Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ASI EKSLUSIF

PENDAHULUAN

Secara kodrati, menyusui merupakan salah satu bagian dalam siklus hidup bagi
perempuan. Di bidang kesehatan, pada tahapan di siklus tersebut (across the life
cycle) dikenal adanya pendekatan “continuum of care” dalam upaya meningkatkan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak yang dimulai sejak masa pra hamil,
kehamilan, persalinan dan nifas, bayi, balita, hingga remaja. Menyusui juga berkenaan
dengan fungsi atau tugas-tugas reproduksi, di samping hamil, melahirkan, dan mengasuh
anak.

Dalam perkembangannya, pandangan terhadap nilai dan gerakan menyusui


dengan ASI oleh ibu bagi bayinya mengalami pasang surut. Sebagai agama dakwah, Islam
telah mengajarkan lamanya waktu bagi ibu atau orang lain menyusui bayi, yakni selama
dua tahun penuh atau masa penyapihan bayi dalam umur dua tahun, dan juga
mengisyaratkan masa mengandung sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.

Praktek pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya


faktor sosial budaya, pengetahuan akan pentingnya ASI, dukungan jajaran kesehatan,
instansi terkait dan keluarga, alasan waktu untuk bekerja serta air susu tidak keluar.

Tidak ada perdebatan teoritis konsepsional di kalangan akademis atau para


ahli tentang manfaat ASI. Manfaat ASI tidak diragukan sehingga pada kondisi normal,
menyusui adalah yang terbaik bagi bayi. Beberapa perdebatan terkait ASI, diantaranya
adalah tentang pendirian Bank ASI, pendonor dan penerima ASI dengan agama yang
.
berbeda, pembayaran bagi yang menyusukan

Menyusui dan ASI Eksklusif merupakan persoalan mendasar dan bernilai sangat
startegis sehingga perlu diatur sampai dengan tingkat Peraturan Pemerintah (PP).
Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang ASI sampai menjadi
Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif setidaknya dibutuhkan waktu
paling tidak sekitar lima tahun untuk menggolkan regulasi tersebut.

PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif telah diundangkan


sekaligus mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2012. PP ini terdiri dari 10 bab, 43 pasal
dengan total 55 ayat, dan mengatur 7 hal pokok, yaitu 1) tanggung jawab pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; 2) Air Susu Ibu; 3)
penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; 4) tempat kerja dan tempat sarana
.
umum; 5) dukungan masyarakat; 6) pendanaan; dan 7) pembinaan dan pengawasan

Dengan berbagai perdebatan dan kontekstual di atas, tulisan ini akan menggali
tentang PP nomor 33 tahun 2012 dalam perspektif regulasi terutama keterkaitannya
dengan aspek- aspek dakwah. Pertanyaan utama penelitian ini adalah bagaimana tinjauan
tentang PP nomor 33 tahun 2012, dengan pertanyaan bagaimana kontrol pemerintah
terhadap pihak independen dalam PP nomor 33 tahun 2002?

Pengkajian PP nomor 33 tahun 2012 memiliki saling keterkaitan diantara aspek-


aspek dalam dakwah, komunikasi, media dan regulasi. Oleh karena begitu luas makna dan
ruang lingkup masing-masing keilmuan dan aktivitas mengenai dakwah, komunikasi,
media.

TINJAUAN TEORI

1. PP Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif

PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif telah diundangkan


sekaligus mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2012. PP ini terdiri dari 10 bab, 43 pasal
dengan total 55 ayat, dan mengatur 7 hal pokok, yaitu 1) tanggung jawab pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; 2) Air Susu Ibu; 3)
penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; 4) tempat kerja dan tempat sarana
umum; 5) dukungan masyarakat; 6) pendanaan; dan 7) pembinaan dan pengawasan.

PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif lahir sesuai


dengan amanat Undang-undang tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan Bab VII Pasal 129 ayat 2. Dilihat dari struktur isi, PP Nomor 33 Tahun
2012 meliputi Bab I Ketentuan Umum (2 pasal), Bab II Tanggung Jawab (3 bagian, 3
pasal), Bab III Air Susu Ibu (5 bagian, 9 pasal), Bab IV Penggunaan Susu Formula Bayi
dan Produk lainnya (15 pasal), Bab V Tempat Kerja dan Tempat Sarana Umum (6 pasal),
Bab VI Dukungan Masyarakat (1 pasal), Bab VII Pendanaan (1 pasal), Bab VIII
Pembinaan dan Pengawasan 2 pasal, Bab IX Ketentuan Peralihan (1 pasal), dan Bab X
Ketentuan Penutup (2 pasal), serta ditambah bagian mpenjelasan yang terdiri dari 2 bagian,
yaitu umum dan pasal demi pasal.
PP ini terdiri dari 10 bab, 43 pasal dengan total 55 ayat, dan mengatur 7 hal pokok,
yaitu 1) tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota; 2) Air Susu Ibu; 3) penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; 4)
tempat kerja dan tempat sarana umum; 5) dukungan masyarakat; 6) pendanaan; dan
7) pembinaan dan pengawasan. Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang ASI sampai menjadi PP tentang Pemberian ASI Eksklusif setidaknya
dibutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk sampai menjadi PP.

PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif telah diundangkan


sekaligus mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2012. Substansi yang diatur seperti tentang
ASI dan susu formula merupakan isu cukup penting dan sudah lama bergulir. Dalam
perprestif agama dan kesehatan pembicaraan ASI sudah sangat jelas.

Pada saat ini juga tengah dibahas Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur Tata
Cara Pengenaan Sanksi Administrasi, Pemberian ASI Eksklusif dari Pendonor ASI dan
Tata cara penggunaan Susu Formula Bayi dan produk bayi lainnya sebagai amanat dari
Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.

Dalam konteks komunikasi, materi yang ada di dalam PP Nomor 33 Tahun 2012
banyak yang meruapakan unsur atau substansi dari komunikasi itu sendiri. Beberapa
aktivitas ataupun aspek terkait komunikasi, yaitu advokasi, sosialisasi, informasi,
edukasi, teguran lisan, teguran tulisan, dan lain-lain. Pada komunikasi ada unsur-unsur
utama source, message, channel, dan receiver. Unsur-unsur tersebut banyak didapat dalam
PP 39 tahun 2012. Sebagai contoh untuk source (menteri, ibu, pemerintah, pemerintah
daerah, tenaga kesehatan, pendonor ASI), message (ASI, susu formula, donor ASI),
channel (tempat kerja, fasilitas pelayanan kesehatan, distributor susu formula bayi), dan
receiver (menteri, ibu, pemerintah, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, pendonor ASI).

Dari perspektif Dakwah, beberapa substansi merupakan pesan dakwah. Jika dilihat
dengan pengertian yang luas tentang dakwah yaitu mengajak kepada kebaikan, maka
terdapat berbagai unsur dakwah dalam PP 39 tahun 2012, seperti pemberian ASI eksklusif,
informasi dan edukasi, pelayanan kesehatan, pembinaan dan agama.
PEMBAHASAN
PP nomor 33 tahun 2012 merupakan produk hukum dengan kekuatan hukum yang
jelas, tegas dan tertulis. Dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa pada saat PP ini
mulai berlaku, pengurus tempat kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum, wajib
menyesuaikan dengan ketentuan PP ini paling lama 1 (satu) tahun. PP nomor 33 tahun
2012 genap berlaku 1 tahun pada tanggal 1 Maret 2013. Dalam PP tersebut terdapat
toleransi waktu dalam memberikan asi ekslusif. Hal ini jika dikaitkan dengan apa yang
sudah menjadi ketetapan dalam agama khususnya agama islam, Meskipun tidak secara
eksplisit disebutkan tentang ASI eksklusif dalam Al-Qur’an, namun perintah kepada ibu
untuk menyusukan bayinya sampai 2 tahun untuk menyempurnakan susuannya merupakan
landasan moril, kekuatan spiritual dan nyata untuk dapat meningkatkan peran dakwah
dalam Islam dalam membantu peningkatan pemberian ASI eksklusif.

Pada pasal 6 disebutkan, setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI
eksklusif kepada bayi yang dilahirkan. Dalam pasal 9 dinyatakan tenaga kesehatan dan
penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini
terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam. Ketentuan
lain yang mendukung kekuatan dalam PP adalah adanya saknsi administratif (teguran
lisan, teguran tertulis, pencabutan izin) untuk tenaga kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan. Untuk penggunaan susu formula juga ada pelarangan untuk
memberikan kepada bayi serta pembatasan penggunaan dan promosi susu formula.

Dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan pada Pasal 7 Ayat (1) disebutkan mengenai jenis dan hierarki peraturan
perundang- undangan, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; Undang- Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan
Pemerintah; Peraturan Presiden; serta Peraturan Daerah. PP merupakan peraturan
perundang-undangan di bawah UU. PP adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. Keberadaan
Pemerintah hanya untuk menjalankan UU. PP berlaku secara nasional di seluruh wilayah
Indonesia.

Program ASI di tempat kerja sangat penting dan memiliki nilai strategis mengingat
jumlah pekerja perempuan di Indonesia cukup besar, mencapai 39.946.327 atau 38% dari
total jumlah pekerja. Keberhasilan program ASI di tempat kerja akan sangat berdampak
pada keberhasilan program ASI secara nasional. Untuk menggalakkan program ASI di
tempat kerja, beberapa lembaga dan sarana prasarana penunjang, seperti klinik laktasi,
pojok laktasi, Hotline ASI, Sentra Laktasi Indonesia (SELASI), Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI), konselor menyusui (breastfeeding counselor) dan konsultan laktasi.
Dalam upaya mendukung kebijakan program ASI eksklusif saat ini mulai banyak
organisasi di masyarakat sebagai bentuk kepedulian dalam mendukung terwujudnya ibu
menyusui secara eksklusif

Dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri


Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan tentang Peningkatan Pemberian
ASI Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja, pada Bab III mengenai Tugas dan Tanggung
Jawab disebutkan bahwa Menteri Kesehatan salah satunya bertugas dan bertanggung
jawab menyediakan, menyebarluaskan bahan-bahan informasi, komunikasi, edukasi guna
peningkatan asi ekslusif.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2012 tentang


Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada pasal 11 dinyatakan bahwa pemberian ASI
eksklusif oleh pendonor ASI karena ibu kandung tidak dapat memberikan ASI Eksklusif
bagi bayinya, maka diperlukan persyaratan diantaranya identitas, agama, dan alamat
pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau keluarga dari bayi penerima ASI, serta
ketentuan bahwa pemberian ASI oleh pendonor ASI wajib dilaksanakan berdasarkan
norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.
Tugas dan tanggung jawab untuk menyediakan, menyebarluaskan bahan-bahan
komunikasi, informasi dan edukasi tentang peningkatan pemberian ASI serta
sosialisasi regulasi/kebijakan/peraturan mengharuskan adanya keterlibatan, faktor
pendukung, dan peran penting berupa media.

Pemberian ASI eksklusif tidak hanya menjadi isu nasional, tetapi merupakan
komitmen global. Berdasarkan identifikasi terhadap peraturan perundangan yang ada
terkait ASI eksklusif, terlihat adanya kontrol pemerintah untuk mendukung ASI eksklusif.
Selain dalam bentuk peraturan perundangan, juga terdapat kebijakan dan program berbagai
peraturan perundangan bagai kebijakan dan peraturan perundangan Pemberian ASI,
khususnya di kementerian terkait, yaitu Kementerian Kesehatan dan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Berbagai bentuk intervensi kontrol pemerintah dalam bentuk peraturan
perundangan berupa Undang-undang yang mendukung pemberian ASI adalah khususnya
UU No. 49 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 36
tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan landasan hukum bagi lahirnya Peraturan
Pemerintah No. 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif dan perlu dikaji kesesuaiannya.
Lahirnya PP tersebut dalam prosesnya mengalami kendala dan hambatan khususnya dari
dunia usaha/industri sehingga dimungkinkan dalam implementasinya juga terdapat
permasalahan

Aspek kontrol dan pengendalian pemberian ASI Eksklusif tampak juga pada
aktivitas yang secara langsung disebut, diantaranya adalah pengaturan pemberian ASI,
advokasi dan sosialisasi, pembinaan, pengawasan, evaluasi, kerjasama, akses terhadap
informasi dan edukasi, kerja sama, dan ketentuan tentang sanksi, dukungan masyarakat,
ketentan pendanaan dan pembiaan dan penawasa, peran SDM di bidang kesehatan, peran
dan dukungan keluarga dan masyarakat, pengawasan terhadap produsen atau distributor
susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya. Kontrol dan pengendalian merupakan
bentuk sikap tanggung jawab. Dalam PP 39 terdapat pembagian tanggungjawab kepada
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
program pemberian ASI Eksklusif (pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 PP nomor 33 tahun
2012). Adanya sanksi-sanksi juga merupakan bentuk upaya untuk mengontrol dan
mengendalikan atau membatasi meluasnya susu formula.

Pada program ASI eksklusif, regulasi diri misalnya adanya organisasi Asosiasi
Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). AIMI yang bergerak dalam sosialisasi, advokasi,
konseling, pelatihan, pendampingan dalam hal ASI eksklusif. AIMI memiliki lalam web,
jejaring sosial twitter, facebook. Selain itu, juga dapat dilakukan oleh komunitas para
pekerja. Sebagai gambaran tentang AIMI, berikut disampaikan beberapa dokumen AIMI:

Aspek mekanisme pasar dan tuntutan masyarakat, deregulasi, dan liberalisasi.


Mekanisme pasar dan kebebasan tuntutan masyarakat dalam kaitannya dengan program
ASI Eksklusif adalah menyangkut pemberian susu formula bagi bayi di atas 6 bulan.
Melalui mekanisme pasar diharapkan terjadinya keseimbangan, persaingan bebas dan
adanya keadilan.

Anda mungkin juga menyukai