Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Untuk mencapai falah yang maksimum , tidak seluruh aktivitas ekonomi yang di serahkan
kepada mekanisme pasar. Adakalanya mekanisme pasar gagal menyediakan barang dan jasa
yang di butuhkan oleh masyarakat ataupun mekanisme pasar tidak bekerja secara secara fair
dan adil; fair dalam arti berprinsipkan saling ridho dan adil dalam arti tidak bertindak zalim
kepada pihak lain. Dalam hal ini, pemerintah atau masyarakat perlu mengambil alih peran
mekanisme pasar dalam penyediaan barang / jasa tersebut.
Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah barang / jasa apakah yang perlu disediakan
oleh pemerintah atau masyarakat, dari mana sumber dana yang digunakan untuk penyediaan
barang / jasa tersebut, bagaimana alokasi dan distribusi barang / jasa yang disediakan oleh
pemerintah atau masyarakat tersebut, apakah kriteria yang digunakan untuk memutuskan
barang / jasa tertentu layak disediakan oleh pemerintah atau masyarakat, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu dikaji bagaimana keuangan publik ini dipraktikkan
oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, prinsip-prinsip apakah yang bias disarikan dari
sunah Rasul Saw. dan sahabat, dan bagaimana implementasi keuangan publik islam yang
terbangun sejak awal, seperti zakat, wakaf, dan infaq akan dibahas secara lebih mendalam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Misi Ekonomi Islam dan Prinsip Keuangan Publik Islam ?


2. Prinsip Berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah ?
3. Prinsip Berdasarkan Ijma’ Ulama ?
4. Prinsip Berdasarkan Kebutuhan Masyarakat (Mashalahat) ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui Ekonomi Islam dan Prinsip Keuangan Publik Islam


2. Mengetahui Berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah
3. Mengetahui Berdasarkan Ijma’ Ulama
4. Mengetahui Berdasarkan Kebutuhan Masyarakat (Mashalahat)
BAB II
PEMBAHASAN

1. Mengetahi Ekonomi Islam dan Prinsip Keuangan Publik Islam

A.) Keuangan Publik pada Masa Rasulullah Saw.

Untuk memahami sejarah keuangan publik pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin,
dapat dilihat dari praktik dan kebijakan yang diterapkan oleh beliau dan para sahabat. Bicara
mengenai keuangan publik pada masa Rasulullah adalah berangkat dari kedudukan beliau
sebagai kepala Negara. Sebab, kedudukan sebagai kepala Negara adalah identik dengan
kedudukan melanyani publik.
Setelah selama tiga belas tahun di Mekkah, beliau hijrah ke Madinah ( Yasrib ). Pada saat
hijrah ke Madinah, kota ini masih dalam keadaan kacau, belum memiliki pemimpin ataupun
raja yang berdaulat. Di kota ini banyak suku, salah satunya adalah suku Yahudi yang di
pimpin oleh Abdullah ibnu Ubay. Ia berambisi menjadi raja di Madinah. Suasana kota ini
sering terjadi pertikaian antarkelompok. Kelompok yang terkuat dan kaya adalah Yahudi,
namun kondisi ekonominya masih lemah dan hanya dipotong dari hasil pertanian. Oleh
karena itu, tidak ada hukum dan aturan, maka sistem pajak dan fiskal tidak berlaku.
Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, maka Madinah dalam waktu singkat mengalami
kemajuan yang pesat. Rasulullah berhasil memimpin seluruh pusat pemerintah Madinah,
menerapkan prinsip-prinsip dalam pemerintah dan organisasi, membangun institusi-institusi,
mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada
akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh. Sebagai Negara yang baru terbentuk, ada
beberapa hal yang segera mendapatkan perhatian beliau, seperti: (1). Membangun masjid
utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya. (2). Merehabilitasi
muhajirin Mekkah di Madinah. (3). Menciptakkan kedamaian dalam Negara. (4).
Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya. (5). Membuat konstitusi Negara.
(6). Menyusun sistem pertahanan Madinah. (7). Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan
Negara.

a. Sumber Utama Keuangan Negara.


Pada masa-masa awal pemerintahan kota Madinah, pendapatan dan pengeluaran hamper
tidak ada. Rasulullah Saw. sendiri sebagai seorang kepala Negara, pemimpin dibidang
hukum, pemimpin dan penanggungjawab dari keseluruhan administrasi tidak mendapat gaji
sedikit pun dari Negara atau masyarakat, kecuali hadiah kecil yang umumnya berupa bahan
makanan.
Pada masa Rasulullah hampir seluruh pekerjaan yang dikerjakan tidak mendapatkan upah.
Pada masa Rasulullah Saw. tidak ada tentara formal. Semua Muslim yang mampu boleh
menjadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan
mendapatkan bagian dari rampasan perang, seperti senjata, kuda, unta, dan barang-barang
bergerak lainnya.
Situasi berubah setelah turunnya surat Al-Anfal ( rampasan perang ). Waktu turunnya surat
ini adalah masa antara perang badar dan pembagian rampasan perang, pada tahun kedua
setelah Hijrah. Yaitu sebuah ayat yang artinya : “ seperlima bagian adalah untuk Allah dan
Rasul-Nya ( yaitu untuk Negara digunakan untuk kesejahteraan umum ) dan untuk kerabat
Rasul, anak yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan.”
Jizyah adalah pajak yang bayarkan oleh orang non-Muslim khususnya ahli kitab, untuk
jaminan perlindungan jiwa, harta atau kekayaan, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib
militer. Pada zaman Rasulullah, besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk orang
dewasa yang mampu membayarnya. Pembayaran tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat
juga berupa barang atau jasa.
Kharaj adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non-Muslim ketika Khaibar ditaklukkan.
Tanahnya diambil alih oleh orang Muslim dan pemilik lamanya mmenawarkan untuk
mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian
hasil produksi kepada Negara. Jumlah kharaj dari tanah ini tetap, yaitu setengah dari hasil
produksi. Rasulullah biasanya mengirim orang yang memiliki pengetahuan dalam masalah ini
untuk memperkirakan jumlah hasil produksi. Setelah mengurangi sepertiga sebagai kelebihan
perkiraan, dua per tiga bagian dibagikan dan mereka bebas memilih; menerima atau menolak
pembagian tersebut. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi
sumber pendapatan yang penting.
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam
setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Rasulullah
berinisiatif mempercepat peningkatan perdagangan, walaupun menjadi beban pendapatan
Negara. Ia menghapuskan semua bea masuk dan dalam banyak perjanjian dengan berbagai
suku menjelaskan hal tersebut. Barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di
wilayah Muslim, bila sebelumnya terjadi tukar menukar barang.
Zakat dan ushr merupakan pendapatan yang paling utama bagi negara pada masa Rasulullah.
Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam.
Pengeluaran untuk keduanya telah diatur dalam alquran (At-Taubah : 60) sehingga
pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum Negara. Pada
masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal sebagai berikut :
1) Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk
lainnya.

2) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornament atau dalam
bentuk lainnya.

3) Binatang ternak : unta, sapi, domba, kambing.

4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.

5) Hasil pertanian termasuk buah-buahan.

6) Luqatah, harta benda yang ditinggalkan musuh.

7) Barang temuan.

Pencatatan seluruh penerimaan Negara pada masa Rasulullah tidak ada. Dalam kebanyakan
pencatatan diserahkan pada pengumpul zakat, setiap orang pada umumnya terlatih dalam
masalah pengumpulan zakat.
b. Sumber Sekunder Keuangan Negara.

Disamping sumber-sumber pendapatan primer yang digunakan sebagai penerimaan fiskal


pemerintah pada masa Rasulullah Saw. ada sumber pendapatan sekunder. Diantaranya adalah
sebagai berikut :
1.) Uang tebusan untuk para tawanan perang. Pada perang Hunain, enam ribu tawanan
dibebaskan tanpa uang tebusan.

2) Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukan kota Makkah) untuk pembayaran uang


pembebasan kaum Muslimin dari Judhaima atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000
dirham (20.000 dirham menurut Bukhari) dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa
pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sofwan bin Umaiyah (sampai waktu itu tidak ada
perubahan).
3) Khumuz atau rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.

4) Awmal fadhla (berasal dari harta benda kaum Muslimin yang meninggal tanpa waris,
atau berasal dari barang-barang seorang Muslim yang meninggalkan negerinya.

5) Wakaf, harta benda yang didedikasikan kepada umat islam yang disebabkan karena Allah
dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.

