Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung adalah salah satu komoditas jenis serealia yang strategis dan

bernilai ekonomi serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena

kedudukannya nomor dua setelah padi. Jagung juga memiliki arti penting dalam

pengembangan industri di Indonesia karena berfungsi sebagai bahan baku industri

pangan maupun industri pakan ternak khususnya pakan ayam ( Simanjutak dkk,

2014). Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai

sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Jagung kaya akan karbohidrat.

Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam jagung dapat mencapai 80% dari

seluruh bahan kering biji jagung. Karbohidrat itulah yang dapat menambah atau

memberikan asupan kalori pada tubuh manusia, yang merupakan sumber tenaga

sehingga jagung dijadikan sebagai bahan makanan pokok.

Menurut data BPS (2015), dengan luas lahan sebesar 3,8 juta hektar, pada

tahun 2014 produksi jagung dalam bentuk pipilan kering mencapai 19,03 juta ton

atau mengalami kenaikan sebesar 2,81% dibandingkan pada tahun 2013 (18,51

juta ton). Kenaikan produksi terjadi, baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa

pada periode sekitar Mei hingga Agustus dan September hingga Desember 2014

karena adanya kenaikan produktivitas sekitar 2,87% per tahun. Jawa Timur

menjadi sentra produksi jagung sehingga harga jagung di kota Surabaya

memegang peranan penting dalam menentukan harga rata-rata jagung di tingkat

nasional. Sejak tahun 2000 hingga 2014, harga rata-rata jagung lokal

menunjukkan tren meningkat sebesar 11,22%. Peningkatan produksi jagung

nasional tersebut membuka peluang penggunaan jagung untuk mensubstitusi

kebutuhan terigu menjadi lebih besar. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan

kebijakan melalui peraturan presiden (Perpres) No.22 tahun 2009 tentang


Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal

yang dikuatkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1 tahun 2010 tentang

Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 dalam

bidang ketahanan pangan, yaitu pengembangan pangan lokal berbasis tepung-

tepungan non beras dan non terigu. Karena semakin meningkatnya penggunaan

tepung terigu dengan tidak seimbangnya bahan baku yang kurang sehingga harus

import bahan baku membuat masyarakat menggunakan jagung untuk dijadikan

pengganti tepung terigu. Tepung merupakan hasil pertanian yang luas

penggunaannya untuk berbagai bahan pangan, dan salah satu jenis tepung yang

mendominasi di Indonesia adalah tepung terigu (Retnowati dan Eddy, 2003).

Kebutuhan terigu di masyarakat mengakibatkan pengadaannya melalui impor

dalam jumlah cukup besar, walaupun sebenarnya tanaman pangan lain yang

berpotensi sebagai sumber bahan baku pembuatan tepung cukup melimpah.

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan penting, yang produksinya terus

meningkat beberapa tahun terakhir, dengan jumlah produksi dari tahun 2008

sampai 2012 adalah 16.317.252, 17.629.748, 18.327.636, 17.643.250 dan

19.387.022 ton.

Untuk mendukung program pemerintah dalam swasembada jagung,

diperlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai

tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah jagung

adalah dengan mengolahnya menjadi berbagai produk olahan yang tahan lebih

lama yaitu menjadikanya sebaga tepung. Menurut SNI 01-3727-1995, tepung

jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea

mays LINN.) yang bersih dan baik. Tepung jagung merupakan butiran-butiran

halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung

menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya,

karena tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan
zat gizi (fortifikasi), dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses

pengolahan lanjutan. Jagung kuning maupun putih dapat diolah menjadi tepung

jagung, perbedaan produk hanya terletak pada warna tepung yang dihasilkan.

Tepung jagung merupakan jenis pangan bahan subtitusi. Bahan pangan

substitusi merupakan bahan makanan pengganti makanan pokok. Walaupun

kandungan gizinya tidak sama persis dengan kandungan gizi pada makanan

pokok, bahan panangan substitusi ini masih memiliki kandungan gizi yang

sebagian besar mirip dengan bahan makanan pokok (Rustanti, 2015). Contoh dari

makanan pokok adalah beras namun saat ini makanan pokok (beras) tersebut

dapat digantikan dengan bahan makanan lain seperti jagung, gandum, serealia,

ubi-ubian dan lain sebagainya. Tepung jagung memiliki potensi dalam

menggantikan tepung terigu. Tepung jagung komposit dapat digunakan sebagai

bahan berbagai produk pangan, antara lain kue basah, kue kering, mie kering, dan

roti. Tepung jagung komposit dapat mensubstitusi terigu hingga 30-40% pada kue

basah, 60- 70% pada kue kering, dan 10-15% pada roti, dan mie (Suarni, 2009).

Produk tepung jagung dengan nama “ Corn Flor” mampu memberikan terobosan

baru dipasaran sebagai bahan subtitusi pengganti tepung terigu dan berguna

sebagai bahan tambahan untuk olahan pangan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah produk “ Corn Flor” sebagai produk

subtitusi adalah sebagai berikut :

1. Mampu memberikan inovasi baru bagi masyarakat bahwa bahan dalam

membuat kue tidak hanya dari tepung terigu

2. Memanfaatkan produksi jagung yang cukup banyak di Indonesia

3. Meningkatkan nilai ekonomi produk olahan jagung


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aspek Pasar

Produk pengganti tepung terigu tidak hanya terbatas tepung jagung saja

melainkan terdapat tepung ubi jalar ungu yang memiliki kandungan gizi yang

hampir setara tepung terigu. Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar

yang banyak ditanam di Indonesia. Ubi jalar ungu memiliki kandungan gizi yang

kaya akan vitamin (B1, B2, C dan E), mineral (Ca, Mg, K dan Zn), serat makanan

dan karbohidrat. Selain itu ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat

karena adanya pigmen ungu antosianin yang menyebar dari bagian kulit sampai

bagian daging ubinya. Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah

satu cara untuk menyimpan dan mengawetkan ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar

merupakan hancuran dari ubi jalar yang dihilangkan sebagian kadar airnya sekitar

7%. Tepung ubi jalar ungu memiliki bentuk seperti tepung biasa dan berwarna

ungu keputihan namun setelah terkena air warnanya menjadi ungu tua.

Permintaan ubi jalar semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah

penduduk yang besar, berkembangya industri pengolahan bahan makanan

berbahan baku ubi jalar. Sebagai bahan pangan, ubi jalar dapat disiapkan dengan

cara sangat sederhana seperti kukus, rebus, goreng, bakar maupun panggang.

Potensi pasar komoditas jagung yang ada di tingkat ASEAN, Indonesia

merupakan produsen jagung nomor satu. Hal ini merupakan peluang bagi

Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara ASEAN lainnya dalam

perdagangan jagung di kawasan ASEAN (Mantau, 2016). Permasalahan yang

dihadapi Indonesia saat ini adalah produk jagung untuk ekspor umumnya masih

dalam bentuk barang primer atau bahan baku (resource based). Kondisi ini

menyebabkan ekspor jagung Indonesia rentan terhadap gejolak harga. Hal ini
sangat berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura,

Malaysia, dan Thailand yang sudah menghasilkan produk-produk hilir yang lebih

berdaya saing dibanding produk primer. Salah satu produk olahan jagung yaitu

tepung jagung. Tidak hanya tepung ubi jalar saja yang berkembang, tepung jagung

ini memiliki potensi pasar yang baik karena banyak masyarakat menggunakkanya

sebagai bahan olahan makanan. Salah satunya tepung jagung digunakan sebagai

bahan pengganti terigu dalam pembuatan bolu kukus. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Nur’aini (2014) pada produk kulit bakpia, subtitusi tepung

jagung yang paling disukai baik dari aspek warna, aroma, rasa, tekstur maupun

keseluruhan adalah 10%. Hal ini dapat menjadi peluang bagi para produsen

jagung bahwa tepung jagung mampu dijadikan pengembangan produk baru yang

memiliki celah pasar yang baik dari segi permintaan dan pemenuhan kebutuhan.

