Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Penyffiklt
Taffianmffiffi Padl
(Oryza sativa L.)
,&
.:
ft
,,:1.
3SE. 3
E
:! I T
&,E
*'' t1
\ lr
i,,u L
!I, k**
ri. , i, t:.,=
NN
&, ::':l
*'i;
i,::# #
t{i
'.{t,:W
F-l
jr,,..*?
JSTAKAAN 'r{
NIPAN r&$*
il1 TIMUR
)cl
A
3
@"*HAILMU
Penyakit
Taneman Padi
(Oryza safiva L,)
Edisi Pertama
V tV ?26/ekt ?/a/ z
Cetakan Pertama,20l3
GRAHA ILMU
Ruko Jambusari No. 7A
Yogyakarta 55283
Telp. :0274'889836;0274-889398
Fax. :0274-889057
E-mail : info@grahailmu.co.id
TSBN: 9'18-602-262-10-5
1. Pertanian 1. Juduf
KATAPE,NGANTAR
Tanaman padi sebagai penghasil beras, dibutuhkan oleh masyarakat dunia untuk
memenuhi kebutuhan
makanan pokok. Negara-negara di Asia, khususnya Asia Tenggara, termasuk Indonesia
sangat
per kapita per
membutuhkan beras mengingat makanan pokok sehari-hari adalah beras. Konsumsi beras
27 juta ton. Menurut
tahun diperkirakan 113 kg. Pada tahun 2011, total konsumsi beras nasional berkisar
juta ton gabah kering
perkiraan Badan pusat Statistika (BPS) produksi beras tahun 2011 sebanyak 68,06
I 1 juta ton'
litirg atau setara dengan 38 juta ton beras. Jadi diperkirakan ada surplus beras nasional
penyempitan
Tantangan ke depan untuk dapat meningkatkan produksi beras cukup tinggi, seperti
khususnya di kota,
areal persawahan akibat alih fungsi lahan akibat kebutuhan pemukiman penduduk
penyempitan lahan
yang menggunakan lahan persawahan produktif dijadikan perumahan mengakibatkan
terhadap tatanan
setiap tahun yang cukup besar. Pembangunan perumahan tidak sedikit berimplikasi
karena rusaknya
saluran irigasi yang semakin rusak sehingga mengakibatkan persawahan kekeringan
saluran irigasi. perhatian pemerintah berupa kebijakan yang pro petani sangat
dibutuhkan agar eksistensi
disebabkan oleh
produksi beras dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Kegagalan produksi tidak saja
hal tersebut, tetapi juga akibat serangan OPT (organisme pengganggu tumbuhan), di antaranya adalah
penyakit tumbuhan.
Mulai dari benih, di persemaian kemudian di sawah tanaman padi tidak terlepas dari
serangan
patogen. Penyakit yang ditemukan pada tanaman padi sangat banyak, baik
penyakit infeksi (akibat
Penyakit padi yang
,"ru.rgu, patogen) *uupun penyakit bukan infeksi (akibat penyimpangan unsur hara)'
kekeliruan dalam
banyak jenisnya ini, perlu pengamatan saksama agff tidak menyebabkan
terhadap kegagalan dalam
mengidentifikasi gejalanya, penyebab penyakitnya, yang akan berdampak
pengendaliannya. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut tulisan ini dilengkapi
dengan gambar
gejala penyakit dan gambar patogen.
VT Penyakit Tanaman Padi (Oryza sofivo L. )
Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama menyajikan penyakit pada tanaman padi
akibat infeksi patogen (amur, bakteri dan virus) dan bagian kedua menyajikan penyakit bukan infeksi
(akibat kekurangan dan keracunan unsur hara). Semoga buku ini bermanfaat bagi petani, petugas
pengamatan penyakit tumbuhan di Indonesia, dan setiap orang yang membacanya'
Denpasar, April20l2
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vlI
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL xllt
BAGIAN I PENYAKIT AKIBAT INFEKSI PATOGEN I
BAB I Blas (.B/ast) J
BAB II Bercak Cokelat (Brown Spot) l3
BAB III Hawar Upih Daun dan Busuk Batang (sheath blight and stem Rot) t9
BAB IV Bercak Cokelat Sempit (Narrow Brown Spot) 25
BAB V Gosong Palsu (False Smut) 29
BAB VI Busuk Upih(Sheath Rot) 35
BAB VII Busuk Batang (Stem Rot) 39
BAB VIII Penyakit Fusarium (Bakanae) 45
BAB IX Lapuk Datn(Leaf Scald) 5l
BAB X Penyakit Bakteri pada Tanaman Padi 55
10.1 Hawar Daun Bakteri (Bacterial Leaf Blight, BLB) 55
10.2 Daun Bergores Bakteri (Bacterial Leaf Streak) 60
BAB XI Penyakit Virus pada Tanaman Padi 65
1l.l Tungro 65
ll.2 Kerdil Rumput (Grassy Stunt) 72
I1.3 Kerdil Hampa (Ragged Stunt) 76
BAB XII Hawar Bibit Padi (Seedling Blight of Rice\ 79
vln Penyakit Tanoman Podi (Oryza sativo L.)
-oo0oo-
DAFTARGAMBAR
Gambar 1.1 Lesio blas pada daun, (a) c.ollar (lembaran daun), (b) node (sekat tangkai/buku)
dan leher tangkai (neck) tanaman padi (IRRI, 2010) 6
Gambar2.2 Perbedaan gejala bercak cokelat dengan bercak blas pada daun padi 14
Gambar 2.3 Morfologi konidiofor dan konidia jamur Bipolaris oryzae (Datnoffdan Lentini, 2003) 15
Gambar 2.4 Daur hidup penyakit bercak cokelat pada tanaman padi (Ou, 1985) 17
Gambar 3.1 Gejala penyakit upih daun, tampak bercak pada lembaran dan upih daun,
daun mengering dan gabah kosong (Suzuki, 1995 dan Krausz, 20l l) 20
Gambar 3.2 Gejala penyakit upih daun dan busuk batang, (A) Bercak pada upih, (B) awal bercak
pada daun, (C) Skleroti a pada daun, dan (D) gejala bercak upih seperti
"sarang burung" (Groth dan Hollier,2011) 2l
Gambar 3.3 Morfologi jamtx Rhizoctonia solani Kuhn (Gtoth, 2009) 2l
Gambar 3.4 Siklus hidup patogen penyebab penyakit hawar upih daun padi 23
Gambar 4.1 Gejala penyakit bercak cokelat sempit (Groth dan Hllies, 2011) 25
Gambar 4.3 Konidia Cercospora janseana dari bercak daun (Krusz, 1995) 26
Gambar 4.4 Siklus hidup jamur Cercosporajanseana pada tanaman padi (Suparyono et a1.,2012) 28
Gambar 5.1 Gejala gosong palsu pada malai padi, (a) bola spora awalnya berwarna oranye dan
(b) selanjutnya menjadi berwarna hitam kehijauan ketika masak (IRRI, 2010) 30
Gambar 5.2 Ustilaginoidea virens (A) stroma berkembang di antara brji padi. Bar = 6 mm.
(B) konidia berkembang secara peurogenous (tanda panah) dari pori-pori (tanda panah)
pada konidiofor, dan (C) pertumbuhan patogen pada media biakan 31
x Penyokit Tonaman Padi (Oryza sotiva L.)
Gambar 5.3 Daur hidup j amw Ustilaginoidea virens pada tanaman padi 3l
Gambar 6.1 Gejala penyakit busuk upih pada tanaman padi (IRRI, 1983) 36
Gambar 6.2 Daur penyakit busuk upih pada tanaman padi (Ou, 1985) JI
Gambar 7.1 Gejala penyakit busuk batang tanaman padi (IRRI, 1983) 40
Gambar 7.2 Daur hidup patogen penyebab penyakit busuk batang padi (Ou, 19g3) 42
Gambar 8.1 Gejala bakanae tanaman padi, pembentukan anakan terhambat (IRRI, 19g3) 46
Gambar 8.2 Pertumbuhan tanaman padi yang lebih tinggi dari tanaman normal, (tanda panah :
tanaman sakit) (IRRI, 1983; USDA,2010) 46
Gambar 8.3 Bentuk mikro dan makrokonidia jamur Fusarium sp. (A), mikrokonidia
(B), rnakrokonidia (c) F. moniliforme pada tanaman padi (Ilija, 2000; Groth,20l0) 47
Gambar 8.4 Daur hidup Fusarium moniliforme (Sheldon) pada tanaman padi (IRRI, 19g3) 4g
Gambar 9.1 Gejala daun lapuk pada padi, (A) gejala awal,(B) gejala dengan pola tanda pangkat
(Chevron), dan (C) gejala lanjut (Broth,2012) 52
Gambar l0.l Gejala layu pembibitan (kiri) dan hawar daun (kanan) (IRRI, l9g3) 56
Gambar i0.2 Gejala hawar pada pertanaman yang telah mencapai fase anakan sampai fase
pemasakan (kiri), dan bercak abu-abu kekuningan pada tepi daun (kanan) (IRRI, l9g3;
Anonim,2009) 57
Gambar 10.3 Daur hidup patogen hawar daun tanaman padi (IRRI, 1983) 59
Gambar 10.4 Gejala daun bergaris bakteri padatanaman padi, (A) tanaman menguning,
(B) bergores kuning dan (C) bergores cokelat (IRRI, 1983) 61
Gambar 10.5 Daur hidup patogen daun bergores bakteri pada tanaman padi (IRRI, l9g3) 63
Gambar 11.1 Gejala tanaman padi terserang tungro, (A) pada daun dan (B) tungro di lapangan 67
Gambar ll.2 Wereng hijau baik yang dewasa maupun nimfa sangat efisien menularkan virus tungro
(rRRr,2004) 67
Gambar 11.3 Daur hidup virus tuHgro pada tanaman padi (IRRI, 1983) 69
Gambar I1.4 Kerusakan tanaman padi akibat penyakit kedil rumput (IRRI, 1993) 73
Gambar 11.5 Tanaman padi tampak pendek seperti rumput (IRRI, 1983) 73
Gambar ll.6 Daur penyakit kerdil rumput pada tanaman padi (IRRI, 1983) 74
Gambar 11.7 Gejala malai tanaman padi yang terinfeksi virus kerdil hampa (IRRI, 19g3) 76
Gambar 11.8 Daun penyakit virus kerdil hampa pada tanaman padi (IRRI, 1983) 7g
Gambar 12.1 Hawar bibit padi g0
Gambar 12.2 Bercak pada bibit padi g0
Gambar 12.3 curvularia sp. penyebab penyakit rebah kecambah (damping offl (Fry,20ll) g l
Gambar 12.4 Gejala malai padi yang terserang Curvularia sp. g2
Gambar 12.5 Gabah dengan gejala layu Fusarium, hawar, busuk dan rebah kecambah (Groth, 20Og) Bz
Gambar 12.6 Bentuk makrokonidia Fusarium sp. g3
Gambar 12.7 Jamur Rhizoctonia solani Khun. (Ceresini, 1999) g4
a!l&4.,r.i,!rud4*!rl,
Daftar Gambor xt
Gambar 12.8 Reaksi C3, penggabilngan semputna hifa jamur (Ceresini, 1999) 8s
Gambar l3.l Gejala tanaman padi yang tumbuh pada tanah alkalin (IRRI, 1983) 95
Gambar 13.2 Tanaman berdiri tidak sernpurna (setengah-setengah) dan memiliki perlumbuhafl yang
jelek (IRRI, I983) 95
Gambar 14.1 Gejala tanaman keracunan A1 tampak kerdil dan daun hangus (IRRI, 1983) 97
Gambar 14.2 Gejala tanarnan padi keracunan Al, (A) klorosis interveinal berwarna oranye-kuning,
dan (B) lembaran daun hangus (IRRI, 1983) 98
Gambar l5.l Pertanaman padi rusak akibat keracunan boron (Dobennann dan Fairhurst, 2000) l0l
Gambar 15.2 Gejala tanaman padi keracunan boron, (A) ta6raman kerdil dan daun menguning,
(B) spot cokelat membesar, dan (C) spot lonjong (Dobermann dan Fairhurst,2000) 102
Gambar 16.l Gejala daun tanaman padi yang kekurangan kalsium (IRRI, 1983) 105
Gambar 16.2 Gejala tanaman padi yang kerdil dan mati titik tumbuhnya (IRRI, 1983) 106
Gambar 17.l Gejala daun tanaman padi akibat kekurangan Cu, (A) daun klorosis, dan
(B) daun menyerupai jarum (IRRI, 1983) 110
Gambar 18.1 Tanaman padi yang kekurangan zat besi (IRRI, 1983) 113
Gambar 18.2 Gejala tanaman padi kekeurangan zat besi, (A) berwarna kuning di antara tulang daun
(interveinal), (B) tanaman kerdil dengan daun menyempit (IRRI, 1983) fi4
Gambar l9.l Gejala bercak cokelat pada daun tanaman padi (IRRI, 1983) tt7
Gambar 19.2 Gejala daun tanaman padi, (A) berwarna kecokelatan, dan (B) daun bendera dan
malai berwarna cokelat (bronzing) (IRRI, 1983) 118
Gambar 19.3 Cara aronomis yang dapat diambil pada berbagai level untuk meminimalisasi
resiko keracunan besi (Audebert, 2005) t2t
Gambar 20.1 Gejala daun padi berwarna kuning pada interveinalnya (IRRI, 1983) 123
Gambar 21.1 Gejala pada daun, (A) klorosis daun termuda tanaman padi, dan (B) klorosis
pada interveinal daun (IRRI, 1983) 127
Gambar 22.1 Gejala tanaman padi kekurangan N, (A) sawah yang rusak akibat kekurangan N, dan
(B) tanaman padi kerdil dan anakan menurun (IRRI, 1983) 131
Gambar 22.2 Daun tanaman padi yang kekurangan N tampak lebih kecil (tanda panah) 132
Gambar 23.1 Tanaman padi terlampau hijau akibat kelebihan N (IRRI, 1983) t4t
Gambar 24.1 Gejala tanaman padi kahat P, (A) tampak kerdil dan anakan menurun, (B) batang tipis
dan kurus, dan (C) daun berubah warna (IRRI, 1983) 143
Gambar 25.1 Gejala tanaman padi akibat kekurangan K, (A) pengaruh kekurtangan K terhadap hasil,
dan (B) bercak cokelat gelap pada daun (IRRI, 1983) 151
Gambar 26.1 Gejala tanaman padi dengan kadar garam tinggi, (A) daun putih dan cokelat,
(B) lahan patchy, dan (C) ujung daun putih (IRRI, 1983) 159
Gambar 27.1 Gejala tanaman padi kekurangan silicon, (A) daun terkulai, dan (B) bercak cokelat
pada daun (IRRI, 1983) 166
xn Penyakit Tanomon Padi (Oryza sativa L.)
Gambar 28.1 Gejala tanaman padi keracunan sulfida, akar kasar dan jarang (IRRI, l9g3)
169
Gambar 29.1 Gejala tanaman padi kekurangan belerang, (A) tanaman tampak tinggi dan
anakan
menurun, dan (B) daun klorosis (IRRI, 19g3)
173
Gambar 30.1 Gejala tanaman padi yang kekurangan seng (IRRI, l9g3; Saichuk, 200g)
179
Gambar 30.2 Gejala klorosis pada daun padi (Hagnesten, 2006)
180
-oo0oo-
DAFTARTABEL
Tabel l.l Penyakit penting pada tanaman padi dan agensia hayatinya (Islam et al.,z0rl) ll
Tabel 13.1 Unsur asensial pada tanaman (Stevens et a|.,2002) 92
Tabel 13.2 Sumber kalsium yang dapat digunakan (IRRI, 1983) 96
Tabel 14.1 optimum kisaran dan level kritis unfuk terjadinya keracunan Al (IRRI, r983) 98
Tabel14.2 Bahan yang dapat digunakan untuk menetralisir keracunan Al (IRRI, 1983) 100
Tabel l6.l Kisaran optimal dan level kritis Ca dalam jaringan tanaman 106
Tabel16.2 Sumber pupuk Ca untuk tanaman padi 108
Tabel 17.1 Kisaran optimal dan level kdtis Cu dalam jaringan tanaman lt0
Tabel17.2 Pupuk Cu untuk tanaman padi (IRRI, 1983) lll
Tabel 18.1 Kisaran optimal dan level kritis zat besi dalam jaringan tanaman (IRRI, 1983) tt4
Tabel 18.2 Sumber pupuk Fe untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst,2000) ll6
Tabel 20.1 Kisaran optimum dan level kritis Mg pada jaringan Tanaman (Dobermann dan
Fairhurst,2000) 124
Tabel20.2 Pemupukan Mg untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000) 126
Tabel 2l.l Sumber pupuk Mn untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000) 130
Tabel22.l Kisaran optimal dan level kritis N dalam jaringan tanaman (Dobermann dan
Fairhurst,2000) 132
Tabel22.2 Sumber pupuk N untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000) 138
Tabel24.l Kisaran optimal dan level kritis unsur P pada jaringan tanaman (Dobermann
dan Fairhurst,2000) 145
Tabel24.2 Sumber pupuk P untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000) 149
Tabel 25.1 Kisaran optimal dan level kritis kekurangan K pada jaringan tanaman
(Dobermann dan Fairhurst, 2000) 153
Tabel25.2 Sumber pupuk K untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000) 157
xrv
Penyakit Tanaman podi (Oryzo sativo L.)
-oo0oo-
BAGIAN SATU
PENYAKIT AKIBAT INFEKSI
PATOGEN
BAB I
BLAS (BLA,SO
A. PENDAHULUAN
Padi sangat banyak dibudidayakan sebagai tanaman pangan di dunia. Produksi padi dunia rerata 645 juta
ton tahun 2007. Padi dibudidayakan di 114 negara di dunia, dan lebih dari 50 negara memiliki produksi
minimal per tahun 100.000 ton. Mayoritas padi (90%) dihasilkan di negaraAsia di mana China dan India
sebagai produser utama (IRRI, 2008). Negara sebagai penghasil beras yang lain yaitu Indonesia,
Banglades, Vietnam, Thailand, Myanmar, Filipina, Brazil, dan Jepang. Di Amerika Serikat padi telah
dihasilkan untuk 300 tahun dan sekarang ini produksinya per tahun 230.808 ton. Negara bagian penghasil
beras di Amerika Serikat seperti Arkansas, California, Louisiana, Mississippi, Missouri dan Texas (Kumar
et a1.,2009).
Padi termasuk genus Oryza L. yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan
daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi
berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L. berasal dari benua Asia, sedangkan jenis
padi lainya yaitv Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika Barat. Padi yang
ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza fficinalis dan Oryza sativa f. spontania. Di
Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan di daerah tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya
orang berusaha memantapkan basil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang.
Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak
diusakan di daerah sub tropika. Beras merupakan kebutuhan pangan utama di Indonesia yatg
membutuhkan perhatian serius pemerintah Indonesia dalam rangka program ketahanan pangan. Hasil
rakor
Menko Perekonomian soal pangan, terungkap konsumsi beras per kapita orang Indonesia tahun
20ll hanya 113 kilogram, jauh dibanding konsumsi per kapita sebelumnya sebesar 139,15 kgdengan
konsumsi beras I I 3 kg, produksi beras nasional juga diprediksi tidak sebesar saat ini (Anonim, 201 I ).
Penyakit Tanomon Padi (Oryza sotivo L.)
Menurut Collin Clark Papanek, nilai giziyang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah
lg21
kalori yang apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari diperlukan beras sebanyak
0,Bg kg. Beras
mengandung berbagai zat makanan antara lain: karbohidrat, protein, lemak, serat
kasar, abu dan vitamin.
Di samping itu beras mengandung beberapa unsur mineral antara lain: kalsium, magnesium, sodium,
fosfor dan lain sebagainya (Anonim, 2011).
Badan Pusat Statistika (BPS) dalam angka ramalan II memperkirakan produksi padi 2011 sebanyak
68,06 juta ton gabah kering giling, atau setara sekitar 38 juta ton beras. Sementara
dengan konsumsi beras
per kapita 113 per kg, total konsumsi beras nasional hanya sekitar 27 juta ton,
dengan kata lain ada
surplus produksi beras nasional il juta ton. Di sisi lain, harga beras terus naik. produksi
padi 2011,
menurut angka ramalan II BPS, sebanyak 68,06 juta ton gabah kering giling, di
bawah target 70,6 juta
ton. Produksi itu setara 38 juta ton. Penghitungan BPS menunjukkan konsumsi beras per
kapita 1i3 kg
per orang per tahun, lebih rendah daripada sebelumnya, 139 kg. Berarti total jutaton
konsum si 27 beras.
Menurut data BPS Juli 2006 angka produksi padi mencapai 54,75juta ton (34,4gjuta
ton beras).
Jika dibandingkan dengan produksi padi angka tetap 2005,jumlah tersebut meningkat
hingga 600.000 ton
atau sekitar l,1lo . Produksi padi di Jawa sebesar 30juta ton atau 55%o daritotal produksi
padi nasional.
daerah luar Jawa sebesar 24,74 juta ton atau 45o/o dari total produksi. Peningkatan produksi
ini sejalan
dengan adanya peningkatan produktivitas padi, yakni dari 4,40 tonper hektar (2000)
menjadi 4,61 ton
(2006).
Perkembangan konsumsi beras per kapita di Indonesia antara 2001 dan 2006,
angkanya
berfluktuasi, tetapi cenderung meningkat. tahtn 2002 rata-rata konsumsi berasnya 115,5 kilogram
per
kapita per tahun. Tahun 2003 turun menjadi 109,7 kilogram. Penurunan ini terjadi karena
masyarakat
rrrulai mengkonsumsi pangan hasil diversifikasi pangan. Namun tahun 2004, konsumsi
beras naik drastis
menjadi 138,81 kilogram per kapita per tahun, dan pada 2005 sebesar 139,15 kilogram per
kapita per
tahun, namun sekedar catatan saja data FAO konsumsi rata-rata per kapita adalah 133
kilogram (Sukri,
2007).
Produksi padi tahun 2006 diperkirakan mencapai 54,66 juta ton GKG (Gabah Kering
Giling) atau
setara 35,53 juta ton, beras (asumsi rendemen 650
), naik sebesar 0,95Yo dibandingkan produksi padi
tahun 2005 (Angka Ramalan /Anram) III BPS, 2006. Kenaikan produksi padi/beras
ini karena kenaikan
produktivitas padi (intensifikasi) sebesar 0,81o menjadi 4,61 tor/Ha dan kenaikan
luas panen
(ekstensifi kasi) sebesar 0,13o/o menj adi I I . g54.9 I I Ha (Much tadi, 2012).
Khusus untuk daerah provinsi Bali, berdasarkan data statistika produksi padi mulai
tahun 2006
sampai 2010 relatif merata setiap tahun (tidak ada fluktuasi yang berarti), produksi
terendah tahun 2007
laitu 839. 775 ton, sedangkan tertinggi dicapai pada tahun 2009 dengan produksi g7g.764. Kabupaten
Blas (Blost) 5
Tabanan masih penyumbang beras terbesar di Bali, tahun 2010 sebesar 223.256 ton. (BpS prov. Bali,
201r).
Ketahanan pangan yang telah dicapai tetap dihanfui oleh gangguan hama dan penyakit, yang
senantiasa ada sepanjang tahun di lapangan. Oleh karena itu beberapa upaya telah dilakukan untuk
mengatasinya melalui program pengendalian hama terpadu (PHT) yang berhasil dengan indikator
semakin menurun import pestisida ke Indonesia. Beberapa penyakit penting yang diketahui telah merusak
tanaman padi antara lain: bercak cokelat, blas, bercak cokelat sempit, hawar upih daun dan busuk batang,
busuk batang, penyakit Fusarium, gosong plasu, gosong keras, busuk upih, daun bergores putih, penyakit
kenrbang api, lapuk daun, penyakit stack burn, penyakit semai, penyakit pada beras dan gabah dalam
simpanan, hawar daun bakteri, daun bergores bakteri, hawar daun jingga, mentek, tungro, kerdil rumput,
kerdil hampa, katai kuning, daun jingga, dan sebagainya (Semangun, 1991).
Penyakit blas (blast), yang sering juga disebut "penyakit Pyricularia", sudah larna dikenal di
Indonesia. Pada tahun l9l3 penyakit ini bersama-sama dengan bercak cokelat banyak timbul di
persemaian di daerah Surabaya dan Madura, meskipun tidak menimbulkan kerugian yang besar. Blas
adalah gejala yang mirip dengan pertanaman yang ditiup dengan udara panas. Penyakit ini berbeda
dengan penyakit bercak cokelat (Drechslera oryzae), blas lebih banyak terdapat di pertanaman yang
subur, oleh kerena itu penyakit ini sering dianggap sebagai penyakit orang kaya, dengan makin
meningkatnya intensifikasi pertanian di Indonesia, kerugian karena blas juga rnakin meningkat
(Semangun, 1990).
Blas dikenal di semua negara penanam padi dan dianggap sebagai penyakit yang paling penting. Di
negara China penyakit dikenal sejak abad ke-17, sedang di Jepang pada abad ke-18 (Semangun, 1990).
Penyakit dapat juga ditemukan pada "padi liar" yang sering sangat rentan terhadap blas. Setiap
tahun epidemi menyebabkan kira-kira l% kehilangan hasil. Kehilangan hasil lebih serius pada lahan
sempit setiap 4 atau 5 tahun, di mana epidemi menyebabkan2TYo kehilangan hasil di pertamanan di Onda
(Perancis) tahun 1990, epidemi diamati tahun 1996 pada kultivar Carilloon, dan sangat rentan diamati
pada kultivar Tainato. Pada tahun 1997 menyerang kultivar Lido dan Koral, yang menyebabkan
kehilangan hasil sangat serius. Penyebab utama akibat pengaruh kelebihan nitrogen mengakibatkan
kultivar rentan, contoh pada kultivar Carillon epidemi ditemukan yang diakibatkan akumulasi organik
dalam tanah (Notteghem et al.,20ll).
Gambar 1.1 Lesio blas pada daun, (a) collar (lembaran daun), (b) node (sekat tangkai/buku) dan leher
tangkai (neck) tanaman padi (IRRI, 2010)
Di bawah kondisi yang menguntungkan, lesio daun meluas dan berkembang, menjadi hawar daun.
Daun dengan lesio blas pada beberapa varietas kadang-kadang menyempai bercak cokelat. Blas lembaran
da:an (collar blast) menyebabkan perubahan warna daun menjadi cokelat kemerahan sampai cokelat
(Gambar 1.1.b), dan dapat membunuh daun yang diserang. Blas node (sekat tangkai/buku) menjadi
kehitaman (Gambar 1.1.c) dan mudah pecah. Blas pada leher tangkai (neck blast) dengan warna bercak
cokelat keabu-abuan (Gambar 1.1.d). Perbedaan gejala ini memiliki perbedaan konsekuensi untuk padi di
lapangan, dan blas leher tangkai berpotensi sangat berbahaya. Blas leher tangkai mungkin dibingungkan
dengan "whitehead' yang disebabkan oleh batang yang mengalami kerusakan berlobang. Kedua
kerusakan tersebut mengakibatkan kekosongan malai, bentuk lurus, berwama abu-abu putih, dan secara
tegas dapat merusak malai. Tidak seperli kerusakan yang disebabkan oleh hama batang, yang mana
keseluruhan batang dapat dicabut, blas leher tangkai hanya mengganggu leher tangkai dan secara normal
tidak meluas ke lembaran daun (IRRI, 2011).
Para peneliti jepang berhasil menyilangkan P. oryzae dari padi dengan Pyricularia sp. dari rumput
Eleusine coracena dan dari 20 macam rumput lain. Stadium sempurna yang diperoleh menyerupai
Magneporthe grisea, sehingga sekarang ini ahli tertenfu beranggapan bahwa M. grisea adalah stadium
sempurna dari P. otyzae. Stadium sempurna ini belum pernah ditemukan di alam (Semangun, 1990).
Sistimatika jarnur Pyricularia otyzae sebagai berikut (Alexopoulos dan Mims, 1979; Barnett dan
Hunter, 1998):
Subdivisio Deuteromycotina
Klas Deuteromycetes
Ordo Sphaeropsidales
Familia Sphaeropsidaceae
Genus Pyricularia
Spesies Pyricularia oryzae
Gambar 1.3 Daur hidup jamur Pyricularia oryzae pada tanaman padi (Suparyono et aI.,2012)
Penyakit Tanaman Podi (Oryza sativa L.)
Perbanyakan penyakit secara cepat dengan spora, memperbanyak di daun dan malai, yang
selanjutnya memasuki jaringan; dengan memakan waktu beberapa hari, lesio atau gejala mulai tampak.
Penetrasi kebanyakan terjadi secara langsung dengan menembus kutikula, meskipun jamur juga dapat
mengadakan penetrasi melalui mulut kulit. Permukaan atas daun dan daun yang lebih muda lebih mudah
dipenetrasi.
Menurut Semangun (1990), di India jamur dapat mempertahankan diri pada lempuyangan
(Panicum repens) yang banyak terdapat di sawah. Pada rumput gajah (Pannisetun pupureum Schum. et
Thonn.) di Yogyakarta sering terdapat jamur Pyricularia yang mirip sekali dengan P. oryzae. Jamur ini
dapat ditularkan secara buatan ke 38 macam rumput, namun di alam rumput itu jarang terinfeksi secara
berat oleh jamur P. oryzae.
Konidia dihasilkan pada bercak tanaman padi kira-kira 6 hari setelah inokulasi. Produksi spora
meningkat dengan meningkatnya kelembaban nisbi. Spora sangat banyak dihasilkan dan dilepas selama
malam hari. Setelah spora berkecambah, selanjutnya infeksi.
Tabung infeksi dibentuk dari apresoria dan kemudian mempenetrasi melalui kutikula dan
epidermis. Setelah memasuki sel, tabung infeksi membentuk vesikel untuk menghasilkan hifa. Dalam sel,
hifa turnbuh bebas (IRRI, 2010).
Perkembangan konidium Pyricularia memerlukan air. Udara lembab hanya sedikit konidium yang
dapat berkecambah. Infeksi blas sangat ditentukan olerh lamanya daun padi basah karena embun. Pada
padi gogo daun lebih lama basah karena embun jika dibandingkan dengan padi sawah.
Suhu optimum untuk perkecambahan konidium dan pembentukan apresorium adalah 25-30"C. Di
Jepang, Filipina dan India telah lama disusun cara peramalan untuk meramalkan datanganya epidemi blas
yang didasarkan atas lamanya daun berembun, banyaknya konidium di udara dan dengan memperhatikan
kedaan setempat (Ou, 1985).
ql-
Blas (Btost)
Perhitungan siklus hidup secara detail, dibantu oleh studi model simulasi, yang menyajikan
pertimbangan atau masukan bagi strategi pengendalian penyakit, termasuk menggunakan varietas tahan.
Umumnya keparahan epidemi penyakit blas, ditentukan atas dua fase kunci dari siklus penyakit: infeksi
(masuknya spora patogen menginfeksi bagian daun sehat) dan sponrlasi (jumlah spora yang dihasilkan
oleli lesio blas iewat periode infeksi).
ini diketahui efektif mengendalikan penyakit. Varietas
Pencapaian pengendalian melalui dua fase
padi yang tahan mungkin memberikan ketahanan melalui campurtangan pada proses infeksi dan
sporulasi. Faktor kritis lain yang menentukan kemungkinan epidemi penyakit blas, berhubungan dengan
genotip varietas tanaman padi yang ditanam, keanekaragaman patogen yang ada dan interaksinya (IRRI,
2010).
Fatosistem blas pada padi adalah sebuah model sistem untuk studi dasar oleh ahli biologi. Jamur
blas memiliki derajat tinggi keragaman genetiknya, yang menarik dalam genetik dan evolusi patogen.
Genome jamur blas telah dapat disekuensing. Genomik yang tersedia pada padi dan jamur memberikan
banyak peluang untuk penyelidikan interaksi inang-patogen, ketahanan penyakit, populasi genetik
patogen, dan evolusi (IRRI, 2010).
Sekitar 40 gen telah dikenal untuk ketahanan utama terhadap blas. Kepercayaan terhadap gen
ketahanan utama, tetapi penuh resiko karena genotip baru patogen dapat dengan cepat menghadapi
ketahanan inang. Kendatipun demikian beberapa gen ketahanan ditemukan berspektrum ketahanan luas
menghadapi strain patogen yang diuji. Ketahanan partial,juga biasanya dikendalikan oleh gen ganda dan
gen ini lebih stabil bentuk ketahanannya. Kombinasi gen ketahanan berspektrum luas dengan gen
ketahanan kuantitatif ganda mungkin pendekatan yang dianjurkan untuk pengembangan ketahanan yang
mampu bertahan lama.
Dalam beberapa situasi, blas dapat dikendalikan melalui penggunaan keragaman varietas dengan
level ketahanan yang berbeda-beda dan memodifikasi praktik budidayanya. Pengendalian yang baik blas
malai dapat dicapai melalui interplanting varietas padi. Galur multiline, membandingkan galur
nearisogenik masing-masing yang membawa gen ketahanan berbeda, telah berhasil digunakan untuk
mengendalikan blas di Jepang.
1A Penyakit Tanaman Padi (Oryza sotiva L.)
B. AGENSIA HAYATI
jamur, virus yang ada di alam' Di antaranya bakteri
Kelompok beragam agensia hayati, seperti bakteri,
mudah ditangani dan karakter koloni agresif'
antagonis kandidat ideal karena kecepatan pertumbuhannya,
merupakan kandidat yang baik untuk
Bakteri antagonis, khususnya Pseudomonas, dan Bacillus,
penghasil endospora yarg toleran terhadap
pengendalian hayati. Bacillui merupakan bakteri gram-positif
panas dan kekeringan; sifat sangat faik dibutuhkan
untuk aplikasi di lapangan ' Pseudomonad merupakan
hara sederhana; bakteri ini pengkoloni yang
gram-negatif berbentuk batang dan memiliki kebutuhan
sangat baik dan menyukai secara luas rizosfer
tanaman padi'
antagonis berhubungan dengan rizosfer padi
Jumlah strain fluorescent dan nonfluorescent bakteri
sawah dataran rendah dan tinggi telah ditemukan efektif
,""utu in vitro, rumah kaca dan sawah
23 bakteriantagonis dimiliki oleh genus Bacillus,
menghadapi penyakit hawar daun (R. sorani). Sebanyak
menghambat pertumbuhan miselia R' solani'
Pseudomonas, Serratia dan Erwinia telah ditemukan
pertumbuhan jamur patogen lainnya seperti
sedangkan beberapa dari padanya juga menghambat
cokelat), P' grisea (blas)' Sclerocladium oryzae
sclerotium oryzae (busuk batang), B. oryzae (Lercak jumlah
laboratorium menunjukkan bahwa
(busuk daun) dan Frsarium fuikuroi (bakanae). Penelitian
besar strain bakteri mempunyai kemampuan uniuk
melindungi tanaman padi dari penyakit seperti blas'
hawar daun, busuk daun dan busuk batang. Kira-kira
40 isolat bakteri antagonis untuk pengendalian
patogen hawar daun telah diidentifikasi'
SPP, Penicellium, Myrotechium
Jamur antagonis penting yang diketahui seperti Trichoderma,
Beberapa jenis egensia hayati pada tanaman
verrucaria, Chaetomium globosum, dan Laerisaria alvaris.
padi dapat dilihat seperti Tabel l ' 1
hayatinya (Islam et al''2011)
Tabel 1.1 Penyakit penting pada tanaman padi dan agensia
Penyakit Orgu
"^. Pseudomonas fluorescens
B1". Pyricularia grisea (Cooke) Sacc'
BercakcokelatBipolarisoryzae(BredadeHaan)ShoemakerPseudomonassp.
P. aeruginosa
Bacillus sP.
B. subtilis
daun Sarocladium oryzae(Sawada) W' Gams& D' P' /luorescens' B' subtilis
Busuk
Hawksworth P' aeruginosa' Pseudomonas sp'
P' fluorescens' P' aeruginosa
Busuk batang Sclerotium oryzqeCattaneo
B. subtilis, B. Pumilus
Mekanisme supresi pada blas, strain Pseudomonas fluorescens en-14) menghasilkan antibiotik
antijamur yang menghambat perkecambahan konidia patogen blas. Secara pasti sifat kimia antibiotik
belum diketahui. Banyak pseudomonas Jluorescent dan plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR)
menginduksi ketahanan sistemik (ISR) pada padi dalam merespons perlakuan dengan P. fluoresceres strain
Pf7-14, dan PpV 14i, yang merupakan mekanisme penting supresi biologi blas. Perlakuan dengan
meningkatkan level asam salisilat yang dapat meningkatkan ISR, selanjutnya menekan blas padi sampai
2s%.
-oo0oo-
BAB II
penyakit bercak cokelat (brown spot) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi di
lndia'
Indonesia maupun di negara lain, seperti Banglades (Kamal dan Mia, 2OO9), Florida, Filipina dan
penyakit secara luas memengaruhi hasil dan kualitas beras. Penyakit di bawah kondisi lingkungan yang
menguntungkan dapat menurunkan hasil mencapai 16 - 40% (Datnoffdan Lentini, 2003).
penyakit juga menyebabkan hawar pada bibit, yang ditumbuhkan dari benih yang diinfeksi berat,
dan dapat menyebabkan kematian 10-58% bibit. Penyakit ini dapat juga memenganrhi kualitas
dan
jumlah biji per malai dan menurunkan berat biji. Penurunan hasil dapat mencapai 45o/o dalam kondisi
ini
infeksi parah dan lyvo saat infeksi sedang. Tidak ada kehilangan hasil saat infeksi ringan. Penyakit
dikatakan menjadi faktor kontribusi utama "kelaparan terbesar Bengal" pada tahun 1942 yang
juta penduduk'
mengakibatkan kehilangan hasil mencapai 5O-gO% dan menyebabkan kematian dua
bahwa
Epidemi di India menyebabkan kehilangan hasil l4-4lyo, Di Florida Amerika Serikat dilaporkan
16'
penyakit ini di bawah kondisi lingkungan yang menguntungkan estimasi kehilangan hasil berkisar
40% (Datnoffdan Lentini, 2003).
matang biasanya menggelendong atau berbentuk penxata (Garnbar 2.2). Daun yang diinfeksi berat dapat
rnati sebelum dewasa dan tanaman ini akan menghasilkan gabah yang ringan atau pucat. lnfeksi yang
terjadi secara langsung pada bagian yang pucat akan secara signifikan menurunkan kualitas hasil gabah.
Glume dan percabangan panikei yang terinfeksi berwama hitam (Krausz, 2995; Datnoff dan Lentini,
2003).
#
E
T
$
?:
,..
*
g
s
++
1
+.a
t
.6
.*
,c
Gambar 2.1 Gejala bercak cokelat pada daun padi (IRRI, 2004)
j".,,i It ,
'4 ,'l
"1
lo ,3'1ll
i,l'l
1.J',
l.t t",,
i, r*t
.l,l ;i, $
. ,l.',' , .lI
, ''l ,tl ,
|*', .,
I
r 1''
li. ',1l
i
lrrii
l+ I
Gambar 2.2 Perbedaan gejala bercak cokelat dengan bercak blas pada daun padi
1. Apabila bibit yang diinfeksi gejala tampak kecil, melingkar atau oval, bercak berwarna cokelat, dapal
melingkupi koleoptil dan menyebabkan penyimpangan daun pertama dan kedua (gejala seperli ini
disebut seedling blight atau hawar bibit).
2. Bibit yang diinfeksi menjadi kerdil dan mati
J. Bercak yang muda dan yang belum berkembang pada daLrn yang lebih tua kecil dan melingkar,
berwama cokelat atau cokelat keabu-abuan.
4. Bercak berkembang penuh pada daun yang lebih tua berbentuk oval. bcru,arna cokelat dengan abu-
abu atau di tengahnya putih ,lengan lembarannva berr.vatna cokelat kemerahan.
15
Bercak Cokelat (Brown Spot)
5. Bercak pada daun yang lebih tua dari kultivar dengan kerentanan sedang, tampak tipis dan gelap.
6. Ketika infeksinya parah. bercak dapat merontokkan daun, merusak bagian yang lebih besar dari daun
yang diinfeksi.
7 . Bagian tanaman yang terinfeksi suram dengan warna hitam atau bercak cokelat
gelap.
8. Lesio rampak halus pada bagian tanaman yang terinfeksi di bawah kondisi yang parah.
9. Bulir yang diinfeksi dengan perubahan warna menjadi hitam atau dengan bercak cokelat.
10. Akar muda yang terinfeksi dengan perubahan warna menjadi hitarn.
Gambar 2.3 Morfologi konidiofor dan konidia jamur Bipolaris oryzae (Datnoffdan Lentini,2003)
Jamur penyebab penyakit ter.ladi dalam dua bagian atau stadium. Stadium tersebut yaitu
aseksual yang disebut dengan anamorf atau stadium imferfect datt stadium seksual, yang disebut
dengan teleomorf atau stadium pefibct.
16 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativo L.)
Struktur somatik jamur mengandung gabungan miselia hitam yang lembut yang membentuk
hifa
yang layu dan sporofor lurus. Hifa berlimpah, dan bercabang. Jamur patogen berwarna
cokelat gelap atau
berbentuk olivaceous dengan ukuran diamternya 8-15 pm atau lebih. Sporofor muncul sebagai
.uburg
lateral dari hifa. Jamur berubah dari bentuk olivaceous pada alas terang
ferruginous dan ujung ,u*pui
subhyaline. Sporofor berukuran 150-600 x 4-8 pm. Bentuk konidia melengkung, ditengah-tengah paling
luas dan meruncing kearah ujung. Konidia dewasa berwarna kecokelatan dengan dinding perlpfreratlipis.
Tanah abnormal,yang kekurangan unsur hara, atau tanah dengan kondisi menurun akibat
akumulasi unsur beracun menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Kelembaban tanah yang
tidak
cukup, kekurangan atau kelebihan aplikasi nitrogen membuat lingkungan yang mengunfungkan
untuk
patogen (Chandy, 201 l).
Penyakit dapat berkembang dengan baik pada kelembaban nisbi 86-100o/o dansuhu optimum
antara
16-36"C' Daun harus basah selam a 8-24 jam agar terjadi infeksi. Kehilangan hasil akibat
epidemi bercak
cokelat di Bengal tahun 1942 karena suhu berkontribusi sekitar 20-30'C selama dua bulan, tidak
biasanya
cuaca mendung, dan lebih tinggi dari pada suhu normal dan hujan turun waktu pembungaan
dan stadium
pengisian biji (Ou, 1985).
!
SerEok Cakelat (Brown Spot) 17
Konidium dapat dipencarkan oleh angin tetapi jarak yang ditempuh ticiak terlampau jauh, bahkan
konidium tidak dapat tertangkap dengan gelas benda pada jarak 6 m dari pertanaman yang sakit. Pada
gelas benda yang diietakkan 0,75 m di atas pertanaman sakit hanya tertangkap sedikit kondium.
Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah dari ujung sel basal dan apical yang
dindingnya paling tipis. Pembuluh juga tumbuh dari samping konidium. Dalam waktu beberapa jam
ujung pernbuiuh kecambah membengkak, terbentuklah apresorium yang berlekuk-lekuk atau bercabang
dan jamur mengadakan penetrasi dengan menembus epidermis atau sel kipas. infeksi apabila terjadi
melalui mulut kulit, apresorium tidak akan terbentuk. Infeksi umumnya terjadi sekitar 4 jam setelah
perkecambahan konidium. Gejala penyakit yang pertama terlihat sekitar 24 jam setelah infeksi
(Semangun, 1991).
Meknanisme kerusakan akibat patogen yaitu proses infeksi mulai pada pembentukan apresorium.
Selama waktu ini, ada peningkatan aliran protoplasma dal sel inang dan inti sel bergerak dekat
apresorium. Kejadian ini diikuti dengan hifa menyerang lamela tengah dan mempenetrasi sel. Lamela
tengah mulai terpisah dan menyebabkan pembentukan granula berwarna kuning. Kemudian 2 atau 3 sel
mati dan miselia berkembang dalam sel, selanjutnya muncul beberapa bercak (Gambar 2.4) {Ou,1985).
S!.pxch.e*ec.emhBh
#eunr&ffi.I&*cr
hlat strukptqsnfll
Sspr*hpik;[anh,#
Rdilx$Jhcnsnt &ral*
cl* usassfeherdl$e adflhq*E&&He $psr*Hr
tesrsssstrus*lai ma*ir$$lhan eilde selt*l
Fd* &!e panirle *sh*ctg*
yurg lain
Gambar 2.4 Daur hidup penyakit bercak cokelat padatanaman padi (Ou, 1985)
Pengamatan lain menunjukkan bahwa spora atau konidia berkecambah melalui tabung kecambah
dari sel ujung dan sel basal. Tabung kecambah ditutupi dengan upih mucilaginous dan pada ujungnya,
sebiah apresorium terbentuk. Jamur langsung mempenetrasi epidermis dengan infection peg dibentuk di
bawah apresoria. Tabung kecambah juga mempenetrasi daun melalui stomata tanpa menghasilkan
apresorium (Ou, 1985).
18 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sotiva L.l
Keparahan bercak cokelat dapat semakin tinggi pada tanah histosol (organik) pada sawah di
Florida. Walaupun ada beberapa perbedaan dalam kerentanan terhadap bercak cokelat, startegi
menajemen yang paling baik adalah keseimbangan hara. Tanah diketahui rendah dalam menyediakan
selikon akan ditambahkan dengan butiran kalsium silikat sebelum penanaman. IVlemperbaiki hara silikon
tidak hanya meningkatkan ketahanan terhadap penyakit bercak cokelat, tetapi juga akan meningkatkan
hasil padi. Biasanya aplikasi dosis butiran kalsium silikat sekitar satu ton per hektar, walaupun dosis lebih
tinggi telah menunjukkan lebih efektif dalam menurunkan penyakit bercak cokelat dan meningkatkan
hasil.
Perlakuan pemupukan kalsium silikat dengan fungisida dapat membatasi penurunan hasil di lahan
yang terinfeksi. Dalam penelitian, petak tanpa perlakuan memperlihatkan penurunan hasil berfurut-turut
l6yo,39,3ok dan 43,8oh ketika dibandingkan dengan petak perlakuan dengan fungisida tersendiri, butiran
kalsium silikat tersendiri dan perlakuan kombinasi, Catatan bahwa walaupun perlakuan fungisida
tersendiri menghasilkan peningkatan hasil dibandingkan petak tanpa perlakuan, pengaruh akibat
perlakuan butiran kalsium silikat itu sendiri adalah lebih besar, dan penambahan perlakuan fungisida
dengan perlakuan butiran klasium silikat tidak memperbaiki hasil secara signifikan. Oleh karena itu
perlakuan butiran itu sendiri mungkin metode paling baik untuk menangani penyakit ini pada tanah
histosol. Perlakuan fungisida pada benih sangat efektif dalam menurunkan penyakit bercak cokelat pada
pembibitan (Datnoff dan Lentini, 2003).
Menurut IRRI (2004) ada beberapa cara pengendalian penyakit bercak cokelat pada tanaman padi
yatu :
l. Memperbaiki hara tanaman, karena penyakit bercak cokelat sering terjadi pada tanah yang miskin
hara.
2. Menggunakan varietas yang tahan, pada areal di mana masalah tanah tidak mudah untuk diperbaiki,
varietas tahan akan baik digunakan.
3. Menghindari kekurangan air, ketika hal ini terjadi penyakit cenderung lebih parah pada tanaman
kekurangan air.
4. Membuat sawah bersih, pindahkan atau bajak sisa tanaman dan jerami padi unfuk menurunkan jamur
yang menyebabkan infeksi akan datang.
5. Perlakuan biji, penyakit bercak cokelat adalah tular biji dan benih perkecambahannya akan menurun.
Selalu kontrol dengan agrokimia tertentu dan gunakan praktik yang aman dalam aplikasi.
-oo0oo-
BAB III
HAWARUPIH DAUI{ DAN BTJSUK
BATANG (SHEATH BLIGHTAIYD STEM
ROr)
Penyakit upih daun (sheath blight) dan busuk batang (stem rot) banyak ditemukan pada tanaman padi
tetapi secara ekonomi penyakit ini kurang penting di Indonesia (Semangun, l99l). Penyakit ini sangat
penting di Texas (Amerika Serikat) (Krausz, 20ll). Penyakit memengaruhi gabah berisi pada setiap
malai, dan secara parsial memengaruhi panjang rnalai dan persen kehampaan, tetapi tidak memengaruhi
berat 100 biji (Semangun, 1991). Penyakit ini yang disebabkan oleh patogen tular tanah (Rhizoctonia
solani) dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai25% (Kumar et a\.,2009).
Penyakit hawar daun padi meningkatkan perhatian untuk produksi padi khususnya dalam sistem
produksi yang intensif. Di Jepang penyakit menyebabkan kehilangan hasil setinggi 20% dan
memengaruhi kira-kira 120.000-190.000 ha. Kehilangan hasil dapat mencapai 25% jika daun bendera
diinfeksi. Di Amerika Serikat kehilangan hasil 50% ketika kultivar rentan ditanam. Penelitian di IRRI
menunjukkan bahwa penyakit hawar upih daun menyebabkan kehilangan hasil 6% di daerah tropis
(Suparyono et al., 2012).
Sclerotia atau sisa tanaman yang membusuk pada permukaan atau air irigasi menyediakan sumber
inokulum yang menyerang dan menginfeksi upih daun sebelah bawah tanaman padi dan infeksi terjadi
pada garis air. Miselium jamur tumbuh ke atas upih daun, membentuk struktur infeksi dan menyebabkan
bercak baru. Infeksi dapat menyebar ke helaian daun. Penyakit berkembang secara cepat ke daun bendera
pada varietas rentan. Pada varietas yang sangat rentan jamur akan menyebar ke dalam tangkai dari upih
20 Penyokit Tanoman Padi (Oryza sativa L.)
yang terinfeksi. Infeksi pada tangkai menyebabkan lernahnya tangkai dan anakan dapat layu (Groth dan
Hollier, 2011).
Gambar 3.1 Gejala penyakit upih daun, tampak bercak pada lembaran dan upih daun, daun mengering
dan gabah kosong (Suzuki, 1995 dan Krausz, 2011)
Bercak berwarna putih keabu-abuan atau hijau terang dengan cokelat atau cokelat kemerahan.
Seperti bercak pada upih, lembaran selanjutnya menguning dan biasanya mati. Di sawah anakan dapat
mati dan meluas serta menyatu dengan area yang diinfeksi lainnya menyebabkan kerusakan meluas dan
tanaman kering. Kerusakan biasanya sangat dibantu oleh tiupan angin, sisa tanaman yang dipotong ketika
bedengan dipersiapkan untuk diairi (Gambar 3.2) (Groth dan Hollier, 2011).
Penyakit ini mudah dibedakan dengan bercak yang tidak beraturan, yang awalnya basah sampai
abu-abu kehijauan kemudian menjadi putih keabu-abuan dengn pinggir cokelat. Bercak ini biasanya
terlihat pada upih daun dekat permukaan air pada daun. Penyakit dapat dikonfirmasi melalui kehadiran
sklerotia. Sklerotia dan miselia mungkin dihasilkan pada bercak. Sklerotia merupakan masa yang kompak
dari miselia, yang hemisperikal tidak beraturan, rata pada bagian dasarnya, putih ketika muda, dan
menjadi cokelat atau cokelat gelap ketika masak (Suparyono et aL.,2012).
Bercak pada batang kadang-kadang dibingungkan dengan gejala yang disebabkan oleh busuk
batang. Bercak pada batang dihasilkan dari serangan hama batang (stemborer) kadang-kadang
dibingungkan dengan gejala bercak hawar upih daun. Penyakit ini merupakan tular tanah, biasanya mulai
pada bagian bawah tanaman dekat permukaan air, kemudian gejala diamati pada upih daun bagian atar
dan pada helaian daun. Penyakit biasanya menginfekai tanaman pada fase anakan lanjut atau awal
pemanjangan buku (internode). Penyakit dapat menyebar dari satu bagian ke bagian yang lain melalui
kontak daun ke daun atau daun ke upih (Suparyono et al.,2012).
Umumnya faktor penting untuk perkembangan penyakit adalah kelembaban nisbi dan suhu.
Kelembaban nisbi berkisar antara 96-100% dan suhu berkisar dari 28-32"C menudkung penyakit.
Persediaan pupuk nitrogen yang tinggi dan pefiumbuhan hasil yang tinggi, anakan tinggi, varietas
responsif terhadap nitrogen mendukung perkembangan penyakit. Lama daun basah dan frekuensi tinggi
jaringan kontak antara tanaman juga mendukung penyakit (Suparyono et a|.,2012).
Hawar Upih Doun dan Busuk Botang (Sheat Btight and Stem Rot) 21
Gambar 3.2 Gejala penyakit upih daun dan busuk batang, (A) Bercak pada upih, (B) awal bercak pada
daun, (C) Sklerotia pada daun, dan (D) gejala bercak upih seperti "sarang burung" (Groth
dan Hollier,
2011)
Menurut Suparyono et al (2012) miselium muda jamur ini tidak berwarna, dengan bertambahnya
umur menjadi berwarna kekuningan sampai cokelat dengan diameter 8-12 pm sering ditemukan bersepta.
Ada tiga jenis miselium yang dihasilkan: runner hyphae, lobate hyphae dan monilioid cell. Runner hypae
tebal, dinding paralel dan menyebar cepat melalui upih daun dan permukaan daun tanaman padi.
Monilioid cell pendek, sel meluas membentuk sklerotia.
Sklerotia mengandung massa kompak dari miselia. Sklerotia ini tidak beraturan, hemisperikal,
mendatar pada bagian bawah, berwarna putih ketika muda, dan selanjutnya cokelat atau cokelat gelap
ketika lebih tua. Sklerotia individu berdiameter 1-6 mm. Sklerotia dapat bergabung membentuk massa
yang lebih besar. Sklerotia besar secara signifikan lebih virulen dan pada yang lebih kecil
(Suparyono et al -, 20),2).
Klasifikasi patogen ini sebagai berikut: klas Agaricomycetes, ordo Agaricales, Familia
Corticiaceae, Genus: Rhizoctonia dan spesies Rhizoctonia solani Kuhn (Groth, 2009).
Penyakit mulai selama stadium pertumbuhan maksimum tanaman padi. Di bawah kondisi yang
menguntungkan, penyakit meningkat sebagaimana pertumbuhan tanaman semakin tua. Kerusakan akibat
penyakit tergantung atas infeksi tanaman pada stadium pertumbuhan tanaman (IRRI, 1983).
Miselium dan sklerotia dapat bertahan pada jerami dan rumput-rumputan, karena banyak inang
jamur patogen sehingga sumber infeksi selalu ada. Patogen bertahan hidup dari musim ke musim melalui
sklerotia dan miselia dalam sisa tanaman dan juga melalui inang gulma dalam lingkungan tropis. Di
daerah beriklim sedang sumber pertama inokulum adalah sklerotia yang dihasilkan dalam tanaman padi
sebelumnya. Keduanya baik miselia maupun sklerotia bertahan hidup dalam jaringan dan sisa tanaman
i
yang terinfeksi. Kebanyakan patogen bertahan hidup dengan sklerotia yang jatuh ke lahan sawah selama
!
panen, yang selanjutnya menginfeksi tanaman untuk musim akan datang (Kumar et a|.,2009).
Hawar Ltpih Daun dan Busuk Batang (Sheat Blight and Stem Rot) 23
Gambar 3.4 Siklus hidup patogen penyebab penyakit hawar upih daun padi (Suparyono et a|.,2012)
bibit padi terhadap R. solani menunjukkan bahwa persentase penyakit dan perkembangan pesat pada
urnur bibit 20-30 hari dibandingkan umur 30-40 hari di bawah kondisi inokulasi secara buatan (Kumar
et
aI.,2009).
Menurut Semangun (1991) penyakit dibantu oleh penanaman yang terlalu rapat. Tanaman padi
yang teriampau subur lebih rentan terhadap penyakit ini. Jenis yang berbatang pendek dan mempunyai
anakan banyak ternyata lebih rentan terhadap R. solani. Pengujian di Sumatera Barat jenis pB
5 dan IR 2g
terbukti mempunyai ketahanan rendah, Pelita I/1 sedang, dan Pelita I/2 tinggi. Jenis lokal seperti pulut
tulang, Pulut hitam, rendah dan Kaciek A panjang terbukti cukup tahan. Pengujian di Bogor pB 5, pelita
I/1, Pelita Il2,IR 20 dan IR 22 mempenyai ketahanan rendah, sedang pelita, pulut hitam, Syntha dan
Bengawan agak tahan. Sedangkan PB 36, Pb 50 dan Bogowonto tergolong rentan.
Sanitasi khususnya memindahkan gulma, dapat membantu mengendalikan penyakit atas per-
timbangan bahwa patogen juga menyerang gulm a yang biasanya ditemukan di areal p.rru*uhun.
Perpindahan jerami yang sakit atau residu tanaman dari sawah juga direkomendasikan untuk
menurunkan
jumlah inokulum.
Penyemprotantanaman sakit dengan fungisida seperti Benomyl dan iproione dan antibiotik, seperti
validamycin dan polyoxin efektif mengendalikan penyakit (Suparyono et al., Z0l2). Jika diperlukan
penyakit dapat dikendalikan preventif maupun kuratif dengan fluktolanil (Monkat 25 Wp) dosis
2,0 kg4ra
formulasi (Semangun, I 99 I ).
-oo0oo-
L
BAB IV
Penyakit bercak cokelat sempit (narrov, brov,n leafl telah dilaporkan menyebabkan kehilangan hasil
sampaiu 40% di negara Suriname selama tahun 1953 dan 1954. Penyakit ini juga telah ditemukan di
beberapa negara seperti Asia, Afrika, Australia dan Papua Guninea (Suparyono et a|.,2012).
Menurut Semangun (1991) penyakit bercak cokelat sempit tersebar luas di negara penanaman padi,
kecuali di Eropa. Penyakit peftama kali ditemukan di Jawa oleh Raciborski (1900). Di Indonesia penyakit
ini tidak menimbulkan kerugian yang berarti.
Gambar 4.1 Gejala penyakit bercak cokelat sempit (Groth dan Hllies, 2011)
26 Penyakit Tanamon Padi (Oryza sativo L.)
Pada upih daun bagian atas, gejala serupa ditemukan pada daun. Pada bagian bawah upih daun,
gejala "bercak berjaring" atau spot di mana dinciing sel berwarna cokelat gelap serta area interseluler
berwarna cokelat sampai kuning (Gambar 4.2).
Gambar 4.2 Gejala bercak berjaring Cercospora (Groth dan Hollies, 2011)
Menurut Semangun (1991) gejala pada daun terdapat bercak sempit memanjang, berwarna cokelat
kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun. Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman
membentuk anakan. Pada serangan yang berat bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada
saat tanaman mulai masak gejala yang berat dapat terlihat pada daun bendera. Gejala tampak 2-4 minggu
setelah padi dipindah, dan gejala paling berat tampak lebih kurang satu bulan sebelum panen.
Cercospora janseana membentuk konidiofor berwarna cokelat, keluar melalui mulut kulit, sendiri
atau berkumpul sampai 3, dengan ukuran 88-140 x 4-5 pm. Konidium berbentuk gada terbalik, bersekat
3-10, dengan ukuran 20-60 x 5 pm (Semangun, 1991) (Gambar 4.3).
.s
*,rl%E si
fd
ra'F+.#.,rs.
qb
':rts
T._n{fo{,F
Gambar 4.3 Konidia Cercospora janseana dari bercak daun (Krusz, 1995)
Bercok Cokelat Sempit (Narrow Brown Leaf) 27
Stadium teleomorf memiliki perithesia, glubose atau subglubose, berwarna hitam, dengan mulut
papiliform (bulat tumpul tempat spora lepas), terbenam dalam jaringan epidermis inang tanaman dan
diameternya berukuran 60-100 pm. Asci berbentuk silinder atau mengelompok pada ujung, stipitate
(memiliki stipe atau batang) dengan ascospora biseriate (dalam dua seri) bentuk gelendong, lurus atau
melengkung, septanya 3, hyaline dengan ukuran 20-23 x 4-5 pm (Suparyono et a1.,2012).
Klasifikasi jamur patogen sebagai berikut: Klas Dothideomycetes, Ordo Capnidiales, Familia
Mycosphaerellaceae, Genus Cercospora, dan spesies Cercospora janseana (Groth, 2009).
Menurut Semangun (1991) pada musim kemarau di Sukamandi, Jawa barat gejala penyakit yang
lebih berat, meskipun korelasinya dengan curah hujan dan lama penyinaran matahari belum diketahui.
Selanjutnya penyakit sangat dipengaruhi oleh jenis padi. PB 26,P8 28, PB 30, PB32, dan PB 34 sangat
rentan terhadap bercak cokelat sempit.
Jamur mempenetrasi jaringan inang melalui stomata. Jamur menjadi stabil dalam parensima di
mana tinggal dalam stomata dan menyebar memanjang dalam sel epidermis. Bercak daun cokelat sempit
ter.ladi selama stadium perfumbuhan tanaman padi (Suparyono et a\.,2012).
dapat direkomendasikan untuk menurunkan penyakit bercak cokelat sempit, (2) penggunaan varietas
tahan dan galur yang hanya di tanam di Amerika Serikat dan India, (3) penyemprotan dengan fungisida
seperti benomyl, propicanazole, carbendazim, propiconazole dan iprodione, ketika penyakit diamati di
lapang (Suparyono et aI.,2012).
Menurut Semangun (1991) pengendalian dapat dilakukan dengan tiga kali penyemprotan fungisida
benomil (Benlate 50 WP) dan menkozeb (Dithane M-45) dapat meningkatkan hasil padi dengan 3O%. Di
negara lain pengendalian dilakukan dengan menanam jenis padi yang tahan.
Gambar 4.4 Siklus hidup jamur Cercospora janseana pada tanaman padi (Suparyono et a\.,2012)
-oo0oo-
BAB V
Penyakit gosong palsu pada tanaman padi di India dikenal dengan penyakit "Lakshmi" karena kejadian
penyakit ini dipercaya sebagai simbol panen besar. Tahun sekarang, penyakit ini salah satu yang muncul
dan sangat merugikan bulir tanaman padi. Di India penyakit telah diamati keparahannya sejak tahun 2001
di daerah penanaman padi (Ladhalakshmi, 2012). Penyakit ini di Tarnil Nadu India merupakan penyakit
serius dengan persentase penyakit pada musim huj an menc apai 20-80Yo (Arumugam et al ., 2012).
Menurut Semangun (1991) penyakit terdapat di semua negara penanam padi, termasuk Indonesia.
Penyakit sering juga disebut sebagai "jarnur parah". Adanya penyakit ini di Jawa untuk pertama kali
ditulis oleh Raciborski (1900). Pada umumnya penyakit ini tidak menimbulkan kerugian yang berarti,
bahkan dahulu banyak petani di Jawa maupun di negara lainnya berpendapat bahwa timbulnya penyakit
ini merupakan pertanda bahwa panenan yang akan datang akan memberikan hasil yang baik.
Penyakit ini dapat menurunkan keduanya baik kualitas benih maupun hasil padi. Jamur patogen
menghasilkan ustiloxin, yang beracun terhadap binatang. Fakta kecil menunjukkan bahwa penyakit
dihubungkan dengan penanaman galur hibrid (contoh Reddy dan Savary); tetapi hubungan masih
dibutuhkan penelitian lebih lanjut dan penuh bukti. Galur induk padi hibrida memiliki latar belakang
genetik yang serupa, yang dapat dihasilkan dalam seleksi adaptasi virulen populasi patogen (IRRI, 2010).
5. I GEIALA PENYAKIT
Patogen menghasiikan beberapa ikatan sporangia (struktur yang berisi spora) yang terdapat pada tengah-
tengah gabah, membentuk bola gosong beludru. Bola gosong ini memiliki tiga spora menghasilkan
lapisan. Awalnya berwama orange (Gambar 5.1.a) dan selanjutnya berwarna hijau sampai hitam
kehijauan dengan bertambahnya umur (Gambar 5.1 .b). Dalam banyak kasus, tidak semua malai diinfeksi,
tetapi malai di sebelah yang terkenal bola gosong sering tidak berisi. Gosong palsu dapat terlihat setelah
malai berkembang (IRRI, 2010).
30 Penyokit Tonaman Padi (Oryza sativa L.)
Menurut Semangun (1991) jamur penyebab penyakit ini berkemban-s dalam sekam padi dan
berubah putih tembaga (endosperm) padi menjadi suatu sklerotoium jamur yang besar, yang menonjol ke
luar, berwama kuning emas. kadang-kadang agak kehijauan. Biasanya pada satu malai hanya terdapat
beberapa butir biji yang terserang.
Gambar 5.1 Gejala gosong palsu pada malai padi, (a) bola spora awalnya berwama oranye dan (b)
selanjutnya menjadi berwarna hitam kehijauan ketika masak (iRRI, 2010)
Menurut Semangun (1991) jamur ini membentuk sklerotium yang bergaris tengah 5-8 mm. Pada
permukaan sklerotium ini terdapat sejumlah besar konidium yang berwarna kr,rning emas, kadang-kadang
agak kehr.yauan. Ada yang berpendapat bal,rva konidium ini adalah klamidospora. Konidium berbentuk
bulat atau jorong, berduri dengan ukuran 4-6 x 3-5 prm, berkecambah dcngan nrembentuk konidium
sekunder, yang lebih kecil dan hialin; kadang-kadang jarnur jLrga mernbentuk konidium tersier. Stadium
sempurna dari jamur ini berbentuk kepala yang terdapat pada ujr.urg tangkai yang muncul dari sklerotium
(Gambar 5.2). Dalam kepala ini tcrdapat banyak peritesium pada tepinya dan di clalarn peritesium ini
terbentuk banyak askus. Askospc ra hialin berbentuk benang. Di l-rdonesia stadium sempulxa ini belum
pemah diternukan.
ffii'vi
Gambar 5.3 Daur hidup.jarnur Ustilaginoidee v-irens pada tanaman padi
jil[
Menurut Semangun (1991) sampai sekarang daur penyakit ini belum banyak diketahui. Konidium
dipencarkan oleh angin, Spora jamur ini banyak terdapat di udara sekitar pukul 10.00 malam, sedangkan
diwaktu siang sangat sedikit. Pada umumnya dikatakan bahwa infeksi terjadi pada bunga, sebelum atau
sesudah pembuahan (fertilisasi) pada saat biji mulai terbentuk. Suhu optimum untuk perkecambahan
konidium in vitro adalah sekitar 27'C.Tidak ada bukti bahwa patogen terbawa oleh biji yang mungkin
disebabkan karena konidium hanya berumur pendek.
IRRI (2010) melaporkan bahwa penyakit didukung oleh kelemb aban>9}%odan suhu berkisar dari
25-35'C.laporan terhadap pengaruh curah hujan adalah berlawanan; intensitas penyakit tinggi ditujukan
untuk curah hujan, tetapi berlawanan (curah hujan rendah menguntungkan bagi penyakit) juga dilaporkan.
Patogen menginfeksi bunga, patogen ini sering sebagai tular biji, namun studi awal menjelaskan bahwa
akar dapat juga terinfeksi. Jamur mengantisipasi kondisi kurang baik melalui produksi sklerotia dan bola
spora yang mengeras yang dapat bertahan hidup di lapangan untuk beberapa bulan. Jamur menyerang
beberapa spesies gulma yang umumnya terdapat di sawah.
Menurut Ladhalakshmi (2012) faktor yang memengaruhi peledakan penyakit yaitu kelembabal
yang relatif tinggi, suhu rendah, dan curah hujan diikuti oleh hari berawan selama pembungaan dapat
mendukung penyakit. Jumlah hari hujan selama periode pembungaan memengaruhi persentase penyakit
lebih tinggi daripada jumlah curah hujan. Aplikasi dengan dosis nitrogen yang berlebihan khususnya pada
stadium pembungaan juga berperanan penting dalam meningkatkan kerentanan tanaman menghadapi
gosong palsu.
5.6 TOKSIN
Patogen dapat menghasilkan toksin seperti Ustiloxin. Ustiloxin merupakan campuran tetrapeptida dan
Ustiloxin A-F yang diisolasi dari air ekstrak bola gosong palsu. Toksin menyebabkan penyakit
mycotoxicosis dan menghambat polimerisasi tubulin otak pada konsentrasi mikromolar (Ladhalakshmi,
2012).
Gosong Polsu (False Smut) 33
Menurut Semangun (1991) terhadap penyakit ini tidak dilakukan pengendalian yang khusus, karena
dianggap kurang merugikan, Sklerotium yang cukup besar dengan mjudah dapat dibersihkan. Fungisida
yang diberikan sebelum keluarnya bunga dapat mengurangi penyakit, namun diragukan apakah usaha ini
akan meningkatkan hasil dan menguntungkan.
Suparyono et al. (2012) menjelaskan bahwa harnpir sama dengan pendapat Semangun (1991) yaitu
tidak ada cara khusus unfuk mengendalikan penyakit ini. Ada varietas yang ditemukan tahan atau toleran
terhadap penyakit di India. Di antara pengendalian secara budidaya, penghancuran jerami dan bagian
tanaman yang sakit dapat menurunkan penyakit. Pada area di mana penyakit dapat menyebabkan
kehilangan hasil, aplikasi captan, captafol, fentin hydroxide dan mancozeb dapat menghambat
perkecambahan konidia. Pada stadium anakan dan pembungaan, penyemprotan fungisida carbendazim
dan fungisida berbahan dasar copper dapat efektifmengendalikan penyakit.
-oo0oo-
n
it
i,
BAB VI
Penyakit busuk upih (sheath rot) merupakan penyakit yang penting pada saat tanaman padi mengarah
stadium pemasakan. Patogen biasanya menyerang upih daun bagian atas yang berhubungan dengan malai
dan menyebabkan pembusukan pada malai. Penyakit ditemukan selama musim tanam padi. Penyakit
dapat menyebabkan kehilangan hasil dari 20-85% di Taiwan dan 30-80% di Vietnam, Filipina dan India.
Di Jepang areayang diinfeksi dari 51.000 sampai 122.000 ha dan setahun kehilangan hasil diestimasi
16.000-35.000 ton (IRRI, 1983; Ou, 1985).
Penyakit ini kemungkinan sudah lama terdapat di Indonesia, namun dikacaukan dengan penyakit
lainnya, antara lain dengan hawar Fusarium dan bercak cokelat. Pertama kali penyakit dilaporkan yang
ditemukan di Jawa dan Lampung (Semangun, 1991).
a. Infeksi terjadi pada upih daun bagian atas yang berhubungan dengan malai muda pada stadium
bunting al,}rir (late booting stage) (Gambar 6.1).
b. Gejala awal membujur atau kadang-kadang bercak tidak beraturan atau bercak dengan ukuran
panjang 0,5-1,5 cm, dengan warna cokelat kemerahan dan pusatnya abu'abu.
c. Bercak dapat juga berisi warna cokelat kemerahan yang berhamburan dalam upih.
d. Bercak membesar dan sering bersafu dan dapat menutupi upih daun keseluruhan.
e. Infeksi yang parah menyebabkan malai sebagian atau keseluruhan tinggal dalam upih.
f. Malai yang busuk tidak dapat muncul dan floret kemudian menjadi berwarna cokelat merah sampai
cokelat gelap.
g. Tepung putih tampak berlimpah tumbuh di bagian dalam upih yang diinfeksi dan malai muda.
h. Malai yang diinfeksi berubah warna, hampa, atau sebagian bulir terisi.
36 Penyakit Tanamon Padi (Oryzo sotiva L.)
Gambar 6.1 Gejala penyakit busuk upih pada tanaman padi (IRRI, 1983)
Miselium jamur ini berwama putih dan jarang bercabang dengan hifa bersepta. Ukuran diameter
miselium 1,5-2 ptm. Konidiofor muncul dari miselium lurus lebih tebal dari pada hifa vegetatif.
Konidiofor bercabang sekali atau dua kali dan setiap waktu dengan 3-4 cabang dalam lingkaran. Hifa
utama berukuran 15-22 x 2-2,5 'p,m. Hifa ini memiliki cabang terminal meruncing ke ujung dan
panjangnya berukuran 23-45 pm dan lebar pangkal 1,5 pm. Konidia muncul sederhana pada ujung.
Konidia dihasilkan secara teratur, hialin, lembut, satu sel, dan berbentuk silinder. Konidia berukuran 4-9 x 6
l-2,5 pm (Ou, 1985).
Beberapa tanaman sebagai inang patogen yaitu: CyperLts cliLfbrruis (small-flowered nutsedge),
(vpertrs iria (rice flatsedge), Cyperu,s tennerilJae, Ec:hinochloa colona Qunglerice), Echirtochloa
t'r'ttsgolli (barUard grass), Eletrsine coracana (finger millet), Elettsine indico (goosegrass), Hymenachne
Busuk Upih (Sheat Rot)
37
,tt
!,,J
li,il
Gambar 6.2.Daur penyakit busuk upih pada tanaman padi (Ou, l9g5)
Menurut Semangun (1991), faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit seperti gangguan
hama penggerek batang padi dan virus yellow dwarft, yang mengganggu munculnya malai, sehingga
i membantu infeksi upih daun atas. Penyakit ini dapat juga terjadi pada tanaman padi walaupun tidak
diserang oleh penggerek batang atau virus namun tingkat keparahannya lebih renJah. Jamur S. oryzae
mengadakan asiosiasi dengan tungau, Steneotarsonemus madecassus. Penyakit juga ditemui pada padi
),
sawah dan padi gogo. Jenis tanaman padi rnemiliki ketahanan yang berbeda-beda, seperti pB5,
a Mala,
Pelitalll, dan Pelita I/2 cukup tahan, sedangkan C4-63 dan IR 20 rentan di Jawa Barat. Di Lombok pare
e
Lase agak tahan; Beak Ganggas, Ndek Kunyit, dan Ndek Bune agak rentan, sedang IR 36 rentan.
38 Penyokit Tonaman Padi (Oryza sativa L.)
a. Penggunaan varietas tahan, sedikit kultivar yang tahan terhadap busuk upih, semua varietas yang
ditemukan dengan ketahanan sedang menghasilkan fitoaleksin,- momilactone. Varietas yang
vegetatifnya tinggi sensistif terhadap fotoperiode lebih tahan penyakit dari pada varietas yang
insensitive fotoperiode (CIBA, 2012).
b. Aplikasi fungisida karbendazim dan mankozeb (Delsene MX 200), maneb dan zineb (Velimek 80
WP) efektif untuk mengendalikan penyakit tersebut (Semangun, l99l).
c. Pengendalian hayati, Rhizobacteria seperti Pseudomonas fluorescens yang diisolasi dari jeruk dan
padi secara nyata toksik terhadap jamur pathogen. Padi kultivar IR 20 yang disemprot dengan P
Jluorescens (10 x 107 cfu/ml) pada stadium bunting, secara berkesinambungan dapat menurunkan
intensitas penyakit dan secara signifikan meningkatkan hasil tanaman. Penurunan indek penyakit
dengan perlakuan P. fluorescens bewariasi dari 32-42% dalam lima kultivar yang diuji, dengan
meningkatkan hasil 3-62%. Satu strain dari P fluorescens diidentifikasi sebagai PGPR Qtlant growth
promoting rhizobacteria) dengan antibiosis menghadapi S. orayzae secara in vitro. Setelah perlakuan
P. fluorescens kultivar padi IR50 mengalami peningkatan pertumbuhan l9%o dengan strain jeruk dan
27Yo meningkat dengan strain kentang dibandingkan dengan tanaman kontrol. Fenomena memacu
perfumbuhan inang dan menurunkan persentase penyakit dan meningkatkan hasil masih terus diteliti
(CABI,20t2).
-oo0oo-
BAB VII
Penyakit busuk batang (stem rot) yang menyebabkan tanaman padi terganggu selama awal pengisian
malai. Kerusakan pada upih daun dan menyebabkan pengisian bui lebih rendah. Hal ini terjadi di
beberapa negara seperti Jepang, ada 51.000-12.000 ha tanaman padi terinfeksi dan diperkirakan
kehilangan hasil dalam setahun 16.000- 35.000 ton akibat penyakit ini. Di Vietnam, Filipina dan India
tercatat kehilangan hasil dari 30% sampai 80% (IRRI, 1983).
Penyakit ini juga ditemukan di Mississippi dan daerah terdekat yang menghasilkan beras. Penyakit
sangat parah di lapangan dengan sepanjang sejarah budidaya tanaman padi. Kehilangan hasil akibat busuk
batang sulit untuk diuji. Hal ini disebabkan upih daun dan batang, yang dapat berkontribusi bersama.
Batang membusuk sebelum pengisian biji, pemasakan premature dan hasil pengisian biji tidak sempurna.
Walaupun penyakit secara rutin terjadi di Mississippi, kerusakan tampak kalau hal itu terjadi pada semua,
biasanya terkurung untuk areal yang kecil dari lahan terinfeksi (Damicone et aI.,2001).
Menurut Semangun (1991) penyakit terdapat di semua negara penanam padi di daerah beriklim
tropis dan di daerah beriklim sedang. Penyakit sudah ditemukan di seluruh Indonesia, tetapi ada yang
berpendapat penyakit hanya terdapat di Jawa dan Sumatera.
Perkembangan penyakit menyebabkan perubahan warna cokelat gelap seragam dan hitam (busuk)
pada upih daun bagian bawah menjelang pemasakan. Upih daun yang terserang mati, selanjutnya menjadi
cokelat, mengelilingi tangkai tengah, dan dapat mempertahankan posisinya serta terpadu dalam kanopi
40 Penyakit Tonaman Padi (Oryza sotivo L.)
padi. Miselium kelihatan betwama putih berserakan pada permukaan upih yang busuk. Ketika upih daun
yang busuk dikupas kembali, tangkai kelihatan belang hitam bersudut sama.
Gejala dengan infeksi yang parah, area antar buku dari tangkai dapat memiliki warna cokelat gelap
sampai busuk hitam, memberikan penampilan seperli noda-air ke permukaan bawah anakan yang
terinfeksi. Busuk tangkai meningkat intensitasnya menjelang tanaman masak. Busuk tangkai apabila
meluas, anakan terpisah di antara buku. Sklerotia hitam kecil (unit bertahan hidup) berkembang dalam
upih dan batang dari waktu pemasakan sampai setelah panen. Keberadaan sejumlah sklerotia dalam upih
dan batang memengaruhi pematangan tanaman atau dalam tunggul setelah panen merupakan langkah
mudah untuk mengidentifikasi penyakit busuk batang (Damicone et al., 2001) (Gambar 7. 1).
Gambar 7.1 Gejala penyakit busuk batang tanaman padi (IRRI, 1983)
Menurut Ou (1985) gejala awal adalah kecil, bercak hitam tidak beraturan pada upih daun dekat
permukaan air, bercak meluas sebagai mana penyakit berkembang, batang busuk yang terinfeksi,
selanjutnya tampak sejumlah warna putih tipis dan sklerotia hitam serla miselium bagian dalam tangkai
yang terinfeksi. Infeksi tangkai menyebabkan malai tidak berisi dan bulir hampa. Beberapa infeksi
menyebabkan kematian anakan. Penyakit mengganggu tanaman sampai mati.
Pendapat serupa diperjelas oleh Semangun (1991) yaitu, gejala baru tampak jika tanaman sudah
tua. Pada upih luar dekat dengan permukaan air mulai timbul bercak nekrotik, bercak meluas ke dalam,
masuk ke upih sebelah dalam dan ke pangkal batang (Gambar 7.1). Tanaman dapat rebah pada saat mulai
masak, dan di dalam jaringan tersebut terdapat sklerotium. Kerusakan pada pangkal batang dapat
menyebabkan hampanya sebagian dari biji dan butir menjafi ringan dan seperli kapur. Infeksi yang lambat
dapat menyebabkan terjadinya anakan yang kecil, meskipun masih diragukan apakah pathogen dapat
menyebabkan terbentuknya anakan secara berlebihan.
Busuk Batang (Stem Rot) 41
Peritesium berwarna gelap, bulat dan menempel dalam jaringan terluar upih. Peritesium berukuran
202-481 pm, memiliki sebuah celah pendek dengan ukuran 30-70 pm, yang tidak menonjol. Askusnya
panjang seperti tabung menyempit berdinding tipis (hampir tidak kelihatan dindingnya) dan robek saat
spora masak. Askus bertangkai pendek dengan ukuran 90-128 x 12-14 pm. Askospora yang masak
membentuk dua barisan dan tiga septa. Di dalam askus yang normal terdapat 8 askospora jarang hanya
empat. Askospora biasanya mengkerut pada septa, khususnya pada septa tengah. Warnanya cokelat,
dengan dua sel ujungnya dengan warna lebih terang, dan kurang mengandung butir dari sel tengah.
Askospora fusiform kadang-kadang melengkung, berukuran 38-53 x 7-8 pm atau kebanyakan 44 x 8 pm
(Ou, 1983).
Sklerotia berwarna hitam dan bulat atau mendekati bulat dan halus. Berukuran 180-280 pm.
Konidiofor gelap, tegak lurus, dan bersepta. Konidiofor berukuran 100-175 x 4-5 pm. Konidia fusiform,
bersepta tiga, melengkung dan berukuran 29-49 x 10-14 prn. Konidia dihasilan pada ujung sterigmata
(Ou, 1983).
Menurut Semangun (1991) daur hidup patogen yaitu, infeksi oleh pathogen dibantu dengan adanya
Iuka. Infeksi permukaan terjadi karena sklerotium yang membentuk apresorium dan bantal infeksi.
Umumnya infeksi sekunder jarang terjadi karena konidium kurang memegang peranan penting.
Pemencaran penyakit terutama terjadi karena sklerotium yang terbawa air, sedang peranan konidium dan
askospora kurang diketahui. Konidium banyak di udara pada tengah hari (pukul 10-14), dan hanya sedikit
Ci rvaktu malam (pukul 17-6).
42 Penyokit Tanaman podi (Oryza sativa L.)
Sklerotia mengapung ke
permukaan air di sawah
selama pembajakan dan kerja
lainnya. Sklerotia mendarat
pada upih daun padi dan
menyebabkan infeksi
Penyakit
ditemukan pada
permukaan air
dengan ketinggian
5-8 cm dari tanah
Gambar 7.2Daur hidup patogen penyebab penyakit busuk batang padi (Ou, 1983).
Semua jenis tanaman padi yang diuji seperti Rantai Mas, Pelita, PB Putih, dan Serayu rentan
terhadap penyakit ini. Batang padi yang terserang S. oryzae terdapat peningkatan enzim polifenol
oksidase dan dikatakan bahwa enzim ini diduga memegang peranan dalam ketahanan tanaman terhadap
penyakit yang bersangkutan (Semangun, 1991).
Busuk Botang (Stem Rot) 43
a. Pengendalian dengan cara praktik budidaya, yaitu pembakaran jerami dan tunggul atau setiap sisa
tanaman setelah panen atau menunggu jerami mengalami dekomposisi dan pengeringan lahan dapat
menurunkan sklerotia di sawah. Keseimbangan penggunaan pupuk atau pemisahan aplikasi dengan
potasium dan kapur untuk meningkatkan pH menurunkan infeksi busuk batang dan meningkatkan
hasil.
b. Penggunaan kultivar tahan mungkin cara pengendalian terbaik untuk busuk batang. Ada laporan
bahwa kultivar tahan dari USA, India, Sri Lanka, Filipina dan Jepang.
c. Fungisida seperti fentin hidoksida disemprotkan pada stadium pertengahan anakan, thiophanate-
methyl disemprotkan pada waktu awal penyakit dapat menurunkan busuk batang di persawahan.
Penggunaan fungisida lain seperti Ferimzone dan validamycin A juga menunjukkan efektif
mengendalikan jamur ini,
d. Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menggunakan rnikroba antagonis seperti P. Jluorescens,
B. subtilis, P. aeruginosa dan Pseudomonas sp.
-oo0oo-
n
rl
p
BAB VIII
Penyakit Fusarium banyak terdapat di daerah penanaman padi beriklim basah di Asia. penyakit ini
dikenal dengan nama "Fusarium blight" atau "Gibberella blighf' yang dapat diartikan dengan "hawar
Fusarium". Di Jepang penyakit ini dekenal dengan nama "bakanae" karena pertumbuhan tanaman
menyimpang dari biasanya (Semangun, 1991).
Penyakit ini telah mengakibatkan kehilangan hasil tanaman padi mencapai 20% ketika penyakit
meledak. Sebagai contoh di Jepang diamati kehilangan hasil mencap ai 20-50%. Di India mencapai l5yo
dan di Thailand mencapai 3,7% (IRRI, 1983).
Penyakit Fusarium di Indonesia sudah dilaporkan sejak tahun 1938, pada tahun tersebut di Cirebon
padi jenis Untung yang tahan terhadap penyakit "mentek" mendapat serangan berat oleh jamur Fusarium
dan Dreschlera (Semangun, l99l).
Tanaman yang terinfeksi lebih tinggi dari yang normal di pembibitan dan di lapangan, tanaman
kurus (tipis) dengan daun berwarna hijau kekuningan dan daun bendera berwarna hijau pucat. Bibit
mengering pada awal pembentukan anakan, selanjutnya anakan sedikit atau menurun dan daun mengering
pada infeksi selanjutnya. Pengisian biji sebagian atau hampa atau bulir kosong untuk kelangsungan hidup
Ianaman sampai pemasakan. Infeksi saat pembibitan di bedengan ditemukan adanya bercak pada akar
mati yang kemungkinan mati sebelum atau setelah pemindahan tanaman (transplanting)ke sawah (IRRI,
1983) (Gambar 8.2).
Htff
rat,
.r
]: :.aF: i tf rS
F'1.;li;:.:, r,r*l ii ii
i i i;1,::ii ..',*r,, ,, "l',i,,,
46 Penyokit Tanaman Padi (Oryza sotiva L.)
Gambar 8.1 Gejala bakanae tanaman padi, pembentukan anakan terhambat (IRRI, 1983)
Gambar 8.2 Pertumbuhan tanaman padi yang lebih tinggi dari tanaman normal, (tanda panah: tanaman
sakit) (IRRI, 1983; USDA,2010).
Menurut Semangun ( 1991) jamur Fusarium dapat menyerang bunga dan biji, terutama yang masih
muda. Biji berwarna cokelat muda atau tua dan hampa. Jamur juga dapat menyerang semai dan pata
mematikan. Di Jepang tanaman yang sakit mempunyai batang yang panjang, tipis dan pucat. Gejala
bakanae ini juga terdapat di Thailand. Di Indonesia adanya gejala seperli ini belum pemah dilaporkan.
Pada tahun 1989 gejala bakanae terdapat secara meluas di Kalimantan Selatan pada jenis Tajum. Tanaman
sakit lebih;pucat dan mempunyai panjang 1,5-2 kali dari tanaman sehat.
patogen menghasilkan askospora secara aseksual yang dibentuk dalam ka'ntong yang disebut askus'
Askus terdapat di dalam badan buah yang disebut dengan askokarp yang dikenal dengan peritesium'
Peritesium berwama biru gelap dan berukuran 250-330
x 220-280 pm. Peritesium berbentuk bola
silinder, bentuk piston di
tspherical) sampai lonjong dan kadang-kadang di sebelah luamya kasar. Askus
tetapi jarang 8 spora' Spora
atasnya datar, dan berukuran 90-102 x 7-9 pm. Askus mengandung 4-6 spora
berukuran 27 -45 x 6-7 p'm'
satu septa dan kira-kira berukuran 15 x 5,2 pm. Askus adakalanya lebih besar,
Stadium anomorf menghasilkan gibberellins dan asam fusarat. Penelitian biologi
dari dua senyawa
menunjukkan bahwa asam fusarat menyebabkan kekerdilan sedangkan
geberellin menyebabkan
(B), makrokonidia
Gambar g.3 Bentuk mikro dan makrokonidia jamur Fusarium sp. (A), mikrokonidia
(C)F.moniliformepadatanamanpadi(Ilija,2000;Groth,2010)
makrokonidia'
Makrokonidia merniliki sel basal dengau 2-3 apical phialide, yang menghasilkan
ujungnya' Sklerotia
\lakrokonidia bentuknya melengkung atau hampir lurus, dan menyempit pada kedua
'r,erukuran g0 x 100 pm, berwarna biru kehitaman dan bulat. Stroma diperkirakan plectenchymatous dan
:rr-nguning, kecokelatan atau violet (IRRI, 1983; Semangun, 1991)'
Bali, Nusa
Menurut Semangun (1991) jamur F monilfotzie ditemukan di Lampung, Jar'va,
Tr-,ggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur' Jamur ini juga ditemukan di Sulawesi
Utara dan Tengah'
Sclain itu di Sulawesi Utara dilaporkan terdapat F solani (Mar1.) Sacc.
48 Penyokit Tbnaman Padi (Oryza sotiva L.)
Gambar 8.4 Daur hidup Fusarium moniliforme (Sheldon) pada tanaman padi (IRRI, 1983)
Menurut Semangun (1991) Fusarium dapat berkembang dan bertahan dalam sisa tanaman yang
berada di dalam atau di atas tanah. Jamur juga dapat menyerang jagung dan padi-padian lain. Pada
tanaman tebu jamur dapat menyebabkan penyakit "pokkah bung" yang terkenal.
Penyakit Fusarium (Bakonae) 49
a' Penyakit Fusarium (bakanae) pertama sebagai penyakit tular biji. penaburan biji yang
terinfeksi
mengakibatkan bibit terinfeksi, Suhu tanah 35oC sangat menguntungkan untuk infeksi.
b. Aplikasi nitrogen menguntungkanperkembangan penyakit.
c. Angin atau air mudah ntembawa spora dari satu tanaman ke tanaman lainnya.
Ii
d. Suhu tinggi berkisar antara 30-35"c menguntungkan perkembangan penyakit.
a
.a
8.6 CARA PENGENDATIAN PENYAKIT
il Ada beberapa eara pengendalian yang dianjurkan (Ou, I985) yaitu, membersihkan benih sebaiknya
ir dilakukan unfuk meminimalkan terjadinya penyakit, air garam dapat digunakan untuk
memisahkan benih
la bemas, benih terinfeksi dari kumpulan benih dan oleh karenanya menurunkan inokulum
tular biji.
Li. Perlakuan benih dengan menggunakan flingisida seperti thiram, thiophanate-methyl,
atau benomyl adalah
i- efektif sebelum penanaman. Benomyl atau benomyl-t pada 1-2%o berat biji sebaiknya digunakan
untuk
m menyelimuti benih kering. Perkembangan cepat ketahanan menghadapi benomyl dan
carbendazim perlu
diamati yang mungkin disebabkan oleh keberhasilan aplikasi sebagai disinfektan
benih (IRRI, 19g3). Di
Indonesia tidak diperlukan cara pengendalian khusus terhadap penyakit, karena
dianggap belum
merugikan secara ekonomi (Semangun, l99l).
-oo0oo-
ang
ada
BAB IX
Penyakit lapuk daun ditemukan di Sumatera pada tahun 198711988, yang juga dikenal dengan lepuh daun
atau leaf scald,yang sering juga disebut "bercak daun bercincin" (Semangun, 1991). Penyakit ini selain
di Indonesia juga dikenal di negara Asia, Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Afrika Barat (Groth,
2Ol2). Pada umumnya penyakit tidak merugikan dan kurang mendapat perhatian (Ou, 1985).
Kerumunan malai menyebabkan warna terang seragam sampai gelap, perubahan wal'rla cokelat
kemerahan pada bunga yang membentuk biji. Penyakit yang berkembang lambat pada musim tanam,
dapat menyebabkan kekosongan atau terkulai perkembangan kernel (Broth, 2012).
Secara singkat untuk mengenal penyakit lapuk daun adalah sebagai berikut :
a. Daun melapuk
b. Bercak zonate (bercak daun bercincin) dari ujung daun atau tepi
c. Bercak oblong dengan warna cokelat terang memiliki halo pada daun matang
d. Bercak kontinu melebar dan menyatu menghasilkan hawar bagian yang luas dari lembaran daun
e. Bagian yang dipengaruhi menjadi kering mengakibatkan daun tampak melapuk
f. Ujung daun dan helaian daun tembus cahaya
g. Ujung daun yang terinfeksijuga terpisah dekat ditengah-tengah ketika ada angin yang kuat.
)t Penyokit Tanaman Padi (Oryza sotivo L.)
il
,
Gambar 9.1 Gejala daun lapuk pada padi, (A) gejala awal, (B) gejala dengan pola tanda pangkat
(Chevron), dan (C) gejala lanjut (Broth,2012)
Penyakit yang disebabkan oleh jamur ini penting selama stadium anakan dan perpanjangan batang
tanaman padi. Penyakit dapat menyebabkan kehilangan hasil 13.4% di India dan20-30o/o di Banglades,
juga menyebabkan kahilangan hasil di Amerika Latin dan Afrika Barat (Bark dan Miah, l9'15).
kadangkala melengkung, dengan 3-5 septa. Askospora panjang, bulat dan parafise tidak berwarna (steril,
tumbuh ke atas, filament hifa melekat pada pangkal atau sel dalam himenium) (Ou, 1985).
-oo0oo-
BAB X
Daerah penyebaran Xanthomonas campestri pv. oryzae, sinonim Xanthomonas oryzae pv. oryzae,
Rusia dan Ukaina; Asia (Banglades, China, India, Indonesia, Jepang, Kamboja, Korea, Laos, Malaysia,
Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, dan Viet Nam; Afrika (Burkina Faso,
Cameroon, Gabon, Madagaskar, Mali, Niger, Senegal, Togo); Amarika Utara (Meksiko dan USA);
Arerika Tengah dan Caribbean (Costa Rica, El Salvador, Honduras, Nicaragua, Panama);Amerika Selatan
(Bolivia, Colombia, Ecuador dan Venezuela); dan Oceania (Australia: Northem Territory Queensland)
(CABI dan DEPPO, 1990).
Di Indonesia, penyakit mendapat perhatian di Jawa pada tahun 1984, pada saat itu penyakit yang
baru ditangani dikenal dengan penyakit "kresek". Tanaman yang sakit keras menjadi busuk, dan tingkat
ini disebut sebagai "lodoh". Di Jepang mengetahui bahwa kresek adalah identik dengan hawar daun
bakteri. Seterusnya secara intemasional "kresek" dianggap sebagai tingkat yang keras dari hawar daun
bakteri, yang terutama terdapat di tropus (Semangun, l99l). Hawar daun bakteri (HDB) merupakan
penyakit bakteri yang tersebar luas dan menurunkan hasil sampai 36oh. Penyakit terjadi pada musim
hujan atau musim kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan dipupuk N
tinggi < 250 kg urea iha (Anonim, 2009).
55 Penyakit Tanaman Podi (Oryza sativa L. )
Gejala Penyakit
Tanaman padi yang menderita BLB menunjukkan gejala layu pada pembibitan, daun menging dan
mengering, serta dapat menurunkan hasil. Gejala hawar daun meliputi: lembaran daun basah berair
sampai bergaris kuning atau dimulai pada ujung daun kemudian meningkat panjang dan lebarnya dengan
garis tepi berombak atau keriting. Ooze bakteri terlihat menyerupai susu atau embun suram pada bercak
muda pada pagi hari. Lesio kemudian menjadi kuning sampai putih sebagaimana penyakit berkembang.
Daun yang terinfeksi parah cenderung menjadi cepat kering, lesion selanjutnya menjadi keabu-abuan dari
perumbuhan berbagai jamur saprofit. Gejala lay.u pembibitan atau kresek meliputi: ditemukan 1-3 minggu
setelah transplanting, lapisan hijau berair sepanjang bagian yang dipotong atau ujung daun sebagai awal
gejala. Beberapa daun layu dan menggulung ke atas serta berwama hijau keabu-abuan sampai kuning,
selanjutnya tanaman layu secara lengkap. Pada tanaman dewasa daun menguning atau pucat, daun
termuda pucat kuning seragam atau garis kuing menyebar. Daun yang lebih tua tidak menunjukkan gejala.
Malai mandul dan tidak terisi tetapi tidak kerdil di bawah kondisi terserang parah (Gambar 10.1) (IRRI,
1983).
Gambar 10.1 Gejala layu pembibitan (kiri) dan hawar daun (kanan) (IRRI, 1983)
Penyakit BLB menghasilkan dua gejala khas, yaitu kresek dan hawar. Kresek adalah gejala yang
terjadi pada tanaman berumur <30 hari (pesemaian atau yang baru dipindah) (Gambar 10.1). Daun-daun
Penyakit Bokteri pada Tanamon Padi 57
berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung. Dalam keadaan parah, seluruh daun menggulung, layu.
dan mati, mirip tanaman yang terserang penggerek batang atau terkena air panas (lodoh). Sementara.
hawar merupakan gejala yang paling ufi)um dijumpai pada pertanaman yang telah mencapai fase tumbuh
anakan sampaifase pemasakan (Gambar 10.2).
rt'
+" t
,,.?,
*
Gambar 10.2 Gejala hawar pada pertanaman yang telah mencapai fase anakan sampai fase pemasakan
(kiri), dan bercak abu-abu kekuningan pada tepi daun (kanan) (IRRI, 1983;Anonim, 2009)
Gejala diawali dengan timbulnya bercak abu-abu (kekuningan) umumnya pada tepi daun (Gambar
10.2). Dalam perkembangannya, gejala akan meluas, membentuk hawar (blight), dan akhirnya daun
rnengering. Dalam keaadaan lembab (terutama di pagi hari), kelompok bakteri, berupa butiran berwarna
kuning keemasan, dapat dengan mudah ditemukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala harvar.
Dengan bantuan angin, gesekan antar daun, dan percikan air hujan, rlassa bakteri ini berfungsi sebagai
alat penyebar penyakit BLB (Anonim, 2009).
Daun sakit di lapangan dapat dikumpulkan dan deipotong dekat bagian bawah bercak. Potongan
daun sakit dapat ditempatkan dalam tabing uji dengan air untuk beberapa menit. Bagian potongan dapat
diamati lagi dengan cahaya untuk melihat aliran ooze bakteri yang ke luar dari akhir potongan dalam air.
Setelah l-2 jam, air menjadi menjadi keruh. Untuk membedakan gejala kresek dari kerusakan penggerck
batang, pangkal bawah dari bibit sakit dapat ditekan antara jai. Ooze bakteri berwarna kuning mungkin
ke luar dari ujung potongan. Tanaman sakit menunjukkan kresek, yang menyerupai kerusakan penggerek
batang.
berlebihan faktor yang sesuai untuk perkembangan penyakit. Air irigasi dan tiupan air hujan dapat
menyebarkan bakteri dari tanaman ke tanaman. Penggunaan alat untuk transplanting dan penanganan
selama transplanting dapat juga memicu infeksi baru. Contoh gejala kresek berhubungan dengan infeksi
pembibitan, yang dirusak selama pekerjaan transplanting (IRRI, 1983).
Penyebab Penyakit
Penyakit kresek (bacterial leaf blightlBlB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. oryzae
(Ishiyama) Dye. Bakteri ini termasuk dalam klas Gammaproteobacteria, ordo Danthomonadales, Familia
Xanthomonadaceae, dan genus Xanthomonas (Groth 2009)'
Sinonim:
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Ishiyama) Swings et al.
s eudomonas oryzae Ishiyama
Nama umum:
Bacterial leaf blight,penyakit Kresek, BLB (Inggris), Maladie bactdrienne des feuilles du riz (Ferancis),
Bakterielle Weissfleckenkrankheit, bakterieller Blattbrand (German), Enfermedad bacteriana de las hoias
del arroz (Spanyol). Posisi taksonomi : Bacteria: Gracilicutes (IRRI, 1983).
Morfologi Bakteri
Isilat bakteri bagian dari jaringan daun merupakan permukaan steril dan direndam dalam air destilasi, dan
suspensi hasil streak pada dextrose nutrient agar loh atau Wakimoto agar dan diinkubasikan pada suhu
25-28"C. Koloni X. campestris pv. oryzae tumbuhnya lambat, mucoid serta, berwarna jerami sampai
kuning, dan bakteri ini biasanya kuning pucat, bundar, halus, keseluruhan bundar dan mucoid. Bakteri
Gram-negatif, berkapsul dan motile dengan flagella polar. Bakteri ini berukuran 1,1-2,0 x 0,4-0,6 pm
(CABI dan DEPPO, 1990). Menurut IRRI (1983) bakteri penyebab penyakit berbentuk batang, dengan
ukuran 1,2 x 0,3-0,5 pm. Bakteri ini tunggal, kadang-kadang berpasangan tetapi tidak berantai. Bakteri
tidak membentuk spora, dan devoid berkapsul. Koloninya pada nutrient agar kuning pucat, melingkar dan
halus seluruh koloni, Bakteri ini lengket dan cembung (IRRI, 1983)'
Kisaran Inang
Di Jepang inang patogen selain tanaman padi adalah Leersia sayanuka Ohwi, L. oryzoides (L.) Sw., Z.
japonica, dan Zizania latifotia adalah inang perantara. Di tropis penyakit ditemukan pada Leptochola
chinensis (L.) Nees, L. filiformis (Lam.) P. beauv., and L. panicea (Retz.) Ohwi. Cyperus rotundus L. dan
C. dffirmis L. tercatat sebagai inang perantara dari patogen di India. Di Australia, penyakit diketahui
bertahan hidup pada padi liar, Oryza rifupogon and O. australiensis (IRRI, 1983).
Penyakit Bokteri pado Tanaman Padi 59
Gambar 10.3 Daur hidup patogen hawar daun tanaman padi (IRRI, 1983)
Ujung daun bibit dipotong sebelum transplanting dan daun berbahaya sebagai penyedia sumber
penting inokulum khususnya untuk kresek. Bakteri atau patogen memasuki jaringan daun melalui lubang
alami seperti pori-pori air pada hidatoda atau stomata pada lembaran daun, retakan pertumbuhan 1'ang
disebabkan oleh munculnya akar baru pada dasar upih daun, dan pada daun atau luka akar. Ketika bakre;r
50 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
memasuki pori-pori air atau setiap lubang terbuka, bakteri tnetnperbanyak diri dalam epitheme, ke dalam
vessel yang terbuka. Ketika ada cukup perbanyak bakteri, beberapa bakteri menyerang sistem vascular
dan beberapa ooze keluar dari pori-pori air (Gambar 10.3) (IRRI, 1983; CABI dan DEPPO, 1990).
a. Praktik sanitasi lahan seperti pemindahan inang gulma, jerami padi, tunggul dan pembibitan adalah
penting untuk menghindari infeksi yang disebabkan oleh penyakit ini. Dengan demikian memelihara
air dangkal dalam bedengan, menyediakan drainase yang baik selama penggenangan yang parah.
pembajakan tunggul dan jerami padi berikut panen juga praktik pengelolaan yang dapat diikuti.
Sesuaikan aplikasi pupuk khususnya nitrogen, dan sesuaikan ruang tanaman yang direkomendasikan
untuk pengeloaan bakteri harvar daun.
b. Penggunaan varietas tahan merupakan langkah yang sangat efektif dan praktik pengendalian yang
sangat umum diadopsi oleh petani kebanyakan negala berkembang di Asia. Strain berbeda bakteri
apabila ditemukan, direkomendasikan untuk menanam varietas tahan yang mengandung gen tahan di
lapangan. Selanjutnya lahan yang memungkinkan untuk dikeringkan sesuai dengan yang
direkomendasikan.
c. Perlakuan benih dengan bleaching pov,,der (100 g/ml) dan zinc sulfate (2%) menurunkan bakteri
hawar daun padi, Pengendalian penyaliit dengan senyawa ternbaga, antibiotik dan zat kimia lainnya
dibuktikan tidak cukup efektif.
Penyakit ini ditemukan di Filipina pada tahun 1918. Penyakit mulai mendapat banyak perhatian
pada tahun 1900-an. Penyakit terdapat di daerah tropik, seperti Filipina, Thailand, Malaysia, Vietnam,
Kamboja. Di indonesia untuk pertama kali penyakit daun bergores pada padi dilaporkan tahun 1972, tidak
terdapat di Maluku dan Papua (Semangun, 1991).
Daun bakteri bakteri hanya penting di beberapa areal selama musim snagat basah dan digunakan
dosis nitrogen yang tinggi. Penyakit ini tidak biasanya menurunkan hasil kalau aplikasi dosis N rendah.
Kehilangan hasil 5-30% telah dilaporkan di India, sedangkan di Filipina kehilangan hasil tidak signifikan
baik pada musim hujan maupun kemarau. Umumnya penyakit ini kurang penting dari pada penyakit
hawar daun bakteri (CABI and DEPPO, 1990).
Gejala Penyakit
Tanaman padi yang terserang menunjukkan gejala daun berwarna cokelat dan kering, penyakit ini dapat
menurunkan berat 1000 brji di bawah kondisi yang parah. Gejala awal adalah hijau gelap dan garis berair
Penyakit Bokteri pada Tonamon Padi 61
pada bagian antara tulang daun (intervein) dari stadium anakan sampai stadium bunting. Gejala bergris
kemudian meluas sampai kuning abu-abu dan tembus cahaya. Eksudat bakteri pada permukaan bercak.
Selanjutnya bercak menjadi putih abu-abu kernudian kering. Bagian dalam daun cokelat dan kering
(IRRI, 1983).
Keberadaan bakteri pada daun dan dalam air atau berlahan hidup disana dalam sisa daun setelah
panen. Suhu dan kelembaban nisbi tinggi mendukung perkembangan penyakit, stadium awal penanamar.r
dari anakan maksimum sampai awal pembentukan rnalai dapat dipengaruhi (Gambar 10.4A) (IRRI.
1 983).
Menurut Semangun (1991) pada mulanya daun kelihatan bergores atau tercoreng yang mempunyai
lebar 0,5-l m, dengan panjang 3-5 mm, memanjang sejajar dengan tulang daun, berwama hijau tua
kebasahan dan agak jenih (translucent). Pada saat ini gejala masih terbatas pada tulang daun yang besar.
Gores dapat berlambah besar melewati tulang daun (Gambar 10.4). Pada cuaca lembab ada permukaan
gores keluar tetesan lender bakteri (eksudat) yang mengering tampak sepefri bintik kuning yang teratur
pada garis.
Gambar 10.4 Gejala daun bergaris bakteri pada tanaman padi, (A) ti naman menguning, (B) bergores
kuning dan (C) bergores cokelat (IRRI, 1983)
t
Bergaris linier atau bergaris sernpit transparan dapat tembus cahaya. Bagian lang bergol':..
bcrkerrbang dipotong dan ditempatkan dalam glas yang berisi air, nlassa sel bakteri akan terlihar k.- 1,..,:
,lari daun ke air setelah 5 uenit. BLS hanya penyakit bercak daun dengan goresan sempit transprr.::'.
:cbagai pembanding dengan penyakit daun yang lain seperti bercak cokelat, bercak cokelat senrpir u,,r
havn.ar bakteri (IRRI, 1983 ).
62 Penyakit Tanaman Padi (Oryzo sativo L.)
Pada stadium awal gejala terlihat sama dengan gejala bercak daun cokelat. Stadium kemudian,
ketika goresan menyatu, gejala BLS terlihat sama seperti hawar bakteri. BLS dapat dibedakan dari hawar
bakteri dengan bercak agakjernih tipis dengan ooze bakteri yang berwarna kuning.
Penyebab Penyakit
Penyakit disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzicola, Nama: Xanthomonas oryzae pv.
oryzicola (Fang et a/.) Swings et al. Sinonim: Xanthomonas campestris pv. oryzicola (Fang et al.) Dye,
Xanthomonas oryzicola Fang et a/. Xanthomonas translucens f.sp. oryzicola (Fang et a/.) Bradbury.
Nama lain di beberapa Negara yaitu :
Bacterial leaf streak, BLS (Inggris), Br0lure bactdrienne, stries bact6riennes , du riz (Ferancis),
Quemaduras bacterianas, estrias bacterianas, del arroz (Spanyol) (CABI and DEPPO, 1990). Bakteri ini
termasuk dalam klas Gammaproteobacteria, ordo Danthomonadales, Familia Xanthomonadaceae, rlan
genus Xanthomonas (Mew, 201 I ).
Bakteri ini berbentuk batang, dengan ukuran 1,2 x 0,3-0,5 pm. Bakteri ini tunggal, kadang-kadang
berpasangan tetapi tidak berantai. Bakteri tidak memiliki spora dan tidak berkapsul. Bakteri ini dapat
bergerak dengan pertolongan flagellum polar tunggal (satu bulu cambuk). Bakteri Gram-negatif dan
aerobik, serta tumbuh baik pada suhu 28"C. Koloni bakteri pada nutrient agar (NA) kuning pucat,
melingkar, halus, cembung dan melekat dan memiliki keseluruhan garis tepi. Pertumbuhannya pada
mediaq miring adalah filiform. Pertumbuhan dalam nutrient broth adalah sedang dengan permukaan
pertumbuhan tanpa p ell ic I e.
Epidemiologi Penyakit
Penyakit dipindahkan melalui benih sampai musim tanam berikutnya. Penanaman benih yang terinfeksi,
yang dikumpulkan dari lahan yang terinfeksi menghasilkan bibit yang sakit. Bakteri yang ada dalam air
atau bertahan hidup dalam sisa daun setelah panen, juga menjadi sumber inokulum dalam musim tanam
berikutnya. Sel bakteri dalam butiran air pada daun ketika dibasahi oleh embun atau percikan hujan dan
dipencarkan oleh angin menyebabkan infeksi baru atau kerusakan pada daun yang sama atau daun
lainnya. Suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi juga mengutungkan terjadinya infeksi baru dan
perkembangan lesio. Penyakit biasanya terjadi selama stadium awal penanaman dari anakan maksimum
sampai awal pembentukan malai. Tanaman yang lebih tua lebih tahan terhadap penyakit (Gambar 10.5)
(IRRI, 1983).
Kisaran Inang
Spesies padi liar seperti Oryza spontanea, O. perennis balunga, O. nivara, O. breviligulata, O.glaberrima
dan Leersia hexandra Sw. merupakan inang perantara penyakit.
Mekanisme Kerusakan
Bakteri mempenetrasi daun melalui lubang alami (seperti stomata dan hidatoda), daun rusak atau luka
buatan akibat angin, dan gigitan serangga, atau yang lainnya. Infeksi awal diamati hanya pada sel
parensima di antara tulang daun (vein). Infeksi tertinggi terjadi tengah hari, selama stomata daun terbuka
Penyakit Bokteri pada Tanaman Padi 63
secara penuh. Setelah memperoleh pintu masuk, bakteri memperbanyak diri dalam rongga substomata
dan berkembang secara interseluler dalam hari, selama stomata daun terbuka secara penuh.
Gambar 10.5 Daur hidup patogen daun bergore bakteri pada tanaman padi (IRRI, 1983)
Setelah memperoleh pintu masuk, bakteri memperbanyak diri dalam rongga substomata dan
berkembang secara interseluler dalam parensima. Segera setelah bercak berkembang, eksudat bakteri
terbentuk pada permukaan bercak di bawah kondisi lembab selama malam hari. Di bawah kondisi kering,
eksudat ini menjadi kecil, tetesan air menguning yang sering terjatuh menjadi air irigasi. Ketika daun
basah akibat embun atau hujan, dengan bantuan angin, bakteri terbawa dari lapangan ke lapangan yang
lain oleh air irigasi. Penyakit biasanya diamati selama stadium anakan tanaman padi. Tanaman padi dapat
secara mudah pulih pada stadium selanjutnya dan kehilangan biji adalah minimal (IRRI, 1983).
Cara Pengendalian
Penyakit dapat dikendalikan dengan aplikasi pemupukan yang sesuai dan ruang penanaman yang sesuai,
menggunakan varietas tahan dan perlakuan benih dengan air panas. Praktik sanitasi lahan adalah penting.
Tunggul, jerami dan penanganan pembibitan setelah panen dapat dihancurkan untuk meminimalkan
inokulum awal pasa permulaan musim. Sediakan sistem drainase yang baik dalam bedengan dapat juga
64 Penyakit Tanaman Podi (Oryza sotiva L.)
mengelola penyakit ini. Penanaman varietas tahan, yang tersedia adalah metode yang efektif untuk
mengendalikan penyakit daun bergores bakteri. Selanjutnya lahan dan dimungkinkan untuk dikeringkan
juga direkomendasikan (IRRI, I 983).
BAB XI
I I.I TUNGRO
Tungro dalam bahasa Filipina berarti pertumbuhan terhenti. Penyakit ini telah terjadi untuk beberapa
tahun, tetapi virus awalnya dilaporkan di Filipina: tanaman padi pendek atau kerdil yang ditularkan oleh
Nephotettix bipunctatus Fabr. (Ling, 1972).
Tungro merupakan salah satu penyakit yang paling merusak tanaman padi di negaraAsia Tenggara.
Epidemi penyakit terjadi sejak tahun 1960-an. Malai yang terinfeksi jarang menghasilkan biji, bentuk biji
pendek dan steril atau hanya sebagian terisi dengan bulir yang berubah warna. Bunga yang terserang
mengalami kelainan dan malai terbentuk tidak sempurna (IRRI, 2004). Peledakan penyakit dapat merusak
ribuan hektar tanaman padi di beberapa negara. Tanaman yang diinfeksi dengan virus pada awal stadium
perfumbuhan dapat mencapai kehilangan hasil setinggi 100/o dalam kasus penyakit yang parah.
Kerusakan tanaman padi akibat penyakit tergantung atas varietas yang digunakan, stadium tanaman
ketika infeksiterjadi, partikel virus, dan kondisi lingkungan (IRRI, 1983).
Menurut Widiarta (2005) Penyakit tungro dapat menyebabkan jumlah anakan dan gabah bernas
berkurang, sehingga tanaman tidak dapat mencapai potensi produksi. Kehilangan hasil akibat serangan
penyakit tungro bervariasi, bergantung pada periode pertumbuhan tanaman saat terinfeksi, lokasi dan titik
infeksi, musim tanam, dan varietas. Makin muda tanaman terinfeksi makin besar persentase kehilangan
hasil yang ditimbulkan. Kehilangan hasil pada stadia infeksi 2-12 minggu setelah tanam (MST) berkisar
antara 90-20%. Kehilangan hasil rumpun tanaman di pusat infeksi lebih tinggi daripada rumpun tanaman
di pinggir infeksi. Kehilangan hasil pada tanaman terinfeksi di musim hujan lebih tinggi daripada
tanaman terinfeksi di musim kemarau. Meskipun saat infeksinya sama, kehilangan hasil varietas Krueng
Aceh cenderung lebih besar daripada 1R36. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir luas serangan penyakit
tungro mencapai 17.504 ha,/tahun, terluas dibandingkan dengan luas serangan penyakit lain dengan
estimasi nilai kehilangan hasil mencapai Rpl4,l0 miliar/tahun.
66 Penyakit Tanoman Padi (Oryza sativo L.)
penyakit tungro mulai ditemukan di Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak tahun 1972, bersamaan
dengan munculnya penyakit tungro di Jawa, Bali dan Sulawesi Selatan. Ledakan penyakit tungro terbesar
terjadi di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur pada areal seluas lebih dari 10.000 ha tahun
1999. Kerusakan tanaman akibat tungro terus-mellerus ditemukan khususnya di Kabupaten Lombok
Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu dan Bima, dengan intensitas serangan yang
beragam. Kondisi ini perlu segera diatasi agar ledakan penyakit dapat dihindari yakni melalui pengelolaan
tanaman yang benar dan pengendalian yang terintegrasi (Wirajaswadi, 2010)'
Luas lahan sawah di Bali tahun 2000 yaitu 89.000 hektar dengan rerata produksi 5,4 ton/ha gabah
kering simpan. penyakit tungro mulai muncul di Bali pada tahun 1980 dan sampai saat ini masih
merupakan ancaman serius bagi pertanaman padi terutama pada musim hujan. Setiap tahun luas serangan
mencapai 3.117-3.578 hektar dengan tingkat serangan ringan sampai berat dan bahkan ada yang sampai
puso. Oleh karena itu Bali <linyatakan sebagai salah satu daerah endemi penyakit tungro. Pada umumnya
pola tanarr setahun yang diterapkan pada lahan sawah di Bali padi-padi-palawija. Namun demikian
berdasarkan kondisi topografinya dan kemampuan air irigasinya yang diatur melalui sistem subak,
kenyataan menunjukkan bahwa hampir setiap saat terdapat pertanaman nadi di sawah dengan berbagai
fase pertumbuhan. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab mengapa penyakit tungro tersebut
bertahan cukup larna sebagai ancaman serius bagi pertanaman padi di daerah Bali'
Varietas IR 66 yang dianggap tahan terhadap tungro, kurang berkembang karena rasa nasinya yang
kurang disukai konsumen di samping belakangan ini sudah tampak mulai menunjukkan gejala serangan
tungro di beberapa lokasi. Di lain pihak varietas IP 64 walaupun peka terhadap tungro masih merupakan
idola petani karena rasa nasinya cukup enak dan harga jual hasil panennya relatif lebih tinggi (Rachim,
2000).
Gejala Penyakit
Secara morfologis tanaman padi yang terfular virus tungro menjadi kerdil, daun berwarna kuning sampai
kuning jingga disertai bercak-bercak berwarna cokelat. Perubahan warna daun dimulai dari ujung, meluas
ke bagian pangkal. Jumlah anakan sedikit dan sebagian besar gabah hampa. Infeksi virus tungro juga
menurunkan jumlah malai per rurnpun, malai pendek sehingga jumlah gabah per rnalai rendah. Serangan
yang terjadi pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak menimbulkan kerusakan fatal
(Gambar I l. l) (IRRI, 1983; Wirajaswadi, 2010).
Tinggi rendahnya intensitas serangan tungro ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya:
ketersediaan sumber inokulum (tanaman terserang), adanya vektor (penular), adanya varietas peka dan
kondisi lingkungan yang memungkinkan, namun keberadaan vektor yang mengandung virus adalah
faktor terpenting. Intensitas penyakit tungro juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas dan stadia
Penyakit Virus poda Tonaman Padi 67
tanaman. Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan populasi vektor tinggi akan menyebabkan
tingginya intensitas serangan tungro. Ledakan tungro biasanya terjadi dari sumber infeksi yang
berkembang pada pertanaman yang tidak serempak (IRRI, I 983 ; Wirajaswadi, 20 l0).
Gambar 11.1 Gejala tanaman padi terserang tungro, (A) pada daun dan (B) tungro di lapangan (IRRI,
1 983)
Menurut IRRI (2004) Penyakit tungro utamanya memengaruhi tanaman selama perfumbuhan
vegetatif dan menyebabkan tanaman sangat kerdil serta menurunkan jumlah anakan. Keduanya baik upih
daun maupun lembaran daun menjadi pendek dan daun yang terinfeksi sering berwarna kuning pucat
sampai kuning oranye. Daun muda sering belang atau hujau pucat sampai bergaris putih dengan panjang
berbeda-beda paralel sampai ke tulang daun. Gejala dimulai pada ujung daun yang lebih tua. Daun kuning
hilang ketika tanaman lebih tua terinfeksi. Secara normal tanaman yang dipengaruhi di lapangan
mengelompok. Ada dua spesies wereng hljau (green leafhopperlcl-H) yaitu l{ephotettix nrulayanus dan
.\r. virescens merupakan serangga utama yang menyebabkan penyebaran virus (Gamb ar 11.2).
Gambar 11.2 Wereng hijau baik yang dewasa maupun nimfa sangat efisien menularkan virus tungrtr
(rRRi,2004)
68 Penyakit Tanamon Padi (Oryza sativo L.)
Pemindahan virus oleh vektor (wereng htjau) ketika serangga muda (nimfa) maupun dewasa
memakan tanaman sakit, partikel virus melekat ke bagian mulut (stilet). Serangga ini kemudian memakan
tanaman sehat lainnya, partikel virus dari stilet dimasukkan ke dalam tanaman sehat. Serangga membawa
partikel selama 7 menit setelah makan dan dapat memindahkan partikel virus ini ke tanaman sehat
lainnya. Umumnya gejala penyakit virus tungro tampak 10-12 hari setelah memasukkan vurus ke dalam
tanaman (Khrisnaveni, 2012).
Penyebab Penyakit
Penyakit virus tungro dipindahkan oleh wereng, di mana vector yang paling efisien adalah wereng hijau,
Nephotettix virescens (Distant). Penyakit secara penuh berhubungan dengan virus tungro berbentuk
batang (riie tungro bacilifurmlKlBV) dan virus tungro berbentuk bulat (rice tungro spherical
vlrzslMSV). RTBV tidak dipindahkan oleh wereng kecuali jika RTSV ada. Serangga dapat mengambil
virus dari semua bagian tanaman yang terinfeksi. Setelah mengambil virus, vektor dapat segera
memindahkan ke tanaman. Partikel RTBV adalah berbentuk batang dengan ukuran panjang 100-300 nm
dan lebar 30-35 nm. Kandungan DNAnya 8,3 kb. Partikel RTSV adalah isometrik dan dengan diameter
30 nm. Mrus ini memiliki benang tunggal RNA yang dipolydenylasi kira-kira 12 kb (IRRI, 1983).
Penyakit Virus poda Tanaman Padi 69
Kisaran Inang
Di bawah kondisi buatan (percobaan), virus tungro menginfeksi Echinochloa colona (L.) Link, E. crus-
galli (L.) P. Beauv. ssp. Hispidula (Retz.) Honda, Eleusine indico (L.) Gaertn. , Dactyloctenium aegyptium
(L.) Beauv., Ischaemum rugosum Salisb., Hydrolea zeylanica (L.) Vahl, Hemarthia compressa (L. f.) R.
Br., Fimbristylis miliacea (L) Yahl, Leersia hexandra Sw., dan Panicum repens L. Hanya padi dan
beberapa padi liar relatif diinefeksi di bawah kondisi alami (IRRI, 1983).
Daur Hidup
Serangga mengambil virus dengan memakan bagian tanaman sakit unfuk waktu pendek dalam periode
acquisisi 8 jam (minimum 30 menit). Virus dapat dipindahkan segera setelah makan. Baik satu mapun
kedua virus dapat dipindahkan selama I jam periode inokulasi (minimum 7 menit). Mrus tidak tersisa
dalam tubuh vektor. Setelah makan pada bagian tanaman sakit, serangga vektor dapat memindahkan virus
kira-kira 5 hari dan paling lama kira-kira satu minggi. Serangga menjadi infektif kembali setelah makan
reacquisisi kembali. Virus tunggo dapat menyerang semua stadium perlumbuhan tanaman padi khususnya
stadium vegetatif (Gambar 11.3) (IRRI, 1983).
a
l_
I
i
* t
I t
Y
Pemindahan tanaman
J
,t!r
a a I t-r
lr i
r.rll l
I I
Gambar 11.3 Daur hidup virus tungro pada tanaman padi (IRRI, 1983)
70 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Pengendalian Penyakit
Menurut IRRI (1983) adatigapembatas efktivitas pengendalian tungro yaitu : (l) tidak tampaknya gejala
pada awal stadium pertumbuhan dari perkembangan penyakit, (2) kurang tersedia varietas tahan terhadap
virus tungro, dan (3) adaptasi vektor pada varietas tahan wereng hijau.
Penanaman varietas tahan terhadap virus tungro adalah memiliki arti sangat ekonomis dalam
mengendalikan penyakit. Ada varietas tahan dari Filipina, Malaysia, Indonesia, India dan Banglades, yang
tersedia. Di antara praktik pengendalian secara budidaya, hanya waktu penanaman direkomendasikan,
pengamatan periode berikutnya pada sedikitnya sebulan untuk mengurangi inang dan virus serta vektor
penyakit melalui pembajakan dan menghancurkan jerami setelah panen, hal ini sebaiknya dilakukan
untuk mengeradikasi inang tungro lainnya.
Menurut Wirajaswadi (2010) pada prinsipnya penyakit tungro tidak dapat dikendalikan secara
langsung artinya, tanaman yang telah terserang tidak dapat disembuhkan. Pengendalian bertujuan untuk
mencegah dan meluasnya serangan serta menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit.
Mengingat banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya serangan dan intensitas
serangan, serta untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya pengedalian harus dilakukan secara
terpadu yang meliputi:
2. Tanam Serempak
Upaya menanam tepat waktu tidak efektif apabila tidak dilakukan secara serempak. Penanaman tidak
serempak menjamin ketersediaan inang dalam rentang waktu yang panjang bagi perkembangan virus
tungro, sedangkan bertanam serempak akan memutus siklus hidup wereng hijau dan keberadaan
sumber inokulum.
Penularan tungro tidak akan terjadi apabila tidak tersedia sumber inokulum walaupun
ditemukan wereng hijau, sebaliknya walaupun populasi wereng hijau rendah akan terjadi penularan
apabila tersedia sumber inokulum.
Penyakit Virus pada Tanaman Padi 71
6. Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida dalam mengendalikan tungro bertujuan untuk eradikasi wereng hijau pada
pertanaman yang telah tertular tungro agar tidak menyebar ke pertanaman lain dan mencegah
terjadinya infeksi virus pada tanaman sehat. Penggunaan insektisida sistemik butiran (carbofuran)
lebih efektif mencegah penularan tungro. Mengingat infeksi virus dapat terjadi sejak di pesemaian,
sebaiknya pencegahan dilakukan dengan antara lain tidak membuat pesemaian di sekitar lampu untuk
menghindari berkumpulnya wereng hijau di pesemaian dan menggunakan insektisida confidor
temyata cukup efektif. Insesektisidahanya efektif menekan populasi wereng hijau pada peftanaman
padi yang menerapkan pola tanam serempak.
Karena itu pengendalian penyakit tungro yang sangat berbahaya akan berhasil apabila
dilakukan secara bersama-sama dalam hamparan relatif luas, utamakan pencegahan melalui
pengelolaan tanaman yang tepat (PTT) untuk memperoleh tanaman yang sehat sehinga mampu
bertahan dari ancaman hama dan penyakit.
72 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Penyakit memengaruhi semua stadium pertumbuhan tanaman padi. Tanaman yang diinfeksi dapat
hidup sampai masak, tetapi stadium yang sangat bernilai adalah terbentuknya anakan dan pada stadium
ini kalau diinefksi tidak akan menghasilkan malai (Ling, 1972).
Kerdil rumput untuk pertama kali diketahui di Filipina pada tahun 1962. Pada tahun 1964
dibuktikan bahwa virus ditularkan oleh wereng cokelat, Nilaparvata lugens (Stal.). Dewasa ini penyakit
sudah ditemukan di Indonesia, Malaysia, Thailand, Sri Lanka, dan Jepang (Ou, 1985).
Di Indonesia untuk pertama kali gejala penyakit kerdil rumput ditemukan di Bogor pada tahun
1961. Pada tahun itu di seluruh Jawa Barat penyakit hanya terdapat secara sporadis. Di Jawa Tengah
kerdil rumput menjadi makin penting dari tahun 1969 sampai tahun l97l.Pada tahun 1971 lebih dari
8.000 ha padi di Tegal dan Klaten terjangkit. Meskipun kemungkinan kerusakan termasuk diakibatkan
langsung oleh wereng cokelat. Meningkatnya kerdil rumput berhubungan erat dengan tingginya populasi
wereng cokelat. Percobaan penularan yang dilakukan di Bogor dengan memakai wereng cokelat
memperkuat pendapat bahwa penyakit disebabkan oleh virus kerdil rumput (Semangun, 1991).
Di daerah Banyuwangi (Jawa Timur) penyakit menyebabkan kerusakan dari tahun ke tahun sejak
1969. Pada tahun 197 4 tidak kurang dari seribu hektar padi yang rusak karena penyakit ini. Penyakit juga
dapat menimbulkan kerugian di Jawa Barat dan Sumatera Utara pada tahun yang sama. Penyakit yang
meluas secara cepat, yang disertai dengan meningkat populasi wereng cokelat yang sangat pesat, yang
merusak lebih dari 344.000 ha di sentra padi di Indonesia (Semangun, 1991).
Gejala Penyakit
Gejala tanaman padi yang terinfeksi virus ini tidak menghasilkan malai, pertumbuhan tanaman padi
kerdil, anakan berlebihan, Kebiasaan pertumbuhan tanaman padi tegak lurus, daun pendek, sempit,
banyak daun berwarna hijau kekuningan. Terdapat noda berkarat kecil atau tambalan, tanaman yang
terinfeksi biasanya bertahan hidup sampai matang, tetapi tanpa menghasilkan malai. Gejala berkembang
10-20 hari setelah infeksi, ketersediaan vectol dan semua stadium pertumbuhan khususnya stadium
anakan tanaman padi (Gamb ar ll.4) (IRRI, 1983).
Menurut Semangun (1991) Gejala dapat timbul pada semua umur tanaman. Tanaman padi dapat
membentuk anakan yang kecil, sehingga tanaman tampak seperti kipas atau seperti rumput (Gambar
l 1.5).
Daun bentuknya menyempit, pendek, kaku, dan tegak. Daun berwarna hijau kekuningan, kadang-
kadang dengan banyak bercak karat, yang dapat meluas membentuk bercak besar yang tidak teratur.
Tanaman padi dapat hidup terus sampai pertanaman masak, namun tanaman yang sakit hanya membentuk
malai kecil, atau tidak membentuk sama sekali.
Penyokit Virus podo Tonaman Padi 73
Gambar 11.4 Kerusakan tanaman padi akibat penyakit kedil rumput (IRRI, 1983)
Gambar 11.5 Tanaman padi tampak pendek seperti rumput (IRRI, 1983)
Penyebab Penyakit
Virus kerdil rumput dipindahkan oleh wereng cokelat (Nilaparvata lugens Stal) penyakit dapat juga
dipindahkan oleh ltrilaparvata bakeri Muir dan lV,muiri China. Interaksi antara virus dengan vektomya
adalah persisten tanpa jalan pintas transovarial. Serang membutuhkan virus selama sedikitnya 30 menit
periode makan. Tanaman dapat diinfeksi sedikitnya 9 menit dari saat makan. Inkubasi dalam serangga
terjadi kira-kira 5-28 hari dengan rerata 11 hari, sedangkan dalam tanaman, kisaran inkubasi darr 10
sampai l9 hari. Serangga selama hidupnya tetap mengndung virus inf'ektif. Virus kerdil rumput (RGS\iy
anggota dari Tenuivirus. Virus ini memiliki partikel berfilamen, dengan ukuran diameter 6-8 nm. Vims
memeiliki keliling nodal dengan panjang 950-1.350 nm. Partikel memeiliki selapur protein dan genonr
yang disusun RNA benang tunggal (IRRI, 1983).
Kisaran Inang
Kerdil rumput hanya memiliki inang tanaman padi. Menurut Ling (1972) ada l5 spesies On.:ct s./n\.;
sebagai inng virus kerdil rumput :
74 Penyokit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
O. alta O. fficinalis
O. australiensis O. punctata
O. breviligulata O. perennis
O. glaberrina O. perennis subsp. bahnga
O. granulata O. rujipogon
O. latifolia O. sativaf. spontanea
O. minula O. spontanea (Australia)
O. nivara
Daur Penyakit
Lebih kurang 20-40% individu wereng cokelat, I,{. lugens Stal, dalam populasi dapat menularkan virus.
Serangga jantan maupun betina, bersayap panjang maupun pendek, serangga muda maupun muda,
mempunyai kemampuan yang sama untuk menularkan virus (Gambar 11.6).
.,@
ua
7h+
'#* W ":.-** %
Telur a,-.
Beberapa
serangga
#,M
F*frrNrH$**
trffi Serangga
Pekembangan
kehilangan vlrus rli-kti mengandung virus
setelah makan
gejala
Nimfa
mengandung virus
#'"." se,
,tr
Tanaman sehat
Gambar 11.6 Daur penyakit kerdil rumput pada tanaman padi (IRRI, 1983)
Penyokit Virus pada Tanaman Padi 7i
N. lugens menjadi infektif setelah rnengisap tanaman sakit selama 30 menit. Masa inkubasi di
dalam vektor antara I 0- I t hari, meskipun bervariasi antara 5 sampai 28 hari. Serangga yang infektif dapat
menularkan virus jika dibiarkan mengisap pada tanaman sehat selama 5-15 menit, meskipun
persentasenya rendah.
Banyaknya tanaman yang terinfeksi bertambah jika vektor dibiarkan mengisap leboh iama, yang
akan mencapai maksirnum pada 24 jam. Tanaman menunjukkan gejala penyakit 10-20 hari setelah
infeksi. Vektor yang bervirus tetap mernpertahankan virusnya selama hidup, meskipun vektor tidak
menularkan virus setiap hari, tetapi biasanya selama lebih kurang 2-3 hari secara terputus-putus
(Semangun, 1991).
Kerdil rumput atau tampak rosette (mawar) dari tanaman sakit mudah dibedakan dengan tanaman
sehat. Serangan parah menunjukkan kerdil dengan warna kuning dan bercak berkarat pada daun tampak
menonjol. Gejala kerdil dan anakan meningkat dapat dibingungkan dengan penyakit kerdil kuning atau
penyakit kerdil padi (IRRI, i983).
Virus ada dalam vektor dan dalam tanaman padi. Nimfa wereng cokeiat dan yang dewasa
memindahkan virus dimana tanaman padi tumbuh di sekitarnya. Mrus kerdil rumput menghasilkan
endemi. Bentuk macropterous atau yang dewasa bersayap panjang dari serangga, keadaan ini penting
dalam penyebaran penyakit tanaman untuk sedikitnya 30 menit sampai membawa virus. infeksi lebih
tinggi dicapai setelah lama periode makan inokulasi mencapai 24 jam (IRRI, 1983).
Pengendalian
Gen tunggal yang dominan mengatur ketahanan. Strain padi liar O. nivara Sharma & Shartry, terl::-,:
tahan terhadap patogen. Pengendalian wereng cokelat, baik dengan zatkimia, ketahanan varietas. a--
dengan cara pengendalian yang lainnya, menghasilkan pengendalian RGSV (IRRI, 1983).
Menurut Semangun (1991) cara pengendalian penyakit kerdil rumput yaitu: (l) menanam -::.:
tanaman padi yang tahan, varietas IR 26 dianggap masih yang terbaik menghadapi penyakit ini. rl ?: -=
tanam, pergilaran tanaman dengan bukan padi dilakukan secara serentak, (3) sanitasi, memb:rs::,..:r
tanaman sakit dan sisa tanaman, dan (4) mengndalikan vector dengan insektisida karbofuran.
Obat diberikan dipersemaian satu hari sebelum benih disemaikan (seedbed treatmenr), dan ;: :anah
satu hari sebelum pengolahan tanah terakhir (seed incorporation). Penyemprotan tambahan ciperlukan
apabila ditemukan wereng cokelat di persemaian dan di pertanaman sampai umur 30 han seteiah tanam
dan di sekitarnya dijumpai serangan kerdil rumput.
75 Penyakit Tanaman Padi (Oryzo sativa L.)
Di Indonesia penyakit peftama kali diketahui di Pandeglang (Jawa Barat) pada tahun 1976.
Penyakit ditemukan di Filipina pada tahun 1977 dan di Thailand tahun 1978. Penyakit juga ditemukan di
lndia dan Sri Lanka pada tahun 1978 dan di Jepang tahun 1979. Kemungkinan penyakitjuga terdapat di
negara lain di Asia. Diduga penyakit sudah terdapat lebih dahulu, namun tertutup oleh kerdil rumput.
Setelah ditanam banyak jenis padi yang tahan kerdil rumput, baru mulai tampak penyakit kerdil hampa
(Semangun, 1991).
Di Indonesia hasil sufl/ey lapangan menunjukkan kehilangan hasil tanaman padi mencapai 53-82Yo
setelah 34-76% tanaman terinfeksi. Beberapa sawah di pusat daerah penanaman 90% terinfeksi dan hasil
dicapai kurang dari l0%o dari tanaman normal (IRRI, 1983).
Gejala Penyakit
Tanaman padi yang terserang virus kerdil hampa menunjukkan gejala yaitu: malai tidak keluar secara
penuh dan biji tidak terisi (hampa), ada ruang antara tanaman yang terlampau sedikit, stadium
perlumbuhan awal terhambat, daun pendek dan berwama hijau gelap dengan tepi bergigi tajam, lembaran
daun membelit pada ujung atau pangkal, tepi daun tidak seimbang dan menggulung memberikan tepi
daun tidak kelihatan, bagian pinggir daun menguning sampai kuning cokelat, tulang daun perkembangan
membengkak pada lembaran daun dan upih daun, pembengkakan berwarna kuning pucat atau putih
sampai cokelat gelap, daun bendera menggulung, berubah bentuk dan pendek pada stadium bunting.
Tanaman padi berbunga tertunda, munculnya malai tidak lengkap, dan tangkai percabangan dihasilkan
pada buku yang lebih di atas (Gambar I 1.7) (IRRI, 1983).
* fr't '
if{
=
;
te
Gamtrar 11.7 Gejala malai tanaman padi yang terinfeksi virus kerdil harnpa (IRRI, 1983)
Penyakit Virus pada Tanaman padi
77
Penyebab Penyakit
wereng cokelat dapat memindahkan penyakit. Nimfa
instar awal dari serangga lebih efisien
memindahkan penyakit daripada yang lebih tua.
Nimfa umur lima hari adalah lebih efisien memindahkan
virus' Mrus yang dikehendaki periode makan serangga
24 jam. partiker virus berdiameter dengan ukuran
63-65 nm dan mengandung lima protein. vlrus
sangai banyak ditemukan pada floem dan sel gall.
mengandung 10 segmen RNA benang ganda. Mrus Genom
adalah bersifat sirkulatif dan mampu memperbanyak
diri dalam serangga vektor (IRRI, 19g3).
Daur Penyakit
wereng cokelat dapat membawa virus dari tanaman terinfeksi
dalam lamanya I hari periode akuisisi.
Periode laten adalah 3-35 hari (dengan rerata
6-8 hari). vektor memindahkan penyakit dalam lamanya
jam periode inokulasi (minimum I jam). 6
vektor masih mengandung virus setelah setiap berganti bulu
dan
masih infektif selama hidup (Gambar I l.g).
Menurut Semangun (1991) cara pengendalian penyakit kerdil hampa yaitu (1) menanam jenis padi
,.ang dianjurkan setempat, (2) mengusahakan agar persemaian bebas dari vektor dengan menggunakan
rnsektisida Furadan 3G dan Diazinon 60 EC, dan (3) cara pengendalian yang dianjurkan pada dasamya
sama dengan cara pengendalian penyakit kerdil rumput yang sudah dijelaskan di depan.
ff
w
rA-*,
Makan akuisisi *
Periode laten
t+|i. virus dalam
"1.9,. :"
.aJ. serangga
.ai.
,rt" @,
Telur
Beherapa
serangga
,ffiffi ,ffiM
kehilangan
virus Serangga yang
Serangga mengandung
setelah ; mengandung virus
r-ims
Perkembangan
rnakan
gejala
Makan inokulasi
Gambar ll.8 Daun penyakit virus kerdil hampa pada tanaman padi (IRRI, 1983)
-oo0oo-
BAB XII
HAWARBIBIT PADI
(SEEDLIIYG BLIGHT OF RICE)
Penyakit hawar bibit padi disebabkan oleh Cochliobolus miyabeanus (Ito dan Kuribayashi) Drechs. ex
Dastur, Curuularia spp., Fusarium spp., Rhizoctonia solani Kuhn, Sclerotium rolfsii Sacc. (teleomorph:
Athelia rolfsii (Curzi) Tu and Kimbrough) dan jamur patogenik lainnya (Anonim, 2012).
Benih yang ditanam, baik di persemaian maupun langsung di ladang, dapat diserang oleh beberapa
jamur, yang umum menyerang bermacam-macam kecambah atau semai dari bermacam-macam tanaman,
yang menyebabkan penyakit yang sering disebut dengan "penyakit semai" (damping o7fl (Semangun,
1 99 1).
Gejala Penyakit
Hawar bibit atau rebah kecambah (damping offl merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa
jamur tular biji dan tular tanah, termasuk spesies dari Cochiobolus, Curvularia, Fusarium, Rhizoctonicr
dan Sclerotium. Kenampakan bibit padi yang terserang melemah atau dibunuh oleh jamur (Gambar l2.l).
Kondisi lingkungan adalah penting dalam perkembangan penyakit. Cuaca dingin, dan basah sangat
menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Hawar bibit menyebabkan batang biji berbecak, tidak
beraturan dan tipis. Jamur memasuki bibit muda dan dapat membunuh maupun merusaknya (Gambar
t2.2).
Persentase dan intensitas penyakit hawar bibit tergantung atas tiga faktor: persentase bibit terinfeksi
oleh jamur tular benih, suhu tanah dan kadar air tanah. Hawar bibit paling parah pada padi yang ditanam
lebih awal ketika tanah biasanya dingin dan beruap. Kerugian menabur benih awal dapat sebagian
penaburan pada kedalaman yang dangkal. Kondisi tersebut cenderung menjadikan bibit rusak
memunculkan keuntungan bagi hawar bibit. Beberapa jamur hawar yang memengaruhi bibit padi pada
waktu perkecambahan dapat diturunkan oleh perlakuan benih dengan fungisida.
80 Penyakit Tanoman Padi (Oryza sotiva L.)
Bibit yang membawa hawar sering memiliki bercak atau pembungkusnya berubah wama, tetapi
paling
benih dapat terinfeksi dan masih tampak dengan jelas. Cochiobolus mivabeanus, salah satu yang
banyak menyebabkan hawar bibit, jamur ini merupakan patogen tular benih. Bibit yang diserang oleh
jamur ini memiliki area gelap pada bagian pangkal dari daun peftama.
Jamur hawar bibit yang tular benih, seperti Sc'lerotium rollsii membunuh atau merusak dengan
parah sejumlah besar bibit padi setelah bibit muncul kalau cuaca pada kemunculannya adalah lembab dan
punur. Kapang putih seperti kirpas berkembang pada bagian lebih bawah tanaman yang diinfeksi' Jenis
hawar ini dapat dikendalikan melalui penggenangan dengan segera'
l"
Hawar Bibit Padi (Seedling Btight of Rice) 81
Jamur yang tular air dan tular tanah genus Pythium menyerang dan
membunuh bibit da.
perkecambahan kira-kira stadium pertumbuhan tiga daun.
Akar yang diinfeksi mengalami perubahal
warla cokelat atau hitam, dan tunas segera mati dan selanjutnya jerami berwarna. penyakit
ini sangat
sering terjadi dalam air yang ditaburi padi, dan kerusakan sering lebih
tampak setelah lahan didraenase.
Hal ini dapat juga terjadi dalam penaburan benih selama periode basah dan
hujan cukup lama (Anonim.
2012).
Penyebab Penyakit
Cun'ularia sp
Jamur ini termasuk dalarn filum Ascomycota, klas Euasmycota, ordo Pleosporales,
familia pleosporaceae.
genus Cltrutrlaria. Hifanya cokelat dengan konodia bersepta, konidia
masak memiliki 4 segmen, segmen
ke tiga dari dasar (tempat melekat) menjadi membesar memberikan konidia dengan kenampakan
melengkung (Gambar 12.3) (Fry, 2011).
Gambar 12.3 Curvularia sp. penyebab penyakit rebah kecambah (damping off) (Fry,20ll)
Koloni jamur ini cepat tumbuh, berwarna cokelat sampai cokelat hitam, dengan warna
hitam kalau
di balik dilihat dari belakang cawan Petri. Konidia cokelat pucat, dengan tiga sampai lebih
septa garis
melintang (phragmoconidia) dan dibentuk secara apikal lewat pori-pori (poroconidiafdalam
pemanjangan
secara simpodial konidiofor geniculate serupa dengan Dreschlera. Konidia
berbentuk silender atau agak
melengkung, dengan satu sel sentral yang lebih besar dan lebih gelap. Perkecambahan
adalah bipolar dan
beberapa spesies dapat memiliki hilum terkemuka (Fry, 20l l).
Gambarl2,4Geja|amalaipadiyangterserangCut"vulariasp.
Furasium sP
Sifat makroskopis Fusarium sp. tumbuh secara cepat pada Sabouraud dextrose agar pada suhu
25oC dan menghasilkan koloni berbentuk seperli wool dan kapas, mendatar (/tat) dan menyebar. Spesies
Fusarium dimerum yang pertumbuhannya lambat. Warna koloni dari depan putih, krem, cokelat, salmL)n.
kuning, merah, violet, pink atau ungu. Apabila dibalik tidak berwarna, cokelat, merah, gelap, ungu atau
cokelat.
Sebuah sclerotium yang membentuk massa hifa berada dorman selama kondisi tidak
menguntungkan, mungkin diamati secara mikroskopis dan biasanya berwarna biru gelap. Selain itu
sporodochium, hifanya seperti bantal keset, konidiofomya tegas melervati permukaannya, biasanya tidak
ditemukan dibiakan. Apabila ada, mungkin diamati berwama krem sampai cokelat atau oranye, kecuali
Fusarium solani yang memunculkan warrra hijau kebiruan atau sporodochianya biru.
Sifat mikroskopisnya, hifa hialin bersepta, konidiofor, filiade. makrokonidia dan mikrokonidia
dapat diamati secara mikroskopis. Lagi pula elemen dasarnya, klamidospora juga dihasilkan oleh
Fusarium chlamydospontm, F. napifurme, F. ox1;sporum, F. semitectum. F. solani dan _tr sporotrichoides.
Fialide adalah berbentuk silender, dengan collarette kecrl, solitary atau dihasilkan sebagai
komponen sistem cabang yang komplek. Monofiliade dan polifiliade (di ujung atau di rantai) mungkin
dapat diamati. Makrokonidia (ukuran 3-8 x 11-17 pm) dihasilkan dari fllialide pada konidioforyang tidak
bcrcabang atau yang bercabang. Makrokonidianya bersel dua atau lebih, dinding tebal halus dan
berbentuk silinder atau sabit. Makrokonidia memiliki jarak basal sel kaki dan di titik akhir. Makrokonidia
cenderung berakumulasi di bola atau rakit. Mikrokonidianya (ukuran 2-4 x 4-8 pm), selain itr.r
rnembentuk konidiofor panjang atau pendek sederhana. Mikrokonidia bersel satu (rerata 2 atau 3 sel).
halus, hilain, bentuk telur sampai silinder, dan tersusun dalam bola (biasanya terjadi dalam rantai).
Klarnidospora ketika ada jarang, dalam pasangan, kelompok atau rantai. Klamidospora berdinding tebal.
hilain. interkalar dan terminal.
Sifat makroskopis dan mikroskopis, seperti warna koloni, panjang dan bentuk makrokonidra.
jttmlah, bentuk dan susunan mikrokonidia dan keberadaan atau tidak adanya klamidospora merupakan
kunci sifat untuk membedakan spesies Fusarium. Metode molekuler seperli sekuensing gen 28S rRNA.
rrrungkin berguna untuk mempercepat identifikasi strain Fusariunt sampai level spesies.
84 Penyakit Tanoman Padi (Oryza sativa L.)
Isolasi untuk menentukan kualitatif R. solani dalam tanaman terinfeksi dibuat dengan mengisolasi
dari jaringan tanaman yang terinfeksi. Jaringan tanaman yang terinfeksi dipotong 5 cm, dicuci, dibilas
untuk menghilangkan setiap sisa organik yang melekat, dan tiriskan sampai kering. Sampel kecil jaringan
tanaman (0,5 cm panjangnya) kemudian dipotong dari lesio dan dipindahkan ke medium isolasi, yang
dapat tumbuh dalam media umum (contoh alkaline water agar) atau selektif (contoh modihkasi media
Ko dan Hora). Media alkline water agar menyediakan lebih cepat langkah isolasi jamur dari pada media
umum sejak berhasil isolasi R. solani yang dapat diambil setelah 24 jam dari saat dipindahkan.
Menentukan R. solani secara kuantitatif dari tanah untuk mengestimasi kepadatan inoklulum adaiah
didasarkan atas saprofitik atau kemampuan kompetitif patogen dari jamur. Metode berkembang dari
prinsip ini termasuk penguburan dan selanjutnya memulihkan berbagai substrat seperti memancing
Rhizoctonia. Mancing termasuk tanaman inang rentan, benih diautoclave, segmen batang seperti rami,
kacang polong, kapas dan jerami, serta pemancing agar. Metode yang lain termasuk tanah berbeda
kombinasi prosedur dengan media slektif untuk mengisolasi R. solani dari tanah. Metode yang sering
digunakan tanah samp el multiple pellet dikembangkan untuk mengestimasi kuantitatif kepadatan
propagul R. solani berdasarkan atas penempatan sejumlah besar tanah, atau pellet tanah pada air agar
yang ditambahkan dengan chloramphenicol atau media selektif (Ceresini, 1999).
Identifikasi R.solani, miselium vegetatifnya dan -1amur llhizocttinia tidak berwarna ketika muda
tetapi menjadi cokelat setelah tumbuh dan masak. Iv{iselium mengandung hifa disekat menjadi sel
individu dengan septa mengandung pori-pori berbentuk buah kelapa kering. Pori-pori septa ini
memungkinkan untuk perpindahan sitoplasma, mitokondria, dan niklei dari sel ke sel. Hifa sering
bercabang pada sudut 90o dan biasanya menguasai lebih dari tiga nuclei per sei hifa. Anatomi pori-pori
septa dan jumlah inti seluler (JIS) telah digunakan secara luas oleh peneliti untuk membedakan R.solani
dari jamur Rhizoctonia (dinamai kembali Moniliopsis solani - Moniliopsis anderholdil), dicirikan dengan
JIS berhubungan dengan ujung dalam hifa muda lebih baik dari pada dua, utamanya hifa yang tumbuh
biasanya lebih luas dari 7 pm, miselium berwarna kuning tua sampai cokelat gelap, sklerotia (kalau ada)
bentuk tidak beraturan, terang sampai cokelat gelap, tidak didiferensiasi menjadi kulit dan niedulla serta
kepemilikan Thanatephorus cucumeris seperti teleopmorf. Jamur R.solani dan Rhizoctonia tidak
menghasilkan konidia dan hanya jarang menghasilkan basidiospora, klasifikasi jamur ini sering sukar.
pada tahun 1960-an peneliti menemukan perbedaan clalam morfologi vang diarnati dengan membiakkan
jamur pada media hara di laboratorium atau patogenisitasnya pada berbagai spesies tanaman untuk
mengklasifikasikan Rhizoctonia. Tahun 1969, J.R. Parmeter dan koleganya pada Universitas California di
Berkeley memperkenalkan kembali konsep dari "hifa anastomosis" yang mencirikan dan
mengidentifikasi Rhizoctonia. Konsep menyiratkan bahwa isolat Rhizoctonia tersebut memiliki
kemampuan menerima dan memadukan (yaitu "anastomose") dengan setiap yang lain secara genetik
berhubungan, sedangkan Rhizoctonia tersebut tidak memiliki kemampuan secara genetik berarti tidak
berhubungan kekerabatan (Ceresini, I 999).
Kreteria hifa anastomosis telah digunakan secara luas untuk menempatkan isolat Rhizoctonia ke
dalam kelompok jarak taksonomi yang disebut kelompok anastomosis. Dalam praktik, hifa anastomosis
ditentukan dalam beberapa cara. Praktik usaha yang sangat umurn termasuk pasangan dua isolat
Rhizoctonia pada glass slide dan memungkinkan jamur tersebut tumbuh bersama. Area penggambungan
hifa adalah diwarnai dan diuji secara mikroskmopis untuk menghasilkan interaksi hifa (Gambar 12.8).
lf-pairing
Gambar 12.8 Reaksi C3, penggabungan sempulxa hifa jamur (ceresini, 1999)
86 Penyakit Tanamon padi (Oryzo sativa L.)
Pasangan isolat memiliki hasil AG yang sama dalam penggabungan hifa (anastomosis),
menunjukkan penerimaan yang baik (berpasangan sendiri) atau penolakan (somatic incompatibility).
Pasangan antaraAc tidak hasil dalam penggambungan hifa, menjelaskan perbedaan genetik lebih
baik di
antara isolat (yaitu perbedaan spesies, dan sebagainya). Penjelasan reaksi anastomosis tidak
selalu kearah
garis lurus karena empat hifa fenotipnya berinteraksi (CO sampai C3) menggambarkan rangkaian.
Di
dalam AG, dua jenis interaksi hifa (C2 dan C3) sangat relevan untuk studi populasi biologi. Reaksi
C2
(juga diistilahkan sebagai reaksi pembunuhan), menggambarkan sebuah respon somatik yang tidak
sesuai
(somatic incompatibility) di antarajarak individu secara genetik. Reaksi C3 (penggabrrgu, sempurna)
antara dua isolat mengidikasikan identitas genetik atau identitas kekerabatan.
Sangat sedikit diketahui tentang mekanisme genetik mengendalikan proses penerimaan ini dalarn
Rhizoctonia. Pada jamur berfilamen yang lain, somatic incompatibitity dikendalikan oleh beberapa gen
dengan multiple allele. Untuk dua isolat jamur menjadi compatible, semua somatic compatibility loci
harus sama.
Isolat R.solanl ditemukan menjadi hasil 12 AG. Protein sekarang dan studi atas dasar DNA
mendukung pemisahan R. solani ke dalam kelompok jarak secara genetik, tetapi juga mengungkapkan
pertimbangan keragaman genetik dalam kelompok anastomosis. Hifa anastomisis dan metode molekuler
sekarang ini digunakan untuk pengujian selanjutnya dari taksonomi, ekologi dan patolog i R. solani.
Sclerotium rolfsii pertama menyerang batang inang, walaupun jamur ini dapat menginfeksi setiap
bagian tanaman di bawah kondisi lingkungan yang menguntungkan meliputi akar, buah, petiole, daun dan
bunga. Tanda pertama infeksi walaupun biasanya tidak mampu dideteksi, lesionya berwarna cokelat gelap
padabatang atau hanya di bawah level tanah, gejalayang tampak pertama berwarna kuning dan layu pada
daun. Berikut jamur menghasilkan putih berlimpah, miselium berbulu halus pada jaringan yang terinfeksi
dan tanah.
Sclerotia relatif berukuran seragam yang dihasilkan pada miselium; agak bulat dan putih ketika
belum masak kemudian menjadi cokelat gelap sampai hitam. Sclerotia masak menyerupai biji sawi.
Jamur adakalnya menghasilkan basidiospora (stadium seksual reproduksi) pada pinggir lesio dan di
bawah kondisi lembab walaupun bentuk ini tidak umum (Ferreira dan Boley, 2006).
Bibit sangat rentan dan cepat mati ketika diinfeksi. Tanaman yang lebih tua memiliki jaringan kayu
yang secara teratur tertutup lesio dan secepatnya mati. Jaringan yang diserang berwarna cokelat pucat
dan
lunak, tetapi tidak basah.
Howor Bibit Padi (Seedting Blight of Rice) 87
Ilengendalian Penyakit
Perlakuan benih dengan fungisida yang direkomendasikan untuk memperbaiki atau memastikan
tumbuhnya benih. Pilihan metode budidaya untuk produksi padi, seperti memilih waktu penanaman atau
penggenangan benih padi yang ditanam awal, akan menurunkan kerusakan dari jamur
hawar bibit.
-oo0oo-
BAGIAN DIJA
PENYAKIT BUKAN INFEKSI
(AKIBAT PENYIMPANGAN UNSUR
HARA)
BAB XIII
A. PENDAHUTUAN
Pertimbangan untuk keuntungan pertanian dari perspektif praktis, termasuk faktor yang mernpengaruhi
pertumbuhan tanaman dan produk yang mampu dipanen adalah hal yang sangat penting. Banyak faktor
seperti genetik, lingkungan, dan pengelolaan irigasi, berdampak terhadap hasil beserta interaksinya.
Pengetahuan faktor ini, termasuk interaksi dan bagaimana memanipulasinya membuat peluang operasi
usaha tani untuk memaksimalkan kembali. Faktor ini tentu saja semua tidak di bawah kendali petani.
Nutrisi tanaman dan kesuburan tanah dapat dikelola untuk hasil yang baik dan efisien bagi produksi
(Mutter et a1.,2006).
Beberapa unsur penting dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi tidak semua dibutuhkan
oleh semua tanaman. Karbon, hidrogen, nitrogen, fosfor, dan belerang adalah unsur yang dibutuhkan
untuk protein dan dinding sel. Unsur yang lain termasuk kalsium, magnesium, potasium, besi, mangan,
molybdenum, tembaga, boron, seng, klor, dan silikon. Sedikit tanaman membutuhkan sodium, kobal dan
vanadium (Mutter et aI.,2006).
Unsur hara mikro adalah penting untuk pertumbuhan tanaman, tetapi dibutuhkan dalam jumlah
kecil dibandingkan hara primer; seperti nitrogen, fosfor dan potasium. Unsur mikro seperti boron (B),
tembaga (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), molybdenum (Mo), seng (Zn) dan Klor (Cl). Klor adalah unsur
mikro yang jarang kekurangan di alam. Kekurangan (kahat) unsur mikro telah meningkat dalam beberapa
':anaman. Dalam beberapa hal hasil tanaman lebih tinggi, meningkat pula kebutuhan hara tanaman,
dengan menggunakan analisis pupuk NPK tinggi mengandung jumlah lebih rendah kandungan unsur
nikro, dan menurun penggunaan pupuk kandang pada kebanyakan tanah pertanian. Kahat unsur mikro
:elah dibuktikan dalam banyak tanah melalui peningkatan penggunaan uji tanah dan analisis tanaman
rMortvedt, 2012).
92 Penyakit Tonaman Padi (Oryza sativo L.)
Unsur hara adalah elemen yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melengkapi siklus hidupnya. Unsur
hara tanaman ada 16 yaitu: C H C N P K S Ca Mg S Mn Fe Zn CuB IMo. Unsur C, H, O jumlahnya
sangat melimpah, C dan O umumnya diarnbil dari udara sedangkan H dari air. Proses fotosintesis yang
berlangsung di daun menghasilkan gula dengan mengambil COz dari udara. Hara mineral (13) sebagian
besar berasal dari tanah, terbagi atas: hara makro: N, P, K, Ca, Mg, S dinyatakan dalam % (gl100g) dan
hara miko: Fe, Zn, Mn, Cu lB, Cl, Mo / [Ni] dinyatakan dalam ppm (mg/kg). Kandungan hara yang
tertinggi pada jaringan tanaman umumnya N dan K. Pada tanaman yang diberi pupuk dengan cukup
mengandun g l-5 % bobot kering. Tembaga dan Mo memiliki kadar paling kecil, hanya beberapa ppm. l%o
: 10.000 ppm (Yowono,2007).
Tanaman rnembutuhkan beberapa unsur untuk pertumbuhan dan reprodttksi secara normal. Setiap
hara ini merniliki fungsi dalam tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah yang bervariasi dalam jaringan
tanaman (Tabel 2.1). Unsur hara makro (macronutrierl) seperti nitrogen. fosfor, potasium, kalsium,
magrresium dan beleran g, adalah diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak. Unsur hara mikro
(nit:ronutrienl) seperti besi, tembaga, mangan, Seflg, boron, molybdenum, klor dan nikel, dibutuhkan
reltif lebih sedikit jumlahnya dalam tanaman. Unsur hara lainnya yang berguna untuk beberapa tanaman
tctapi tidak penting seperti: soldium, kobal, vanadium, seleniutn, aluminium dan silicon (Steveits el a/.,
2oa2).
Suatu unsur termasuk sebagai hara esensial jika memenuhi syarat (yowono, 2007) :
a. Larutan tanah: bentuk hara terlarut dalam lengas tanah dan sifatnya tersedia segera untuk diserap oleh
akar bagi tanaman
b. Bahan organik: selalu mengalami proses perombakan dan oleh karena itu akan melepaskan hara.
c. Organisme tanah: hara diambil untuk metabolisme atau menjadi komponen penyusun tubuhnya,
sehingga mengalami imobilisasi sementara.
d. Mineral tanah: hara yang berada dalam pangkalan ini memiliki sifat antara cukup terlarut sampai
sedikit terlarut.
3. Pennukaan jerapan: hara dipegang permukaan tanah oleh berbagai mekanisme, berkisar antara cepat
tersedia sampai sangat lambat tersedia.
i Pertukaran kation: tipe yang sangat penting darijerapan permukaan tanah.
s-
94 Penyakit Tanamon Padi (Oryza sativo L.)
Sifat tanah mempengaruhi bentuk, jumlah, penyimpanan (retention), dan perpindahan hara tanah.
Pengaruh sifat tanah terhadap ketersediaan air juga mempengaruhi ketersediaanhara, karena air adalah
penting untuk reaksi kimia, aktivitas biologi dan pemindahan serta penyerapan hara oleh akar tanaman.
Di antara sifat kirnia tanah yang kritis mempengaruhi ketersediaan hara adalah pH (sebuah ukuran
keasarnan dan kebasaan tanah) dan kapasitas tukar kation (sebuah ukuran kapasitas tanah untuk
mempertahankan muatan positif ion unsur hara). Beberapa sifat fisik penting yang mempengaruhi
ketersediaan hara adalah tekstur tanah (proporsi ukuran partikel pasir, debu dan liat dalam tanah),
mineralogi liat (enis tanah liat), dan struktur tanah (susunan fisik partikel tanah) (Stevens et a|.,2002).
Gejala keracunan hara bervariasi tergantung atas unsur dan tanaman. Hara esensial yang dapat
beracun bagi tanaman termasuk mangan, tembaga, dan klor. Jumlah berlebihan hara yang lainnya dalam
tanah dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara dalam tanaman, menghasilkan pertumbuhan dan
kualitas tanaman yang buruk. Visualisasi gejala akibat kekurangan dan keracunan hara dibingungkan oleh
lebih dari satu hara. Gejala dihubungkan dengan gejala berbeda dapat m;nyerupai kerusakan tanaman
yang disebabkan oleh kerusakan herbisida, kerusakan serangga, atau pengharuh penyakit tanaman
(Stevens et aI.,2002).
Uji tanah dan tanaman dapat digunakan untuk mendeteksi alkalinitasnya, tetapi tidak ada uji
langsung tersedia untuk tanaman. Tanah dapat diuji untuk potensi alkalinitasnya kalau kemampuan tukar
sodium lebih besar l5oh danpH tanah >8 (IRRI, 1983).
13.1.1 Gejala
Tanah alkalin dapat merusak perlumbuhan tanaman padi, menghambat pertumbuhan akar, membatasi
persediaan air untuk akar, menghasilkan kekurangan fosfor dan seng dan kekurangan besi serta dapatjuga
terjadi toksisitas (IRRI, 1983).
Tanaman padi pada tanah alkalin ditandai dengan perubahan warna daun dimulai pada ujung,
tampak hangus pada tanaman yang rentan, pertumbuhan dan terbentuknya anakan tertekan, dan pola
kerusakan tidak lengkap, setengah-setengah (Gambar 13. 1).
Gambar 13.1 Gejala tanaman padi yang tumbuh pada tanal"r alkalin (IRRI, 1983)
Perubahan warla daun berkisar dari putih sampai coklat kenrerahan, mulai dari ujung daun.
Perubahan warna menyebar ke bawah daun mengakibatkan tanaman tampak hangus yang lebih tinggi
pada tanaman yang rentan dan sangat parah dalam kondisi tanah alkalin. Pertumbuhan dan pembentukan
anakan tanaman padi tertekan (Gambar 13.2).
"1
15
r
+
3- +
E
t*
-5
I
Gambar 13.2 Tanarnan bcrdiri tidak sempuma (setengah-setengah) dan memilikiperlumbuhan yang jelek
(rRRr, 1983)
96 Penyakit Tanamon Padi (Oryza sativa L.)
Bebatuan fosfat Yang phosphate Ca3(PO4)2 10-11% P >l/3 larut dalam air
sebagian asam
Batuan fosfat, tepung Ca:(PO+)2 lt-t7o6P, Kerja sangat rendah (25-
yang baik 33-36%Ca 39YoPzOs
Superfosfat tunggal Ca(HzPO+)2 . HzO l20h s,7- Mudah larut, kerja cepat
+ CaSOa .2H20 gYoP, 13'
20% Ca
-oo0oo-
t"
BAB XIV
KERACUNAN ALUMINIUM
(ALUMUYTUM TOXTTY)
Kelainan tanaman padi akibat keracunan aluminium yaitu menghambat perlumbuhan akar, menghambat
pertumbuhan tunas dengan jumlah menurun dan kekurangan hara (Mg, Ca dan P), cekaman kekeringan,
dan tidak seimbang fitohormon. Daun mengalami perubahan warna menjadi oranye-kuning sampai putih
klorosis interveinal. Selanjutnya perlumbuhan tanaman jelek atau kerdil, di antara tulang daun (intervein)
kuning sampai belang putih yang diikuti dengan ujung daun mati serta lembaran daun hangus. Nekrosis
dari area klorosis selama keracunan Al tinggi. Akar pendek dan berubah bentuk pada kultivar rentan
(Gambar 14.1) (IRU, i983).
Satu dari kebanyakan faktor dalam membatasi produksi tanaman pada tanah asam dataran tinggi.
Khususnyajarang dalam sistem irigasi padi, berhubungan dengan fiksasi P yang kuat dan kekurangan p.
Keracunan ini terjadi pada tanah asam dataran tinggi dan tanah asam sulfat, yang kejadiannya sepanjang
siklus perfumbuhan tanaman padi.
Gambar 14.1 Gejala tanaman keracunan Al tampak kerdil dan daun hangus (IRRI, 1983)
98 Penyakit Tanoman Padi (Orltza sativa L.)
Gambar 14.2 Gejalatanaman padi keracunan Al, (A) klorosis interveinal berwama oranye-kuning, dan
(B) lembaran daun hangus (IRRI, 1983)
Optimum kisaran dan level kritis untuk terjadinya keracunan A1, seperti dalam Tabel 14.1 .
Tatrel 14.1 Optimum kisaran dan level kritis untuk terjadinya keracunan Al (IRRI, 1983)
Kapasitas anakan (umlah total anakan per tanaman) tampak berguna, awal petunjuk untuk
pengujian dari pengaruh Al terhadap produksi biji. Varietas yang tahan Al dan yang sensitif tidak dapat
dibedakan dengan produksi biomassa atau konsentrasi mineral (K, Ca, Mg, P, A1) dalam tunas dan
akar
Tidak ada kerusakan lain yang ditemukan gejala ini kecuali untuk keracunan Al. Keracunan A1
relatif jarang khususnya dalam sistem irigasi padi. Akibat konsentrasi A13* dalam larutan tanah disebabkan
oleh pH tanah rendah (<5). Konsentrasi A1 dalam larutan tanah tergantung atas pH tanah seperti halnya
konsentrasi bahan organik dan anorganik yang dapat membentuk komplek dengan Al'
Kerocunan Alumi ni um (Aluminium Toxi ty) 99
Perbedaan genotip dalam kerentanan terhadap Al pada tanaman padi adalah sebagai berikut :
a' Menghindari tekanan A1, akibat dengan mengeluarkan Al dari lokasi sensitif atau menurunkan
aktivitas A13* dalam rizosfer, jadi penurunan Al menghambat aliran (influx) Ca2'' dan Mg2".
b' Toleransi terhadap tekanan Al, akibat toleransi jaringan tinggi terhadap Al, imobilisasi Al
dalam
bentuk tidak beracun, atau hara internal menggunakan efisiensi untuk p.
a. Varietas: kultivar tanaman yang toleran terhadap Al, yang kurang mengakumulasikan Al dalam
daunnya dan mengambil serta menggunakan Ca dan P secara efisien dalam keberadaan Al. Kultivar
toleran Al termasuk IR43, CO 37 dan Basmati 370 (India), Agulha, Arcoz, Vermelho, dan IAC3
(Brazil), IRST 109 (Cote d'lvoire), dan Dinorado (filipina).
b. Pengeloaan tanaman: penundaan penanaman sampai pH cukup meningkat setelah penggenangan
(untuk imobilisasi Al).
c. Pengeloaan air: menyediakan tanaman dengan cukup air untuk memelihara kondisi tanah.
Mencegah topsoil dari kekeringan.
d' Pengelolaan pemupukan : pada tanah asam dataran tinggi dengan keracunan Al, perhatian khusus
terhadap perrupukan Mg. Keracunan Al menurun ketika cukup Mg yang tersedia. pengapuran
dengan CaCO: mungkin tidak cukup, sedangkan aplikasi dolomite termasuk CaCO: tidak
hanr:
memunculkan pH tetapi juga rrenyediakan Mg. Kieserote dan langbeinite dapat menjadi bagian ,Jar:
100 Penyokit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
strategi pengelolaan terpadu terhadap tanah asam dataran tinggi untuk menurunkan keracunan Al,
tetapi kurang cukup dari pada menempatkan dengan sempurna dolomite. Jumlah kecil kieserite dan
langbeinite (50 kglha) dapat memeiliki efek serupa dengan pengapuran lebih dari satu ton CaCO:.
e. Pengelolaan jerami : mensiklus kembali jerami atau abu di sawah untuk mengisi perpindahan Si.
Ada berbagai pilihan untuk perlakuan keracunan A1. Pilihan tersebut adalah :
l. Menerapkan pengapuran l-3 ton per ha untuk meninmgkatkan pH. Menentukan jumlah nyata
kebutuhan mendasar tentang uji pengapuran.
2. Memperbiki keasaman subsoil untuk memperbaiki pertumbuhan akar di bawah lapisan bajak dengan
melarutkan Ca ke dalam subsoil dari aplikasi kapur ke permukaan tanah. Menyediakan anion SOa2-
atau NO3- untuk menemani Caz* bergerak ke subsoil dengan aplikasi gypsum, pupuk hijau atau urea
dengan penambahan kapur untuk menetralisir keasaman yang dihasilkan dalam nitrifikasi. Cl- tidak
efektif menangani ion.
3, Pada tanah asam dataran tinggi, memasang perangkap erosi tanah dan ditambah dengan I ton/tra
batuan fosfat reaktifuntuk mengurangi kekurangan P.
Bahan untuk menetralisir keracunan Al adalah seperti tertera pada Tabel 14.2.
Tabel 14,2 Bahan yang dapat digunakan untuk menetralisir keracunan Al (IRRI, 1983)
-oo0oo-
BAB XV
Keracunan boron ditandai dengan penghambatan pembentukan pati dari gula, memengaruhi pembentukan
B-karbohidrat komplek. Tanaman padi yang mengalami keracunan boron mengalami klorosis pada ujung
daun dan lembaran daun yang lebih tua, berwama cokelat gelap bercak bentuk elip pada area yang
mengalami perubahan warna di daun. Spot nekrosis pada pebentukan awal malai, dan perlumbuhan
vegetatif tertekan (Gambar 15.1).
Keracunan boron penting, karena memengaruhi sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi,
biasanya pada daerah arid dan semi arid. Keracunan boron terjadi dalam tanah dibentuk pada material
induk l'ulkanik. Keracunan ini berkaitan dengan irigasi pompa dari kedalaman dan beberapa tanah
mengandung garam pantai (IRRI, 1983).
Gambar 15.1 Pertanaman padi rusak akibat keracunan boron (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
102 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativo L.)
Gambar 15,2 Gejalatanaman padi keracunan boron, (A) tanaman kerdil dan daun menguning, (B) spot
cokelat membesar, dan (C) spot lonjong (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Keduanya baik tanah maupun tanaman dapat diuji untuk defisiensi B. Optimal limit keracunan B
dalam daun telah dijelaskan dengan memperhatikan sebagai berikut:
a. Ada derajat konsentrasi B dalam lembaran daun, dari nilai rendah pada daun bawah sampai nilai
tinggi pada ujung daun.
b. Level toksisitas kritis di sawah adalah lebih rendah dari pada tanaman yang ditumbuhkan di rumah
kaca, karena B tercuci dari daun akibat hujan.
c. Memengaruhi hasil berbeda-beda secara signifikan antara varietas tanaman padi.
d. Limit toksisitas kritis B dalam tanah sebagai berikut :
l) >4 mg B /kg 0,05 N HCl
2) >5 mg B /kg B terlarut dalam air panas
3) >2,5 mgB/l larutan tanah
Dalam air irigasi, konsentrasi B beresiko pada > 2 mgll B. Tidak ada kerusakan lain yang ada
kecuali gejala ini untuk kekurangan B. Keracunan B relatif jarang khususnya dalam sistem irigasi padi'
Hal ini dikarenakan oleh:
Konsentrasi B yang tinggi dalam larutan tanah, karena menggunakan air tanah kaya B dan suhu
tinggi (contoh dalam daerah arid, tabung yang sangat dalam, atau well dalam atea yafig dipengaruhi
oleh aktivitas geothermal).
Konsentrasi B tinggi dalam larutan tanah dari bahan induk kaya B. Kandungan B tinggi dalam
beberapa sedimen laut, batuan plutonik, dan bahan lulkanik yang lain, tetapi kandungan dalam
batuan berapi adalah rendah.
Akibat aplikasi borax atau aplikasi tinggi limbah kota (kompos)
Keracunon Boron (Boron Toxity) 103
Keracunan B sangat urlum ierjadi pada daerah arid dan semi arid, tetapi juga telah dilaporkan
dalarn area tanaman padi yang lain (Nable et al., 1997). Tanah yang mudah keracunan B termasuk jenis
berikut ini:
a. Tanah dibentuk pada bahan induk vulkanik, biasanya berkaitan dengan penggunaan air irigasi pompa
dari well dalarn rncngandung konsentrasi B tinggi (contoh perusahaan IRRI, Los Banos, clan Albay,
Irilipina),
b. Beberapa tanah pantai mengandung garam.
Kerusakan tanaman penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi. Keracunan B relatif
jarang, khususnya dalam sistem irigasi padi, yang ada lebih umum pada daerah arid dan sem iarid.
a. Varietas: varietas tanaman dengan toleransi B (contoh IR42, IR46, IR48, IR54, IR9884-54). Toleransi
varietas keracunan B dapat di atas 2 ton/ha dari varietas rentan.
b. Pengelolaan air: menggunakan air permukaan dengan kandungan B rendah untuk irigasi. Air bawah
tanah harus dimonitor secara beraturan kalau digunakan untuk irigasi. Kalau konsentrasi B terlalu
tinggi, dilarutkan dengan air dari sumber yang berbeda mengandung jumlah kecil B.
c. Pengelolaan tanah: bajak ketika tanah kering kemudian B berakumulasi di topsoil. Pencucian dengan
air mengandung jumlah kecil B.
-oo0oo-
BAB XVI
Kekurangan kalsium memengamhi kandungan dinding sel dalam memelihara biomembran, merusak
fungsi akar, predisposisi tanaman padi terhadap Fe, dapat meyerupai kekurangan B, daun tanaman padi
yang paling muda berwarna putih, menggulung dan ujungnya mengeriting. pada lembaran
daun
ditemukan nekrosis, daun tua kemudian cokelat dan mati, tanaman kerdil dan mati dari titik tumbuh.
kejadian ini relatifjarang khususnya dalam sistem irigasi padi.
Kekurangan kalsium biasanya ditemukan pada tanah asam, tercuci dengan kuat, CEC tanah rendah
pada dataran tinggi dan rendah, tanah disusun dari bebatuan serpentine, tekstur coarse,
tanah berpasir
dengan laju perkolasi tinggi dan pencucian, serta dilarutkan, tanah asam sulfat kuat dengan kandungan
basa rendah. Kekurangan kalsium penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi (Gambar
16.1).
Gambar 16.1 Gejala daun tanaman padi yang kekurangan kalsium (IRRI, l9g3)
106 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Gambar 16.2 Gejalatanaman padi yang kerdil dan mati titik tumbuhnya (IRRI, 1983)
Keduanya baik tanah maupun tanaman dapat diuji kekerungan Ca nya. Kisaran optimal dan level
kritis Ca dalam jaringan tanamall adalah seperti pada Tabel l6'1'
Dalam tanaman, ratio Ca:Mg yaitu 1-1,5: 1 dalam tunas padi pada anakan sampai stadium awal
<1. Dalam
malai adalah dipertimbangkan optimal. Ujung daun putih dapat terjadi ketika Ca:Mg adalah
tanah, kekurangan Ca kemungkinan ketika tanah kemampuan tukar Ca adalah
<lcmolc/kg atau ketika
kejenuhan Ca adalah <8% CEC. Untuk optimum perlumbuhan, kejenuhan Ca dari CEC sebaiknya>20oh.
Optimasi pertumbuhan tanaman padi, ratio Ca: Mg sebaiknya > 3-4:l untuk kemampuan tukar bentuk
tanah dan 1:1 dalam larutan tanah.
Tabel 16.1 Kisaran optimal dan level kritis ca dalam jaringan tanaman
Kekurangan Ca dapat menyerupai kekurangan boron, dan analisis jaringan tanaman mungkin
dibutuhkan untuk membedakan penyebab gejala.
Kekurangan kalsium relatif jarang terjadi khususnya dalam sistem irigasi padi, hal ini disebabkan
oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Jumlah kecil Ca tersedia dalam tanah (terdegradasi, asam, dan tanah berpasir).
b. Tanah dengan pH alkalin dengan kemampuan tukar luas ratio Na:Ca akibat penumnan pengambilan
Ca. Menggunakan air irigasi yang kaya dengan NaHCO:.
t-_
Kekurangon Kolsium (Calcium Deficiency) 107
c. Ratio Fe:Ca tanah luas atau Mg:Ca hasi dari penurunan pengambilan Ca. Budidaya irigasi padi
jangka panjang dapat lebih tinggi ratio Mg:Ca dan Fe:Ca.
d. Pemupukan N yang berlebihan atau K menghasilkan ratio NHa:Ca atau K:Ca tinggi dan menurunkan
pengambilan Ca.
e. Aplikasi pemupukan P yang berlebihan, yang dapat menekan kesediaan Ca (mengakibatkan
pembentukan Ca fosfat dalam tanah alkalin).
Kekurangan Ca adalah sangat tidak umum pada tanah sawah dataran rendah karena biasanya
tersedia cukup Ca dalam tanah, dari pemupukan mineral dan air irigasi. Tanah yang terjadi kekurangan Ca
padajenis tanah seperti berikut ini :
1. Asam, pencucian kuat, kapasitas tukar kation (CEC) rendah dalam tanah dataran tinggi dan dataran
rendah
2. Tanah yang berasal dari bebatuan serpentine
3. Tanah tekstur coarse tanah berpasir dengan laju perkolasi dan pencucian tinggi.
4. Tercuci, tanah asam sulfat kuat dengan kandungan basa rendah.
Kalsium adalah kurang mobil dalam tanaman padi dari pada Mg dan K. Hal ini disebabkan karena
Ca tidak ditranslokasikan kembali ke perfumbuhan yang baru, gejala kekurangan biasanya tampak
pertama pada daun muda. Kekurangan Ca juga menghasilkan kerusakan fungsi akar dan dapat
predisposisi tanaman padi terhadap toksisitas Fe.
Persediaan Ca yang cukup meningkatkan ketahanan tanaman padi terhadap penyakit seperti hawar
daun bakteri (yang disebabkan Xanthomonas oryzae) atau bercak cokelat (yang disebabkan oleh
Helminthosporium oryzae). Laju pengambilan Ca adalah proporsional dengan laju produksi biomassa.
Kerusakan adalah penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi, kekurangan Ca relatif
jarang khususnya dalam sistem irigasi tanaman padi.
b. Aplikasi gypsum pada tanah tidak asam kekurangan Ca, contoh pada tanah sodic dan K tinggi.
c. Aplikasi kapur pada tanah asam sampai pH naik dan Ca tersedia.
d. Aplikasi Mg atau K digabungkan dengan Ca, karena Ca dapat menyebabkan kekurangan dalam hara
ini.
e. Aplikasi pirit untuk mengurangi pengaruh air yang kaya NaHCO3pada pengambilan Ca.
Keterngan
Nama Formula Kandungan
-oo0oo-
L
BAB XVII
KEKURANGAN TEMBAGA
(COPPER DEFICIEIYCN
Kekurangan tembaga memengaruhi proses seperti fotosintesis dan respirasi tanaman padi, menurunkan
kemampuan penyerbukan dan meningkatkan kemandulan banyak biji yang spikelet dan tidak terisi.
Tanda tanaman padi yang kekurangan tembaga, sisi lembaran daun terdapat garis klorosis, ujung
daun dengan bercak nekrotik cokelat gelap, daun hijau kebiruan tampak klorotik dekat ujung daun,
kelihatannya menyenrpai daun baru dan kekurangan tembaga juga dapat menurunkan pembentukan
anakan.
Penyakit tanaman padi akibat kekurangan tembaga, jarang terjadi khususnya dalam sistem irigasi
padi, penyakit ini penting sepanjang siklus hidup tanaman, lebih umum terjadi pada status tanah dengan
bahan organik tinggi, lateritik, tanah dengan pelapukan tinggi, tanah yang berasal dari sedimen laut, tanah
tekstur berpasir dan tanah berkapur.
a. Daun ditemukan garis klorotik yang berkembang pada sisi lembaran daun
b. Bercak klorotik berwarna cokelat gelap pada ujung daun (Gambar 17.1)
c. Daun sering berwarna hijau kebiruan dan klorotik dekat ujung daun
d. Daun baru tidak menggulung dan bagian distal daun masih tampak seperti terjahit, sedangkan bagian
proksimal daun tampak normal
e. Pembentukan anakan menurun
f. Kemampuan menyerbukan menurun di bawak kondisi kekurangan Cu, sehingga mengakibatkan
peningkatan malai mandul, dan brli tidak berisi.
Ada beberapa uji yang digunakan, baik pada tanaman maupun pada tanah untuk mendeteksi
kekurangan tembaga (Tabel l7.l).
110 Penyakit Tonoman Padi (Oryza sotiva L.)
Tabel 17.1 Kisaran optimal dan level kritis Cu dalam jaringan tanaman
Gambar 17.1 Gejala daun tanaman padi akibat kekurangan Cu, (A) daun klorosis, dan (B) daun
menyerupai jarum (IRRI, 1983).
Level kritis tanah bagi terjadinya kekurangan tembaga yaitu : 0,1 mg/kg Cu 0,05 N HCl, 0,2 - 0,3
mg/kg Cu DTPA t CaCl2, pH 7,3. Tanaman menunjukkan gejala seperli Gambar 17.1 hanya kalau
kekurangan tembaga (Cu).
Kekurangan Cu relatif jarang terjadi khususnya dalam sistem irigasi padi. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, sebagai berikut :
Mobilitas Cu dalam tanaman padi sebagian tergantung atas status B daun. Sedikit Cu
ditranslokasikan terjadi saat tanaman kekurangan N. Gejala kekurangan Cu lebih umum dijumpai pada
daun muda. Tembaga penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman. Kekurangan Cu relatif jarang
ditemukan khususnya dalam sistem irigasi tanaman padi.
Tembaga adalah komponen penting enzim tanaman seperti diamin oksidase, o-difenol oksidase.
Sitokrom c oksidase, superoksida dismutase, plastosianin dan quinol oksidase. Ketidak adanya tembaga
enzim ini tidak aktif. Seperti besi, tembaga termasuk dalam reaksi (cu2+ * e G) cu+) dalam mitokondria
dan dalam reaksi cahaya fotosintesis. Fungsi tembaga yang lain adalah: katalisis beberapa proses
tanaman, fungsi utama dalam fotosintesis dan stadium reproduktif, peran tidak langsung dalam produksi
klorofil dan meningkatkan kandungan gula (prasad ,2OlZ).
a. Pengelolaan tanaman, kedalaman akar bibit dalam lo% suspensi CuSOa untuk I jam sebelum
transplanting.
b. Pengelolaan tanah, menolak tanah asam berlebihan pengapuran karena hal ini menyebabkan
pengambilan Cu menurun.
c. Pengelolaan pemupukan,pada tanah kekurangan Cu, aplikasi CUO atau CuSOq (5-10 kglha Cu pada
interval 5 tahun) untuk pemeliharaan jangka panjang ketersediaan Cu pada tanah (penyebaran dan
penyertaannya dalam tanah). Cupric sulfat adalah higroskopis, yaitu bercampur dengan pupuk hara
makro dan dapat membentuk senyawa tak terlarut kalau dicampur dengan pupuk P. Cu diaplikasikan
ke tanah memiliki nilai residu tinggi. Pupuk cu untuk tanaman padi (Tabel 17.2).
(bentuk padat
Mengaplikasikan CuSO4 (5-10 kg/ha Cu) untuk perlakuan cepat untuk kekurangan Cu
(bedengan) pada tanah atau
atau cair). untuk aplikasi dalam tanah, cuso+ sebaiknya disebarkan
lipadukan sebtga.i langkah dasar.
U. cu ,lau, tlapat diaplikasikan selama pembentukan anakan sampai stadium pertumbuhan awal malai,
pertumbuhan. Aplikasi
tetapi dapai menyebabkan daun terbakar dalam jaringan yang mengalaini
hanya untuk perlakuan emergensi
ls.].;.rn cupric sulfat atau selasi Cu sebagai penyemprotan daun
al.ibat kekurangan Cu.
Menghindari aplikasi cu berlebihan karena kisaran kekurangan dan level toksisitas cu
adalah sempit.
-oo0oo-
BAB XVII
KEKURANGAN BESI
Tanaman padi yang kekurangan besi memengaruhi fotosintesis, menurunkan produksi berat kering,
menguning interveinal (di antara tulang daun), klorosis seluruh daun dan daun yang muncul, selanjutnya
tanaman menjadi klorosis. Kekurangan besi menjadi masalah utama di tanah sawah d,ataran tinggi, dan
relatif jarang ditemukan khususnya pada sistem irigasi padi. Kekurangan besi dapat menyebabkan
kehilangan hasil dalam tanah alkalin dan berkapur. Kekurangan besi penting sepanjang siklus
perlumbuhan tanaman padi (Gambar l8.l).
Gambar 18.1 Tanaman padi yang kekurangan zat besi (IRRI, l9g3)
a. Daun muda yang tumbuh menunjukkan interveinalnya menguning dan klorosis (Gambar 18.2),
b. Seluruh daun menjadi klorosis dan sekanjutnya sangat pucat
114 Penyokit Tanamon Padi (Oryzo sativa L.)
Tanaman padi dan tanah yang kekurangan zat besi dapat diuji, kisaran optimal dan level kritis
besi dalam jaringan tanaman seperti Tabel 18' l.
Tabel 18.1 Kisaran optimal dan level kritis zat besi dalam jaringan tanaman (IRRI, 1983)
Gambar 18.2 Gejala tanaman padi kekeurafiganzat besi, (A) berwama kuning di antara tulang daun
(interveinal), (B) tanaman kerdil dengan daun menyempit (IRRI, 1983)
Kandungan Fe aktiflebih berguna dari pada kandungan Fe total sebagai indikator status hara Fe di
daun. Limit kritis zat besi pada 40 DAT adalah 45 mglkgjaringan daun. Kandungan kritis kekurangan zat
besi lebih tinggi dalam pertumbuhan cepat meristimatis dan perluasan jaringan (contoh tunas apical),
barangkali sekitar 200 mglkgFe untuk total Fe dan 60-80 mg/kg Fe untuk Fe aktif.
Tanah yang kekurangan Fe kalau Fe tanah konsentrasinya adalah <2 mglkg Fe NH+ asetat, pH 4,8
atau <4-5 mg/kg DTPA-CaC. 2, pH 7 ,3. Tidak ada tanaman padi lainnya dengan gejala seperti ini kecuali
tanaman kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi relatifjarang, khususnya dalam sistem irigasi padi.
Berikut ini satu atau lebih yang menyebabkan kekurangan Fe pada tanaman padi:
a. Konsentrasi rendah Fe2+ terlarut dalam tanah dataran tinggi,
b. Reduksi tanah tidak cukup di bawah kondisi terendam (contoh tanah status bahan organikrendah),
c. Tanah alkalin dengan pH tinggi atau tanah calcareous berikut submergence (yaitu menurun solubilitas
dan pengambilan Fe karena konsentrasi bikarbonat tinggi).
et
115
Kekurangan Besi
d. Ratio P:Fe dalam tanah tinggi (yaitu Fe terikat dalam Fe foafat, kemungkinan karena akibat aplikasi
pemupukan P).
e. Konsentrasitinggi Mn, C:u,Zn, Mo, Ni dan A1 dari asam organik untuk melarutkan Fe.
jarang dan relevan
f. Meningkat pH rizosfer setelah aplikasi jumlah besar pupuk N yaitu NO3 (kasus
untuk hanya tanaman dataran tinggi).
Tanah yang khususnya cenderung kekurangan Fe termasuk
jenis seperti berikut inr:
a. Aplikasi FeSO+ padat (kira-kira 30 kg/ha Fe) yang akan datang untuk baris tanaman padi atau disebar
tetapi jumlah besar yang dibutuhkan.
b. Aplikasi daun FeSO 4 (2-3% larutan) atau Fe chelate. Fe mobilitasnya rendah dalam tanaman,
berakibat membutuhkan aplikasi dua atau tiga ulangan pada interval 2 minggu awal pembentukan
anakan yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman baru.
Tabel 18.2 Sumber pupuk Fe untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Nama
-
Formula
Kandungan
Keterangan
(% Fe)
-oo0oo-
i,.
BAB XIX
Peningakatan aktivitas polifenol oksidase, ditunjukkan dengan produksi oksidasi polifenol, menyebabkan
daun berwarna kecokelatan, menurunkan tenaga oksidasi akar, daun bagian di bagian bawah dengan
bercak cokelat tipis dari ujung dan menyebar ke arah bawah atau seluruh daun berwarna kuning sampai
cokelat. Daun yang keracunan Fe parah tampak berwama cokelat purple, perlumbuhan kerdil, secara
ekstrim membatasi pembentukan anakan. Permukaan akar tanaman berwarna cokelat gelap sampai
tertutup hitam dan banyak akar yang mati. Akar atas tanaman padi banyak memiliki akar hitam, terjadi
pada kisaran tanah yang luas, tetapi umumnya pada tanah dataran rendah dengan pengairan perrnanen
selama pertumbuhan tanaman, terjadi pada tanah tergenang air, dan dapat memengaruhi tanaman padi
sepanjang siklus pertumbuhan (Gambar 19.1).
Gambar 19.1 Gejala bercak cokelat pada daun tanaman padi (IRRI, 1983)
118 Penyakit Tanoman Padi (Oryzo sativo L.\
a. Bercak cokelat tipis pada daun bawah mulai dari ujung yang menyebar ke arah pangkal daun atau
seluruh daun berwama oranye-kuning sampai cokelat'
mati.
b. Bercak bergabung pada antaratulang daun dan daun selanjutnya menjadi cokelat oranye dan
c. Daun menyempit tetapi sering masih hijau
d. Pada beberapa varietas, ujung daun menjadi kuning oranye dan kering bagian atasnya.
e. Daun tampak cokelat purple kalau kekurangan zat besi yang parah.
f. Pertumbuhan kerdil, secara ekstrim membatasi terbentuknya anakan.
g. Tanah coarse, sparse merusak sistem akar dengan warna cokelat gelap sampai hitam menyelimuti
pada permukaan akar dan kebanyakan akar mati'
h. padi yang ditanam diperbukitan, kalau akar segar dicabut sering memiliki sistem akar yang jelek dan
banyak akar berwarna hitam.
Gambar 19.2 Gejaladaun tanaman padi, (A) berwama kecokelatan, dan (B) daun bendera dan malai
berwarna cokelat (bronzing) (IRH, 1983)
Keduanya baik tanaman dan tanah dapat diuji keracunan besinya. Kisaran optimal dan level kritis
pertumbuhan
untuk terjadinya keracunan zatbesi pada tanaman padi adalah sebagai berikut: pada stadium
anakan, bagian tanaman yaitu daun, optimum kandungan zat besi 100-150 mg/kg, dengan level
kritis
untuk keracunan >300-500 mg/kg'
Kandungan zat besi dalam memengaruhi tanaman biasanya (tetapi tidak selalu) tinggi (300-2,000
mg/kg), tetapi kandungan Fe kritis tergantung atas umur tanaman dan status hara secara umum. Ambang
Keracunan Besi 119
kritis adalah lebih rendah dalam tanah miskin di mana hara tidak tersedia secara seimbang. Tanaman
keracunan Fe memiliki kandungan K rendah dalam daun (sering <l% K). Rasio K:Fe berkisar <17-18 : 1
dalam jerami dan <1,5 : I dalam akar dapat mengindikasikan keracunan Fe.
Konsentrasi kritis untuk terjadinya keracunan Fe adalah >300 mg/l tanah. Konsentrasi larutan Fe
kritis untuk terjadinya keracunan Fe sangat luas. Kisaran nilai dilaporkan dari 10 - 1.000 mgll Fe, yang
menggambarkan bahwa keracunan Fe adalah tidak berhubungan dengan konsentrasi Fe dalam larutan
tanah itu sendiri. Perbedaan di antara larutan kritis konsentrasi Fe adalah disebabkan oleh perbedaan
dalam potensi akar tanaman yang tahan dari pengaruh keracunan Fe, tergantung atas stadium
pertumbuhan tanaman, status fisiologis tanaman, dan berbagai perlumbuhan (tenaga oksidasi akar).
Belum ada pengujian tentang level kritis Fe pada tanah, tetapi tanah dengan pH <5,0 (dalam H2O)
mudah keracunan Fe, Serupa dengan tanah yang mengandung sejumlah kecil K, R Ca dan Mg yang
tersedia adalah mudah mengalami keracunan Fe. Hanya keracunan zat besi yang menunjukkan gejala
seperti ini.
Keracunan Fe cenderung terjadi pada tanah yang tergenang air (becek). Prinsip yang menyebabkan
keracunan Fe adalah sebagai berikut :
a. Konsentrasi Fe2* tinggi dalam larutan tanah karena kondisi reduksi kuat dalam tanah atau pH rendah.
b. Status hara tanaman rendah dan tidak seimbang. Oksidasi akar dan tenaga keluar Fe jelek, karena
kekurangan P, Ca Mg dan K yang sering dihubungkan dengan kandungan dasar tanah rendah dan pH
rendah, yang menghasilkan konsentrasi tinggi Fe dalam larutan tanah.
c. Tenaga oksidasi akar buruk (Fe2* keluar) karena akumulasi bahan penghambat respirasi (contoh H2S,
FeS, asam organik).
d. Aplikasi sejumlah besar bahan organik yang tidak mampu dikompos.
e. Persediaan kontinu Fe dalam tanah dari air tanah atau rembesar lateral dari bukit.
f. Aplikasi limbah kota atau industri dengan kandungan Fe tinggi.
Keracunan zat besi terjadi pada kisaran luas, tetapi umumnya pada sawah dataran rendah dengan
penggenangan air secara perrnanen selama pertumbuhan tanaman. Sifat umum sisi keracunan Fe adalah
drainase buruk dan CEC tanah dan kandungan hara makro rendah, sedangkan keracunan Fe terjadi lewat
kisaran pH tanah yang luas (4-7).Tanah yang menyebabkan keracunan Fe, termasuk jenis berikut ini:
Pengeringan tanah buruk (Aquent, Aquept, Aquult) dalam tanah lembah yang menerima aliran asam
dari tanah dataran tinggi (Filipina, dan Srilanka).
Tanah Kaolonitik dengan kapasitas tukar kation (CEC) rendah dan jumlah ketersediaan P dan K
rendah (Madagaskar).
Tanah liat aluvial atau coluvial yang asam (Indonesia, Filipina).
Tanah sulfat asam yang muda (Sulfaquept di Senegal, Thailand).
Tanah asam dataran rendah dan rawa dataran tinggi (Burundi, Liberia, Madagaskar).
120 Penyakit Tanoman Padi (Oryza sativa L.l
Fe3* hidroksida
a. Menghindari dari tekanan Fe, karena adanya oksidasi Fe2* dalam rizosfer. Pencucian
pada akar) mencegah
dalam rizosfer oleh akar sehat (ditunjukkan dengan selaput cokelat kemerahan
pada tanah yang mereduksi secara kuat mengan{rng sejumlah besar Fe,
kelebihan pengambilan Fe2*.
tetapi mungkin tidak cukup oksigen pada permukaan akar untuk oksidasi Fe2*. Dalam
setiap kasus,
pengambilan Fe adalah berlebihan dan akar tampak hitam karena keberadaan Fe sulfida. Tenaga
aerensima) dari akar
oksidasi akar termasuk pengeluaran 02 (dipindahkan dari tunas ke akar melalui
hara yang tidak
dan oksidasi dimediasi oleh enzim seperti peroksidase atau katalase. Ketersediaan
tenaga oksidasi
cukup (K, Si, p, Ca dan Mg) dan jumlah berlebihan bahan beracun (H2S) mereduksi
akar. varietas padi berbeda dalam kemampuannya untuk melepas Oz dari akar untuk mengoksidasi
Fe2* di rizosfer dan melindungi tanaman dari keracunan Fe'
Toleransi terhadap tekanan Fe mungkin akibat penolakan atau toleransi dari akumulasi
toksin.
b.
pencucian seperti
Mekanisme yang lain termasuk retensi Fe dalam jaringan akar (oksidasi Fe2*
dan
F.'*).
Keracunan Fe berhubungan dengan tekanan hara ganda, yang ditunjukkan dengan
reduksi tenaga
c.
oksidasi akar. Akar tanaman kekurangan K, P, Ca dan Mg mengeluarkan
metabolit (gula terlarut,
persediaan hara
amida, asam amino) dengan berat molekul lebih rendah dari pada tanaman dengan
yang cukup. Dalam periode aktivitas metabolik mendalam (stadium anakan), hal ini meningkatkan
pop,rlasi rizoflora, yang selanjutnya ditunjukkan dengan peningkatan permintaan untuk
elektron
penerima. Bakteri anaerobik obligat dan fakultatif di setiap kondisi mereduksi Fe3*
menjadi Fe2*.
menghasilkan pemecahan
Reduksi kontinu Fe3* yang dikandung dalam Fe2O3 menyelimuti akar dapat
akar tanaman padi.
dalam oksidasi Fe, ditunjukkan dengan aliran Fe2* yang tidak terkontrol dalam
warna hitam Fe sulfida (sebuah diagnostik mengindikasikan secara berlebihan kondisi reduksi dan
Fe dapat memengaruhi
keracunan Fe) selanjutnya dapat terbentuk pada permukaan akar. Keracunan
tanaman padi sepanjang siklus hidupnya'
a' varietas, varietas tanaman padi yang toleran terhadap keracunan Fe (IRg1g2-200,
IRg764-45,
Kuatik Putih, Mahsuri). Apabil a haru tersedia dalam jumlah cukup,
varietas padi hybrid memiliki
sistem akar yang lebih kuat dan lebih tinggi tenaga oksidasinya,
dan juga tidak cenderung untuk
mengabsorbsi jumlah Fe yang berlebihan dari tanah keracunan Fe.
b' Perlakuan benih, Di daerah beriklim sedang di mana bibit secara langusng
diperlakukan, benih
diselimuti dengan oksidan (Ca peroksiila pada berat benih 50-100%)
untuk memperbaiki
perkecambahan dan pembibitan sementara dengan meningkatkan
persediaan 02.
c' Pengelolaan tanaman, menunda penanaman sampai konsentrasi F'e3*
melemah (tidak kurang dari
I 0 -20 hari setelah pen ggenangan).
d' Pengelolaan air, menggunakan irigasi sebentar-sebentar dan menghindari
penggenangan secara
kontinu pada tanah dengan drainase bun.rk mengandung sejumlah besar
konsentrasi Fe dan bahan
organik.
e. Pengelolaan pemupukan, keseimbangan menggunakan pupuk (NpK
atau NpK + kapur) untuk
menghindari tekanan hara. Aplikasi pupuk K yang cukup. Aplikasi
kapur pada tanah asam. Tidak
mengaplikasikan jumlah berlebihan bahan organik (pupuk kandang, jerami)
pada tanaman yang
mengandung jumlah besar Fe dan bahan organik dan di mana
draenase buruk. Gunakan urea
(mengurangi keasaman) termasuk ammonium sulfat (lebih
asam).
f' Pengelolaan tanah, pengeringan anakan setelah padi dipanen sampai
oksidasi Fe meningkat selama
periode kering (fallov'). Reduksi ini Fe2* akumulasi selama priode penggenangan
selanjutnya, tetapi
akan membutuhkan mesin/traktor).
6* ;;-.
}F* 'l*1*
F? ?=ffi
Gambar 19.3 Cara aronomis yang dapat diambil pada berbagai level untuk meminimalisasi
resiko
keracunan besi (Audebert, 2005)
-oo0oo-
BAB XX
KEKURANGAN MAGNE,SIUM
(MA G lYE S r [rM D E F r C r E C n
^{
Kekurangan magnesium terhadap tanaman padi memengaruhi asimilasi COu dan sintesis protein,
memengaruhi beberapa aktivitas enzim, dan memengaruhi pH seluler dan aktivasi keseimbangan kation-
anion.
Tanda tanaman kekurangan magnesium (Mg) adalah daun tanaman berwama pucat dengan di
antara tulang daun (interveina[) berwarna kuning-oranye, klorosis pada daun yang lebih tua sefia
selanjutnya pada daun yang lebih muda. Perkembangan klorosis menjadi kuning dan akhirnya nekrosis
dalam daun yang lebih tua pada kasus yang parah (Gambar 20.1). Jumlah daun banyak dan panjang, daun
berombak, menurun jumlah malai, dan menurun kualitas benih (IRRI, 1983).
Gambar 20.1 Gejala daun padi berwarna kuning pada interveinalnya (IRRI, 1983)
124
Penyakit Tanamon Padi (Oryza sotiva L.)
a. Interveinal berwarna oranye-kuning, klorosis pada daun yang lebih tua (Gambat 20'1)'
b. Tanaman berwarna pucat dengan interveinal klorosis pertama tampak pada daun yang lebih tua dan
kemudian pada daun yang lebih tua akibat kekurangan yang
lebih parah.
o'manik-manik" yang menghijau dan garis kuning paralel pada daun.
c. Warna hijau tampak sebagai
dan akhirnya
d. Dalam kasus kekurangan Mg parah, perkembangan klorosis sampai menguning
nekrosis pada daun lebih tua.
e. Jumlah daun dan Panjang daun adalah lebih besar saat tanaman kekurangan
Mg, dan daun
penjuru anlara upih daun dan lembaran
kekurangan Mg berombak/keriting akibat perluasan dalam
daun.
besar dipengaruhi'
f. Kekurangan Mg sedang, tanaman tinggi dan jumlah anakan tidak secara
g. Menurun jumlah malai dan menurun berat l '000 benih'
pati).
h. Dapat menurunkan kualitas benih (persentase padi terisi, protein dan kandungan
i. Keracunan Fe mungkin lebih umum di mana Mg adalah bagian dari banyak kekurangan hara
termasuk K, P, Ca dan Mg.
Tabel20.l Kisaran optimum dan level kritis Mg pada jaringan Tanaman (Dobermann dan Fairhurst,
2000)
Level kritis
Stadium Bagian tanaman Optimum (7o)
pertumbuhan kekurangan Mg (%)
0,15-0,30 <0,72
Anakan Daun
0,15-0,30 <0,1 3
Anakan Tunas
0.20-0,30 <0,10
Pemasakan Jerami
pertumbuhan optimum Ca:Mg sebaiknya 3-4:l untuk mampu dipertukarkan bentuk tanah dan bukan
melebihi l:l dalam larutan tanah. Tidak ada tanaman lain dengan gejala seperti ini kecuali tanaman padi
kekurangan Mg.
Tanah dataran tinggi dan rendah yang asam, kapasitas tukar kation (CEC) rendah, contoh tanah
degradasi di Vietnam Utara dan tekstur coarsa, tanah asam pelapukan tinggi di Thailand bagian
Timur Laut, Laos, dan Kamboja.
Tanah berpasir tekstur coarsa dengan laju perkolasi tinggi dan hilang tercuci.
Tercuci, tanah asam sulfat kuat dengan kandungan basa rendah, contoh di Thailand.
a. Pengelolaan tanaman, aplikasi pupuk Mg yang cukup, lahan sawah diberikan dengan pupuk
kandang, atau bahan lain untuk keseimbangan perpindahan dalam produk tanaman dan jerami.
b. Pengelolaan air, menurunkan laju perkolasi (kehilangan akibat pencucian) pada tanah tekstur coarsa
melalui pemadatan subsoil.
c. Pengelolaan tanah, menurunkan kehilangan dari erosi dan pencucian permukaan melalui cara
konservasi tanah dengan tepat pada sistem sawah dataran tinggi.
126 Penyokit Tanamon Podi (Oryza sativa L.)
Berikut ini rekomendasi untuk perlakuan tanah kekurangan Mg yaitu: aplikasi pupuk yang
mengandung Mg. Membetulkan dengan cepat gejala kekurangan Mg yang dapat dicapai melalui aplikasi
sumber Mg terlarut seperti kieserite atau Mg klorida. Pemupukan Mg untuk tanaman padi seperti Tabel
:0.2.
Tabel20.2 Pemupukan Mg untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Membuat aplikasi daun dari pupuk padat yang mengandung Mg (contoh MgCl2). Pada tanah
dataran tinggi yang asam, aplikasi dolomite atau sumber Mg kerja lambat yang lain untuk aplikasi Mg
dan meningkatkan pH (mencegah keracunan Al).
-oo0oo-
.-.......-
BAB XXI
KEKURANGAN MANGAN
(MA|Y GA|YE S E D E F r CrE tY C Y)
Pengaruh kekurangan mangan terhadap tanaman meliputi fotosintesis dan sintesis protein,
dan
kekurangan Mn pada tanaman padi sering kekurangan P. Tanda tanaman sebagai akibat
kekurangan Mn
adalah daun pucat kehijauan klorosis interveinal dari ujung daun sampai ke bawah (Gambar
2l.l)
(Reichman, 2002). bercak cokelat nekrotik berkembang selanjutnya dan daun
menjadi cokelat hitam.
Muncul daun bam yang pendek, menyempit dan berwama hijau terang. Tanaman lebih pendek
dengan
daun lebih sedikit dan sistem anakan lebih kecil pada anakan. Tanaman yang dipengaruhi lebih
rentan
terhadap penyakit bercak cokelat, dan muncuk gejala bronzing.
't.-t,li:::o
e*.
'--.e
L
t
,#%l
Egi+F;. . *
'tr'\i!;x.;i#' 3
Gambar 21.1 Gejala pada daun, (A) klorosis daun termuda tanaman padi, dan (B) klorosis pada
intervcinal daun (IRRI, 1983)
128 Penyakit Tanaman Podi (Oryza sativo L.\
Kekurangan Mn relatif jarang terjadi dalam sistem irigasi padi, kekurangan Mn ini penting
sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi. Umumnya kekurangan Mn menjadi masalah pada sistem
persawahan dataran tinggi, yang terjadi pada tanah asam dataran tinggi, alkalin dan tanah berkapur, tanah
padi terdegradasi, tanah berpasir yang tercuci, tanah asam sulfat kuat, tanah organik alkalin dan berkapur
serta tanah pelapukan tinggi.
a. Klorosis interveinal berwarna hijau keabu-abuan pucat menyebar dari ujung daun ke bawah (Gambar
2t.t).
b. Bercak cokelat nekrotik berkembang selanjutnya dan daun menjadi cokelat gelap.
c. Daun yang baru muncul pendek, sempit dan hijau terang.
d. Tanaman yang kekurangan Mn lebih pendek, dengan daun lebih sedikit, kehilangan berat, dan sistem
akar lebih kecil pada anakan.
e. Tanaman yang kekurangan Mn pendek tetapi anakan tidak dipengaruhi.
f. Tanaman yang dipengaruhi lebih rentan terhadap penyakit bercak cokelat (yang disebabkan oleh
j amur H e lm intho spor ium o ryz ae).
g. Tanaman padi yang kekurangan Mn sering kekurangan P.
h. Tanah yang kekurangan Mn juga terjadi keracunan Fe, tanaman padi yang kekurangan Mn
mengandung konsentrasi tinggi Fe, dan dapat juga menunjukkan gejala bronzing.
Keduanya baik pada tanaman maupun pada tanah dapat diuji kekurangan Mn. Kisaran optimal dan
level kritis Mn dalam jaringan tanaman padi adalah: pada stadium pertumbuhan, bagian daun optimum
400-700 mg/kg, dengan level kritis untuk kekurangan <40 mglkg. Dalam stadium anakan pada tunas,
optimum berkisar 50-150 mglkg, dengan level kritis untuk kekurangan <20 mglkg. Dalam tanaman ratio
Fe: Mn >2,5:l dalam tunas selama awal pertumbuhan (anakan) mengindikasikan kekurangan Mn. Pada
tanah level kritis kekurangan Mn terjadi adalah sebagai berikut:
c. Penurunan pengambilan Mn karena konsentrasi tinggi Ca2*, Mgzn, Zn2n, atau NHa dalam larutan
tanah.
d. Kelebihan pengapuran dari tanah asam, menyebabkan peningkatan dalam jumlah Mn komplek
melalui bahan organik atau diabsorbsi oleh Fe dan Al hidroksida dan oksida.
e. Menurunkan pengambilan Mn, akibat akumulasi hidrogen sulfida.
Kekurangan Mn sering terjadi dalam sawah dataran tinggi, tetapi tidak umum pada sawah tadah
hujan atau dataran rendah karena kelarutan Mn meningkat di bawah kondisi tanah terendam.
Tanah khususnya yang mudah mengalami kekurangan Mn termasuk jenis sebagai berikut:
Mangan adalah termasuk reaksi oksidasi reduksi dalam sistem transport elektron, evolusi Oz dalam
fotosintesis, dan mengaktivasi enzim tertentu (oksidase, peroksidase, dehidrogenase, dekarboksidase, dan
kinase). Mn dibutuhkan untuk proses seperti : pembentukan dan stabilitas kloroplas, sintesis protein,
reduksi NO3-, dan siklus TCA (asam trikarkoksilat).
Mangan mengkatalisis pembentukan asam fosfatidat dalam sintesis fosfolipid untujk membangun
membrane sel. Mangan membantu untuk mengurangi keracunan Fe. Hal ini dibutuhkan untuk memelihara
persediaan 02 rendah dalam piranti fotosintesis. Akumulasi Mn dalam akar sebelum berpindah ke tunas.
Ada beberapa translokasi Mn dari daun tua ke daun muda.
a. Pengelolaan tanaman, aplikasi sawah dengan pupuk kandang atau jerami (digabung atau dibakar)
untuk keseimbangan perpindahan Mn dan meningkatkan reduksi Mn dalam tanah mengandung
sejumlah kecil Mn dan status bahan organik yang rendah.
b. Pengelolaan pemupukan, penggunaan pupuk pembentuk asam, contoh ammonia sulfat (NHa)2SO4
termasuk urea. Kekurangan Mn dapat dibenahi dengan aplikasi daun dengan Mn atau melalui
pengikatan Mn dengan pupuk stater pengasaman. Penyebaran Mn mengalarni oksidasi cepat
kemudian dosis tinggi dibutuhkan (>30kglha Mn). Dosis tinggi Mn dan Fe mungkin antagonistik dan
menurunkan hasil.
130 Penyakit Tanoman Padi (Oryza satfvo L. )
t. Aplikasi MnSOq atau aplikasi dengan sempurna MnO (5-20 kgAra Mn) dalam bedengan sepanjang
baris padi.
2. Aplikasi daun dengan MnSO+ perlakuan cepat kekurangan Mn (1-5 kg/tra Mn dalam kira-kira 200
1&a air). Aplikasi ganda mungkin dibutuhkan, permulaan anakan ketika daun cukup berkembang.
3. Selasi (pengikatan) kurang efektif karena Fe dan Cu mengganti Mn. Sumber pupuk Mn untuk
tanaman padi sebagai berikut (Tabel2l'l)'
Tabel 21.1 Sumber pupuk Mn untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
-oo0oo-
BAB XXII
KEKURANGAN NITROGEN
(rYr TRO G E ]Y D E F r Cr E lY C Y)
Nitrogen memengaruhi semua parameter yang berkontribusi terhadap hasil, kekurangan nitrogen
menyebabkan tanaman kerdil, daun yang lebih tua atau seluruh tanaman hijau kekuningan, kadang-
kadang semua daun menjadi hijau terang dan klorotik pada ujung, daun mati di bawah tekanan N yang
parah. Kekurangan N menyebabkan semua daun menyempit, pendek, lurus, dan berwama hijau kuning
seperti lemon kecuali untuk daun muda, yang lebih hijau. Keseluruhan hasil dapat tampak menguning,
anakan menurun, jumlah biji menurun (Gambar 22.1). Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman untuk produksi
protein, RNA, dan klorofil (McCauley et a|.,2009).
Kekurangan N sangat umum pada tanaman padi di Asia, umunmya di semua areal pertanaman padi
di mana varietas modern ditanam tanpa pemupukan hara N yang cukup.
Gamtrar 22.1Gejala tanaman padi kekurangan N, (A) sawah yang rusak akibat kekurangan N, dan (B)
tanaman padi kerdil dan anakan menurun (IRRI, 1983)
Kekurangan N terjadi pada stadium pertumbuhan kritis seperti anakan dan awal pembentukan
malai.
132 Penyakit Tanamon Padi (Oryza sativa L.)
a. Daun yang lebih tua pendek atau seluruh tanaman berwarna hijau kekuningan
b. Daun tua dan kadang-kadang semua daun menjadi hijau terang dan klorotik pada ujungnya (Gambar
22.1).
c. Daun mati di bawah kondisi tekanan N yang parah
d. Kecuali untuk daun muda, yang lebih hijau, daun menyempit, pendek, lurus dan berwama hijau
kuning sepefti lemon (Gambar 22.2).
e. Seluruh lahan dapat tampak rnenguning
f. Pembentukan anakan menurun, daun mengecil, dan tanaman pendek.
o
b. Jumlah biji menurun.
Gambar 22.2 Datn tanaman padi yang kekurangan N tampak lebih kecil (tanda panah) (IRH, 1983)
Keduanya baik tanaman maupun tanah dapat diuji untuk kekurangan N. Kisaran optimal dan level
kritis N dalam jaringan tanaman seperti Tabel22.l
Tabel22.l Kisaran optimal dan level kritis N dalam jaringan tanaman (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Level Kritis
Stadium
Bagian Tanaman Optimum (%) Kekurangan N
Pertumbuhan
(%\
Anakan sampai Daun 2,9 - 4,2 <)\
pembentukan malai
Pembungaan Daun bendera )?-10 <2,0
Pemasakan Jerarni 0,6 - 0,8
Potensi hasil maksimum dicapai apabila N sehamsnya dipelihara pada atau di atas 1,4 g/m2 area
daun, yang equivalen dengan Chlorophyll nteter readirrg (SPAD) : 35 atau pembacaan bagan wama daun
(leo/'c'olor c'hartlLCC) - 4 (Wahid.2003). Pembacaan SPAD 35 atau LCC 4 untuk luas daun penuh yang
Kekurangan Ni trogen (Nitrogen Defici ency) 133
paling atas digunakan sebagai hambang untuk kekurangabn N (yaitu kebutuhan untuk
aplikasi N) dalam
mematok hasil tinggi tanaman padi. Ambang SPAD 32-33 atau LCC 3 sebaiknya digunakan
digunakan
dalam pembibitan langsung padi dengan kepadatan anakan tinggi. Catatanbahwa nilai SpAD
atau LCC
secara buruk berkorelasi dengan kandungan N daun yang diekspresikan pada berat
kering daun sebagai
dasar, tetapi berkorelasi dengan kandungan N daun diekspresikan pada area daun (g/m2N;.
Di Australia bagian selatan pembibitan padi secara langsung, pengujian N jaringan dengan cepat
dalam tunas pada pembentukan malai umumnya pratis untuk menentukan kebutuhan N pada
stadium
pembentukan malai. Dosis N disesuaikan sebagai fungsi kepadatan anakan dan kandungan
N pada tunas.
Contoh, pemberian N tidak direkomendasikan pada stadium awal pembentukan anakan ketika
N g00-
1'000/m2 tunas dan N tunas pada stadium anakan (Pl) > 2%, I.OOO-l.2O0lm2 tunas
dan N tunas pada
stadium anakan (Pl) > l,7|yo.
Terhadap tanah, estimasi berbasis tanaman menyediakan estimasi sangat cocok dari persediaan
N
lokal dalam sistem padi intensif. Dalam sistem irigasi padi dataran rendah sangat umum digunakan
uji
tanah yang tidak baik untuk memprediksi persediaan N tanah di bawah kondisi lapang
dan oleh karena itu
level kritis yang dapat dipercaya atau kisaran tidak dapat diberikan. Kandungan C organik
tanah atau total
N tidak dapat digunakan sebagai indek yang padat dipercaya persediaan total N dalam sistem irigasi padi,
tetapi yang lebih berguna dalam sistem padi dataran tinggi.
Kekurangan N umumnya pada tanah sawah di mana varietas modem ditanam tanpa pemupukan
hara N yang cukup. Hasil signifikan merespon untuk aplikasi hara N atau bentuk organik
yang diambil di
dekat semua tanah sawah dataran rendah di mana irigasi dan hara lainnya serta hama pengganggu tidak
sebagai pembatas. Kekurangan N dapat juga terjadi di mana jumlah besar pupuk N telah diaplikasikan
tetapi waktu yang salah atau dalam langkah yang salah. Tanah khususnya yang mudah kekurangan N
termasuk jenis berikut ini:
l. Tanah dengan kandungan bahan organik tanah rendah (contoh <0,5yo C organik, tanah asam tekstur
coarsa).
2. Tanah dengan kandungan tertentu untuk persediaan N lokal (contoh tanah asam sulfat, tanah kadar
garamtinggi, tanah kekurangan P, tanah sawah dengan drainase buruk di mana jumlah mineralisasi N
atau fiksasi N2 biologi adalah kecil)'
3. Tanah alkalin dan berkapur dengan bahan organik rendah dan potensi tinggi untuk kehilangan
volatilizasi NH:.
NO3-N dan NH+-N adalah pengambilan sumber N anorganik utama. Paling banyak yang diserap
NH4-N yang menyatu dalam senyawa organik dalam akar, sedangkan NO3-N adalah lebih mobil dalam
silem serta disimpan dalam vacuole dari bagian tanaman berbeda. NO3-N dapat
juga berkontribusi untuk
memelihara kesimbangan kation-anion dan osmoregulasi. Untuk memenuhi fungsi asensial sebagai hara
tanaman, NO3-N harus direduksi menjadi ammonia melalui keda nitrat dan nitrat reduktase. Nitrogen
dibutuhkan sepanjang periode pertumbuhan, tetapi kebutuhan yang paling tinggi untuk hal tersebut di
antaranya awal pertengahan pembentukan anakan dan stadium awal pembentukan malai. Persediaan N
yang cukup selama pemasakan dibutuhkan untuk menunda senescence (gugur) daun, memelihara
fotosintesis selama pengisian biji dan meningkatkan kandungan protein dalam biji. Nitrogen adalah
sangat mobil dalam tanaman dan N ditranslokasikan dari daun tua ke daun yang lebih muda, gejala
kekjurangan cenderung terjadi awalnya pada daun yang lebih tua.
perbandingan dengan varietas padi konvensional (inbred), padi hybrid memiliki karakteristik
khusus:
1. potensi yang lebih tinggi untuk menyerap dan menggunakan N dari tanah karena sistem akar lebih
kuat (banyak akar dibuat, lebih tinggi tenaga oksidasi akar).
2. Efisiensi lebih tinggi dari pemindahan N dari sumbernya (batang, daun) sampai ke penyimpanan
(b'ji).
Ke ku r angan Nitrogen (Ni troge n Def i ci ency ) 135
Kekurangan N sering terjadi pada stadium pertumbuhan kritis seperti pembentukan anakan dan
malai ketika pernintaan N tinggi. Kerusakan karena kekurangan N penting selama siklus pertumbuhan
tanaman padi. Kekurangan N kemungkinan masalah yang sangat umum pada padi dan cendrung
signifikansi secara ekonomi tinggi. Pemupukan seperti persen biaya per ha bervariasi, dari l0-20Yo pada
padi irigasi dalam beberapa negara.
a. Daun saling ternaungi yang disebabkan oleh pertumbuhan vegetatif yang berlebihan. Jumlah
meningkat anakan yang tidak produktif karena anakan produktif yang ternaungi dan menurunkan
produksi biji.
b. Lodging yang disebabkan oleh produksi yang lama, batang lemah.
c. Meningkat jumlah biji yang tidak terisi
d. Menurunkan kualitas giling bui dan kualitasnya buruk
e. Meningkatkan persentase penyakit seperti hawar daun bakteri (yang disebabkan oleh Xanthomonas
oryzae), hawar upih (yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani), busuk upih (disebabkan oleh
Sarocladium oryzae), busuk batang (yang disebabkan oleh Helminthosporium sigmoideum), dan blast
(yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae) karena perfumbuhan daun lebih dan kepadatan tanaman
tinggi.
f. Meningkat serangan serangga hama, khususnya leaffolder, Cnaphalocrocis medinalis.
Beberapa rekomendasi secara umum yang dapat dibuat untuk penggunaan pupuk N pada tanaman
padi :
l. Aplikasi kira-kira 15-20 kglton hasil gabah target. Kebutuhan pupuk N lebih kecil dapa tanaman
musim hujan (kurang matahari, potensi hasil lebih kecil) dan lebih tinggi pada musim panas (lebih
banyak sinar mataharti, lebih tinggi potensi hasil) di mana dosis palikasi N lebih tinggi menghasilkan
lebih banyak anakan dan luas daun, serta hasil gabah lebih banyak.
2. Pembagian pupuk N merekomendasikan lebih tinggi dari 60 kg/ha dalam 2-3 (tanaman musim hujan)
atau 3-4 (tanaman musim panas) aplikasi dipisahkan. Menggunakan lebih terpisah, khususnya
dengan varietas umur panjang dan dalam musim kemarau ketika potensi hasil tanaman lebih tinggi.
3. Mengidentifikasi kebutuhan untuk aplikasi N fundamental tergantung atas dinamika tanah melepas
N, varietas, dan metode keberadaan tanaman. Mengaplikasikan lebih banyak N mendasar dalam
situasi :
4. Memonitor status N tanaman untuk mengoptimasi waktu dan jumlah pemisahan aplikasi dalam
hubungan dengan kebuhrhan tanaman dan persediaan N tanah. Gunakan klorofil meter (SPAD) atau
bagan warna daun (leaf color chart/LCC) untuk memberi petunjuk manajemen N. Pupuk N
sebaiknya diaplikasikan ketika tanaman membutuhkan lebih tinggi N dan ketika dosis yang diambil
lebih tinggi. paling tinggi pemulihan efisiensi aplikasi N dicapai selama anakan sampai stadium
heading. Gunakan pupuk NHa sebagai sumber N untuk aplikasi N utama.
5. Aplikasi dosis N belakangan (pada pembungaan) sampai daun berguguran dan meningkatkan
pengisian bulir, tetapi hanya untuk tanaman sehat dengan potensi hasil yang baik. Sumber terbatas
dan varietas jenis malai yang bernas (contoh padi hybrid) biasanya membutuhkan aplikasi N
pada
jumlah N berlebihan
pembungaan. Untuk menurunkan resiko, lodging dan hama, jangan memberikan
antaraawal pembentukan malai dan pembungaan, khususnya dalam musim hujan'
6. Di tempat penanaman (sawah), genangan air lebih rendah atau dipindahkan sebelum pemberian N
dan kemudian diirigasi kembali untuk meningkatkan pergerakan N ke dalam tanah. Jangan
memberikan N ketika hujan berat menjadi perkecualian. Jangan memberikan urea dalam air
tergenang di bawah kondisi berangin sebelum kanopi meneutup dan pada tengah hari ketika suhu air
sangat tinggi.
7. Gunakan cara lain untuk meningkatkan eflsiensi penggunaan N kalau secara ekonomi
menguntungkan. Contoh termasuk :
o penempatan pupuk N dalam mereduksi lapisan tanah kira-kira 8-10 cm di bawah permukaan
tanah (pemberian dalam untuk urea supergranule, tablet, briguette, mudball) dan
o pupuk N lepas lambat (urea terbungkus S) atau polyolefin membungkus urea sebagai bahan
mendasar sebelum Penanaman.
Tabel 22.2 Sumber pupuk N untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Nama Formula Kandungan Keterangan
Pengelolaan N lokasi spesifik dalam irigasi padi: pupuk padat seperti urea ammonium nitrate
(UAN, 28% N) digunakan dalam beberapa area sawah mekanisasi. Rerata melalui seluruh periode
pefumbuhan, memulihkan efisiensi N dari UAN adalah lebih rendah (sampai 50%) daipada urea butiran
(rnencapai 70%), tetapi padi dapat secara efisien menggunakan NO3-N dari aplikasi pada
stadium inisiasi
malai atau sebelumnya, ketika kepadatan sistem akar terbentuk. Volatilisasi ammonium dari sumber
pupuk N yang berbeda-beda meningkat dalam permintaan ammonium sulfat <urea<aminium bikarbonat.
Berbagai produk pupuk spesial telah menjadi bagian penting dari strategi manajemen N pada padi,
khususnya dalam sawah tadah hujan dan sistem irigasi dataran rendah. Tetapi sekarang penggunaannya
dibatasi oleh biaya tinggi atau tambahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk penempatkan bahan ini
dalam mereduksi lapisan tanah. Sehingga penggunaan pupuk lepas kendali meningkat hanya di Jepang.
Contoh termasuk :
Biaya SCU sebanyak dua kali urea konvensional, sedangkan UF atau bahan yang diselimuti
polymer dapat menghasilkan reduksi kebutuhan N dan meningkatkan hasil kira-kira l0%o, pada harga
sekarang penggunaannya tidak ekonomis untuk petani di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Hal ini
dapat
berubah, tetapi ketika teknologi baru memungkinkan menurunkan biaya produksi bahan yang
menyelimuti. Penghambat nitrifikasi dan urease telah diselidiki terus, tetapi meningkatkan efisiensi N
dicapai biasanya sangat kecil untuk kebenaran penggunaannya di sawah.
-oo0oo-
BAB XXIII
KELEBIHAN NITROGEN
(IYTTROGE|Y EXCESS)
Tanaman padi yang N kelebihan menyebabkan peftumbuhan berlebihan, tanaman menjadi lebih
disukai
oleh serangga dan penyakit, dapat menurunkan panjang batang, dan tanaman terlihat terlalu hijau
(Gambar 23.1). Tanaman mungkin sehat, tetapi juga mungkin terganggu, tanaman dapat
memiliki batang
yang tipis, dapat meningkatkan kerusakan akibat penyakit atau serangga, dan tanaman dalam pola
berkelompok dilihat di sawah, berimplikasi negatif terhadap lingkungan, menurunkan keuntungan usaha,
dan penggunaannya di mana pupuk relatif murah dan petani tidak mengerti jumlah kebutuhan relatif
N
untuk tujuan hasilnya.
Gambar 23.1 ranaman padi terlampau hijau akibat kelebihan N (IRRI, 19g3)
142 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sotiva L.)
Periksa lahan atau tanya petani tentang dosis N yang diaplikasi. Kekurangan P akan menghasilkan
daun hijau gelap yang mungkin membingungkan dengan aplikasi kelebihan N, tetapi tanaman yang
kekurangan P menghasilkan sedikit anakan dan memiliki pertumbuhan yang pendek (kerdil). Kelebihan
nitrogen digunakan disebabkan pupuk relatif murah dan petani tidak mengerti jumlah kebutuhan relatif
nitrogen untuk sasaran hasil dan ketepatan waktu aplikasi N. Kelebihan nitrogen menyebabkan
perlumbuhan berlebihan, akibatnya tanaman disukai serangga atau patogen. Pertumbuhan berlebihan
dapat juga menurunkan kekuatan batang mengakibatkan terkulai selama pembungaan dan pengisian biji.
Kerusakan dapat penting kalau hal ini menghasilkan kelemahan tanaman selama tanaman bunting atau
pengisian biji atau gangguan dari penyakit atau serangga adalah meningkat pada fase vegetatif. Kelebihan
penggunaan N juga berimplikasi negatif untuk lingkungan dan keuntungan usaha tani. Kelebihan N tidak
cenderung menjadi masalah yang meluas. Hal ini terjadi dapat meningkatkan masalah hama dan penyakit,
membutuhkan pestisida lebih tinggi yang digunakan untuk pengendaliannya. Pestisida berhubungan
dengan resiko kesehatan juga menjadi tinggi. Kalau tanaman terkulai, biaya panen meningkat dan kualitas
biji menjadi buruk. Kelebihan N apabila mempengaruhi lingkungan kemudian biaya secara tidak
langsung dapat sangat tinggi.
-oo0oo-
t_
BAB XXIV
KEKI]RANGAN FOSFOR
(P H O S PH O R D E Fr CrE tY c Y)
Gambar 24'l Gejala tanaman padi kahat P, (A) tampak kerdil dan anakan
menurun, (B) batang tipis dan
kurus, dan (C) daun berubah wama (IRRI, l9g3)
Kahat P dapat memengaruhi terjadi sepanjang siklus pertumbuhan tanaman, terjadi dalam tanah
berstekstur coarsa, pelapukan yang tinggi, tanah liat, tanah asam dataran tinggi dengan kapasitas fiksasi P
tinggi, tanah terdegradasi dataran rendah, tanah berkapur, kadar garam tinggi dan asam sodat (sodic acid),
tanah volkanik dengan kapasitas serapan P tinggi, tanah gemuk dan tanah asam sulfat. Hubungan dengan
keracunan Fe pada pH rendah, kahatZn, kahat Fe dan kadar garam tinggi dalam tanah alkalin.
1. Pemasakan tertunda (sering dengan satu minggu atau lebih). Kekurangan P ketika parah, tanaman
tidak dapat berbunga
2. Proporsi tinggi biji kosong. Kekurangan P saat parah, pembentukan biji tidak terjadi.
3. Berat 1.000 biji rendah dan kualitas biji jelek
4. Tanpa respon untuk aplikasi pupuk unsur N
5. Toleransi rendah untuk air dingin
6. Tidak ada alga dalam air lumpur
7. Pertumbuhan buruk (daun kucil, pertumbuhannya lambat) dari tanaman diberikan pupuk hijau
Dalam tanaman, selama pertumbuhan vegetatif (sebelum pembungaan), persediaan P cukup dan
selanjutnya respon terhadap P adalah tidak seperti ketika konsentrasi P daun 0,2-0,4yo. Hasilnya lebih
tinggi dari 7 ton/ha, membutuhkan>0,06Yo P dalam jerami pada panen dan >0,180/o dalam daun bendera
pada pembungaan.
Kekurangan Fosfor (phosphor Deficiency)
145
Tabel 24'1 Kisaran optimal dan level kritis unsur P pada jaringan tanaman (Dobennann dan Fairhurst,
2000)
Tanah sawah dataran rendah dengan sedikit atal tanpa CaCO3 bebas, uji Bray-p hasilnya dapat
diklasi fi kasikan sebagai berikut :
Cara mengukur olsen-P pada sampel tanah kering adalah uji tanah lebih
serba guna untuk saq,ah
irigasi dataran rendah karena hal ini dapat digunakan untuk kisaran pH
lebih luas dan cara ini mengukur
jumlah P tersedia melalui tanaman menginduksi P terlarut
di rizosfer di bawah kondisi anaerobik.
Ekstraksi asam (contoh Bray-1, Bray-2,Mehlich-1) adalah lebih cocok
untuk mengukur jumlah p tersedia
dalam sawah asam tadah hujan dan tanah dataran tinggi. Teknik pengukuran
resin-p bervariasi, umurnn\ 3
meramal P diambil oleh tanaman padi lebih baik dari uji tanah statis. Hal ini belum secara rL:::
digunakan, kecuali di Brazil.
146 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
pada tanah sawah dataran tinggi, immobilisasi P terjadi melalui difusi untuk lokasi penyerapan
dalam agregat tanah kemudian uji tanah konvensional menggunakan sampel tanah kering, tanah
sampel
dihancurkan dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Prosedur Hedly dapat digunakan contoh
dimobilisasi kembali dalam tanaman selama stadium perlumbuhan selanjutnya kalau P cukup
telah
pertumbuhan
diserap selama awal pertumbuhan. Perusakan akibat kekurangan P terjadi sepanjang siklus
tanaman. Kekurangan P umumnya terjadi dalam irigasi padi'
Kekurangan Fosfor (Phosphor Deficiency) 147
Cara umum untuk mencegah kekurangan P dan memperbaiki efisiensi penggunaan P, adalah
sebagai berikut :
a. Varietas: menggunakan kultivar pisang yang menggunakan efisiensi P, khususnyapada tanah asam
dataran tinggi. Kultivar padi yang efisien P memiliki penerimaan P lebih tinggi (meningkatkan
eksternal efisiensi karena lebih baik morfologi akar atau meningkat ekskresi asam organik asam
organik atau O2). Efisiensi internal lebih tinggi penggunaan P (hasil lebih tinggi ketika P diambil
kecil). Contoh IR20, IR26, IR64 dan IR74.
b. Pengelolaan tanah: dalam sistem padi-padi, mengeringkan tanah, pengolahan tanah dangkal (10 cm)
dalam 2 minggu setelah panen. Awal anakan meningkatkan oksidasi tanah dan dekomposisi residu
tanaman selama periode kering dan meningkat ketersediaan P selama pertumbuhan vegetatif dari
keberhasilan tanaman padi. Praktik ini tidak direkomendasikan untuk sistem sawah dataran tinggi
karena awal pengolahan tanah setelah panen tanaman padi dapat menurun ketersediaan P dalam
suksesi tanaman di dataran tinggi (contoh gandum). Pada tanah asam, tanah dataran tinggi dan
dataran rendah tadah hujan, semua menemukan masalah kesuburan tanah (keasaman, keracunan Al,
kekurangan Mg, K dan hara lainnya) harus dibenahi sebelum respon P diambil.
c. Aplikasi fosfobacteri: Dalam percobaan lapangan dengan padi irigasi di India, meningkat
ketersediaan P ditemukan setelah aplikasi fosfobakteri ke tanah, seperti penyelimutan biji, atau
seperti pencelupan biji.
d. Pengelolaan tanaman: Keberadaan populasi tanaman sehat dengan menggunakan biji kualitas tinggi
dari varietas dengan hasil tinggi yang tahan terhadap organisme pengganggu, pada kepadatan yang
benar dengan pengelolaan air dan hama yang baik.
e. Pengelolaan jerami: menyertakan jerami padi. Walaupun jumlah total P didaur ulang kembali
dengan jerami sedikit (l kg/ton P jerami), akan berkontribusi untuk memelihara positif keseimbangan
P dalam jangka panjang.
f. Pengelolaan pemupukan: aplikasi optimum dosis N dan K serta membenahi kekurangan unsur
mikro. Mengisi pemindahan P dalam produk tanaman melalui aplikasi pupuk P, pupuk kandang, atau
bahan lain (tinja, kompos). Gejala kekurangan P apabila sudah kelihatan, mungkin tidak ada respon
bagi aplikasi P untuk tanaman sekarang. Faktor yang memengaruhi jumlah aplikasi P dan respon
terhadap pupuk P, termasuk :
l) Jenis pupuk Pyang digunakan
2) Waktu dan metode aplikasi
148 Penyakit Tanaman Padi (Oryzo sativa L.)
Aplikasi pupuk P adalah standar praktik pada sistem padi irigasi. Untuk memelihara hasil 5-7
ton/ha dan mengisi pemindahan ke biji dan jerami, dosis pupuk P sebaiknya dalam kisaran l5 - 30 kg/tra.
Hal ini dibutuhkan untuk menanggulangi kekurangan hara lain (N, K, danZn), menggabungkan masalah
tanah lainnya (dangkal kedalaman tanah, keracunan), dan kepastian seluruh pengelolaan tanaman yang
baik sebelum respon pupuk P dapat diharapkan.
Beberapa rekomendasi umum dapat dibuat untuk pupuk P yang digunakan pada tanaman padi :
a. Apabila sangat banyak jerami tersisa di lapang (contoh setelah panen keseluruhan atau panen hanya
malai) dan input P dari pupuk kandang adalah kecil, aplikasikan P sedikitnya 2kgtha per ton gabah
panen (P l0 kg untuk hasil 5 tonAa) untuk mengisi P yang diganti dengan gabah.
b. Apabila jerami dipindahkan dari lapangan dan input P dari sumber lain (pupuk kandang, air,
sedimen) adalah kecil, aplikasi P sedikitnya3 kglha per gabah panen (P 15 kg untuk hasil 5 ton/ha)
untuk mengisi P yang pindah ke gabah.
c. Jumlah besar pupuk P dibutuhkan untuk memulihkan stok tanah di mana P tanah telah banyak habis
karena P pindah dalam jangka waktu lama (degradasi tanah padi). Aplikasi dalam jumlah besar P:
200-500 kg/ha dibutuhkan di mana tanah asam dibawa dalam berproduksi di sawah irigasi yang
dikembangkan.
d. Dalam sistem padi dataran tinggi terhadap tanah yang menyerap P kuat, sejumlah besar aplikasi awal
atau pengulangan aplikasi P jumlah lebih kecil mungkin dibutuhkan. Penyerapan penambahan P
menurun seperti jumlah P telah diserap meningkat. Oleh karena itu respon tanaman terhadap P
meningkat dengan penambahan P lebih sedikit. Pada tanah asam dataran tinggi di daerah tropis
humid (Ultisol, Oxisol), ketika Mehlich-1 P adalah <10 mg&g, kira-kira P 20kglha dibutuhkan untuk
meningkatkan jumlah tanah Mehlich-1 P dengan P I mg/kg. Ketika Mehlich-l P > l0mg/kg, hanya P
10-15 kg/ha dibutuhkan untuk meningkatkan tanah Mehlich-l P dengan P I mg/kg. Pada sistem padi
tanah dataran tinggi, piksasi P dapat menurun dengan aplikasi pupuk P dalam di bedengan di bawah
benih. Proliferasi akar berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi P-terlarut dekat permukaan
akar.
a) Aplikasi P yang memiliki efek samping terhadap keberhasilan tanaman, tetapi aplikasi langsung
untuk setiap tanaman adalah lebih efisien.
b) Batuan fosfat sebaiknya disebarkan dan dicampur sebelum penggenangan ketika pH tanah
rendah sampai terjadi reaksi antara tanah dan pupuk yang melepas P untuk diambil oleh
tanaman.
Dalam beberapa tanah, aplikasi yang berlebihan dapat dari sumber P-terlarut, di bawah kondisi
aerasi buruk, menginduksi kekurangan Zn. Sumber pupuk P untuk tanaman padi seperti Tabel24.2.
Kekurangan Fosfor (Phosphor Deficiency)
149
Semua secara komersial sumber P tersedia cocok untuk padi irigasi (seperti tersebut di atas),
kemudian pilih bahan pupuk sebaiknya didasarkan atas:
Tabel 24.2 Sumber pupuk P untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Pupuk P dapat juga menyediakan S. Perawatan sebaiknya diambil untuk memastikan persediaan
cukup S dari sumber lain ketika berubah dari pupuk yang mengandung S (single superphosphat) ke pupuk
P bebas S (triple superphosphate),
Catatan bahwa solusi dihasilkan dari pemutusan superfosfat dalam tanah memiliki pH mendekati I :
Terakhir batuan fosfat tanah adalah efektif (sering biayanya kecil) sumber pupuk P untuk sa,;
tadah hujan yang asam dan tanah dataran tinggi (pH<4,5). Keberhasilan batuan fosfat dalam lingkung:;
"i
tropis, tergantung atas besarnyayarrg dibutuhkan laju pengambilan P dari tanaman dapat dipelihara .-,.e:
pemutusan batuan fosfat P dalam tanah. Batuan fosfat juga mengandung Ca, yang dapat memba:rru
mengurangi keasaman subsoil dan kekurangan Ca dalam tanah tropis yang pelapukannya tinggi.
-oo0oo-
BAB XXV
KE,KURANGAN POTASIUM
e o rAS s ruM D E F r c rE lYC Y)
Kekurangan potasium (K) bagi tanaman padi dapat memengaruhi fotosintesis kanopi, memengaruhi
peftumbuhan tanaman, tanaman hijau gelap atau bercak nekrotik cokelat gelap tampak pertama pada
ujung daun yang lebih tua, kemudian membingkai sepanjang daun, dan akhirnya pada dasar daun. Daun
sebelah atas pendek, terkulai dan berwarna hijau gelap, ujung daun dan lembaran kering, strip kuning
selanjang interuein daun, daun bagian bawah dapat terjadi tekukan mengarah ke bawah (Gambar 25.1),
pola kerusakan melintas Qtatchy), bercak nekrotik tidak beraturan dapatjuga terjadi pada malai. Tanaman
kerdil dengan daun lebih kecil, pendek dan batang tipis. Anakan menurun di bawah kekurangan K yang
sangat parah, mengendap, diawali gugur daun, daun la1.u, dan daun menggulung ketika suhu tinggi dan
kelembaban rendah. Sistem akar tidak sehat, persentase penyakit meningkat, kekurangan K penting
sepanjang siklus pertumbuhan tanaman, terjadi pada tanah berstekfur coarsa, tanah asam pelapukan
tinggi, tanah dataran tinggi yang asam, tanah liat dataran rendah, tanah dengan kandungan K tinggi sangat
luas, tercuci, tanah asam sulfat kuat, drainase buruk, dan reduksi tanah kuat, dan tanah organik.
ili:
,r I
1**'#
Gambar 25.1 Gejala tanaman padi akibat kekurangan K, (A) pengaruh kekurlangan K terhadap hasil, dan
(B) bercak cokelat gelap pada daun (IRRI, 1983)
152 Penyokit Tanaman padi (Oryza sotivo L.)
a' Tanaman hijau gelap dengan lembaran daun cokelat kekuningan atau bercak nekrotik cokelat gelap
tampak pertama pada ujung daun yang lebih tua.
b. ujung daun cokelat kekuningan di bawah kondisi kekurangan K yang parah
c. Gejala tampak pertama pada daun yang lebih tua, kemudian sepanjang tepi daun, dan berakhir pada
pangkal daun.
d. Tanaman yang dipengaruhi tampak daun bagian atas pendek, terkulai dan hijau gelap kotor.
e. Daun yang lebih tua berubah dari kuning menjadi cokelat.
f. Tampak secara beraturan perubahan wama pada daun yang lebih muda kalau kekurangan K tidak
ditangani.
g. Ujung daun dan helaian dapat menjadi kering.
h. Strip kuning tampak sepanjang intervein daun dan daun sebelah bawah dapat rnelengkung ke bawah.
i. Pola umum kerusakan adalah patchy di dalam lapangan, memengaruhi satu bukit hamparan
kemudian seluruh lahan.
j. Bercak cokelat mengkarat pada ujung daun yang lebih tua dan kemudian menyebar lewat seluruh
daun menyebabkan daun menjadi cokelat dan kering kalau kekurangan K parah.
k. Bercak nekrotik tidak beraturan dapat juga terjadi pada malai.
l. Tanaman kerdil dengan daun lebih kecil, pendek dan batang tipis.
m. Anakan hanya menurun di bawah kekurangan K yang sangat parah.
n. Bencana lebih besar terjadi.
o. Awalnya daun gugur, daun layu, dan daun menggulung ketika suhu tinggi dan kelembaban rendah.
p. Persentase gabah kosong dan tidak berisi tinggi, disebabkan oleh kemampuan serbuk sari buruk dan
memperlambat translokasi karbohidrat. Menurun berat 1000 bUi.
q. Sistem akar tidak sehat (banyak akar hitam, panjang dan kepadatan akar menurun), menyebabkan
penurunan dalam pengambilan hara lainnya. Produksi sitokinin menurun dalam akar.
r. Kekuatan oksidasi akar buruk, menyebabkan penurunan ketahanan terhadap bahan racun yang
dihasilkan di bawah kondisi tanah anaerobik, contoh keracunan Fe disebabkan oleh kekurangan K.
s. Kejadian penyakit meningkat, khususnya bercak daun cokelat (disebabkan oleh Helminthosporium
oryzae), bercak daun Cercospora (disebabkan oleh Cercospora spp.), hawar daun bakteri
(disebabkan oleh Xanthomonas oryzae), hawar upih (disebabkan oleh Rhizoctonia solani), busuk
upih (disebabkan oleh Sarocladium oryzae), busuk batang (disebabkan oleh Helminthosporium
sigmoideum), dan b/asl (disebabkan oleh Pyricularia oryzae) dimana telah digunakan kelebihan
pupuk N dan pupuk K tidak cukup.
Tabel 25.1 Kisaran optimal dan level kritis kekurangan K pada jaringan tanaman (Dobermann dan
Fairhurst, 2000)
Selama pertumbuhan vegetatif sampai stadium pembungaan tanaman padi, persediaan K biasanya
cukup dan respon untuk penambahan K adalah tidak seperti ketika konsentrasi di daun antara 1,8'/o dan
2,6Yo. Untuk menghasilkan jumlah maksimum jumlah bulir per malai, kandungan K dari daun dewasa
sebaiknya >2o/o pada stadium bunting.
Level kritis K dalarn jerami saat panen di antara l,0o/o dan 1,5%o, tetapi hasil lebih tinggi dari 7
ton/ha dibutuhkan >1,2o K dalam jerami saat panen dan>\,2%o K dalam daun bendera pada pembungaair
untuk pertumbuhan optimum, ratio N:K dalam jerami sebaiknya 1:l sampai l:1,4.
Pada sawah dataran rendah, I N NH4Ac-mampu diekstrak K berkisar dari 0,05-2 cmol/kg (x 391 :
mk/kg). Konsentrasi kritis K 0,2 cmol&g sering digunakan, tergantung atas tekstur tanah, mineral liat dan
K bervariasi dari 0,1 sampai 0,4 cmol/kg. Jumlah yang dengan ketat terikat atau "terikat" K meningkat
dengan kandungan liat sehingga level kritis lebih tinggi dalam tanah yang mengandung sejumlah besar
mineral liat2:1. Kisaran kritis dengan yang mampu diaplikasikan sebagai berikut :
K yang mampu dipertukarkan <0,15 cmol/kg Status K rendah > ada respon terhadap pupuk K
K yang mampu dipertukarkan 0,15 - 0,45 Status K sedang > mungkin ada respon terhadap
cmol/kg pupuk K
K yang mampu dipertukarkan >0,45 cmol/kg Status K tinggi > respon terhadap pupuk K hanya
pada level hasil tinggi (>8 tor/ha)
Pada tanah sawah dataran rendah dengan fiksasi K tinggi dan melepas K yang tidak mampu
dipertukarkan (contoh tanah vermiculitik), 1 N NH4OAc mampu mengekstrak K sering kecil (<0,2
cmol/kg) dan tidak pantas untuk uji tanah untuk menguji ketersediaan K. K jenuh (oh dari total kapasitas
tukar kation) adalah sering indikator lebih baik dari persediaan K tanah dari pada jumlah absolut K yang
diekstraksi dengan I N NH4OAc karena hal ini mengambil perhitungan hubungan antara K dengan kation
lain yang mampu diekstrak (Ca, Mg, Fe). Kisaran yang dimaksud sebagai berikut :
K jenuh < l,5o Status K rendah > ada respon terhadap pupuk K
Kjenuh 1,5-2,5o/o Status K sedang > mungkin ada respon terhadap
pupuk K
K jenuh >2,5o/o Status K tinggi > respon terhadap pupuk K tidak
ada
154 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.l
Level kritis tanah yang lain di mana kekurangan K mungkin terjadi sebagai berikut :
Ratio (Ca + Mg) ' K > 100 (semua diukur sebagai tukar kation) dapat mengindikasikan K tersedia
rendah untuk padi. Gejala daun kekurangan K, khususnya lembaran daun berwarna cokelat kuning
mirip
dengan penyakit virus tungro. Tidak seperti kekurangan K, tungro terjadi seperti mengelompok di
lapangan, memengaruhi hamparan bukit persawahan, selanjutnya seluruh lahan.
Kekurangan K pada tanaman padi lebih umum terjadi di bawah parktek pengelolaan sebagai
berikut :
o penggunaan N berlebihan atau pupuk N dan P dengan aplikasi K yang tidak cukup.
o Dalam sistem padi tabor langsung selama awal stadium perturnbuhan, ketika populasi tanaman tinggi
dan sistem akar dangkal.
o Kultivar berbeda dalam kerentanannya terhadap kekurangan K dan respon terhadap pupuk K.
Kebutuhan K padi hybrid lebih tinggi dari pada varietas padi persilangan modern; padi hybrid
membutuhkan ratio sempit N:K dalam tanaman. Juga K dibutuhkan untuk keberlangsungan kekuatan
sistem akar, meningkat pembentukan akar dan memperbaiki pengisian biji dalam padi hybrid.
Tanah berstekstur coarsa dengan kapasitas tukar kation rendah dan persediaan K rendah
(tanah
o
berpasir di Timur Laut Thaliland, Kamboja).
o Tanah asam pelapukan tinggi dengan kapasitas tukar kation rendah dan persediaan K rendah,
contoh tanah asam dataran tinggi (Ultisol atau Oxisol) dan tanah dataran terdegradasi (contoh
Vietnam Utara, Timur Laut Thailand, Kamboja, Laos)'
Kekurangon Potoslum (Potossi um Deficiency) 155
o Tanah liat dataran rendah dengan fiksasi K tinggi karena keberadaan jumlah besar 2:1 lapisan
mineral liat (contoh tanah liat illitic di india, tanah liat vermiculitic di Filipina).
o Tanah dengan kandungan K tinggi tetapri ratio sangat tinggi (Ca+Mg):K (contoh beberapa tanah
berkapur atau tanah berasal dari batuan ultrabasic). R.atio tinggi (Cai-Mg):K mengakibatkan
penyerapan K lebih kuat untuk sisi tukar krrtion dan menurun konsentrasi K dalam larutan tanah.
o Pencucian, tanah asam sulfat kuat dengan kandungan basa katron kecil. Kekurangan K dapat
terjadi besar (Thailand, Vietnarn Selatan)"
o Drainase buruk dan tanah tereduksi kuat di mana pengambilan K dihambat oleh keberadaan H2S,
asam organik, dan konsentrasi berlebihan Fe2'',
o Tanah organik (Histosoi) dengan cadangan K kecil (contoh Kalimantan, Indonesia).
Kekurangan K akibat dari akumulasi senyawa dengan berat molecular-rendah yang labil seperti
gula, asam amino, dan amine yang merupakan sumber makanan cocok untuk patogen penyebab penyakit
pada daun. K memperbaiki tanaman padi yang toleran terhadap kondisi iklim, tempat tanam, serangga
hama, dan penyakit. Gejala kekurangan cenderung terjadi pada daun pertama yang lebih tua, karena K
sering mobil dalam tanaman dan K ditranslokasikan ke daun muda dari daun tua yang akan gugur. Sering
hasil respon terhadap pupuk K adalah hanya dian-rati ketika persediaan hara lainnya, khususnya N dan P
cukup.
Kerusakan pada tanaman penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman. Kekurangan K menjadi
meningkat penting di Asia.
a. Input alami : estimasi input K dari sumber lokal ke pengujian kebutuhan K lokasi terlentu. Di dalarn
kebanyakan areal irigasi padi, input K dari air irigasi berkisar 10 dan 50 kgAa per tanaman, yang
tidak cukup untuk keseimbangan akibat berpindah ke tanaman dan kehilangan karena pencucian,
156 Penyakit Tanamon Padi (Oryza sotiva L.)
yang sekarang rerata level hasil 5-6 tonliia. Konsentrasi K dalam air irigasi cenderung untuk
mengikuti penggenangan yang dangkal (K 5-20 mgll, dekat aktivitas manusia)> kedalaman air tanah
(3-10 mg/I, di atas 20 mgll dalam lapisan vulkanik) > air permukaan digunakan per musim, contoh
kalau rerata konsentrasi K dalam air irigasi 3 mgA,30 kglha ditambah dalam 1.000 mm air irigasi.
Kandungan K air irigasi dapat bervariasi dari tempat ke tempat dan dari tahun ke tahun. Air irigasi
dengan kandungan K rendah akan menambah kehabisan K tanah dan menginduksi kekurangan I(
yangparuh, sedangkan air yarrg kaya K sering cukup untuk melengkapi kebutuhan K tanaman hasil
tinggi. (catatan: kalau per,dekatan pengelolaan K lokasi spesifik digunakan seperti dijelaskan di
bawah ini, input K dari irigasi dan sumber alami lainnya sudah termasuk dalam estimasi dasar
tanaman dari persediaan K lokal.
b. pengelolaan tanah : rneningkatkan pengambilan K dengan memperbaiki praktik pengelolaan tanah
untuk kesehatan akar (contoh kedalaman pengolahan tanah untuk memperbaiki perkolasi sedikitnya
305 mm/hari dan menghindari kondisi reduksi berlebihan dalam tanah).
pengelolaan tanaman : keberadaan populasi cukup tanaman padi yang sehat dengan menggunakan
benih berkualitas varietas modern dengan sifat ketahanan terhadap berbagai organisme pengganggu,
dan optimum pemeliharaan tanaman (pengeloaan air dan hama).
d. pengelolaan jerami: mengumpulkan jerami padi. Kalau jerami dibakar adalah hanya opsi untuk
pengelolaan residu tanaman, penyebaran jerami secara merata pada lahan (contoh sebagai bagian
yang tertinggal setelah panen) sebelum pembakaran. Abu dari pembakaran jerami menumpuk juga
sebaiknya disebar merata pada lahan.
Pengelolaan keseimbangan pemupukan: aplikasi dosis optimum pupuk N dan P dan memperbaiki
kekurangan hara mikro. Aplikasi pupuk K, pupuk kandang, atau bahan lainnya (dedak, abu, tinja,
kompos) untuk mengganti kepindahan K setelah menjadi produk yang dipanen.
Beberapa rekomendasi umum untuk pupuk K yang digunakan pada padi, sebagai berikut :
Perbaiki kekurangan hara lainnya (N, R Zn), betulkan masalah tanah yang lainnya (keterbatsan
kedalaman akar, keracunan unsur), dan memastikan seluruh pengelolaan tanaman baik bagi
memaksimalkan respon puPuk K'
Untuk memelihara hasil 5-7 ton/ha dan K digantikan dengan biji dan jerami, dosis pupuk K dapat
berkisar dari 20-100 kglha. Jumlah aplikasi tergantung atas banyak faktor: kapasitas buffer tanah
untuk K (tinggi di tanah vertisol dan tanah lainnya mengandung liat), tekstur tanah, ketersediaan hara
lain, varietas, target hasil, pengelolaan jerami, intensitas penanaman, dan jumlah K dalam air irigasi.
Dalam banyak kasus, hal ini dibutuhkan untuk memperbiki kekurangan hara lainnya (N, P, Zn),
penggabungan masalah tanah lainnya (terbatas kedalaman akar), keracunan hara), dan kepastian
manajemen suluruh tanaman dengan baik untuk memaksimalkan respon pupuk K. Pada pada tanah
dataran rendah di Asia, respon signifikan untuk pupuk K adalah hanya dicapai di mana semua faktor
lainnya dikelola dengan baik dan hasil lebih tinggi dari 6 ton/ha.
Apabila sangat banyak tersisa jerami di lahan (contoh setelah panen atau hanya panen malai) dan
input K dari pupuk kandang adalah kecil, aplikasikan 3 kg/ha K per ton gabah yang dipanen (contoh,
l5 kg K untuk 5 ton/ha hasil) untuk mengganti kehilangan K.
L
E
Kekurangan Potasi um (Potassi um Deficiency) 157
o Di mana jerami dipindahkan dari sawah dan input K dari sumber lainnya (pupuk kandang, air,
sedimen) adalah kecil, aplikasikan sedikitnya l0 kg K/ha per ton gabah yang dipanen (contoh 50 kg
K untuk 5 ton/ha hasil) untuk mengganti sangat banyak perpindahan K. Untuk menghindari
kehilangan K jangka panjang, dan kalau keuangan memungkinkan, usahakan mengganti secara
lengkap perpindahan K dengan mengaplikasikan l5 kg K per ha per ton gabah yang dipanen.
Padi hybrid selalu membutuhkan aplikasi lebih tinggi K (50-100 kg K per ha pada kebanyakan
tanah) dari pada varietas silangan modern. Adapun sumber pupuk K adalah sebagai berikut (Tabel25.2).
Tabel25.2 Sumber pupuk K untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Sodium dapat mengganti untuk beberapa fungsi yang tidak spesifik dari K dalam tanaman (contoh
kontrol turgor), tetapi fungsi tidak spesifik seperti aktivasi enzim. NaCl (biasa disebut garam) dapat
digunakan sebagai pengganti pupuk K di mana:
-oo0oo-
BAB XXVI
KADARGARAM
Kadar garam memengaruhi proses respirasi dan fotosintesis, menurunkan fiksasi N2 secara biologi dan
mineralisasi N tanah, memengaruhi daun dengan ujung berwarna putih, beberapa daun klorotik, tanaman
kerdil, menurunkan anakan, perlumbuhan tanaman setengah-setengah, kadar garam tinggi penting
sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi, kadar garam berhubungan dengan praktik irigasi yang buruk
atau air irigasi tidak cukup tanah alkalin bawah tanah dan instrusi air laut yang bergaram pada area
coastal, kadar garam ditemani dengan kekurangan P, kekurangan Zn, kekurangan Fe, atau keracunan
Boron (B) (Gambar 26.1).
Gambar 26.1 Gejala tanaman padi dengan kadar garam tinggi, (A) daun putih dan cokelat, (B) lahan
patchy, dan (C) ujung daun putih (IRRI, 1983)
ru
Kasar Goram 161
Ratio penyerapan sodium (sodiurn adsorption ratiolSAR): SAR >15 tanah sodic (diukur sebagai
kation dalam ekstrak jenuh).
Air irigasi memiliki :
a. Pengukuran sebagai indikator kadar garam dengan cepat dan sederhana. Ec sendiri adalah tidak
cukup untuk menguji pengaruh kadar garam terhadap pertumbuhan tanaman karena konsentrasi
garam pada permukaan akar dapat lebih tinggi dari pada dalam pangkalan tanah. Juga EC hanya
mengukur kandungan garam total, bukan komposisinya. Na dan B harus dipertimbangan dengan
baik. Kadar garam merupakan variabel tinggi di sawah, baik antara musim maupun dalam lahan
individu. Nilai EC individu harus diuji dengan tidak kurang perhatian didasarkan atas gambaran
tanah sampel.
b. Berdasarkan EC, potensi osmotik dari ekstrak jenuh dapat diestimasi sebagai:
o Osmotic potensial (MPa): EC x 0,036
c. Kalau sampel tidak mengandung banyak gypsum, pengukuran EC dapat dapat dikonversi sebagai
berikut :
o ECe :2,2 x EC 1:l EC 1:l diukur dalam 1:1 tanah: suspensi air.
o ECe : 6,4 x EC 1 :5 EC l;5 diukur dalam 1:5 tanah: suspensi air.
Tidak ada gejala seperti ini selain dengan kadar garam tinggi.
Pengelolaan pemupukan
Aplikasikan (5-10 kg Znha-l) untuk mengurangi ltekurangan Zn. Aplikasikan secukupnya N, P, dan
K. Aplikasi K adalah kritis karena K memperbaiki ratio K:Na, K:Mg, dan K:Ca dalam tanaman.
Gunakan ammonium sulfat sebagai sumber N dan aplikasikan N sebagai pengisian utama pada
stadium pertumbuhan yang kritis (N dasar digunakan kurang efisien pada tanah bergaram dan sodic).
Dalam tanah sodic, mengganti Na dengan Ca (melalui aplikasi gypsum) dapat menurunkan
ketersediaan P dan mengakibatkan meningkat kebutuhan untuk pupuk P.
Tanah bergaram: kadar garam hanya dapat diturunkan dengan pencucian dengan air irigasi bebas
garam, karena padi memiliki sistem perakaran yang dangkal, hanya di topsoil (tanah bagian atas) (0-
20 cm) menghendaki pencucian. Biaya yang tersedia dari air yang sesuai, dan fisik tanah serta
karakteristik hidraulik menentukan kelayakan pencucian. Untuk menurunkan level kadar garam
dalam memengaruhi tanah, electrical conductivity (EC) dalam air irigasi sebaiknya (<0,5 dSm-l). Air
permukaan kualitas tinggi digunakan (EC-O), jumlah air yang dibutuhkan utrtuk menurunkan ECe
sampai ECc level kritis dapat dihitung sebagai berikut :
Ai*:A,u1[(ECe /ECc)+ I ]
Di mana Airy menggambarkan jumlah air irigasi (dalam cm) ditambah selama irigasi dan A.u, adalah
jumlah air (cm) dalam tanah di bawah kondisi jenuh. Contoh, untuk lebih rendah awal ECe l6 dS m-'
sampai 4 dS m-r di atas 20 cm dari tanah lempung berliat (Asat: 8-9 cm), kira-kira 40 cm air segar
yang dibutuhkan. Di bawah permukaan tanah kering dibutuhkan untuk pencucian garam dari tanah
tekstur liat.
Tanah sodic: aplikasikan gypsum (CaSOq) untuk menurunkan Na jenuh dari tanah (ESP, ratio Na:K).
karena interaksi kimia dan fisik komplek, hal ini sukar untuk menghitung secara pasti jumlah
kebutuhan gypsum. Jumlah kandungan Ca2* dalam gypsum dibutuhkan untuk menurunkan ESP
sampai level target dapat diestimasi sebagai berikut :
l) Ca(kglha):ESPo-ESPd) x CEC x B x D x20,04
2) Di mana ESP0 adalah asli dan ESPd adalah nilai ESP target (% dari CEC), CEC adalah dalam
cmolc kg-', B adalah bulk density (g/rrl'), dan D adalah ke dalam tanah (m) untuk diperoleh
kembali.
Aplikasi K di daun, khususnya kalau varietas toleransi rendah yang ditumbuhkan pada tanah
bergaram. Menyemprot anakan dan stadium awal malai.
-oo0oo-
BAB XXVII
KEKURANGAN SILIKON
(SruICOIY DEFICIETVCY)
Aplikasi Si rendah karena tanah adalah terjadi pelapukan kuat dan tua.
Bahan induk mengandung sejumlah kecil Sr
Akibat Si berpindah ke jerarni padi dalam periode panjang dari penanaman intensif mengakibatkan
pengurangan Si tanah tersedia.
Gambar 27.1 Gejala tanaman padi kekurangan silicon, (A) daun terkulai, dan (B) bercak cokelat pada
daun (IRRI, 1983)
Kandungan Si rendah pada tanaman padi mengindikasikan kesuburan tanah buruk (Si adalah sangat
rentan terhadap pencucian). Tanah mengandung sejumlah kecil Si biasanya mengurangi hara lainnya dan
sebaliknya. Status Si adalah sebuah indikator status hara tanaman umum kecuali pada tanah vulkanik,
yang sering mengandung konsentrasi tinggi Si tetapi jumlah kecil P, Ca, dan Mg. Kekurangan Si adalah
belum umum pada sistem irigasi padi intensif di Asia Tropis. Aplikasi Si adalah tidak umum, tetapi
sejumlah besar jerami dipindahkan, keseimbangan Si sering negatif (-150 samapi -350 kg Si per ha per
tanaman) dan kekurangan Si dapat menjadi menyebar dalam sistem yang akan datang. Tanah khususnya
yang terbiasa kekurangan Si temrasuk jenis berikut ini :
a. Tanah tua, tanah padi terdegradasi di daerah sedang (contoh, Jepang, Korea) atau daerah iklim
Subtropis (contoh, Metnam Utara).
b. Tanah organik dengan cadangan mineral Si sedikit (contoh tanah peat di Florida (USA), Indonesia
dan dataran tinggi Madagaskar).
c. Pelapukan tinggi dan tanah tropis yang tercuci pada sawah tadah hujan dan area dataran rendah
(contoh, Thailand Timur Latrt).
27 .2 MEKANISME KERUSAKAN
Silikon adalah hara yang berguna untuk tanaman padi tetapi fungsi fisiologisnya tidak dimengerti dengan
jelas. Hal ini dibutuhkan untuk perkembangan kuar daun, batang, dan akar. Pembentukan lapisan sel
epidermis bersilikat tebal menurunkan kerentanan tanaman padi terhadap penyakit iamur dan bakteri serta
serangga (penggerek batang, wereng) dan hama tungau. Tanaman padi yang cukup dengan persedtaan Si
memiliki daun lurus dan pefiurnbuhan dan kebiasaan pertumbuhan sefta kontribusi ini untuk sedikit
Kekurangan Silikon (Silicon Deficiency) 167
Kerusakan yang disebabkan oleh kekurangan Si penting sepan1ang siklus pertumbuhan tanaman
padi. Kekurangan si jarang dalam irigasi padi jadi cenderung secara ekonomi signifikansinya kecil.
Pupuk kalsium silikat adalah disiapkan dari berbagai macam ampas biji, yang merupakan produk
sampingan dari industri besi dan campuran logam (Tabel26.l).
Tabel27.l Pupuk silicon untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
perlakuan kekurangan Si termasuk aplikasi kalsium silikat ampas biji secara teratur untuk
mendegradasi tanah padi atau tanah gemuk (peat) pada dosis 1-3 tor/ha.
Untuk membenahi lebih cepat
kekurangan Si, pupuk silikat butiran sebaiknya diaplikasikan
:
-oo0oo-
BAB XXVII
KERACUNAN SULFIDA
$ULFIDE TOXICITY)
Gejala tanaman padi yang keracunan sulfida adalah: menurunnya pengambilan hara akibat respirasi akar
menurun. Keracunan sulfida memiliki pengaruh beragam terhadap metabolisme ketika jumlah berlebihan
diambil oleh tanaman padi, terdapat klorosis interveinal daun yang baru muncul. Akar tanaman padi
kasar, jarang dan berwama cokelat gelap sampai hitarn. Akar padi bagian atas segar memiliki sistem akar
perkembangan buruk dengan warna akar banyak yang hitam. Keracunan sulfida dapat rnenyebabkan
terjadinya peningkatan penyakit, dan berhubungan dengan Fe tanah rendah. Keracunan sulfida tidak
umum pada tanaman padi, dapat terjadi sepanjang siklus pertumbuhan padi. Kekurangan sulfida terjadi
dalam tanah berpasir dengan drainase baik, tanah padi terdegradasi, tanah organik drainase buruk, dan
tanah asam sulfat (Gambar 28.1) (IRRI, 1983).
Gambar 28.1 Gejala tanarnan padi keracunan sulf-rda. akar kaser dan jarang (IRRI, 1983)
170 Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Ticiak ada level kritis yang telah dibentuk untuk menguji keracunan sulfida. Keracunan sulfida
tergantung atas konsentrasi sulfida dalam larutan tanah yang dapat terjadi ketika konsentrasi H2S >0,07
mg/l dalam larutan tanah.
Gejala daun akibat keracunan sulfida adalah mirip dengan klorosis yang diakibatkan oleh
kekurangan Fe. Kriteria diagnostik lain adalah mirip dengan keracunan Fe, (tetapi memiliki perbedaan
visual gejala daun).
a. Konsentrasi H2S yang tinggi dalam larutan tanah (akibat kondisi reduksi yang kuat dan sedikit
presipitasi FeS).
b. Status hara tanaman buruk dan tidak seimbang, yang disebabkan oleh penurunan tenaga oksidasi akar
(akibat kekurangan K dal hal tertentu tetapi juga kekurangan P, Ca dan Mg)'
c. Aplikasi sulfat yang berlebihan dalam pemupukan atau libah kota atau industri terhadap drainase
yang buruk, tanah tereduksi secara kuat.
Jumlah Fe bebas (Fe'*) apabila cukup tersedia, konsentrasi H2S biasanya rendah akibat
pembentukan FeS tak terlarut. Oleh karena itu keracunan dihubungkan dengan Fe tanah rendah, karena
bakteri yang mereduksi SO+2- menjadi aktif ketika pH tanah adalah >5, keracunan H2S utamanya terjadi
setelah penggenangan diperpanjang. Keracunan HzS terjadi pada jenis tanah berikut ini :,
l. Tanah berpasir dengan drainase yang bauik dengan status Fe aktif rendah,
2. Tanah padi terdegradasi dengan status Fe aktifyang rendah,
3. Tanah organik draenase buruk,
4. Tanah asam sulfat.
Tanah yang bjasa dengan keracunan sulfida dan keracunan Fe adalah sama dalam kandungan
jumlah besar Fe aktif, nilai tukar kation kecil, dan konsentrasi basa yang dapat diperrukarkan kecil.
Jaringan tanaman mengandung konsentrasi kecil K, Mg, Ca Mn dan Si.
Ke racu nan Su lf i da (Su tf i de Toxi ci ty) 171
a. Varietas
Tanam varietas padi yang toleran terhadap keracunan sulfida memiliki
kapasitas lebih tinggi terhadap
pelepasan 02 dari akar. Contoh varietas padi hybrid memiliki
sistem perakaran lebih kuat dan lebih
tinggi tenaga oksidasi akar kalau hara cukup (NpK) yang telah diaplikasikan.
b. Perlakuan benih
Di daerah beriklim sedang, pembungkusan benih dengan oksidan (contoh
Ca peroksida) untuk
meningkatkan persediaan 02 dan memperbaiki perkecambahan biji.
c. Pengelolaan air
Menghindari penggenangan secara kontinu dan gunakan irigasi tanah sebentar-sebentar
yang
mengandung konsentrasi S tinggi, memiliki status bahan organik tinggi,
dan drainase buruk.
d. Pengelolaanpemupukan
Keseimbangan menggunakan pupuk hara (NpK atau NpK + kapur) untuk menghindari
cekaman hara
dan memperbaiki tenaga oksidasi akar. Mengaplikasikan pupuk K yang cukup.
Hindari penggunaan
jumlah yang berlebihan residu organik (pupuk kandang, jerami)
dalam tanah yang mengandung
sejumlah besar Fe dan bahan organik, dan dalam tanah drainase buruk.
e. Pengelolaan tanah
Kerjakan pengolahan tanah kering setelah panen untuk meningkatkan oksidasi
S dan Fe selama
periode berikutnya. Teknik ini lambat menurunkan potensi redok tanah dan
akumulasi Fe2* dan H2S
selama periode berikutnya dari penggenangan, tetapi membutuhkan mesin (traktor).
Strategi pengelolaan pencegahan seperti tersebut di atas, sebaiknya diikuti karena perlakuan
dari
keracunan sulfida pertumbuhan tanaman adalah sukar. Berikut pilihan untuk perlakuan
keracunan
sulfida:
Aplikasikan pupuk K, p dan Mg.
Aplikasikan Fe (garam, oksida) terhadap tanah Fe rendah untuk meningkatkan
immobilisasi H2S
seperti FeS.
172 Penyakit Tanamon Padi (Oryza sativa L.)
Mengerjakan drainase pertengahan musim untuk memindahkan akumulasi HzS dan Fe2*. Keringkan
lahan pada stadium pertengahan anakan (25-30 hari setelah tanam) dan pelihara kondisi bebas
penggenangan (tetapi lembab) untuk kira-kira 7-10 hari untuk mernperbaiki persediaan oksigen
selama anakan.
-oo0oo-
I
BAB XXIX
KEKURANGAN BELERANG
$(rLF(rR DEFTCTEIYCY)
Tanaman padi yang kekurangan belerang memengaruhi produksi klorofil, sintesis protein
dan fungsi
tanaman serta struktur' Kekurangan belerang memengaruhi beberapa reaksi oksidasi-reduksi,
me-
nutunkan kandungan cistein dan metheionin dalam tanaman padi, perkembangan dan pemasakan
tanaman
teftunda. Kekurangan belerang memengaruhi hasil kalau kekurangan terjadi pada stadium
vegetatif.
Tanaman padi yang kekurangan belerang menunjukkan daun kuning dan pucat seluruh
tanaman, daun
muda klorosis dengan ujung nekrotik, daun yang lebih di bawah tidak menunjukkan gejala
nekrosis,
menutunkan tinggi tanaman, menuruntan jumlah anakan dan malai, gabah lebih sedikit
dan lebih pendek
(Gambar 29.1).
r-fi Hr
Gambar 29.1 Gejala tanaman padi kekurangan belerang, (A) tanaman tampak tinggi dan anakan
menurun, dan (B) daun klorosis (IRRI, l9g3)
174 Penyakit Tanoman Padi (Oryzo sotiva L.)
Kekurangan belerang pada tanaman padi penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi,
tidak umum terjadi pada irigasi padi, umumnya terjadi dalam tanah mengandung allophone, tanah dengan
status bahan organik rendah, pelapukan tanah tinggi mengandung sejumlah besar Fe oksida, dan tanah
berpasir (IRRI, 1983).
a. Menurunkan tinggi tanaman dan pertumbuhan kerdil (tetapi tanaman tidak berwarna gelap seperti
kekurangan P dan K).
b. Menurunkan jumlah anakan, lebih sedikit dan malai lebih pendek, menurun jumlah gabah per malai.
c. Perkembangan pemasakan tanaman tertunda l-2 minggu.
d. Bibit menguning dalam bedengan dengan pertumbuhan lambat.
e. Kemandulan bibit tinggi setelah transplanting
f. Tanaman padi kekurangan S kurang memiliki ketahanan terhadap berbagai kondisi (contoh kondisi
dingin).
Tanaman dan tanah dapat diuji untuk kekurangan belerang. Kisaran optimal dan level kritis S
Tabel29.1 Kisaran optimal dan level kritis S dalam jaringan tanaman (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Tanaman
. Selama pertumbuhan vegetatif sebelum pembungaan, konsentrasi pada tunas > 0,15o/o meng-
indikasikan bahwa respon terhadap aplikasi S adalah tidak terjadi.
o Di antara anakan dan pembungaan, <0,10% S dalam tunas atau ratio N:S >l 5-20 mengindikasikan
kekurangan S. Pada stadium pemasakan, kandungan S <0,06% atau ration N'S >14 dalam jerami
(>26 dalamgabah) dapat mengindikasikan kekurangan S.
Kekurangan Belerang (Sulfur Deficiency) 175
Tanah
. Uji tanah untuk S tidak dapat dipercaya kecualijika termasuk S anorganik seperti halnya beberapa
fraksi S organik yang mampu mineralisasi (ester sulfat).
. Level kritis tanah untuk terjadinya kekurangan S :
a. <5 mg S per kg 0,05 M HCI
b. <6 mg S per kg 0,25 M KCL dipanaskan pada suhu 40oC untuk 3 jam dan
c. "9
mg s per kg 0m0l M Ca (H2PO)2.
Kekurangan S sering terjadi pada sawah dataran tinggi, tetapi juga ditemukan dalam tanah sawah
dataran rendah seperti Banglades, China, India, Indonesia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Sri Lanka dan
Thailand.
Kekurangan S adalah penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi. Kekurangan S tidak
umum dalarn irigasi padi sehingga cenderung signifikansi ekonomik kecil.
a. Input alami: mengestimasi input S dari atmosfer untuk mengidentifikasi kebutuhan untuk manajemen
S.
b. Tempat pembibitan: aplikasikan S untuk bedengan bibit (padi yang masih muda) dengan
menggunakan pupuk mengandung S (ammonium sulfat, single superpfosfat)
c. Manajemen pemupukan. Mengganti perpindahan S dalam bagian tanaman dengan mengaplikasikan
pupuk N dan yang mengandung S (contoh ammonium sulfat lZ4otol), single superfosfat (12%S). Hal
ini dapat dikerjakan pada interval yang tidak beraturan. Menghitung biaya efektif persediaan S
sebagai urea diseiimuti S atau senyawa pupuk yang mengandung S.
d. Manajemen jerami: menangani jerami termasuk pemindahan secara lengkap atau pembakaran jerami.
Kira-kira 40-60% S dikandung dalam jerarni yang hilang selama pembakaran.
e. Manajemen tanah: memperbaiki manajemen tanah untuk meningkatkan pengambilan S, sebagai
berikut :
o Memelihara cukup perkolasi (-5 mm per hari), untuk menghindari reduksi tanah berlebihan atau,
o Melakukan pengolahan tanah kering setelah panen, untuk meningkatkan dosis oksidasi sulfide
selama periode berikutnya
Perlakukan kekurangan S diperlukan pupuk S dan input pupuk kandang tergantung atas status S
tanah dan input S dari sumber yang lain seperti irigasi dan atmosfer. Kekura,qgqrj kalau diidentifikasi
selama pertumbuhan awal, respon pupuk S adalah cepat dan pulih dari gejala kekurangan S dapat terjadi
dalam 5 hari aplikasi pupuk S.
Tabel 29.2 Pupuk S untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
-oo0oo-
BAB XXX
KEKURANGAN SENG
(ZilYC DEFICIEIYCY)
Kekurangan seng pada tanaman padi dapat memengaruhi beberapa proses biokimia
dalam tanaman
seperti, sitikrom' dan sintesis nikleotida, metabolism auksin, produksi klorofil, aktivasi
enzim, dan
integritas membran. Kekurangan seng juga dapat memengaruhi pertumbuhan
tanaman, terdapat bercak
cokelat berdebu pada daun lebih atas dari tanaman yang kerdil. Tidak seimbang pertumbuhan
tanaman.
anakan menurun, malai kosong meningkat, lembaran daun klorotis khususnya
detat pangkal daun dari
daun yang lebih muda. Daun kehilangan kekuatan dan selanjutnya berwarna cokelat
seperti cokelat
belang dan garis tampak pada daun sebelah bawah, memperbesar dan menyatu.
Garis putih kadang-
kadang tampak sepanjang helaian daun. Kekurangan seng terjadi pada tanah
netral dan berkapur, tanah
yang intensif ditanarni, tanah padi dan tanah drainase yang sangat buruk,
tanah sodic dan bergaram, tanah
genuk, pelapukan tinggi' tanah tesktur coarsa, tanah yang berasal dari serpentine
dan laterite dan
pencucian K, Mg dan Ca' Kekurangan seng berhubungan dengan kekurangan (Gambar
S 30.1) (IRRI.
I e83).
Gambar 30.1 Gejala tanaman padi yang kekurangan seng (IRRI, l9g3; Saichuk, 200g)
180 Penyakit Tanoman Padi (Oryza sativa L.)
Gambar30.2Gejalaklorosispadadaunpadi(Hagnesten,2006)
immobilisasi Zn
Gejala mungkin lebih berpengaruh selama awal stadium pertumbuhan karena
tanah di bawah kondusi reduksi yang kuat
latiUat meningkatnya konsentrasi bikarbonat dalam
berikut penggenangan). Kalau kekurangan seng tidak parah, tanaman dapat
pulih setelah 4-6 minggu,
tetapi pemasakan tertunda dan hasil menurun'
dan level kritis
Ada uji tanaman dan tanah untuk menunjukkan kekurangan seng. Kisaran optimal
seng dalam jaringan tanaman (Tabel30.1).
Kekurongon Seng (Zinc Deficiency) 181
Tabel30.1 Kisaran optimal dan level kritis seng dalam jaringan tanaman (Dobermann dan Fairhurst,
2000)
Pada tanaman, kisaran kekurangan seng dalam seluruh tunas tanaman selama perfumbuhan
vegetatif (anakan) sebagai berikut:
. < 10 mglkg kekurangan Zn
o 10-15 mg/kg sangat mungkin
o >20 mglkg mungkin
' > 20 mglkg tidak mungkin (cukup). Ratio P: Zn dan Fe: Zn dalam tunas pada anakan terhadap
stadium P I adalah indikator baik dari kekurangan Zn. Nilai harus tidak melebihi :
Gejala kekurangan seng dapat menyerupai kekurangan Fe, yang juga pada tanah alkalin. pada
tanah alkalin, kekuranganZn sering dihubungkan dengan kekurangan S. Hal ini dapat juga menyerupai
kekurangan Mn dan kekurangan Mg. Bercak daun dapat menyerupai keracunan Fe, tetapi kemudian
terjadi pada tanah dengan status bahan organik tinggi dengan pH rendah. Gejala kekurangan Zn dapat
menyerupai gejala penyakit virus kerdil rumput, dan tungro.
f. Pembentukan Zn-fosfat berikut aplikasi tinggi pupuk P. Kandungan P tinggi dalam air irigasi (hanya
dalam area dengan air berpolusi).
0
b'
pembentukan komplek antara Zn dengan bahan organik dalam tanah dengan pH tinggi dan
kandungan bahan organik tinggi atau karena aplikasi tinggi pupuk organik dan residu tanaman.
h. Presipitasi Zn se$agai ZnS ketika pH menurun dalam tanah alkalin berikut penggenangan.
i. Kelebihan kapur
j. Ratio luas Mg:Ca (>1) dan penyerapan Zn oleh CaO: dan MgCO3. Kelebihan MG dalam tanah
berasal dari batuan ultrabasic.
Kekurangan Zn adalah sangat tersebar tidak ada permintaan hara mikro pada padi. Kejadiannya
meningkat dengan pengenalan varietas modern, intensifikasi tanaman, dan peningkatan perpindahan Zn.
Tanah yang khusus terbiasa kekurangan Zn termasuk jenis berikut ini :
a. Tanah netral dan berkapur yang mengandung sejumlah besar bikarbonat. Pada tanah ini, kekurangan
Zn seringterjadi secara simultan dengan kekurangan S (tersebar di India dan Banglades).
b. Tanah dengan penanaman intensif di mana sejumlah besar pupuk N, P dan K (yang tidak
mengandun g Zn) telah diap likas ikan terdahulu.
c. Tanah padi di daerah inundasi panjang (contoh ketika tiga tanaman padi ditumbuhkan dalam satu
tahun) dan drainase yang sangat buruk dengan kandungan bahan organik sedang sampai tinggi.
d. Tanah sodic danbergaram
e. Tanah peat (gemuk)
f. Tanah dengan status ketersediaan P dan Si tinggi
g. Tanah berpasir
h. Pelapukan tinggi, tanah asam dan tekstur kasar (coarse) mengandung sejumlah kecil Zn tersedia.
Tanah berasal dari serpentine (kandunganZn rendah dalam bahan induk) dan laterite.
i. Tnah tercuci, tanah asam sulfat kuat dengan kosentrasi K, Mg dan Ca rendah'
Kerusakan akibat kekurangan Zn adalah penting sepanjang siklus pertumbuhan tanaman padi. Di
Jepang, kekurangan Zn adalah menyebabkan 'oAkagare Type II" kelainan pada tanaman padi.
Kekurangan Seng (Zinc Deficiency) 183
a. Varietas: Menanam varietas kekurangan Zn yang toleran HCO3- tinggi dan kandungan Zn yang
tersedia bagi tanaman rendah. Varietas modern (contoh IR26) adalah terbiasa untuk kekuranganZn
tetapi galur baru sekarang diperbanyak untuk toleransi terhadap lingkungan Zn rendah dan beberapa
kultivar khususnya yang beradaptasi untuk cekaman Zn (contoh, IRS192-31,1R9764-45). Varietas
toleran tidak dapat merespon terhadap aplikasi Zn dalam tanah dengan hanya kekurangan Zn ingan.
b. Pembibitan: penyebaran ZnSOq dalam bedengan pembibitan.
c. Keberadaan tanaman: ke dalam bibit atau benih dalam 2-4%o suspense ZnO (contoh 20-40 gZnO per
liter H2O).
d. Manajemen pemupukan: menggunakan pupuk yang berasal keasaman (contoh, mengganti beberapa
urea dengan ammonium sulfat). Aplikasikan pupuk organik. Mengaplikasikan 5-10 kgZn per ha
sebagai Zn sulfat, Zn oksidam atau Zn klorida, prophylactically baik yang bergabung dalam tanah
sebelum pembibitan atau transplanting atau diaplikasikan ke tempat pembibitan beberapa hari
sebelum transplanting. Pengaruh aplikasi Zn dapat selama 5 tahun tergantung atas tanah dan pola
tanam. Pada tanah alkalin dengan kekurangan Znparah, pengaruh residu aplikasi ZnSO+ adalah kecil,
oleh karena in Zn harus diaplikasikan setiap tanaman. Pada kebanyakan tanah yang lain, aplikasi
ZnSO+ sebaiknya dibuat setiap dua sampai delapan tanaman, tetapi status Zn sebaiknya dimonitor
untuk menghindari akumulasi konsentrasi rucun Zn.
e. Manajemen air: memungkinkan secara perrnanen inundasi lahan (contoh di mana tiga tanaman per
tahun ditanam) untuk periode hujan dan kemarau secara periodik. Memonitor kualitas irigasi air, pH
adalah rerata indikator untuk kemungkinan persediaan HCo3- berlebihan:
. pH 6,5-8,0 kualitas baik,
. pH 8,0-8,4 secara marginal mampu diterima, tetapi cek untuk HCO3-
. pH > 8,4 tidak digunakan untuk irigasi kecuali jika dilemahkan dengan air yang memiliki
pH<6,5.
Kekurangan seng adalah sangat efektif diperbaiki dengan aplikasi Zn tanah. Aplikasi permukaan
adalah lebih efektif dari pada bergabung dengan tanah pada pH tinggi, karena kelarutan air tinggi, Zn
sulfat adalah sangat umum digunakan sumber Zn, walaupun ZnO adalah kurang mahal.
Berikut mengukur, baik secara terpisah atau dalam kombinasi, adalah efektif tetapi sebaiknl a
dilaksanakan segera pada saat gejala:
o Kalau gejala kekurangan Zn diamati di lapang, segera aplikasikan 10-25 kglha ZnSOa. 7 H2O.
Mengambil ZnSOq adalah lebih efisien ketika penyebaran lewat permukaan tanah (dibandingkan
dengan digabung) khususnya pada padi yang ditabur langsung. Untuk memfasilitasi aplikasi lebih
homogen, campur Zn sulfat (25%) dengan pasir (75%).
o Aplikasikan 0,5-1,5 kglhaZn sebagai penyemprotan daun (contoh setiap larutanO,5o/o ZnSOa pada
kira-kira 200 I air per ha) untuk perlakuan darurat dari kekurangan Zn dalam tanaman. Mulai pada
anakan (25-30 DAT), dua atau tiga ulangan pada interval 10-14 hari mungkin diperlukan. Selasi Zn
(contoh, ZN-EDTA) dapat digunakan untuk aplikasi daun, tetapi biaya lebih tinggi.
1U Penyokit Tonamon Podi (Oryza sativo L.)
Adapun pupuk znyangdapat dianjurkan untuk tanaman padi seperti Tabel 30.2.
Tabel30.2 Pupuk Zn untuk tanaman padi (Dobermann dan Fairhurst, 2000)
Kandungan
Nama Formula Keterangan
Zn (%\
Seng sulfat ZnSO+. HzO ZnSO+, 36 23 Mudah larut, kerja cepat
7 HlO
-oo0oo-
DAFTARPUSTAKA
Alexopoulos, C.J., and C.W. Mims, 1979. Introductory Mycolog. Third, Edition. John Wiley and Sons.
New York.
Aninimus, 2012. Louisiana Plant Pathology. Diseases Indentification and Management Series. LSU
AgCenter, Research and Extension.
Anonim, 2009. Hawar Daun Bakteri. Xanthomonas campestris pv. oryzae. Informasi Ringkas Bank
Pengetahuan Padi Indonesia.
Anonim, 2011. Budidaya Padi. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul Jalan KH. Wahid
Hasyim 2l0Palbapang Banrul 55713.
Arumugam, Karthikeyan; Thangamuthu, Jayaraj, 2012. False Smut An Emerging Disease Problem in Rice
in India. Tamil Nadu Rice Research Institute. Aduthurai. India.
Audebert, A. 2005. Diagnosis of Risk and Approaches to Iron Toxicity Management in Lowland Rice
farming. In: Audebert, A., L.T. Narteh, P. Kiepe, D. Millar and B. Beks, Editors. Iron Toxiciw in
Rice-based Systems in West Africa. Africa Rice Center (WARDA). Print Right. Accra. Ghana. p: 6-
17.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali,2011. Luas Panen, Rata-Rata Produksi, dan Produksi Padi
Sawoh dan Padi Ladang Menurut Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2010. Renon. Denpasar.
Bakr M.A. and S.A. Miah, 1975. Leaf scald of rice, a new disease in Bangladesh. Plant Dis. Rep.55:909.
Barnett, H.L. and B.B. Hunter, 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. ApS press.
The American Phytopththological Society St. paul. Minnesota.
186 Penyakit Tanoman Padi (OrWa sativa L.)
Brown, w.M. 200g . IpM Images is a joint project of the center for Invasive species and Ecosystem
Health, Colorado State [Jniversity, USDA National Institute oJ'Food and Agriculture, Southern
plant Diagnostic Network. The university of Georgia - warnell school of Forestry and Natural
Resources and College ofAgricultural and Environmental Sciences.
p: l-8.
CABI and DEppO, i990. Xanthomonos campestrls. Data Sheets on Quarantine Pests.
CABI, 2012. Rice sheath rot (sarocladium oryzae). Empowering farmers, powering research - delivering
improved food security' Plantwise.
Couch BC, Kohn L.M., ZOO2. A multilocus gene genealogy concordant with host preference indicates
segregation of a new species, Magnaporthe oryzae, from M' grisea' Mycologia
94:683-693 '
Groth' D.,2010. Fusarium Wilts, Btights, and Dantping-qlf, Fusarium sp. IPM Images is a joint project
of
the Center for Invasive Species and Ecosystern Health, Colorado State University, USDA
National
Institute of Food and Agriculture, Southem Plant Diagnostic Network. The lJniversity
of Georgia -
Warnell School of Forestry and Natural Resources and College of Agricultural and Environmental
Sciences Louisiana State University AgCenter. Bugwood.org.
Groth, D.,2A12. Leaf Scald oJ'Rice. Louisiana Plant pathology. Disease ldentification and
Management
Series.
Groth, D., 2012. Stem rot of rice, Sclerotium oryzae (Catt.) R.A. Karuse and R.K. Webster. Louisiana
State University AgCenter. Bugwood.org.
Groth, D. and C. Hollier, 2009. Rice Diseases of Louisiana. Louisiana State University Agricultural
Center. LSU AgCenter Research and Extention.
Groth, D. and C. Hollies, 2011. Rice Diseases of Lousiana. Louisiana State University Agricultural
Center' William B. Richardson. Chancellor Louisiana Agricultr:ral Experiment Station.
Hagnesten, H.,2006. Zinc deficiency and iron toxicity in rice soil of office du Niger. Mali.
SLU. Upsala.
Ilija, K., Karov, Sasa, K. Mitrev, E.D. Kostadinovska, 2000. Gibberella
fujikttroi (Sawada) Wollenweber,
the New Parasitical Fungus on Rice in the Republic of Macedonia. University "Goce
Del6ev,' Stip.
Faculty ofAgriculture. Department of plant protection. Macedonia.
lnternational Rice Research Institute (IRRI), 1983. Field problems of tropical rice. Manila (philippines):
IRRI.
Intemational Rice Research Institute (IRRI), 1983. Field problems of tropical rice. Los
Banos. aguna.
Philippines.
International Rice Research Institute (IRRI), 2004. Tungro. Rice Fact Sheets. Rice
Science for Better
World.
International Rice Risearch Institute (IRRI), 2010. Rice Blast. p1ice Science for a Better
World. Rice Fact
Sheet.
International Rice Rsearch Institute (IRRI), 2010. Fulse Smut.p1ice Science for a Better World.
IRRI.
IRRI,2004. Brown,!pol. Rice Fact Sheets. Producedby the International Rice Research Institute
tlRRIi
Rice Science for a Better World.
lslam, 2., R. Pomplona, A.D. Atkinson and E.J. Azucena,20ll. Biologicetl Control o/'RiceDzscases.
IRRI
Philippines.
Kamal, M.M. and M.A.T, Mia, 2009. Diversity and pathogenicity of the rice brorvn spot
pathogen,
Bipolaris oryzae (Breda de Haan) shoem, in Bangladesh assed by genetic lingerprint analysis.
Bangladesh J. BoL38(2); fig-125.
Krausz, J. 1995. Diseases of Rice. Department of plant pathology anci Microbiology Texas A and M
University.
188 Penyakit Tanamon Podi (Oryza sativo L.)
Krishnaveni ,D.,2012. Rice Tungro Virus (RTY). Rice Knowledge Management Portal
(RKMP).
Kumar, K.V.K., M.S. Reddy, J.W. Kloepper, K,S. Lawrence, D.E. Groth, and M.E. Miller, 2009. Sheath
blight disease of rice (Ory,ro sativa L.) - An overview. Biosciences . Biotechnology Research Asia
6(2):465-480.
India.
Ladhalakshmi, D., Z0lZ. False Smut of Rice. Rice Knowledge Management Portal. Recap Sheet.
Institute.
Ling K.C., 1972. Rice yirus diseases. Manila (Philippines): International Rice Research
pada Sistem Produksi
Makarim, A.K., E. Suhartatik dan A. Kartohardjono,2007. Silikon: Hara Penting
Padi. Iptek Tanaman Pangan 2(2): 195-205'
and Toxicity
McCauley, C. Jones and J. Jacobsen, 2009. Plant Nutrient Functions and Deficiencies
Symptoms. Nutrient Management Module 9:1-16'
Mew, T., 2011. Bacterial Leaf Streak. Xanthomonas oryzae pv. oryzicola (Fang et al.) Swings el a/.
International Rice Research Institute.
J.J., H. Shiwachi, H. Takahashi, and K. Irie, 2005. Nutrient Deficiencies and Their Symptoms
in
Mghase,
Upland Rice. J. ISSAAS l7(l): 59-67.
Nas, M and C.R. Cortez,201l. How to Overcome Rice Tungro Virus. lvtanilct Bulletin Agriculture
Magozine P: l-4.
Ou SH., 1985. Rice diseases. Great Britain (UK): Commonwealth Mycological lnstitutc
prasad, M.N.V., 2012. Plant-mineral nutrition: macro- and micro nutrients, uptake, functions, deficiency
and toxicity symptoms. Department of Plant Sciences School of Life Sciences. University of
Hyderabad.
Rachim, A., 2000. Upaya Meredam Tungro di Bali. Laporan Hasil Kajian Adaptasi
Padi Sawah Tahan
Tungro di Daerah Bali. Kerjasama Distan Propinsi Bali dengan IP2TP. Denpasar.
Reichman, S.M., 2002 . The Responses of Plants to Metal Toxicity; A review focusing on Coppeti
Manganese and Zinc.Australian Mineral and Energy Environment Foundation.
Saichuk, J,, 2008. Nutrient Deficiency Symptom in Rice. Louisiana Agricultural Technology and
Management Conference.
Daftar Pustoko 189
Semangun, H., 1990. Penyakit-Penyakit Tanantan Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarla.
Seneviratne, S.N.S. and Jeyanandarajah, 2004. Rice Diseases^Problem ctnd Progress. Tropical
Agricultural Research and Extension. lnstitute of Fundamental Studies. Hantana Road. Kandy. Sri
lanka.
Sukri, M., 2007. Solusi Stabilisasi Harga Beras. Dewan Pengurus Nasional Yayasan Pengembangan
Koperasi.
Suparyono, J.L.A. Catindig, N.P. Castilla, and F.A. Elazequi, 2012. Rice Doctor. Fact Sheets.
Suzuki, S., 1995. Examples of Rice Diseases. Asia/Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU). 6
Fukuromachi. Shinj uku-ku. Tokyo | 62 -8484 Japan.
USDA, 2010. Diseases-Foliage Diseases. USDA National Instufute and Food Agriculture and USDA
Forest Service. The University of Giorgia-Warbnell School of Forestry and National Resources and
College ofAgricultural and Evironmental Sciences.
Wahid, A.S., 2003. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen pada Padi Sawah dengan Metode Bagan Warna
Daun. Jurnal Litbang Pertanian 22(1)'. I 56- 161.
Widiarta, N.,2005. Wereng Hrjau (l/rpiotettix verisvens Distants) : Dinamika Populasi dan Strategi
Pengendaliannya Sebagai Vektor Penyakit Tungro. Jurnal Litbang Pertanian. 2aQ):85-92.
Wirajaswadi, L., 2010. Penyql{i1 Tungro dan Pengendaliannya pada Tanaman Padi. Balai Pen_ekajian
Teknologi Pertanian (BPTP) NTB Jl. Raya Peninjauan Narmada. Lombok Barat - NTB (833'1).
Indonesia.
Yowono, N.W, 2007. Kesuburan dan Produktivitas Tanah Sawah. Dinas Pertanian Propinsi DI\.
Yogyakarta.
-oo0oo-
DAFTAR ISTILAH
(GLOSSARY)
Basidiospora Spora yang dihasilkan secara seksual yang muncul dari basidium.
Blas Blast, gejala yang terjadi kalau tumbuhan ditiup dengan udara
panas. Penyakit blas pada tanaman padi dengan bercak coklat
pada daun, buku, tangkai ntalai padi yang disebabkan oleh
P),ricularia oryzae.
Damping-off Kerusakan bibit dekat permukaan tanah, mengakibatkan bibit
terkulai jatuh ke tanah.
Daur penyakit Daur (cycle) yang meliputi semua stadium perkembangan pe-
nyakit. Misalnya pada penyakit karena jamur biasanya daur ini
meliputi pembentukan spora (sporulasi) oleh jamur yang bertahan,
penyebaran spora, penetrasi, infeksi, perkembangan jamur dalam
badan tumbuhan, dan pembentukan spora pada tumbuhan yang
sakit.
Deuteromycetes Kelas jamur yang disebut juga dengan fungi imperfecr tidak di-
temukan fase seksualnya.
Enzim Protein yang dihasilkan oleh sel hidup yang mengkatalisis reaksi
organik spesifik.
Epidermis Lapisan pennukaan luar sel yang terdapatpada seluruh tanaman.
Fitoaleksin Substansi yang menghambat perkembangan jamur pada jaringan
hipersensitif, dibentuk ahnya ketika sel tanaman inang kontak
dengan parasit.
Fitotoksik Racun bagi tanaman
Fotosintesis Proses melalui karbon dioksida dan air bergabung dalam ke-
beradaan cahaya dan klorofil untuk membentuk karbohidrat.
Fungisida Pestisida yang mengandung senyawa kimia yang digunakan untuk
mengendalikan jamur.
Herbisida Pestisida yang mengandung senyawa kimia yang digunakan untuk
mengendalikan guhna.
Hialin Bening atau tidak berwarna.
Hidatoda Struktur dengan satu atau lebih lubang sebagai tempat keluarnya
air dari bagian dalam daun ke petmukaannya.
Infection peg Bagian struktur jamur yang tumbuh di bawah apresorium yang
berfungsi untuk menginfeksi jaringan tanaman.
Klamidospora Spora yang berdinding tebal yang terbentuk karena membulatnya
bagian hifa tertentu; biasanya tahan terhadap kondisi lingkungan
yang kurang baik.
Klorosis Menguning dari jaringan yang normalnya hijau akibat kerusakan
klorofil atau kegagalan pembentukan klorofil.
Konidiofor Pendukung atau tangkai kondidium.
Konidium Spora jamur yang terbentuk secara aseksual, yang tumbuh dengan
membentuk pembuluh kecambah (germ tube).
Lapisan absisi Zone yang mudah lepas, lesion pada daun yang dikelilingi sel
berdinding tipis, pecah dan tidak berlekatan areayang dipengaruhi
dari daun yang tinggal.
Dof tor lstilah (Glossary) 193
Macro nutrient (unsur hara makro) Unsur hara yang dibutuhkan dalam
-
jumlah banyak oleh tanaman seperti, nitrogen, fosfor, potasium,
kalsium, magnesium dan belerang.
Micro nutrient (unsur hara mikro) Unsur hara yang dibutuhkan relatif
sedikit oleh tanaman- seperti, besi, tembaga, mangan, seng,
boron, molybdenum, klor dan nikel.
Middle lamella (lamella tengah) Lapisan keras antara dinding sel
bersebelahan; umumnya mengandung bahan pektin, kecuali
dalam jaringan kayu, di mana pektin diganti dengan lignin.
Mikoplasma Sekelompok jasad renik yang sangat kecil, mirip dengan
bakteri, mempunyai sifat yang berada antaravirus dan bakteri.
Mikroskopik Sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop.
Miselium Hifa atau masa hifa yang menyusun tubuh jamur.
Mosaik Gejala tanaman akibat penyakit virus tertentu yang dicirikan
oleh bintik kecil yang bercampur baur dan hijau terang atau
berwarna kuning.
Mottle (belang) Pola yang tidak beraturan dari area yang terang
kabur dan-gelap.
Mycoplasma like organism (MLO) Organisme yang menyerupai mikoplasma.
Nekrotik Mati dan kehilangan warna.
Nukleotida Fosforik ester dari nukleosida. Nukleotida menyusun blok dari
DNA dan RNA.
Oksidasi Reaksi kimia yang mana oksigen berkombinasi dengan
substansi lainnya atau dalam taom hydrogen atau elektron yang
berpindah dari substansi.
Ostiole Lubang yang menyerupai pori-pori pada peritesia dan piknidia
melalui lubang tersebut spora lepas dari tubuh buah.
Parasit Organisme yang hidup pada atau dalam organisme hidup
lainnya yang biasanya terdapat dalam ruang interseluler.
Parasit obligat Parasit yang dr alam dapat tumbuh dan memperbanyak diri
hanya pada organisme.
Patogen Mikroorganisme penyebab penyakit tumbuhan.
PD A Qtotato dextrose agar:) Media tumbuh umumnya untuk jamur yang biasa digunakan
dalam cawan Petri, campuran dari kentang, dekstrose dan agar.
Penetrasi Invasi awal inang oleh patogen.
PGPR Qtlant growth promoting Bakteri yang hidup pada perakaran tanaman yang berguna
rhizobacteria) memacu pertumbuhan tanaman, contoh Pseudomonas
fluerescens.
Protein Senyawa dengan berat molekul tinggi yang mengandung asam
amino. Protein dapat dalam bentuk struktur protein atau enzim.
Pyricularia Genus penyebab penyakit blas pada padi.
RNA (roDose nucleic acid) Asam nukleat termasuk di dalamnya sintesis protein; juga
hanya asam nukleat (material genetik) dari kebanyakan virus.
194
Penyakit Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Sklerotium
:
fiamak sklerotia) - Masa kompak dari hifa dengan atau
tanpa jaringan inang, biasanya dengan wama yang gelap, dan
mampu bertahan di bawah kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan.
Smut (gosong) Penyakit yang disebabkan oleh jamur gosong
-
(ustilaginales), yang dicirikan oleh masa berwarna gelap,
berupa tepung sPora.
Spora Nama umum bagi unit pembiak pada tumbuhan rendah (dari
bakteri sampai paku-pakuan), termasuk jamur; seperti biji pada
tumbuhan tinggi. Pada jamur dikenal bermacam-macam spora,
seperti spora kembara (zoospora), konidium, mikrokonidium,
makrokonidium, oidium, klamidospora, zigospora, oospora,
askospora dan basidiospora' Spora dapat terbentuk secara
aseksual (vegetatif) atau seksual (generatif).
Sporangiofor Tidak bergerak, spora aseksual yang dihasilkan dalam
sporangium.
Sporangium Tempat spora yang dihasilkan secara aseksual.
Sporulasi Menghasilkan spora
Stuck burn Gejala penyakit yang kelihatan seperti terbakar pada tanaman
padi.
(amak : stomata) Lubang yang sangat kecil terorganisir
Stoma -
pada permukaan daun atau batang tempat gas keluar.
Vektor Serangga yang mampu memindahkan patogen.
Virus Parasit obligat yang submikroskopis mengandung asam nukleat
dan protein.
-oo0oo-
INDEKS
Lactuca sativa , 22 I/
Laerisaria alvaris. ll
Langbeinite, 96, 100, 126, 157, 177 Nephotettix bipunctatus, 65
Leaf color chart/LCC, 132, 138 Nephotettix malayanus, 67
Leersiafiliformis, 16 Nephotettix spp. ll
Leersia hexandra , 16, 17, 62, 69 Nephotettix virescens, 68
Leersia japonica, 58 Nilaparvata bakeri, 73
Leersia panacea, 58 Nilaporvata lugens, 72, 73, 77
Leersia sayanuka, 58 Nilaparvata muiri, 73
Leersiaoryzoides,5S Nitrogen, B, 10, 16,20,24,32,37,42,49,56,60
Leptochloa chinensis, 36,41 70,91,92, 94, 131, 134, 137, 141, 142
Leucaena leucocephala, 4B
Liseafujikuroi,4T O
Lycopersicon esculentum ' 22' 4B
orytza alta, 74
Oryza australiensis, 58, 74
M Oryza breviligulata, 62, 74
Magnaporthe oryzae B.C. 6 Oryzafatua, 3
Magnaporthe salvinii,4l Oryza glaberima, 3
Magnesite, 126 Oryza granulata, 74
Magnesium klorida, 126 Oryza latifolia , 77
Magnesium oksida, 126 Oryza minula, 74
Magnesium sulfat (Garam Epson), 177 Oryza nivara, 62, 74, 75, 77
Magnesiurq 4,91,92,94, 123, 124, 125, 193 Oryzafficinalis 3,32
Mangan, 92,94, 127, 129, 193 Oryzaperennis,62,74
Metasphaeria albescens, 52 Oryza perennis balunga, 62
Microdochium oryzae, 52 Oryza perennis subsp. balunga , 62
Mn chelate, /30 Oryza punctata, 74
Mn karbonat, .1.30 Oryza rufipogon, 36, 37
Mn klorida, 130 Oryza sativaf, spontania 3
Mn oksida /30 Oryza sativa, 3, 36, 37, 73, 75, 188
Penyakit Tanomon Podi (Oryza sativa L.)
198
Oryza sPontanea, 62 R
Oryza staPfii, 3
Rhizoctonia solani 10, ll, 19, 21, 22, 79, 84,
Oryza. Australiensis, 58, 74
137,1s2,186
Osmotit: Potensial (MPa), 161
Rhizoctonia, 79,84, 85, 86
Rynchosporium oryzae, 5 2
P
Panicum colonum , l6 ,s
Panicum maximum, 27
Saccharum fficinarum, 48
Sclerotium orYzae, 10, 11,41' 187
Salinity,94, 160, 162
Panicttm miliaceum, 37
Sarocladium, 10, 11, 36, 137, 152, l86
Panicmn miliaceum, 48
Sarocladium orYzae, 10, 11, 36, 137, l86
Panicum rePens B l, 79' 80, 83
Sclerotium, 10, 4
Panicum rePens, 69
Sclerotium orYzae, 10, 11,41, 187
Panicum trYPheron, 32
Sclerotium rolfsii, 79, 80, 86, 186
Panicum walense,3T
Seng karbonat, l84
Pannisetum PuPureum, 8
Seng klorida, 184
Penicellium, 1l
Seng, 9/, 92,94,95,96, 179, 180, 181, 182, l83
Pennisetum glaucum, 37 I
Serratia marcescens' I
Pennisettrm PurPureum, 27
Serratia, I I
Potasiunr klotida, I 57
Setaria italica, 16
Potasium nittat, I57
Setaria italica, 37
Potasium silikat, 167' 168
Siliko& 166
Potasium sulf'at, I 57, 77
ts2,154,155, Single superfosfat, 175, 176' 177
Potasium, 41, 91, 92, 94, 151,
Sodium adsorPtion ratio/SAR, l6l
157, 193
ll, 43 Sorghum bicolor 22
Pseudonronas aeruginosa
Sorghum bicolor 37
Pseudomonas fluores cens I I
Sphaerulina orYzina, 2 6
Pseudomonas fluorescens, I 1, I 2, 19, 38, 43,
Stabilizer, II l
Pseudomonas oryzae, 52
St e ne nemus madecas sus, 3 7
otars o
Pseudomonas Putida, l1
Superfosfat tunggal, 96, 100
Pseudomonas sP. 43
Superfosfat ntnggal, I 4 9
Pseudomonas, ll
Pyricularia grisea, 10, 1l
Pyricularia 5, 6, 7, 8, 101' 137' 152, 165, 192, T
193 Tembaga, 91,92,94, 111' 193
Pyricularia grisae ,6 Thanatephorus cucumeris, 2 I , 84 , I5
Pyricularia oryzae Cav 6,7, 137, 152, 165' 192 Thanatephorus cucumeris, 21, 84, 85
Pyhiun sp, 8l Trichoderma, sPP., I I
Triple superfoafat, 107' 149, 175
Triticum aestivum, l7
lndeks 199
-oo0oo-
TENTANGPE,NULIS
Dr. Ir. I Made Sudarma, -\I.S. adalah anak keempat dari pasangan I Nengah Nitib dan Ni Wayan Nitib.
yang lahir pada24 Agustus 195E. di Desa Pesedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem-Bali.
Ia adalah dosen di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud),
mengambil bidang Fitopatologi. Ia menl'elesaikan Bachelor Science (B.Sc.) di Fakultas Pertanian Unud
(1977-1981), Sl di Fakultas Pertanian Unud (1981-1983), 52 di Universitas Brawijaya, Malang (program
KPK UGM-UNIBRAW) (1987-1989). dan 53 Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar
(2008-20r l).
Selama hidup, ia pernah menjabat seba-sai Pengelola Sekolah DlPHT Bidang Akademik Fakultas
Pertanian Unud kerjasama dengan BAPPENAS (1990-1992), Sekretaris Tim Penyunting jurnal Ilmiah
Ilmu-ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian Unud, (1989-1994), Ketua Perhimpunan Fitopatologi Cabang
Bali (1989-1994), Sekretaris Laboratorium Biopestisida (2000-2001), Pembantu Dekan III Fakultas
Pertanian Unud, (2000-2003), Pembantu Dekan i Fakultas Pefianian Unud, (2003-2007), Anggota Panitia
Tim Penilai Angka Kredit Kenaikan Pangkat Unud, (2001-2011), Kepala Bagian Akademik, Pengelola
Program Doktor (S3) PS. Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana Unud, (2008-2012), Anggota Tim
Validasi karya Ilmiah Fakultas Pertanian Unud (2012-sekarang). Anggota Tim Penilai Angka Kredrt
Kenaikan Pangkat Fakultas Pertanian Unud tahun 2}L2-sekarang, Anggota Pengelola Kebun Pttr-rr!3::-
Fakultas Pertanian Unud, Pegok (2012-sekarang) dan Ketua Tim Revisi Buku Pedoman Fak;.:.,.
Pertanian Unud, (20 I 2-sekarang).
Penelitian yang pernah dilakukan antara lain: Epidemi penyakit embun tepung (downy' ntildev.t
pada tanaman anggur di Desa Tangguwisia, Buleleng, Bali (Tesis) (1989), Pengujian berbagai pestisida
produk PT. Bayer dalam menanggulangi penyakit Embun Tepung (Downy Mildew) di Tangguwisia,
Buleleng-Bali (Kerjasama dengan PT Bayer) tahun 1989, Epidemi penyakit becak Cercospora pada
kacang tanah di kebun Pegok Denpasar tahun 1993, Pengujian Ketahanan Tanaman Pisang terhadap
penyakit layu di Jembrana tahun 2000, Epidemi penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh
Penyakit Tanoman Padi (Oryza sativa L.)
202
-oo0oo-
It
I