Anda di halaman 1dari 28

COVEEEEER

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran akan kesehatan di kalangan


masyarakat pun akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu pemerintah meningkatkan
berbagai macam pelayanan kesehatan untuk masyarakat.Salah satu pelayanan kesehatan
yang ditingkatkan adalah rumah sakit dengan berbagai macam teknologi canggih untuk
mengobati berbagai macam penyakit.Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan
yang menyelenggarakan berbagai kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi
sebagai tempa pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Kegiatan rumah sakit
menghasilkan berbagai macam limbah.Limbah inilah yang disebut sebagai limbah
medis.Terdapat berbagai macam limbah medis yang berbahaya bagi kesehatan manusia
bila tidak diolah dengan benar.
Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan bahan
radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain di sekitar lingkungannya.
Dampak negatif limbah medis terhadap masyarakat dan lingkungan terjadi akibat
pengelolaan yang kurang baik. Limbah medis jika tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan patogen yang dapat berakibat buruk terhadap manusia dan lingkungan.
Pengelolaan limbah medis merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di
rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit dan upaya penanggulangan
penyebaran penyakit.
Pengelolaan limbah medis pun tidak dilakukan dengan sembarangan. Tiap jenis
limbah media memiliki cara penangannya sendiri sendiri. Apabila tidak dilakukan dengan
prosedur yang sesuai maka akibatnya akan bisa lebih parah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan limbah medis?
2. Apa saja jenis-jenis limbah medis?
3. Bagaimana cara penanganan limbah medis yang tepat?
4. Apa bahaya dari penanganan limbah medis yang tidak tepat?
5. Bagaimana kesadaran tenaga medis dalam menangani limbah medis?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan apa itu limbah medis
2. Menjelaskan jenis-jenis limbah medis
3. Menjelaskan cara penanganan limbah medis yang tepat
4. Menjelaskan bahaya penanganan limbah medis yang tidak tepat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Medis


Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,
veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang
menggunakan bahan-bahan beracun dan infeksius berbahaya atau bisa membahayakan,
kecuali jika mendapat perlakukan khusus tertentu. Kategori limbah medis meliputi:
a. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.
Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera
melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radio aktif. Singkatnya, limbah benda tajam yaitu limbah yang dapat menusuk atau
menimbulkan luka dan telah mengalami kontak dengan agen penyebab infeksi.
Termasuk limbah benda tajam antara lain:
- Jarum hypodermis
- Jarum intravena
- Vial
- Lanset (lancet)
- Siringe
- Pipet Pasteur
- Kaca preparat
- Skalpel
- Pisau
- Kaca
b. Limbah infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi mikroorganisme patologi yang
tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Limbah
infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif)
b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
Termasuk dalam kategori limbah infeksius yaitu :
a) Darah dan cairan tubuh
Limbah infeksiun berupa darah dan cairan tubuh meliputi :
- Darah atau produk darah : Serum, Plasma, dan komponen darah lainnya.
- Cairan tubuh : Semen, Sekresi vagina, Cairan serebrospinal, Cairan
pleural, Cairan peritoneal, Cairan perkardial, Cairan amniotik, dan Cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi darah. Tidak termasuk dalam kategori
cairan tubuh yaitu: Urin, kecuali terdapat darah, Feses, kecuali terdapat
darah, dan Muntah, kecuali terdapat darah.
b) Limbah laboratorium yang bersifat infeksius
c) Limbah yang berasal dari kegiatan isolasi
c. Limbah Jaringan Tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh,
biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
d. Limbah yang berasal dari kegiatan yang menggunakan hewan uji. Limbah bahan
kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasana.
e. Limbah radioaktif
f. Limbah farmasi
g. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. Limbah sitotoksik juga
bisa berarti bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Termasuk
dalam kategori limbah sitotoksik adalah limbah genotoksik (genotoxic) yang
merupakan limbah bersifat sangat berbahaya, mutagenik (menyebabkan mutasi
genetik), teratogenik (menyebabkan kerusakan embrio atau fetus), dan / atau
karsinogenik (menyebabkan kanker). Genotoksik berarti toksik terhadap asam
deoksiribo nukleat (DNA), dan Sitotoksik berarti toksik terhadap sel.
h. Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi
i. Limbah tabung gas (kontainer bertekanan)