6) Nawaib, yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar dibebankan pada kaum Muslimin yang
kaya dalam rangka menutupi pengeluaran Negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi
pada masa perang Tabuk.

7) Zakat fitrah.

8) Bentuk lain sedekah seperti qurban dan kaffarat

B. Keuangan Publik pada Masa Khulafaurrasyidi

1.) Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq

Abu Bakar Siddiq terpilih sebagai khalifah dalam kondisi miskin, sebagai pedagang dengan
hasil yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga
Abu Bakar diurus oleh kekayaan dari Baitul Maal ini. Menurut beberapa keterangan, beliau
diperbolehkan mengambil dua setengah atau tiga perempat dirhamsetiap harinya dari Baitul
Maal dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa. Setelah berjalan
beberapa waktu tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2500 dirham dan
menurut keterangan lain 6.000 dirham per tahun.
Selama sekitar 27 bulan di masa kepemimpinannya, Abu Bakar Siddiq telah banyak
menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada
Negara. Abu Bakar Siddiq sangat memerhatikan keakuratan penghitungan zakat. Zakat selalu
didistribusikan setiap periode dengan tanpa sisa. System pendistribusian ini tetap dilanjutkan,
bahkan hingga beliau wafat hanya satu dirham yang tersisa dalam pembendaharaan
keuangan. Sumber pendanaan Negara yang semakin menipis, menjelang mendekati wafatnya
menyebabkan kekayaan pribadinya dipergunakan untuk pembiayaan Negara.

2. Masa Kekhalifahan Umar bin Khatab Al-Faruqi


Ada beberapa hal penting yang perlu dicatat berkaitan dengan masalah kebijakan keuangan
Negara pada masa khalifah Umar, diantaranya adalah masalah ;

1.Baitul Maal
Pada tahun 16 H, Umar mengumpulkan dana kharaj senilai 500.000 dirham, hasil dari Abu
Hurairah, untuk disimpan sebagai cadangan darurat, membiayai angkatan perang, dan
kebutuhan lain untuk umat. Untuk menyimpan dana tersebut, maka Bailtul Mall regular dan
permanen didirikan untuk pertama kalinya di ibukota provinsi. Setelah menaklukkan Syria,
Sawad, dan Mesir, penghasilan Bailtul Mall meningkat (kharaj dari sawad mencapai seratus
juta dinar dan dari Mesir dua juta dinar).
1) Kepemilikan Tanah

Sepanjang pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukkan melalui perjanjian damai. Di
sinilah mulai timbul permasalahan bagaimana pembagiannya, diantaranya sahabat ada yang
menuntut agar kekayaan tersebut didistribusikan kepada para pejuang, sementara yang
lainnya menolak. Oleh karena itu, dicarilah suatu rencana yang baik untuk mereka yang
datang pertama maupun yang datang terakhir.
2) Zakat dan Ushr

Pada masa Umar, Gubernur Taif melaporkan bahwa pemilik sarang-sarang tawon tidak
membayar ushr, tetapi menginginkan sarang-sarang tawon tersebut dilindungi secara resmi.
Umar katakana bahwa bila mereka mau membayar ushr, maka sarang tawon mereka akan
dilindungi. Apabila tidak, tidak akan mendapat perlindungan. Menurut laporan Abu Ubayd,
Umar membedakan madu yang diperoleh dari lading. Zakat yang ditetapkan adalah
seperduapuluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk madu jenis kedua.
3) Pembayaran Sedekah oleh non-Muslim

Tidak ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen Banu Taghlib
yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang
dibayar kaum Muslim. Banu Taghlib adalah suku Arab Kristen yang menderita akibat
peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga
menolak membaya jizyah dan malah membayar sedekah.
4) Mata Uang

Pada masa Nabi dan sepanjang masa Khulafaurrasyidin mata uang asing dengan berbagai
bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, sebuah koin emas dan dirham sebuah koin
perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mistqal atau sama dengan dua puluh qirat atau
seratus grain barley.
5. Klasifikasi Pendapatan Negara
Pada periode awal Islam, para khalifah mendistribusikan semua pendapatan yang diterima.
Kebijakan tersebut berubah pada masa Umar. Pendapatan yang diterima di Baitul
Maal terbagi dalam empat jenis, yaitu ;
(a) Zakat dan Ushr

(b) Khums dan Sedekah

(c) Kharaj, fay, jizyah, ushr dan sewa tetap tahunan tanah

(d) Berbagai macam pendapatan yang diterima dari semua macam anak-anak terlantar, dan
dana social lainnya.

5) Pengeluaran

3. Masa Kekhalifahan Usman

Usman bin Affan adalah khalifah ketiga. Pada enam tahun pertama kepemimpinannya, Balkh,
Kabul, Ghazni, Kerman, dan Sistan ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan
Umar diikuti. Tidak lama setelah Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan
efektif diterapkan dalam rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan
dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara
pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Khalifah Usman tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, dia meringankan beban
pemerintah dalam hal yang serius. Dia bahkan menyimpan uangnya di bendahara Negara. Hal
ini menimbulkan kesalahpahaman antara Khalifah dan Abdullah bin Arqam, salah seorang
sahabat Nabi yang terkemuka, yang berwenang melaksanakan kegiatan Baitul Maal pusat.
Beliau juga berusaha meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kelautan, meningkatkan
dana pensiun dan pembangunan wilayah taklukan baru, Khalifah membuat beberapa
perubahan administrasi dan meningkatkan kharaj dan jizyah dari mesir.

4. Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib

Setelah meninggalnya Usman, Ali terpilih sebagai khalifah dengan suara bulat. Ali menjadi
khalifah selama lima tahun. Kehidupan Ali sangat sederhana dan dia sangat ketat dalam
menjalankan keuangan Negara. Gubernur Ray dijebloskan ke penjara oleh khalifah dengan
tuduhan penggelapan uang Negara.
Berbeda dengan khalifah Umar, Khalifah Ali mendistribusikan seluruh pendapatan di Baitul
Maal ke provinsi yang ada di Baitul Maal Madinah, Busra dan Kufa.sistem distribusi setiap
pecan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari Kamis adalah hari pendistribusian atau
hari pembayaran. Pada hari itu semua penghitungan diselesaikan dan pada hari Sabtu dimulai
penghitungan baru.

2. Prinsip Berdasarkan Al Qur’an-Assunnah dan dan Berdasarkan Ijma’ Ulama

A.) Pandangan Ahli Fiqh terhadap Zakat dan Pajak

Zakat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang Islam setelah memenuhi
kriteria tertentu. Dalam Alquran terdapat 32 kata zakat, 82 kali diulang dengan menggunakan
istilah yang merupakan sinonim dari kata zakat, yaitu kata sedekah dan infaq. Pengulangan
tersebut mengandung maksud bahwa zakat mempunyai kedudukan, fungsi, dan peranan yang
sangat penting dalam Islam. Dari 32 ayat dalam Alquran yang memuat ketentuan zakat
tersebut, 29 ayat diantaranya menghubungkan ketentuan zakat dengan shalat.
Nash Alquran tentang zakat diturunkan dalam periode, yaitu periode Makkah sebanyak
delapan ayat (Al-Muzzammil [73]: 20; Al-Bayyinah [98]: 5) dan periode Madinah sebanyak
24 ayat (misalnya Al-Baqarah [2]:43 ; Al-Maidah [5]: 12). Perintah zakat yang diturunkan
pada periode Makkah, sebagaimana terdapat dalam kedua ayat tersebut di atas, baru
merupakan anjuran untuk berbuat baik kepada fakir miskin dan orang-orang yang
membutuhkan bantuan. Sedangakan yang di turunkan pada periode Madinah, merupakan
perintah yang telah menjadi kewajiban mutlak (Ilzami).

B.) Prinsip Penerimaan Publik

Dari tinjauan sejarah mengenai penerimaan publik umat islam dapat ditunjukkan
bervariasinya bentuk-bentuk sumber pendanaan publik, baik yang sudah ditentukan
ketentuannya oleh al-quran, yaitu zakat dan ghanimah, maupun yang ditentukan oleh
pemerintah saat itu seperti kharaj, khums, jizya, dan sebagainya. Dari berbagai bentuk
instrumen penerimaan publik diatas, dapat dianalisis secara ekonomi prinsip dasar
pemungutan dana publik pada awal islam tersebut.
Tabel
Prinsip Pokok Sumber Keuangan Publik Islam Klasik
Sumber Karakteristik Utama
Penerimaan