Segmentasi adalah membagi sebuah pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli

yang khas berdasarkan kebutuhan, karakteristik atau perilaku yang mungkin

membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah. Menurut Tania dan

Diah (2014), segmentasi pasar adalah proses membagi keseluruhan pasar untuk

produk tertentu atau kategori produk tertentu kedalam segmen yang relatif

homogen atau kedalam kelompok. Ada empat pembagian pasar menurut Kotler

(2011), yaitu geografi, demografi, priskografis, dan perilaku. Hasil kajian preferensi

konsumen terhadap produk olahan jagung menunjukkan bahwa konsumen sangat

menyukai produk olahan jagung termasuk tepungdari jagung. Segmen konsumen

tepung jagung juga sangat luas, karena tepung jagung mampu memberikan atau

menciptakan suatu olahan pangan. Salah satunya adalah bahan untuk membuat

kue kering selain itu tepun jagung banyak dimanfaatkan para penjual kue untuk

membuat bolu kukus. Selain itu segmentasi pasar dapat ditujukan untuk pedagang

alat bahan kue.


2.2 Aspek Teknis

2.2.1 Proses pengolahan dan Teknologi pembuatan tepung jagung

a. Metode pengolahan tepung jagung

Tepung jagung “Corn Flor” dibuat dari jagung pipilan varietas yang mudah

dibuat tepung yaitu yang tergolong jagung semi mutiara, misalnya varietas Bisma.

Secara umum, terdapat dua metode pembuatan tepung jagung yaitu metode

basah dan metode kering. Pada metode basah, biji jagung yang telah disosoh

direndam dalam air selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan dan diproses menjadi

tepung menggunakan mesin penepung. Penggilingan biji jagung menjadi bentuk

tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga dan tip

cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan

memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit yang memiliki kandungan serat tinggi

harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Sementara itu,

lembaga yang merupakan bagian biji jagung dengan kandungan lemak tertinggi

juga harus dipisahkan agar tidak membuat tepung menjadi tengik. Selain itu, tip

cap juga harus dipisahkan sebelum penepungan agar tidak terdapat butir-butir

hitam pada tepung olahan. Pembuatan tepung jagung baik dilakukan dengan

menggunakan metode penggilingan kering (Juniawati, 2003). Proses pembuatan

tepung jagung diawali dengan penggilingan menggunakan hammer mill.

Penggilingan ini menghasilkan grits, lembaga, kulit, dan tip cap. Pada prinsipnya,

penggilingan biji jagung adalah proses pemisahan perikarp, endosperma dan

lembaga, kemudian dilanjutkan dengan proses pengecilan ukuran. Perikarp harus

dipisahkan pada proses pembuatan tepung karena kandungan seratnya yang

cukup tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Pada pembuatan

tepung, dilakukan pemisahan lembaga karena tanpa pemisahan lembaga tepung

akan mudah mengalami ketengikan. Tip cap juga harus dipisahkan karena dapat
membuat tepung menjadi kasar. Pada pembuatan tepung, endosperma

merupakan bagian yang digiling menjadi tepung. Terdapat kriteria mutu Tepung

Jagung berdasarkan SNI :

b. Proses penepungan jagung

Penepungan jagung pipil dilakukan dengan teknik penepungan kering.

Metode ini melalui dua tahapan proses penggilingan. Penggilingan pertama

(penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Grits jagung

yang dihasilkan dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam. Tujuan perendaman

adalah membuat grits jagung tidak terlalu keras, sehingga memudahkan proses

penggilingan kedua (penggilingan halus) yang menggunakan disc mill. Hasil

penggilingan yang berupa tepung jagung ini masih harus melalui proses

pengayakan 100 mesh, sehingga diperoleh hasil tepung jagung yang optimal.

Proses penepungan jagung dapat dilihat pada Gambar 1:


Selain itu, terdapat pula metode penggilingan basah dengan menggunakan

larutan. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan teknologi pembuatan

tepung jagung adalah cukup banyaknya kulit biji dalam tepung. Hal ini membuat

tepung bertekstur kasar, sehingga rasanya kurang disukai. Untuk mendapatkan

tepung yang bertekstur halus maka tepung harus bebas dari kulit biji jagung. Ada

dua metode pemisahan kulit jagung dari endosperma, yaitu dengan menggunakan

larutan CaO dan NaOH.


 Penggunaan Larutan CaO

Pada diagram alir diatas menunjukkan proses untuk memisahkan

kulit biji dari endosperma, biji jagung direndam dalam larutan CaO 5 %

selama 36 jam tanpa pemanasan, kemudian digiling secara kering

sehingga menghasilkan rendemen tepung dengan ukuran partikel 60 – 80

mesh. Bahan dan alat yang dibutuhkan meliputi , untuk bahan yang

dibutuhkan adalah biji jagung dan larutan CaO 5 %. Sedangkan alat yang

digunakan yaitu penggilingan dan alat penyaring berukuran 60 – 80 mesh.

