Anda di halaman 1dari 29

MATA KULIAH PELAYANAN PUBLIK

“REFORMASI MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK”

OLEH

DHEA YULIANINGSIH 170410150038

HAFID AHMAD ROYAN 170410150048

ALWY FILANDERRY 170410150066

MUHAMMAD GUSTIRA TRIAWAN 170410150068

FYRA RUSWANDI 170410150076

TESIYA ANISA YUSUF 1704101500

IVO KUSUMA 1704101500

ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan publik merupakan pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh
penyelenggara negara (pemerintah). Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah harus
berpihak pada kepentingan masyarakat. Namun dalam pemenuhan pelayanan publik, tidak
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa penyebabnya yang kami bahas dalam makalah
ini yaitu birokrasi, kepemimpinan, dan kebijakan yang belum mampu mendukung pelayanan
publik yang berkualitas.
Birokrasi di Indonesia seperti yang kita ketahui memiliki berbagai masalah, diantaranya
yaitu sistem dan prosedur yang panjang dan berbelit-belit, juga lambannya dalam pelayanan
publik, ditambah lagi praktik KKN yang tidak bisa dipisahkan dalam birokrasi di Indonesia.
Buruknya dan tidak efektifnya birokrasi yang ada di Indonesia menyebabkan kurang efisien
dan efektif dalam melaksanakan tugasnya, yaitu salah satunya dalam hal pelayanan publik.
Kepemimpinan merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki, dan merupakan inti
dalam manajemen. Peran pemimpin dapat menjadi penentu keberhasilan pelayanan yang
berkualitas, dimana pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan dapat mempengaruhi
bawahannnya. Sehingga apabila pemimpinnya berkualitas, maka akan berpengaruh pada
bawahannya, dalam hal ini dalam memberikan pelayanan publik.
Selain birokrasi dan kepemimpinan, kebijakan turut menjadi penyebab kurang efisien dan
efektif dalam pelayanan publik. Hal tersebut karena kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Indonesia, kebanyakan tidak sesuai dengan aspirasi dari masyarakat dan kebijakan yang dibuat
tidak melibatkan masyarakat atau partisipasi publik dalam penyusunannya, sehingga kebijakan
tersebut tidak dapat memenuhi kepentingan masyarakat dan menjawab berbagai permasalahan
yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, baik birokrasi, kepemimpinan maupun kebijakan sangat berperan dalam
keberhasilan dan kualitas pelayanan publik di Indonesia. ketiganya merupakan beberapa faktor
yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Maka perlu adanya reformasi pelayanan
publik, agar pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dapat memenuhi keinginan dan
kebutuhan masyarakat, sehingga dapat dikatakan berkualitas dan berjalan secara efektif dan
efisien. Juga dengan adanya reformasi pelayanan publik dapat menempatkan pemerintah sesuai
dengan peran dan fungsinya dalam memberikan pelayanyan kepada masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut, kami memberikan identifikasi masalah yaitu:

- Kurang efisien dan efektif birokrasi di Indonesia.


- Pentingnya sifat kepemimpinan untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas.
- Kebijakan yang dibuat tidak melibatkan partisipasi publik dalam penyusunannya.
- Reformasi pelayanan publik diperlukan untuk memperbaiki dan melihat kelemahan dan
kekurangan pelayanan publik di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pelayanan publik


Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara
berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pelanggan. Sementara dalam KBBI dijelaskan pelayanan sebagai
hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani. Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa
inggris public yang berarti umum, masyarakat, dan negara. Inu dan kawan-kawan
mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir,
perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai dan
norma yang merasa memiliki. Menurut Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003, publik
adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tatacara yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan
keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.
B. Kualitas pelayanan publik
Pelayanan publik memiliki tujuan untuk memuaskan masyarakat, dan untuk
memuaskan masyarakat itu dituntut kualitas pelayanan yang tercermin dari transparansi,
akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan kewajiban. Dalam poin ini
Gaspersz dalam Sampara Lukman mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu
kepada pengertian pokok:
a. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, beik keistimewaan
langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan
dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk
b. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Menurut Fitzsimmons dan Fitzisimmons dalam Budiman terdapat lima indikator


pelayanan publik, yaitu reliability yang ditandai pemberian pelayanan yang tepat dan
benar, tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya, responsiveness yang ditandai dengan keinginan melayani
konsumen dengan cepat, assurance yang ditandai tingkat perhatian terhadap etika dan
moral dalam memberikan pelayanan, dan empati, yang ditandai tingkat kemauan untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

Dalam konsep kualitas pelayanan, patton mengemukakan konsep “layanan sepenuh


hati” maksudnya layanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkan emosi, watak,
keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan. Nilai yang sebenarnya dalam layanan
sepenuh hati menurut patton terletak pada kesungguhan empat sikap “P” yaitu:

a. Passionate, menghasilkan semangat yang besar terhadap pekerjaan, diri sendiri, dan
orang lain.
b. Progressive, penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan dan gaya
pribadi.
c. Proactive, supaya aktif harus melibatkan pekerjaan kita dan diperlukan inisiatif yang
tepat.
d. Positive, berlaku positif seyogyanya besikap hangat dalam menyambut konsumen dan
berguna untuk membangun hubungan pribadi.
Perubahan Paradigma Pelayanan Publik

Bab ini membahas perubahan pelayanan publik di Indonesia dari perspektif


paradigmatik. Dan dikemukakan tiga paradigma sesuai dengan besar kecilnya peranan
pemerintah dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan publik.

1. Paradigma negara kuat, dimana kekuatan sosial politik termasuk kekuatan


pasar, kecil pengaruhnya dalam kebijakan publik, bahkan pelaksanaannya.
2. Paradigma deregulasi setengah hati, di mana pemerintah memilih sektor
tertentu untuk dideregulasi yang pertimbangan utamanya bukan pencapaian
efisiensi pelayanan publik, tetapi keamanan bisnis antara pejabat negara dan
pengusaha besar.
3. Paradigma reformasi pelayanan publik, peradigma ini mengkaji ulang peran
pemerintah dan mendefinisikan kembali sesuai dengan konteksnya, yaitu
perubahan ekonomi dan politik global, penguatan civil society, good
governance, peranan pasar dan masyarakat yang semakin besar dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan publik

BIROKRASI, KEBIJAKAN, DAN PELAYANAN PUBLIK

Indonesia mendorong pemerintahannya untuk menciptakan kebijakan dan


pelayanan public yang semakin baik dan memihak kepada kepentingan luas masyarakat,
maka diadakannya gerakan reformasi sebagai komitmen kolektif masyarakat Indonesia.
Akan tetapi, hingga saat ini pelayanan birokrasi pemerintahan di Indonesia masih kurang
produktif dan belum mencapai apa yang di tuju. Tugas pemerintahan yang dijalankan oleh
para birokrat lebih banyak dilakukan terlalu luas dalam sector kehidupan public.

A. Masalah Birokrasi
Pemerintah dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggara Negara
semakin dihadapkan kepada permasalahan global. Peranannya harus mampu dan cermat
serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Untuk memahami beberapa
masalah yang sering menjadi keluhan public terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh
aparat, diantaranya dapat disebutkan :
1. Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin
2. Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung,
keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis
3. Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain
4. Sulit dihubungi
5. Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses”

Identifikasi ini adalah sedikit dari banyak masalah dalam birokrasi pemerintahan saat ini.

B. Mengelola Kebijakan
Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan yang berkualitas adalah
tingginya intensitas partisipasi public. Sebab kesahihan kebijakan public apapun dari
pemerintahan terletak disana. Tujuan utama dari partisipasi adalah mempertemukan
seluruh kepentingan yang sama dan yang berbeda dalam suatu prooses perumusan dan
penetapan kebijakan secara proposional untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh
oleh kebijakan yang akan ditetapkan dalamnya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
dirumuskan beberapa criteria yang perlu dipenuhi dalam mengaplikasikan pendekatan
partisipatif dalam setiap perencanaan pembangunan. Criteria-kriteria itu adalah :
1. Pelibatan seluruh stakeholders untuk setiap arena perumusan dan penetapan kebijakan
2. Penguatan institusi-onsitusi masyarakat yang lehitimate untuk menyuarakan seluruh
aspirasi yag berkembang
3. Penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan priotitas atas
collective agreement
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat melali pembelajaran kolektif sebagai bagian
dari proses de,okrasi

kriteria tersebut didasarkan dari terciptanya partisipasi public dalam hal pengelolaan
kebutuhan, yaitu:

1. Keamanan dan ketertiban: semua institusi Negara dan masyarakat luas didorong untuk
menegakkan hukum nasional dan perturan daerah secaraefektif.
2. Politik : terkait dngan beragamnya asprasi rakyat harus ditempatkan dalam derajat
politik yang sama dalam kerangka penentuan prioritas
3. Ekonmi: pengelolaan potensi ekonomi rakyat dalam mengidentifikasi dirinya dalam
organisasi sosial dan organisasi lainnya
4. Budaya: penghormatan dan kebebasan atasperkembangan budaya daerah sebagai
potensi pembangunan dan pelayanan pemerintahan
C. Model-model Kebijakan
Model kebijakan bermanfaat dan bahkan harus ada.model kebijakan merupakan
penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mengurangi masalah dan
menjadikannya dapat dikelola oleh para analisis kebijakan. Beberapa model yang di
maksud yaitu:
1. Model deskriptif, bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi sebab dan
konsekuensi dari pilihan kebijakan.
2. Model normatif, model ini bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan dan meprediksi,
tetap juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian
beberapa utilitas atau nilai
3. Model verbal, model ini merupakan ekspresi dalam 3 bentuk utama, yaitu verbal,
symbol, dan procedural.
4. Model simbolis, model ini menggunakan symbol statistic, metmatik, dan logika
5. Model procedural, model ini menampilakn hubungan yang dinamis diantara variable
yang diyakini menjadi ciri suatu maslah kebijakan
D. Pelayanan Publik
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara
langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan.
Pelayanan kualitas birokrasi adalah melayani konsumen yang sesuai dengan kebutuhan dan
seleranya. Bagaimanakah sebenarnya pelayanan birokrasi yang berkualitas, dapat
didefinisikan melalui ciri-cirinya:
a. Pelayanan yang bersifat anti birokratis
b. Distribusi pelayanan
c. Desentralisasi dan berorientasi kepada klien
Senada dengan ciri-ciri tersebut, pemerintah perlu menekankan beberapa hal, yaitu:
a. Pemerintah menciptakan suasana kompetitif dalam pemberian pelayanan
b. Pemerintah berorientasi kepada kebutuhan pasar, bukan birokrasi
c. Pemerintahan desentralisasi, dan lebih proaktif
saat ini, kesadaran akan peningkatan kualitas pelayanan dipacu oleh penerapan
manajemen mutu terpadu (MMT) atau total quality management (TQM), bukan hanya pada
organisasi bisnis, tetapi telah diadaptasi pada berbagai organisasi publik dan nonprofit,
bahkan pada lembaga pemerintah terutama di negara maju.
Untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas, selayaknya model pelayanan TQM perlu
diterapkan pada berbagai lembaga pemerintah. Meskipun konsepnya belum dapat
diterapkan secara keseluruhan, tetapi dapat dikondisikan sesuai dengan sumber daya yang
dimiliki lembaga pemerintahan. Aturan TQM yang dapat dimanfaatkan dalam lembaga
pemerintah, yaitu:
1. Kualitas adalah pekerjaan setiap orang dalam organisasi agar mampu memeberikan
pelayanan terbaik
2. Kualitas muncul dari pencegahan, bukan hasil dari suatu pemeriksaan atau inspeksi
3. Kualitas menuntut kerjasama yang erat, semua orang dalam organisasi adalah penentu
keberhasilan dalam pelaksanaan tugas
4. Kualitas menuntut perbaikan berkelanjutan. Selanjutnya ditekankan, bahwa pada saat
diperlukan perubahan, misalnya dalam sistem dan prosedur, tindakan yang cepat perlu
ditempuh agar tidak terjadi keterlambatan dalam mengejar peningkatan kualitas.
Pada bagian lain dikemukakan bahwa ada tujuh hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian pelayanan, namun yang paling signifikan untuk diterapkan dalam lembaga
pemerintah adalah:
1. Function: kinerja primer yang dituntut
2. Confirmince: kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah
ditetapkan
3. Reliability: kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu
4. Serviceability: kemampuan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekeliruan
5. Adanya assurance yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
Perhatian terhadap aspek di atas akan menjadikan suatu produk kebijakan lebih
potensial dalam mengakses semua kepentingan publik. Namun demikian produk kebijakan
yang baik juga harus didukung kemampuan birokrasi yang memadai pada tingkat
implementasi. Untuk itu pendayagunaan pelayanan aparat birokrasi yang perlu dilakukan
adalah melalui:
1. Pengembangan efficiency standard measurements, tolak ukur, standar unit dan standar
cost perlu ditingkatkan untuk meminimalisasi unsur-unsur biaya yang tidak profesional
2. Perbaikan prosedur dan tata kerja nasional organisasi yang lebih efisien dan efektif
dalam manajemen operasional yang proaktif
3. Mengembangkan dan memantapkan mekanisme koordinasi yang lebih efektif (to make
coordination works)
4. Mengendalikan dan menyederhanakan birokrasi (regulatory function) dengan
management by exception dan minimize body contact dalam pelayanan jasa.
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang
ditargetkan sebagai kepuasan bagi siapa pun yang menerimanya. Sistem administrasi
negara yang efisien dan efektif bukan dicerminkan dari hasil koreksi dan pengaduan dari
publik, tetapi merupakan hasil ciptaan kreatif atas dasar pengelolaan pemerintahan yang
proaktif terhadap berbagai keperluan publik. Aparatur pemerintahan seharusnya mampu
mendorong aktivitas publik pada berbagai dimensi pembangunan yang meningkat ke arah
yang lebih baik.
Untuk pelayanan publik wajib dikelola oleh aparatur negara dalam manajemen
birokrasi yang bersifat apolitik, mengefektifkan kualifikasi yang bersifat spesialis, dan
mendorong terciptanya jangkar koordinasi yang lebih luas, efisien dan efektif, sehingga
dapat menjadi pusat keunggulan pelayanan publik. Luas campur tangan pemerintah dalam
sektor kehidupan publik menjadikan pelayanan birokrasi semakin kompleks. Akibatnya
pelayanan publik menjadi berbiaya tinggi, utamanya dalam sektor ekonomi.

PERILAKU BIROKRAT DALAM PENYELENGGARAAN LAYAAN PUBLIK

Birokrasi merupakan lembaga yang memilki kemampuan besar dalammenggerakan


organisasi, karena birokrasi ditata secra formal untuk melahirkan tindakan rasional dalam
sebuh organisasi. Jika dilihat dari perjalanan tumbunhnya birokrasi, pada dasarnya
birokrasi buka suatu fenomea yang baru, karena sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu
walaupunbentuknya yang masih sangat sederhana, karena kebutuhan masyarakat yang
harus dipuaskan pada saat itu pun masih sangat sederhana. Penyelenggaraan pelayanan
public yang dilaksanakan oleh birokrat di Indonesia jika ditnjau historisnya tidak terlepas
dari adanya masa colonial dan feudal. Pola perilaku birokrat warisan masa colonial dan
feudal yang mempengaruhi birokrasi adalah “ pejabat menempatkan diri sebagai raja”.
A. Tipe-tipe Birokrasi Max Weber
Menurut Wax Weber, birokasi mendasarkan diri pada hubungan antara kewenangan
menempatkan dan mengangkat pegawai bawahan dengan menentukan tugas dan
kewajiba di mana perintah dlakukan secara tertulis, ada pengaturan mengenai
hubungan kewenangan, and promosi kepegawaia didasarakan atas aturan-aturan
tertentu. Weber mengemukakan tiga tipe ideal dari otorita, yaitu:
1. Otorita Tradisional
2. Otorita Kharismatik
3. Otorita Legal-Rasional
B. Birokrasi di Indonesia
Perkembanganbirokrasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepasdari
factor kesejarahan. Dengan analisis sejarah, dapat dipelajari teknk analisis atau teknik
pemecahan masalah yang akan menunjukan bagaimana proses birokrasi yang dilaksanakan
oleh lannya, sehingga timbul pertanyaan adalah apakah proses semacam itu dapat
diterapkan dalam bidang yang sama di masa kini
1. Masa Kerajaan
Pada masa Feodal dalam kehidupan masyarakat terdapat pola lapisan
masyarakatyang hierarkis dimana yang berada dipuncak, duduk penguasa tertinggi
yaitu raja, kemudian lapisan kedua adalah kaum bangsawan, tentara dan para
pendeta, dan lapisan kedua adalah kaum bangsawan, tentara dan para pedeta, dan
lapisan paling bawah atau terendh adalah masyarakat iasa yang terdiri dari petani
dan buruh tani.
2. Masa Kolonial
Pada masa colonial ini birokrasi semata-mata berfungsi hanya sebagai jembatan
antara pihak penguasa dan yang dikuasai, yaitu pemerintahan asing dai barat dan
rakyat pribumi yang dijajah.
3. Birokrasi setelah Masa Kolonial sampai dengan Sekarang
Negara berkembang, seperti Indonesia termasuk dalam kategori masyarakat
transidional. Birokrasi pemerintahan seringkali diartikan sebagai officialdom atau
kerajaanpejabat. Suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah para pejabat dari suatu
bentuk organisasi yang digolongkan modern. Di dalamnya terdapat tanda-tanda
bahwa seseorang mempunyai yuridiksi yang jelas dan pasti, mereka berada dalam
area ofisal yang yuridiksi, di dalam yuridiksi tersebut seseorang mempunyai tugas
dan tanggug jawab resmi yang memperjelas batas kewenangan pekerjaannya.
Mereka memperoleh gaji berdasarkan keahlian dan kompetensinta
C. Birokrasi dan Fungsi Pelayanan
Pemerintahan suatu Negara ditingkat nasional terdiri atas berbagai satuan kerja
yang dikenal dengan berbagai nomenklaturur sebagai seperti kementrian, departemen,
direktorat jenderal, badan biro dan sebagainya, sebagian diantara mempunyai satua-satuan
kerja di seluruh wilayah kekuasaan Negara, juga seperti provinsi, kaupaten, kecamatan
kelurahan, dan desa. Pada dasarnya pemerintah beserta seluruh jajaran aparatur birokrasi
bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab utuk meyelenggarakan berbagai
kegiatan pembangunan nasional, tetapi merupakan kenyataan bahwa peanan pemerintah
dengan seluruh jajarannya bersifat dominan.

BIROKRASI PEMERINTAH DAN PELAYANAN PUBLIK DARI MASA KE


MASA

Pelayanan pemerintah pada umumnya dicerminkan oleh kinerja birokrasi


pemerintah. Apabila saat sekarang masih terjadi ekonomi biaya tinggi dan segala bentuk
inefesiensi di sektor pemerintah (red tape), hal ini setidak-tidaknya bersumber dari kinerja
birokrasi yang masih belum baik dan memuaskan masyarakat. Secara konsep menurut Blau
(1963), birokrasi adalah organisasi yang bertujuan untuk memaksimumkan efisiensi dalam
administrasi yang menurut Sayre memiliki ciri-ciri: spesialisasi tugas-tugas, hierarki
otoritas, badan penindang-undangan, sistem pelaporan, dan personcl dengan keterampilan
dan peranan khusus. Weber sendiri sebagai penggagas birokrasi memberikan ciri-ciri yang
lebih rinci hingga disebut sebagai organisasi yang rasional (ideal types), tidak sekalipun
dimaksudkan menciptakan bentuk inefisiensi di dalam organisasi pemerintahan negara.
Dari pemahaman ini, birokrasi pemerintah tidak bisa menjadi sesuatu yang buruk dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.

Birokrasi pemerintah kita sekarang adalah warisan dari masa pemerintahan


sebelumnya. Ketika Pemerintah Orde Baru melakukan Pembangunan Nasional pada awal
tahun 1970-an, birokrasi pemerintah berkembang dengan struktur dan jumlah pegawai
yang membesar. Peran yang dijalankan meluas, terlihat umpamanya dengan kontribusinya
yang besar di dalam setiap pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, penggerak mesin
administrasi pemerintahan, pengendali dan pelaksana program pembangunan dengan
memosisikan diri sebagai pengelola. Orientasi birokrasi boleh dibilang lekat dengan politik
pemerintah, tidak sekalipun tindakan birokrasi bebas nilai, dan sisi profesionalisme di
bidang administrasi kerap sukar dibedakan antara pemerintah atau semata-mata teknis
administrasi.

Fenomena Birokrasi di Indonesia sudah menonjol telah lama muncul sejak masa
prakolonial yang secara periodic terus berkembang membentuk nilai-nilai kehidupan
Birokratisasi di Indonesia. Masa pra kolonial yang menonjol adalah masa kerajaan
Mataram sebelum abad 18 karena pada masa ini kekuasaan birokrasi lebih menonjol
dibanding dengan kerajaan lain. Raja pada masa ini merupakan pusat mikrokosmos dan
duduk di puncak hirarki status, yang dalam kedudukannya menjadi penghubung antara
manusia dengan Tuhan. Raja memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dan tidak dapat
memerintah sendiri, sehingga memerlukan birokrasi dengan mengangkat orang-orang
terpercaya yang diberi gelar berbau magis. Pola hubungan birokrasi pada masa ini
digolongkan sebagai patrimonial karena raja merupakan tuan tertinggi yang
kebijaksanaannya harus di patuhi.

Pada Masa kolonial yang paling penting adalah masa penjajahan Belanda.
Kolonialisme Belanda dimulai dengan munculnya VOC pada tahun 1962. Birokrasi yang
dibangun Gubernur Jenderal pada waktu itu hanyalah sebagai alat untuk memperluas
kekuasaan. Pola pemerintahan bersifat tidak langsung, di mana pemerintahan dijalankan
perantaraan pejabat pribumi (golongan priyayi) yang dibujuk dengan uang dan kekayaan,
,terkadang dengan tekanan, untuk menjalankan kekuasaan Belanda. Golongan priyayi
diangkat oleh belanda sebagai pejabat Pemerintah belanda, tentunya memberikan
legitimasi baru untuk memperkokoh kekuasaan.

Cara-cara yang dipakai belanda ini melahirkan pola birokrasi kolonial yang
mentransformasikan model barat di tengah model tradisional, tanpa menghapus tatanan
tradisi yang ada. Dengan demikian secara bertahap penguasa lokal ini di dorong bangkit
menjadi kekuasaan tersendiri dan melepaskan diri dari penguasa tradisional (raja).
Munculnya tatanan baru berupa akumulasi kekuasaan tradisional menjadi korp
kepegawaian belanda, sehingga mendorong Gubernur Jenderal menggolongkan struktur
birokrasinya, (1) Eropsche bestuur; untuk mengurus atau melayani masyarakat belanda
dan eropa lainnya. (2) Oosterlingen; untuk mengurus atau melayani orang arab dan cina.
(3) pangeh praja; untuk mengurus atau melayani masyarakat pribumi (inlander). Birokrasi
kolonial semakin berjalan kuat pada masa gubernur van den Bosch namun banyak
mendapatkan kritik. Akibat kritik itu, pada tahun 1903 lahirlah Undang-undang
desentralisasi (Decentralisatie Wet 1903). Menurut undang-undang ini wilayah Hindia
belanda harus dibagi ke dalan daerah-daerah otonom dengan nama Locale Resorten. Oleh
karena itu, pada tahun 1905-1908 di pulau jawa jaringan locale resorten ini berbentuk
Gemeente (daerah kota) dan gewest (daerah karesidenan/bukan kota) yang membawahi
afdelingen (daerah-daerah kecil). Gemeente bersifat otonkm (pemerintahan sendiri)
sedangkan gewest bersifat administratif (dibawah pengawasan gubernur jenderal) dan
semuanya tetap dijabat oleh orang belanda. Adapun afdelingen dijabat oleh pribumi yang
jabatannya setingkat bupati. Struktur birokrasinyatanpak semakin diperinci lagi dan diatur
dengan perundang-undangan yang ketat. Pejabat belanda maupun pribumi di tetapkan
lebih tegas menjadi pegawai dinas kolonial Belanda dan kepada mereka digaji sesuai
dengan undang-undang. Periode ini oleh logemann dinamakan de legale Bureaucratie dab
sesudah tahun 1918 dinamakan Constitutionale staat.

Pada masa awal kemerdekaan, birokrasi tidak berjalan normal dan banyak pegawai
terpecah belah. Kemudian karena masih dalam suasana revolusi, pemerintah republik tidak
sekalipun mengubah organisasi birokrasi peninggalan Hindia belanda, kecuali menambah
dengan disertakannya Komite nasional dalam mekanisme pemerintahan di daerah (KND)
. Namun yang terlihat di sana-sini jalannya birokrasi sungguh belum normal terlebih
pelayanannya karena tidak jelas siapa yang harus dilayani.

Pada masa demokrasi liberal, birokrasi menjadi semakin terpuruk, tidak berjalan
dan tertata lebih baik, bahkan menjadi ajang rebutan partai politik. Hampir semua pegawai
berafiliasi kepada partai politik sehingga mereka pun terkotak-kotak. Juga pos-pos jabatan
seringkali mewakili orientasi partai politik, bukan pemerintah apalagi keahlian dan karier,
sehingga pergantian jabatan tidak lebih karena hasil perjuangan partak politik dalam
menempatkan orang-orangnya. Namun dalam situasi ini maka jumlah pegawai meningkat
tajam akibat penetrasi partai-partai politik, yang jumlahnya di tahun 1953 saja mencapai
692.000 orang. Akibat dari meningkatnya secara tajam jumlah pegawai adalah merosotnya
nilai gaji yang dibarengi pula dengan tekanan inflasi. Hal ini kemudian menimbulkan
merajalelanya korupsi, salah satu ciri khas birokrasi yang tidak bertanggung jawab.
Birokrasi pada masa ini mundur jauh dibanding masa kolonial dulu, karena menjadi tidak
profersional, batas-batas legal rasional kabur, tidak bertanggung jawab, dan terkotak-kotak
dalam aliansi politik partai serta amat korup.

Pada Masa Demokrasi Terpimpin/ Orde Lama, birokrasinya masih tetap sebagai
alat partai politik, tidak professional,tidak memiliki batas-batas legal-rasional yang jelas,
tidak jujur dan bertanggung jawab, dan amat korup. Pada masa ini terjadi peningkatan
jumlah pegawai namun penambahan ini tidak melalui penerapan sistem rekrutmen yang
jelas tetapi lebih melalui cara-cara nepotisme sehingga kemampuan dan keahlian pegawai
tidak diketahui dengan jelas. Akhirnya pelaksanaan tugas birokrasi tidak bertambah lancer.

Birokrasi Pada Masa awal Orde Baru difokuskan kepada aspek sumber budaya
manusianya. Pegawai pada waktu itu di anggap sangat menentukan suksesnya
pemerintahan dan pembangunan nasional, oleh karena itu hal yang berkaitan dengan
pegawai harus dibenahi, tidak semata melalui aturan yang mengikatnya tetapi sekaligus
pembentukan orientasinya agar tercipta kesetiaan dan kepatuhan pegawai dan jauh dari
penetrasi partai politik. di samping itu secara internal pegawai pun diperhatikan dalam
rangka tugasnya mencakup kejelasan karier, gaji dan kewenangannya namun mereka
diarahkan untuk bertindak tertib serta mutunya ditingkatkan melalui berbagai upaya
pendidikan dan latihan (diklat) yang diselenggarakan pemerintah. Birokrasi yang di tata
pemerintah melalui cara ini ingin diletakkan pada tugasnya yang professional dan
bertanggung jawab, meskipun ruang geraknya dikendalikan secara sentralistik dan diikat
dengan aturan yang ketat.

Seiring dengan pembenahan pegawai, pemerintah Orde Baru pun membenahi


organisasi birokrasi besar-besaran melalui upaya penataan kelembagaan, diferensiasi tugas
dan fungsi, dan pembentukan mekanisme kontrol organisasi yang ketat untuk
memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan tugas-tugas pembangunan. Setiap
periode lima tahun, kinerja birokrasi tersebut dievaluasi yang hasilnya organisasi birokrasi
terus membesar di Pusat dengan strukturnya hingga ke daerah. Setelah pemerintah Orde
Baru membenahi pegawai dan pembentukan peraturan yang mengikatnya serta
membangun organisasi pemerintahan birokrasi dilempatkan sebagai instrumen (alat) yang
handal dan terpercaya untuk peran dan implementasi. Dalam konteks pembangunan,
birokrasi ditempatkan bahkan diperankan sebagai agen perubahan 'yang membawa misi
politik atau program pemerintah kepada masyarakat (mobilisator) tidak lain dalam konteks
pemerintahan, birokrasi sebagai mesin penggerak administrasi pernerintahan yang
profesional dan difungsikan sebagai pengendali masyarakat (stabilisator, dinamisator).

Namun pada akhirnya birokrasi pemerintahan Orde Baru pun tidak dapat terlepas
dari budaya korup dan politik. nilai biroktatisme pada masa orde baru yang dikembangkan
pemerintah adalah birokrasi kolonial bercampur patrimonial mirip birokrasi mataram,
suatu pola baru yang menggabungkan modern dan tradisional. Faktor kuatnya kekuasaan
presiden ternyata amat berperan dalam membentuk birokrasi dengan ciri-ciri tersebut yang
selanjutnya digunakan untuk mengendalikan masyarakat yang ditandai dengan
langgengnya Presiden Soeharto selama lebih 32 tahun dan hasil-hasil pembangunan yang
merubah masyarakat Indonesia menjadi modern.

Perubahan iklim politik negara pada masa sekarang menjadi demokratis diawali
munculnya gelombang tuntutan reformasi politik, yang melahirkan pula tuntutan
perubahan dalam pelayanan birokrasi pemerintah. Pemerintah telah mengawali perubahan
mekanisme birokrasi pemerintah dengan menggunakan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun
1999 dengan ditingkatkannya peran pemerintah daerah dan kabupaten dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembanguna serta pelayanan masyarakat yang berarti
birokrasi pusat beralih ke birokrasi daerah.

Hal ini tentunya dihadapkan pada banyak tantangan, namun hal utama dalam
perubahan birokrasi pemerintah hanyalah tergantung pada politik. Upaya memberdayakan
dan mengarahakan birokrasi agar menjadi rasional dan efisien serta bertanggung jawab
(bebas korupsi) kini tergantung dari seberapa besar kemapuan dan kesungguhan
pemerintah dalam menumbuhkan nilai-nilai birokratisme baru dalam sikap dan perilaku
pegawai.

PERILAKU KEPEMIMPINAN DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN


PUBLIK

Pada saat ini perilaku kepemimpinan menjadi sorotan masyarakat, kepemimpinan


saat ini dianggap belum sesuai dengan fungsinya. Kata leadership atau kepemimpinan
sering pula diketemukan dalam kehidupan bermasyarakat sehari hari melalui percakapan
orang dari televise,radio, membaca koran, majalah dan buk.

Kepemimpinan memiliki arti hubungan antara manusia. Yaitu hubungan


mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan-ketaatan para pengikut
(bawahan) karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin Selanjutnya para pengikut
terkena pengaruh kekuatan dari pimpinannya dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan
pada pemimpin. Hal inilah yang terjadi pada kepemimpinan birokrat di dalam birokrasi di
Indonesia karena perilaku para pemimpin mungkin disebabkan oleh peninggalan dan masa
Belanda pada zaman dahulu. Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
merdeka, pada waktu itu presiden pertama RI dipimpin oleh it soekarno dan wakilnya Dr
H, Moh Hatta, perilaku kepemimpinan mereka memiliki perbedaan bila dibandingkan
dengan perilaku pemimpin Soeharto bersama Adam Malik atau Soedarmono dan Juga pada
masa Abdurrachman Wahid bersama Megawati Namun, suatu proses penggantian
disesuaikan dengan tuntutan masyarakat Indonesia. para pemimpin tersebut mundur
melalui suatu proses demokrasi, hal ini adalah tuntutan zaman. Tentu akan berbeda pula
dengan prilaku Presiden Indonesia pada saat ini.
Faktor identitas yang khas dapat menimbulkan suatu dipelihara dengan baik,
manakala seorang pemimpin dapat mempertahankan hal itu, sudah tentu sangat disenangi
oleh para bawahannya Dari hasil penelitian para ahli, menjelaskan melalui konsep
kepemimpian yangmulai mempelajari tingkah laku pemimpin, baik pemimpin tingkat
bawah, menengah dan atas dalam suatu organisasi Hasil perilaku itu diperoleh gambaran
mengenai kelakuan pemimpin, yaitu ada dua macam dimensi utama pemimpinyang dikenal
dengan nama konsiderasi (consideration) darstruktur inisiasi(initiation structure) yang
penyelidikannya dilakukan oleh para ahli seperti:

Fleishmen, Holpin, Winer, Hemphill dan Coous. Dua macam


kecenderungantersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

1. Konsiderasi

Perilaku pemimpin cenderung ke arah kepentingan bawahan Adapun ciri- ciri


perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan adalah ramah tamah,mendukung
dan membela bawahan, mau berkonsultasi, mau mendengarkan pendapat bawahan; mau
menerima usul bawahan, memikirkan kesejahteraan bawahat memperlakukan bawahan
setingkat dirinya.

2. Struktur Inisiasi

Perilaku pemimpin yang cenderung lebih mementingkan tujuan organisasidaripada


memperhatikan bawahan, maka perilaku pemimpin mempunyai ciri-ciri : memberikan
kritik pelaksanaan pekerjaan yang jelek, menekankan pentingnya batas waktu pelaksanaan
tugas-tugas kepada bawahan,alu memberitahu apa-apa yang dikerjakan bawahan, selalu
memberi petunjuk bawahan bagaimana melakukan tugas, memberikan standar tertentu atas
pekerjaan, meminta bawahan agar selalu menuruti dan mengikuti standar yang telah
ditetapkan,selalu mengawasi apakah bawahan bekerja sepenuh kemampuan dan
MatiMengacu pada pemikiran para ahli di atas, penulis berpendapat bahwa seorang
pimpinan dalam mengelola sebuah pemerintahan penting untuk memprediksi masa yang
akan dating.

Oleh sebab itu, pemimpin diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik
untuk kepentingan masyarakat banyak dari pemerintah maupun swasta. Salah satu kasus
yang akan penulis sajikan yaitu telah terselenggaranya kongres Guru se-Dunia pada tanggal
7 sd 13 Juli 2003 di Porto, Brasil,Indonesia telah mengirimkan delegasinya ke kongres
tersebut dengan judulEducation for Global Progress, dengan salah satu subtema
berjudulPendidikan sebagai Pelayanan Publik atau Komoditas akan disajikan bagaimana
permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

B. PENGERTIAN PIMPINAN

Pimpinan artinya seseorang yang mempunyai kemampuan dalam penyelenggaraan


suatu kegiatan organisasi agar kegiatan tersebut dapat terselenggara dengan efesien.
Selanjutnya, agar terjadi ketertiban dalamkegiatan organisasi diperlukan pengaluran
mengenai pembagian tugas, cara kerja dan hubungan antara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan yang lain, Kegiatan pengaturan dalam organisasi itulah yang disebut
administrasi, yang perlu dikendalikan atau dipimpin oleh seorang administratur pemimpin.

Menurut Martin M. Broadwell, dalam bukunya Supervisor dan Masalahnya, pada


dasarnya setiap pemimpin (manajer) apakah dia seorang pemimpin tingkat atas
(topmanagement), pemimpin tingkat menengah (middle management) dan pemimpin
tingkat bawah (lower management), wajib melaksanakan empat fungsi yaitu
merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengawasi Walaupun semua pemimpin
melakukan ke empat fungsi tersebut, namun sejauh mana efektivntas kepemimpinan
mereka masih dipengaruhi oleh berbagai variabel yang lain, khususnya variaecl
kepemimpinan mereka sebagai contoh seorang pemimpin tingkat atas mungkin lebih
banyak waktunya untuk perencanaan dan pengorganisasian, sedangkan pemimpin tingkat
yang lebih rendah mungkin lebih banyak untuk memimpin dan mengawasi.

C. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

pengertian kepemimpinan lebih dipertajam lagi oleh Edwin A. Locke, yakni sebagai
berikut : Kepemimpinan adalah suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham Berarti
setiap pemimpin melalui kerja sama yang sebaik-baiknya harus mampu membuat para
bawahan mencapai hasil yang telah ditetapkan Peranan pemimpin memben dorongan
terhadap bawahan untuk mengeriakan yang dikehendaki perusahaan. Dengan kata lain
kepemimpinan adalah seni bagaimana membuat orang lain mengikuti serangkaian tindakan
dalam mencapai tujuan Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi dan inspirasi,
maksudnya tiap pemimpin harus memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain yang
dilakukan bukan melalui paksaan, melainkan dengan cara himbauan danpersuasi

Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh Dapat diartikan


bahwa setiap pemimpin harus memiliki sifat dan watak yang menunjukkan keunggulan,
sehingga pemimpin tersebut memiliki pengaruh terhadap bawahan.

D. PENGERTIAN PERILAKU KEPEMIMPINAN

Seorang pemimpin dituntut agar dapat memenuhi suatu persyaratan dalam


melaksanakan suatu kegiatan organisasi, baik organisasi pemerintahan maupun swasta.
Selanjutnya pemimpin mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan
bawahannya, berdedikasi baik, serta pengalaman yang luas. Oleh sebab itu pemimpin
mempunyai perilaku yang dapat diterima oleh bawahan dan lingkungannya. Pemimpin
harus dapat mempengaruhi perilaku bawahannya agar apa yang diperintahkannya
senantiasa dapat dilaksanakan bawahannya.

E. PERAN PEMIMPIN DALAM PELAYANAN PUBLIK

Pemimpin berdasarkan konsep teori sebagaimana yang telah diuraikan memiliki


tanggung jawab yang besar baik dalam suatu organisasi pemerintah maupun Dikatakan
demikian karena kepemimpinan adalah inti dari pada manajemen yang merupakan motor
penggerak bagi sumber dan fungsimanajemen serta alat lainnya.

Dengan demikian peranan pemimpin sangat penting dalam usaha mencapai tujuan
suatu organisasi, sehingga dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan yang dialami,
sebagian besar sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan
STRATEGI PERUBAHAN MANAJEMEN DAERAH STUDI KASUS UPAYA
PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PUBLIK PEMDA DKI JAKARTA

Di era reformasi, kata perubahan menjadi kata yang sering kita dengar, dimana
tuntutan perubahan sering disuarakan, baik oleh individu ataupun oleh anggota kelompok
masyarakat lainnya Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah,
menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat Rendahnya mutu
pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur menjadi citra buruk pemerintah di tengah
masyarakat.

Bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluhkan, dan
kecewa terhadap tidak layaknya aparatur dalam memberikan pelayanan . ada jenis
pelayanan publik yang diberikan aparatur kepada masyarakat, mulai dari urusan akta
kelahiran sampai dengan urusan surat kematian semua jenis pelayanan tersebut disediakan
dan diberikan kepada masyarakat oleh aparatur pemerintah, baik aparatur yang berada di
pusat maupun di daerah, secara umum belum banyak memuaskan masyarakat Pelayanan
yang diberikan terlalu terbelit-belit dengan alasan sesuai prosedur, banyaknya biaya
pungutan, dan waktu yang sangat lama, sebingga pelayanan yang diberikan cenderung
tidak efektif dan efisien Pelayanan yang diberikan lebih didasarkan pada peraturan yang
sangat kaku, dan tidak fleksibel, sehingga aparatur terbelenggu untuk melakukan daya
inovasi dan kreasi dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

A. LANDASAN TEORETIS PROGRAM PERUBAHAN DAN PEMBARUAN


MANAJEMEN PEMERINTAHAN

Untuk melakukan perubahan manajemen pemerintahan guna meningkatkan


pelayanan publik menjadi lebih baik, dapat diupayakan melalui program Reinventing
Government Management (REGOM). Pada dasarnya Regom bertujuan untuk memperbaiki
efisiensi efektivitas dan kinerja pemerintahan yang memperdayakan masyarakat Menurut
David Osborn dan Ted Gebler ada prinsip regom yaitu sebagai berikut :

l. Pemerintahan katalis mengarahkan ketimbang mengayuh (catalic government: sterring


roring)melayani Pemerintahan milik masyarakat memberi wewenang ketimbang rather rian
serving). community-owned government persaingan ke dalam Pemerintahan yang
kompetitif: menyuntikkan injecting competition pemberian pelayanan (competitive
government: unto sercive deluvery) organisasi yang Pemerintahan yang digerakkan oleh
misi: mengubah digerakkan oleh peraturan (mussion druven goverment: transfering rule
driver organizationmemasukkan Pemerintahan yang berorientasihasil membiayai hasil
bukan Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan bukan
birokrasi (customer-driven government: meeting the the customers, not the bureaucracy)
Pemerintahan wirausahaan: menghasilkan ketimbang membelanjakan (enterprising
government. earning rather than spending)Pemerintahan antisipatif: mencegah daripada
mengobati (anticapitorygovernment: Prevention rather than cure) Pemerintahan
berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar(market-oriented government:
leveranging change through out themarketMengumpulkan semua menjadi satu(put in all
together

B. OPERASIONAL KONSEP PERUBAHAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN


REGOM PEMDA DKI JAKARTA

Apabila mengacu pada visi dan misi Jakarta sebagai ibu kota negara, yang
pembangunannya diarahkan pada kota jasa (service city) memerlukan program yang
sungguh-sungguh dengan perencanaan yang cermat, pelayanan yang efektif dan efisien
serta pengawasan yang terus-menerus dan berkesinam bungan dalam mengejar
ketertinggalan dari kemajuan yang telah dicapai oleh kota besar lainnya di dunia. Berkaitan
dengan hal itu, pembangunan Jakarta yang merupakan upaya bersama antara pemerintah
dengan seluruh lapisan masyarakat, di mana manajemen pemerintahan sebagai motor
penggerak memerlukan upaya perubahan secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan.
Perubahan dan pembaruan manajemen pemerintahan Pemda DKI Jakarta melalui tiga focus
kegiatan sebagai rangkaian dalam mengerahkan roda pembangunan DKI Jakarta.

ANALISIS PERUBAHAN MANAJEMEN PEMERINTAH DAERAH DKI


JAKARTA
Setelah lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2 di mana pemerintah
pusat memberi otonomi yang luas bagi daerah untuk mengembangkan wilayahnyaKhusus
untuk DKI Jakarta wilayahnya diatur berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 1999
tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, di mana dengan UU ini
Pemerintah Daerah Jakarta telah diberi peluang untuk:

l. menyesuaikan struktur organisasi pemerintah daerah untuk tujuan meningkatkan


pelayanan masyarakat dengan mendesentralisasikan pelayanan sedekat mungkin dengan
masyarakat;

2. meningkatkan kemandirian dan pengamanan rencana tata ruang terhadap intervensi


pemerintah pusat

3. meniadakan kawasan-kawasan enclave

4. mengintegrasikan penataan ruang kawasan enclave ke dalam tata ruang kota secara
menyeluruh dan terpadu.

Salah satu tugas Tim ini adalah melakukan sosialisasi Regom dan upaya
penerapannya, yang dimulai dari para pejabat eselon I dan II di lingkungan Pemerintah
Daerah DKI Jakarta, dan anggota DPRD DKI Jakarta. Dalam implementasi program
Regom ini sebenarnya tidak harus tergantung pada individu tertentu melainkan pada visi
dan kuatnya menjalankan program Regom ini Secara pelaksanaan program pengembangan
aparatur daperubahan manajemen Pemda KI Jakarta adalah ditandai dengan adanya tingkat
kinera anggaran pemerintah yang berpengaruh secara optimalterhadap ku birokrasi di
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya upaya
pengembangan aparatur dan perubahan managemen scbaiknya diarahkan pada tiga fokus
kegiatan,

1. Aspek Anggaran
Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sangat ditentukan oleh
kinerja anggaran (performance budgeuing). Oleh karena itu faktor efisiensi dan efektivitas
menjadi ukuran dalam menentukan suatu kinerja sistem pemerintahan, mengingat
anggaran merupakan bagian integral dari perencanaan program Proses penyusunan dan
pengelolaan anggaran tersebut harus mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi,
fungsi distribusi dan fungsi stabilitas, baik di bidang ekonomi maupun bidang lainnya
Dengan adanya pemahaman bahwa sangat diperlukan upaya pembaruandalam proses
penyusunan anggaran, maka yang sebaiknya dilakukan antaralain melalui upaya sebagai
berikut.
a. Penerapan Sistem Zero Based

Penerapan sistem ini, yaitu proses penyusunan anggaran dengan cara memberikan
batasan kepada seluruh instansi di lingkungan Pemda DKI Jakarta pada tahun anggaran
tertentu. Selanjutnya menentukan unit-unit tertentu sebagai leading sector sesuai dengan
program yang telah ditentuk program sebelumnya dalam perencanaan strategis (Renstra).
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi duplikasi kegiatan program dan sasaran program
menjadi lebih terarah Dalam pelaksanaan pembaruan proses penyusunan anggaran
berdasarkan prioritas sasaran program bisa saja mengalami hambatan disebabkan antara
lain

1) pola pikir lama yang terbawa dalam melakukan perencanaan pendanaan


pengeluaran;

2) pelaksanaan anggaran cenderung bersifat pasif.

3) tertib anggaran belum dilaksanakan sepenuhnya sistem informasi atau pelaporan


anggaran belum mendukungsepenuhnya terhadap pertanggungjawaban,
pengendalian maupun pengembalian

4) keputusan

b. Reorientasi Fungsi Unit Organisasi


Guna mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui unit-unit
organisasi yang ada di lingkungan Pemda DKI Jakarta, perlu dilakukanreorientasi
dengan melakukan pengelompokan unit tersebut ke dalam tigakelompok, yaitu

1) unit organisasi yang tugasnya mengumpulkan pendapatan (revenue center);


2) unit organisasi yang tugasnya lebih banyak memberikan jasa pelayanankepada
masyarakat umum (public service);

3) unit organisasi yang tugasnya memberi layanan masyarakat dan memungut retribusi
atas pelayanan yang diberikan (mix center).

Dengan pengelompokan unit organisasi tersebut diharapkan mempermudah


penilaian kinerja dari masing-masing unit sesuai dengan fungsi dan misi yang diembannya,
karena tolak ukur setiap unit berbeda.

c. Pengelolaan Anggaran Dengan Sistem Akuntansi dan Pengendalian Anggaran


(SAPA)

Dengan sistem ini diharapkan pengawasan dan pengendalian keuangan daerah


secara menyeluruh, penilaian kinerja program suatu memberikan informasi keuangan
sesuai dengan kebutuhan pada tingkatan manajemen pemerintah daerah untuk pengambilan
keputusan. Sistem ini melakukan pencatatan berpasangan yang sebelumnya melakukan
pencatatan tunggal.

Dari ketiga cara yang diupayakan oleh Pemda DKI Jakarta, diharapkan terjadinya
optimalisasi penerimaan yang dapat digunakan untuk proses pembangunan daerah dan
diharapkan juga terjadinya efisiensi pengeluaran daerah. Dengan demikian, keuangan
daerah bisa dihemat dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang ada
di Jakarta.

Revitalisasi Organisasi adalah Pokok permasalahan yang ada pada organisasi


pemerintah daerah masih lemahnya institusi birokrasi dan belum optimalnya kemampuan
serta efektivitas organisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
penyempurnaanorganisasi, prosedur kerja dan tata laksana pelayanan kepada masyarakat.
Di

BEBERAPA CONTOH KEBERHASILAN PROGRAM PENINGKATAN


PELAYANAN PUBLIK DI DKI JAKARTA

I. Keberhasilan Peningkatan Pelayanan di Bidang Kesehatan

Dasar Pemikiran
a. Dalam rangka tercapainya pelayanan publik yang optimal bagi setiap warga DKI Jakarta
perlu peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

b, Dinas kesehatan DKI Jakarta berupaya menjadi yang terbaik dalam memberikan
pelayanan kesehatan Kendala Yang Dihadapi

a Kurangnya kedisiplinan para karyawan selaku pelayan masyarakat di bidang kesehatan.

b. Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya aparatur pelayan kesehatan

c Terbatasnya lahan untuk pengembangan sarana pelayanan, pembangunan gedung rumah


sakit dan puskesmas

Hasil Pembaruan Pelayanan Kesehatan

a. Perubahan yang telah terjadi meliputi perubahan struktur organisasi, perubahan tipe
bangunan dengan penambahan fasilitas sarana pelayanan (penyakit dalam, bedah, anak,
kebidanan, kandungan, penyakit mata, penyakit THT, penyakit jiwa, usia lanjut, fasilitas
peralatan canggih, danrontgen)

b. Penambahan jenis pelayanan penyakit dalam, bedah, anak, kebidanan. penambahan dokter
umum, dokter spesialis dan paramedis.

c Reformasi dalam rangka pelayanan kesehatan dimulai pada Rumah Sakit Pasar Rebo
sebagai model uji coba RSUD Unit Swadana Daerah berdasarkan Keputusan Gubernur
Nomor 944 dan 945 Tahun 1992

d Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan(Klinik Husada


Mandiri)

e. Dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat di btdang kesehatan yang telah
dikembangkan suatu upaya penyelenggaraan penlgab Straleea Peridsahan Manajemen
Pemerintahan Daerah kesehatan yang bersumber dari masyarakat, dikelola oleh
masyarakat dan digunakan oleh masyarakat dengan bantuan teknis operasional dari
puskesmas serta menganut sistem pembiayaan praupaya.

f. Klinik Husada Mandiri yang pertama di Indonesia adalah di Kelurahan Bukit Duri (berdiri
bulan Oktober 1995) dan diikuti oleh Klinik Husada Mandiri di Kelurahan Kebagusan
pada bulan April 1996 Pengembangan pelayanan gawat darurat Pra Rumah Sakit. Untuk
menanggulangi dan menurunkan angka akibat kasus gawat darurat yang telah
dikembangkan sistem pelayanan gawat darurat.

2.Keberhasilan Peningkatan Pelayanan di Bidang Kependudukan

Dasar Pemikiran

Tugas pokok Dinas Kependudukan adalah melaksanakan kegiatan pendaftaran terhadap


seluruh penduduk di wilayah DKI Jakarta.

b. Pendaftaran penduduk dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pelayanan

masyarakat di bidang administrasi kependudukan dan pencatatan pelaporan penduduk.

c. Dari hasil pendaftaran penduduk diharapkan untuk dapat menyajikan data dan informasi
penduduk akurat
BAB III

KESIMPULAN

Indonesia mendorong pemerintahannya untuk menciptakan kebijakan dan


pelayanan public yang semakin baik dan memihak kepada kepentingan luas masyarakat,
maka diadakannya gerakan reformasi sebagai komitmen kolektif masyarakat Indonesia.
Akan tetapi, hingga saat ini pelayanan birokrasi pemerintahan di Indonesia masih kurang
produktif dan belum mencapai apa yang di tuju. Tugas pemerintahan yang dijalankan oleh
para birokrat lebih banyak dilakukan terlalu luas dalam sector kehidupan public.

Birokrasi di Indonesia seperti yang kita ketahui memiliki berbagai masalah,


diantaranya yaitu sistem dan prosedur yang panjang dan berbelit-belit, juga lambannya
dalam pelayanan publik, ditambah lagi praktik KKN yang tidak bisa dipisahkan dalam
birokrasi di Indonesia. Buruknya dan tidak efektifnya birokrasi yang ada di Indonesia
menyebabkan kurang efisien dan efektif dalam melaksanakan tugasnya, yaitu salah satunya
dalam hal pelayanan publik.
Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan yang berkualitas adalah tingginya
intensitas partisipasi public. Sebab kesahihan kebijakan public apapun dari pemerintahan
terletak disana. Tujuan utama dari partisipasi adalah mempertemukan seluruh kepentingan
yang sama dan yang berbeda dalam suatu prooses perumusan dan penetapan kebijakan
secara proposional untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh oleh kebijakan yang
akan ditetapkan dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai