Anda di halaman 1dari 6

SUKU KARO

Suku Karo adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Sumatera Utara dan sebagian Aceh;
meliputi Kabupaten Karo, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langkat, Kabupaten
Dairi, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Deli Serdang. Suku ini merupakan salah satu
suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di
salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo yang terletak di
kabupaten karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo.
Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan
perhiasan emas. Suku Karo adalah merupakan suku asli pertama Kota Medan karena Kota
Medan didirikan oleh seorang putra Karo yang bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
Suku Karo pada mulanya tinggal di dataran tinggi Karo yakni Brastagi dan Kabanjahe.

Eksistensi Kerajaan Haru-Karo


Orang Karo

Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak
diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari
Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera
Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang
berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darwan Prinst, SH :2004)
Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan
kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru
pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa
keemasannya, pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau.
Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Keberadaan suku
Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang
Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip
Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana penduduk asli tersebut.
Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961)
mengatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula
kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari ke-20
mukim bercampur dengan suku Karo. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang
Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting
Suka.
Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau Kaum
Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo
dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak
tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu
di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo
disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.
Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka
disebut sebagai kaum Ja Sandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imeum Peuet dan Kaum
Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia,
dan lainnya.
Wilayah pengaruh suku Karo
Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat
bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih
luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:
Kabupaten Karo
Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah
ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera
Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah
buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang
terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan
ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai
atau "Taneh KaroSimalem".
Kota Medan
Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
Kota Binjai
Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan Kota
Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari Kota Medan sebagai ibukota
Provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Dairi
Wilayah Kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya
melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas.
Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Simalungun

Merga Karo
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga
silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut untuk laki-laki, sedangkan
untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama
seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut
dengan merga silima. Kelima merga tersebut adalah:

1. Karo-karo
2. Tarigan
3. Ginting
4. Sembiring
5. Perangin-angin
Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo
mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara turun termurun dari
ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama,
dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki
bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan
dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina.
Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka
disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada
merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.

Rakut Sitelu
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken
sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga.
Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo.
Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat
Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

1. kalimbubu
2. anak beru
3. senina
Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang
mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau
keluarga inti. dll

Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan
penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:

1. puang kalimbubu
2. kalimbubu
3. senina
4. sembuyak
5. senina sipemeren
6. senina sepengalon/sedalanen
7. anak beru
8. anak beru menteri
Kebudayaan tradisional
Suku Karo mempunyai beberapa kebudayaan tradisional, di antaranya tari tradisional:

 Piso Surit
 Lima Serangkai
 Tari Terang Bulan
 Tari Roti Manis
 Tari Tiga Sibolangit
Suku Karo juga memiliki drama tradisional yang disebut dengan Gundala-Gundala.

Kegiatan budaya

 Merdang merdem = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".


 Mahpah = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
 Mengket Rumah Mbaru - Pesta memasuki rumah (adat - ibadat) baru.
 Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.
 Ndilo Udan - memanggil hujan.
 Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".
 Ngumbung - hari jeda "aron" (kumpulan pekerja di desa).
 Erpangir Ku Lau - penyucian diri (untuk membuang sial).
 Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang
karena terkejut secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.
 Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas habis
rambut bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi.
 Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari
keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).
 Manok Sangkepi
 Maba Belo Selamber (MBS)
 Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau
celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) -
keponakan laki-laki.

Suku Karo dan yang saya yakini:


-Bahwa Merga Sembiring tidak boleh makan anjing, karena sejarah mengatakan bahwa
anjing pernah membantu merga sembiring, untuk menyebrangi sungai, terutama anjing
berwarna hitam.
-Suku Karo juga menyatakan bahwa pernikahan dalam adat karo tidak boleh se-marga, atau
satu keturunan.
-Suku Karo juga mempunyai tradisi Kerja Tahun(Gendang Uron), yaitu dimana suku karo
merayakan hasil panennya.
TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

WAWASAN NUSANTARA

OLEH:

BOBBI CRISTAN SEMBIRING

3330/KELAS BK A

POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

DEPOK

2018
TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

BUNG TOMO

OLEH:

BOBBI CRISTAN SEMBIRING

3330/KELAS BK A

POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

DEPOK

2018

Anda mungkin juga menyukai