 Penggunaan Larutan NaOH

Pada metode dengan larutan NaOH menggunakan larutan NaOH 6%

dengan alat yang sama yaitu penggilingan dan alat penyaring ukuran 60-
80 mesh. Kadar protein jagung yang dipisahkan kulit bijinya mengalami

peningkatan karena berubahnya proporsi protein. Semakin efektif larutan

memisahkan kulit biji dari endosperma jagung semakin besar peningkatan

kandungan protein tepung

c. Peralatan pada pengolahan tepung jagung

Suatu industri pengolahan harus memiliki peralatan dalam mendukung

proses produksi sehingga mampu menghasilkan produk yang baik. Peralatan yang

dipakai harus berbahan kuat, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan. Pembersihan

peralatan mutlak dilakukan sebagai salah satu bentuk perawatan. Kondisi ini

berkaitan dengan sisa-sisa bahan hasil produksi sebelumnya yang mengandung

mikroba dapat mempersingkat umur simpan produk sehingga menurunkan

kualitas produk hasil proses produksi berikutnya. Sedangkan untuk penentuan

jenis dan kapasitas peralatan disesuaikan dengan kapasitas produksi industri.

Mesin dan peralatan utama yang diperlukan dalam pembuatan tepung jagung

adalah sebagai berikut:

Nama Mesin Fungsi Gambar

Timbangan Timbangan berguna


sebagai alat ukur berat
dari suatu produk. Jenis
timbangan yang dipakai
pada proses pembuatan
tepung jagung berupa
jenis timbangan kasar
yaitu untuk menimbang
bahan baku jagung dan
timbangan yang relatif
lebih akurat khusus untuk
menimbang tepung
jagung.
Pemipil Mesin pemipil jagung
atau perontok jagung
berfungsi untuk
memipil atau melepas
jagung dari
bonggolnya.
Pemipilan jagung
akan lebih mudah
dilakukan jika kondisi
jagung sudah kering
atau jagung yang
memiliki kadar air
sebesar 17%.
Penggiling Mesin penggiling

digunakan untuk

menghancurkan jagung

pipilan dan beras jagung.

Mesin penepung tipe disk

merupakan jenis mesin

yang dapat diterapkan

untuk skala pedesaan

atau industri. Memiliki

kapasitas 100-150

kg/jam mampu

menghasilkan tepung

jagung dengan tingkat

kehalusan 80 mesh.
Alat Pengering Berfungsi sebagai alat
untuk mengeringkan
jagung. Proses
pengeringan dapat
dilakukan dengan
manual ataupun
mekanis. Jika
menggunakan cara
manual yaitu dijemur
dibawah sinar matahari
mampu mendapatkan
jagung dengan kadar air
10%.
Mesin Disk mill Berfungsi sebagai alat
untuk membuat bubuk
tepung halus dari
berbagai bahan baku
kering.

Alat pengemas Berfungsi sebagai alat


pengemas suatu produk.
Tepung jagung yang
telah benar halus segera
dikemas dan ditutup
rapat sebelum menyerap
air dan udara. Untuk
kemasan yang
menggunakan plastik
bisa digunakan plastic
sealer. Jika untuk
kapastitas besar maka
menggunakan karung
dan timbang.
2.1.2 Pengadaan Bahan Baku

Masalah yang sering dialami perusahaan dalam pengendalian persediaan

bahan baku diantaranya, jika persediaan bahan baku perusahaan yang terlalu

kecil maka perusahaan bisa mengalami kekurangan bahan baku dalam proses

produksi guna memenuhi permintaan konsumen yang cukup besar, hal demikian

dapat membawa dampak buruk bagi perusahaan misalnya kerugian. Perusahaan

akan mengeluarkan biaya pemesanan yang cukup besar jika perusahaan rutin

melakukan pemesanan bahan baku akibat dari kurangnya persediaan bahan baku

perusahaan. Sebaliknya, jika persediaan bahan baku perusahaan yang terlalu

besar maka perusahaan akan mengeluarkan biaya penyimpanan yang cukup

besar karena adanya persediaan yang melebihi kapasitas permintaan konsumen.

Oleh karena itu, perusahaan memerlukan model untuk mengantisipasi

permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian persediaan bahan baku.

Bahan baku atau lebih dikenal dengan sebutan Raw Material merupakan

bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari

perusahaan yang bersangkutan (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Bahan baku

utama dalam pengolahan “ Corn Flor” berupa jagung. Pengadaan bahan baku

dengan memilih jenis bahan baku utama yaitu jagung lokal A dan jagung lokal B

dimana asal daerah pemasok bahan baku jagung berada dekat dengan

perusahaan ini. Pemakaian bahan baku jagung yang tersedia digudang digunakan

untuk proses produksi dan kuantitas pembelian bahan baku jagung yang optimal.

Pemakaian bahan baku utama jagung diperusahaan menerapkan sistem FIFO


(First In First Out). Sistem FIFO adalah bahan baku yang pertama masuk

diperusahaan yang akan terlebih dahulu dalam proses produksi. Penggunaan

sistem FIFO bertujuan untuk menjaga kualitas bahan baku tidak agar turun dan

rusak selama penyimpanan. Pengendalian kualitas bahan baku jagung di

perusahaan sangat diperhatikan untuk tetap menjaga produksi berjalan lancar.

Selain itu, untuk jaminan keberlanjutan dari produk jagung jika memang bahan

baku benar-benar habis perusahaan memilih untuk mengimpor jagung dari luar.

Meskipun harga relatif lebih mahal akan tetapi perusahaan harus tetap bisa

menyediakan atau memenuhi permintaan konsumen.

2.3 Aspek Keuangan

Dalam suatu industri yang bergerak dalam industri pangan hal yang perlu

diperhatikan yaitu mengenai aspek keuangan. Ketiks memulai suatu usaha

keuangan harus sangat diperhitungkan agar mampu menghasilkan suatu produk

yang terjangkau namun perusahaan masih mampu mendapatkan laba yang tinggi.

Aspek keuangan sendiri berhubungan dengan proses analisis keuangan. Analisis

keuangan adalah pengkajian keragaan biaya manfaat dari suatu kegiatan usaha

yang dilakukan. Analisis finansial dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

perkiraan dalam hal pendanaan dan aliran kas, sehingga dapat diketahui layak

atau tidaknya bisnis yang dijalankan (Gray dkk, 2007). Menurut Husnan (2000)

analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya

dan manfaat untuk menentukan apakah suatu bisnis akan menguntungkan

selama umur bisnis. Proses perhitungan biaya mampu menentukan apakah

secara ekonomi produk “Corn Flor” layak atau tidak selain itu juga mampu

menentukan biaya investasi dari suatu produk tersebut. Untuk itu dilakukan

perhitungan berapa estimasi dana investasi, estimasi kapasitas produksi, estimasi


biaya per unit dan estimasi harga jual produk yang dibutuhkan perusahaan agar

menghasilkan keuntungan yang tinggi.

a. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya tetap yang besarnya tidak dipengaruhi oleh

jumlah produk yang dihasilkan. Investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan

produk “Corn Flor” dapat ditentukan dari perhitungan kebutuhan peralatan

produksi yang dibutuhkan. Mesin peralatan produksi yang dibutuhkan antara lain :

Timbangan, mesin pemipil, mesin penggiling, mesing pengering dan alat

pengemas. Biaya investasi awal yang dibutuhkan dalam membuat produk “Corn

Flor” sebesar Rp 19.400.000 dengan biaya penyusutan tiap bulannya sebesar Rp

230.000 . Dibawah ini anggaran kebutuhan mesin dan peralatan produksi:

Tabel 1. Kebutuhan Mesin dan Peralatan Produksi


b. Biaya Produksi

Biaya produksi adalah akumulasi dari semua biaya-biaya yang dibutuhkan

dalam proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk atau

barang. Biaya-biaya ini meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya

operasional barang / pabrik, dan lain sebagainya. Berikut rincian biaya bahan baku

minimum (biaya tidak tetap) yang dibutuhkan per harinya dari “Corn Flor” :

Dari perhitungan diatas dapat ditentukan biaya produksi dari pembuatan “Corn

Flor” sebesar Rp 11.030.000 yang didapat dari :

Biaya Produksi = Biaya tidak tetap + Nilai Penyusutan Per Bulan

= 10.800.000 + 230.000 = Rp 11.030.000

c. Biaya Overhead

Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead costs) adalah biaya

produksi yang tidak masuk dalam biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja

langsung. Apabila suatu perusahaan juga memiliki departemen-departemen lain

selain departemen produksi maka semua biaya yang terjadi di departemen

pembantu tersebut (termasuk biaya tenaga kerjanya) dikategorikan sebagai biaya

overhead pabrik. Biaya overhead pabrik biasanya muncul dari biaya-biaya yang

harus dikeluarkan untuk pemakaian bahan tambahan, biaya tenaga kerja tak
langsung, pengawasan mesin produksi, pajak, asuransi, hingga fasilitas-fasilitas

tambahan yang diperlukan dalam proses produksi. Berikut perhitungan biaya

overhead pada tepung jagung “Corn Flor” :

Komponen Jumlah Biaya

Perbulan Pertahun

Gaji Karyawan 10 25.000.000 300.000.000

Pemeliharaan - 5.000.000 60.000.000

Listrik - 1.500.000 18.000.000

Air - 200.000 2.400.000

Total Biaya 31.700.000 380.400.000

Pada rincian biaya overhead atau operasional makan diperoleh biaya

operasional perbulan sebesar Rp 31.700.000. Biaya operasional ini berdasarkan

asumsi sebelumnya yaitu kapasitas 100 buah/hari kemasan plastic 10 kg dan

kemasan sak 30kg sebanyak 100 sak/hari dengan asumsi jumlah tenaga kerja

yang dibutuhkan sebanyak 10 orang karyawan.

d. Kapasitas Produksi

Perencanaan Kapasitas Produksi atau Production Capacity

Planning merupakan salah satu proses yang penting dalam suatu sistem produksi.

Kapasitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencapai, menyimpan atau

menghasilkan sedangkan yang dimaksud dengan Kapasitas Produksi adalah

jumlah unit maksimal yang dapat dihasilkan dalam jangka waktu tertentu dengan

menggunakan sumber daya yang tersedia. Dalam Manajemen Operasi dan

Produksi, Kapasitas Produksi perlu ditentukan dan direncanakan dengan baik

sehingga dapat memenuhi permintaan pelanggan. Kapasitas produksi ini biasanya


dinyatakan dengan jumlah unit yang dihasilkan (Volume) per satuan waktu. Beberapa

faktor yang mempengaruhi kapasitas produksi diantaranya seperti jumlah tenaga kerja

yagn digunakan, kemampuan dan keahlian tenaga kerja, jumlah mesin dan peralatan

kerja yang digunakan, perawatan mesin, tingkat kecacatan produk, pemborosan

dalam proses produksi, pasokan bahan baku dan bahan-bahan pendukung dan

produktivitas kerja. Pada perusahaan pembuatan tepung jagung dengan brand “ Corn

Flor” didapatkan kapasitas produksinya untuk kemasan 30 kg dalam sak

sebanyak 100 sak/hari atau sekitar 3000 jagung kg/hari dengan waktu kerja

selama 8 jam dengan asumsi pekerja 10 orang.

e. Perhitungan Harga Pokok Produksi

Harga Pokok Penjualan (HPP) merupakan salah satu elemen penting dari

laporan laba-rugi suatu perusahaan dagang. Yang dimaksud dengan HPP adalah

seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual atau harga

perolehan dari barang yang dijual. Apabila perusahaan akan menyusun laporan

keuangan khususnya laporan laba-rugi, maka harus dilakukan perhitungan HPP

yang terjadi dalam periode berjalan. Perhitungan HPP yang tepat dan akurat

mempengaruhi nilai laba yang didapatkan perusahaan atau kerugian yang

ditanggung perusahaan. Oleh karena itu, semakin tepat perhitungan HPP yang

dilakukan akan menghasilkan laporan laba rugi perusahaan yang semakin akurat.

Pada produk “ Corn Flor” telah dilakukan perhitungan biaya investasi, biaya

overhead serta kapasitas produksinya sehingga dapat ditentukan HPP minimum

dari produksi “Corn Flor”.

