Tahun 2008 Nigeria menempati peringkat ke-10 dunia sebagai negara pemilik minyak bumi
dan urutan ke-6 daftar eksportir minyak mentah yang tergabung dalam OPEC. Pada tahun 2010
produksi minyak mentah Nigeria mencapai 4 juta barel per harinya dengan cadangan gas
sebesar 300-600 TCF sehingga mengantarkan Nigeria sebagai negara yang memiliki cadangan
gas terbesar ke-7 di dunia.[1]
Permintaan minyak dunia per quarter 3 tahun 2011 mencapai angka 88,3 juta barel per
harinya dengan supply yang hanya 87,5 juta barel per harinya. Artinya, dunia masih
membutuhkan suntukan 0,8 juta barel minyak mentah per harinya.[2] Jika diakumulasikan
dalam satu bulan, kebutuhan minyak yang belum tercukupi mencapai 24 juta barel atau sekita
212 juta barel per harinya. Oleh karenanya setiap negara, terutama yang tergabung dalam
OPEC dituntut untuk memproduksi minyak secara massal dalam rangka memenuhi kebutuhan
minyak dunia. memang angka sebesar 0,8 juta barel per hari bukan merupakan tanggung jawab
Nigeria semata, akan tetapi dibutuhkan komitmen dari setiap anggota OPEC untuk mencapai
nilai produksi tersebut dengan meningkatkan investasi eksplorasi minyak.
Untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan tersebut, pemerintah Nigeria telah
melakukan beberapa terobosan kebijakan agar investor swasta dan asing bisa ikut andil secara
aktif dalam eksplorasi minyak bimi dan gas. Langksh tersebut diambil kaerna kesadaran
pemerintah Nigeria menyadari melimpahnya kekayaan minyak bumi Nigeria. Namun, di sisi
lain pemerintah tidak memiliki cukup kemampuan, baik dari segi dana maupun sumber daya
manusia yang memadai untuk memproduksi minyak secara lebih efektif dan optimal.
Beberapa kebijakan tersebut diantaranya pencanangan pemerintah dalam mekanisme
kerjasama antara pihak pemerintah maupun swasta asing yang berbentuk konsesi, join ventura,
ataupun kontrak pembagian produksi minyak bumi. Ketiganya memiliki kelemahan dan
keunggulan masing-masing baik secara tanggung jawab, permodalan, maupun mekanisme
pembagian hasil dan pembayaran jasa. Kebijakan tersebut juga tersusun dalam master
plan pembangunan perekonomian dan investasi Nigeria yang dicanangkan utuk mencapai
struktur kerja yang transparan antara pemerintah dan swasta demi tercapainya suatu
pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang terintegrasi dan terus menerus.
Saat ini Nigeria mengalami penurunan 28 persen produktivitas eksploitasi minyak.
Investor di negara ini cenderung menerapkan strategi wait and see dikarenakan belum jelasnya
kebijakan fiscal yang dalam regulasi perminyakan yang telah diajukan ke parlemen sejak dua
tahun terakhir ini. Alhasil Nigeria yang pada tahun 2002 bisa menemukan 34 sumur minyak,
saat ini hanya bisa mengksplorasi satu sumur baru minyak saja.[3] Masalah tersebut
membuktikan bahwasanya Nigeria, sebagai negara Afrika yang memiliki produksi minyak
terbesar kedua setelah Libya sedang mengalami kebuntuan dalam hal investasi.
Di lain sisi, permasalahan konflik warga negara yang terus melanda Nigeria juga
melatarbelakangi minimnya niat investor berinvestasi di Nigeria. Bagaimanapun, resiko politik
dan resiko bisnis harus diperhatikan dalam berinvestasi. Konflik politik dan pertikaian etnis
selalu mengancam stabilitas negara yang bisa mengurangi produktivitas kegiatan dan
memperbesar hambatan investasi. Hal ini senada karena kontak fisik serta pertikaian selalu
berakhir dengan penjarahan asset maupun infrastruktur yang dimiliki investor setempat dan
berakibat pada kesenjangan social dan ekonomi berkepanjangan.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PERMASALAHAN
BAB III
PEMBAHASAN