Anda di halaman 1dari 24

SKENARIO 2

Seorang wanita umur 25 tahun diantar suaminya ke dokter keluarga mengeluh tubuh cepat lelah
dengan wajah pucat, sering sakit kepala, pusing, dan berdebar-debar yang dirasakan sejak 3
bulan lalu. Setelah menerima penjelasan dari dokter , suaminya sangat khawatir tentang dampak
yang akan terjadi karena istrinya sedang hamil muda. Setelah pemeriksaan fidik ditemukan
konjungtiva anemia dan sclerae tidak isteric. Dia tidak memiliki riwayat menstruasi yang
berkepanjangan

Raisa Bahafdullah

Anemia adalah penyakit kekurangan hemoglobin dalam sel darah merah ,dimana hemoglobin
memiliki peranan yang sangat penting yaitu untuk mengedarkan oksigen keseluruh tubuh.

Pada dasarnya tubuh sangat memerlukan oksigen , namun pada kasus anemia ini maka penderita
akan kekurangan oksigen sehingga dapat mempengaruhi fungsi kerja tubuh penderitanya. Hal-
hal yang dapat di timbulkan akibat anemia dapat bermacam-macam diantaranya kelelahan,sesek
nafas , pusing dan penderita biasanya merasa kurang enak badan .

RINA MARDIANA

ANEMIA HEMOFILIK

DEFINISI:

Anemia hemolisis adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat kerusakan sel
eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk mengantikannya (IPD Edisi V)

Anemia Hemolitik dapat terjadi karena:

1. Defec molekular: hemoglobinopati atau enzimopati


2. Abnormalitas stuktur dan fungsi membran-membran
3. Faktor Lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi

ETIOLOGI
1. Anemia Hemolisis Herediter
 Defek Enzim/ Metabolisme
o Defisiensi Glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)
o Defisiensi Piruvat kinase
o Defisiensi Fosfogliserat kinase
o Defisiensi enzim lain yang jarang terjadi Defisiensi triosa fosfat isomerase
 Defek Hemoglobinopati
o Thalassemia
o Anemia sickle cell/Penyakit Sel Sabit
 Defek Membran
o Sferositosis herediter
o Eliptositosis herediter
o Ovalositosis Asia Tenggara
2. Anemia Hemolisis Didapat
 Imun
o Autoimun
 Tipe Antibodi hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah
merah pada suhu tubuh.
 Idiopatik atau disebabkan oleh Systemic Lupus Erythematosus,
Chronic Lymphocytic Leukaemia, obat-obatan seperti
metildopa, fludarabin
 Tipe antibodi dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah
merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin.
 Idiopatik atau disebabkan oleh infeksi seperti mikoplasma
mononukleosis infeksiosa, limfoma, hemoglobinuria dingin
paroksismal
o Aloimun
 Reaksi transfusi hemolitik
 Penyakit hemolitik neonatus
 Sindroma Fragmentasi Sel Darah Merah
o Katup jantung, hemoglobinuria “March” terjadi akibat melakukan
aktivitas fisik yang lama atau berat
o Purpura trombositopenik trombotik
o Sindrom uremia hemolitik
o Koagulasi intravaskular diseminata
 Infeksi
o Infeksi Malaria
o Infeksi Klostridia
 Agen Kimia dan Agen Fisik
o Obat-obatan
o Zat industri/perumahan
o Luka bakar
 Sekunder
o Penyakit Hati
o Penyakit Ginjal
 Hemoglobinuria Nokturnal Paroksimal (PNH)

PATOFISIOLOGI

Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravakuler. Hal ini tergantung pada patologi
yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi
langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen, dan aktivasi
sel permukaan atau infeksiyang langsung mendegradasi dan mendestruksi membrane sel
eritrosit. Hemolisis intravaskuler jarang terjadi.
Hemolisis yang lebih sering terjadi adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ini
destruksi sel eritrosit biasanya terjadi setelah masa hidup rata-rata 120 hari dilakukan oleh
makrofag system retikuloendotelial karena pada saat dikeluarkan ke ekstravaskular oleh
makrofag system retikuloendotelial sel eritrosit yang terutama terdapat pada sumsum tulang,
tetapi juga di Hati dan Limpa yang telah mengalami perubahan membrane tidak dapat
melintasi sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.

