnya
melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat barang jaminan.
c) Wawancara
Yaitu teknik pengujoan yang bertujuan untuk memperoleh pembuktian yang diperlukan
baik secara lisan atau tertulis dengan jalan mengajukan pertanyaan yang relevan.
d) Konfirmasi
Yaitu teknik pengujian untuk memperoleh informasi/penegasan dan sumber lain yang
V. Penutup
Pembahasan hasil pemeriksaan harus dilaksanakan pada setiap pelaksanaan
pemeriksaan sebagai sarana komunikasi formal mengenai kesimpulan atas temuan
pemeriksaan yang dituangkan dalam hasil pemeriksaan, dengan tujuan agar :
a) Tim pemeriksa dapat mengkomunikasikan permasalahan dan rekomendasi hasil
pemeriksaan kepada pengawas koperasi sebelum laporan hasil pemeriksaan
disampaikan
b) Perbedaan interprestasi yang mungkin terjadi dapat ditiadakan atau diminimalisir
c) Pihak koperasi yang diperiksa dan Satgas pengawas mendapatkan solusi terbaik dalam
menyelesaikan permasalahan pemeriksaan.
Sistem GCG yang baik dapat berpengaruh pada profitabilitas koperasi. Profitabilitas
merupakan indikator yang tepat digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan dari
organisasi bisnis koperasi. Return on assets digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan
koperasi. Dengan diterapkannya Good Corporate Governance maka kesehatan koperasi dapat
meningkat.
Abstrak
I. Pendahuluan
Budaya kerja pegawai pemerintah yang seharusnya lebih menekankan pada pelayanan
publik ternyata tidak memberikan kepuasan kepada masyarakat. Kondisi tersebut lebih
disebabkan secara cultural feodalistik birokrasi dari sistem nilai yang ada bahwa apartur
pemerintah sebagai pihak yang dihormati oleh masyarakat. Sistem nilai yang selama ini ada di
organisasi pemerintahan mengasumsikan bahwa birokrasi tidak memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Sikap aparatur yang tidak berani melakukan kritik kepada pimpinannya,
atau pola pemerintahan yang bersifat hierarkis-birokratis yang kaku dan tidak responsive
terhadap tuntutan perubahan.
Sentralisme sistem pemerintahan menyebabkan kurangnya perhatian terhadap
pelayanan publik dalam rangka pencapaian good governance dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Fenomena yang terjadi institusi pemerintah tidak mampu
mendengar, melihat serta memperhatikan aspirasi masyarakat, bahkan terkesan mengabaikan
Diagram 1 Paradigma
Komitmen Organisasi
Mowday, Portter dan Steers (1982) komitmen organisasi diidentifikasikan sebagai
derajat seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan
berkeinginan melanjutkan partisipasi aktif di dalamnya. Indikator komitmen organisasi
meliputi : a) kepercayaan yang kuat terhadap nilai serta tujuan organisasi. b) keinginan untuk
memberikan usaha terbaik terhadap organisasi. c) hasrat yang kuat untuk mempertahankan
keanggotaan (pekerjaan) dalam organisasi. Komitmen organisasi paling sering didefinisikan
sebagai sikap dan keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; keinginan
untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai
dan tujuan organisasi.
Ranty Sapitri (2016) mebedakan tiga bentuk komitmen organisasi meliputi : (1)
Komitmen Afektif, yaitu ; keterkaitan emosional karyawan, identifikasi dan keterlibatan dalam
organisasi. pegawai yang komitmen afektif tinggi akan terus menjadi anggota dalam
organisasi karena memiliki keinginannya sendiri. (2) Komitmen Kelanjutan, yaitu komitmen
individu yang didasarkan pada pertimbangan menetap pada suatu organisasi karena menjadi
suatu pemenuh kebutuhan. (3) Komitmen Normatif, yaitu keyakinan pegawai untuk tanggung
jawab dan loyal terhadap organisasi.
Luthan (2011:249) komitmen organisasi merupakan sikap karyawan yang
merefleksikan perhatian dan loyalitas terhadap organisasi untuk keberhasilan serta kemajuan
yang berkelanjutan. Sopiah ( 2008 : 155) mengutif pendapat Mathis dan Jackson bahwa
komitmen organisasi sebagai derajad dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-
tujuan organisasi dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja.
Greenberg dan Baron (2000:184) Commited employees are less willing to sacrifice for the
organization . Semakin besar komitmen karyawan pada organisasi, maka semakin kecil
kemungkinan untuk mengundurkan diri. Komitmen mendorong karyawan untuk tetap
mencintai pekerjaannya dan akan bangga ketika dia sedang berada di sana.
Karyawan yang memiliki komitmen menunjukkan kesadaran tinggi untuk berkorban
yang diperlukan untuk kelangsungan hidup instansi.
Kinerja Pegawai
Pasolong (2010:176) kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya. Sugiono (2009:12) kinerja pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu ; a) Kualitas Pekerjaan (Quality of Work) Merupakan tingkat baik atau buruknya sesuatu
pekerjaan yang diterima bagi seorang pegawai yang dapat dilihat dari segi ketelitian dan
kerapihan kerja, keterampilan dan kecakapan. b) Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work)
Merupakan seberapa besarnya beban kerja atau sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan
oleh seorang pegawai. Diukur dari kemampuan secara kuantitatif didalam mencapai target
atau hasil kerja atas pekerjaan-pekerjaan baru. c) Pengetahuan Pekerjaan (Job Knowledge)
Merupakan proses penempatan seorang pegawai yang sesuai dengan background pendidikan
atau keahlian dalam suatu pekerjaan. Hal ini ditinjau dari kemampuan pegawai dalam
memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas yang mereka lakukan. d) Kerjasama Tim
(Teamwork) Melihat bagaimana seorang pegawai bekerja dengan orang lain dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Kerjasama tidak hanya sebatas secara vertikal ataupun kerjasama antar pegawai, tetapi
kerjasama secara horizontal merupakan faktor penting dalam suatu kehidupan organisasi
yaitu dimana antar pimpinan organisasi dengan para pegawainya terjalin suatu hubungan yang
kondusif dan timbal balik yang saling menguntungkan. e) Kreatifitas (Creativity) Merupakan
kemampuan seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan cara atau inisiatif
sendiri yang dianggap mampu secara efektif dan efisien serta mampu menciptakan perubahan-
perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan organisasi. f) Inovasi (Inovation) Kemampuan
menciptakan perubahan-perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan organisasi.Hal ini
ditinjau dari ide-ide cemerlang dalam mengatasi permasalahan organisasi. g) Inisiatif
(initiative) Melingkupi beberapa aspek seperti kemampuan untuk mengambil langkah yang
tepat dalam menghadapi kesulitan, kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan tanpa
bantuan, kemampuan untuk mengambil tahapan pertama dalam kegiatan. Pendapat lain
dikemukakan oleh Mahmudi (2005:21), yaitu : a) Faktor personal (Individu), meliputi :
Pengetahuan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap
individu. b) Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,
arahan, dan dukungan yang diberikan pimpinan atau team leader. c) Faktor team, meliputi :
kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan satu tim, kepercayaan terhadap
sesama anggota tim, keserataan dan kekompakan anggota tim. d) Faktor sistem, meliputi :
sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi dan
kultur kerja dalam organisasi.
Fadel (2009:195) mengemukakan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur
kinerja pegawai yaitu :
a) Pemahaman atas tupoksi Dalam menjalankan tupoksi, bawahan harus terlebih dahulu
paham tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing serta mengerjakan tugas sesuai
dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya.
Menurut T.R. Michel dalam Rizky (2001:15) indikator kinerja meliputi : a) Kualitas
pelayanan (Quality of work), b) Komunikasi (Communication), yaitu kemampuan pegawai
dalam berkomunikasi dengan baik kepada konsumen. c) Kecepatan (Promptness), yaitu
kecepatan bekerja yang diukur oleh tingkat waktu, d) Kemampuan (Capability), yaitu
kemampuan dalam melakukan pekerjaan semaksimal mungkin. e) Inisiatif (Intiative), yaitu
setiap pegawai mampu menyelesaikan masalah pekerjaannya sendiri.
Dimensi penilaian kinerja menurut Gomes (2003), Sapitri (2016) mencakup tujuh
dimensi penilaian kinerja karyawan yaitu: (1) Kuantitas (Quantity of Work), adalah jumlah
hasil kerja dalam suatu periode waktu yang ditentukan. (2) Kualitas (Quality of Work), adalah
kualitas hasil kerja yang dicapai berdasarkan kesesuaian dengan standar. (3) Pengetahuan
kerja (Job knowledge), adalah luasnya pengetahuan dan keterampilan untuk mendukung
menyelesaikan pekerjaan.
Peraturan Bupati Karawang Nomor 68 tahun 2008 kinerja pegawai dinas paariwisata
dan kebudayaan diukur berdasarkan tugas pokok dan fungsi secara kuantitas maupun kulitas
kerja meliputi; Pelakasanaan program pemerintah bidang priwisata kebudayaan; bimbingan
penyuluhan pelestarian nilai seni dan budaya lokal, Mengembangkan potensi Objek dan Daya
Tarik Wisata, Pelestarian nilai-nilai seni dan budaya lokal, pengawasan dan pengendalian
pengelolaan, Mendayagunakan teknologi komunikasi untuk pengelolaan kebudayaan dan
kinerja secara kualitas meliputi : kerjasama dalam promosi bidang kebudayaan dan
kepariwisataan, Penyelenggaraan festival seni dan budaya, Penyebarluasan informasi sejarah
budaya dan local, melakukan evaluasi terhadap organisasi pengelola kebudayaan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS.
Didasarkan atas Indikator : a) Kesetiaan terhadap organisasinya, b) Prestasi kerja, yaitu
memenuhi hasil kerja dan mencapi target pekerjaan yang diberikan kepadanya. c)
Tanggungjawab, yaitu kesanggupan dalam melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan
tepat waktu, serta berani menanggung resiko . d) Ketaatan terhadap segala peraturan
perundang-undangan. e) Kejujuran, yaitu ketulusan hati pegawai dalam melaksanakan dan
kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diembannya. f) Kerjasama, yaitu
kemampuan pegawai untuk bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan tugasnya. g)
Prakarsa, yaitu kemampuan pegawai untuk mengambil langkahlangkah yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari pimpinan. h) Kepemimpinan
dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas. Indikator kinerja pegawai yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi; perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pembinaan,
promosi, pelestariaan budaya pada dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang.
B. Unit Analisais
Unit analisis atau subjek dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil di Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Karawang.
C. Teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah total sampel yaitu semua pegawai negeri sipil Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Karawang sebanyak 48 orang.
F. Uji hipotesis
Adapun teknik analisis untuk uji hipotesis digunakan analisis regresi linear berganda
bertujuan untuk melihat pengaruh antara budaya kerja dan komitmen orgnisasi secara
simultan dengan kinerja pegawai dengan rumus sebagai berikut : Y’ = a + b1X1+ b2X2,
Keterangan:
Y’ = Variabel Kinerja PNS
X1 = variable Budaya Kerja
X2 = Variabel Komitmen Organisasi
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2 = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan atau penurunan)
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas Variabel Kinerja Pegawai
Uji normalitas variabel kinerja pegawai menggunakan Uji liliefors untuk melihat apakah
sampel berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil Perhitungan disajikan dalam tabel 1
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kinerja pegawai ,142 48 ,017 ,880 48 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber : Hasil Analisis data (2017)
Berdasarkan uji liliefors, variable kinerja pegawai dengan menggunakan rumus Kolmogrov-
Smirnov, dan Shapiro-Wilk, diroleh korelasi signifikansi 0,00 , lebih kecil dari 0,05. Oleh sebab
itu dapat disimpulkan data variable kinerja pegawai berdistribusi normal.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
budaya kerja ,207 48 ,000 ,860 48 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber : Hasil Analisis data (2017)
Berdasarkan uji liliefors, variable budaya kerja dengan menggunakan rumus Kolmogrov-
Smirnov, dan Shapiro-Wilk, diroleh korelasi signifikansi 0,000 , lebih kecil dari 0,05. Oleh
sebab itu dapat disimpulkan data variable budaya kerja berdistribusi normal.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Berdasarkan uji liliefors diperoleh variable Komitmen Organisasi dengan menggunakan rumus
Kolmogrov-Smirnov dan Shapiro-Wilk diroleh korelasi signifikansi 0,001 , lebih kecil dari 0,05.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan data variable Komitmen Organisasi berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang
linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis
korelasi atau regresi linear dengan menggunakan Test for Linearity
Uji linearitas variable kinerja pegawai atas variabel budaya kerja dapat diihat pada table 4.
dibawah ini:
Tabel 4
Uji linearitas Variable Kinerja Pegawai atas Budaya Kerja
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
kinerja pegawai * Between Groups (Combined) 4055,810 13 311,985 196,956 ,000
budaya kerja
Linearity 2425,00
3841,286 1 3841,286 ,000
3
Deviation
from
214,524 12 17,877 11,286 ,000
Linearity
Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,00, Dapat
disimpulkan bahwa antara variabel kinerja pegawai dan budaya kerja terdapat hubungan
yang linear.
Uji linearitas variable Knerja Pegawai atas Komitmen Organisasi dapat dilihat pada table 5.
dibawah ini
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
kinerja pegawai Between Groups (Combined) 3944,333 14 281,738 56,234 ,000
* komitmen Linearity 601,27
organisasi 3012,455 1 3012,455 ,000
6
Deviation
from 931,878 13 71,683 14,308 ,000
Linearity
Within Groups 165,333 33 5,010
Total 4109,667 47
Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,00. Dapat
disimpulkan bahwa antara variabel Kinerjja Pegawai , dan Komitmen Organisasi terdapat
hubungan yang linear.
3. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan
asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk
semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi
adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Pengujian data variabel Kinerja Pegawai,
Budaya Kerja, dan Komitmen Organisasi untuk mengetahui adanya ketidaksamaan varian dari
residual pada model regresi digunakan Uji Park, Uji Glesjer. Hasil pengujian dapat dilihat pada
tabel 6. dibawah ini.
Tabel 6
Uji heteroskedastisitas
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4,202 ,674 6,238 ,000
budaya kerja -,028 ,021 -,280 1,326 ,191
komitmen organisasi -,045 ,030 -,315 1,494 ,142
a. Dependent Variable: RES2
Sumber : Hasil Analisis data (2017)
Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel independen Budaya kerja
0,191 > 0.05 dan Komitmen Organisasi 0,142 > 0.05. dari hasil perhitungan di atas dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.
Tabel 7.
Regresi Berganda variabel Budaya Kerja (X1), variable Komitmen Organisasi(X2)
dengan variabel Kinerja Pegawai (Y)
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 11,901 1,341 8,877 ,000
budaya kerja ,573 ,041 ,798 13,862 ,000
komitmen organisasi ,215 ,060 ,208 3,606 ,001
a. Dependent Variable: kinerja pegawai
Sumber : hasil analisis data (2017)
Model Summaryb
Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
1 ,944a ,929 ,947 2,15101
a. Predictors: (Constant), komitmen organisasi, budaya kerja
b. Dependent Variable: kinerja pegawai
Sumber : Hasil Analisis data (2017)
Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka R2 =0,944. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi hubungan yang sangat kuat antara Budaya Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap
Kinerja Pegawai dalam pelayanan. Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka R2 (R Square)
sebesar 0,929 atau (92,9%). Hal ini menunjukkan bahwa prosentase sumbangan pengaruh
variabel Budaya Kerja dan Komitmen organisasi terhadap variabel Kinerja Pegawai sebesar
92,9%. Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (Budaya Kerja dan
Komitmen Organisasi) mampu menjelaskan sebesar 92,9%% variasi Kinerja Pegawai.
Sedangkan sisanya sebesar 7,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model penelitian ini.
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3901,480 2 1950,730 421,613 ,000b
Residual 208,207 45 4,627
Total 4109,667 47
a. Dependent Variable: kinerja pegawai
a. Predictors: (Constant), komitmen organisasi, budaya kerja
Sumber : Hasil Analisis data (2017)
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
mengemukakan saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada pimpinan dan pegawai pariwisata dan kebudayaan agar terus
memelihara budaya kerja pelayanan publik dengan menggunakan prinsip : efisien,
kemudahan, kejelasan, kepastian hukum, keamanan, keterbukaan, dan keadilan.
Peminpin organisasi hendaknya mengevaluasi budaya kerja di lingkungan
organisasinya agar sesuai dengan kebutuhan untuk tercapainya tujuan organisasi
dengan memperhatikan perubahan lingkungan secara internal maupun eksternal.
2. Diharapkan kepada pimpinan dan seluruh pegawai dinas pariwisata dan kebudayaan
kabupaten karawang agar terus memelihara komitmen organisasi untuk meningkatkan
kinerja pelayanan publik dengan memelihara loyalitas pegawai, dan tanggungjawab,
sebagai aparatur pemerintah.
3. Diharapkan kepada pimpinan dan pegawai pariwisata dan kebudayaan
mempertahankan kinerja pegawai agar tujuan dan visi misi organisasi dapat tercapai.
Untuk mempertahankan kinerja yang baik pimpinan organisasi hendaknya
memberikan pembinaan yang berkesinambungan melalui komunikasi, kompensasi
atau motivasi, penghargaan (reward), pendidikan pelatihan dan pengembangan karir
kepada pegawai yang berprestasi.
Daftar Pustaka
Aldri Frinaldi dan Dede Pradana Putra. (2014). Hubungan Kualitas Pelayanan Publik Di Bidang
Kesehatan Dengan Kepuasan Masyarakat (Studi Kasus Rumah Sakit Swasta X di kota
Padang, Sumatera Barat). Prosiding Seminar Nasional “ Tantangan Pemerintahan Baru“.
Universitas Negeri Padang.
Aldri Frinaldi dan Muhammad Ali Embi. (2011). Pengaruh Budaya Kerja Etnik erhadap Budaya
Kerja Keberanian dan Kearifan PNS dalam Pelayanan Publik yang Prima (Studi Pada
Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat). Prosiding Simposium Nasional Otonomi Daerah
2011. LAB-ANE Fisip Untirta; 62-68.
http://ejurnal.fisipuntirta.ac.id/index.php/eJLAN/article/vie w/10/11
Aldri Frinaldi, Muhammad Ali Embi, dan Norapiah A. Rahman. (2011). Hubungan Budaya Kerja
Pegawai Negeri Sipil Pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang Terhadap Kualitas
Abstrak
Tujuan_Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
kepemimpinan, employee engagement, kinerja karyawan di Era Digital. Serta
untuk mengetahui dan menganlisis pengaruh kepemimpinan terhadap employee
engagement serta dampaknya terhadap kinerja karyawan di Era Digital.
Desain/Metode_Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan penelitian kuntitatif dan kualitatif (mixed methods) sehingga dapat
diperoleh hasil penelitian dengan lebih mendalam tentang pengaruh
kepemimpinan terhadap employee engagement serta dampaknya terhadap kinerja
karyawan di Era Digital. Teknik survey digunakan dalam penelitian ini terhadap
karyawan berstatus tetap di salah satu BUMN yang bergerak di bidang
telekomunikasi. Dan analisis jalur digunakan untuk menganalisis hubungan antar
variable.
Temuan_Penelitian ini menghasilkan temuan yaitu adanya pengaruh
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan melalui employee engagement, serta
hal-hal yang mampu meningkatkan kualitas kepemimpinan, employee
engagement, dan kinerja karyawan di Era Digital.
Implikasi_Hasil penelitian ini memberikan implikasi berupa penguatan teori yang
mampu menjelaskan kepemimpinan, employee engagement, dan kinerja karyawan.
Serta memberikan implikasi praktis berupa upaya-upaya yang perlu dilakukan
organisasi/perusahaan guna meningkatkan kualitas kepemimpinan, employee
engagement, dan kinerja karyawan di Era Digital.
Orisinalitas_Penelitian ini ditunjukan oleh hadirnya employee engagement
sebagai variabel intervening antara kepemimpinan (variabel bebas) dan kinerja
karyawan (variabel terikat) di Era Digital.
Tipe Penelitian_Penelitian Empiris.
I. Pendahuluan
Dunia saat ini mengalami pergerakan kondisi budaya, sosial, dan ekonomi yang
disebabkan oleh pengaruh dominan dari teknologi digital. Teknologi digital merubah teknologi
mekanik dan analog menjadi teknologi digital sejak tahun 1980an dan berlanjut hingga saat
ini. Dominasi dari teknologi digital ini mengharuskan kita semua hidup dalam Era Digital. Era
Digital ini mengubah cara pandang dalam menjalani kehidupan, teknologi yang membuat
pergerakan besar di seluruh dunia mulai dari mempermudah segala urusan sampai dengan
memunculkan masalah akibat tidak mampu menggunakan berbagai teknologi digital.
Perusahaan pun mengalami hal ini, berdiri diatas ranah bisnis yang terus bergerak di
Pada tahun 2010 skor SKI <70 mencapai 262 karyawan atau 39% dari jumlah karyawan, hal
ini menujukan kinerja karyawan rendah. karyawan. Hal ini menujukan bahwa divisi belum
efektif dalam mencapai tujuannya.
Berdasarkan data hasil survey employee engagement dari Divisi Human Capital Management
menujukan bahwa secara rata-rata karyawan sudah berada dalam level engage.
Employee Satisfaction Assesment yang dilakukan Divisi Human capital Management
menunjukan, hasil survey bahwa kepuasan karyawan terhadap pemimpinnya (supervisor,
leader, dan senior leader) memperoleh skor 3,59; 3,50; dan 3,47 atau berada pada level
average, sehingga perlu ditingkatkan lagi.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka penyusun tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Kepemimpinan terhadap Employee
Engagement serta dampaknya terhadap Kinerja Karyawan di Era Digital”, dengan studi kasus
pada salah satu BUMN yang bergerak dibidang telekomunikasi.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal berikut:
1) Kepemimpinan, employee engagement dan kinerja karyawan di Era Digital pada salah satu
BUMN yang bergerak di bidang telkomunikasi.
2) Pengaruh kepemimpinan terhadap employee engagement serta dampaknya terhadap
kinerja karyawan di Era Digital pada salah satu BUMN yang bergerak di bidang
telkomunikasi.
Employee Engagement
Karyawan diharapkan mempunyai sesuatu keterlibatan, komitmen, keinginan
berkontribusi, dan rasa memiliki terhadap pekerjaan dan organisasi atau perusahaan lebih
dari sekedar kepuasan kerja saja. Oleh karena itu keterlibatan karyawan atau dikenal dengan
istilah employee engagement. Maha Ahmed Zaki Dajani (2015: 138-147) dalam artikelnya
mengemukakan, ”Employee engagement is a positive attitude held by the employees towards the
organization and its working culture.” Employee engagement adalah sikap positif yang
ditunjukan oleh karyawan untuk terwujudnya budaya organisasi dan bekerja.
Tim Rutledge (2009,13-14) dalam bukunya Getting Engaged: The New Workplace
Loyality, menjelaskan bahwa engaged employee yang sebenarnya tertarik dan terisnpirasi oleh
pekerjaan mereka (“I want to do this”), berkomitmen (“I’m dedicated to the success of what I am
doing”), dan terpesona akan pekerjaan mereka (“I love what I’m doing”). Engaged employee
peduli akan masa depan perusahaan dan bersedia untuk memberikan segala usahanya.
Wellins, Richard S., Bernthal Paul, & Phelps Mark dalam Swetha, G. Kumar, D., Pradeep.
2010 (2010:60-68) mengemukakan, “Employee engagement is the state in which individuals are
emotionally and intellectually committed to the organization as measured by three primary
behaviors: Say, Stay, and Strive”. Keterlibatan karyawan menunjukan individu secara emosional
dan intelektual berkomitmen untuk organisasi yang diukur olehtiga perilaku utama : berkata,
tinggal, dan berusaha.
Bennett & Bell (2004:100), mengungkapkan hal yang sama, mereka mengamati tiga
kunci perilaku karyawan yang menunjukan tingkat keterlibatan karyawan yang tinggi, yaitu:
a. Tinggal (stay), karyawan memiliki keinginan yang kuat untuk tinggal menjadi bagian
organisasi atau perusahaan dan berkomitmen terhadap organisasi atau perusahaan.
b. Berkata (say), karyawan berbicara secara positif mengenai organisasi,baik kepada bagian
internal maupun eksternal organisasi atau perusahaan.
c. Berusaha (strive), berbagai usaha dilakukan karyawan untuk menghasilkan ouput
organisasi atau perusahaan baik dalam bentuk barang maupun jasa baik untuk internal
(rekan dan kelompok kerja) maupun eksternal (pelanggan dan pemasok) organisasi atau
Kinerja Karyawan
Keberhasilan perusahaan ditujukan oleh kinerja perusahaan yang mampu mencapai
atau melampaui target yang telah ditentukan sebelumnya dapat diwujudkan melalui
tercapainya kinerja karyawan yang juga mampu mencapai atau melampaui target yang telah
ditentukan sebelumnya.
Sedarmayanti (2011:26) mengungkapkan bahwa, “Kinerja merupakan terjemahan dari
performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu
organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan buktinya
secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan denganstandar yang telah ditentukan).”
Robbins (2013:26) mengemukakan, “Task performance is one of the primary individual-
level outcomes in organizational behavior. Task performance is measured by the number and
quality of the work they produce. Their level of task performance is related to the duties of their
job and how effectively and efficiently they perform them.” Kinerja adalah salah satu tugas yang
sekaligus berfungsi sebagai hasil pada level individu dalam perilaku organisasi. Kinerja
karyawan tidak diukur oleh jumlah dan mutu pekerjaan yang karyawan hasilkan, melainkan
yang terpenting adalah seberapa efektif dan efisien karyawan melakukannya.
Luthans (2005:165) mengemukakan bahwa berdasarkan pendekatan perilaku dalam
manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang
diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan.
Kinerja karyawan perlu diukur untuk mengetahui apakah sesuai dengan standar yang
telah ditentukan. Robbins (2007:260) mengungkapkan ada 6 (enam) indikator dalam kinerja
karyawan, yaitu:
a. Kualitas (quality), kulitas pekerjaan diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas dan
kesempurnaan pekerjaanya atas keterampilan dan kemampuannya yang dimilikinya.
b. Kuantitas (quanity), kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dan dinyatakan dalam
jumlah unit atau siklus aktivitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan waktu, merupakan aktifitas yang diselesaikan pada awal waktu yang
ditentukan, dipantau dari sudut koordinasi dengan hasil serta mengoptimalkan waktu
yang tersedia untuk aktifitas yang lain.
d. Efektifitas (effectivity), merupakan tingkat penggunaan sumber daya perusahaan baik
SDM, uang, teknologi, maupun bahan baku yang dimasimalkan dengan tujuan
meningkatkan hasil dari setiap unit penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian, merupakan tingkat kemampuan seorang karyawan dalam menjalankan
fungsi, komitmen, dan tanggungjawabnya kepada perusahaan.
N 175
n 64
N .d 1 175.0,12 1
2
Untuk memperoleh data yang relevan, dapat dipercaya, dan valid, penelitian ini terdiri
dari dua jenis data berdasarkan sumbernya, data yang digunakan yaitu :
a. Data primer, diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak manajemen Divisi
HCM dan karyawan tetap di Direktorat Operasional pada salah satu BUMN yang bergerak
di bidang telekomunikasi.
b. Data sekunder, diperoleh dari studi literatur (text book, artikel, tesis, disertasi, dan jurnal
internasional) dan data tertulis dari Divisi HCM.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah desktiptif untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul yang berasal dari
jawaban responden atas item-item dalam kuisioner. Serta analisis statistik inferensia untuk
menunjukan hubungan antara variabel kepemimpinan (X), employee engagement (Y), dan
kinerja karyawan (Z).
Berdasarkan paradigma penelitian dan hipotesis penelitian maka uji hipotesis secara
simultan dapat dirumuskan:
Ho:PZX = PZY= 0
Hipotesis 1:
Ho:Tidak terdapat pengaruh kepemimpinan secara parsial terhadap employee engagement.
Ha: terdapat pengaruh kepemimpinan secara parsial terhadap employee engagement.
Hipotesis 2:
Ho:Tidak terdapat pengaruh employee engagement t secara parsial terhadap kinerja karyawan.
Ha:Terdapat pengaruh employee engagement t secara parsial terhadap kinerja
karyawan.Hipotesis 3:
Berdasarkan tabel diatas maka Kepemimpinan memiliki persentase 75,41% termasuk dalam
kriteria kualitas baik, Employee Engagement memiliki persentase 76,76% termasuk dalam
kriteria kualitas baik, dan Kinerja Karyawan memiliki persentase 73,33% termasuk dalam
kriteria kualitas sedang.
Model Summary
Mod R Adjusted R Std. Error of the
el R Square Square Estimate
1 ,557 a ,311 ,300 3,90483
a. Predictors: (Constant), KEPEMIMPINAN
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 11,778 2,833 4,158 ,000
KEPEMIMPI ,307 ,056 ,557 5,453 ,000
NAN
a. Dependent Variable: EMPLOYEE ENGAGEMENT
e1
0,557
X Y
Tabel diatas menujukan nilai koefisien korelasi (R) adalah 0,557, hal ini memiliki makna bahwa
hubungan antara Kepemimpinan (X) dan Employee Engagement (Y) berada di kategori cukup
kuat sesuai kategorisasi Lind. Koefisien determinasi atau R Square adalah 0,311 yang berarti
bahwa 31,1% Empoyee Engagement (Y) dapat dijelaskan oleh Kepemimpinan (X), sedangkan
sisanya 68,9% dijelaskan oleh variabel lain.
Model Summary
Mod R Adjusted
el R Square R Square Std. Error of the Estimate
1 ,648a ,420 ,402 6,31355
a. Predictors: (Constant), EMPLOYEE ENGAGEMENT, KEPEMIMPINAN
Coefficientsa
Standardi
zed
Coefficien
ts
Model Beta T Sig.
1 (Constant) 4,227 ,000
KEPEMIMPINAN ,461 4,051 ,000
EMPLOYEE ,266 2,337 ,023
ENGAGEMENT
e1 e2
0,557 0,266
X Y Z
0,461
Tabel diatas menujukan nilai koefisien korelasi (R) adalah 0,648, hal ini memiliki
makna bahwa hubungan antara Kepemimpinan (X) dan Employee Engagement (Y) secara
simulan trehadap Kinerja Karyawan (Z) berada di kategori kuat sesuai kategorisasi Lind.
Koefisien determinasi atau R Square adalah 0,420 yang berarti bahwa 42% Kinerja Karyawan
(Z) dapat dijelaskan oleh dan Kepemimpinan (X) dan Empoyee Engagement (Y) secara
simultan, sedangkan sisanya 68,9% dijelaskan oleh variabel lain.
Diagram jalur model 2 diatas menunjukan pengaruh langsung Kepemimpinan (X)
terhadap Kinerja Karyawan sebesar 0,461 atau 46,1% Pengaruh tidak langsung
Kepemimpinan (X) terhadap Kinerja Karyawan sebesar 0,55 x 0,266 = 0,148 atau 14,8&.
Sedangkan pengaruh total Kepemimpinan (X) dan Empoyee Engagement (Y) terhadap Kinerja
Karyawan (Z) sebesar 0,461 + 0,148 = 0,609 atau 60,9%.
V. Penutup
Penelitian ini memberikan suatu kesimpulan berdasarkan hasil pengumpulan,
pengolahan data, dan analisisnya, yaitu:
1. Kepemimpinan memiliki persentase 75,41% termasuk dalam kriteria kualitas baik,
Employee Engagement memiliki persentase 76,76% termasuk dalam kriteria kualitas
baik, dan Kinerja Karyawan memiliki persentase 73,33% termasuk dalam kriteria
kualitas sedang.
1. Perusahaan perlu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia nya khususnya para
peimpinnya melalui pelatihan soft skill kepemimpinan sehingga kepemimpinan yang
efektif dapat terwujud.
2. Kepemimpinan yang efektif ini juga diperlukan untuk mendorong employee engagement
sehingga karyawan mau dan mampu berkata mencurahkanpendapat dan idenya,
bertahan dan berbagai kondisi kerja, dan berusaha dalam menghasilkan kinerja pribadi
yang maksimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dan perusahaan mampu
bersaing di Era Digital ini.
Daftar Pustaka
1 6 9 3 4 4 7 4