Anda di halaman 1dari 14

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum kimia dasar lanjut dengan judul


“Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka“ yang
disusun oleh :
nama : Khaeriani Kurnia Arda
nim : 1713041018
kelas : Pendidikan kimia B
kelompok : 4 (empat)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh asisten dan koordinator asisten, maka
dinyatakan diterima.

Makassar, Mei 2018


Koordinator Asisten, Asisten,

Niluh Sriwianti Yohanas M. Tandilolo


NIM. 1413440012 NIM. 1313441022

Mengetahui
Dosen Penanggung Jawab

Dra. Hj. Sumiati Side, M.Si.


NIP. 19610923 198503 2002
A. JUDUL PERCOBAAN
Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dan Penentuan Kadar Asam Cuka
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan normalitas larutan NaOH menggunakan larutan standar asam
oksalat dan menetapkan kadar asam cuka secara titrasi vulumetri.
C. LANDASAN TEORI
Sistem homogen yang mengandung dua atau lebih zat disebut larutan.
Sistem homogen dari dua zat atau lebih (cairan, padatan, atau gas) merupakan
larutan. Komponen utamanya biasanya disebut pelarut dan komponen minornya
dinamakan zat terlarut. Pelarut dipandang sebagai “pembawa” atau medium bagi
zat terlarut, yang dapat berperan serta dalam reaksi kimia dalam larutan atau
meninggalkan larutan karena pengendapan atau penguapan. Larutan terbentuk
melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi
langsung dalam keadaan tercampur. Perubahan gaya antar molekul yang dialami
oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni atau pelarut dalam keadaan
tercampur mempengaruhi baik kemudahan pembentukan maupun kestabilan
larutan (Oxtoby, 2001: 159-60).
Larutan terdiri atas terlarut dan pelarut. Pelarut adalah zat komponen
umumnya berwujud cair yang jumlahnya lebih banyak, sedangkan zat terlarut
adalah zat komponen baik yang berwujud gas, cair maupun padatan yang
jumlahnya lebih kecil sehingga terbentuk larutan homogen. Nilai batas jumlah zat
terlarut dalam jumlah pelarut tertentu pada suhu dan tekanan tertentu untuk
membentuk larutan homogen itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah nilai batas
kemampuan pelarut dalam volume tertentu (biasanya 1 dm3) untuk melarutkan zat
terlarut pada suhu 25°C tekanan 1 atm yang menghasilkan larutan homogen
(sistem yang homogen). Jumlah zat terlarut dalam larutan atau dalam pelarut
pada volume berat tertentu itu disebut konsentrasi. Konsentrasi larutan salah
satunya ialah massa ekuivalen. Massa ekuivalen adalah massa dalam satuan gram
suatu zat/senyawa/unsur yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan
1 mol proton (H+) (Kasim, 2008: 70-71).
Larutan dibedakan berdasarkan kemampuannya melarutkan zat terlarut.
Larutan yang mengandung jumlah maksimum zat terlarut di dalam pelarut, pada
suhu tertentu dinamakan larutan jenuh. Sebelum titik jenuh tercapai larutannya
disebut larutan tak jenuh. Larutan ini mengandung zat terlarut lebih sedikit
dibandingkan dengan kemampuan untuk melarutkan. Jenis ketiga larutan lewat
jenuh mengandung lebih banyak zat terlarut dibandingkan yang terdapat di dalam
larutan jenuh. Larutan lewat jenuh bukanlah larutan yang sangat stabil. Pada
saatnya, sebagian zat akan menjadi kristal (Chang, 2005: 4).
Konsentrasi larutan adalah jumlah zat terlarut yang terdapat di dalam
sejumlah tertentu pelarut atau larutan. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan
dengan berbagai cara. Salah satu satuan konsentrasi yang paling umum dalam
kimia adalah molaritas (M) atau konsentrasi molar, yaitu jumlah mol zat terlarut
dalam 1 liter larutan. Molaritas didefinisikan oleh persamaan:
mol zat terlarut
M = molaritas = liter larutan

(Chang, 2005: 106-107).


Penentuan konsentrasi zat atau larutan dengan cara mereaksikannya secara
kuantitatif dengan menggunakan larutan lain pada konsentrasi tertentu merupakan
suatu metode analisa volumetri. Zat yang akan ditentukan konsentrasinya dititrasi
dengan menggunakan larutan standar yang konsentrasinya telah diketahui, sampai
terjadi reaksi sempurna dimana mol ekuivalen larutan standar sama dengan mol
ekuivalen larutan yang dititrasi atau titik akhir teoritis. Jumlah ekuivalen larutan
yang dititrasi biasanya ditemukan pada volume larutan standar yang ditambahkan,
dan dapat ditemukan dari penambahan larutan standar (Tim Dosen, 2018: 5).
Titrasi yaitu penambahan secara cermat larutan kedua yang mengandung
zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antar
keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi, pada titik akhir, ditandai dengan
perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir dapat
dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat
yang disebut indikator, yang mengubah warna pada titik akhir. Pada titik akhir,
jumlah zat kimia A yang telah ditambahkan secara unik berkaitan dengan bahan
kimia yang tidak diketahui yang semulanya ada, berdasar persamaan reaksi titrasi.
Titrasi memungkinkan kimiawan menetukan jumlah zat yang ada dalam sampel.
Dua penerapan titrasi yang paling lazim melibatkan reaksi netralisasi asam-basa
dan reaksi oksidasi-reduksi (atau redoks) (Oxtoby, 2001: 161).
Salah satu penerapan tetapan kesetimbangan ionisasi adalah dalam titrasi
asam basa. Dalam titrasi asam basa nilai tetapan kesetimbangan ionisasi
digunakan sebagai tolok ukur dalam penentuan pH larutan yang menandai
tercapainya titik ekuivalen. Titik ekuivalen atau titik akhir teoritis adalah saat
banyaknya asam atau basa tepat setara secara stoikiometri dengan banyaknya basa
atau asam yang terdapat dalam larutan. Asam dan basa kuat dalam air akan terurai
sempurna menjadi ion-ionya. Asam kuat terurai menjadi ion hidronium (H3O+)
dan basa kuat dalam air terurai menjadi ion hidroksida (OH-) dan asam
konjugasinya. Titrasi asam dan basa kuat pada dasarnya merupakan reaksi
penetralan, sehingga titik ekuivalen tercapai jika pH larutan sama dengan pH
murni yaitu 7. Titik ekuivalen reaksi asam kuat dan basa kuat pada dasarnya
merupakan reaksi ion hidronium dan ion hidroksida. Contoh reaksinya yaitu:
H3O+(aq) + OH-(aq) H2O(l)
(Partana, 2003: 32).
Jumlah ekuivalen larutan yang dititrasi biasanya ditemukan pada volume
larutan standar yang ditambahkan, dan dapat ditemukan dari penambahan larutan
standar. Prinsip reaksi yaitu:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa + H2O
Untuk menetukan konsentrasi suatu larutan asam-basa, diperlukan suatu larutan
standar. Larutan standar adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya dan
biasanya berupa larutan asam atau larutan basa yang mantap (konsentrasinya tidak
cepat berubah). Sebagai contoh larutan standar dapat dipakai larutan natrium
hidroksida. Kesempurnaan reaksi ini ditandai dengan perubahan visual dari
larutan (perubahan warna atau terbentuknya endapan) yang diberikan oleh
indikatoryang ditambahkan kedalam larutan yang akan dicari konsentrasinya
sebelum titrasi dilakukan (Tim Dosen, 2018: 6).
Kebanyakan reaksi asam basa, tidak ada perubahan warna yang tajam pada
titik akhirnya. Dalam hal ini, perlu ditambahkan sedikit indikator, yaitu zat warna
yang berubah warna bila reaksi selesai. Fenolftalein merupakan salah satu
indikator yang mengubah warna menjadi merah mula bila larutan berubah dari
asam ke basa. Konsentrasi asam asetat dalam larutan berair dapat ditentukan
dengan menambahkan beberapa tetes larutan fenolftalein dan menitrasinya dengan
larutan natrium hidroksida yang konsentrasinya diketahui secara cermat. Jika
warna merah muda tampak permanen, cerat buret ditutup. Pada titik ini, reaksinya
adalah
CH3COOH(aq) + OH-(aq) CH3COO-(aq) + H2O(l)
(Oxtoby, 2001: 162).
Larutan standar primer dapat digunakan dalam titrasi asam-basa adalah
asam oksalat, natrium tetra borat, asam benzoat, kalium hidrogen talat, kalium
hidrogen iodat, sedangkan larutan standar sekunder yang dapat digunakan dalam
titrasi asam-basa adalah NaOH, HCl dan lain-lain. Larutan standar primer yaitu
kadarnya dapat diketahui secara langsung karena didapatkan dari hasil
penimbangan. Syarat-syarat larutan standar primer yaitu, mempunyai kemurniaan
yang tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami perubahan saat
penimbangan, berat ekivalen yang tinggi serta larutannya stabil dalam
penyimpanan. Percobaan standarisasi NaOH dengan larutan standar asam oksalat
termasuk titrasi netralisasi (Tim Dosen, 2018: 6).
Menurut Arrhenius, asam ialah zat yang bila dilartkan dalam air akan
menambah jumlah hidrogen yang sudah ada dalam air murni. Gas hidrogen
klorida bereaksi dengan air akan menghasilkan asam klorida:
HCl(g) H+(aq) + Cl-(aq)
sedangkan basa didefinisikan sebgai zat yang bila dilarutkan akan menambahkan
jumlah ion hidroksida yang sudah ada dalam air murni. Natrium hidroksida
banyak larut dalam air berdasarkan persamaan;
NH3 (aq) + H2O (l) NH4+ (aq) + OH- (aq)
Bila larutan asam dicampur dengan larutan basa, terjadilah reaksi netralisasi:
H+(aq) + OH-(aq) H2O(l)
ini merupakan kebalikan dari reaksi ionisasi air yang telah diperlihatkan
sebelumnya (Oxtoby, 2001: 162).
Dalam reaksi netralisasi asam dan basa atau basa dengan asam,
perhitungan [H+] dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat atau sebaliknya basa
kuat dengan asam kuat tidak sukar sama sekali. Perhitungan ini dapat dilakukan
dengan membagi jumlah mol asam (atau basa) yang tinggal dengan volume
larutannya. Perhitungannya akan lebih rumit bila kombinasi asam lemah dan basa
kuat, atau yang melibatkan asam kuat dan basa lemah. [H+] akan bergantung tidak
hanya pada asam atau basa yang tinggal, tetapi juga hidrolisis garam yang
terbentuk. Jumlah mol basa berlebih sama dengan jumlah mol ion hidroksida.
[OH–] dapat diperoleh dengan membagi jumlah mol dengan volume larutan.
[OH–] yang diperoleh diubah menjadi [H+] (Takeuchi, 2006: 173-174).
Titrasi asam dan basa kuat pada dasarnya merupakan reaksi penetralan,
sehingga titik ekivalen tercapai jika pH larutan sama dengan pH air murni yaitu 7.
Titrasi asam kuat dengan basa lemah yaitu asam kuat akan terionisasi dengan
sempurna, sedangkan basa lemah terionisasi sebagian. Pada titik ekivalen akan
terdapat campuran asam dan basa Bronsted-Lowry, namun asam yang ada relatif
lebih kuat dibandingkan dengan basanya, sehingga larutan akan cenderung
bersifat asam atau pH lebih kecil daripada 7 (Partana, 2003: 33).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Labu takar 100 mL 1 buah
b. Pipet ukur 25 mL 1 buah
c. Pipet ukur 10 mL 1 buah
d. Erlenmeyer 250 mL 6 buah
e. Gelas kimia 50 mL 1 buah
f. Corong biasa 2 buah
g. Buret 50 mL 2 buah
h. Statif dan klem 2 set
i. Batang pengaduk 1 buah
j. Botol semprot 1 buah
k. Pipet tetes 2 buah
l. Bulb pipet 2 buah
m. Gelas ukur 10 mL 1 buah
n. Lap kasar 1 buah
o. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan standar asam oksalat 0,1 N (H2C2O4)
b. Larutan natrium hidroksida 0,1 M (NaOH)
c. Asam cuka perdagangan (CH3COOH)
d. Indikator phenolftalein (PP)
e. Aquades (H2O)
f. Aluminium foil
g. Tissue
h. Label
E. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
a. Larutan standar NaOH 0,1 N dimasukkan ke dalam buret 50 mL
b. 25 mL larutan asam oksalat 0,1 N dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
c. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein.
d. Lalu dititrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna, dari
tidak berwarna menjadi merah muda.
e. Volume penitrasi dicatat.
f. Dilakukan titrasi sebanyak 3 kali.
g. Dihitung normalitas NaOH.
2. Penetapan kadar asam asetat dalam cuka
a. 1 mL larutan cuka perdagangan dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL
b. Larutan cuka perdagangan yang berada di gelas ukur dimasukkan kedalam
labu takar 100 mL.
c. Kemudian larutan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas lalu
dikocok.
d. Larutan encer tersebut diambil sebanyak 10 mL menggunakan pipet ukur
10 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
e. Lalu, ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein.
f. Larutan dititrasi dengan larutan standar NaOH dengan hati- hati sampai
terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
g. Dicatat volume penitrasi.
h. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali.
i. Kadar asam asetat dalam cuka dihitung.
F. HASIL PENGAMATAN
1. Standarisasi Larutan Standar NaOH dengan Larutan Standar Asam Oksalat
Volume asam oksalat Volume NaOH Normalitas
(mL) (mL) NaOH
25 17,9 0,139 N
25 17,6 0,142 N
25 17,7 0,141 N
2. Penentuan Kadar Asam Cuka
Merek asam cuka : asam cuka perdagangan 0,5%
Pembacaan buret I (mL) II (mL) III (mL)

NaOH akhir 49,6 49 48,6

NaOH awal 50 49,6 49


Volume NaOH 0,4 0,6 0,4
G. ANALISIS DATA
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat 0,1 N
H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) Na2C2O4(l) + 2H2O(l)
Diketahui : VNaOH 1 = 17,9 mL
VNaOH 2 = 17,6 mL
VNaOH 1 = 17,7 mL
V H2C2O4 = 25 mL
NH2C2O4 = 0,1 N
Ditanyakan : N NaOH =…….?
Penyelesaian :
N NaOH × V NaOH = N H2C2O4× V H2C2O4
N H 2 C 2 O 4 × V H2 C 2 O 4
N NaOH = V NaOH
N H2 C2 O4 × V H2 C2 O4
a. NNaOH1 = V NaOH
0,1 N × 25 mL
= 17,9 mL
= 0,139 N
N H2 C2 O4 × V H2 C2 O4
b. NNaOH2 = V NaOH
0,1 N × 25 mL
= 17,6 mL
= 0,142 N
N H2 C2 O4 × V H2 C2 O4
c. NNaOH3 = V NaOH
0,1 N × 25 mL
= 17,7 mL
= 0,141 N
V1+V2+V3
Volume Rata-rata NaOH = 3

17,9 mL + 17,6 mL + 17,7 mL


= = 17,73 mL
3

Normalitas NaOH rata-rata


N1 + N2 + N3
NNaOH rata-rata = 3
0,139 N + 0,142 N + 0,141 N
= 3
= 0,140 N
2. Penentuan kadar asam cuka
Diketahui :
VNaOH awal 1 = 49,9 mL
VNaOH awal 2 = 49,8 mL
VNaOH awal 3 = 49,7 mL
VNaOH 1 = 0,1 mL
VNaOH 2 = 0,1 mL
VNaOH 3 = 0,1 mL
VNaOH akhir 1 = 50 mL
VNaOH akhir 2 = 49,9 mL
VNaOH akhir 3 = 48,8 mL
Ditanyakan : % kadar asam cuka = …..?
Penyelesaian :
V1 + V2 + V3
VNaOH rata-rata = 3
(0,1+0,1+0,1)mL
= 3
= 0,1 mL
a. Normalitas
Vrata−rata ×N NaOH
N2 = 10 mL
0,1 mL × 0,1 N
= 10 mL
= 0,001 N
100 mL × 0,001 N
b. N1 = 1 mL

= 0,1 N
c. Diketahui:
% CH3COOH = 25%
𝜌 CH3COOH = 1,048 gr/mL
Mr CH3COOH = 60 gr/mol
ƿ × 10 × % CH3COOH
M stok = Mr
gr
1,048 × 10 × 25%
mL
= 60 gr/mol
= 4,37 M
d. % kadar asam asetat
M1
% kadar CH3COOH =M stok × 99%
0,1 N
= 4,37 M × 99 %
= 2,26%
Jadi, kadar asam asetat dalam cuka adalah 2,26 %
H. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini memiliki 2 tujuan yaitu menentukan normalitas larutan
NaOH menggunakan larutan standar asam oksalat dan menetapkan kadar asam
cuka secara titrasi volumetri. Titrasi volumetri atau analisa volumetri yaitu
penentuan konsentrasi zat atau larutan dengan cara mereaksikannya secara
kuantitatif dengan menggunakan larutan lain pada konsentrasi tertentu (Tim
Dosen, 2018: 6). Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak
suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan
tersebut seringkali disebut konstituen atau analit (Day, 2001: 2).
1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 N dengan larutan standar asam oksalat
Standarisasi adalah suatu proses yang digunakan untuk menentukan secara
teliti konsentrasi suatu larutan. Larutan adalah sistem homogen yang mengandung
dua atau lebih zat (Oxtoby, 2001: 161). Untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan asam-basa, diperlukan suatu larutan standar. Larutan standar adalah suatu
larutan yang telah diketahui konsentrasinya dan biasanya berupa larutan asam atau
larutan basa yang mantap (konsentrasinya tidak berubah. Sebagai contoh larutan
standar dapat dipakai larutan natrium hidroksida (Tim Dosen, 2018: 5).
Prinsip dasar standarisasi larutan yaitu, didasarkan pada reaksi netralisasi
asam basa. Prinsip kerjanya yaitu pencampuran dan penitrasian (proses titrasi).
Pada percobaan ini, buret dicuci terlebih dahulu dengan aquades lalu bilas dengan
larutan standar yaitu NaOH agar larutan NaOH yang akan dimasukkan ke dalam
buret tidak terkontaminasi atau bercampur dengan aquades. Larutan standar
primer yaitu asam oksalat dititrasi dengan NaOH. Larutan standar primer adalah
larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung karena didapatkan dari
hasil penimbangan, umumnya kadarnya dinyatakan dalam normalitas (Tim Dosen,
2018: 6). Sebelum dititrasi, asam oksalat ditambahkan dengan indikator
phenolftalein (PP). Indikator phenolftalein merupakan salah satu indikator yang
mengubah warna larutan menjadi merah muda bila larutan berubah dari asam ke
basa (Oxtoby, 2001: 162). Setelah ditambahkan indikator PP, warna larutan asam
oksalat masih bening yang menunjukkan bahwa larutan ini masih bersifat asam.
Dilakukan titrasi asam oksalat dengan NaOH sampai terjadi perubahan
warna dari bening menjadi merah muda. Perubahan warna menandakan bahwa
asam oksalat dan NaOH telah bereaksi. Titik pada saat indikator PP memberikan
perubahan disebut titik akhir titrasi, dan pada saat ini titrasi harus dihentikan.
Idealnya, bila indikator dan kondisi titrasi sesuai, maka titik akhir titrasi dan titik
ekivalen akan berimpit atau setidaknya hanya terdapat sedikit perbedaan. Pada
penambahan titran lebih lanjut pada titik ekivalen akan menyebabkan perubahan
pH yang cukup besar sehingga perubahan indikator asam-basa tergantung pada
pH titik ekivalen (Tim Dosen, 2018: 6). Proses titrasi ini dilakukan sebanyak tiga
kali dengan tujuan agar hasil titrasi lebih akurat. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:

2NaOH(aq) + H2C2O4(aq) Na2C2O4(l) + 2H2O(l)


(natrium hidroksida) (asam oksalat) (natrium oksalat) (aquades)
Dari percobaan ini, diperoleh volume NaOH yang digunakan untuk titrasi
berturut- turut yaitu 17,9 mL, 17,6 mL dan 17,7 mL sehingga rata-ratanya yaitu
17,73 mL. Normalitas pada dasarnya adalah molaritas yang dibagi oleh valensi,
atau daya kimiawi dari suatu molekul, normalitas mengukur dengan lebih tepat
reaktivitas kimiawi zat-zat dalam larutan (Fried, 2006: 13). Adapun untuk
normalitas yang diperoleh yaitu 0,139 N, 0,142 N dan 141 N sehingga
menghasilkan rata-rata sebesar 0,140 N.
2. Penentuan kadar asetat dalam asam cuka
Penentuan kadar asam cuka adalah berapa banyak volume asam cuka yang
bercampur dengan sejumlah volume air. Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk
menetapkan kadar asam cuka secara titrasi volumetri. Larutan NaOH 0,1 N
sebagai penitrasi (titer) dan asam cuka yang ditirasi (titran). Kegiatan yang
dilakukan yaitu mengencerkan asam cuka perdagangan dengan penambahan
aquades sampai tanda batas. Lalu, larutan dihomogenkan agar kedua larutan
bereaksi dengan sempurna dengan cara dikocok bolak balik. Larutan yang telah
diencerkan ditambahkan dengan indikator phenolftalein. Indikator phenolftalein
merupakan salah satu indikator yang mengubah warna larutan menjadi merah
muda bila larutan berubah dari asam ke basa (Oxtoby, 2001: 162). Kemudian
mentitrasi larutan sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi
warna merah muda. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan tujuan agar hasil
titrasi lebih akurat.. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)
(asam asetat) (natrium hidroksida) (natrium asetat) (aquades)
Hasil titrasi yang diperoleh berturut-turut yaitu volume NaOH 0,1 mL,
0,1 mL dan 0,1 mL. Volume rata-rata NaOH 0,1 mL. Kadar asam asetat dalam
cuka diperoleh sebesar 2,26% yang berarti sebanyak 2,26 mL asam asetat dalam
100 mL larutan.
I. KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat Menentukan normalitas
larutan NaOH menggunakan larutan standar asam oksalat dilakukan dengan cara
menitrasi NaOH sejumlah tertentu dengan metode titrasi volumetric. Nilai rata-
rata normalitas yang diperoleh sebesar 0,140 N dan kadar asam asetat rata- rata
sebesar 2,26% yang berarti sebanyak 2,26 mL asam asetat dalam 100 mL larutan.
2. SARAN
a. Untuk praktikan, diharapkan tidak terlalu takut atau kaku saat melakukan
titrasi NaOH dengan asam oksalat maupun NaOH dengan asam cuka
perdagangan karena takut pada saat titrasi melewati titik ekivalen
b. Untuk asisten, pembimbingannya sudah bagus jadi hanya perlu dipertahankan
c. Untuk laboran, sebaiknya menyediakan statif dan klem 1 set lagi agar proses
titrasi bisa dilakukan dengan cepat serta 1 buah lagi bulb pipet agar bulb pipet
yang sudah ada tidak berganti-ganti digunakan untuk pipa ukur 10 mL dan 25
mL.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

Day J.R. dan A.L. Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: PT. Gelora Pratama.

Fried, George H. dan George J. Hademenos. 2006. Biologi Edisi Kedua. Jakarta:
PT. Gelora Pratama.

Kasim, Syahrifuddin. 2008. Kimia Dasar UPT MKU Universitas Hasanuddin


Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Oxtoby, David W, H.P. Gillis dan Norman H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip


Kimia Modern Edisi keempat Jilid 1. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Partana, Crys Fajar, Heru Pratomo Al, Karim Theresih dan Suharto. 2003.
Common Textbook (Edisi Revisi) Kimia Dasar 2. JICA: Yogyakarta.

Takeuchi, Yashito. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Tokyo: University of


Tokyo.

Tim Dosen. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Dasar Lanjut. Makassar:


Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai