Anda di halaman 1dari 9

MEMILIH BAHAN TANAMAN YANG RESISTEN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah teknik perlindungan hama dan penyakit tanaman

Disusun oleh:
Astie Eka Pratiwi 150510150012
Agroteknologi kelas A

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah, puji beserta syukur saya panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, Yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Rahmat dan hidayah-Nya yang selalu tercurahkan, sehingga saya dapat menyelesaikan
penulisan makalah dengan judul “Memilih Bahan Tanaman Yang Resisten” tepat pada waktunya. Shalawat
beserta salam semoga tetap tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya dan Insya Allah sampai kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan nikmat kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
tepat waktu.
2. Bapak Prof. Tarkus Suganda selaku pembimbing dalam penulisan makalah ini sehingga saya dapat
menyelesaikannya.
3. Rekan-rekan dari Agroteknologi kelas A yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi saya sebagai penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.

Jatinangor , 26 September 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………...1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………….1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….2

2.1 Pengertian Biokimia……………………………………………………………………...2

2.2 Biokimia dalam mekanisme resistensi OPT……………………………………………..2

2.3 Proses Terjadinya Resistensi…………………………………………………………….3

2.4 Mekanisme Resistensi…………………………………………………………………...4

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………….5

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..............5
3.2 Saran………………………………………………………………………………............5

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………..6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hama dan penyakit tanaman merupakan kendala yang perlu selalu diantisipasi perkembangannya
karena dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan,
hama dan penyakit yang seringkali merusak tanaman padi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir adalah
tikus dengan luas serangan rata-rata 124.000 ha/tahun, diikuti oleh penggerek batang (80.127 ha/tahun),
wereng coklat (28.222 ha/tahun), tungro (12.078 ha/tahun), dan blas (9.778 ha/tahun).
Oleh karena itu, hama dan penyakit ini perlu mendapat prioritas penanganan di samping hama dan
penyakit potensial lainnya seperti belalang, lembing batu, ganjur, dan keong mas. Pengalaman
menunjukkan bahwa pengendalian hama dan penyakit dengan mengandalkan satu komponen
pengendalian saja, seperti insektisida, varietas tahan atau musuh alami, belum memberikan hasil yang
optimal. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.12/1992 tentang
Sistem Budi Daya Tanaman yang menekankan pentingnya pengendalian hama terpadu.
Perkembangan sistem pertanian yang didominasi oleh sistem pertanian dengan input luar yang tinggi
tersebut telah membawa dampak negatif pada ekosistem pertanian dan lingkungannya. Dampak nyata
dalam ekosistem pertanian antara lain : a) Meningkatnya degradasi lahan (fisik, kimia dan biologis), b)
Meningkatnya residu pestisida dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan gulma, c) Berkurangnya
keanekaragaman hayati, serta d) Gangguan kesehatan petani dan masyarakat lainnya sebagai akibat dari
pengunaan pestisida dan bahan-bahan pencemaran lingkungan. Sedangkan dampak yang terjadi di luar
ekosistem pertanian, adalah : a) Meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena
pencemaran bahan-bahan pangan yang diproduksi di dalam ekosistem peratanian, b) Terjadi
ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli dalam penyediaan sarana produksi pertanian, c)
Ketimpangan sosial antar petani dan komunitas di luar petani.

1.2 Rumusan masalah


 menjelaskan tentang masalah-masalah dalam tinjauan biokmia terhadap resistensi OPT terhadap
tanaman sayuran.
1.3 Tujuan
 Memaparkan dan menjelaskan tentang tinjauan biokmia terhadap resistensi OPT terhadap
tanaman sayuran.
 Serta untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Biokimia

Biokimia adalah kimiamahluk hidup. Biokimiawan mempelajari molekul dan reaksi


kimiaterkatalisis oleh enzim yang berlangsung dalam semua organisme. Biokimia merupakan ilmu yang
mempelajari struktur dan fungsi komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan
biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia reaksi termediasi enzim dan
sifat-sifat protein. Saat ini, biokimia metabolisme sel telah banyak dipelajari. Bidang lain dalam biokimia
di antaranya sandi genetik (DNA, RNA), sintesis protein, angkutan membran sel, dan transduksi sinyal.
Kebangkitan biokimia diawali dengan penemuan pertama molekul enzim, diastase, pada tahun 1833 oleh
Anselme Payen. Tahun 1828, Friedrich Wöhler menerbitkan sebuah buku tentang sintesis urea, yang
membuktikan bahwa senyawa organik dapat dibuat secara mandiri. Penemuan ini bertolak belakang dengan
pemahaman umum pada waktu itu yang meyakini bahwa senyawa organik hanya bisa dibuat oleh
organisme. Istilah biokimia pertama kali dikemukakan pada tahun 1903 oleh Karl Neuber, seorang
kimiawan Jerman. Sejak saat itu, biokimia semakin berkembang, terutama sejak pertengahan abad ke-20,
dengan ditemukannya teknik-teknik baru seperti kromatografi, difraksi sinar X, elektroforesis, RMI
(nuclear magnetic resonance, NMR), pelabelan radioisotop, mikroskop elektron, dan simulasi dinamika
molekular. Teknik-teknik ini memungkinkan penemuan dan analisis yang lebih mendalam berbagai
molekul dan jalur metabolik sel, seperti glikolisis dan siklus Krebs. Perkembangan ilmu baru seperti
bioinformatika juga banyak membantu dalam peramalan dan pemodelan struktur molekul raksasa. Saat ini,
penemuan-penemuan biokimia digunakan di berbagai bidang, mulai dari genetika hingga biologi molekular
dan dari pertanian hingga kedokteran. Penerapan biokimia yang pertama kali adalah dalam pembuatan roti
menggunakan khamir, sekitar 5000 tahun yang lalu.

2.2 Biokimia dalam mekanisme resistensi OPT

Resistensi merupakan rintangan tunggal paling besar dalam keberhasilan pengendalian serangga,
secara kimia dan bersifat diwariskan (diturunkan). Seringnya kontak antara serangga dengan insektisida
yang digunakan untuk pengendaliannya dapat mengakibatkan terjadinya resistensi fisiologis ini. Secara
biokimia proses terjadinya resistensi melalui tiga mekanisme dasar yang berperan antara lain :

a. Penurunan penetrasi insektisida pada tempat aktif.

b. Peningkatan metabolisme insektisida dengan enzim esterase, mixed function oxidase, hidrolase, dan
glutathione-s-transferase
c. Perubahan sensitivitas tempat sasaran dalam tubuh serangga, berupa insensitivitas saraf dan
insensitivitas enzim asetilkholin esterase.

2.3 Proses terjadinya resistensi

Resistensi di lapangan yang kadangkala diindikasikan oleh menurunnya efektivitas suatu teknologi
pengendalian tidak terjadi dalam waktu singkat. Resistensi pestisida berkembang setelah adanya proses
seleksi yang berlangsung selama banyak generasi. Resistensi merupakan suatu fenomena evolusi yang
diakibatkan oleh seleksi pada serangga hama yang diberi perlakuan insektisida secara terus menerus.

Di alam frekuensi alel individu rentan lebih besar dibandingkan frekuensi alel individu resisten, dan
frekuensi alel homosigot resisten (RR) berkisar antara 10-2 sampai 10-13 (Georgiou dan Taylor 1986).
Karena adanya seleksi yang terus- menerus jumlah individu yang peka dalam suatu populasi semakin
sedikit dan meninggalkan individu-individu resisten. Individu resisten ini akan kawin satu dengan lainnya
sehingga menghasilkan keturunan yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi pestisida
permulaan akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan sifat ini pada
keturunan mereka.

Karena pengguna pestisida sering menganggap bahwa individu-individu hama yang tetap hidup belum
menerima dosis letal, petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis pestisida dan frekuensi
aplikasi. Tindakan ini yang mengakibatkan semakin menghilangnya proporsi individu yang peka. Tindakan
ini meningkatkan proporsi individu-individu yang tahan dan tetap hidup. Dari generasi ke generasi proporsi
individu resisten dalam suatu populasi akan semakin meningkat dan akhirnya populasi tersebut akan
didominansi oleh individu yang resisten. Resistensi tidak akan menjadi masalah sampai suatu populasi
didominansi oleh individu-individu yang resisten sehingga pengendalian hama menjadi tidak efektif lagi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perkembangan resistensi adalah tingkat tekanan seleksi yang
diterima oleh suatu populasi serangga. Pada kondisi yang sama, suatu populasi yang menerima tekanan
yang lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang resisten dalam waktu yang lebih singkat
dibandingkan populasi hama yang menerima tekanan seleksi yang lemah.

Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik, biologi dan
operasional (Georgiou, 1983). Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi alel
resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas
dan migrasi. Faktor operasional meliputi jenis dan sifat insektisida yang digunakan, jenis-jenis insektisida
yag digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara
aplikasi, bentuk formulasi ,dan yang lain. Faktor genetik dan biologi-ekologi lebih sulit dikelola
dibandingkan faktor operasional. Faktor genetik dan biologi merupakan sifat asli serangga sehingga di luar
pengendalian kita. Dengan mempelajari sifat-sifat tersebut dapat dihitung risiko munculnya populasi
resisten suatu jenis serangga.

2.4 Mekanisme Resistensi

Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak beracun) insektisida oleh karena bekerjanya ensim-ensim
tertentu seperti ensim dehidroklorinase (terhadap DDT), ensim mikrosomal oksidase (terhadap
karbamat, OP, piretroid), glutation transferase (terhadap OP), hidrolase dan esterase (terhadap OP).

2. Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga seperti asetilkolinesterase (terhadap
OP dan karbamat), sistem syaraf (Kdr) seperti terhadap DDT dan piretroid.

3. Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan
terhadap kebanyakan insektisida.

Ketahanan serangga terhadap suatu jenis atau beberapa jenis insektisida disebabkan oleh lebih dari satu
penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa jenis serangga yang cepat membentuk populasi yang
resisten tetapi ada yang lambat, ada juga jenis-jenis insektisida yang cepat menimbulkan reaksi ketahanan
dari banyak jenis serangga. Mekanisme resistensi penyakit terhadap fungisida dan resistensi gulma
terhadap herbisida pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan mekanisme resistensi hama terhadap
insektisida.
BAB III

PENUTUP

3.3 Kesimpulan
Di Indonesia fenomena resistensi hama terhadap tanaman sayuran dan pestisida sudah merupakan
masalah kronis yang telah lama kita hadapi sejak kita menggunakan pestisida, namun belum pernah
dilakukan evaluasi dan pendugaan mengenai kerugian sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh
fenomena tersebut.
Indonesia belum mempunyai kebijakan dan strategi khusus untuk menanggulangi dan menghambat
perkembangan populasi hama resisten karena belum memiliki kegiatan penelitian yang
komprehensif, dapat dipercaya dan memadai.

3.4 Saran
Resistensi pestisida seharusnya merupakan perhatian dan keprihatinan semua stakeholders
(pemangku kepentingan) termasuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, produsen dan distributor
pestisida, peneliti, akademisi, petani secara individu dan berkelompok dan masyarakat pada
umumnya.
Pemerintah perlu menyusun dan menetapkan kebijakan khusus tentang Manajemen Resistensi
Pestisida dengan melakukan koordinasi lintas sektor dan lintas disiplin yang bertujuan menghambat,
menunda atau menghentikan perkembangan populasi hama resisten.
Pengembangan dan penerapan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dan Pengelolaan Vektor Penyakit
Manusia secara Terpadu perlu ditingkatkan dan diperluas, melalui kegiatan pemberdayaan petani dan
masyarakat dalam menggunakan pestisida secara selektif dan hemat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Monaim, M.F, M.E Ismail and K.M Morsy. 2012. Induction of systemic resistance in
soybean plants against Fusarium wilts disease by seed treatment with benzothiadiazole and
humic acid. African Journal of Biotechnology. 11: 2454-2465. Available online at
http://www.academicjournals.org/AJB.
Aday, B.A. 1974. The Philippine program in breeding for resistance to downy mildew of maize.
Proc. Symposium on Downy Mildew of Maize. Tokyo. Agric. Res. 8: 207−244.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. 4th ed. Academic Press, Toronto. Agrios, G.N. 2005. Plant
Pathology. Fiveth edition. Academic Press, San Diego.

Anda mungkin juga menyukai