Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP DAN FUNGSI MANAJEMEN SEKOLAH SERTA KONSEP DAN FUNGSI


MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan


Dosen Pengampu: Drs.Sukarjo,M.Pd

Disusun oleh :
1. Viki Azimatul Khusna (1401416199)
2. Rani
3. Mesi

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN AJARAN 2017/2018

A. Pendahuluan
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manajemen sekolah?
2. Bagaimana tujuan manajemen sekolah?
3. Bagaimana fungsi dari manajemen sekolah?
4. Bagaimana prinsip dalam manajemen sekolah?
5. Bagaimana ruang ligkup dalam manajemen sekolah?
6. Apa yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah?
7. Bagaimana tujuan manajemen berbasis sekolah?
8. Bagaimana prinsip dari manajemen berbasis sekolah?
9. Bagaimana karakteristik manajemen berbasis sekolah?
10. Bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah dalam pendidikan?
11. Bagaimana dampak dari penerapan manajemen berbasis sekolah?
3. Tujuan
1. Menganalisis definsi manajemen sekolah.
2. Menganalisis tujuan manajemen sekolah
3. Menganalisis fungsi manajemen sekolah.
4. Menganalisis prinsip dalam manajemen sekolah.
5. Menganalisis rung lingkup manajemen sekolah.
6. Menganalisis definisi manajemen berbasis sekolah.
7. Menganalisis tujuan manajemen berbasis sekolah.
8. Menganalisis prinsip dari manajemen berbasis sekolah.
9. Menganalisis karakteristik manajemen sekolah.
10. Menganalisis implementasi manajemen berbasis sekolah dalam pendidikan.
11. Menganalisis dampak dari penerapan manajemen berbasis sekolah.

