Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
a. Passionate, menghasilkan semangat yang besar terhadap pekerjaan, diri sendiri, dan
orang lain.
b. Progressive, penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan dan gaya
pribadi.
c. Proactive, supaya aktif harus melibatkan pekerjaan kita dan diperlukan inisiatif yang
tepat.
d. Positive, berlaku positif seyogyanya besikap hangat dalam menyambut konsumen dan
berguna untuk membangun hubungan pribadi.
Perubahan Paradigma Pelayanan Publik
A. Masalah Birokrasi
Pemerintah dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggara Negara
semakin dihadapkan kepada permasalahan global. Peranannya harus mampu dan cermat
serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Untuk memahami beberapa
masalah yang sering menjadi keluhan public terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh
aparat, diantaranya dapat disebutkan :
1. Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin
2. Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung,
keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis
3. Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain
4. Sulit dihubungi
5. Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses”
Identifikasi ini adalah sedikit dari banyak masalah dalam birokrasi pemerintahan saat ini.
B. Mengelola Kebijakan
Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan yang berkualitas adalah
tingginya intensitas partisipasi public. Sebab kesahihan kebijakan public apapun dari
pemerintahan terletak disana. Tujuan utama dari partisipasi adalah mempertemukan
seluruh kepentingan yang sama dan yang berbeda dalam suatu prooses perumusan dan
penetapan kebijakan secara proposional untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh
oleh kebijakan yang akan ditetapkan dalamnya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
dirumuskan beberapa criteria yang perlu dipenuhi dalam mengaplikasikan pendekatan
partisipatif dalam setiap perencanaan pembangunan. Criteria-kriteria itu adalah :
1. Pelibatan seluruh stakeholders untuk setiap arena perumusan dan penetapan kebijakan
2. Penguatan institusi-onsitusi masyarakat yang lehitimate untuk menyuarakan seluruh
aspirasi yag berkembang
3. Penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan priotitas atas
collective agreement
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat melali pembelajaran kolektif sebagai bagian
dari proses de,okrasi
kriteria tersebut didasarkan dari terciptanya partisipasi public dalam hal pengelolaan
kebutuhan, yaitu:
1. Keamanan dan ketertiban: semua institusi Negara dan masyarakat luas didorong untuk
menegakkan hukum nasional dan perturan daerah secaraefektif.
2. Politik : terkait dngan beragamnya asprasi rakyat harus ditempatkan dalam derajat
politik yang sama dalam kerangka penentuan prioritas
3. Ekonmi: pengelolaan potensi ekonomi rakyat dalam mengidentifikasi dirinya dalam
organisasi sosial dan organisasi lainnya
4. Budaya: penghormatan dan kebebasan atasperkembangan budaya daerah sebagai
potensi pembangunan dan pelayanan pemerintahan
C. Model-model Kebijakan
Model kebijakan bermanfaat dan bahkan harus ada.model kebijakan merupakan
penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mengurangi masalah dan
menjadikannya dapat dikelola oleh para analisis kebijakan. Beberapa model yang di
maksud yaitu:
1. Model deskriptif, bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi sebab dan
konsekuensi dari pilihan kebijakan.
2. Model normatif, model ini bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan dan meprediksi,
tetap juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian
beberapa utilitas atau nilai
3. Model verbal, model ini merupakan ekspresi dalam 3 bentuk utama, yaitu verbal,
symbol, dan procedural.
4. Model simbolis, model ini menggunakan symbol statistic, metmatik, dan logika
5. Model procedural, model ini menampilakn hubungan yang dinamis diantara variable
yang diyakini menjadi ciri suatu maslah kebijakan
D. Pelayanan Publik
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara
langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan.
Pelayanan kualitas birokrasi adalah melayani konsumen yang sesuai dengan kebutuhan dan
seleranya. Bagaimanakah sebenarnya pelayanan birokrasi yang berkualitas, dapat
didefinisikan melalui ciri-cirinya:
a. Pelayanan yang bersifat anti birokratis
b. Distribusi pelayanan
c. Desentralisasi dan berorientasi kepada klien
Senada dengan ciri-ciri tersebut, pemerintah perlu menekankan beberapa hal, yaitu:
a. Pemerintah menciptakan suasana kompetitif dalam pemberian pelayanan
b. Pemerintah berorientasi kepada kebutuhan pasar, bukan birokrasi
c. Pemerintahan desentralisasi, dan lebih proaktif
saat ini, kesadaran akan peningkatan kualitas pelayanan dipacu oleh penerapan
manajemen mutu terpadu (MMT) atau total quality management (TQM), bukan hanya pada
organisasi bisnis, tetapi telah diadaptasi pada berbagai organisasi publik dan nonprofit,
bahkan pada lembaga pemerintah terutama di negara maju.
Untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas, selayaknya model pelayanan TQM perlu
diterapkan pada berbagai lembaga pemerintah. Meskipun konsepnya belum dapat
diterapkan secara keseluruhan, tetapi dapat dikondisikan sesuai dengan sumber daya yang
dimiliki lembaga pemerintahan. Aturan TQM yang dapat dimanfaatkan dalam lembaga
pemerintah, yaitu:
1. Kualitas adalah pekerjaan setiap orang dalam organisasi agar mampu memeberikan
pelayanan terbaik
2. Kualitas muncul dari pencegahan, bukan hasil dari suatu pemeriksaan atau inspeksi
3. Kualitas menuntut kerjasama yang erat, semua orang dalam organisasi adalah penentu
keberhasilan dalam pelaksanaan tugas
4. Kualitas menuntut perbaikan berkelanjutan. Selanjutnya ditekankan, bahwa pada saat
diperlukan perubahan, misalnya dalam sistem dan prosedur, tindakan yang cepat perlu
ditempuh agar tidak terjadi keterlambatan dalam mengejar peningkatan kualitas.
Pada bagian lain dikemukakan bahwa ada tujuh hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian pelayanan, namun yang paling signifikan untuk diterapkan dalam lembaga
pemerintah adalah:
1. Function: kinerja primer yang dituntut
2. Confirmince: kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah
ditetapkan
3. Reliability: kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu
4. Serviceability: kemampuan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekeliruan
5. Adanya assurance yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
Perhatian terhadap aspek di atas akan menjadikan suatu produk kebijakan lebih
potensial dalam mengakses semua kepentingan publik. Namun demikian produk kebijakan
yang baik juga harus didukung kemampuan birokrasi yang memadai pada tingkat
implementasi. Untuk itu pendayagunaan pelayanan aparat birokrasi yang perlu dilakukan
adalah melalui:
1. Pengembangan efficiency standard measurements, tolak ukur, standar unit dan standar
cost perlu ditingkatkan untuk meminimalisasi unsur-unsur biaya yang tidak profesional
2. Perbaikan prosedur dan tata kerja nasional organisasi yang lebih efisien dan efektif
dalam manajemen operasional yang proaktif
3. Mengembangkan dan memantapkan mekanisme koordinasi yang lebih efektif (to make
coordination works)
4. Mengendalikan dan menyederhanakan birokrasi (regulatory function) dengan
management by exception dan minimize body contact dalam pelayanan jasa.
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang
ditargetkan sebagai kepuasan bagi siapa pun yang menerimanya. Sistem administrasi
negara yang efisien dan efektif bukan dicerminkan dari hasil koreksi dan pengaduan dari
publik, tetapi merupakan hasil ciptaan kreatif atas dasar pengelolaan pemerintahan yang
proaktif terhadap berbagai keperluan publik. Aparatur pemerintahan seharusnya mampu
mendorong aktivitas publik pada berbagai dimensi pembangunan yang meningkat ke arah
yang lebih baik.
Untuk pelayanan publik wajib dikelola oleh aparatur negara dalam manajemen
birokrasi yang bersifat apolitik, mengefektifkan kualifikasi yang bersifat spesialis, dan
mendorong terciptanya jangkar koordinasi yang lebih luas, efisien dan efektif, sehingga
dapat menjadi pusat keunggulan pelayanan publik. Luas campur tangan pemerintah dalam
sektor kehidupan publik menjadikan pelayanan birokrasi semakin kompleks. Akibatnya
pelayanan publik menjadi berbiaya tinggi, utamanya dalam sektor ekonomi.
Fenomena Birokrasi di Indonesia sudah menonjol telah lama muncul sejak masa
prakolonial yang secara periodic terus berkembang membentuk nilai-nilai kehidupan
Birokratisasi di Indonesia. Masa pra kolonial yang menonjol adalah masa kerajaan
Mataram sebelum abad 18 karena pada masa ini kekuasaan birokrasi lebih menonjol
dibanding dengan kerajaan lain. Raja pada masa ini merupakan pusat mikrokosmos dan
duduk di puncak hirarki status, yang dalam kedudukannya menjadi penghubung antara
manusia dengan Tuhan. Raja memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dan tidak dapat
memerintah sendiri, sehingga memerlukan birokrasi dengan mengangkat orang-orang
terpercaya yang diberi gelar berbau magis. Pola hubungan birokrasi pada masa ini
digolongkan sebagai patrimonial karena raja merupakan tuan tertinggi yang
kebijaksanaannya harus di patuhi.
Pada Masa kolonial yang paling penting adalah masa penjajahan Belanda.
Kolonialisme Belanda dimulai dengan munculnya VOC pada tahun 1962. Birokrasi yang
dibangun Gubernur Jenderal pada waktu itu hanyalah sebagai alat untuk memperluas
kekuasaan. Pola pemerintahan bersifat tidak langsung, di mana pemerintahan dijalankan
perantaraan pejabat pribumi (golongan priyayi) yang dibujuk dengan uang dan kekayaan,
,terkadang dengan tekanan, untuk menjalankan kekuasaan Belanda. Golongan priyayi
diangkat oleh belanda sebagai pejabat Pemerintah belanda, tentunya memberikan
legitimasi baru untuk memperkokoh kekuasaan.
Cara-cara yang dipakai belanda ini melahirkan pola birokrasi kolonial yang
mentransformasikan model barat di tengah model tradisional, tanpa menghapus tatanan
tradisi yang ada. Dengan demikian secara bertahap penguasa lokal ini di dorong bangkit
menjadi kekuasaan tersendiri dan melepaskan diri dari penguasa tradisional (raja).
Munculnya tatanan baru berupa akumulasi kekuasaan tradisional menjadi korp
kepegawaian belanda, sehingga mendorong Gubernur Jenderal menggolongkan struktur
birokrasinya, (1) Eropsche bestuur; untuk mengurus atau melayani masyarakat belanda
dan eropa lainnya. (2) Oosterlingen; untuk mengurus atau melayani orang arab dan cina.
(3) pangeh praja; untuk mengurus atau melayani masyarakat pribumi (inlander). Birokrasi
kolonial semakin berjalan kuat pada masa gubernur van den Bosch namun banyak
mendapatkan kritik. Akibat kritik itu, pada tahun 1903 lahirlah Undang-undang
desentralisasi (Decentralisatie Wet 1903). Menurut undang-undang ini wilayah Hindia
belanda harus dibagi ke dalan daerah-daerah otonom dengan nama Locale Resorten. Oleh
karena itu, pada tahun 1905-1908 di pulau jawa jaringan locale resorten ini berbentuk
Gemeente (daerah kota) dan gewest (daerah karesidenan/bukan kota) yang membawahi
afdelingen (daerah-daerah kecil). Gemeente bersifat otonkm (pemerintahan sendiri)
sedangkan gewest bersifat administratif (dibawah pengawasan gubernur jenderal) dan
semuanya tetap dijabat oleh orang belanda. Adapun afdelingen dijabat oleh pribumi yang
jabatannya setingkat bupati. Struktur birokrasinyatanpak semakin diperinci lagi dan diatur
dengan perundang-undangan yang ketat. Pejabat belanda maupun pribumi di tetapkan
lebih tegas menjadi pegawai dinas kolonial Belanda dan kepada mereka digaji sesuai
dengan undang-undang. Periode ini oleh logemann dinamakan de legale Bureaucratie dab
sesudah tahun 1918 dinamakan Constitutionale staat.
Pada masa awal kemerdekaan, birokrasi tidak berjalan normal dan banyak pegawai
terpecah belah. Kemudian karena masih dalam suasana revolusi, pemerintah republik tidak
sekalipun mengubah organisasi birokrasi peninggalan Hindia belanda, kecuali menambah
dengan disertakannya Komite nasional dalam mekanisme pemerintahan di daerah (KND)
. Namun yang terlihat di sana-sini jalannya birokrasi sungguh belum normal terlebih
pelayanannya karena tidak jelas siapa yang harus dilayani.
Pada masa demokrasi liberal, birokrasi menjadi semakin terpuruk, tidak berjalan
dan tertata lebih baik, bahkan menjadi ajang rebutan partai politik. Hampir semua pegawai
berafiliasi kepada partai politik sehingga mereka pun terkotak-kotak. Juga pos-pos jabatan
seringkali mewakili orientasi partai politik, bukan pemerintah apalagi keahlian dan karier,
sehingga pergantian jabatan tidak lebih karena hasil perjuangan partak politik dalam
menempatkan orang-orangnya. Namun dalam situasi ini maka jumlah pegawai meningkat
tajam akibat penetrasi partai-partai politik, yang jumlahnya di tahun 1953 saja mencapai
692.000 orang. Akibat dari meningkatnya secara tajam jumlah pegawai adalah merosotnya
nilai gaji yang dibarengi pula dengan tekanan inflasi. Hal ini kemudian menimbulkan
merajalelanya korupsi, salah satu ciri khas birokrasi yang tidak bertanggung jawab.
Birokrasi pada masa ini mundur jauh dibanding masa kolonial dulu, karena menjadi tidak
profersional, batas-batas legal rasional kabur, tidak bertanggung jawab, dan terkotak-kotak
dalam aliansi politik partai serta amat korup.
Pada Masa Demokrasi Terpimpin/ Orde Lama, birokrasinya masih tetap sebagai
alat partai politik, tidak professional,tidak memiliki batas-batas legal-rasional yang jelas,
tidak jujur dan bertanggung jawab, dan amat korup. Pada masa ini terjadi peningkatan
jumlah pegawai namun penambahan ini tidak melalui penerapan sistem rekrutmen yang
jelas tetapi lebih melalui cara-cara nepotisme sehingga kemampuan dan keahlian pegawai
tidak diketahui dengan jelas. Akhirnya pelaksanaan tugas birokrasi tidak bertambah lancer.
Birokrasi Pada Masa awal Orde Baru difokuskan kepada aspek sumber budaya
manusianya. Pegawai pada waktu itu di anggap sangat menentukan suksesnya
pemerintahan dan pembangunan nasional, oleh karena itu hal yang berkaitan dengan
pegawai harus dibenahi, tidak semata melalui aturan yang mengikatnya tetapi sekaligus
pembentukan orientasinya agar tercipta kesetiaan dan kepatuhan pegawai dan jauh dari
penetrasi partai politik. di samping itu secara internal pegawai pun diperhatikan dalam
rangka tugasnya mencakup kejelasan karier, gaji dan kewenangannya namun mereka
diarahkan untuk bertindak tertib serta mutunya ditingkatkan melalui berbagai upaya
pendidikan dan latihan (diklat) yang diselenggarakan pemerintah. Birokrasi yang di tata
pemerintah melalui cara ini ingin diletakkan pada tugasnya yang professional dan
bertanggung jawab, meskipun ruang geraknya dikendalikan secara sentralistik dan diikat
dengan aturan yang ketat.
Namun pada akhirnya birokrasi pemerintahan Orde Baru pun tidak dapat terlepas
dari budaya korup dan politik. nilai biroktatisme pada masa orde baru yang dikembangkan
pemerintah adalah birokrasi kolonial bercampur patrimonial mirip birokrasi mataram,
suatu pola baru yang menggabungkan modern dan tradisional. Faktor kuatnya kekuasaan
presiden ternyata amat berperan dalam membentuk birokrasi dengan ciri-ciri tersebut yang
selanjutnya digunakan untuk mengendalikan masyarakat yang ditandai dengan
langgengnya Presiden Soeharto selama lebih 32 tahun dan hasil-hasil pembangunan yang
merubah masyarakat Indonesia menjadi modern.
Perubahan iklim politik negara pada masa sekarang menjadi demokratis diawali
munculnya gelombang tuntutan reformasi politik, yang melahirkan pula tuntutan
perubahan dalam pelayanan birokrasi pemerintah. Pemerintah telah mengawali perubahan
mekanisme birokrasi pemerintah dengan menggunakan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun
1999 dengan ditingkatkannya peran pemerintah daerah dan kabupaten dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembanguna serta pelayanan masyarakat yang berarti
birokrasi pusat beralih ke birokrasi daerah.
Hal ini tentunya dihadapkan pada banyak tantangan, namun hal utama dalam
perubahan birokrasi pemerintah hanyalah tergantung pada politik. Upaya memberdayakan
dan mengarahakan birokrasi agar menjadi rasional dan efisien serta bertanggung jawab
(bebas korupsi) kini tergantung dari seberapa besar kemapuan dan kesungguhan
pemerintah dalam menumbuhkan nilai-nilai birokratisme baru dalam sikap dan perilaku
pegawai.
1. Konsiderasi
2. Struktur Inisiasi
Oleh sebab itu, pemimpin diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik
untuk kepentingan masyarakat banyak dari pemerintah maupun swasta. Salah satu kasus
yang akan penulis sajikan yaitu telah terselenggaranya kongres Guru se-Dunia pada tanggal
7 sd 13 Juli 2003 di Porto, Brasil,Indonesia telah mengirimkan delegasinya ke kongres
tersebut dengan judulEducation for Global Progress, dengan salah satu subtema
berjudulPendidikan sebagai Pelayanan Publik atau Komoditas akan disajikan bagaimana
permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
B. PENGERTIAN PIMPINAN
C. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
pengertian kepemimpinan lebih dipertajam lagi oleh Edwin A. Locke, yakni sebagai
berikut : Kepemimpinan adalah suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham Berarti
setiap pemimpin melalui kerja sama yang sebaik-baiknya harus mampu membuat para
bawahan mencapai hasil yang telah ditetapkan Peranan pemimpin memben dorongan
terhadap bawahan untuk mengeriakan yang dikehendaki perusahaan. Dengan kata lain
kepemimpinan adalah seni bagaimana membuat orang lain mengikuti serangkaian tindakan
dalam mencapai tujuan Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi dan inspirasi,
maksudnya tiap pemimpin harus memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain yang
dilakukan bukan melalui paksaan, melainkan dengan cara himbauan danpersuasi
Dengan demikian peranan pemimpin sangat penting dalam usaha mencapai tujuan
suatu organisasi, sehingga dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan yang dialami,
sebagian besar sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan
STRATEGI PERUBAHAN MANAJEMEN DAERAH STUDI KASUS UPAYA
PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PUBLIK PEMDA DKI JAKARTA
Di era reformasi, kata perubahan menjadi kata yang sering kita dengar, dimana
tuntutan perubahan sering disuarakan, baik oleh individu ataupun oleh anggota kelompok
masyarakat lainnya Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah,
menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat Rendahnya mutu
pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur menjadi citra buruk pemerintah di tengah
masyarakat.
Bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluhkan, dan
kecewa terhadap tidak layaknya aparatur dalam memberikan pelayanan . ada jenis
pelayanan publik yang diberikan aparatur kepada masyarakat, mulai dari urusan akta
kelahiran sampai dengan urusan surat kematian semua jenis pelayanan tersebut disediakan
dan diberikan kepada masyarakat oleh aparatur pemerintah, baik aparatur yang berada di
pusat maupun di daerah, secara umum belum banyak memuaskan masyarakat Pelayanan
yang diberikan terlalu terbelit-belit dengan alasan sesuai prosedur, banyaknya biaya
pungutan, dan waktu yang sangat lama, sebingga pelayanan yang diberikan cenderung
tidak efektif dan efisien Pelayanan yang diberikan lebih didasarkan pada peraturan yang
sangat kaku, dan tidak fleksibel, sehingga aparatur terbelenggu untuk melakukan daya
inovasi dan kreasi dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.
Apabila mengacu pada visi dan misi Jakarta sebagai ibu kota negara, yang
pembangunannya diarahkan pada kota jasa (service city) memerlukan program yang
sungguh-sungguh dengan perencanaan yang cermat, pelayanan yang efektif dan efisien
serta pengawasan yang terus-menerus dan berkesinam bungan dalam mengejar
ketertinggalan dari kemajuan yang telah dicapai oleh kota besar lainnya di dunia. Berkaitan
dengan hal itu, pembangunan Jakarta yang merupakan upaya bersama antara pemerintah
dengan seluruh lapisan masyarakat, di mana manajemen pemerintahan sebagai motor
penggerak memerlukan upaya perubahan secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan.
Perubahan dan pembaruan manajemen pemerintahan Pemda DKI Jakarta melalui tiga focus
kegiatan sebagai rangkaian dalam mengerahkan roda pembangunan DKI Jakarta.
4. mengintegrasikan penataan ruang kawasan enclave ke dalam tata ruang kota secara
menyeluruh dan terpadu.
Salah satu tugas Tim ini adalah melakukan sosialisasi Regom dan upaya
penerapannya, yang dimulai dari para pejabat eselon I dan II di lingkungan Pemerintah
Daerah DKI Jakarta, dan anggota DPRD DKI Jakarta. Dalam implementasi program
Regom ini sebenarnya tidak harus tergantung pada individu tertentu melainkan pada visi
dan kuatnya menjalankan program Regom ini Secara pelaksanaan program pengembangan
aparatur daperubahan manajemen Pemda KI Jakarta adalah ditandai dengan adanya tingkat
kinera anggaran pemerintah yang berpengaruh secara optimalterhadap ku birokrasi di
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya upaya
pengembangan aparatur dan perubahan managemen scbaiknya diarahkan pada tiga fokus
kegiatan,
1. Aspek Anggaran
Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sangat ditentukan oleh
kinerja anggaran (performance budgeuing). Oleh karena itu faktor efisiensi dan efektivitas
menjadi ukuran dalam menentukan suatu kinerja sistem pemerintahan, mengingat
anggaran merupakan bagian integral dari perencanaan program Proses penyusunan dan
pengelolaan anggaran tersebut harus mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi,
fungsi distribusi dan fungsi stabilitas, baik di bidang ekonomi maupun bidang lainnya
Dengan adanya pemahaman bahwa sangat diperlukan upaya pembaruandalam proses
penyusunan anggaran, maka yang sebaiknya dilakukan antaralain melalui upaya sebagai
berikut.
a. Penerapan Sistem Zero Based
Penerapan sistem ini, yaitu proses penyusunan anggaran dengan cara memberikan
batasan kepada seluruh instansi di lingkungan Pemda DKI Jakarta pada tahun anggaran
tertentu. Selanjutnya menentukan unit-unit tertentu sebagai leading sector sesuai dengan
program yang telah ditentuk program sebelumnya dalam perencanaan strategis (Renstra).
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi duplikasi kegiatan program dan sasaran program
menjadi lebih terarah Dalam pelaksanaan pembaruan proses penyusunan anggaran
berdasarkan prioritas sasaran program bisa saja mengalami hambatan disebabkan antara
lain
4) keputusan
3) unit organisasi yang tugasnya memberi layanan masyarakat dan memungut retribusi
atas pelayanan yang diberikan (mix center).
Dari ketiga cara yang diupayakan oleh Pemda DKI Jakarta, diharapkan terjadinya
optimalisasi penerimaan yang dapat digunakan untuk proses pembangunan daerah dan
diharapkan juga terjadinya efisiensi pengeluaran daerah. Dengan demikian, keuangan
daerah bisa dihemat dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang ada
di Jakarta.
Dasar Pemikiran
a. Dalam rangka tercapainya pelayanan publik yang optimal bagi setiap warga DKI Jakarta
perlu peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
b, Dinas kesehatan DKI Jakarta berupaya menjadi yang terbaik dalam memberikan
pelayanan kesehatan Kendala Yang Dihadapi
a. Perubahan yang telah terjadi meliputi perubahan struktur organisasi, perubahan tipe
bangunan dengan penambahan fasilitas sarana pelayanan (penyakit dalam, bedah, anak,
kebidanan, kandungan, penyakit mata, penyakit THT, penyakit jiwa, usia lanjut, fasilitas
peralatan canggih, danrontgen)
b. Penambahan jenis pelayanan penyakit dalam, bedah, anak, kebidanan. penambahan dokter
umum, dokter spesialis dan paramedis.
c Reformasi dalam rangka pelayanan kesehatan dimulai pada Rumah Sakit Pasar Rebo
sebagai model uji coba RSUD Unit Swadana Daerah berdasarkan Keputusan Gubernur
Nomor 944 dan 945 Tahun 1992
e. Dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat di btdang kesehatan yang telah
dikembangkan suatu upaya penyelenggaraan penlgab Straleea Peridsahan Manajemen
Pemerintahan Daerah kesehatan yang bersumber dari masyarakat, dikelola oleh
masyarakat dan digunakan oleh masyarakat dengan bantuan teknis operasional dari
puskesmas serta menganut sistem pembiayaan praupaya.
f. Klinik Husada Mandiri yang pertama di Indonesia adalah di Kelurahan Bukit Duri (berdiri
bulan Oktober 1995) dan diikuti oleh Klinik Husada Mandiri di Kelurahan Kebagusan
pada bulan April 1996 Pengembangan pelayanan gawat darurat Pra Rumah Sakit. Untuk
menanggulangi dan menurunkan angka akibat kasus gawat darurat yang telah
dikembangkan sistem pelayanan gawat darurat.
Dasar Pemikiran
c. Dari hasil pendaftaran penduduk diharapkan untuk dapat menyajikan data dan informasi
penduduk akurat
BAB III
KESIMPULAN