Kuliah Gagal Jantung Akut
Kuliah Gagal Jantung Akut
Definisi
Suatu sindroma dimana timbulnya tanda dan gejala yang berlangsung cepat dan singkat (dalam
jam atau hari) akibat disfungsi jantung. Keadaan ini dapat terjadi pada penderita dengan atau
tanpa kelainan jantung sebelumnya, dan dapat mematikan bila tidak diatasi segera. Disfungsi
jantung yang dimaksud meliputi disfungsi sistolik atau diastolik, irama jantung abnormal, atau
terdapat ketidak sesuaian antara preload dan afterload (preload and afterload mismatch).
GJA sendiri dapat terjadi sebagai onset baru GJA pada penderita tanpa disfungsi jantung
sebelumnya (disebut sebagai acute de novo) atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik
(GJK) yang sudah diketahui sebelumnya (acute on chronic), GJA seperti ini dikategorikan
sebagai gagal jantung akut dekompensata (GJAD).
Patofisiologi
Tabel 25. Batasan nilai NT-proBNP pada Gagal Jantung Akut. (Dikutip dari Januzzi et al. Am J
Cardiol 2005; 95:948 -54)
BATASAN NILAI NT-pro BNP UNTUK GJA
NT-proBNP < 300 pg/ml Bukan GJA
NT-proBNP 300 – 1800 pg/ml Ragu GJA Lihat batasan usia
NT-proBNP > 1800 pg/dl Hampir pasti GJA
Tabel. 26. Batasan nilai NT-proBNP berdasarkan usia. (Dikutip dari Januzzi et al. Am J Cardiol
2005; 95:948 -54)
Usia (tahun) Nilai NT-pro BNP (pg/ml)
< 50 300 - 450 > 450
50 - 75 300 - 900 > 900
> 75 300 - 1800 > 1800
Interpretasi : GJA masih diragukan GJA hampir pasti
Elektrokardiogram
Gambaran EKG pada penderita gagal jantung akut pada umumnya abnormal. Pemeriksaan EKG
digunakan untuk mengetahui irama jantung, etiologi gagal jantung akut, kondisi jantung seperti
sindroma koroner akut , dan hipertrofi rongga jantung. Aritmia jantung harus dinilai dengan EKG
12 sadapan kemudian dipasang EKG monitor kontinu.
Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang sesuai indikasi harus dilakukan pada pasien dengan
gagal jantung akut.
Tabel 27. Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut
Darah rutin Wajib
Hitung trombosit Selalu
INR Jika pasien dengan antikoagulan
CRP Perlu dipertimbangkan
D-DImer Perlu dipertimbangkan (mungkin false positif jika pasien
telah lamadi RS
Urea, Elektrolit (Na, K, Ureum, Selalu
Kreatinin)
Gula darah Selalu
CKmb, TnT Selalu
Analisa gas darah Pada gagal jantung berat dan DM
Transaminase Perlu dipertimbangkan
Urinalisis Perlu dipertimbangkan
Plasma BNP/ NTproBNP Perlu dipertimbangkan
Analisa gas darah arteri (Astrup) diperiksa pada semua pasien dengan GJA yang berat.
Pemeriksaan non invasif seperti oksimetri dapat menggantikan data Astrup namun tidak
bermakna pada kondisi low output.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan struktrur jantung
pada gagal jantung akut seperti pada sindrom koroner akut. Hal penting yang harus dinilai
dengan ekokardiografi : fungsi ventrikel kiri dan kanan, keadaan katup, perikard, komplikasi
mekanik dari infark miokard dan adanya massa di jantung (jarang), tekanan arteri pulmonal, dan
curah jantung.
Monitoring Invasif
Saluran arteri; Pemasangan kateter arteri diindikasikan untuk monitoring tekanan darah secara
kontinu atau pemeriksaan analisa gas darah berulang bila hemodinamik masih belum stabil.
Saluran CVP (central venous pressure=tekanan vena sentral); digunakan untuk pemberian cairan
dan obat, serta monitor CVP. Saluran arteri pulmonal (pulmonal artery catheter=PAC) untuk
mengukur tekanan baji kapeler pulmonal dapat dipertimbangkan. bagi pasien yang tidak respon
dengan pengobatan biasa dan pasien dengan kombinasi kongesti dan hipoperfusi sebagai
petunjuk apakah cairannya yang diberikan dan vasoaktif dan inotropik sudah cukup.
Farmakoterapi GJA
Antikoagulan
Antikoagulan diberikan pada fibrilasi atrium dan SKA. Diperlukan monitoring ketat pada
penderita GJA yang diserta disfungsi liver. LMWH kontraindikasi pada gagal ginjal dengan
CCT< 30 cc/menit.
Diuretik
Diuretik diindikasikan pada pasien gagal jantung akut dekompensata yang disertai gejala
dan tanda retensi cairan.
Loop diuretic terpilih karena efeknya yang kuat dan cepat. Dosis dititrasi sesuai respon
diuresis serta berkurangnya gejala dan tanda kongesti.
Khusus pada SKA, diuretik diberikan dosis rendah dan lebih diutamakan vasodilator.
Pemberian dosis loading diikuti infus kontinu lebih efektif daripada bolus saja.
Thiazid atau spironolakton dosis rendah dapat digabung dengan furosemid dan lebih
efektif daripada dosis tinggi satu jenis obat.
Kombinasi diuretik dengan dobutamin, dopamin atau nitrat lebih efektif daripada dosis
tinggi diuretik saja.
Perlu diperhatikan efek samping berupa: aktivasi neurohormonal (angiotensin-
aldosteron) dan simpatis, hipokalemia, hipomagnesemia dan alkalosis hipokloremi yang
dapat memicu aritmia; nefrotoksik (gagal ginjal); penurunan isi sekuncup dan curah
jantung.
Asetazolamid intravena dapat diberikan pada alkalosis akibat efek samping diuretik.
Furosemid 5 – 40 mg/jam
Berat kontinu
Resistensi diuretik
Keadaan klinis berupa berkurang atau hilangnya respon diuresis pada saat pengobatan
belum mencapai target (edema belum teratasi). Kondisi ini memberi prognosis yang buruk.
Tatalaksana resistensi diuretik
Restriksi cairan dan natrium serta koreksi elektrolit
Koreksi cairan bila hipovolemia
Naikkan dosis atau frekuensi diuretik
Gunakan intravena atau infus kontinu diuretik
Kombinasi diuretik dengan HCT atau spironolakton, dopamin atau dobutamin
Kurangi dosis penghambat EKA atau dengan dosis EKA yang sangat rendah.
Ultrafiltrasi atau hemodialisis bila strategi diatas tidak efektif
Inotropik
Inotropik diindikasikan bila terdapat hipoperfusi perifer (hipotensi dan penurunan fungsi
ginjal) dengan atau tanpa tanda kongesti/edema paru dan refrakter terhadap koreksi
volume cairan, diuretik dan vasodilator. Pedoman pemberian inotropik pada gambar 8.
Gambar 17. Algoritme penggunaan Inotropik pada GJA
Dopamin
Pada dosis rendah (<2ug/kg/m) bekerja pada reseptor dopamin perifer, menurunkan
tahanan perifer, vasodilatasi di renal, splanknik, koroner dan pembuluh serebral.
Dosis tersebut dapat meningkatkan perfusi ginjal, LFG, dan diuresis
Dosis >2 ug/kg/m, timbul aktivasi reseptor β dan meningkatkan kontraktilitas serta
curah jantung.
Dosis >5ug/kg/m, timbul aktivasi reseptor α dan meningkatkan tahanan vaskular
perifer. Terjadi peningkatan afterload dan tekanan arteri pulmonal.
Dobutamin
Memiliki efek inotropik dan kronotropik sehingga meningkatkan curah jantung dan
menurunkan simpatis dan tahanan perifer.
Pada dosis rendah, terjadi vasodilatasi ringan arterial sehingga meningkatkan isi
sekuncup akibat penurunan afterload
Dosis dimulai dari 2-3 ug/kg/m dan dapat dinaikkan hingga 20 ug/kg/m.
Pada pasien dalam terapi BB, dosis dobutamin dinaikkan hingga 15-20 ug/kg/m
untuk mendapatkan efek inotropik
Pemberian dobutamin jangka panjang (24-48 jam) akan berdampak berkurangnya
toleransi dan efek hemodinamik, risiko tinggi aritmia, dan iskemia.
Fosfodiesterase inhibitor (milrinone, enoximone)
Milrinon dan enoxamin memberi efek inotropik, lusitropik dan vasodilatasi perifer,
sehingga meningkatkan isi sekuncup, menurunkan tekanan arteri pulmonal, tekanan
wedge paru, tahanan perifer sistemik dan pulmonal.
Efek obat ini tetap bekerja meskipun pasien dalam terapi BB.
Pemberian milrinon diawali bolus 25 ug/kg dalam 10-20 menit yang dilanjuti 0,375-
0,75 ug/kg/m.
Pemberian Enoximone diawali bolus 0,25-0,75 mg/kg dilanjutkan dengan infus
kontinu 1,25 – 7,5 ug/kg/mnt.
Diperkirakan lebih aman untuk digunakan, terutama pada gagal jantung iskemik.
Levosimendan
Cara kerja melalui sensitisasi kalsium pada protein kontraktil serta pembukaan jalur
kalium di otot polos sehingga terjadi vasodilatasi perifer.
Diindikasikan pada gagal jantung dengan curah jantung rendah akibat disfungsi
ventrikel kiri tanpa hipotensi berat.
Pemberian diawali loading 12-24 ug/kg lalu infus kontinu 0,05-0,1 ug/kg/m.
Efek obat tetap atau bahkan meningkat pada pasien dalam terapi BB.
Gamabar 18. Algoritme tatalaksana GJA pada IMA dengan komplikasi mekanik
2. Penyakit katup
GJA dapat disebabkan kondisi katup seperti regurgitasi katup mitral dan aorta akut
(biasanya disebabkan endokarditis dan trauma), stenosis katup aorta dan mitral, trombosis
katup prostetik atau diseksi aorta.
Regurgitasi katup yang bersifat akut, penyebab tersering adalah endokarditis infektif.
Tatalaksana GJA dan intervensi bedah harus segera dilakukan.
Intervensi bedah tidak bermanfaat bila MR akut terjadi berkepanjangan disertai penurunan
indeks kardiak < 1,5 L/mnt/m2 dan fraksi ejeksi < 35%.
AR akut yang disertai endokarditis infektif harus segera dilakukan intervensi bedah.
9. GJA perioperatif
Insiden perioperatif dengan komplikasi IMA dengan kematian 5 % pada pasien dengan
faktor resiko seprti: usia > 70 tahun, angina pada MI, CHF, dalam pengobatan anti aritmia,
pengobatan DM, aktifitas fisik yang terbatas, hiperlipidemia, atau merokok.
Insiden terjadi pada 3 hari setelah operasi.