B. Pembahasan
1. Pengertian manajemen sekolah
Perkembangan teori manajemen erat kaitanya dengan perkembangan administrasi di
negara negara maju sebagai akibat dari perkembangan industri. Dalam perkembanganya
istilah manajemen disamakan secara subtansial dengan istilah administrasi . Perbedaan
keduanya terletak pada ruang lingkupnya saja. Administrasi lebih luas ruang lingkupnya
dibanding dengan manajemen. Keduanya menekan pada tercapainya efisiensi dan efektivitas
kerja untuk keuntungan yang lebih besar.
Menurut asal katanya , management berasal dari kata latin “ manus “ yang artinya “ to
control by hand” atau “gain result” . Kata manajemen mungkin juga berasal dari bahasa italia
maneggiare yanng berarti “mengendalikan”, kata ini merupakan kata yang mendapat
pengaruh dari bahasa Perancis manege yang berrarti “ kepemilikan kuda” (yang berasal dari
bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana dalam istilah inggris, ini juga
berasal dari bahasa italia . Bahasa Perancis kemudian mengadopsi kata ini dari bahasa inggris
menjadi menagement, yang berarti seni melakukan dan mengatur.
Manajemen dapat didefinisikan sebagai “proses perencanaan pengorganisasian,
pengisisan staf, pemimpinan , dan pengontrolan untuk optimasi penggunaan sumber sumber
yang ada dan pelaksanaan tugas tugas dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien”.manajemen merupakan suatu proses dalam rangka mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan dengan bekerja sama melalui oprang orang dan sumber daya organisasi lainya.
Selain itu, ada beberapa definisi manajemen menurut beberapa ahli, antara lain .
Menurut Mary Parker Follet, manajemen adalah sebagai seni menyelesaian pekerjaan melalui
orang lain. Definisi ini mengandung arti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin, menyatakan bahwa manajemen adlah sebagai sebuah proses
perencaan , pengorganisasian , [engkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran efektifn dan efisien. Efektif mengandung arti bahwa tujuan dapat dicapaii
sesuai dengan perencanaan, sdenagkan efisian berarti bahwa tugas yang ada dilakasanakan
secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Sedangakan menurut Drs. Oey Liang Lee mmanajemen adalah seni dan ilmu
perencanaan perngorganisasian, penyusunannnnnnnnnnnnnnnn, pengarahan dan pengawasan
daripada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapakan.
Prof. Eiji Ogawa mendefinisikan manajemen adalah perencanaan,
pengimplementasian dan pengendalian kegiatan kegiatan termasuk sistem perbuatan barang
yang telah dilalukan oleh organisasi udaha dengan terlebih dahulu telah menetapkan sasaran
sasaran untuk kerja yang dapat disempurnakan sesuai dengan kondisi lingkungan yang
berubah.
Pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli, dari
Kathryn, M. Bartol dan David C. Mrtin yang dikutip oleh A.M Kadarman SJ dan Jusuf
Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa : “Manajemen adalah proses untuk mencapai
tujuan tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu
merencanakan (palnning) , mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan
mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang
berkesinambungan.
Dari beberapa definisi menurut asal kata dan definisi dari pendapat ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan dalam mengelola sumber daya yang berupa man, money, materials,
machines, market, minute dan information untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien.
Pengertian manajemen sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu manajemen
dalam bidang persekolahan. Manakala istilah manajemen diterapkan dalam bidang
pemerintahan akan men jadi manajemen perhotelan , dalam bidang pendidikan menjadi
manajemen pendidikan , dan dalam bidang bisnis menjadi manajemen bisnis. Demikian pula
istilah administrasi pendidikan, merupakan aplikasi ilmu administrasi ke dalam bidang
pendidikan. Manakala istilah administrasi diterapkan dalam bidang pemerintahan menjadi
administrasi pemerintahan, dalam bidang persekolahan menjadi administrasi sekolah dan
seterusnya.
Administrasi sekolah – manajemen sekolah. Penggunaan istilah administrasi dan
manajemen dalam bidang persekolahan secara subtansional sebenarnya tidak jauh berbeda.
Keduanya dapat dipandang secara esensial dalam tiga sudut pandang yakni, sebagai ilmu,
sebagai seni, sebagai suatu proses kegiatan.
Baik administrasi maupun manajemen sebagai suatu ilmu, keduanya telah memnuhi
persyaratan suatu ilmu yakni : pertama, keduanya dapat disebut sebagai suatu ilmu karena
ada objek yang dipelajari yakni kerjasama sekelompok orang, kemudian memiliki metode
dalam mempelajarinya, dan memiliki sistematika baik dalam mempelajari maupun dalam
aplikasinya.
Administrasu maupun manajemen dipandang sebgai suatu seni, disebut seni , lebih
ditekankan pada bagaimana seseorang manajer daoat mempengaruhi dan mengajak orang lain
untuk bersama sama menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam hal ini seorang administrator
dapat dilakukan peran kepemimpinanya . Karena kepemimpinanya merupakan jantungnya
manajemen.
Administrati maupun manajemen dipandang sebagai suatu proses kegiatan ,
didalamnya terdiri kegiatan yang bersifat manajerial dan kegiatan yang bersifat operatif.
Kegiatan manajerial adalah kegiatan seyogyanya dilakukan oleh orang orang yang memiliki
status dan kewenangan sebagai manajer. Sedangkan kegiatan operatif yaitu pekerjaan
pekerjaan yang seharusnya diselesaikan oleh para pelaksana lapangan. Kegiatan operatif
ditujukan pada proses pemberdayaan sumber sumber daya yang ada dalam suatu organisasi
merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan manakala organisasi ingin berkembang
secara optimal.
Kegiatan kegiatan manajerial mauoun kegiatan operatif dapat berjalan manakala ada
suatu wadah yang dinamakan organisasi , dan yang di dalamnya ada suatu proses kegiatan
yang disebut proses pengorganisasian. Dengan demikian organisasi itu akan berkembang
secara dinamis.
Administrasi sekolah manakala dipandang dari sisi sebagai ilmu merupakan aplikasi
dari ilmu administrasi dalam bidang persekolahan, karenanya keduanya telah memenuhi
syarat srbagai suatu ilmu. Manakala dipandang sebagai suatu seni , maka pengelola sekolah
dapat memerankan perananya sebagai pemimpin yang mampu mempengaruhi dan mengajak
orang lain utnuk bekerjasama . Manakala dipandang sebagai suatu proses kegiatan maka
setiap orang terlibat dalam proses kerjasama dalam bidang persekolahan harus dapat
melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi dan perananya secara proposional.
Administrasi dengan Tata Usaha(Administration to Administratie). Administrasi
berasal dari kata Latin “ad” dan “ministrate” yang berarti membantu, melayani atau
memenuhi. Dalam bahasa inggris adalah “Administration” yang sampai sekarang tetap
dipergunakan dan dalam bahasa indonesia diterjemahkan menjadi Administrasi . Namun,
karena selama lebih kurang 350 tahun indonesia dijajah Belanda, Maka sedikit banyak istilah
yang digunakan Belanda terinfitrasi ke dalam bahasa Indonesia. Salah satu contohnya adalah
“Administratie” yang menurut Pariatra Westra dkk, definisinya adalah setiap penyusunan
keterangan keterangan secara sistematis dan pencatatanya secara tertulis dengan maksud
untuk memperoleh suatu ikhtisar mengenai keterangan keterangan itu dalam keseluruhan nya
dan dalam hubungannya satu sama lain. Dalam bahsa indonesia , pengertian tersebut pada
hakekatnya pada hakekatnya adalah pengertian dari tata usaha. Menurut sudut pandang
penulis, bahwa tata usaha itu merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi dan
dilakukan pencatatan secara sistematis dal;am suatu organisasi untuk menghasilkan kumpulan
keterangan yang dibutuhkan. Jadi sekarang dapat dipahami, bahwa kegiatan tata usaha masih
termasuk dalam unsu administrasi dalam arti luas dan bukan merupakan faktor dari
administrasi. Dengan demikian , apabila kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan tata usaha,
seyogyanya kita tidak menggunakan istilah administrasi agar tidak menimbulkan bisa antara
kedua istilah ini.
Cakupan dari kegiatan administrasi sangatlah luas , yaitu keseluruhan proses mulai
dari menentukan bentuk dan tujuan organisasi, cara mencapaitujuan, siapa saja yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pencapaian tujuan ini, pengendalian proses
pelaksanaan, sampai bagaimana mendayagunakan instrumen atau sumber yang terbatas. Pada
dasarnya, cakupan dari kegiatan penataan usaha ini adalah bagian dari disiplin ilmu lain, oleh
karenanya kegiatan ilmu administrasi hanya dibatasi pada aktivitas aktivitas
penyeklenggarakan atau pelaksanaan saja yang direpresentatifkan dengan penataan usaha.
Dengan dmeikian pula, dapat disimpulkan bahwa kegiatan administrasi dalam arti sempit
adalah kegiatan yang dilakukan oleh para adminitrator(pimpinan) dan dalam arti luasnya
adalah keseluruhan kegiatan dalam organisasi.
2. Tujuan manajemen sekolah
Pada hakikatnya tujuan menejemen sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan sekolah
sebagai suatu organisasi. Sekolah sebagai suatu organisasi memiliki tujuan institusional
(kelembagaan) baik tujuan institusional umum, maupun tujuan institusisonal khusus. Tujuan
institusional umum mengacu pada jenjang dan jenis pendidikan, sedang tujuan institusional
khusus diwarnai oleh penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh : SMP
memiliki tujuan institusional umum yang sama, tetapi SMP yang diselenggarakan oleh
negara dan yang diselenggarakan oleh yayasan tertentu akan memiliki tujuan institusional
khusus yang berbeda.
Suatu tujuan institusional baik umum ataupun khusus akan tercapai manakala ada
suatu proses kegiatan dalam lembaga (organisasi sekolah).Tujuan Institusional akan dapat
tercapai tergantung dari bagaimana lembaga tersebut melakukan tugas
kelembagaannya.Dalam melakukan tugas kelembagaan diperlukan adanya proses menejemen
yang baik.Proses menejemen yang baik manakala didalamnya terdapat kegiatan manajerial
dan operatif. Tujuan akhir dari manajemen sekolah adalah membantu memperlancar
pencapaian tujuan sekolah agar tercapai secara efektif dan efisien. Kehadiran menejemen
dalam proses persekolahan sebagai salah satu alat untuk membantu memperlancar pencapaian
tujuan.
Pencapaian tujuan sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor yang harus
dipertimbangkan dalam proses kegiatan sekolah.Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Karakteristik
b. Kemampuan dan keyakinan guru-guru
c. Harapan-harapan masyarakat
d. Aktifitas pemerintah
e. Aturan-aturan dan hukum-hukum yang berlaku di masyarakat
f. Masalah-masalah dan persoalan serta pengaruh-pengaruh masyarakat

Tidak kalah pentingnya dari semuanya adalah sumber daya masyarakat, baik sumber
daya alamnya maupun sumber daya manusianya.Faktor administrator dan kepemimpinan
para pengelola yang ada dalam organisasi sekolah turut menentukan keberhasilan dan
ketercapaian tujuan sekolah. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dari administrator dan
kepemimpinan antara lain faktor pandangan hidupnya, ide-idenya, kemampuannya, gagasan-
gagasannya maupun faktor keterampilannya. Dengan demikian diperlukan adanya
keterlibatan semua komponen (man,material,money dan message) secara berdaya guna dan
hasil guna. Kegiatan menejemen tidak hanya diperlukan pada lingkup institusi atau
kelembagaan saja,namun pada setiap tingkatan diperlukan aktivitas menejemen.
Tujuan utama penerapan Manajemen Sekolah pada intinya adalah untuk
penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses
dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di
serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri
yaitu sekolah.
Tujuan penerapan Manajemen sekolah adalah untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui kewenangan kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
Manajemen sekolah juga bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolahnya.
d. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan
dicapai.
Secara lebih rinci tujuan khusus dilaksanakannya manajemen sekolah yang baik
agar: Pertama, pada setiap jenis dan jenjang pendidikan terjadi adanya efektivitas
produksi. Kedua, tercapinya efisiensi penggunaan sumber daya dan dana, tidak terjadi
pemborosan baik waktu, tenaga maupun uang dan lainnya. Ketiga, para lulusannya mampu
menyesuaikan diri dalam kehidupan di masyarakat. Keempat, terciptanya kepuasan kerja
pada setiap anggota warga sekolah.
3. Fungsi manajemen sekolah
Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu : (1) planning
(perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) actuating (pelaksanaan); dan (4)
controlling (pengawasan).Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen,
meliputi : (1) planning (perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) commanding
(pengaturan); (4) coordina ting (pengkoordinasian); dan (5) controlling (pengawasan).
Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi
manajemen, mencakup : (1) planning (perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3)
staffing (penentuan staf); (4) directing (pengarahan); dan (5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu : (1) planning
(perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) staffing (penentuan staf); (4) directing
(pengarahan); (5) coordinating (pengkoordinasian); (6) reporting (pelaporan); dan (7)
budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah
akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif
persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan
(planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4)
pengawasan (controlling) :
a. Planning

Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan
dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh
Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses
by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to
accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa : “
Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan
strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam
fungsi ini.”

Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap
kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan
seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan
bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada
masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran;
(d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian
perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara
berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah
dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu,
usaha dan dana.

Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah


pokok dalam perencanaan, yaitu :

1) Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan


kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat
stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan
yang diperlukan.

2) Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya
manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.

3) Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.

Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat
tahap dalam perencanaan, yaitu : (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b)
merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d)
mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.

Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan
bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu
perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1) rencana
global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang, (2)
rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan
kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka
panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang
berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam
perencanaan global maupun perencanaan strategis.

Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan


perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti
perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks,
dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya. Pada bagian lain, T. Hani
Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan
perencanaan strategik, sebagai berikut:

1) Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah
dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer
puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-
nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah
umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian
perusahaan.

2) Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan


kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi
tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya
-sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan
perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.

3) Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan


dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi.
Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti
para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-
lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara
langsung operasi perusahaan.

Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks


bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula
dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang
pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal
maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin
sustanabilitas pendidikan itu sendiri.

b. Pengorganisasian (organizing)

Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R.


Terry (1986) mengemukakan bahwa : “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan
hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat
bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan
tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran
tertentu”.

Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “…


as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of
arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment
organizational obtective”.

Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada


dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan
susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan
dikerjakan, dan apa targetnya.

Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan


beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah: (a) organisasi harus profesional, yaitu
dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan
kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e)
organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan
seimbang.

Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah
dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total
menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c)
pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para
anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.

c. Pelaksanaan (actuating)

Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan


fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian
lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan
fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung
dengan orang-orang dalam organisasi

Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan
usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka
berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-
anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-
sasaran tersebut.

Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk
menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan
pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai
dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.

Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah
bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa
yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat
bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih
penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang
bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.

d. Pengawasan (controlling)

Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah


pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa
disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984)
memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager
determine wether actual operation are consistent with plans”.

Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko


(1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial
proses pengawasan, bahwa : “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem
informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-
tujuan perusahaan.”

Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk


mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan
apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak
penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.

Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan


memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan
pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d)
pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-
penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.

Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait
antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses
manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi
antara berbagai fungsi manajemen.

Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai


secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat
vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan
berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah
tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan
kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan
pernah tercapai secara semestinya.

Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan


yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan
pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya,
dan pengawasan secara berkelanjutan.

4. Prinsip manajemen sekolah


Dalam pengelolaan sekolah agar tujuan utama sekolah dapat tercapai dengan baik,
maka perlu didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen, yaitu :
a. Prinsip efisiensi. Gambaran kondisi yang seimbang antara pengorbanan sumber daya
dengan hasil.
b. Prinsip efektifitas.Ketercapaian sasaran harus sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
c. Prisip pengelolaan.Seorang manajer harus melakukan pengelolaan sumber-sumber
daya yang ada.
d. Prinsip pengutamaan tugas-tugas pengelolaan.Seorang manajer harus mengutamakan
tugas-tugas pengelolaannya. Manakala seorang manajer telah melimpahkan tugas
kepada orang lain maka tanggung jawab tetap ada pada manajer itu sendiri.
e. Prinsip kerja sama.Seorang manajer hendakanya dapat membangun kerjasama yang
baik secara vertikal maupu horizontal.
f. Prinsip kepemimpinan yang efektif.Seorang manajer harus dapat memberi pengaruh,
ajakan pada orang lain untuk pencapaian tujuan bersama.
5. Ruang lingkup manajemen sekolah
Ruang lingkup manajemen sekolah adalah luas bidangnya garapan manajemen
sekolah. Dilihat dari wujud problemnya manajemen sekolah secara substansial meliputi :
a. Bidang kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah.
Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran
dapat berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan
mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi
pembelajarannya. Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui
empat tahap :
(a) perencanaan;
(b) pengorganisasian dan koordinasi;
(c) pelaksanaan; dan
(d) pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari
(2006) mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum, sebagai berikut ini :
- Tahap perencanaan meliputi langkah-langkahsebagai: (1) analisiskebutuhan;
(2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis;(3)menentukandisain
kurikulum; dan (4) membuat rencana induk (masterplan): pengembangan,
pelaksanaan,dan penilaian.
- Tahap pengembangan meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasionalatau
dasar pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3)
penentuanstrukturdan isi program; (4) pemilihan dan pengorganisasianmateri;
(5)pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat,
dansarana belajar;dan (7) penentuancara mengukur hasilbelajar.
- Tahap implementasi atau pelaksanaanmeliputi langkah-langkah:
(1)penyusunanrencanadan program pembelajaran(Silabus,RPP:
RencanaPelaksanaan Pembelajaran);(2) penjabaran materi (kedalaman
dankeluasan); (3) penentuan strategi dan metode pembelajaran;(4)
penyediaansumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara dan
alatpenilaian proses dan hasil belajar; dan(6) setting lingkungan pembelajaran
- Tahap penilaian terutama dilakukanuntuk melihat sejauhmana kekuatandan
kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan,baik bentuk penilaianformatif
maupun sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks,input,
proses,produk(CIPP) : Penilaian konteks:memfokuskanpadapendekatan
sistem dan tujuan,kondisiaktual, masalah-masalah danpeluang. Penilaian
Input: memfokuskanpada kemampuan sistem, strategipencapaian tujuan,
implementasi design dan cost benefit dari rancangan.Penilaian proses
memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untukpembuatan
keputusandalam melaksanakanprogram. Penilaian productberfokuspada
mengukurpencapaian proses dan pada akhir program(identik dengan evaluasi
sumatif).
b. Bidang kesiswaan
Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu : (a) siswa harus
diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk
berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait
dengan kegiatan mereka; (b) kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi
fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena
itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki
wahana untuk berkembang secara optimal; (c) siswa hanya termotivasi belajar,
jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan (d) pengembangan potensi
siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan
psikomotor.
c. Bidang personalia yang mencakup tenaga edukatif dan tenaga administratif
Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu : (a) dalam
mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling
berharga; (b) sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola
dengan baik, sehingga mendukung tujuan institusional; (c) kultur dan suasana
organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan (d) manajemen
personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga dapat
bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah. Disamping
faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam
manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para
personil di sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap
personil sekolah menjadi mutlak diperlukan.
d. Bidang keuangan
Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam
menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan
dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana
sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh
karena itu, disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk
kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga
perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan
keuangan baik yang bersumber pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber
lainnya.
e. Bidang sarana dan prasarana
Menurut Rohiat, (2012:26) manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan
yang mengatur untuk mempersiapkan peralatan/material bagi terselanggaranya
proses pendidikan disekolah. Manajemen sarana dan prasarana diutuhkan untuk
membantu kelancaran proses belajar mengajar, sarana dan prasarana pendidikan
adalah semua benda yag bergerak dan tidak bergerak yang dibutuhkan
untukmenunjang penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan
yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik,
seperti gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan
dan menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah. Dalam
manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara
pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan
jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja
perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi
mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka
meningkatkan kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah.
f. Bidang hubungan masyarakat berkaitan langsung dengan bagaimana sekolah
dapat menjalin hubungan dengan msyarakat sekitar.
Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyrakat merupakan seluruh proses
kegitan yang direncankan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-
sungguh serta pembinaan secara kontinu untuk mendapatkan simpati dari
masyarakat pada umumnya, sehingga kegiatan operasional sekolah/ pendidikan
semakin efektif dan efisien, demi membantu tercapainya tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.Sekolah merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dengan
masyarakat. Hubungan serasi, terpadu serta timbal baliknya antara sekolah dan
masyarakat harus diciptakan dan dilaksanakan agar meningkatkan mutu
pendidikan dan pembangunan masyarakat dapat saling menunjang. Masyarakat
dapat ikut bertanggung jawab secara tidak langsung terhadap pelaksanaan
pendidikan, sehingga hasil pendidikan bermanfaat bagi masyarakat, diantaranya
dalam mengisi kebutuhan tenaga kerja.

