Anda di halaman 1dari 34

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TANDA DAN GEJALA PASIEN GANGGUAN JIWA, PERAN KELUARGA


SERTA PENATALAKSANAANNYA
Di Ruang 23 E (Psikiatri)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
PKRS RSUD DR. Saiful Anwar Malang

RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG


MALANG
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN
TANDA DAN GEJALA PASIEN GANGGUAN JIWA, PERAN KELUARGA
SERTA PENATALAKSANAANNYA
Di Ruang 23 E (Psikiatri)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Muhammad Toha 201510300511087
Yunanda Ni,matun Alfina 201510300511019
Vega Eli Rahmawati 201510300511061

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
HALAMAN PERSETUJUAN
TANDA DAN GEJALA PASIEN GANGGUAN JIWA, PERAN KELUARGA
SERTA PENATALAKSANAANNYA
Di Ruang 23 E (Psikiatri)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
KELOMPOK 1
Muhammad Toha 201510300511087
Yunanda Ni,matun Alfina 201510300511019
Vega Eli Rahmawati 201510300511061

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Tutu April Ariani, M.Kep Rus Yuliati, S.Kep, Ns


NIP. 11414100565 NIP. 196207281986032005

Menyetujui,

Kepala Ruangan

Rus Yuliati, S.Kep, Ns


NIP. 196207281986032005

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang
diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial
(Stuart & Sundeen, 1998).
Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Gangguan jiwadapat menyerang semua usia. Sifat serangan
penyakitnya biasanya akut dan bisa kronis atau menahun. Di masyarakat ada
stigma bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan,
memalukan dan aib bagi keluarganya. Pandangan lain yang beredar di masyarakat
bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh guna-guna orang lain. Ada kepercayaan di
masyarakat bahwa gangguan jiwa timbul karena musuhnya roh nenek moyang
masuk kedalam tubuh seseorang kemudian menguasainya (Hawari,2003).
Faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa bervariasi tergantung pada jenis-jenis
gangguan jiwa yang dialami. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena
adanya tekanan psikologis yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar
individu maupun tekanan dari dalam individu. Beberapa hal yang menjadi
penyebab adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan
jiwa ini, serta ada beberapa stigma mengenai gangguan jiwa ini (Hawari,2001).
Berdasarkan Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2007,
Prevalensi penderita tekanan psikologis ringan adalah 20-40%, dan
mereka tidak membutuhkan pertolongan spesifik. Prevalensi penderita tekanan
psikologis sedang sampai berat yaitu 30-50%, membutuhkan intervensi sosial dan
dukungan psikologis dasar, sedangkan gangguan jiwa ringan sampai sedang
(depresi,dan gangguan kecemasan)yaitu 20%, dan gangguan jiwa berat(depresi
berat, gangguan psikotik) yaitu 3-4% memerlukan penanganan kesehatan jiwa
yang dapat diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan
jiwakomunitas (Kaplan, 2002).
B. Tujuan
Di dalam pembuatan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami jabarkan,
diantaranya adalah:
1. Mengetahui tentang pengertian gangguan jiwa.
2. Mengetahui penyebab dari gangguan jiwa.
3. Mengetahui penggolongan gangguan jiwa.
4. Mengetahui tanda dan gejala gangguan jiwa.
5. Mengetahui penanganan gangguan jiwa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GEJALA GANGGUAN JIWA

MATERI PENYULUHAN

GEJALA GANGGUAN JIWA


A. Pendahuluan
Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama di negara maju diantaranya penyakit degeneratif, kanker,
gangguan jiwa dan kecelakaan.
Gejala-gejala gangguan jiwa merupakan hasil interaksi yang kompleks antara
unsur somatik, psikologik dan sosiobudaya. Gejala-gejala gangguan jiwa
menandakan dekompensasi proses adaptasi terutama pada pemikiran, perasaan
dan perilaku.
Konsep gangguan jiwa memenuhi kriteria berikut:
1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:
- Sindrom atau pola prilaku
- Sindrom atau pola psikologik
2.Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain dapat
berupa rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu dan disfungsi organ
tubuh.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disability”yaitu keterbatasan atau
kekurangan kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat
personal, yaitu melakukan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan
untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup seperti mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Berdasarkan asal penyebabnya, gejala gangguan jiwa dibagi menjadi:
1. Organik
Gejala gangguan jiwa timbul akibat adanya perubahan pada jaringan atau fungsi
otak.Penyebab kelainan organik dapat berasal dari ekstrakranial seperti racun,
infeksi dan lainnya serta berasal dari intrakranial seperti tumor dan aterosklerosis.
2. Psikogenik
Gejala ditimbulkan karena adanya stres psikis yang tidak dapat ditanggulangi
secara baik oleh mekanisme mental Tanda (sign) adalah temuan objektif yang
didapat oleh dokter, sedangkan gejala (symptom) adalah pengalaman subjektif
yang digambarkan oleh pasien. Sebagian besar kondisi psikiatrik adalah sindroma
yang merupakan kelompok tanda dan gejala yang terjadi bersama-sama sebagai
suatu kondisi yang dapat dikenali yang mungkin kurang spesifik dibandingkan
gangguan atau penyakit yang jelas.
Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
1. Kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan
lingkungannya serta dengan dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan
mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya serta terhadap dirinya sendiri
(melalui perhatian).
1.1 Gangguan Kesadaran
a. Pengaburan kesadaran : kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan
gangguan persepsi dan sikap.
b. Somnolen : keadaan mengantuk abnormal yang sering ditemukan pada proses
organik.
c. Stupor : hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling.
d. Delirium : gelisah, bingung, konfusi, reaksi disorientasi yang disertai dengan
halusinasi dan rasa takut.
e.Koma : derajat ketidaksadaran yang berat.
f. Koma vigil : koma dimana pasien tampak tidur tetapi dapat segera dibangunkan.
g. Keadaan seperti mimpi (dreamlike state) : seringkali digunakan secara sinonim
dengan kejang parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.
h. Keadaan temaram (twilight state) : gangguan kesadaran dengan halusinasi
i. Disorientasi : gangguan orientasi waktu, tempat dan orang.
1.2 Gangguan atensi
Atensi adalah jumlah usaha yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian
tertentu dari pengalaman, kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu
aktivitas, kemampuan untuk berkonsentrasi.
2
a. Distraktibilitas : ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian, penarikan
atensi kepada stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak relevan.
b. Inatensi selektif : hambatan hanya pada hal – hal yang menimbulkan
kecemasan.
c. Hipervigilensi : atensi dan pemusatan yang berlebihan pada semua stimuli
internal dan eksternal, biasanya sekunder dari keadaan delusional atau paranoid.
d. Keadaan tidak sadarkan diri (trance) : atensi yang terpusat dan kesadaran yang
berubah, biasanya terlihat pada hipnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman
religius yang luar biasa.
1.3 Gangguan sugestibilitas Adalah kepatuhan dan respon yang tidak kritis
terhadap gagasan atau pengaruh
a. Folie a deux/ folie a trios: penyakit emosional yang berhubungan atara dua atau
tiga orang.
b. Hipnosis : modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai
dengan penigkatan sugestibilitas.
2. Emosi
Suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatik dan prilaku
yang berhubungan dengan afek dan mood.
2.1 Mood
Mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara
subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain : contohnya elasi,
kemarahan, depresi.
a. Mood yang meluap-luap (expansive mood) : ekspresi perasaan seseorang
tanpa pembatasan
b. Mood eutimik : mood dalam rentang normal
c. Mood disforik : mood yang tidak menyenangkan
d. Mood yang meninggi (elevated mood) : suasana keyakinan dan kesayangan
e. Mood yang iritabel : dengan mudah diganggu atau diubah
f. Pergeseran mood (mood yang labil) : osilasi antara euforia dan depresi atau
kecemasan
g. Ektasi : perasaan kegairahan yang kuat
3
h. Euforia : elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran
i. Depresi : perasaan sedih yang psikopatologis
j. Dukacita atau berkabung : kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata
k. Aleksitimia : ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau
menyadari emosi atau mood seseorang
l. Anhedonia : hilangnya minat dan menarik diri dari semua aktivitas rutin dan
menyenangkan
2.2. Afek
Merupakan suatu ekspresi emosi yang terlihat, mungkin tidak konsisten dengan
emosi yang dikatakan pasien.
a. Afek yang sesuai (appropriate affect) : kondisi dimana irama emosional
harmonis dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai.
b. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect) : ketidakharmonisan antara irama
perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang menyertai.
c. Afek yang terbatas : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah
daripada afek tumpul tetapi jelas menurun.
d. Afek yang labil : perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba yang tidak
berhubungan dengan stimuli eksternal.
e. Afek yang tumpul : gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh penurunan
berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar.
f. Afek yang datar : tidak adanya atau hamper tidak ada tanda ekspresi afek, suara
yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
2.3 Emosi yang lain
a. Ketakutan : kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali secara sadar
dan realistic.
b. Agitasi : kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan motorik.
c. Kecemasan yang mengambang bebas : rasa takut yang meresap dan tidak
terpusatkan yang tidak berhubungan dengan suatu gagasan.
d. Ketegangan (tension) : peningkatan aktivitas motorik dan psikologis yang tidak
menyenangkan.
4
e. Rasa malu : kegagalan membangun pengharapan diri.
f. Abreaksional : pelepasan emosional setelah mengingat pengalaman yang
menakutkan.
g. Panik : serangan kecamasan yang akut, episodic, dan kuat yang disertai
dengan perasaan ketakutan yang melanda dan pelepasan otonomik.
h. Apati : irama emosi yang tumpul disertai dengan pelepasan atau
ketidakacuhan.
i. Kecemasan : perasaan ketakutan yang disebabkan oleh dugaan bahaya, yang
mungkin berasal dari dalam atau luar.
j. Ambivalensi : terdapatnya secara bersama-sama dua impuls yang berlawanan
terhadap hal yang sama pada satu orang yang sama pada waktu yang sama
k. Rasa bersalah : emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang dianggap salah.
3. Perilaku motorik (Konasi)
a. Abullia : penurunan impuls untuk bertindak dan berfikir disertai dengan
ketidakacuhan tentang akibat tindakan, disertai dengan defisit neurologist
b. Negativisme : tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk
menggerakkan atau terhadap semua instruksi.
c. Mannerisme : pergerakan yang tidak disadari yang mendarah daging dan
kebiasaan
d. Ekopraksia : peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain
e. Katapleksi : hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang
dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional
f. Otomatisme : tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili suatu aktivitas
simbolik yang tidak disadari
g. Hipoaktivitas (hipokinesis) : penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti
pada retardasi psikomotor, perlambatan pikiran, bicara dan pergerakan yang dapat
terlihat
h. Mutisme : tidak bersuara tanpa kelainan struktural
5
i. Stereotipik : pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang
j. Memerankan : ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang tidak
disadari dalam bentuk gerakan
k. Mimikri ; aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak
l. Otomatisme perintah : otomatisme mengikuti sugesti
m. Katatonia : kelainan motorik dalam gangguan nonorganik
- Cerea flexibilitas(fleksibilitas lilin) : seseorang dapat diatur dalam suatu posisi
yang kemudian dipertahankannya, jika pemeriksa menggerakkan anggota tubuh
pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
- Posturingkatatonik : penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang
disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama. .
- Luapan katatonik : aktivitas motorik yang teragitasi, tidak bertujuan, dan tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal.
- Stupor katatonik : penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai
tidak mobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
- Katalepsi : posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan terus-menerus.
- Rigiditas katatonik : penerimaan postur yang kaku yang disadari, menentang
usaha untuk digerakkan
n. Overaktivitas
- Agitasi psikomotor : averaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan,
biasanya tidak produktif dan sebagai respon dari ketegangan.
- Hiperaktivitas (hiperkinesis) : kegelisahan, agresif, aktifitas destruktif, seringkali
disertai patologi otak dasar.
- Tidur berjalan : aktivitas motorik saat tidur.
- Tik : pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
- Ataksia: kegagalan koordinasi otot, irregularitas gerakan otot.
- Polifagia : makan berlebihan yang patologis.
6
- Akathisia : perasaan subjektif tentang tegangan motorik sekunder dari medikasi
antipsikotik atau medikasi lain yang dapat menyebabkan kegelisahan, melangkah
bolak-balik, duduk dan berdiri berulang-ulang, dapat disalah artikan sebagai
agitasi psikotik.
- Kompulsif : impuls tidak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara
berulang.
i. Dipsomania : kompulsi untuk minum alkohol
ii. Kleptomania : kompulsi untuk mencuri
iii. Nimfomania : kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang
wanita
iv. Satiriasis : kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang laki-
laki
v. Trikotilomania : kompulsi untuk mencabut rambut
vi. Ritual : aktivitas kompulsif otomatis dalam sifat, menurunkan kecemasan yang
orisinil.
o. Agresi : tindakan yang kuat dan diarahkan dengan tujuan yang mungkin verbal
atau fisik; bagian motorik dari afek kekasaran, kemarahan atau permusuhan.
4. Berfikir
Aliran gagasan, simbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan dimulai oleh suatu
tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi kenyataan. Jika terjadi
urutan yang logis, berfikir adalah normal. Parapraksis (tergelincir dari logis yang
termotivasi secara tidak disadari juga disebut pelesetan menurut Freud) dianggap
sebagai bagian dari berfikir yang normal.
A. Gangguan umum dalam bentuk atau proses berfikir
1. Gangguan mental
Sindroma perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis, disertai dangan
penderitaan atau ketidakmampuan, tidak hanya suatu respon yang diperkirakan
dari peristiwa tertentu atau terbatas pada hubungan antara seseorang dan
masyarakat.
2. Psikosis
Ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi. Gangguan tes
realitas, dengan menciptakan realitas baru (berlawanan dengan neurosis :
gangguan mental dimana tes realitas adalah utuh, perilaku tidak jelas melanggar
norma-norma sosial, relatif bertahan lama atau rekuren tanpa pengobatan)
3. Tes realitas
Pemeriksaan dan pertimbangan objektif tentang dunia di luar diri
4. Gangguan pikiran formal
Gangguan dalam bentuk pikiran, malahan isi pikiran : berpikir ditandai dengan
kekenduran asosiasi, neologisme, dan konstruksi yang tidak logis; proses berpikir
mengalami gangguan, dan orang didefinisikan sebagai psikotik
5. Berpikir tidak logis
Berpikir mengandung kesimpulan yang salah atau kontradiksi internal; hal ini
adalah patologis jika nyata dan tidak disebabkan oleh kultural atau defisit
intelektual
6. Dereisme
Aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman
7. Berpikir autistik
Preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi
8. Berpikir magis
Suatu bentuk pikiran dereistik; berpikir adalah serupa dengan fase praopersional
pada masa anak-anak (Jean Piaget), dimana pikiran, kata-kata, atau tindakan
mempunyai kekuatan
9. Proses berpikir primer
Istilah umu untuk berpikir yang dereistik, tidak logis, magis. Normalnya
ditemukan dalam mimpi, abnormal pada psikosis
B. Gangguan spesifik pada bentuk pikiran
1. Neologisme
Kata baru yang diciptakan oleh pasien dengan mengkombinasikan suku kata dari
kata-kata lain, untuk alas an keanehan psikologis
2. World salad(gado-gado kata)
Campuran kata dan frasa yang membingungkan
8
3. Sirkumstansialitas
Bicara yang tidak langsung yang lambat dalam mencapai tujuan tetapi akhirnya
dari titik awal mencapai tujuan yang diharapkan; ditandai dengan pemasukan
perincian-perincian dan tanda-tanda kutip yang berlebihan
4. Tangensialitas
Ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang diarahkan oleh tujuan;
pasien tidak pernah berangkat dari titik awal menuju tujuan yang diinginkan
5. Inkoherensi (pembicaraan yang tidak logis)
Pikiran yang biasanya, tidak dapat dimengerti; berjalan bersama pikiran atau kata-
kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata bahasa, yang menyebabkan
disorganisasi
6. Perseverasi
Respon terhadap stimulus baru diberikan, sering disertai dengan gagguan kognitif
7. Verbigerasi
Pengulangan kata-kata atua frasa spesifik yang tidak mempunyai arti
8. Ekolalia
Pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain secara
psikopatologis, cendrung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan
mengejek atau intonasi terputus-putus
9. Kondensasi
Penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep
10. Jawaban yang tidak relevan
Jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan uang dipertanyakan (pasien
tampaknya mengabaikan atua tidak memperhatikan pertanyaan)
11. Pengenduran asosiasi
Aliran pikiran dimana gagasan-gagasan bergeser dari satu subjek ke subjek lain
dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; jika berat bicara mungkin
membingungkan (inkoheheren)
12. Keluar dari jalur (derailment)
9
Penyimpangan yang mendadak dalam urutan pikiran tanpa penghambatan
13. Flight of idea
Verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan terus menerus yang
menghasilkan pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lain; ide-ide cendrung
dihubungkan, dan dalam bentuk yang kurang parah, pendengar mungkin mampu
untuk mengikutinya
14. Asosiasi bunyi (clang association)
Asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi berbeda artinya; kata-kata yang
tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk sajak dan permainan kata
15. Penghambatan (Blocking)
Terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum pikiran atau gagasan
diselesaikan
16. Glossolalia
Ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata yang tidak dipahami (jaga
dikenal sebagai bicara pada lidah)
C. Gangguan spesifik pada isi pikiran
1. Kemiskinan isi pikiran
Pikiran yang memberikan sedikit informasi karena tidak ada pengertian,
pengulangan kosong, atau frasa yang tidak jelas
2. Gagasan yang berlebihan
Keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan dipertahankan secara
kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham
3. Waham
keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang kultural,
yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan
a. Waham yang kacau (bizarre delusion) : keyakinan palsu yang aneh, mustahil,
dan sama sekali tidak masuk akal.
b. Waham tersistematisasi : keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh suatu
tema atau peristiwa tunggal.
c. Waham yang sejalan dengan mood : waham dengan isi yang sesuai dengan
mood
d. Waham yang tidak sejalan dengan mood : waham dengan isi yang tidak
mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan mood-netral.
e. Waham nihilistik : perasaan palsu bahwa dirinya, orang lain, dan dunia adalah
ada atau berakhir.
f. Waham kemiskinan : keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan
terampas semua harta miliknya.
g. Waham somatik : keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien.
h. Waham paranoid : termasuk waham persekutorik dan waham referensi, kontrol,
dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid, dimana kecurigaan adalah lebih kecil
dari bagian waham)
• Waham persekutorik : keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu, ditipu,
atau disiksa.
• Waham kebesaran : gambaran kepentingan, kekuatan, atau identitas seseorang
yang berlebihan.
• Waham referensi : keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan pada
dirinya; bahwa peristiwa, benda-benda atau orang lain mempunyai kepentingan
tertentu dan tidak biasanya, umumnya dalam bentuk negatif; diturunkan dari ide
referensi, dimana seseorang secara salah merasa bahwa ia sedang dibicarakan oleh
orang lain.
i. Waham menyalahkan diri sendiri : keyakinan yang palsu tentang penyesalan
yang dalam dan bersalah
j. Waham pengendalian : perasan palsu bahwa kemauan, pikiran, atau perasaan
pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar
• Penarikan pikiran (thought withdrawal) : waham bahwa pikiran pasien
dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain atau tenaga lain.
• Penanaman pikiran (thought insertion) : waham bahwa pikiran ditanam dalam
pikiran pasien oleh orang lain atau tenaga lain.
11
• Siar pikiran (thought broadcasting) : waham bahwa pikiran pasien dapat
didengar oleh lain.
• Pengendalian pikiran (thought control) : waham bahwa pikiran pasien
dikendalikan oleh orang lain atau tenaga lain.
k. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu) : keyakinan palsu yang didapatkan
dari kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidak jujur
l. Erotomania : kayakinan waham, lebih sering pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki, bahwa seseorang sangat mencintai dirinya (dikenal sebagai kompleks
Clerambault- Kandinsky)
m. Pseudologis phantastica : suatu jenis kebohongan, dimana seseorang
tampaknya percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas kenyataan
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran
Pemusatan isi pikiran pada ide tertentu, disertai dengan irama afektif yang kuat,
seperti kecenderungan paranoid, atau preokupasi tentang bunuh diri atau
membunuh
5. Egomania
Egomania adalah preokupasi pada diri sendiri yang patologis
6. Monomania
Monomania adalah preokupasi dengan suatu objek tunggal
7. Hipokondria
Keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang didasarkan bukan
pada patologi organik yang nyata, tetapi pada interprestasi yang realistik terhadap
tanda atau sensasi fisik yang sebagai abnormal
8. Obsesi
Ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan yang tidak dapat
ditentang, yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika, yang
disertai dengan kecemasan (juga dikenal sebagai renungan)
9. Kompulsi
12
Kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls yang jika ditahan
menyebabkan kecemasan
10. Koprolalia
Pengungkapan secara kompulsif dari kata-kata yang cabul
11. Fobia
Rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi
terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebabkan keinginan yang
memaksa untuk menghindari stimulus yang ditakuti
• Fobia sederhana : rasa takut yang jelas terhadap objek atau situasi yang jelas
(contohnya, takut terhadap laba-laba atau ular)
• Fobia sosial : rasa takut akan keramaian masyarakat, seperti takut berbicara
dengan masyarakat, bekerja, atau makan dalam masyarakat
• Akrofobia : rasa takut terhadap tempat yang tinggi
• Agrofobia : rasa takut terhadap tempat yang luas
• Algofobia : rasa takut terhadap rasa nyeri
• Ailurofobia : rasa takut terhadap kucing
• Eritrofobia : rasa takut terhadap warna merah
• Panfobia : rasa takut terhadap segala sesuatu
• Klaustrofobia : rasa takut terhadap tempat yang tertutup
• Xenofobia : rasa takut terhadap orang asing
• Zoofobia : rasa takut terhadap binatang
12. Noesis
Suatu wahyu dimana terjadi pencerahan yang besar sekali disertai dengan
perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan memerintah
13. Unio mystica
Suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan kekuatan yang
tidak terbatas
13
5. Bicara
Gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi
melalui penggunaan kata-kata dan bahasa.
A. Gangguan Bicara
1. Tekanan bicara : bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan kesulitan untuk
memutus pembicaraan
2. Kesukaan bicara (logorrhea) : bicara yang banyak sekali, bertalian, dan logis
3. Kemiskinan bicara (poverty of speech) : pembatasan bicara yang digunakan;
jawaban hanya satu suku kata
4. Bicara yang tidak spontan : respon verbal yang diberikan hanya jika ditanya
atau dibicarakan langsung; tidak ada bicara yang dimulai dari diri sendiri
5. Kemiskinan isi bicara : bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi memberikan
sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekosongan atau frasa yang stereotipik
6. Disprosodi : hilangnya irama bicara yang normal
7. Disartria : kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau tata
bahasa
8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan
9. Gagap : pengulangan atau perpanjangan suara atua suku kata yang sering,
menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas
10. Kekacauan : bicara yang aneh dan disritmik yang cepat dan menyentak
B. Gangguan Afasik : gangguan dalam pengeluaran bahasa
1. Afasia motorik : gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif
dimana pengertian adalah tetap tetapi kemampuan untuk bicara adalah sangat
terganggu (dikenal sebagai afasia Broca)
2. Afasia sensorik : kehilangan kemampuan organik untuk mengerti arti kata;
bicara lancar dan spontan, tetapi membingungkan dan yang bukan-bukan
3. Afasia nominal : kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk suatu
benda (juga dikenal sebagai afasia anomia dan amnestik)
14
4. Afasia sintatikal : ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan
yang tepat
5. Afasia logat khusus : kata-kata yang dihasilkan seluruhnya neologistik; kata-
kata yang bukan-bukan diulangi dengan berbagai intonasi dan nada suara
6. Afasia global : kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih yang
berat
6. Persepsi
Persepsi adalah memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis, proses
mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran
6.1. Gangguan persepsi
Persepsi adalah proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis;
proses mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran.
1. Halusinasi : persepsi sensoris yang palsu yang tidak disertai dengan stimuli
eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi waham
tentang pengalaman halusinasi
a. Halusinasi hipnagogik : persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan
tertidur, biasanya dianggap sebagai fenomena yang nonpatologis.
b. Halusinasi hipnopompik : persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur,
biasanya dianggap tidak patologis.
c. Halusinasi dengar (auditoris) : persepsi bunyi palsu, biasanya suara tetapi juga
berupa bunyi-bunyi lain, seperti musik, dan merupakanhalusinasi yang paling
sering pada gangguan psikiatrik.
d. Halusinasi visual : persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang
berbentuk (contoh : orang) dan citra yang tidak berbentuk (contoh : kilatan
cahaya), paling sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi cium (olfaktoris) : persepsi membau yang palsu, paling sering pada
gangguan organik.
f. Halusinasi kecap (gustatoris) : persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti
rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang, paling sering
pada ganggaun organik.
15
g. Halusinasi raba (taktil, haptic) : persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi
permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom limb), sensasi adanya
gerakan pada atau di bawah kulit ( kesemutan).
h. Halusinasi somatik (halusinasi kenestetik) : sensasi palsu tentang sesuatu hal
yang terjadi di dalam atau terhadap tubuh, paling sering berasal dari visceral.
i. Halusinasi liliput (mikropsia) : persepsi yang palsu dimana benda-benda tampak
lebih kecil ukurannya.
j. Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood-congruent hallucination) :
halusinasi dimana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang tertekan atau
manik.
k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood ( mood-incongruent hallucination) :
halusinasi dimana isinya tidak konsisten dengan mood yang tertekan atau manik.
l. Halusinosis : halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang
berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronis dan terjadi dalam sensorium
yang jernih.
m. Sinestesia : sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain.
n. Trailing phenomenon : kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat
halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang
terpisah dan tidak kontinu.
2. Ilusi : mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimuli eksternal yang nyata
6.2. Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif
Agnosia yaitu ketidakmampuan untuk mengenaki dan menginterpretasikan
kepentingan kesan sensoris
1. Anosognosia : ketidaktahuan tentang penyakit, ketidakmampuan untuk
mengenali suatu defek neurologist yang terjadi pada dirinya
16
2. Somatopagnosia : ketidakmampuan untuk mengenali suatu bagian tubuh
sebagai milik dirinya sendiri
3. Agnosia visual : ketidakmampuan untuk mengenali benda-benda atau orang
4. Astereonosis : ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui sentuhan
5. Prosopagnosia : ketidakmampuan untuk mengenali wajah
6. Apraksia : ketidakmampuan untuk melakukan tugas – tugas tertentu
7. Simutagnosia : ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari satu elemen
pandangan visual pada suatu waktu untuk mengintegrasikanbagian-bagian menjai
keseluruhan
8. Adiasokokinesia : ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang berubah
dengan cepat
6.3. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena konversi dan disosiatif Yaitu
somatisasi material yang direpresi atau perkembangan gejala dan distorsi fisik
yang melibatkan otot volunteer atau organ sensoris bukan di bawah kontrol
volunteer dan bukan disebabkan oleh suatu gangguan fisik
1. Anastesia histerikal : hilangnya modalitas sensoris yang disebabkan oleh
konflik emosional
2. Makropsia : menyatakan benda-benda tampak lebih besar dari sesungguhnya
3. Mikropsia : menyatakan benda-benda tampak lebih kecil dari sesungguhnya
4. Depersonalisasi : peranan subjektif bahwa lingkungan adalah aneh atau tidak
nyata, suatu perasaan tentang perubahan realitas
5. Fatigue(fuga) : mengambil identitas baru pada amnesia identitas yang lama,
seringkali termasuk berjalan-jalan atau berkelana ke lingkungan yang baru
6. Kepribadian ganda : satu orang yang tampak pada waktu yang berbeda menjadi
2 atau lebih kepribadian
17
7. Derealisasi : perasaan subjektif bahwa lingkungan adalah aneh atau tidak nyata,
suatu perasaan tentang perubahan realitas
7. Daya ingat
Daya ingat adalah fungsi dimana informasi di simpan di otak dan selanjutnya
diingat kembali ke kesadaran.
I. Gangguan daya ingat
1. Amnesia : ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat
pengalaman masa lalu, mungkin berasal dari organik atau emosional.
a. Anterograd : amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah suatu titik waktu.
b. Retrograd : amnesia sebelum suatu titik waktu.
2. Paramnesia : pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan
a. Fausse reconnaissance: pengenalan yang palsu.
b. Pemalsuan retrospektif : ingatan secara tidak diharapkan (tidak disadari)
menjadi terdistorsi saat disaring melalui keadaan emosional, kognitif, dan
pengalaman pasien sekarang.
c. Konfabulasi : pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh
pengalaman yang dibayangkan atau tidak nyata yang dipercaya pasien tetapi tidak
mempunyai dasar kenyataan, paling sering berhubungan dengan patologi organik.
d. Déjà vu : ilusi pengenalan visual dimana situasi yang baru secara keliru
dianggap sebagai pengulangan ingatan sebelumnya.
e. Deja entendu : ilusi pengenalan auditoris
f. Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai pikiran yang
sebelumnya telah dirasakan atau diekspresikan.
g. Jamais vu: perasaan palsu tentang ketidakkenalan terhadap situasi nyata yang
telah dialami seseorang.
3. Hipermnesia : peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan
4. Eidetic image : ingatan visual tentang kejelasan halusinasi
18
5. Screen memory : ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar menutupi ingatan
yang menyakitkan
6. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan yang
tidak disadari terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat diterima
7. Letologika : ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau
suatu kata benda yang tepat
II. Tingkat daya ingat
1. Segara ( immediate) : reproduksi atau pengingatan hal- hal yang dirasakan
dalam beberapa detik sampai menit
2. Baru saja ( recent) : pengingatan peristiwa yang telah lewat beberapa hari
3. Agak lama (recent past): pengingatan peristiwa yang telah lewat selama
beberapa bulan
4. Jauh (remote) : pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi
8. Intelegensia
Intelegensia adalah kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan
menyatukan secara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi
yang baru.
I. Retardasi mental : kurangnya intelegensia sampai derajat dimana terdapat
gangguan pada kinerja sosial dan kejujuran.
II. Demensia : perburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan
kesadaran.
1. Diskalkulia (akalkulia) : hilngnya kemampuan untuk melakukan perhitungan
yang tidak disebabkan oleh kecemasan atau gangguan konsentrasi.
2. Disgrafia (agrafia) : hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gaya yang
kursif, hilangnya struktur kata.
3. Aleksia : hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki, tidak
disebabkan oleh gangguan ketajaman penglihatan.
19
III. Pseudodemensia : gambaran klinis yang menyerupai
demensia yang tidak disebabkan oleh suatu kondisi organik, paling sering
disebabkan oleh depresi ( sindroma demensia dari depresi).
IV. Berpikir konkret : berpikir harafiah, penggunaan kiasan yang terbatas tanpa
pengertian nuansa arti, pikiran satu-dimensional.
V. Berpikir abstrak : kemampuan untuk mengerti nuansa arti, berpikir multi
dimensional dengan kemampuan menggunakan kiasan danhipotesis dengan tepat.
H. Penatalaksanaan Gangguan jiwa
Dalam terapi gangguan jiwa disini mengandung arti proses penyembuhan dan
pemulihan jiwa yang benar-benar sehat antara lain:
1. Terapi holistic
Terapi yang tidak hanya menggunakan obat dan ditujukan kepada gangguan
jiwa saja dalam arti lain terapi ini mengobati pasien secara menyeluruh.
2. Psikoterapi keagamaan
Terapi yang diberikan dengan kembali mempelajari dan mengamalkan ajaran
agama
3. Farmakoterapi
Terapi dengan menggunakan obat. Terapi ini biasanya diberikan oleh dokter
dengan memberikan resep obat pada pasien.
4. Terapi perilaku
Terapi yang dimaksudkan agar pasien berubah baik sikap maupun prilakunya
terhadap obyek atau situasi yang menakutkan. Secara bertahap pasien
dibimbingan dan dilatih untuk menghadapi berbagai obyek atau situasi yang
menimbulkan rasa panik atau takut. Sebelum melakkan terapi ini diberikan
psikoterapi untuk memperkuat kepercayan pasien terhadap orang lain.

Penatalaksanaan Pasien gangguan jiwa di Rumah


1. Memberikan klien tindakan dan kegiatan yang positif. Misal: membantu orang tua
bekerja
2. Memberikan perhatian dan penghargaan terhadap setiap kegiatan positif yang
dilakukan pasien.
3. Berbicara dengan baik, tidak membentak, dan tanpa pemaksaan ketika menyuruh
pasien.
4. Selalu jujur dengan pasien.
5. Mendampingi pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
6. Menganjurkan dan memastikan klien meminum obat yang diberikan dokter
selama di rumah.
7. Mengajak klien untuk kontrol secara rutin
8. Libatkan keluarga dalam aktivitas atau kegiatan sehari-hari dan pengambilan
keputusan
I. Manfaat Terapi keluarga
1. Mempercepat proses penyembuhan
2. Memperbaiki hubungan interpersonal
3. Menurunkan angka kekambuhan
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Keliat, Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat, Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1998
Maramis, W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran JIwa. Surabaya: Airlangga
University Press
http://ibnu.blogspot.com/2008/15/psikologi dan kesehatan mental
BAB III
PENGORGANISASIAN

Pokok Bahasan : Gejala Gangguan Jiwa


Sasaran : Klien, keluarga klien dan pengunjung
Tempat : Ruang 23 Empati RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Hari/ Tanggal : Senin, 21 Mei 2018
Pukul : 10.00 WIB – Selesai
Alokasi Waktu : 30 menit
Penyuluh : Mahasiswa UMM kelompok 1

A. Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian Gejala Gangguan Jiwa
2. Tanda dan gejala gangguan jiwa
3. Penatalaksanaan gangguan jiwa
B. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
C. Media
Powerpoint dan leaflet

D. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
1. Pendahuluan 5 menit - Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Mendengarkan
- Menjelaskan tujuan penyuluhan - Memperhatikan
- Menjawab
- Meminta kontrak waktu
- Mengeluarkan
- Menggali pengetahuan peserta
pendapat
penyuluhan tentang pasien dengan
pasien gangguan jiwa
- Membagikan soal pre test
2. Penyajian 15 menit - Menjelaskan pengertian gangguan - Mendengar
- Memperhatikan
jiwwa
- Menjelaskan tanda dan gejala
gangguan jiwa
- Menjelaskan penatalaksanaan
gangguan jiwa

3. Tanya jawab 7 menit - Memberikan kesempatan kepada - Peserta bertanya


peserta untuk bertanya bagian yang tidak
- Menjawab pertanyaan
dimengerti
- Mendengarkan
dan memperhatikan
4. Penutupan 3 menit - Menanyakan kembali kepada - Menjawab
peserta mengenai materi yang telah pertanyaan
- Mengucapkan
diberikan (untuk evaluasi)
- Membagikan soal post test terima kasih kembali
- Mengucapkan terima kasih - Menjawab salam
- Menutup dan mengucapkan salam

E. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan di lakukan di Ruang 23 E RSSA
2. Evaluasi Proses
 Perserta memperhatikan dan medengarkan pemateri dengan seksama
 Perserta aktif bertanya dan menjawab pertanyaan
 Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
3. Evaluasi hasil
 Perserta mampu memahami tanda dan gejala pada gangguan jiwa
 Peserta mampu menjawab pertanyaan saat evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Keliat, Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat, Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1998
Maramis, W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran JIwa. Surabaya: Airlangga
University Press
http://ibnu.blogspot.com/2008/15/psikologi dan kesehatan mental
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MANFAAT
OLAHRAGA PADA GANGGUAN JIWA

1. Tujuan
a. Peserta mengetahui dan memahami tanda dan gejala gangguan jiwa
b. Peserta mengetahui dan memahami penatalaksanaan gangguan jiwa
2. Setting
Ruangan nyaman dan tenang.
3. Alat :
a. Leaflet
b. lembar pretest dan postest
c. soal pretest dan postest
4. Metode
1. Kuliah
2. Tanya jawab
5. Langkah kegiatan
a) Persiapan
a. Kontrak waktu dan tempat dengan klien
b. Mempersiapkan materi penyuluhan
c. Mempersiapkan media penyuluhan (leaflet, pretest dan postest)
b) Pelaksanaan
I. Orientasi
- Salam
 Assalamu’alaikum..
 Selamat pagi ibu-ibu dan bapak-bapak, bagaimana kabar nya
hari ini?
 Senang sekali kita dapat berkumpul pada pagi hari ini untuk
mengikuti penyuluhan.
- Kontrak:
 Pada kesempatan kali ini, kami akan memberikan penyuluhan
mengenai tanda dan gejala pada gangguan jiwa.
 Kurang lebih berlangsung selama 45 menit kedepan ya bu,
pak.
 Nanti, jika selama kami memberikan penyuluhan ada yang
ingin ke kamar mandi bisa izin terlebih dahulu ya bu/pak.
Nanti bisa mengacungkan tangan.
- Evaluasi awal (pre test)
 Sebelumnya ini ada pre test, tujuan nya agar kami mengetahui
bagaimana kemampuan ibu dan bapak sebelum kami berikan
penyuluhan.
 Kami bagikan lembar jawaban nya dulu, jumlah pertanyaan
sebanyak 5 soal dan bisa dikerjakan 5 menit.
 Sudah menerima lembar pertanyaan dan jawaban semua?
Dimulai sekarang ya.
 Bagaimana bu, pak pertanyaan nya? Mudah atau sulit?
 Harapan nya setelah kami berikan penyuluhan, pengetahuan
ibu dan bapak dapat bertambah.

II. Tahap kerja


1. Menjelaskan tentang pengertian olahraga
2. Menjelaskan tentang jenis-jenis olahraga yang dapat dilakukan
oleh penderita gangguan jiwa
3. Menjelaskan tentang tujuan Olahraga
4. Menjelaskan tentang manfaat olahraga pada fisik
5. Menjelaskan tentang manfaat olahraga pada mental
6. Menjelaskan tentang ciri Olahraga Kesehatan.
Jadi dapat saya simpulkan..............
III. Tahap Terminasi
1. Evaluasi Subjektif
 Menanyakan kembali mengenai materi yang telah disampaikan
kepada peserta
1. Nah, sekarang saya akan bertanya ya bu, pak.
2. Kali ini ibu dan bapak bisa menjawab pertanyaan nya
bergantian. Nanti yang akan menjawab bisa
mengacungkan tangan bergantian ya.
3. Pertanyaan pertama, “……………”
4. Pertanyaan terakhir “…………….”
 Memberikan reward berupa pujian terhadap peserta yang
mampu menjawab pertanyaan
 Bagus sekali, benar bu/pak.
 Melaksanakan post test
 Tadi diawal kan sudah mengerjakan pre test, sekarang saya
bagikan lembar pertanyaan dan jawaban lagi untuk
mengerjakan post tes ya bu/pak.
 Tujuan nya agar kami mengerti apakah ibu dan bapak
lebih memahami apa saja kebutuhan dasar manusia setelah
kami berikan penyuluhan tadi.
 Bisa dimulai mengerjakan sekarang ya bu/pak, waktunya 5
menit silahkan dikerjakan.
2. Evaluasi Objektif
Pemateri mengucapkan terima kasih kepada peserta yang telah mengikuti
penyuluhan
 Sudah mengerjakan semua? Bisa dikumpulkan ke mbak-mbak
yang ada disamping.
 Bagaimana bu/pak? Sudah bisa menjawab semua pertanyaan nya
dengan benar?
 Sekarang sudah lebih mengerti kan? Apa saja kebutuhan dasar
manusia yang harus terpenuhi.

3. Rencana Tindak Lanjut


 Terima kasih ibu dan bapak yang telah menyempatkan waktunya
untuk mengikuti penyuluhan kami. Semoga ilmu yang diterima
ibu dan bapak bermanfaat dan dapat diterapkan nantinya. Bapak
atau bisa bisa mulai menjadwalkan kegiatan olahraga, misalnya 3
kali dalam seminggu.
4. Kontrak yang akan datang
 Baik, sesuai kontrak waktu kita diawal tadi. Sudah 45 menit ya
bu/pak. Nah, hari Rabu minggu depan akan ada penyuluhan lagi
tentang topik yang lainnya. Kemungkinan nanti tempatnya tetap
disini ya, Pak, Bu. Untuk pertemuan hari ini, saya akhiri dulu,
terimakasih atas waktunya, mohon maaf kurang dan lebihnya.
wassalamua’laikum wr. wb.
 Silahkan melanjutkan aktivitasnya.
DAFTAR HADIR PESERTA KEGIATAN PKRS RUANG 23 E
RSSA MALANG 2018

Topik : Gejala Ganguan Jiwa


Tempat : Ruang 23 E RSSA Malang
Hari/Tanggal : Senin, 21-05-2018
Waktu : 10.00 WIB - Selesai
NO. NAMA TTD
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

SOAL PRE-TEST DAN POST TEST

Nama : ………………………………
Umur : ………………………………

Lingkarilah jawaban yang menurut anda benar !


1. Menurut Anda, gangguan jiwa adalah ....
a. Yang disebabkan oleh guna-guna, tempat keramat, roh jahat.
b. kondisi dimana proses fisiologik atau mentalnya kurang berfungsi
dengan baik
c. Gangguan jiwa merupakan penyakit yang bukan urusan medis.

2. Apa saja tanda-tanda dari pasien gangguan jiwa?


a. Gelisah, Bicara & tertawa sendiri.
b. Istirahat/tidur cukup
c. Tidak bermusuhan dan curiga

3. Secara sosial, pasien gangguan jiwa sering kali.....


a. Menghindar dari orang lain
b. Tidur kurang atau terganggu
c. Mudah panik, tiba-tiba marah tanpa sebab

4. Bagaimana peran keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa?


a. Mengkritik penderita jika penderita melakukan kesalahan
b. Membiarkan penderita menyendiri
c. Mengawasi kepatuhan penderita dalam minum obat

5. Apa saja manfaat terapi keluarga untuk penderita gangguan jiwa?


a. Mempercepat proses penyembuhan penderita
b. Memperlambat penyembuhan penderita
c. Tidak memperbaiki hubungan interpersonal

Anda mungkin juga menyukai