Harga NETT/HPP = (Nilai Penyusutan per Bulan+ Biaya Tidak Tetap) /

Kapasitas Produksi

= ( Rp 230.000 + Rp 10.800.000) / 3000

= 3676,66 = Rp 3600
Jadi harga pokok produksi “Corn Flo” sebesar Rp 3600 per kg untuk kapasitas

3000 kg per hari. Harga jual kepada konsumen adalah Rp 4000 per kg nya atau

per sak berisi 30 kg sebesar Rp 120.000.

f. Profit dan Cash Flow

Aliran kas terdiri dari aliran kas masuk dan kas keluar. Komponen aliran

kas masuk terdiri dari pendapatan hasil penjualan produk, sedangkan kas keluar

terdiri dari biaya invetasi, biaya operasional, pembayaran angsuran pinjaman

kredit bank, dan pajak penghasilan. Untuk mengetahui kelayakan rencana

investasi dilakukan perhitungan NPV, IRR, PBP dan rasio B/C. Analisis NPV

dilakukan untuk melihat bagaimana nilai investasi dengan mempertimbangkan

perubahan nilai mata uang. NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari

keuntungan dan biaya. IRR pada dasarnya merupakan metode untuk menghitung

tingkat bunga yang dapat menyamakan antara present value dari semua aliran kas

masuk dengan aliran kas keluar dari suatu investasi proyek. IRR digunakan untuk

menghitung besarnya rate of return yang sebenarnya (Sulisyanto, 2010).

Pada produk tepung jagung “Corn Flor” telah didapatkan estimasi

perhitungan profit dan aliran cash flow yaitu :

Keuntungan

= Hasil Usaha – Biaya Produksi

= (10x 120.000x30) – (11.030.000)

= Rp 24.970.000

Jangka Waktu Pengendalian Modal

= Total Investasi/ Keuntungan

= 19.400.000/ 24.970.000 = kurang dari 1 bulan

Proses pengembalian modal dari estimasi perhitungan dapat kembali kurang dari

1 bulan melainkan sekitar 7 bulan.


R/C (R= Revinew/Pendapatan, C= cost/pengeluaran)

= Hasil Usaha : Biaya Produksi

= Rp 36.000.000 : Rp 11.030.000

= 3263,83

Artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk produksi menghasilkan

penerimaan sebesar 3263,83 rupiah.

Break Event Point

= Biaya Penyusutan Per Bulan : 1 – (Biaya Tidak Tetap : Hasil Usaha)

= Rp 230.000 : 1 – (Rp 10.800.000 : Rp 36.000.000)

= Rp 230.000 : 0,30

= Rp 766.666,67 = Rp 800.000

Artinya usaha tidak rugi dan tidak untung saat dihasilkan pendapatan sebesar

Rp. 800.000.
Daftar Pustaka

Gray, C dkk. 2007. Pengantar Evaluasi Proyek Edisi Kedua. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

Husnan, S. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, Edisi Ketiga.

UPP AMP YKPN. Yogyakarta

Kusuma, P.T dan Nur, K.I. 2014. Analisa Finansial Pengembangan Usaha

Produksi Komoditas Lokal : Mie berbasis Jagung. Jurnal Agritech. Vol

3(2);1-9

Mantau, Z. 2016. Daya Saing Komoditas Jagung Indonesia Menghadapai Era

Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 35(2); 89-97

Retnowati, H.R dan Eddy, S.L.P. 2003. Peluang Bisnis Makanan Berbasis

Tepung. PT Elex Media Komputindo. Jakarta

Rustanti, N. 2015. Buku Ajar Ekonomi Pangan dan Gizi. DeePublish.

Yogyakarta

Simanjutak, N.S., Edison, P. dan Jonatan, G. 2014. Pertumbuhan dan Produksi

Jagung Pada Berbagai Metode Pengendalian Gulma. Jurnal Online

Agroekoteknologi. Vol 2(3):1055-1064

Suarni. 2009. Potensi Tepung Jagung dan Sorgum sebagai Substitusi Terigu

dalam Produk Oalahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Tanaman Pangan. Vol

4(2); 181-193
MAKALAH
PERENCANAAN PROYEK INDUSTRI
PRODUK TEPUNG JAGUNG

Disusun Oleh:
IVANA THESSALONA
155100300111043
KELAS I
ABSEN 15

Dosen Pengampu: Dr. Ir. Endah Rahayu Lestari, MS.

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

Anda mungkin juga menyukai