2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis


Limbah biasanya ditampung di tempat produksi limbah untuk beberapa lama.
Oleh karena itu, tiap unit harus disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran,
dan jumlah yang disesuaikan dengan jumlah limbah dan kondisi unit tersebut.
Persyaratan minimal tempat penampungan limbah adalah:
a. Bahan tidak mudah berkarat
b. Kedap air, terutama untuk menampung limbah basah
c. Tertutup rapat
d. Mudah dibersihkan
e. Mudah dikosongkan atau diangkat
f. Tidak menimbulkan bising/tahan terhadap benda tajam dan runcing

Petugas pengangkut limbah yang mengumpulkan limbah perlu memperlakukan


limbah sebagai berikut :
a. Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup.
b. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung
tangan yang kuat dan pakaian terusan (coverall), pada waktu mengangkut kantong
tersebut.
c. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih
untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging).
d. Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat
mencederainya di dalam kantung yang salah.
e. Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya ke dalam kantung
limbah.

Kantung limbah diangkut dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya


kemudian dibawa ke tempat penampungan sementara. Pengangkutan dengan gerobak
sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada
kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Jenis-jenis Limbah Medis dan Penanganan


Limbah medis identik dengan limbah yang dihasilkan institusi kesehatan seperti
rumah sakit. Limbah Rumah Sakit terdiri dari Limbah Medis dan Limbah Domestik.
A. Limbah Medis terdiri dari :
 Limbah umum : limbah yang tidak membutuhkan penanganan khusus atau tidak
membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan misal bahan pengemas.
Penanganan tidak diperlukan pengolahan khusus, dan dapat disatukan dengan
limbah domestik
 Limbah patologis : terdiri dari jaringan-jaringan, organ, bagian tubuh, plasenta,
bangkai binatang, darah dan cairan tubuh. Pengolahan yang dilakukan adalah
dengan sterilisasi, insinerasi dilanjutkan dengan landfilling. Kantong yang
digunakan untuk membungkus limbah juga harus diinsinerasi.
 Limbah radioaktif : dapat berfase padat, cair atau gas yang terkontaminasi dengan
radionuklisida. Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak
mengandung bahaya yang signifikan bila ditangani secara baik. Umumnya
radioaktif disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah habis, untuk kemudian
disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa
 Limbah kimiawi : dapat berupa padatan, cairan atau gas misalnya berasal dari
prosedur-prosedur medis. Pertimbangan terhadap limbah ini dapat ditinjau dari
sudut: toksik, korosif, mudah terbakar (flammable), reaktif (eksplosif, reaktif
terhadap air, dan shock sensitive), genotoxic (carcinogenic, mutagenic,
teratogenic dan lain-lain), misalnya obat-obatan cytotoxic. Limbah kimiawi yang
tidak berbahaya adalah seperti gula, asam- asam animo. Bagi limbah kimia yang
tidak berbahaya, penanganannya adalah identik dengan limbah lainnya yang tidak
termasuk katagori berbahaya.Beberapa kemungkinan daur-ulang limbah kimiawi
berbahaya misalnya dengan redistilasi solven (toluene, xylene, alcohol),
membakar solven organic yang tidak toksik, mendaur ulang batere, logam-
merkuri dari thermometer, elektrostatis larutan-larutan pemrosesan Insinerator
merupakan sarana yang paling sering digunakan dalam menangani limbah jenis
ini.
 Benda-benda tajam yang biasa digunakan dalam kegiatan rumah sakit: jarum
suntik, syring, gunting, pisau, kaca pecah, gunting kuku dan sebagainya yang
dapat menyebabkan orang tertusuk (luka) dan terjadi infeksi. Benda-benda ini
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi atau bahan
citotoksik. Dikemas dalam kemasan yang dapat melindungi petugas dari bahaya
tertusuk, sebelum dibakar dalam incinerator.
 Limbah farmasi (obat-obatan) : obat-obatan dan bahan kimiawi yang
dikembalikan dari ruangan pasien isolasi, atau telah tertumpah, kadaluwarsa atau
terkontaminasi. Obat-obatan yang tidak digunakan dikembalikan pada apotik atau
pemasok, sedangkan yang tidak dipakai lagi ditangani secara khusus misalnya
diinsinerasi atau di landfilling.
 Limbah citotoksik : bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi
citotoksik. Harus dipisahkan, dikemas dan diberi tanda serta dibakar pada
incinerator.
 Kontainer di bawah tekanan: seperti yang digunakan untuk peragaan atau
pengajaran, tabung yang mengandung gas dan aerosol yang dapat meledak bila
diinsinerasi atau bila mengalami kerusakan karena kecelakaan, misalnya tertusuk.
Pengelolaan landfilling atau didaur-ulang.
 Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious): mengandung
mikroorganisme patogen yang bila terpapar dengan manusia akan dapat
menimbulkan penyakit. Misalnya jaringan dan stok dari agen-agen infeksi dari
ruang bedah, dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular , dari pasien
yang diisolasi, atau materi yang berkontak dengan pasien (tabung, filter, serbet,
jarumsuntik, sarung tangan). Memerlukan sterilisasi terlebih dahulu atau langsung
ditangani pada insinerator ; autoclave tidak dibutuhkan bila limbah tersebut telah
diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi.
B. Limbah Domestik
Selain limbah medis, dari berbagai kegiatan penunjangnya, rumah sakit juga
menghasilkan limbah non-medis atau biasa disebut sebagai sampah domestik. Limbah
non-medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi berupa kertas bekas, unit pelayanan
(berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan;
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan / bahan makanan, sayur dan lain-lain).
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik,
kimia dan biologi.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme,
tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis
mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patologis. Limbah rumah sakit seperti
halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang
tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti
BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. Berbagai jenis limbah cairatau air
limbah rumah sakit tersebut harus diolah menggunakan instalasi pengolah air limbah
(IPAL) memadai, karena bila tidak dikelola dengan baik bisa mempengaruhi kualitas
lingkungan dan kesehatan dan menimbulkan berbagai masalah seperti:
 Gangguan kenyamanan dan estetika Ini berupa warna yang berasal dari
sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.
 Kerusakan harta benda Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut
(korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan
kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
 Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang Ini dapat disebabkan oleh virus,
senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.
 Gangguan terhadap kesehatan manusia
Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa
kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari
bagian kedokteran gigi.
 Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti,
namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan
genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan
radioaktif.

Tahap awal dalam pengelolaan limbah medis adalah melakukan pencegahan pada
sumbernya. Upaya pencegahan pencemaran dan minimisasi limbah yang sering dikenal
dengan Produksi Bersih (Cleaner Production) akan memberikan keuntungan bagi
pengelola dan lingkungan. Dengan berkurangnya jumlah limbah yang harus
dimusnahkan dengan incinerator maka akan mengurangi jumlah biaya operasionalnya
dan akan mengurangi emisi yang dikeluarkan ke lingkungan. Berikut adalah beberapa
upaya dalam melakukan pencegahan timbulan limbah:
- Pelaksanaan ‘House Keeping’ yang baik, dengan menjaga kebersihan
lingkungan, mencegah terjadinya ceceran bahan. Dengan pelaksanaan good
house keeping yang baik di laboratorium dan kamar rawat akan
menghindarkan terjadinya ceceran bahan kimia ataupun racikan obat.
- Pemakaian air yang efisien akan mengurangi jumlah air yang masuk kedalam
instalasi pengolahan limbah cair (IPLC).
- Pelaksanaan preventif maintenance, yang ketat akan menghindarkan
terjadinya kerusakan alat yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah
limbah yang terjadi.
- Pengelolaan bahan-bahan atau obat-obatan yang tepat, rapi dan selalu
terkontrol sehingga tidak terjadi ceceran dan kerusakan bahan atau obat,
berarti mengurangi limbah yang terjadi.
Tahap selanjutnya terhadap limbah yang tidak bisa dihindari adalah langkah
segregasi atau pemilahan. Pemilahan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan limbah
berdasarkan karakteristiknya. Limbah domestik harus terpisah dari limbah B3 ataupun
limbah infeksius. Hal ini bertujuan agar jumlah ataupun limbah yang harus ditreatmen
secara khusus (limbah B3) tidak terlalu besar (minimal). Limbah kimia dari laboratorium
dan sisa racikan obat harus memiliki tempat penampungan tersendiri agar tidak
mengkontaminasi limbah cair lainnya yang bukan limbah B3.
Tahap ketiga adalah pemanfaatan limbah. Limbah yang masih bisa dimanfaatkan
agar dipisahkan dari limbah yang tercemar oleh limbah B3 ataupun limbah infeksius.
Limbah domestik yang dapat didaur ulang ataupun dimanfaatkan harus dipisah dalam
tempat terpisah. Limbah domestik berupa kertas/karton, plastik, gelas dan logam masih
mempunyai nilai jual untuk di reuse. Begitu pula dengan limbah domestik berupa sampah
organik bisa untuk kompos. Limbah plastik bekas pengobatan lainnya seperti bekas infus
yang tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah infeksius dapat didaur ulang. Pada saat
ini hanya sekitar 19% limbah domestik dari rumah sakit yang sudah dimanfaatkan untuk
didaur ulang. Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk
dapat dimanfaatkan ataupun untuk direuse. Beberapa limbah kimia yang dapat
dimanfaatkan kembali antara lain adalah limbah radiologi seperti fixer dan developer
dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin.
Insinerasi adalah teknologi pengolahan sampah dan limbah yang melibatkan proses
pembakaran bahan organik. Insinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi
lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal Insinerasi material sampah
mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat, dan
panas.Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis sampah seperti
sampah medis dan beberapa jenis sampah berbahaya di mana patogen danracun
kimia bisa hancur dengan temperatur tinggi.

3.2 Tatalaksana
1. Limbah Padat Medis
a. Minimisasi Limbah
1) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya.
2) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
4) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan
perawatan dan kebersihan.
5) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi
limbah bahan berbahaya dan beracun.
6) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan
7) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari
kadaluarsa.
8) Menggunakan bahan dari satu kemasan terlebih dulusampai habis, baru
pindah ke kemasan berikutnya.
9) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh
distributor.
b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah sototksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi.
2) Tempat pewadahan limbah medis padat :
- Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air,
dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
- Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat
pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non-medis.
- Kantong plastik diangkat setiap haru atau kurang sehari apabila 2/3
bagian telah terisi limbah.
- Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safe-ty box) seperti botol atau karton yang aman.
- Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang
tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan
larutan disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan
untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan
limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.
3) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarumhipodermik, syringes, botol
gelas, dan kontainer.
4) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi
adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk radioterapi seperti
puns, needles, atau seeds.
5) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene oxide,
maka tangki reaktor harus dikeringkan sebelum dilakukan injeksi ethylene
oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya, maka sterilisasi harus
dilakukan oleh petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan
glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi kurang efektif
secara mikrobiologi.
6) Upaya khsus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran
spongiform encephalopathies.
c. Tempat Penampungan/Penyimpanan Sementara
1) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus
membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
2) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis
padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain
atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan
selambatlambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
d. Transportasi
1) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun
binatang.
3) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri
yang terdiri :
a) Topi/helm
b) Masker
c) Pelindung mata
d) Pakaian panjang (coverall)
e) Apron untuk industry
f) Pelindung kaki/sepatu boot
g) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves)
e. Pengolahan, Pemusnahan, dan Pembuangan Akhir Limbah Padat
1) Limbah Infeksius dan Benda Tajam
a) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk
limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
b) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan
dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi
juga cocok untuk benda tajam.
c) Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat
pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.
2) Limbah Farmasi
a) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator
pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman,
sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi
dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang
khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan
inersisasi.
b) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada
distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak
memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui
insinerator pada suhu diatas 1.000° C.
3) Limbah Sitotoksis
a) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan
penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.
b) Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan
penghasil atau distribusinya, insenerasi pada suhu tinggi, dan
degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih
utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila
tidak ada insenerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah
kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
c) Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200° C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah
dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.
d) Insenerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1.200° C
dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000° C dengan
waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini
dan dilengkapi dengan penyaring debu.
e) Insenerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas.
Insinerasi juga memungkinkan dengan rotary kilnyang didesain untuk
dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan baik pada
suhu diatas 850°C.
f) Insenerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran terbuka tidak
tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis.
g) Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik menjadi
senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu obat
tapi juga pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian pelindung.
h) Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh Kalium
permanganat (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4), penghilangan
nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi dengan nikel dan
aluminium.
i) Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang
sempurna untuk pengolahan limbah. Tumpahan atau cairan biologis
yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena itu, rumah sakit
harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik.
j) Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia,
kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang
dapat dipilih.
4) Limbah Bahan Kimiawi
1) Pembuangan Limbah Kimia Biasa Limbah kimia biasa yang tidak bisa
didaur seperti gula, asam amino, da garam tertentu dapat dibuang ke
saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus
memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti
bahan melayang, suhu, dan pH.
2) Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil Limbah
bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat
dalam kemasan sebaiknya dibuang denganinsenerasi pirolitik,
kapsulisasi, atau ditimbun (landfill).
3) Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar Tidak ada
cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk limbah
berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang
dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar
seperti banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun, bahan pelarut
dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang mengandung
klorin atau florin tidak boleh diinsinerasi kecuali insineratornya
dilengkapi dengan alat pembersih gas.
4) Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya
tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan aman,
atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok
untuk megolahnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penanganan limbah kimi berbahaya:
- Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan
untuk menghindari rekasi kimia yang tidak diinginkan.
- Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun
karena dapat mencemari air tanah.
- Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh
dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.
- Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang.
5) Limbah Bahan Logam Berat Mudah Menguap
a) Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar
atau diinsinerasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun
dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah.
b) Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai
fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila
tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang
aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah yang berbahaya. Cara
lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian
dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat
dibuang dengan limbah biasa.
6) Limbah Bahan Kimiawi Dalam Kontainer
a) Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan
adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih
dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian
ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam
botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk
pembuangannya.
b) Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau
insinerasi karena dapat meledak.
 Kontainer yang masih utuh Kontainer-kontainer yang harus
dikembalikan ke penjualnya:
- Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan anestesi.
- Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan sterilisasi
- Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen,
karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas
elpiji, dan asetilin.
 Kontainer yang sudah rusak Kontainer yang rusak tidak dapat diisi
ulang harus dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru
dibuang ke landfill.
 Kaleng aerosol Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan
dibuang bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam
dan tidak untuk dibakar atau diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh
dimasukkan ke dalam kantong kuning karena akandikirim ke
insinerator. Kaleng aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya
dikembalikan ke penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada.
7) Limbah Radioaktif
a) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan
dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur,
organisasi pelaksana, dan tenaga yang terlatih.
b) Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif yang terbuka
untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan
tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
c) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif
yang aman dan melakukan pencatatan.
d) Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis
dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin
pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun
pembuangannya dan selalu diperbarui datanya setiap waktu
e) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan
ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan,
dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah :
- Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived), (misalnya
umur paruh < 100 hari), cocok untuk penyimpanan pelapukan
- Aktifitas dan kandungan radionuklida
- Bentuk fisika dan kimia
- Cair : berair dan organic
- Tidak homogen (seperti mengandung lumpur atau padatan yang
melayang)
- Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila ada) dan dapat
dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada)
- Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup yang
dihabiskan
- Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan
berbahaya (infeksius, patalogis, beracun).
f) Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam
kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :
- Secara jelas diidentifikasi
- Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan
- Sesuai dengan kandungan limbah
- Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman
- Kuat dan saniter.
g) Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah :
- Nomor identifikasi
- Radionuklida
- Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal pengukuran
- Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain)
- Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran
- Orang yang bertanggung jawab.
h) Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan kantong
plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastic.
i) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun
2002) dan kemudian diserahkan kepada BATAN untuk penanganan
lebih lanjut atau dikembalikan kepada negara distributor. Semua jenis
limbah medis termasuk limbah radioaktif tidak boleh dibuang ke
tempat pembuangan akhir sampah domestik (landfill) sebelum
dilakukan pengolahan terlebih dahulu sampai memenuhi persyaratan.
2. Limbah Padat Non-Medis
a. Pemilahan Limbah Padat Non-Medis
1) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah yang dapat
dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali
2) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbahbasah dan
limbah kering.
b. Tempat Pewadahan Limbah padat Non-Medis
1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori
tangan.
3) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan
kebutuhan.
4) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau
apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut
supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang
pengganggu.
c. Pengangkutan 82 Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke
tempat penampungan sementara menggunakan troli tertutup.
d. Tempat Penampungan Limbah Padat Non-Medis Sementara
1) Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis sementara
dipisah-kan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang
tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak merupakan
sumber bau, dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran
untuk cairan lindi.
2) Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air, bertutup
dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak diisi serta mudah
dibersihkan.
3) Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan pengangkut limbah
padat.
4) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
e. Pengolahan Limbah Padat Upaya untuk mengurangi volume, mengubah
bentuk atau memusnahkan limbah apdat dilakukan pada sumbernya. Limbah
yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali untuk
limbah padat organik dapat diolah menajdi pupuk.
f. Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir Limbah padat umum (domestik)
dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah
(pemda), atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
3. Limbah Cair Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan
penyimapangannya.
a. Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,
kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan
saluran air hujan.
b. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau
bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi
persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan
air limbah perkotaan.
c. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian
limbah yang dihasilkan.
d. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air
limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril.
e. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola
sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasam dengan pihak lain atau pihak
yang berwenang.
f. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap
bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
g. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena
zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai ketentuan BATAN.
h. Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan
radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan.
4. Limbah Gas
a. Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat, dan dioksin dilakukan
minimal 1 (satu) kali setahun
b. Suhu pembakaran minimum 1.000° C untuk pemusnahan bakteri patogen,
virus, dioksin, dan mengurangi jelaga.
c. Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu.
d. Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang banyak memproduksi
gas oksigen dan dapat menyerap debu.

