Anda di halaman 1dari 13

“BIODIVERSITAS BERBASIS KEARIFAN LOKAL”

A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ada dalam judul ini adalah:
1. Apa saja peran kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas ?
2. Bagaimana pengaruh kearifan lokal terhadap biodiversitas ?

B. Pembahasan
1. Peran kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas
Prospek kearifan lokal di masa depan sangat dipengaruhi oleh berbagai
kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumberdaya
alam, dimana masyarakat setempat tinggal dan kemauan masyarakat untuk tetap
menjaga keseimbangan dengan lingkungan meskipun menghadapi berbagai
tantangan. Maka dari itu penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam
melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal guna menghindari
konflik-konflik social. Seperti diungkapkan Muh Aris Marfai (2005) bahwa
pengelolaan sumberdaya dalam hal ini pengelolaan hutan wana tani yang kurang
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat lokal akan dapat menimbulkan
konflik terutama dalam pengelolaan, alternatif pengelolaan lahan, dan pemetaan
sumberdaya alam serta kepentingan antar kelompok masyarakat lokal. Melihat
pentingnya peran masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian lingkungannya
maka penting untuk mempertahankan dan melindungi tindakan-tindakan
masyarakat yang merupakan bentuk dari kearifan ekologis.
Masyarakat lokal yang menerapkan cara hidup tradisional di daerah
pedesaan, yang nyaris tak tersentuh teknologi umumnya dikenal sebagai
masyarakat suku, komunitas asli atau masyarakat hukum adat, penduduk asli atau
masyarakat tradisional (Dasmaan dalam M. Indrawan, 2008). Masyarakat
setempat seringkali menganggap diri mereka sebagai penghuni asli kawasan
terkait, dan mereka biasanya berhimpun dalam tingkat komunitas atau desa.
Kondisi demikian dapat menyebabkan perbedaan rasa kepemilikan antara
masyarakat asli/pribumi dengan penghuni baru yang berasal dari luar, sehingga
masyarakat setempat seringkali menjadi rekan yang tepat dalam konservasi. Di
sebagian besar penjuru dunia, semakin banyak masyarakat setempat telah
berinteraksi dengan kehidupan modern, sehingga sistem nilai mereka telah
terpengaruh, dan diikuti penggunaan barang dari luar. Pergeseran nilai akan
beresiko melemahnya kedekatan masyarakat asli dengan alam sekitar, serta
melunturkan etika konservasi setempat.
Maka dari itu harus dilakukan cara bagaimana mencegah kearifan lokal
tidak dipengaruhi oleh kehidupan modern. Salah satunya yaitu melalui
Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (Community
Based Nature Resource Management - CBNRM). CBNRM merupakan
pendekatan dalam sistem pengelolaan SDA yang mempertimbangkan aspek-aspek
keadilan, pemerataan, dan kesejahteraan masyarakat di sekitar Sumber Daya Alam
secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, CBNRM melibatkan partisipasi
aktif masyarakat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan
evaluasi dari penetapan dan pengelolaan SDA atau suatu kawasan konservasi.
Terdapat tiga landasan pelaksanaan CBNRM. Pertama, sejauh mana pengetahuan
lokal dapat dihargai dan dimanfaatkan dalam membentuk sebuah sistem
pengelolaan kawasan konservasi yang baik. Kedua, seberapa besar kepedulian
warga komunitas lokal terhadap alamnya sehingga mampu mendorong ke arah
upaya-upaya untuk menjaga dan mengelola keanekaragaman hayati di dalam
maupun di luar kawasan. Ketiga, seberapa banyak manfaat (materil dan
nonmateril) yang bisa diterima masyarakat dari kawasan konservasi sehingga
keberadaannya memiliki nilai yang menguntungkan secara terus menerus.

2. Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Biodiversitas


Pemanfaatan sumber daya alam merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat setempat untuk menghidupi atau memenuhi kebutuhan mereka sehari-
hari. Pemanfaatan ini berdasarkan faktor ekonomi yang dibutuhkan oleh setiap
masyarakat yang harus dipenuhi untuk kehidupan mereka. Pemanfaatan ini
kadang malah mengarah terhadap eksploitasi SDA yang ada dalam lingkungan.
Eksploitasi terhadap hasil hutan, laut dan sebagainya. Eksploitasi ini merupakan
tindakan yang sangat merugikan bagi alam maupun Negara. Tidak hanya dilihat
dari segi eksploitasi, tetapi dilihat juga dari teknologi yang digunakan dalam
melakukan kegiatan tersebut, karena teknologi tidak terhidarkan dijaman seperti
sekarang ini. Teknologi dalam hal ini yang tidak ramah lingkungan, dengan
menggunakan teknologi modern dalam contoh ini yaitu eksploitasi SD laut
dengan menggunakan bom, potassium sianida untuk meracun dan membius ikan
yang dapat merusak ekosistem perairan/laut. Dengan rusaknya ekosistem perairan
maka secara tidak langsung akan berdampak pada biodiversitas yang ada pada
ekosistem tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain
berdampak positif juga berdampak negatif yang imbasnya tentu kembali kepada
masyarakat itu sendiri.
Dengan pengaruh dari kearifan lokal yang telah tertanam dalam
masyarakat maka perilaku-perilaku seperti ini mungkin saja dapat hilang.
Masyarakat dengan pengetahuan dan kearifan lokal telah ada di dalam kehidupan
masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah sam-pai
sekarang ini, kearifan tersebut merupakan perilaku positif manusia dalam berhu-
bungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-
nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, yang
terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi
dengan lingkungan di sekitarnya, perilaku ini berkembang menjadi suatu
kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun-temurun, secara
umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya yang
berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku
bangsa yang tinggal di daerah itu. Sehingga pada masyarakat jika sudah tertanam
norma dalam atau nilai-nilai untuk melestarikan SDA maka perilaku-perilaku
yang negatif yang dapat merusak lingkungan dapat terhindari. Kearifan lokal juga
dapat menciptakan lingkungan yang konservatif karena secara tidak langsung
dilindungi oleh kearifan lokal tersebut.

C. Tinjauan Pustaka
1. Biodiversitas
Biodiversitas (keaneragaman hayati) adalah keanekaragaman organisme
yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu
daerah. Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan,
baik tingkatan gen, spesies maupun ekosistem. Secara garis besar biodiversitas
adalah semua jenis perbedaan makhluk hidup. Keanekaragaman hayati seringkali
digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis. Keanekaragaman hayati
tidak terdistribusi secara merata di bumi. Wilayah tropis memiliki
keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus
menurun jika semakin jauh dari ekuator (Leveque dan Mounolou, 2003).
Keanekaragaman hayati adalah ukuran dari banyaknya hewan, tanaman,
dan mikroba berbagai species yang berbeda secara genetik dan ekosistem yang
saling mendukung di dalamnya. Keanekaragaman yang tinggi berarti ada banyak
species yang berbeda dalam suatu daerah. Pada distribusi keragaman pada skala
spasial digambarkan dalam ekologi sebagai alfa, beta, dan gamma keragaman.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun
proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains.
Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea,
bakteri, protozoa,danorganisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler
muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat,
namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran
akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa (Sarkar, et.al, 2010).
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan,
mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya
dari makhluk bersel satu hingga makhluk bersel banyak; dan tingkat organisme
kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies
sampai ekosistem. Berdasarkan hal diatas, keanekaragaman hayati dibagi menjadi
3 tingkatan, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis, dan
keanekaragaman ekosistem (Wright, B. E. 2010).

1. Keanekaragaman gen
Gen atau plasma nuftah adalah substansi kimia yang menentukan sifat
keturunan yang terdapat di dalam kromosom. Setiap individu mempunyai
kromosom yang membawa sifat menurun (gen) dan terdapat di dalam inti sel.
Perbedaan jumlah dan susunan faktor menurun tersebut akan menyebabkan
terjadinya keanekaragaman gen. Makhluk hidup satu spesies (satu jenis) bisa
memiliki bentuk, sifat, atau ukuran yang berbeda. Bahkan pada anak kembar
sekalipun terdapat perbedaan. Semua perbedaan yang terdapat dalam satu spesies
ini disebabkan karena perbedaan gen (Wright, B. E. 2010).

Gambar 1. Perbedaan sesama ayam (satu spesies) termasuk keanekaragaman gen


(Bruce, 1990).
Jadi, keanekaragaman gen adalah segala perbedaan yang ditemui pada makhluk
hidup dalam satu spesies. Contoh keanekaragaman tingkat gen ini misalnya,
tanaman bunga mawar putih dengan bunga mawar merah yang memiliki
perbedaan, yaitu berbeda dari segi warna. Atau perbedaan apa pun yang ditemui
pada sesama ayam petelor dalam satu kandang (Bruce, 1990).

2. Keanekaragaman jenis
Spesies atau jenis memiliki pengertian, individu yang mempunyai persamaan
secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling kawin dengan
sesamanya (interhibridisasi) yang menghasilkan keturunan yang fertil (subur)
untuk melanjutkan generasinya. Kumpulan makhluk hidup satu spesies atau satu
jenis inilah yang disebut dengan populasi. Keanekaragaman jenis adalah segala
perbedaan yang ditemui pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies.
Perbedaan antar spesies organisme dalam satu keluarga lebih mencolok sehingga
lebih mudah diamati daripada perbedaan antar individu dalam satu spesies
(keanekaragaman gen) (Wright, B. E. 2010).

Gambar 2. Keanekaragaman jenis adalah perbedaan makhluk hidup antar


spesies (David, 2004).
Contohnya, dalam keluarga kacang-kacangan dikenal kacang tanah, kacang
buncis, kacang hijau, kacang kapri, dan lain-lain. Di antara jenis kacang-kacangan
tersebut kita dapat dengan mudah membedakannya karena di antara mereka
ditemukan ciri khas yang sama. Akan tetapi, ukuran tubuh atau batang, kebiasaan
hidup, bentuk buah dan biji, serta rasanya berbeda. Contoh lainnya terlihat
keanekaragaman jenis pada pohon kelapa, pohon pinang, dan juga pada pohon
palem (David, 2004).

3. Keanekaragaman ekosistem
Ekosistem dapat diartikan sebagai hubungan atau interaksi timbal balik antara
makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya dan juga antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Suatu lingkungan tidak hanya dihuni oleh satu jenis
makhluk hidup saja, tetapi juga akan dihuni oleh jenis makhluk hidup lain yang
sesuai. Akibatnya, pada lingkungan tersebut akan dihuni berbagai makhluk hidup
berlainan jenis yang hidup berdampingan (Wright, B. E. 2010).
Perbedaan komponen abiotik (tidak hidup) pada suatu daerah menyebabkan
jenis makhluk hidup (biotik) yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut
berbeda-beda. Komponen biotik dan abiotik di berbagai daerah tersebut juga
bervariasi baik mengenai kualitas maupun kuantitasnya. Variasi kondisi
komponen abiotik yang tinggi ini akan menghasilkan keanekaragaman ekosistem.
Contoh ekosistem adalah: hutan hujan tropis, hutan gugur, padang rumput, padang
lumut, gurun pasir, sawah, ladang, air tawar, air payau, laut, dan lain-lain. Jadi
keanekaragaman ekosistem adalah segala perbedaan yang terdapat antar
ekosistem. Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya keanekaragaman
gen dan keanekaragaman jenis (spesies) (Bruce, 1990).

Gambar 3. Keanekaragaman ekosistem terbentuk karena keanekaragaman gen


dan keanekaragaman spesies (Wright, B. E. 2010).
Contoh keanekaragaman hayati tingkat ekosistem misalnya: pohon kelapa
banyak tumbuh di daerah pantai, pohon aren tumbuh di pegunungan, sedangkan
pohon palem dan pinang tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah.
Simpulannya adalah, keanekaragaman gen menyebabkan munculnya
keanekaragaman species, dan akhirnya menyebabkan munculnya keanekaragaman
ekosistem. Itu semua disebut keanekaragaman hayati (Wright, B. E. 2010).

2. Kearifan Lokal
Dalam pengertian kebahasaan kearifan lokal, berarti kearifan setempat
(local wisdom) yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga
masyarakatnya. Dalam konsep antropologi, kearifan lokal dikenal pula sebagai
pengetahuan setempat (indigenous or local knowledge), atau kecerdasan setempat
(local genius), yang menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity).
Pengertian kearifan lokal dalam perbincangan ini, adalah jawaban kreatif terhadap
situasi geografis-politis, historis, dan situasional yang bersifat lokal yang
mengandung sikap, pandangan, dan kemampuan suatu masyarakat di dalam
mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya. Semua itu, sebagai upaya untuk
dapat memberikan kepada warga masyarakatnya suatu daya tahan dan daya
tumbuh di wilayah di mana masyarakat itu berada. Oleh karena itu, kearifan lokal
merupakan perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan
melalui pandangan hidup, pengetahuan, dan pelbagai strategi kehidupan yang
berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara
kebudayaannya. Dalam pengertian inilah kearifan lokal sebagai jawaban untuk
bertahan dan menumbuhkan secara berkelanjutan kebudayaan yang didukungnya
(Kartawinata, 2001).
Kearifan lokal berasal dari dua kata yang berbeda yakni kearifan dan
lokal.Kearifan (wisdom) bermakna pengetahuan yang berkenaan dengan
penyelesaian suatu masalah untuk mewujudkan keseimbangan lingkungan dan
keserasian sosial. Sedangkan istilah lokal berarti setempat (kawasan provinsi,
kabupaten, atau desa). Kearifan lokal merupakan pandangan hidup, ilmu
pengetahuan dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat setempat dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka (Said dalam Masruddin; 2010). Kearifan lokal
dipahami sebagai pengetahuan budaya (cultural Knowledge) yang mencakup
nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan yang melandasi perilaku
budaya (cultural behavior)masyarakat nelayan dalam pengelolaan lingkungan laut
secara berkelanjutan atau lestari.
Berdasarkan kedua konsep tersebut, kearifan lokal adalah pengetahuan
budaya yang mencakup nilai-nlai, norma, dan kepercayaan yang melandasi
perilaku masyarakat dan dijadikan sebagai pandangan hidup dalam pengambilan
keputusan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Kearifan lokal berbeda antara daerah yang satu dengan daerah
yang lainnya karena bersumber dari pengetahuan budaya masyarakat lokal yang
dipraktekkan secara turun temurun. Sistem pengetahuan lokal berakar dari sistem
pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Kearifan lingkungan,
merupakan pengetahuan lokal (folk knowledge) yang diperoleh dari pengalaman
adaptasi secara aktif pada lingkungannya yang diwariskan secara turun temurun
serta terbukti efektif dalam melestarikan fungsi lingkungan dan mencipatakan
keserasian sosial. Kearifan lokal masyarakat pada umumnya dilakukanuntuk
menjaga kelestarian lingkungan berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal.

D. Kesimpulan & Saran


1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1) Peran kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas yaitu kearifan lokal
(masyarakat) mempunyai peran penting dalam kelestarian abiodiversitas. Oleh
karena itu penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam melakukan
tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal guna menghindari konflik-
konflik sosial, hal ini dilakukan dengan cara pendekatan dalam sistem
pengelolaan SDA yang mempertimbangkan aspek-aspek keadilan,
pemerataan, dan kesejahteraan masyarakat di sekitar Sumber Daya Alam
secara berkelanjutan.
2) Pengaruh yang diberikan oleh kearifan lokal terhadap biodiversitas adalah
suasana yang konservatif terhadap lingkungan sekitar masyarakat, dimana
adanya nilai-nilai yang dianggap positif dan bermanfaat untuk
keberlangsungan masyarakat itu sendiri. Sehingga dengan sendirinya
masyarakat sekitar akan menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan yang
ada dalam kehidupan mereka.

2. Saran
Untuk menjaga biodiversitas terutama pada kearifan lokal (masyarakat) yang
berperan penting dalam kelestarian abiodiversitas, diharapkan melibatkan
masyarakat lokal dalam melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal
karena hal ini dapat menghindari konflik-konflik social, mempertimbangkan
aspek-aspek keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.

E. Latar Belakang Masalah


Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi, wilayah
tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah
keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun
proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains.
Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea,
bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme
multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang
begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara
besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki suku, budaya, agama dan ras
yang berbeda-beda sehingga tiap individu memiliki banyak pandangan dan
pemikiran yang berbeda pula. Pandangan dan pemikiran ini yang nantinya akan
berdampak terhadap perilaku masyarakat terhadap lingkungan sekitar, terutama
pada perilaku masyarakat dalam memperlakukan alam. Masyarakat akan
cenderung melakukan apa yang dirasa atau diyakini masyarakat tersebut benar,
dan tidak menutup kemungkinan dilakukan untuk keuntungan mereka sendiri. Hal
ini lah yang perlu diperhatikan untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang
dimiliki oleh Indonesia.
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas yang dimiliki oleh Negara
Indonesia sangatlah besar. Potensi-potensi sumber daya alam yang terdapat di
dalam pun sangat banyak. Mengingat potensi SDA yang dimiliki oleh Indonesia
kelestarian biodiversitas di Indonesia sangatlah penting untuk dijaga. Masyarakat
tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu pemegang peran penting dalam
kelestarian biodiversitas tersebut. Masyarakat dengan lingkungan yang berbeda
akan menimbulkan perilaku yang berbeda pula, sehingga kearifan lokal dalam
masyarakat juga akan berpengaruh terhadap pelestarian biodiversitas di Indonesia.
Kearifan lokal di Indonesia saat ini menjadi topik bahasan menarik
dibicarakan di tengah semakin menipisnya sumber daya alam dan peliknya upaya
pemberdayaan masyarakat. Paling tidak ada dua alasan yang menyebabkan
kearifan lokal turut menjadi elemen penentu keberhasilan pembangunan sumber
daya masyarakat dan sumber daya alam sekitar. Pertama, karena keprihatinan
terhadap peningkatan intentitas kerusakan sumber daya alam khususnya akibat
berbagai faktor perilaku manusia. Kedua, tekanan ekonomi yang makin
mengglobal dan dominan mempengaruhi kehidupan masyarakat sehingga secara
perlahan ataupun cepat menggeser kearifan lokal menjadi kearifan ekonomi.
Kedua faktor ini bekerja mendorong masyarakat melakukan hal bersifat destruktif
terutama saat mengelola usaha berbau produktif mengandalkan potensi sumber
daya alam.
Kearifan lokal merupakan modal utama masyarakat dalam membangun
dirinya tanpa merusak tatanan sosial yang adaptif dengan lingkungan alam
sekitarnya. Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung dalam
struktur sosial masyarakat sendiri dan memiliki fungsi sebagai pedoman,
pengontrol, dan rambu-rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi
kehidupan baik saat berhubungan dengan sesama maupun dengan alam. Sehingga
kearifan lokal dibutuhkan untuk dapat menjaga dan melastarikan keanekaragaman
dalam Indonesia.

F. DAFTAR PUSTAKA
Vinas. 2005. Contemporary Theory of Conservation. Elsevier Butterworth-
Henemann, Oxford
Masruddin. 2010. Penerapan Kearifan lokal Dalam Pengelolaan Sumber daya
Perikanan Wilayah OUU.
Kartawinata, Ade M. 2001. Buku Kearifan Lokal. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebudayaan: Indonesia
Muh Aris Marfai, 2005. Moralitas Lingkungan: Refleksi Kritis Atas Krisis
Lingkungan Berkelanjutan. Wahana Hijau dan Kreasi Wacana,
Yogyakarta.
Indrawan, M. R. Primack &J. Supriatna 2008. Biologi Konservasi (Conservation
Biology). Yayasan Obor, Jakarta.
Leveque, C. & J. Mounolou. (2003) Biodiversity. New York: John Wiley Ludwiq,
J.A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecoloqy a Primer on
Methods and Computing. New York: John Wiley & Sons
Sarkar, A., Molla Huq, and Syed Shahadat Hossain. 2010. Consideration Of
Detectability And Sampling In Measuring Biodiversity. Pak. J.
Statist. 2010 Vol. 26(2), 339-355
Wright, B. E. 2010. Measuring and Mapping Indices of Biodiversity Conservation
Effectiveness. Icarus Journal 2010
Bruce D. Clarkson. 1990. A Review Of Vegetation Development Following
Recent (<450 Years) Volcanic Disturbance In North Island, New
Zealand. New Zealand Journal Of Ecology, Vol. 14, 1990
David M. Wilkinson. 2004. The parable of Green Mountain: Ascension Island,
ecosystem construction and ecological fitting. Journal of
Biogeography (J. Biogeogr.) (2004) 31, 1–4
TUGAS BIODIVERSITAS

”EKOTOKSIKOLOGI: ERA BARU PENELITIAN DAN PENGUJIAN


BIOLOGIS UNTUK PENILAIAN RESIKO”

Oleh:
ESI WIJAYANTI KN (081211131004)
YOHANA DESY RATNASARI (081211131006)
FAISOL HEZIM (081211131057)
FIKRI FIRDAUSI (081211131065)
LUTVIANY APRILIANA S. (081211131066)
MOHAMMAD NURDIAN F. U. (081211131069)
MUHAMMAD ALI AKBAR (081211132006)
DWI MARIA ULFAH (081211133003)
DEA MONICA (081211133014)
NANDA SENDY RUMBIAK (081211133018)
AMALIA ARAFAH (081211133028)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014

Anda mungkin juga menyukai