Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah teknik perlindungan hama dan penyakit tanaman
Disusun oleh:
Astie Eka Pratiwi 150510150012
Agroteknologi kelas A
Syukur Alhamdulillah, puji beserta syukur saya panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, Yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Rahmat dan hidayah-Nya yang selalu tercurahkan, sehingga saya dapat menyelesaikan
penulisan makalah dengan judul “Memilih Bahan Tanaman Yang Resisten” tepat pada waktunya. Shalawat
beserta salam semoga tetap tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya dan Insya Allah sampai kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang selalu memberikan nikmat kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
tepat waktu.
2. Bapak Prof. Tarkus Suganda selaku pembimbing dalam penulisan makalah ini sehingga saya dapat
menyelesaikannya.
3. Rekan-rekan dari Agroteknologi kelas A yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi saya sebagai penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….2
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..............5
3.2 Saran………………………………………………………………………………............5
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………..6
BAB I
PENDAHULUAN
Resistensi merupakan rintangan tunggal paling besar dalam keberhasilan pengendalian serangga,
secara kimia dan bersifat diwariskan (diturunkan). Seringnya kontak antara serangga dengan insektisida
yang digunakan untuk pengendaliannya dapat mengakibatkan terjadinya resistensi fisiologis ini. Secara
biokimia proses terjadinya resistensi melalui tiga mekanisme dasar yang berperan antara lain :
b. Peningkatan metabolisme insektisida dengan enzim esterase, mixed function oxidase, hidrolase, dan
glutathione-s-transferase
c. Perubahan sensitivitas tempat sasaran dalam tubuh serangga, berupa insensitivitas saraf dan
insensitivitas enzim asetilkholin esterase.
Resistensi di lapangan yang kadangkala diindikasikan oleh menurunnya efektivitas suatu teknologi
pengendalian tidak terjadi dalam waktu singkat. Resistensi pestisida berkembang setelah adanya proses
seleksi yang berlangsung selama banyak generasi. Resistensi merupakan suatu fenomena evolusi yang
diakibatkan oleh seleksi pada serangga hama yang diberi perlakuan insektisida secara terus menerus.
Di alam frekuensi alel individu rentan lebih besar dibandingkan frekuensi alel individu resisten, dan
frekuensi alel homosigot resisten (RR) berkisar antara 10-2 sampai 10-13 (Georgiou dan Taylor 1986).
Karena adanya seleksi yang terus- menerus jumlah individu yang peka dalam suatu populasi semakin
sedikit dan meninggalkan individu-individu resisten. Individu resisten ini akan kawin satu dengan lainnya
sehingga menghasilkan keturunan yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi pestisida
permulaan akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan sifat ini pada
keturunan mereka.
Karena pengguna pestisida sering menganggap bahwa individu-individu hama yang tetap hidup belum
menerima dosis letal, petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis pestisida dan frekuensi
aplikasi. Tindakan ini yang mengakibatkan semakin menghilangnya proporsi individu yang peka. Tindakan
ini meningkatkan proporsi individu-individu yang tahan dan tetap hidup. Dari generasi ke generasi proporsi
individu resisten dalam suatu populasi akan semakin meningkat dan akhirnya populasi tersebut akan
didominansi oleh individu yang resisten. Resistensi tidak akan menjadi masalah sampai suatu populasi
didominansi oleh individu-individu yang resisten sehingga pengendalian hama menjadi tidak efektif lagi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perkembangan resistensi adalah tingkat tekanan seleksi yang
diterima oleh suatu populasi serangga. Pada kondisi yang sama, suatu populasi yang menerima tekanan
yang lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang resisten dalam waktu yang lebih singkat
dibandingkan populasi hama yang menerima tekanan seleksi yang lemah.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik, biologi dan
operasional (Georgiou, 1983). Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi alel
resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas
dan migrasi. Faktor operasional meliputi jenis dan sifat insektisida yang digunakan, jenis-jenis insektisida
yag digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara
aplikasi, bentuk formulasi ,dan yang lain. Faktor genetik dan biologi-ekologi lebih sulit dikelola
dibandingkan faktor operasional. Faktor genetik dan biologi merupakan sifat asli serangga sehingga di luar
pengendalian kita. Dengan mempelajari sifat-sifat tersebut dapat dihitung risiko munculnya populasi
resisten suatu jenis serangga.
Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak beracun) insektisida oleh karena bekerjanya ensim-ensim
tertentu seperti ensim dehidroklorinase (terhadap DDT), ensim mikrosomal oksidase (terhadap
karbamat, OP, piretroid), glutation transferase (terhadap OP), hidrolase dan esterase (terhadap OP).
2. Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga seperti asetilkolinesterase (terhadap
OP dan karbamat), sistem syaraf (Kdr) seperti terhadap DDT dan piretroid.
3. Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan
terhadap kebanyakan insektisida.
Ketahanan serangga terhadap suatu jenis atau beberapa jenis insektisida disebabkan oleh lebih dari satu
penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa jenis serangga yang cepat membentuk populasi yang
resisten tetapi ada yang lambat, ada juga jenis-jenis insektisida yang cepat menimbulkan reaksi ketahanan
dari banyak jenis serangga. Mekanisme resistensi penyakit terhadap fungisida dan resistensi gulma
terhadap herbisida pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan mekanisme resistensi hama terhadap
insektisida.
BAB III
PENUTUP
3.3 Kesimpulan
Di Indonesia fenomena resistensi hama terhadap tanaman sayuran dan pestisida sudah merupakan
masalah kronis yang telah lama kita hadapi sejak kita menggunakan pestisida, namun belum pernah
dilakukan evaluasi dan pendugaan mengenai kerugian sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh
fenomena tersebut.
Indonesia belum mempunyai kebijakan dan strategi khusus untuk menanggulangi dan menghambat
perkembangan populasi hama resisten karena belum memiliki kegiatan penelitian yang
komprehensif, dapat dipercaya dan memadai.
3.4 Saran
Resistensi pestisida seharusnya merupakan perhatian dan keprihatinan semua stakeholders
(pemangku kepentingan) termasuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, produsen dan distributor
pestisida, peneliti, akademisi, petani secara individu dan berkelompok dan masyarakat pada
umumnya.
Pemerintah perlu menyusun dan menetapkan kebijakan khusus tentang Manajemen Resistensi
Pestisida dengan melakukan koordinasi lintas sektor dan lintas disiplin yang bertujuan menghambat,
menunda atau menghentikan perkembangan populasi hama resisten.
Pengembangan dan penerapan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dan Pengelolaan Vektor Penyakit
Manusia secara Terpadu perlu ditingkatkan dan diperluas, melalui kegiatan pemberdayaan petani dan
masyarakat dalam menggunakan pestisida secara selektif dan hemat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Monaim, M.F, M.E Ismail and K.M Morsy. 2012. Induction of systemic resistance in
soybean plants against Fusarium wilts disease by seed treatment with benzothiadiazole and
humic acid. African Journal of Biotechnology. 11: 2454-2465. Available online at
http://www.academicjournals.org/AJB.
Aday, B.A. 1974. The Philippine program in breeding for resistance to downy mildew of maize.
Proc. Symposium on Downy Mildew of Maize. Tokyo. Agric. Res. 8: 207−244.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. 4th ed. Academic Press, Toronto. Agrios, G.N. 2005. Plant
Pathology. Fiveth edition. Academic Press, San Diego.