A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ada dalam judul ini adalah:
1. Apa saja peran kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas ?
2. Bagaimana pengaruh kearifan lokal terhadap biodiversitas ?
B. Pembahasan
1. Peran kearifan lokal dalam menjaga biodiversitas
Prospek kearifan lokal di masa depan sangat dipengaruhi oleh berbagai
kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumberdaya
alam, dimana masyarakat setempat tinggal dan kemauan masyarakat untuk tetap
menjaga keseimbangan dengan lingkungan meskipun menghadapi berbagai
tantangan. Maka dari itu penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam
melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal guna menghindari
konflik-konflik social. Seperti diungkapkan Muh Aris Marfai (2005) bahwa
pengelolaan sumberdaya dalam hal ini pengelolaan hutan wana tani yang kurang
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat lokal akan dapat menimbulkan
konflik terutama dalam pengelolaan, alternatif pengelolaan lahan, dan pemetaan
sumberdaya alam serta kepentingan antar kelompok masyarakat lokal. Melihat
pentingnya peran masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian lingkungannya
maka penting untuk mempertahankan dan melindungi tindakan-tindakan
masyarakat yang merupakan bentuk dari kearifan ekologis.
Masyarakat lokal yang menerapkan cara hidup tradisional di daerah
pedesaan, yang nyaris tak tersentuh teknologi umumnya dikenal sebagai
masyarakat suku, komunitas asli atau masyarakat hukum adat, penduduk asli atau
masyarakat tradisional (Dasmaan dalam M. Indrawan, 2008). Masyarakat
setempat seringkali menganggap diri mereka sebagai penghuni asli kawasan
terkait, dan mereka biasanya berhimpun dalam tingkat komunitas atau desa.
Kondisi demikian dapat menyebabkan perbedaan rasa kepemilikan antara
masyarakat asli/pribumi dengan penghuni baru yang berasal dari luar, sehingga
masyarakat setempat seringkali menjadi rekan yang tepat dalam konservasi. Di
sebagian besar penjuru dunia, semakin banyak masyarakat setempat telah
berinteraksi dengan kehidupan modern, sehingga sistem nilai mereka telah
terpengaruh, dan diikuti penggunaan barang dari luar. Pergeseran nilai akan
beresiko melemahnya kedekatan masyarakat asli dengan alam sekitar, serta
melunturkan etika konservasi setempat.
Maka dari itu harus dilakukan cara bagaimana mencegah kearifan lokal
tidak dipengaruhi oleh kehidupan modern. Salah satunya yaitu melalui
Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (Community
Based Nature Resource Management - CBNRM). CBNRM merupakan
pendekatan dalam sistem pengelolaan SDA yang mempertimbangkan aspek-aspek
keadilan, pemerataan, dan kesejahteraan masyarakat di sekitar Sumber Daya Alam
secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, CBNRM melibatkan partisipasi
aktif masyarakat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan
evaluasi dari penetapan dan pengelolaan SDA atau suatu kawasan konservasi.
Terdapat tiga landasan pelaksanaan CBNRM. Pertama, sejauh mana pengetahuan
lokal dapat dihargai dan dimanfaatkan dalam membentuk sebuah sistem
pengelolaan kawasan konservasi yang baik. Kedua, seberapa besar kepedulian
warga komunitas lokal terhadap alamnya sehingga mampu mendorong ke arah
upaya-upaya untuk menjaga dan mengelola keanekaragaman hayati di dalam
maupun di luar kawasan. Ketiga, seberapa banyak manfaat (materil dan
nonmateril) yang bisa diterima masyarakat dari kawasan konservasi sehingga
keberadaannya memiliki nilai yang menguntungkan secara terus menerus.
C. Tinjauan Pustaka
1. Biodiversitas
Biodiversitas (keaneragaman hayati) adalah keanekaragaman organisme
yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu
daerah. Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan,
baik tingkatan gen, spesies maupun ekosistem. Secara garis besar biodiversitas
adalah semua jenis perbedaan makhluk hidup. Keanekaragaman hayati seringkali
digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis. Keanekaragaman hayati
tidak terdistribusi secara merata di bumi. Wilayah tropis memiliki
keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus
menurun jika semakin jauh dari ekuator (Leveque dan Mounolou, 2003).
Keanekaragaman hayati adalah ukuran dari banyaknya hewan, tanaman,
dan mikroba berbagai species yang berbeda secara genetik dan ekosistem yang
saling mendukung di dalamnya. Keanekaragaman yang tinggi berarti ada banyak
species yang berbeda dalam suatu daerah. Pada distribusi keragaman pada skala
spasial digambarkan dalam ekologi sebagai alfa, beta, dan gamma keragaman.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun
proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains.
Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea,
bakteri, protozoa,danorganisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler
muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat,
namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran
akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa (Sarkar, et.al, 2010).
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan,
mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya
dari makhluk bersel satu hingga makhluk bersel banyak; dan tingkat organisme
kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies
sampai ekosistem. Berdasarkan hal diatas, keanekaragaman hayati dibagi menjadi
3 tingkatan, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis, dan
keanekaragaman ekosistem (Wright, B. E. 2010).
1. Keanekaragaman gen
Gen atau plasma nuftah adalah substansi kimia yang menentukan sifat
keturunan yang terdapat di dalam kromosom. Setiap individu mempunyai
kromosom yang membawa sifat menurun (gen) dan terdapat di dalam inti sel.
Perbedaan jumlah dan susunan faktor menurun tersebut akan menyebabkan
terjadinya keanekaragaman gen. Makhluk hidup satu spesies (satu jenis) bisa
memiliki bentuk, sifat, atau ukuran yang berbeda. Bahkan pada anak kembar
sekalipun terdapat perbedaan. Semua perbedaan yang terdapat dalam satu spesies
ini disebabkan karena perbedaan gen (Wright, B. E. 2010).
2. Keanekaragaman jenis
Spesies atau jenis memiliki pengertian, individu yang mempunyai persamaan
secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling kawin dengan
sesamanya (interhibridisasi) yang menghasilkan keturunan yang fertil (subur)
untuk melanjutkan generasinya. Kumpulan makhluk hidup satu spesies atau satu
jenis inilah yang disebut dengan populasi. Keanekaragaman jenis adalah segala
perbedaan yang ditemui pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies.
Perbedaan antar spesies organisme dalam satu keluarga lebih mencolok sehingga
lebih mudah diamati daripada perbedaan antar individu dalam satu spesies
(keanekaragaman gen) (Wright, B. E. 2010).
3. Keanekaragaman ekosistem
Ekosistem dapat diartikan sebagai hubungan atau interaksi timbal balik antara
makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya dan juga antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Suatu lingkungan tidak hanya dihuni oleh satu jenis
makhluk hidup saja, tetapi juga akan dihuni oleh jenis makhluk hidup lain yang
sesuai. Akibatnya, pada lingkungan tersebut akan dihuni berbagai makhluk hidup
berlainan jenis yang hidup berdampingan (Wright, B. E. 2010).
Perbedaan komponen abiotik (tidak hidup) pada suatu daerah menyebabkan
jenis makhluk hidup (biotik) yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut
berbeda-beda. Komponen biotik dan abiotik di berbagai daerah tersebut juga
bervariasi baik mengenai kualitas maupun kuantitasnya. Variasi kondisi
komponen abiotik yang tinggi ini akan menghasilkan keanekaragaman ekosistem.
Contoh ekosistem adalah: hutan hujan tropis, hutan gugur, padang rumput, padang
lumut, gurun pasir, sawah, ladang, air tawar, air payau, laut, dan lain-lain. Jadi
keanekaragaman ekosistem adalah segala perbedaan yang terdapat antar
ekosistem. Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya keanekaragaman
gen dan keanekaragaman jenis (spesies) (Bruce, 1990).
2. Kearifan Lokal
Dalam pengertian kebahasaan kearifan lokal, berarti kearifan setempat
(local wisdom) yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga
masyarakatnya. Dalam konsep antropologi, kearifan lokal dikenal pula sebagai
pengetahuan setempat (indigenous or local knowledge), atau kecerdasan setempat
(local genius), yang menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity).
Pengertian kearifan lokal dalam perbincangan ini, adalah jawaban kreatif terhadap
situasi geografis-politis, historis, dan situasional yang bersifat lokal yang
mengandung sikap, pandangan, dan kemampuan suatu masyarakat di dalam
mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya. Semua itu, sebagai upaya untuk
dapat memberikan kepada warga masyarakatnya suatu daya tahan dan daya
tumbuh di wilayah di mana masyarakat itu berada. Oleh karena itu, kearifan lokal
merupakan perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan
melalui pandangan hidup, pengetahuan, dan pelbagai strategi kehidupan yang
berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara
kebudayaannya. Dalam pengertian inilah kearifan lokal sebagai jawaban untuk
bertahan dan menumbuhkan secara berkelanjutan kebudayaan yang didukungnya
(Kartawinata, 2001).
Kearifan lokal berasal dari dua kata yang berbeda yakni kearifan dan
lokal.Kearifan (wisdom) bermakna pengetahuan yang berkenaan dengan
penyelesaian suatu masalah untuk mewujudkan keseimbangan lingkungan dan
keserasian sosial. Sedangkan istilah lokal berarti setempat (kawasan provinsi,
kabupaten, atau desa). Kearifan lokal merupakan pandangan hidup, ilmu
pengetahuan dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat setempat dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan mereka (Said dalam Masruddin; 2010). Kearifan lokal
dipahami sebagai pengetahuan budaya (cultural Knowledge) yang mencakup
nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan yang melandasi perilaku
budaya (cultural behavior)masyarakat nelayan dalam pengelolaan lingkungan laut
secara berkelanjutan atau lestari.
Berdasarkan kedua konsep tersebut, kearifan lokal adalah pengetahuan
budaya yang mencakup nilai-nlai, norma, dan kepercayaan yang melandasi
perilaku masyarakat dan dijadikan sebagai pandangan hidup dalam pengambilan
keputusan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Kearifan lokal berbeda antara daerah yang satu dengan daerah
yang lainnya karena bersumber dari pengetahuan budaya masyarakat lokal yang
dipraktekkan secara turun temurun. Sistem pengetahuan lokal berakar dari sistem
pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Kearifan lingkungan,
merupakan pengetahuan lokal (folk knowledge) yang diperoleh dari pengalaman
adaptasi secara aktif pada lingkungannya yang diwariskan secara turun temurun
serta terbukti efektif dalam melestarikan fungsi lingkungan dan mencipatakan
keserasian sosial. Kearifan lokal masyarakat pada umumnya dilakukanuntuk
menjaga kelestarian lingkungan berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal.
2. Saran
Untuk menjaga biodiversitas terutama pada kearifan lokal (masyarakat) yang
berperan penting dalam kelestarian abiodiversitas, diharapkan melibatkan
masyarakat lokal dalam melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal
karena hal ini dapat menghindari konflik-konflik social, mempertimbangkan
aspek-aspek keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.
F. DAFTAR PUSTAKA
Vinas. 2005. Contemporary Theory of Conservation. Elsevier Butterworth-
Henemann, Oxford
Masruddin. 2010. Penerapan Kearifan lokal Dalam Pengelolaan Sumber daya
Perikanan Wilayah OUU.
Kartawinata, Ade M. 2001. Buku Kearifan Lokal. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebudayaan: Indonesia
Muh Aris Marfai, 2005. Moralitas Lingkungan: Refleksi Kritis Atas Krisis
Lingkungan Berkelanjutan. Wahana Hijau dan Kreasi Wacana,
Yogyakarta.
Indrawan, M. R. Primack &J. Supriatna 2008. Biologi Konservasi (Conservation
Biology). Yayasan Obor, Jakarta.
Leveque, C. & J. Mounolou. (2003) Biodiversity. New York: John Wiley Ludwiq,
J.A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecoloqy a Primer on
Methods and Computing. New York: John Wiley & Sons
Sarkar, A., Molla Huq, and Syed Shahadat Hossain. 2010. Consideration Of
Detectability And Sampling In Measuring Biodiversity. Pak. J.
Statist. 2010 Vol. 26(2), 339-355
Wright, B. E. 2010. Measuring and Mapping Indices of Biodiversity Conservation
Effectiveness. Icarus Journal 2010
Bruce D. Clarkson. 1990. A Review Of Vegetation Development Following
Recent (<450 Years) Volcanic Disturbance In North Island, New
Zealand. New Zealand Journal Of Ecology, Vol. 14, 1990
David M. Wilkinson. 2004. The parable of Green Mountain: Ascension Island,
ecosystem construction and ecological fitting. Journal of
Biogeography (J. Biogeogr.) (2004) 31, 1–4
TUGAS BIODIVERSITAS
Oleh:
ESI WIJAYANTI KN (081211131004)
YOHANA DESY RATNASARI (081211131006)
FAISOL HEZIM (081211131057)
FIKRI FIRDAUSI (081211131065)
LUTVIANY APRILIANA S. (081211131066)
MOHAMMAD NURDIAN F. U. (081211131069)
MUHAMMAD ALI AKBAR (081211132006)
DWI MARIA ULFAH (081211133003)
DEA MONICA (081211133014)
NANDA SENDY RUMBIAK (081211133018)
AMALIA ARAFAH (081211133028)