GAMBARAN KLINIS

Pada saat Anamesis pasien biasanya mengeluhkan:

 Lemah
 Pusing
 Cepat capek
 Sesak
 Urine
 Urine berwarna kecoklatan disebabkan bilirubin tidak terdapat dalam urine
 Kuning/ikterus biasanya disebabkan oleh bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam plasma

Pada saat Pemeriksaan Fisik:

 Kulit dan mukosa berwarna kuning


 Splenomegali (Pembesaran limpa)
 Takikardia dan aliran murmur pada katup jantung
 Ulkus pergelangan kaki, terutama pada anemia sel sabit, talasemia intermedia dan
sferositosis herediter

GEJALA

Kadang –kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan kritis hemolitik yang
ditandai dengan:

 Demam
 Menggigil
 Nyeri punggung dan nyeri lambung
 Perasaan melayang
 Penurunan tekanan darah yang berarti
 Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena
bagian dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.
 Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur,
kadang menyebabkan nyeri perut.
 Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen,
dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.

GAMBARAN LABORATORIUM:

 Kadar hemoglobin dapat normal atau berkurang


 Jumlah retikulosit meningkat
 Apusan darah dapat memperlihatkan polikromasi (pewarnaan biru pada sel darah merah
muda), perubahan bentuk sel darah merah seperti pada Sferosit, Eliptosis, Sel Sabit atau
sel terfragmentasi
 Sumsum tulang memperlihatkan peningkatan eritropoiesis
 Bilirubin indirek serum meningkat
 Haptoglobin serum tidak ada
 Pelabela kromium radioaktif (51 Cr) pada sel darah merah mengukur masa hidup dan
menilai tempat destruksi sel darah merah dengan perhitungan permukaan. Hal ini
dilakukan untuk memprediksi nilai splenektomi
 Hemolisis intravascular menyebabkan peningkatan hemoglobin plasma dan urin, uji
serum (Schumm) positif untuk Methemalbumin hemosiderin urin

Pemeriksaan laboratorium yang penting diantaranya yaitu :


 Hitung sel darah secara lengkap (C.B.C), Hb.,Ht.,Jumlah lekosit, eritrosit ,trombosit
retikulosit , Nilai MC pemeriksaan SADT
 Osmotik Fragiliti Test
 Pemeriksaan Biokimiawi
 Pemeriksaan immunologi.
KELAINAN MEMBRAN

SFEROSITOSIS HEREDITER

DEFINISI:

Sferositosis Herediter adalah penyakit keturunan dimana sel darah merah berbentuk bulat. Sel
darah merah yang bentuknya berubah dan kaku terperangkap dan dihancurkan dalam limpa,
menyebabkan anemia dan pembesaran limpa. Anemia biasanya ringan, tetapi bisa semakin berat
jika terjadi infeksi.

GAMBARAN KLINIS:

 Jaudice /Kuning
 Anemia
 Pembesaran Hati
 Pembentukan Batu Empedu
 Bisa terjadi kelainan bentuk tulang seperti Tulang Tengkorak yang berbentuk seperti
menara dan kelebihan jari tangan dan kaki

GAMBARAN LABORATORIUM:

 Apusan darah: mikrosferosit dan polikromasia


 Kadar hemoglobin berbeda-beda
 Uji untuk HA positif
 Uji khusus: fragilitas osmotic meningkat, autohemolisis meningkat dan dikoreksi dengan
penambahan glukosa
 Uji Antiglobulin direk adalah negative
PENGOBATAN

 Spenektomi memperbaiki penurunan masa meskipun sferositosis menetap, pada kasus


ringan tidak diperlukan
 Pemebrian Asam Folat sebagai profilaksis untuk kasus berat

DEFISIENSI GLUKOSA 6 FOSFAT DEHIDROGENASE (G6PD)


DEFINISI:
Kekurangan G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase)
hilang dari selaput sel darah merah. Enzim G6PD membantu mengolah glukosa (gula sederhana
yang merupakan sumber energi utama untuk sel darah merah) dan membantu menghasilkan
glutation (mencegah pecahnya sel). Penyakit keturunan ini hampir selalu menyerang pria.

Faktor yang bisa memicu penghancuran sel darah merah :

 Demam
 Infeksi Virus atau Bakteri
 Kritis Diabetes
 Aspirin
 Vitamin K

GAMBARAN KLINIS:

 Hitung dan apusan darah normal diantara krisis-krisis


 Selama krisis muncul gambaran hemolisis intravascular akut
 Apusan darah pada suatu krisis memperlihatkan sel darah merah tanpa hemoglobin dan
polikromasia. Badan Heinz dapat terlihat pada preparat retikulosit dengan pewarnaan
supravital
 Hemolisis biasanya hilang dengan sendirinya karena peningkatan aktivitas G6PD pada
retikulosit
 HA nonsferositik kronik (CNSHA) jarang terjadi pada enzim mutan tertentu
 Ikterus neonatal sering terjadi
 Uji skrining: Analisis DNA, Uji aktivitas

TATA LAKSANA:

 Hentikan obat-obatan yang merusak atau ingesti kacang fava


 Obati infeksi bila ada
 Transfuse packed red cell jika perlu
 Splenektomi dapat memperbaiki HA pada CNSHA yang jarang

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN HANGAT

DEFINISI:

Tipe Antibodi hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang
bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh.

GAMBARAN KLINIS DAN LABORATORIUM:

 Terjadi pada semua usia


 Kedua jenis kelamin
 Limpa sering membesar
 Apusan darah memperlihatkan mikrosferosit, polikromasia, anisositosis, sel darah merah
berinti dalam sirkulasi
 Uji antiglobulin direk positif
 Antibody dapat bersifat nonspesifik atau ditujukan melawan antigen dalam system Rh
 IgG + komplemen (C3d) dideteksi pada sel darah merah
 Antibody bebas dapat ditemukan dalam serum
 Dapat dihubungkan dengan trombositopenia imun (SIndrom Evans)
 Sel darah merah berlapis antibody dihancurkan dalam RES terutama limpa

PENGOBATAN

 Kortikosteroid seperti Prednisolon 1mg/kg per oral yang disertai dengan reduksi bertahap
 Transfusi darah jika perlu
 Pertimbangan splenektomi jika terapi steroid gagal
 Obat imunosupresif lain, misalnya Azatioprin, Siklosporin, Siklofosfamida, Mikofenolat,
Rituximab (anti CD20)
 Singkirkan penyebab, seperti obat
 Obati penyakit penyebab seperti Leukemia Limfositik Kronik, Lupus (SLE)

DEFEK GENETIK PADA HEMOGLOBIN

Gangguan genetic hemoglobin terdiri atas:

1. Gangguan sintesis rantai globin (Talasemia)


2. Defek structural hemoglobin yang menyebabkan hemolisis seperti pada Anemia Sel
Sabit, Hemoglobin C
3. Hemoglobin yang tidak stabil
4. Gangguan structural yang menyebabkan polisitemia atau methemoglobinemia
THALASEMIA

DEFINISI

Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari


ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin

ETIOLOGI
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.
Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena. 2 jenis yang utama adalah
Alfa-thalassemia (melibatkan rantai alfa) dan Beta-thalassemia (melibatkan rantai beta).
Thalassemia juga digolongkan berdasarkan apakah seseorang memiliki 1 gen cacat (Thalassemia
minor) atau 2 gen cacat (Thalassemia mayor). Alfa-thalassemia paling sering ditemukan pada
orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen), dan beta-thalassemia pada orang di daerah
Mediterania dan Asia Tenggara. 1 gen untuk beta-thalassemia menyebabkan anemia ringan
sampai sedang tanpa menimbulkan gejala; 2 gen menyebabkan anemia berat disertai gejala-
gejala. Sekitar 10% orang yang memiliki paling tidak 1 gen untuk alfa-thalassemia juga
menderita anemia ringan.

GEJALA

Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-
thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu
empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan
dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah
dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan
mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena
penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa
terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal
jantung.

GAMBARAN KLINIS

 Anemia terjadi pada usia 3-6 bulan ketika terjadi pengantian sintesis rantai γ menjadi
rantai β secara normal
 Gagal berkembang, infeksi interkuren, pucat, ikterus ringan
 Pembesaran Hati dan Limpa
 Gambaran overload besi sebagai akibat transfuse darah meliputi pigmentasi melamin,
defek pertumbuhan/endokrin, misalnya diabetes mellitus, hipotiroidisme,
hipoparatiroidisme, kegagalan perkembangan seksual, gagal jantung atau aritmia,
kelainan hati

TEMUAN LABORATORIUM

 Anemia berat (Hb 2-6 g/dL) dengan penurunan MCV dan MCH
 Apusan darah memperlihatkan sel mikrositik hipokromik, sel target, eritblas dan yang
sering mielosit
 Sumsum tulang hiperselular dan hyperplasia eritrosit
 Penelitian pada sintesa rantai globinmemperlihatkan sintesis rantai β yang tidak ada atau
mengalami defisiensi berat. Hemoglobin janin meningkat secara bervariasi
 Analisa DNA memperlihatkan mutasi atau delsi spesifik

DIAGNOSA
Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.
Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular
volume). Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalassemia.
Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin
khusus.
TERAPI
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam
folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang.
Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

PENCEGAHAN
Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk
menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia

ANEMIA APLASTIK

Anemia aplastik terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel darah

PENYEBAB

Bahan kimia dan toxin: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb, dsb; radiasi: sinar rontgent,
radioterapi, sinar radio aktif dsb; Obat-obatan: chloramphenicol, piribenzamin, sitostatika,
atabrine, phenothiazine, sulfa, anti tiroid, dsb; Infeksi: Hepatitis Virus. Kongenital: Sindroma
Fanconi.

KRITERIA DIAGNOSIS

Dasar diagnosis Anamnesis: Anak lemah, pucat, sering demam tanpa penyebab yang jelas,
disertai dengan keluhan sering terjadi perdarahan spontan gusi atau perdarahan di bawah kulit.

Pemeriksaan Adanya Trias aplasia: anemia, leukopenia dan trombositopenia disertai gejala klinis
demam, pucat, perdarahan tanpa hepatosplenomegali.

Laboratorium
• Darah tepi: kadar Hb rendah, retikulosit rendah, pansitopenia (RBC rendah, lekosit rendah,
trombosit rendah) dan limfositosis relatif

• BMP: sel sangat kurang, terjadi penurunan sistem eritropoetik, granulopoetik dan
trombopoetik, diganti oleh jaringan ikat dalam bentuk sel lemak tua, system limfopoetik relatif
meningkat

Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan:

Gejala klinis :adanya trias aplasia + demam, pucat, tanda perdarahan tanpa organomegali

Laboratorium :Darah tepi : pansitopenia, retikulosit rendah, limfositosis relatif.

BMP :Aplasia sistim eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik, sel diganti oleh jaringan
ikat/sel-sel lemak tua, megakariosit jarang atau tidak ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak, dan retikulosit menurun. Pada
pasien dengan anemia aplastik berat ditemukan neutrofil kurang dari 500 ml, trombosit kurang
dari 20.000/ml, retikulosit kurang dari 1%, dan kepadatan selular sumsum tulang kurang dari
20%

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa:

Prednison: 2mg/ kgBB/ hari dalam 3 dosis, peroral.

Testosteron: 1-2mg/ kgBB/ hari atau oxymetholon 1-2mg/ kgbb/ hari dalam 3 dosis.

Bila ada infeksi diberi antibiotika yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang, sesuai
dengan penyebab dan bentuk infeksinya.

Perawatan khusus:

Tranfusi darah: diberikan pada keadaan: perdarahan masif, perdarahan organ, trombosit kurang
dari 20.000/ mm3 serta menaikkan kadar Hb sampai diatas 6gr% Dapat berupa darah segar, PRC
atau suspensi trombosit, tergantung indikasi. Anak dicegah kontak dengan sumber infeksi,
diisolasi, kalau dapat dalam ruangan yang sucihama . Istirahat, untuk mencegah terjadinya
perdarahan, terutama perdarahan otak. Dibantu dengan tindakan khusus untuk mencegah batuk,
kesulitan defekasi, menangis, trauma kepala, dsb.
Diet sesuai dengan keadaan anak, umumnya makanan lunak, disediakan secara khusus dalam
ruangan dan petugas khusus untuk mencegah kontaminasi.

Pencegahan :

 Bila ada anak pembawa sifat talasemia dalam keluarga diberi nasehat sebelum
perkawinan supaya tidak kawin dengan pembawa sifat talasemia juga.
 Keluarga berencana. Pada keluarga pembawa sifat talasemia, hendaknya tidak lagi
mempunyai anak apabila telah mendapatkan anak yang secara fenotip normal.
 Pencegahan terhadap infeksi saluran nafas

KOMPLIKASI

Infeksi/sepsis, perdarahan, gangguan fungsi organ (gagal jantung, gejala serebral, dsb.).

PROGNOSIS

Prognosis buruk. Dengan pengobatan medikamentosa saja dapat meninggal 80% dalam 3 bulan
pertama. Transplantasi sumsum tulang memberikan harapan yang lebih baik.

Ulfani Octriani

ANEMIA DEFISIENSI FOLAT

 Definisi : merupakan anemia megaloblastik dengan karakteristik pembelahan sel darah


merah yang memiliki nuklei atau inti sel imatur.
 Etiologi : kekurangan vitamin asam folat. Fungsi asam folat –> penting untuk sintesis
DNA dan RNA untuk pengkoreksi DNA.
Asam folat berasal dari makanan tetapi defisiensi relatif sering terjadi pada wanita muda ,
individu yang mengalami mal nutrisi, dan penyalahgunaan alkohol.
 Gambaran klinis : tanda anemia sistemik
 Komplikasi : wanita hamil yang mengalami defisiensi dikaitkna dengan peningkatan
risiko malformasi janin, terutama defek tuba neural.
 Defisiensi asam folat pada orang dewasa dikaitkan dengan peningkatan penyakit
kardiovaskuler.
 Penatalaksanaan :
Pemberian suplemen folat oral. Wanita yang berencana akan hamil harus mulai
mengonsumsi suplemen vemen vitamin setidaknya 3 bulan sebelum konsepsi. Penting
untuk membedakan antara anemia defisiensi asam folat dengan anemia pernnisiosa.
Karena pengobtan dengan asam folat dikontraindikasikan dengan anemia perniosa tsb.
Untuk kasus yang parah diberikan transfusi darah.

ANEMIA DEFISIENSI BESI

 Definisi : anemia mikrositik hipokromik yang terjadi akibat defesiensi besi dalam diet,
atau kehilangan darah secara lambat.
 Wanita hamil sering mengalami defisiensi besi karena kebutuhan zat besi untuk
pertumbuhan janin. Wanitya haid juga cenderung mengalami defisiensi besi karena
hilangnya besi setiap bulan dan diet mungkin kekurangan zat besi.
 Gambaran klinis :
Individu dewasa, tanda anemia sistemik terlihat pada saat hemoglobin kurang dari
12g/100 mL. Individu biasanya tidak mencari pengobatan untuk mengurangi gejala
sampai hemoglobin turun mencapai 8 g/mL atau kurang.
Telapak tangan pucat, konjungtiva anemis, dan daun telinga pucat
 Komplikasi : nilai hemoglobin kurang dari 5 g/100 Ml dapat menyebabkan gagal jantung
dan kematian.
 Penatalaksanaan :
Diet kaya besi mengandung daging dan sayuran hijau seperti sayur bayam.
Suplemen besi oral
Mengobati penyebab perdarahan abnormal jika diketahui

Jawaban MERLEIN UVIARTY

KRITERIA ANEMIA

Di negara barat kadar paling rendah untuk hemoglobin laki-laki adalah 14 g/dl, sedangkan pada
perempuan dewasa 12 g/dl. Peneliti lain memberikan angka berbeda yaitu, pada perempuan
dewasa 12 g/dl ( hematokrit 38%), wanita hamil 11 g/dl (hematokrit 36% ), dan pada laki-laki
dewasa 13 g/dl.

Kelompok Kriteria Anemia ( Hb )


Negara Barat Laki – laki dewasa 14 g/dl
Wanita dewasa 12 g/dl
Peneliti lain Laki – laki dewasa 13 g/dl
Wanita dewasa 12 g/dl ( hematokrit 38%)
Wanita hamil 11 g/dl (hematokrit 36% )
WHO Laki – laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa < 12 g/dl
Wanita hamil < 11 g/dl

Untuk keperluan klinik ( RS atau praktek dokter ) di Indonesia dan Negara berkembang lainnya,
criteria WHO sulit dilaksanakan karena tidak praktis. Apabila criteria WHO dipergunakan secara
ketat, maka sebagian besar pasien yang mengunjungi poliklinik atau dirawat di RS akan
memerlukan pemeriksaan work up anemia lebih lanjut. Oleh karena itu beberapa peneliti di
Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai criteria hemoglobin kurang dari 10 g/dl
sebagai awal dari work up anemia.

Adrine Fragita

Anemia karena perdarahan

Dibagi atas :

1. Perdrahan Akut
2. Perdarahan Kronik

1. Perdarahan Akut
Tanda dan gejala anemia : Mungkin timbul rejatan bila pengeluaran darah cukup banyak,
sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian
Penatalaksanaan :
- Mengatasi perdarahan
- Mengatasi rejatan dengan transfusi darah atau pemberian cairan per infusnya sedikit

2. Perdarahan kronik

Pengeluaran darah biasanya sedikit – sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab
yang sering antaran lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna
karena pemakaian analgesik, dan epistaksis.

Di indonesia sering karena infeksi cacing tambang.

Pemeriksaan Laboratorium : gambaran anemia sesuai dengan defisiensi Fe. Perdarahan


saluran cerna akan memberi hasil positif pada tes benzidin dan tinja.

Penatalaksanaan Anemia : mengobati sebab perdarahan, pemberian preparat Fe.

Winda Fricilia Oktarina

4. Penyakit apa yang dapat menyebabkan anemia?

Anemia pada penyakit kronik (sideropenic anemia with reticulodenthial siderosis).


Penyakit ini sering dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi ; ginjal, paru (bronkiektasis,
abses, empiema, dll). Infeksi kronik; arthritis reumathoid. Neoplasma ; limfoma malignum, dan
nekrosis jaringan.

Kelainan hematologi akibat gagal ginjal kronik


• Anemia
Anemia terjadi pada 80 – 90 % pasien penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi,
kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek
akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi
uremik, proses inflamasi akut maupun kronik, hirparatiroidisme yang berat, keracunan
aluminium, dan keadaan umum lain seperti hemoglobinopaties.
Anemia yang tidak diterapi akan berhubungan dengan beberapa kelainan fisiologis, seperti
penurunan pengantaran dan penggunaan oksigen ke jaringan, meningkatkan cardiac output,
pembesaran jantung, hipertrofi ventrikel, angina, gagal jantung kongestif, penurunan fungsi
mental dan kognitif, gangguan siklus menstruasi, gangguan host untuk melawan infeksi. Selain
itu anemia dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak dengan penyakit ginjal kronik.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saan kadar hemoglobin ≤ 10 g % atau hematokrit ≤ 30 %,
meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum/serum iron,kapasitas ikat besi total/total
iron binding capacity, feritin serum), mencari sumber paerdarahan, morfologi eritrosit,
kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebab lain bila
ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO), epoetin alfa, merupakan hal yang dianjurkan. Selain
itu juga dapat diberikan darbopetin alfa, yaitu protein yang serupa dengan human EPO, dimana
darbopoetin alfa memiliki aktivitas biologik yang lebih besar dan waktu paruh yang lebih
panjang. Dalam pemberian EPO ini status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO
memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Oleh karena itu pemberian besi kadang diperlukan
pada pasien yang akan diberi therapi eritropoetin, karena besi diperlukan oleh sumsum tulang
untuk proses eritopoesis. Pemberian besi ini, harus hati-hati, karena memiliki komplikasi seperti
hemosiderosis,atherosclerosis, mudah terkena infeksi ataupun keganasan. Pada pemberian besi
ini juga harus diberikan substrat lainnya seperti asam folat, vitamin B 12, yang diperlukan untuk
memproduksi eritrosit.
Pada anemia yang resisten terhadap dosis eritropoetin yang direkomendasikan, biasanya
dikarenakan dialisis yang inadekuat, hiperparatiroidisme yang tidak terkontrol, keracuna
aluminium, kehilangan darah yang kronik atau hemolisis, hemoglobinopaties, malnutrisi, infeksi
kronik, multiple mieloma, atau keganasan lainnya.
Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak
cermat dapat mengakibatkaan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan peburukan fungsi
ginjal.
Selain itu resiko transfusi seperti hepatitis, hemosiderosis, sensitifitas transplantasi, harus
dipikirkan juga. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.
Tabel 3.5. Pedoman koreksi anemia pada gagal ginjal kronik.
• Gangguan pembekuan
Hal ini berhubungan dengan pemanjangan bleeding time, penurunan aktivitas faktor pembekuan
III, kelainan platelet agregation, dan ganngguan konsumsi protrombin. Gejala kliniknya berupa
perdarahan yang abnormal, perdarahan dari luka operasi, perdarahan spontan dari traktus gastro
intestinal,dll.

Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien dengan penyakit ginjal kronik meliputi:
• Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus eritematosus sistemik, infeksi sistemik,
inflamasi, penyakit metabolik, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, obat-obatan seperti
analgesik, NSAIDs, gold, penicillamine, antimikroba, lithium, ACE inhibitor.
• Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan ( volume overload ), neuropati perifer, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma.
• Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (natrium, kalium, klorida)
Pada anamnesis ditanyakan adanya sindrom uremia seperti napsu makan, makanan, mual,
muntah, hiccups, napas yang pendek, edema, perubahan berat badan, keram otot, pruritus,
ganggguan mental, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tekanan darah, funduskopi, pemeriksaan
precordial, pemeriksaan bruit pada abdomen, balotement, penilaian adanya edema, pemeriksaan
neurologis (asterixis, neuropati, kelemahan otot, pemeriksaan ukuran prostat pada laki-laki dan
adanya massa di pelvis pada perempuan.
Penatalaksanaan  diutamakan pada penyakit dasarnya
KESIMPULAN
Anemia merupakan salah satu dari gejala klinik pada penyakit ginjal kronis. Anemia pada
penyakit ginjal kronik muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 dan hal
ini menjadi lebih parah dengan semakian memburuknya fungsi ekskresi ginjal. Anemia pada
gagal ginjal merupakan tipe normositik normokrom apabila tidak ada faktor lain yang
memperberat seperti defisiensi besi yang terjadi pada gagal ginjal
Terdapat 3 mekanisme utama yang terlibat pada patogenesis anemia pada gagal ginjal, yaitu :
hemolisis, produksi eritropoetin yang tidak adekuat, dan penghambatan respon dari sel prekursor
eritrosit terhadap eritropoetin. Proses sekunder yang memperberat dapat terjadi seperti
intoksikasi aluminium.
Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis ditanyakan tentang riwayat
penyakit terdahulu , pemeriksaan fisik, evaluasi pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
apus darah perifer. Pada era penggunaan rekombinant human eritropoetin (rHuEPO) , penilaian
terhadap simpanan besi melalui perhitungan feritin serum, transferin, dan besi sangat diperlukan.
Feritin serum merupakan indikator yang tepat dari simpanan besi tubuh.
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht > 30%, baik
dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Terapi anemia pada gagal ginjal bervariasi
dari pengobatan simptomatik melalui transfusi sel darah merah sampai ke penyembuhan dengan
transplantasi ginjal. Peran dari transfusi sebagai pengobatan anemia primer pada pasien gagal
ginjal terminal telah berubah saat dialisis dan penelitian serologic telah berkembang.
Transplantasi ginjal pada banyak kasus, harus menunggu dalam waktu yang tidak tertentu dan
tidak setiap pasien dialisis memenuhi syarat.

Sumber:
1 Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S dalam: Ilmu Penyakit Dalam Vol.1, ed.4.Jakarta: FKUI
2007
2 Harisson TR dalam: Principles of Internal Madicine Vol.2, Ed.16. New York: McGraw-Hill 2005

12. Anemia karena keganasan darah

Anemia Malignancy
Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita keganasan (kanker).
Penyebabnya dan mekanismenya kompleks dan multifaktor. Sering kali tidak diikuti dengan gejala
adanya infiltrasi ke sumsum tulang atau adanya kehilangan darah, hemolisis, kelainan ginjal, hati
atau endokrin, ataupun adanya tanda-tanda defisiensi nutrisional. Anemia yang disebabkan oleh
kanker, bisa terjadi sebagai efek langsung dari keganasan, dapat sebagai akibat produksi zat-zat
tertentu yang dihasilkan kanker, atau dapat juga sebagai akibat dari pengobatan kanker itu sendiri.
Pada waktu-waktu yang lalu, anemia yang terjadi pada pasien kanker selalu dihubungkan dengan
anemia karena penyakit kronik. Jenis anemia ini sekarang disebut sebagai anemia yang
berhubungan dengan kanker atau Cancer-Related Anemia (CRA). Efek ini dikenal sebagai sindroma
paraneoplastik.

Etiologi

Anemia disebabkan oleh sitokin

1. Gangguan pemakaian zat besi

2. Penekanan terhadap sel progenitor eritrosit (sel darah merah)

3. Produksi eritropoietin tidak memadai

4. Pemendekan umur sel darah merah

Anemia karena efek langsung Neoplasma

1. Anemia pada Kanker: Efek Langsung dari Keganasan


Kehilangan darah (pendarahan) akut ataupun kronik.

o Keganasan dari saluran cerna


o Kanker kepala dan leher
o Kanker urogenital.
o Kanker pada cervix dan vagina
Pendarahan dalam tumor sendiri (intratumor) Sakoma

o Melanoma yang sangat besar


o Hepatoma
o Kanker ovarium
o Tumor cortex adrenal
Anemia karena proses phagositosis dari eritrosit

o Retikulositosis histiocytic medular


o Limfoma histiositik
o Neoplasma histiositik yang lain.
Penggantian sumsum tulang
o Leukemia
o Limoma
o Mieloma
o Carcinoma (payudara, prostat)
Patogenesis

Terjadinya anemia pada penderita kanker (tumor ganas), dapat disebabkan karena
aktivasi sistem imun tubuh dan sistem inflamasi yang ditandai dengan peningkatan beberapa
petanda sistem imun seperti interferon, Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin yang
semuanya disebut sitokin, dan dapat juga disebabkan oleh sel kanker sendiri.

Kanker dapat menyebabkan anemia dalam berbagai cara. Normalnya, ginjal membuat
hormon erythropoietin dan sebagai pengiriman signal ke bone marrow untuk memproduksi
eritrosit. Kanker dapat mengganggu proses ini dengan jalan melambatkan proses
pembentukan erythropoietin atau dengan menghambat penggunaan zat besi oleh tubuh. Pada
pasien kanker pula eritrosit dapat habis atau mati lebih cepat daripada normalnya dan proses
penggantiannya lebih lambat terjadi daripada orang normal, selain itu, kanker dapat
menyebabkan bleeding, yang berujung pada kekurangan darah. Pada beberapa kasus, jumlah
sel darah merah yang sedikit menyatakan jumlah hemoglobin yang beredar di tubuh, yang
mengangkut oksigen juga sedikit.

Gejala Klinis

Efek Anemia Pada Penderita Kanker secara klinis konsekuensi anemia berikut di bawah.

o Gangguan oksigenasi jaringan.


o Gangguan fungsi organ.
o Gangguan kualitas hidup.
o Meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya pendarahan karena trombositopenia.
o Meningkatkan angka kematian pasca operasi.
o Meningkatkan kemungkinan mendapat transfusi darah pasca kemoterapi.
o Meningkatkan absorpsi besi bila eritropoiesis tidak efektif.
o Menurunkan umur kehidupan (karena infeksi HIV ).
o Penatalaksanaan
o 1. Defisiensi nutrisional
o Bila kehilangan darah sedikit-sedikit yang terus-menerus tidak merupakan suatu problem
utama, tetapi gejala anemia tidak juga teratasi, maka harus dicari/diperiksa kemungkinan
adanya defisiensi besi, asam folat, atau vitamin B12, dan terapi suplemen harus diberikan kalau
ditemukan tanda-tanda difisiensi. Kalau anemia tidak berat, terapi suplemen cukup untuk
menghilangkan gejalanya dan mengembalikan hemoglobin ke batas normal.
o 2. Defisiensi zat besi
o Pemberian zat besi diperlukan sebagai kombinasi dengan pengobatan yang menstimulasi
eritropoiesis, seperti rHuEPO, untuk mengobati anemia secara efektif, dan juga akan
mengurangi kebutuhan rHuEPO untuk mengoreksi hemoglobin. Defisiensi besi fungsional,
sebagai akibat dari penggunaan yang tidak adekuat dan adanya gangguan transpor besi guna
eritropoiesis, merupakan keadaan yang sering menyebabkan respon rHuEPO tidak adekuat di
antara penderita gagal ginjal dan juga mungkin merupakan faktor penting pada anemia kronik
pada kanker. Besi dapat diberikan secara oral atau intravena, walau ada gangguan
gastrointestinal yang agak mengganggu dan potensial terjadinya ketidakpatuhan pada
pemakaian oral. Pemberian besi intravena, juga kadang-kadang kurang mengenakkan dan
mahal, kadang-kadang dapat dikuti dengan beberapa gejala efek samping seperti anafilaksis.
o 3. Transfusi sel darah merah
o Transfusi sel darah merah hanya diberikan pada kasus anemia akut setelah terjadi pendarahan,
pada kasus anemia kronik yang bergejala tetapi tidak berhasil dengan terapi besi, dan pada
pasien anemia yang berat yang tidak cukup waktu untuk menerima pemberian rHuEPO.
Walaupun di negara-negara maju, transfusi relatif aman, namun masih juga terjadi efek samping
atau penyulit pada transfusi sel darah merah, misalnya infeksi oleh karena transfusi, reaksi
alloimunisasi dan imunosupresi yang merupakan hal-hal penting yang harus dipertimbangkan
sebelum memberikannya. Terutama imunosupresi yang akan meningkatkan pertumbuhan sel
tumor.
o 4. Terapi dengan menstimulasi eritropoiesis
o Dengan adanya kemajuan pada teknik rekombinan DNA dan dapat dibuat faktor-faktor
pertumbuhan hematopoietik (Haematopoietic Growth Factors), penggunaan rHuEPO lebih dari
satu dekade yang lalu, telah menunjukkan pendekatan baru terhadap pengobatan dan
pencegahan terjadinya anemia pada kanker. Pada penderita-penderita yang kadar EPO
endogennya rendah, pemberian EPO eksogen memberikan manfaat. Mekanisme kerjanya dan
efek imunologik dan hematologiknya ekuivalen dengan EPO endogen.
o Walaupun terapi pada anemia terhadap keganasan telah difokuskan pada pengobatan
penyebab yang mendasari, telah banyak laporan adanya perbaikan dari massa sel darah merah
dengan pemberian rHuEPO pada pasien penyakit kanker yang menjalani pengobatan dengan
radiasi dan kemoterapi, seperti cisplatin dan carboplatin. Peneliti-peneliti juga melaporkan
bahwa ada perbaikan dari kualitas hidup yang dihubungkan dengan pemberian EPO.

Anda mungkin juga menyukai