Zakat  Merupakan kewajiban langsung dari Allah (Al-quran)

 Pembayar zakat adalah:

o Khusus individu Muslim

o Mampu secara material, melebihi satu nisab

 Dibebankan atas stok kekayaan atau keuntungan, bukan atas modal kerja

 Tingginya tariff zakat dipengaruhi oleh:

o Semakin tinggi peran pengelolaan manusia terhadap alam, semakin kecil tariff
zakatnya

o Tingginya tarif adalah proporsional

 Dipungut secara berkala sesuai masa perolehan atau panen

Ushr  Merupakan kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah kepada


pedagang, ditujukan untuk meningkatkan perdagangan

 Pembayar ushr adalah pedagang Muslim dan non-Muslim

 Dibebankan atas volume perdagangan

 Besarnya tariff dipengaruhi oleh:

o Tarif yang dipungut oleh partner dagang

o Kemampuan bayar (tidak bagi pedagang kecil, 200 dieham)

o Besarnya jasa yang diberikan pemerintah (tariff dzimmi lebih besar karena butuh
jaminan keamanan lebih tinggi

 Temporer, ketika terjadi perdagangan yang tidak fair (tariff dikurangi


untuk meningkatkan perdagangan yang fair)

Kharaj  Merupakan kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah kepada


pengguna lahan Negara atau tanah fa’i

 Tingginya tarif semakin tinggi dengan kondisi:

o Kualitas tanah & jenis tanaman yang lebih baik

o Metode produksi /peran SDM lebih rendah

o Nilai hasil produksi (max 50%)

 Dipungut secara permanen berkala

Jizya (pajak  Merupakan kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah sebagai


Dzimmi) kompensasi atas perlindungan jiwa, property, ibadah & tanggungjawab militer

 Dipungut dari non-Muslim dzimmi yang tinggal di Negara islam

 Tingginya tariff dipengaruhi oleh:

o Kemampuan material membayar jizya

o Bias dibayar individual atau kolektif

 Dipungut permanen, kecuali jika dzimmi berpindah agama ke islam,


maka terkena kewajiban sebagai Muslim

Ghanimah  Merupakan harta yang diperoleh secara paksa melalui perang

 Ditujukan terutama untuk pembiayaan perang dan kesejahteraan tentara


(80%)

 Sebagian, 20% dialokasikan untuk sabilillah, sebagaimana tarif zakat


yang dikenakan atas harta temuan (rikaz)

Fa’i  Merupakan harta yang diperoleh dari non-Muslim secara damai atau non-
perang

 Prinsipnya adalah pemanfaatan harta yang menganggur

 Dimiliki oleh pemilik asal meninggal atau masuk ke islam, dan menjadi
milik Negara jika pemilik asal meninggal atau tetap non-Muslim
 Beberapa pendapatan bisa dikategorikan sebagai fa’I, seperti jizyah, upeti,
bea cukai, denda, kharaj, amwal fadhila dsb.

Amwal  Merupakan harta yang diperoleh karena tidak ada yang memiliki baik
fadhila karena ditinggalkan pemiliknya ataupun tanpa ahli waris

Nawaib  Merupakan pungutan yang dibebankan oleh pemerintah kepada orang


tertentu untuk tujuan Negara tertentu, misalnya untuk pertahanan Negara

 Pemungutan dilakukan secara purposive, untuk kepentingan darurat


(perang)

 Dikenakan atas orang kaya saja

Wakaf  Merupakan harta yang secara sukarela diserahkan kepemilikannya oleh


seorang Muslim untuk digunakan kemaslahatan umat islam

 Dikhususkan pada harta yang memiliki manfaat jangka panjang

 Tidak ada ketentuan mengenai besarannya, tergantung kemauan waqif

Sedekah  Merupakan harta yang secara sukarela diserahkan kepemilikannya oleh


seorang Muslim kepada orang lain atau umat islam atau Negara

 Tidak ada ketentuan mengenai besarannya, tergantung kemauan pemberi


sedekah

C.) Prinsip Pengeluaran Publik

Berdasarkan analisis ekonomi terhadap sejarah pengeluaran publik islam semasa Rasulullah
Saw. dan Khulafaurrasyidin serta kaidah fiqh muamalah, pada hakikatnya prinsip utama
dalam pengalokasian dana publik adalah peningkatan maslahat tertinggi. Khalifah Umar telah
berani melakukan perubahan distribusi/alokasi pendapatan yang diperoleh, dimana alokasi
dana disesuaikan dengan jenis dan yang masuk.

1. Keseimbangan Sektor Publik dan Anggaran

Dengan mempertimbangkan aspek penerimaan dan pengeluaran sector publik, maka


dimungkinkan terjadi adanya kelebihan penerimaan publik (surplus) ataupun defisit sektor
publik. Namun, karena alokasi zakat sudah ditentukan, maka dimungkinkan terjadi pada
suatu waktu ter dapat sisa dana zakat bersamaan dengan belum terpenihinya kebutuhan yang
tidak dimungkinkan dibiayai dengan zakat. Misalnya, biaya rutin pemerintah dan militer,
dalam sepanjang sejarah islam tidak dibiayai dari zakat, namun dari pendapatan lain jika
memungkinkan seperti ghanimah dan jizyah. Namun disisi lain, hal yang sebaliknya tidak
mungkin terjadi, yaitu ketika terjadi surplus dipenerimaan publik non-zakat, maka surplus ini
bisa digunakan untuk menutupi kekurangan-kekurangan distribusi dari zakat.
Sumber penerimaan publik:
GR = Zakat + Dharibah + Aset + Sedekah
Alokasi sektor publik meliputi: GE = Miskin + Rutin + Pembangunan + Emergency

Meskipun Rasulullah Saw. tidak melakukan estimasi tahanan mengenai berapa besar belanja
yang dibutuhkan dan sumber-sumber penerimaannya, namun beliau telah melakukan
penyeimbangan antara tujuan dan instrumen publik pemerintah, dalam arti penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Konsep anggaran yang merupakan suatu rancangan kegiatan dan
pendapatan terhadap pengeluaran pemerintah pada setiap segmen adalah merupakan hal yang
relatif baru dalam sejarah islam. Dengan demikian, tidaklah diperoleh informasi normatif
mengenai bagaimana proses penyusunan anggaran maupun besarannya dalam perspektif
islam.

C.) Prinsip Berdasarkan kebutuhan Masyarakat (Mashalahat)

Berbagai instrumen yang bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan negara pada dasarnya
dapat dikembangkan karena pada hakikatnya hal ini merupakan aspek muamalah, kecuali
dalam hal zakat. Artinya selama dalam proses penggalian sumber daya tidak terdapat
pelanggaran syariah islam, maka selama itu pula diperkenankan menurut islam. Oleh karena
itu, terdapat beberapa instrumen pembiayaan publik, yaitu sebagai berikut:
1. Zakat

Pengeluaran/pembiayaan zakat didalam islam mulai efektif dilaksanakan sejak sejarah hijrah
dan terbentuknya negara islam di Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan untuk
membayar sejumlah tertentu dari hartanya, dalam bentuk zakat. Pembayan zakat merupakan
kewajiban agama dan merupakan salah satu dari lima rukun islam. kewajiban itu berlaku bagi
setiap Muslim yang telah dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta itu
setahun penuh dalam memenuhi nisab. Zakat dikenakan atas harta kekayaan berupa: emas,
perak, barang dagangan, binatang ternak tertentu, barang tambang, harta karun dan hasil
panen.
Kewajiban zakat secara tegas dinyatakan dalam al-quran, yaitu:
Zakat itu hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang yang mengurusnya, orang-orang
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan; merupakan sesuatu ketentuan
dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S At-Taubah : 60).
2. Aset dan Perusahaan Negara

Disamping negara mendapatkan penerimaan berupa zakat, yang bisa dibayarkan dalam
bentuk barang ataupun uang, negara islam memiliki sumber pendanaan negara dalam bentuk
barang, yaitu ghanimah dan fa’i. Kedua harta ini diperoleh dari masyarakat non-Muslim, baik
melalui pemaksaan perang ataupun melalui jalan damai. Meskipun demikian, harta ghanimah
bukanlah merupakan tujuan utama peperangan. Sebagian besar harta ghanimah dipergunakan
untuk kesejahteraan tentara dan sebagian kecil untuk umat islam. Anggota pasukan akan
mendapatkan bagian sebesar empat perlima atau delapan puluh persen. Al-quran telah
mengatur hal ini secara jelas dalam Q.S Al-Anfal ayat 41,yaitu:
Katakanlah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang
(ghanimah), maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa
yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu hari
bertemunya dua pasukan (Q.S Al-Anfal [8]:41).
3. Kharaj

Kharaj atau bisa disebut dengan pajak tanah. Dalam pelaksanaannya, kharaj dibedakan
menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap. Secara proporsional artinya dikenakan sebagai
bagian total dari hasil produksi pertanian, misalnya seperempat, seperlima, dan sebagainya.
Secara tetap artinya pajak tetap atas tanah. Dengan kata lain, kharaj proporsional adalah tidak
tetap tergantung pada hasil dan harga setiap jenis hasil pertanian. Sedangkan kharaj tetap
dikenakan pada setahun sekali.
Kharaj diperkenalkan pertama kali setelah perang Khaibar, ketika Rasulullah Saw.
membolehkan orang-orang Yahudi Khaibar kembali ke tanah milik mereka dengan syarat
mau membayar separuh dari hasil panennya kepada pemerintah islam, yang disebut kharaj.
4. Jizyah
Salah satu ciri khas masyarakat Muslim adalah menjaga saudaranya Muslim dan non-Muslim
dari rasa aman. Oleh karena itu, pada sa Rasulullah, orang-orang Kristen dan Yahudi,
dikecualikan dari kewajiban menjadi militer di Negara islam. Mereka memperoleh konsesi
bahwa Negara islam akan menjamin keamanan pribadi dan hak milik mereka. Sebagai
gantinya maka orang-orang non-Muslim diwajibkan mengganti dengan pembayaran jizyah.
Dijelaskan dalam firman-Nya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
tidak (pula) keada Hari Kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah
diharamkan oleh allah dan rasul-Nya dan tidak beragama yang benar agama Allah, (yaitu
orang-orang) yang diberi Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan
patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk. (Q.S Al-Taubah [9]: 29).
Meskipun jizyah merupakan hak wajib, namun dalam ajaran islam ada ketentuan, yaitu
bahwajizyah dikenakan kepada seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang mampu
membayarnya. Sedang bagi perempuan, anak-anak, orang tua dan pendeta dikecualikan
sebagai kelompok yang tidak wajib ikut bertempur dan tidak diharapkan mampu ikut
bertempur. Orang-orang miskin, pengangguran, pengemis, tidak dikenakan pajak.
Jumlah jizyah yang harus dibayar, sangat bervariasi antara 12 dan 48 dirham setahun, sesuai
dengan kondisi keuangan mereka. Jika seseorang memeluk agama islam, kewajiban
membayar jizyah itu ikut gugur. Hasil pengumpulan dana dari jizyah, digunakan untuk
membiayai kesejahteraan umum.
5. Wakaf

Dalam hukum islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya)
kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga,
dengan ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah di
wakafkan keluar dari hak milik yang diwakafkan (wakif), dan bukan pula hak milik
nadzir/lembaga pengelola wakaf, tetapi menjadi hak milik Allah yang harus dimanfaatkan
untuk kesejahteraan masyarakat. Filsafat yang terkandung dalam amalan wakaf menghendaki
agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil yang dapat dinikmati
olehmawquf-alaih (pihak yang berhak menerima hasil wakaf). Makin banyak harta hasil
wakaf yang dapat dinikmati oleh yang berhak, makin besar pula pahala yang akan mengalir
kepada wakif.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa keuangan publik meliputi


setiap sumber keuangan yang dikelola untuk kepentingan masyarakat baik dikelola secara
individual, kolekstif atau pun oleh pemerintah.

Pajak adalah berbeda dengan dharibah. Dharibah merupakan pungutan yang merupakan
menutup devisit negara pungutan yang dibebankan secara sepihak kepada warga tidak dapat
di jadikan sebagai sumber peerimaan jangka panjang sehingga hal ini akan berperngaruhi
dalam perhitungan surplus atau defisit anggaran.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Azwan Karim, Sejarah Pemikran Ekonomi Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2008, edisi ke-3.
Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Nurul Huda, dkk., Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis dan Sejarah, Jakarta,
Kencana, 2012.

Anda mungkin juga menyukai