Anda di halaman 1dari 4

Curah Hujan

Curah hujan dapat diartikan sebagai ketinggian air yang tekumpul dalam tempat yang datar,
dengan asumsi tidak meresap, tidak mengalir dan tidak menguap ke atmosfer (Tjasyono 2004).
Tinggi curah hujan diasumsikan sama pada luasan yang tercakup oleh sebuah penakar hujan
tergantung pada homogenitas pada daerahnya. Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air
hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Curah
hujan diukur dalam satuan milimeter (mm). Alat yang dipakai untuk mengukur curah hujan adalah
tabung gelas ukur (raingauge) atau perekam (Automatic Rain Recorder atau Pluviometer).
Raingauge menghasilkan data disket, sedangkan pluviometer akan menghasilkan data yang
berkesinambungan (pluviogratif). Pengukuran curah hujan dilakukan melalui alat yang disebut
penakar curah hujan dan diukur setiap jam 7 pagi waktu setempat. Curah hujan mempunyai
variabilitas yang besar dalam ruang dan waktu. Dalam skala ruang, variabilitasnya sangat
dipengaruhi oleh letak geografis, topografi, arah angin dan letak lintang. Dalam skala waktu
keragaman curah hujan dibagi atas tipe harian, bulanan dan tahunan. Variasi curah hujan harian
lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, variasi bulanan dipengaruhi oleh angin moonson, aktivitas
koneksi, arah aliran udara di permukaan serta variasi sebaran daratan dan lautan. Variasi curah
hujan tahunan dipengaruhi oleh perilaku kondisi atmosfer lautan global, siklon tropis dan lain-lain
(Prasetyo 2011).
Analisis klaster dibagi menjadi dua metode yaitu metode hirarki dan metode nonhirarki. Dalam metode
hirarki jumlah kelompok yang akan diperoleh belum diketahui, sedangkan dalam metode nonhirarki
diasumsikan ada k kelompok terlebih dahulu. Metode hirarki dibagi menjadi dua, yaitu metode
agglomerative (pemusatan) dan metode divisive (penyebaran). Metode-metode yang termasuk dalam
metode agglomerative adalah Single Linkage Method, Complete Linkage Method, Average Linkage
Method, Ward’s Method, Centroid Method dan Median Method(Everitt, 1974:17).

Analisis cluster
Analisis cluster adalah suatu teknik mengelompokkan variabel menjadi kelompok atau cluster-
cluster berdasrkan kesamaan karakteristik variabel tersebut (Sharma, 1996). Hasil dari analisis
cluster adalah ditemukannya kelompok-kelompok dengan kemiripan (homogenitas) yang tinggi di
dalam cluster-nya dan mempunyai ketidakmiripan (heterogenitas) yang tinggi antar cluster.
Analisis cluster digunakan untuk mengelompokkan objek ke dalam beberapa kelompok yang
memiliki karakteristik yang sama dalam lingkup klimatologi (Mimmack, 2000). Analisis cluster
juga digunakan oleh Haryoko (2009) untuk mengelompokkan pos pengamatan hujan (stasiun)
yang mempunyai kesamaan pola curah hujan dasrian (10 harian) ke dalam sub-sub kelompok.
Analisis cluster juga digunakan bersama dengan analisis komponen utama digunakan oleh
Degaetano (1996), untuk mengelompokkan grid yang memiliki iklim yang sama.
Single Linkage
Single linkage clustering mendefinisikan bahwa jarak antar kelompok merupakan jarak terdekat
dari anggota kelompok pertama dengan anggota kelompok lainnya. (Hair, Anderson, Tatham, &
Black 1998).
Pautan Lengkap (Complete Lingkage)
Metode pautan lengkap (complete linkage) didasarkan pada jarak maksimum. Menurut Simamora
(2005:216), jarak antara satu cluster dan cluster lain diukur berdasarkan obyek yang mempunyai jarak
terjauh. Pada awal perhitungan, terlebih dahulu mencari nilai minimum dalam D = {dij} dan
menggabungkan obyek-obyek yang bersesuaian, misalnya U dan V, untuk mendapatkan cluster (UV). Pada
langkah (c) dari algoritma yang dijelaskan sebelumnya, jarak antara (UV) dan cluster lain W, dihitung
dengan cara :
d(UV)W= max {dUW,dVW) (2.8)
Disini dUW dan dVW merupakan jarak paling jauh antara anggota cluster-cluster U dan W dan juga cluster-
cluster V dan W (Johnson dan Wichern,1996:590).
Contoh : Misalkan diberikan matriks data sebagai berikut :

0 4 6 9 5 1
4 0 3 5 2 2

D = d(uv) = 6 3 0 10 7 3
 
9 5 8 0 9 4
5 2 7 9 0 5

Pada matriks D di atas jarak minimum ditunjukkan oleh d(UV) = d(25) = 2, dalam hal ini terbentuk cluster
(2,5), maka dapat dihitung sebagai berikut :
d(2,5) (1) = maks {d21,d51} = maks {4,5} = 5
d(2,5) (3) = maks {d23,d53} = maks {3,7} = 7
d(2,5) (4) = maks {d24,d54} = maks {5,9} = 9
diperoleh matriks jarak baru

(2,5) 0 5 7 9
1 5 0 3 5 
D1 =
3 7 3 0 10
 
4 9 5 10 0 
Pada matriks D di atas jarak minimum ditunjukkan oleh d(UV)   = d(25) = 2, dalam hal ini terbentuk cluster
(2,5), maka dapat dihitung sebagai berikut:
d(2,5) (1) = maks {d21,d51} = maks {4,5} = 5
d(2,5) (3) = maks {d23,d53} = maks {3,7} = 7
d(2,5) (4) = maks {d24,d54} = maks {5,9} = 9
Diperoleh matriks jarak baru

(2,5) 0 5 7 9
1 5 0 3 5 
D1 =
3 7 3 0 10
 
4 9 5 10 0 

Dalam matriks D2 , obyek yang paling mirip adalah d(3,1)(2,5) = 7, yang mana akhirnya semua elemen
tergabung dengan nilai dihitung sebagai berikut
d(2,5)(3,1) (4) = maks {d(2,5)(4),d(3,1)(4)} = maks {9, 10} = 10
Objek 4 merupakan kombinasi dari cluster (2,5) dan (3,1) untuk bentuk cluster
tunggal (1,2,3,4,5).

Average Linkage
Average Linkage menghitung jarak antara dua cluster yang disebut sebagai jarak rata-rata dimana jarak
tersebut dihitung pada masing-masing cluster.

∑𝑖 ∑𝑘 𝑑𝑖𝑘
𝑑(𝑢𝑣)𝑤 =
𝑁𝑢𝑣 𝑁𝑤

Dengan 𝑑𝑖𝑘 (Johnson dan Wichern,1996:594) merupakan jarak antara obyek i dalam cluster (UV) dan
obyek k dalam cluster W. Sedangkan 𝑁𝑢𝑣 dan 𝑁𝑤 berturut-turut merupakan jumlah obyek dalam cluster
(UV) dan (W).

Metode Non-Hirarki
Pada metode non-hierarki, banyaknya cluster yang ingin dibentuk harus ditentukan terlebih dahulu.
Metode non-hierarki sering disebut K-Means clustering. Pusat cluster yang dipilih pada metode ini
merupakan pusat sementara dengan terus memperbaharui pusat cluster sampai ktiteria pemberhentian
tercapai.
Metode K-Means merupakan metode non-hierarki yang bersifat tanpa arahan, hal ini dikarenakan data
yang dianalisis tidak mempunyai label kelas, yang berarti dalam proses pengelompokannya tidak
mempunyai anggota cluster yang pasti. Obyek yang sudah masuk ke dalam cluster tertentu masih bisa
berpindah ke cluster yang lain. MacQueen berpendapat (Johnson dan Wichern, 1996:597) bahwa
istilah K-Means untuk mendiskripsikan bahwa algoritma K-Means menandai setiap obyek masuk ke
dalam cluster yang mempunyai pusat cluster (rata-rata) terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

Degaetano, A. T., 1996. Delineation of Mesoscale Climate Zones in The Northeastern United
States using a Novel Approach to Cluster Analysis, Journal of Climate, 9.
Everitt, B. (1974). Cluster Analysis. Social Science Research Council.
Haryoko, U., 2009. Pewilayahan Hujan untuk Menentukan Pola Hujan (contoh kasus Kabupaten
Indramayu), http://www. staklimpondokbetung.net/publikasi/didownload Juli 2009.
Johnson, Richard.A. & Wichern, Dean.W. (1996). Applied Multivariate Stastistical Analysis. 3th.
New Delhi: Prentice-Hall.
Mimmack, G. M.; Mason, S. J. and Galphin, J. S., 2000. Choice of Distance Matrices in Cluster
Analysis: Defining Regions, Journal of Climate, 14.
Prasetyo R. 2011. Analisis Curah hujan Akibat Siklon Tropis Nangka. Parma dan Nida di Sulawesi
Sharma, S., 1996. Applied Multivariate Techniques, A Wiley-Interscience Publication, United
States.
Tjasyono BKH. 2004. Meteorologi Terapan. ITB Bandung.

Anda mungkin juga menyukai