3.3 Bahaya Penanganan Limbah Medis yang Tidak Tepat

Limbah medis jika tidak tertangani dengan baik akan berdampak bagi manusia,
mahluk hidup, serta lingkungan di sekitar rumah sakit. Dampak tersebut antara lain:
1. Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika
lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan
masyarakat
2. Pencemaran lingkungan :
a. Pencemaran Air

Air yang tercemar menjadi tidak bermanfaat untuk keperluan rumah tangga
(misalnya air minum, memasak, mencuci), industri, pertanian (misalnya: air yang
terlalu asam/basa akan mematikan tanaman/hewan). Air yang telah tercemar oleh
senyawa organik maupun anorganik menjadi media berkembangnya berbagai
penyakit dan penularan langsung melalui air (misalnya Hepatitis A, Cholera,
Thypus Abdominalis, Dysentri, Ascariasis/Cacingan, dan sebagainya). Selain itu,
air tercemar dapat menjadi penyebab penyakit tidak menular, yang muncul
terutama karena air lingkungan telah tercemar oleh senyawa anorganik terutama
unsur logam (misalnya keracunan air raksa/merkuri).

b. Pencemaran Daratan

Pencemaran daratan pada umumnya berasal dari limbah padat yang dibuang atau
dikumpulkan di suatu tempat penampungan. Dampak pencemaran daratan dapat
secara langsung dan tidak langsung bagi kesehatan lingkungan sekitar. Dampak
pencemaran daratan yang secara langsung dirasakan adalah timbulnya bau busuk
karena degradasi limbah organik oleh mikroorganisme dan timbunan limbah padat
dalam jumlah besar yang akan menimbulkan kesan kumuh dan kotor, yang secara
psikis akan mempengaruhi penduduk di sekitarnya. Dampak tak langsung,
contohnya adalah tempat pembuangan limbah padat baik Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) maupun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan menjadi pusat
perkembangbiakan tikus dan serangga yang merugikan manusia seperti lalat dan
nyamuk. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan dengan perantaraan tikus, lalat dan
nyamuk di antaranya adalah pest, kaki gajah, malaria, demam berdarah dan
sebagainya.
c. Pencemaran Udara

Dampak pencemaraan udara berakibat langsung terhadap kesehatan manusia,


hewan, tanaman dan sebagainya. Komponen pencemar udara dapat berupa Karbon
Monoksida (CO) dan Nitrogen Oksida (Nox). Karbon monoksida apabila terhisap
ke dalam paru- paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya
oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat
racun metabolis, ikut bereaksi secara metabolis dengan darah. Konsentrasi gas
Nitrogen Oksida yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf
yang mengakibatkan kejang-kejang.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai