Anda di halaman 1dari 5

Faktor Kepribadian dalam Belajar Bahasa

Menurut Muhabbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan, pada dasarnya faktor internal
yang mempengaruhi belajar secara umum meliputi dua aspek yakni: aspek pisiologis (yang
bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (rohaniah).

A. Aspek pisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus ( tegangan otot ) yang menandai tingkat kebugaran
organ- organ tubuh dan sendi- sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas
ranah cipta ( kognitif ) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.
Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar siswa sangat dianjurkan
mengkomsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan
memilih pola istirahat dan pola olahraga yang tepat dan terjadwal.

Kondisi organ – organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indra pendengar dan
penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam meneyerap informasi dan
pengetahuan yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dan penglihatan siswa yang rendah,
umpanya akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item informasi yang
bersifat echoic dan econic (gema dan citra).

Menurut Abdul Chaer dalam bukunya Psikolinguistik Kajian Teoritik, dalam mempelajari
bahasa khususnya bahasa kedua faktor usia juga mempengaruhi proses belajar.

Ada anggapan umum dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-anak lebih baik dan
lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibanding dengan orang dewasa (Bambang
Djunaidi,1990). Namun hasil penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa
kedua ini menunjukkan hal berikut:

1. Dalam hal urutan pemrolehan tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan sebab urutan
pemrolehan oleh kanak-kanak dan orang dewasa tampaknya sama saja (Fatman,1975
Dulay, Burt, dan Krashen, 1982)

2. Dalam hal kecepatan dalam keberhasilan belajar bahasa kedua dapat disimpulkan (1)
anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemrolehan sistem fonologi atau
pelafalan bahkan banyak di antara mereka yang mencapai pelafalan seperti penutur asli
(2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang
morfologi dan sintaksis paling tidak pada permulaan masa belajar (3) kanak-kanak lebih
berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (Oyama, 1976, Dulay,
Burt, Krashen, 1982 Asher dan Gracia 1969)

Disimpulkan, bahwa faktor umur yang tidak dipisahkan dari faktor lain, adalah faktor yang
berpengaruh dalam pembelajaran kedua. Perbedaan umur mempengaruhi kecepatan dan
keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis tetapi
tidak berpengaruh dalam pemrolahan urutannya.

B. Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan
kualitas pemerolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang
pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: 1) tingkat kecerdasan
atau intelegensi siswa 2) sikap siswa 3) bakat siswa 4) minat siswa 5) motivasi siswa.

1. Intelegensi

Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksikan


rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber,
1988). Menurut Thorndike, inteligensi adalah kemampuan untuk menghubungkan reaksi
tertentu dengan perangsang tertentu pula,misalnya orang mengatakan”meja”,bila melihat
sebuah benda yang berkaki empat dan mempunyai permukaan yang datar.Maka, makin
banyak hubungan (koneksi) yang dimiliki semacam itu yang dimiliki seseorang. Maka
makin intelegenlah orang itu.Jadi intelegensi sebenarnya bukan persoalan dengan kualitas
otak saja, melainkan organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan
kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain,
karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir
seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu intelegensi menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi inteligensi
seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar
karena ia memiliki daya paham yang cepat dan tepat.

Istilah itelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu :


a. Arti luas : kemampuan untuk mencapai prestasi, yang di dalamnya berpikir
memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan,
seperti pergaulan sosial, teknis, perdagangan, pengaturan rumah tangga, dan belajar
disekolah. Contohnya: intelektual yang berperan dalam membantu menentukan
keputusan yang tepat.

b. Arti sempit : kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah atau di dunia


pendidikan, yang di dalamnya berpikir memegang peranan pokok. Intelegensi dalam
arti ini, kerap disebut “ kemampuan intelektual “ atau “ kemampuan akademik “.
Contoh: kemampuan intelektual mengambil peranan dalam membantu siswa
memahami dan mengerjakan pelajaran disekolah

2. Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan
sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif, terutama kepada
anda dan mata pelajaran yang anda sajikan merupakan petanda awal yang baik bagi
proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa dan mata pelajaran anda,
apabila diiringi kebencian terhadap anda atau kepada mata pelajaran anda dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa tersebut, guru


dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya dan terhadap
mata pelajaran yang dipegangnya. Dalam hal bersikap positif terhadap mata pelajarannya,
seorang guru sangat dianjurkan untuk senantiasa menghargai dan mencintai profesinya.

3. Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu
akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan
sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung
upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih
mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya,
siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang
lain selain bahasanya sendiri. Selain itu faktor bakat juga akan mempengaruhi lamanya
seseorang menguasai apa yang sedang ia pelajari. Misalnya, ada beberapa orang yang
belajar bahasa asing. Mereka sama-sama tidak memiliki pengetahuan dasar mengenai
bahasa tersebut, namun dalam prosesnya akan tampak orang yang memiliki bakat dalam
bidang bahasa lebih cepat menguasai bahasa yang ia pelajari tersebut daripada mereka
yang tidak memiliki bakat.
4. Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988), minat tidak termasuk
istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor
internal lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingin tahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun terlepas dari masalah populer atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai
oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam
bidang-bidang studi tertentu. Misalnya: seorang siswa yang menaruh minat besar
terhadap bahasa Indonesia akan lebih memusatkan perhatiannya daripada siswa lainnya.
Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang
memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang
diinginkan. Guru dalam kaitan ini seharusnya berusaha membangkitkan minat siswa
untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang
kurang lebih sama dengan kiat membangun sikap positif seperti terurai di muka.
5. Motivasi
Keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk
berbuat sesuatu untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok
daya untuk bertingkah laku secara terarah (Gleitmen, 1986; Reber, 1988)
Coffer (1964) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan, hasrat, kemauan, alasan,
atau tujuan yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu.
Brown (1981) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, doronagan
sesaat, emosi atau keinginan yang menggerakan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Lambert (1972) menyatakan bahwa motivasi adalah alasan untuk mencapai tujuan secara
keseluruhan.

Kesimpulannya adalah motivasi dalam pembelajaran bahasa berupa dorongan yang


datang dalam diri pembelajar yang menyebabkan pembelajar memiliki keinginan yang
kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua.

Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :


1) motivasi intrinsik.
2) motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri
yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Contohnya, perasaan
menyenangi materi pelajaran bahasa Indonesia untuk masa depan orang yang
bersangkutan.
Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang
juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Contohnya pemberian hadiah,
adanya peraturan atau tata tertib, dan suri teladan atau panutan.
Dalam pembelajaran bahasa kedua ada asumsi yang menyatakan bahwa orang yang di
dalam dirinya ada keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai dalam belajar
bahasa kedua cenderung akan lebih berhasil dibandingkan dengan orang yang belajar
tanpa dilandasi oleh suatu dorongan, tujuan, atau motivasi itu.

Motivasi memiliki dua fungsi dalam pembelajaran bahasa kedua, yaitu fungsi integratif
dan instrumental.

1. Fungsi Integratif: mendorong seseorang untuk mempelajari bahasa karena adanya


keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi
anggota masyarakat bahasa tersebut.

2. Fungsi instrumental: motivasi itu mendorong seseorang untuk memiliki kemauan


untuk mempelajari bahasa kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena
dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada lapisan atas
masyarakat tersebut. Contoh: meningkatkan karier karena karier yang ingin dicapai
mengharuskan penguasaan bahasa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai