Anda di halaman 1dari 13

2.

1Gagal Ginjal Kronik

2.1.1. Pengertian

Gagal ginjal kronik ( chronic kidney diseases ) adalah distruksi struktur ginjal yang
progresif dan trus menerus. Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit
penyerta, akan terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus ( LFG ) yang progresif.1

The national kidney foundation ( 2002 ) mendefenisikan gagal ginjal kronik sebagai
adanya kerusakan ginjal, atau menurunya tingkat fungsi ginjal untuk jangka waktu tiga bulan
atau lebih. Gagal ginjal kronik ini dapat dibagi lagi menjadi lima atahap, tergantung tingkat
keparahan krusakan ginjal dan tingkat fenurunan fungsi ginjal. Tahaf lima chronic kidney
disease ( CKD ) disebut sebagai stadium akhir penyakit ginjal ( end stage renal disease / and
stage renal failure ). Tahap ini merupakan akhir dari fungsi ginjal. Ginjal bekerja kurang dari
15 % dari normal.Chronic renal failure ( CRF ) atau gagal ginjal kronik adalah kerusakan
ginjal yang irreversible yang di akibatkan karena berbagai macam cidra pada ginjal yang
mengakibatkan sindrom klinis yang disebut uremia.2,3

Gagal ginjal kronik ( GGK ) yang mulai perlu dialisis adalah penyakit ginjal kronik
yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan laju filtrasi glomerulus ( LFG ) < 15 ml /
menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal suda sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin
dalam tubuh yang disebut dengan uremia. Pada keadaan uremia dibutukan terapi pengganti
ginjal untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi toksin tubuh sehingga tidak
terjadi gejala yang lebih berat.4

2.1.2 Etiologi

Beberapa penyakit yang dapat merusak nefron dapat mengakibatkan gagal ginjal yang
kronik. Penyebap utama penyakit gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus yaitu sebesar
30 %, hipertensi 24 %, glomerulonhepritis 17%, chronic pyelonephritis 5% dan yang terakhir
tidak diketahui penyebabnya 20 %.5

2.1.3 Manifestasi klinis

Tanda dan gejala pada pasen gagal ginjal kronik dafat di kelasifikasikan sesuai
dengan derajat nya. Berikut adalah tanda dan gejala gagal ginjal kronik.8
1. Derajat I
Pasen dengan tekanan darah normal, tanpa abnormalitas hasil tes laboratorium dan
tanpa manifestasi klinis.
2. Derajat II
Umumnya asimptomatik, berkembang menjadi hipertensi dan munculnya nilai
laboratorium yang abnormal.
3. Derajat III
Asimptomatik, nilai laboratorium menandakan adanya abnormalitas pada beberapa
system organ.
4. Derajat IV
Munculnya manifestasi klinis penyakit ginjal kronik berupa kelelahan dan penurunan
rangsangan.
5. Derajat V
Peningkatan Blood Urea Nitrogen ( BUN ) dan anemia.

2.1.4 patofisiologi

Patofisiologi pada gagal ginjal kronik tergantung pada penyakit yang menyebapkan
nya. pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan dan penimbunan produksi sisa masi
bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun dan
kurang dari 25 % manifestasi gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron – nefron
yang sehat mengambil alih fungsi nnefron yang rusak. Nefron yang rusak meningkatkan laju
filtras, reabsorbsi dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring
dengan semakin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas yang
semakin berat, sehingga nefron – nefron tersebur mengalami kerusakan dan akhirnya mati.
Kematin ini tampaknya berkaitan dengan nefron – nefron yang ada untuk meningkatkan
reabsorbsi protein. Seiring dengan progresif penyusutan dari nefron, akan terjadi
pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ke ginjal.1

Proses kegagalan ginjal selanjutnya masuk ketahap insufisiensi ginjal. Sisa akhir
metabolisem mulai terakumulasi dalam darah sebap nefron sehat yang tersisa tidak cukup
untuk mengkompensasi nefron yang tidak berfungsi, yang akan mengakibatkan tertimbunnya
produk sisa metabolism di dalam darah yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal akan
menggangu kerja dari system tubuh lain nya. Kerja system tubuh yang terganggu meliputi
sistem gastrointestinal, integument, hematologi, syaraf dan otot, kardiovaskuler serta
endokrin. Pasien gagal ginjal kronik sering menunjukan manifestasi klinis berbagai keadan
patologis disfungsi organ baik yang disebapkan oleh penyakit primer ( diabetes mellitus ) dan
efek patologis intrinsic uremia dan keduanya.5

Uremia mengacu pada banyak efek yang dihasilkan dari ketidakmampuan untuk
mengekresikan produk dari metabolisem protein dan asam amino. Beberapa produk
metabolism tertentu menyebapkan disfungsi organ. Efek multi organ uremia juga disebapkan
oleh gangguan dari berbagai metabolisme dan fungsi endokrin yang biasanya dilakukan oleh
ginjal.5

Dari urutan kejadian diatas akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis dan
komplikasi pada seluru system tubuh. Semakin banyak tertimbun sisa akhir metabolism,
maka gejala akan semakin berat. Kelien akan merasa kesulitan dalam menjalani aktivitas
sehari – hari akibat timbulnya berbagai macam manifestasi klinis tersebut. Beberapa
komflikasi yang ditimbulkan akan berpengaru buruk terhadap kualitas hidup.1

2.1.5 Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dibedakan seperti dibawah ini :

Table 2.1

Klasifikasi gagal ginjal kronik menurut derajat penyakit

Derajat Deskripsi Nama lain GFR


Ml/menit/1,73 m2
I Kerusakan ginjal Risiko >90
dengan GFR normal
II Krusakan ginjal Chronic renal 60 – 80
dengan penurunan insufisiensi
GFR ringan
III Penurunan GFR chornic renal failure 30 – 59
tingkat sedang ( CRF )
IV Penurunan GFR CRF 15 – 29
tingkat berat
V Gagal ginjal End – stage renal < 15
disease ( ESDR )
Sumber : levey et al. 2010

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik ( stage V ) adalah untuk mempertahankan fungsi


ginjal dan hemeostatis. Penatalaksanaan tersebut melivuti penanganan konservatif, yaitu ;

1. Menghambat perubahan fungsi ginjal / mengurangi hiperfiltrasi glomerulus


dengan diet seperti pembatasan asuban protein dan fosfat
2. Terapi farmakologi dan pencegahan serta pengobatan terhadap komplikasi,
bertujuan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan memperkecil resiko
terhadap penyakit kardiovaskular seperti diabetes mellitus, hipertensi,
dislipidemia, anemia, asidosis, neuropati perifer, kelebihan cairan dan
keseimbangan elektrolit. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada seorang yang
mengidap penyakit gagal ginjal kronik atau ginjal tahap akhir, yang bertujuan
untuk menghindari komflikasi dan memperpanjang umur pasien. Terapi pengganti
ginjal dibagi menjadi dua, antara lain dialysis ( hemodialisa dan peritoneal dialysis
) dan transplantasi ginjal.7

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pada gagal ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan sala satunya dengan
ultrasonografi gagal ginjal. Ultrasonografi saat ini digunakan sebagai pemeriksaan rutin dan
merupakan pilihan pertama pada penderita gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal tahap awal
ukuran ginjal masih terbilang normal sedangkan pada gagal ginjal kronik ukuran ginjal pada
umumnya mengecil, dengan penipisan parenkim, peninggian ekogenitas parenkim dan batas
kartikomedular yang suda tidak jelas / mengecil. Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk
menilai ukuran serta ada tidaknya obstruksi ginjal.6

Penatalaksanaan

1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.

2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.

3. Diet tinggi kalori rendah protein.

4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.

6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.

7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.

8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.

9. Persiapkan program hemodialisis.

10. Transplantasi ginjal.

Pengkajian

Biodata

Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

2. Keluhan utama

Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.

3. Riwayat penyakit

a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan


kardiogenik.

b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.

c. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

4. Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.

5. Body Systems :

a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental
dan banyak,

Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum.

b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema.

Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit
coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.

c. Persyarafan (B 3 : Brain)

Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.

d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing.

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare

f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari),
kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
6. Pola aktivitas sehari-hari

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga
mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien.

Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)

Penggunaan diuretik.

Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,


kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.

c. Pola Eliminasi

Eliminasi uri :

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing.

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi.

Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

Eliminasi alvi : Diare.

d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.


e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.

Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

f. Pola hubungan dan peran.

Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi


peran).

g. Pola sensori dan kognitif.

Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan
baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.

h. Pola persepsi dan konsep diri.

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga
(self esteem).

i. Pola seksual dan reproduksi.

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menAyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,

Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik
dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah
klien.

7. Pemeriksan fisik :

a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.

b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.

c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).

d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.

e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.

II. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi

1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan


cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan
urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.

2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan,
produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.

3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik,


hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.

4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status


metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan
turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.

5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan


kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.

7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet,


anemia.

8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.

9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein.
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, EJ , Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2009
2. Corrigan, RM, “The experience of the older adult with end-stage renal disease on
hemodialysis”, Thesis, Queen’s University, Canada, 2011.
3. Emanuelsen, KL & Rosenlicht, JM, Handbook Of Critical Care Nursing, Bethary
Connecticut, New York, 2010.
4. Cahyanignsih, ND, Hemodialisis (cuci darah) panduan praktis perawatan gagal ginjal,
Mitra Cendekia Pres, Yogyakarta, 2008.
5. Milner, Q 2003, “Pathophysiology of chronic renal failure”, British Journal Of
Anesthesia, vol. 3, no. 5. 2003.
6. Andika, H , Ketebalan parenkim ginjal pada penderita gagal ginjal kronik dengan
pemeriksaan ultrasonografi, Laporan Penelitian, SMF Radiologi RSUP Dr.Kariadi,
Semarang. 2003. 17
7. Price, ST & Wilson, LMC 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Edisi 6, vol. 2, Alih Bahasa oleh Brahm U.Pendith, EGC, Jakart, 2005. 18
8. Nurchayati, S 2010, “Analisa faktor – faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Islam
Fatmawati Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”, Tesis, Universitas
Indonesia, Depok. 2010. 22
DAFTAR PUSTAKA

9. (http://kesehatan.kompas.com). http://www.psychcentral.com, diakses pada tanggal 24


April 2015
10. Corwin, EJ , Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2009
11. Cahyanignsih, ND, Hemodialisis (cuci darah) panduan praktis perawatan gagal ginjal,
Mitra Cendekia Pres, Yogyakarta, 2008.
12. Andika, H , Ketebalan parenkim ginjal pada penderita gagal ginjal kronik dengan
pemeriksaan ultrasonografi, Laporan Penelitian, SMF Radiologi RSUP Dr.Kariadi,
Semarang. 2003. 17
13. Price, ST & Wilson, LMC 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Edisi 6, vol. 2, Alih Bahasa oleh Brahm U.Pendith, EGC, Jakart, 2005. 18
14. Nurchayati, S 2010, “Analisa faktor – faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Islam
Fatmawati Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas”, Tesis, Universitas
Indonesia, Depok. 2010. 22
15. Drakar,. (2008). Hemodialisis. Diakses 27 mei 2015 http://drakbar.wordpress.com. 23
16. Thomas, N. Renal nursing, edition 2. Philadelphia : Elsevier Science. 2003.24
17. .Rahardjo, P., Susalit, E. dan Suhardjono. Buku ajar ilmu penyakit dalam. IPD, 2006. 26
18. Brunner, L.S., Suddarth, D.S., Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2000). Textbook of medical
surgical nursing. Edition 9. Philadelphia : Lippincott, 2000. 28
19. Incekara, F., Kutluhan, S., Demir, M., Sezer, T. (2008). Dialysis headache : A case
report. http://edergi.sdu.edu.tr/index.php/sdutfd/article/viewFile/1255/1374 diakses 29
mei 2015.
20. Lopezalmaras, E. (2008). Dialysis diseqilibrium syndrome ; Research on dialysis
diseqilibrium syndrome detailed. http: // proquest. umi. Com / pqdweb ? index = 0 & did
- 1535958081 & Srch Mode = 2 & sid =11 & Fmt = 3 Vinst = PROD & VType. Diakses
29 mei 2015.
21. .Pergola, P.E., Habiba, N.M., & Johnson, J.M. (2004). Body temperature regulation
during hemodialysis in long term patients : is it time to change dialysate temperature
prescription, diakses 29 mei 2015 http://cast.inist.fr/?amodele=afficheN&cpsidt=1591

Anda mungkin juga menyukai