Semua bidang garapan manajemen sekolah harus dikelola dengan memerhatikan


aktivitas-aktivitas manajerial didukung oleh aktivitas pelaksana. Dengan demikian akan
terjadi sinergi dalam pencapaian tujuan sekolah.

6. Pengertian manajemen berbasis sekolah


Definisi MBS banyak dikemukakan oleh ahli manajemen pendidikan yang berbeda
antara satu dengan yang lain, namun maknanya menunjukkan adanya kesamaan persepsi
tentang perlunya reformulasi manajemen secara totalitas di sekolah. Perbedaan formulasi
rumusan definisi ini dilatarbelekangi pula oleh kondisi dan suasana politis serta kondisi
pendidikan di beberapa negara. Berikut dikemukakan pengertian Manajemen Berbasis
Sekolah dari beberapa ahli.
1) Myers dan Stonehill (1993) mengartikan MBS sebagai strategi untuk memperbaiki
pendidikan dengan mentransfer otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari
pemerintah pusat dan daerah ke sekola-sekolah secara individual. MBS memberi
kepala sekolah, guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat untuk memiliki kontrol
yang lebih besar dalam proses pendidikan dan memberikan mereka tanggungjawab
untuk mengambil keputusan tentang anggaran, personel, dan kurikulum.
2) MBS adalah suatu bentuk administrasi pendidikan, di mana sekolah menjadi unit
utama dalam pengambilan keputusan. Hal ini berbeda dengan bentuk tradisional
manajemen pendidikan, dimana birokrasi pemerintah pusat sangat dominan dalam
proses pembuatan keputusan.
3) MBS diartikan suatu strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan memindahkan
kewenangan pengambilan keputusan yang penting dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah kepada pihak pengelola sekolah.
4) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pemberian otonomi dan kewenangan
pada tingkat sekolah. Tanggung jawab dan pengambilan keputusan kegiatan
operasional sekolah diserahkan kepada kepala sekolah, para guru, orang tua, para
siswa, dan anggota masyarakat lainnya. Pelaksana tingkat sekolah, bagaimanapun
mereka dapat menyusuaikan, ata u menjalankan kegiatan sekolah sesuai kebijakan
pemerintah pusat (Bank Dunia).
7. Tujuan manajemen berbasis sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk "memberdayakan" sekolah,
terutama sumber daya melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain
untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Ciri-ciri
sekolah yang "berdaya" pada umumnya: tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan
rendah; bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi
(ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dsb.); bertanggungjawab terhadap hasil
sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya; kontrol
terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan dinilai oleh pencapaian
prestasinya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya,
memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia
bertanggung jawab, dia memiliki suara bagaimana sesuatu dikerjakan, pekerjaannya memiliki
kontribusi, dia tahu posisinya dimana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan
pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
Chapman juga berpendapat bahwa penerapan MBS tak lain tujuannya adalah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasarkan penelitian mengenai efektivitas sekolah
secara lebih luas bahwa salah satu ciri sekolah efektif yang dapat meningkatkan perbaikan
prestasi peserta didik adalah pada sekolah-sekolah yang relatif otonom, memiliki kemampuan
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dan kepemimpinan kepala sekolah yang kuat.
Dengan kata lain, MBS dimaksudkan untuk membentuk sekolah-sekolah efektif sehingga
dapat meningkatkan kualitas pendidikan.Kubick Kathlen mengutip hasil rumusan The
American Association of School Administration, The National Association of Elementary
School Principal, & The National Association of Secondary School Principal yang
mengadakan pertemuan pada tahun 1988 mengidentifikasi beberapa tujuan penerapan MBS
sebagai berikut:
1) secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang
bekerja di sekolah dan dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
peningkatan kualitas pembelajaran,
2) melibatkan guru, staf lainnya dan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan di
sekolah,
3) meningkatkan moral guru-guru,
4) keputusan yang diambil oleh sekolah memiliki akuntabilitas,
5) menyesuaikan sumber-sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yang
dikembangkan di sekolah,
6) membina dan menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah, dan
7) untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas
sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah sesuai yang telah diprogramkan.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2003), tujuan MBS dengan
adalah:
pertama, meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
Ketiga, meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada sekolahnya.
Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.
MBS bertujuan untuk memberikan kebebasan yang luas kepada kepala sekolah dalam
mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas pemerintah. Strategi-strategi
yang dapat ditawarkan adalah: Pertama, kurikulum yang bersifat inklusif. Kedua, proses
pembelajaran yang efektif. Ketiga, lingkungan sekolah yang mendukung. Keempat, sumber
daya yang berasas pemerataan. Kelima, standarisasi dalam hal-hal tertentu seperti
monitoring, evaluasi, dan tes. Kelima strategi itu harus menyatu ke dalam empat fungsi
pengelolaan sekolah, yaitu pertama, manajemen organisasi-kepemimpinan. Kedua, proses
pembelajaran. Ketiga, sumber daya manusia. Keempat, administrasi sekolah.
8. Prinsip manajemen berbasis sekolah
Cheng mengemukakan empat prinsip MBS dalam mengelola sekolah, yaitu: (a)
prinsip ekuifinalitas, (b) prinsip desentralisasi, (c) prinsip sistem pengelolaan mandiri, dan (d)
prinsip inisiatif sumber daya manusia.
a) Prinsip Ekuifinalitas(principal of Equifinality)
Prinsip-prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi, bahwa
terdapat beberapa metode yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. Model MBS
menekankan pada fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut
kondisi mereka masing-masing.Karena kompleksnya tugas sekolah saat ini dan adanya
perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, terutama perbedaan prestasi
akademik dan non akademik siswa dan karakteristik lingkungannya, maka sekolah tidak
dapat dijalankan dengan struktur yang standar secara nasional.
b) Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah
modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip
desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas
pembelajaran dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah
yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
c) Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self-Managing System)
MBS menyadari pentingnya sekolah mendisain sistem pengelolaan secara mandiri di
bawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan
pembelajaran, strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya,
memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing.
Oleh karena itu, sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan
tanggung jawab.
d) Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Sejalan dengan perkembangan pergerakan hubungan antar manusia dan pergerakan
ilmu perilaku pada manajemen modern, manusia mulai menaruh perhatian serius pada
pengaruh penting faktor manusia pada efektivitas organisasi. Perspektif sumber daya manusia
menekankan bahwa manusia adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga
prioritas utama manajemen adalah mengembangkan sumber daya manusia disekolah untuk
berinisiatif. Berdasarkan perspektif ini, maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan
yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan
potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari
perkembangan aspek sumber daya manusianya. Barnes (1998) mengemukakan sepuluh
prinsip MBS perguruan Kaizen Jepang, sebagai berikut: (1) berfokus pada pelanggan, (2)
melakukan peningkatan secara terus-menerus, (3) mengakui masalah secara terbuka, (4)
mempromosikan keterbukaan, (5) menciptakan tim kerja, (6) memanajemeni proyek melalui
tim fungsional silang, (7) memelihara proses hubungan yang benar, (8) mengembangkan
disiplin pribadi, (8) memberikan informasi pada semua karyawan, dan (10) memberikan
wewenang kepada setiap karyawan
9. Karakteristik manajemen sekolah
Karakteristik MBS banyak diungkapkan oleh beberapa ahli manajemen pendidikan di
berbagai negara, sehingga menimbulkan adanya perbedaan antara satu pendapat dengan
pendapat yang lain. Untuk menemukan karakteristik ideal MBS memerlukan perjalanan yang
panjang dan penelitian yang sangat serius. Di Amerika Serikat misalnya, karakteristik yang
dimaksud baru ditemukan pada era reformasi pendidikan "generasi keempat". Menurut Bailey
(1991) karakteristik ideal manajemen berbasis sekolah seperti berikut ini:
a. Adanya Keragaman dalam Pola Penggajian Guru
Pendekatan prestasi (merit system) dalam hal penggajian dan pemberian kesejahteraan
material lainnya harus ditegakkan dan diutamakan. Hal ini dapat dilakukan dengan penetapan
kebijakan melalui penerimaan langsung gaji guru ke rekening sekolah kemudian kepala
sekolah mengalokasikan gaji guru itu per bulan sesuai dengan prestasinya.
b. Otonomi Manajemen Sekolah
Sekolah menjadi sentral utama manajemen pada tingkat strategis dan operasional dalam
kerangka penyelenggaraan program pendidikan dan pembelajaran. Sementara, kebijakan
internal lain menjadi penyertanya.
c. Pemberdayaan Guru secara Optimal
Dikarenakan sekolah harus berkompetisi membangun mutu dan membentuk citra di
masyarakat, guru-guru harus diberdayakan dan memberdayakan diri secara optimal bagi
terselenggaranya proses pembelajaran yang bermakna.
d. Pengelolaan Sekolah secara Partisipatif
Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan dan melalui seluruh komunitas sekolah agar
masing-masing dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi secara baik dan terjadi
transparansi pengelolaan sekolah
e. Sistem yang Didesentralisasikan
Pelaksanaan MBS mendorong sekolah-sekolah siap berkompetisi untuk mendapatkan
bantuan dari masyarakat atau dari pemerintah secara kompetitif (block grant) dan mengelola
dana itu dengan baik.
f. Otonomi Sekolah dalam Menentukan Program
Program akademik dan nonakademik dapat dikreasi sekolah sesuai kapasitasnya serta sesuai
pula dengan kebutuhan masyarakat lokal, nasional, dan global.
g. Hubungan Kemitraan (Partnership) antara Dunia Bisnis dan Dunia Pendidikan
Hubungan kemitraan itu dapat dilakukan secara langsung atau melalui Komite Sekolah.
Hubungan kemitraan ini bukan hanya untuk keperluan pendanaan, melainkan juga untuk
kegiatan praktik kerja dan program pembinaan dan pengembangan lainnya.
h. Akses Terbuka bagi Sekolah untuk Tumbuh Relatif Mandiri
Perluasan kewenangan yang diberikan kepada sekolah memberi ruang gerak baginya untuk
membuat keputusan inovatif dan mengkreasi program demi peningkatan mutu sekolah.
i. Promosi Sekolah secara Komprehensif
Tugas pokok dan fungsi sekolah adalah menawarkan produk unggulan atau jasa. Jika sekolah
sudah mampu membangun citra mutu dan keunggulan, lembaga itu akan mampu beradu
tawar program dengan masyarakat, misalnya berkaitan dengan jumlah dana yang akan
ditanggung oleh penerima jasa layanan.
Karakteristik MBS lain yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi
pendidikan dalam konteks otonomi daerah menurut Saud yang dirangkum dari pelaksanaan
MBS di beberapa negara yaitu: (1) pemberian otonomi yang luas pada sekolah, (2) partisipasi
masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, (3) kepemimpinan sekolah yang
demokratis dan profesional, dan (4) adanya tim work yang tinggi dan profesional. Keempat
unsur tersebut akan dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.
1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah
MBS memberikan otonomi dan tanggung jawab luas kepada sekolah. Dengan adanya
otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan
strategi sesuai dengan kondisi setempat, maka sekolah dapat lebih memberdayakan guru agar
lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya yaitu mengajar. Selain itu, sekolah sebagai
lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan
program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta
didik serta tuntutan masyarakat.
2. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
Melalui MBS, pelaksannan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat
dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya
mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan
pendidikan merumuskan serta mengembangkan program yang dapat meningkatkan kualitas
sekolah.
3. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
Pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang
demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti
program sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas
profesional.
4. Team-work yang Kompak dan Transparan
Keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team-work yang kompak dan
transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Dewan pendidikan
dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai
dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan sekolah yang dapat dibanggakan oleh
semua pihak.
MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan
menerapkannya. Karakteristik MBS tersebut tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik
sekolah efektif. Jika MBS merupakan kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya.
Oleh karena itu, karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif,
yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output. Dalam menguraikan karakteristik
MBS, pendekatan sistem yaitu input-proses-output digunakan untuk memandunya. Hal ini
didasari pengertian bahwa sekolah merupakan sebuah sistem, sehingga penguraian
karakteristik MBS mendasarkan pada input, proses, dan output. Selanjutnya, uraian berikut
dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan
tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output,
dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output (Depdiknas,
2003).

10. Implementasi MBS dalam pendidikan

Dalam penerapan MBS ini perlu diadakan pelatihan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan mengenai dinamika dalam kelompok, bagaimana cara dalam pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, komunikasi antar pribadi, teknik presentasi, dan
penanganan konflik. Empat faktor penting yang perlu diperhatikan dalam implementasi MBS
yaitu :

- Kekuasaan yang dimiliiki sekolah. Besarnya kekuasaan sekolah tergantung bagaimana


MPS dapat mengimplementasikan pemberian kekuasaan secara utuh seperti dituntut
MBS tidak mungkin dilaksanakan sekaligus, tetapi memerlukan proses transsisi dari
manajemen terpusat.
- Pengetahuan dan ketrampilan sekolah, warga sekolah perlu memiliki pengetahuan
untuk meningkatkan prestasi, memahami dan melaksanakan berbagai teknik, untuk itu
sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia
- Sistem informasi, informasi yang jelas untuk monitoring, evaluasi dan akuntabilitas
sekolah, informasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain berkaitan
dengan kemampuan guru, peserta didik serta visi dan misi sekolah.
- Sistem penghargaan., sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem
penghargaan bagi warganya yang berprestasi, untuk mendorong karirnya. Oleh karena
itu, sistem penghargaan yang dikembangkan harus besifat proporsional, adil dan
transparan.

Syarat dalam penerapan MBS sebagai berikut :

1. MBS perlu mendapatkan dukungan dari staf sekolah.

2. MBS perlu diterapkan secara bertahap agar kemungkinan berhasil lebih baik.

3. Diperlukan waktu kurang lebih 5 tahun untuk dapat menerapkan MBS secara berhasil.

4. Kantor dinas beserta staf sekolah perlu pelatihan penerapan MBS serta harus
menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.

5. Perlu disediakan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu untuk saling
bertemu dengan antar staf secara teratur.

6. Pemerintah pusat dan daerah harus memberikan wewenangnya kepada kepala sekolah
kemudian selanjutnya membagikan wewenang ini kepada guru dan orang tua atau
wali murid.

Sedangkan menurut JC Tukiman Taruna (dalam Laili, 2011), implementasi MBS


secara ideal mensyaratkan sebagai berikut :

1. Peningkatan mutu manajemen sekolah yang dapat dibuktika melalui keuangan,


transparansi, tanggung-gugat (akuntabilitas) dan perencanaan partisipatif.

2. Peningkatan pembelajaran yang dilakukan melalui PAKEM (Pembelajaran aktif


kreatif efektif dan menyenangkan).
3. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui intensitas kepedulian masyarakat terhadap
sekolah.

Ilustrasi Partisipasi, Transparansi, dan Akuntabilitas di dalam Good Goverence MBS.


Partisipasi adalah kemampuan warga langsung dan tidak langsung untuk mengerti dan
bersuara atau mempengaruhi proses pengambilan keputusan (politis). Partisipasi mulai dari
tingkat rendah (a) berbagi informasi, (b) konsultasi, lalu ketingkat yg lebih tinggi, (c)
kolaborasi berbagai peran dalam pengambilan keputusan dan sumberdaya, dan (d)
pemberdayaan memberikan wewenang untuk pengambilan keputusan dan sumberdaya.
Transparansi adalah kemampuan rakyat/warga untuk (a) memperoleh dan mengerti informasi
tentang pelayanan SD/MI, proses penyusunan anggaran dan penetapan keputusan biaya; dan
(b) memantau atau mengidentifikasikan secara tepat siapa sebenarnya pembuat keputusan
serta apa peran mereka dalam pengambilan keputusan. Akuntabilitas berarti kewajiban
pembuat keputusan untuk (a) tanggap atas warga perihal kebutuhan mereka; dan (b)
kemampuan warga untuk meminta pertanggungjawaban pembuat kebijakan atas janji mereka.

Contoh dari MBS sendiri yaitu adanya beberapa bantuan yang diberikan oleh lembaga
bantuan Australia (AusAID), sehingga pada tahun 2004 program tersebut telah berkembang
ke 40 kabupaten di 9 propinsi dengan 1479 SD/MI. Replikasi program juga telah
dilaksanakan oleh pemerintah pusat (Depdiknas) di 30 propinsi di Indonesia di bawah
lambang “MBS”. Juga, USAID – lembaga bantuan dari pemerintah Amerika Serikat juga
telah mengembangkan program MBS sejenis di Jawa Timur dan Jawa Tengah yaitu
Managing Basic Education (MBE), serta pada tahun 2004 model MBS juga dilaksanakan di
tiga kabupaten Jawa Timur dengan dukungan Indonesia – Australia Partnership in Basic
Education (IAPBE). Mulai tahun 2005, USAID juga memberikan bantuan untuk model MBS
ini di 7 propinsi di Indonesia melalui program Decentralized Basic Education (DBE).

11. Dampak penerapan Manajemen berbasis sekolah

Penerapan MBS secara spesifik diintifikasi oleh Gunawan, 2010 (dalam Laili, 2011) :

a. Memberikan peluang kepada tenaga pendidik dan kependidikan yang kompeten untuk
ikut terlibat dalam pengambilan keputusan dalam peningkatan pembelajaran.
b. Memberi peluang kepada seluruh pihak dalam sekolah untuk ikut andil dalam
pengambilan keputusan yang penting.

c. Memunculkan kreativitas dalam merencanakan program pembelajaran.

d. Memberdayakan kembali sumber daya pendidikan yang ada dalam mendukung tujuan
yang dikembangkan sekolah.

e. Membuat rencana anggaran yang realistik sesuai kebutuhan karena harus bersifat
terbuka dan memenuhi tanggung jawab penggunaan biaya sekolah.

f. Meningkatkan motivasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam


mengembangkan keahlian manajemen dan kepemimpinanya.

MBS menyebabkan kepala dinas, pejabat atau staf pusat serta jajarannya berperan
sebagai fasilitator pengambilan keputusan di sekolah. Pemerintah pusat hanya berperan
dalam menetapkan standar pendidikan nasional yang mencakup standar fasilitas, standar
kompetensi, standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dan sebagainya. Dalam
menerapkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah, hal ini disesuaikan dengan keadaan di
daerahnya. Standar tersebut diterapkan dengan mempertimbangkan ciri khas dan potensi dari
wilayah tersebut sehingga pemerintah tidak mengekang kreativitas dan inovasi dari setiap
sekolah.

Dalam kebanyakan model MBS, setiap sekolah akan mendapatkan anggaran


pendidikan sejumlah tertentu yang masuk akal sesuai kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan
ini berupa pelaksanaan supervisi pendidikan di daerahnya misalnya biaya transportasi,
administrasi. Alokasi anggaran yang diberikan ke setiap sekolah dipertimbangkan
berdasarkan jumlah dan jenis murid di setiap sekolah. Hambatan dalam penerapan MBS :

1. Kurang berminat untuk ikut terlibat dalam pengelolaan MBS

Beberapa orang tidak menginginkan tugas tambahan diluar tugas pekerjaan yang telah
mereka lakukan. Karena sebagian orang beranggapan dengan adanya penerapan MBS maka
hanya akan menambah beban. Pihak sekolah menjadi lebih banyak menggunakan watunya
untuk mengatur perencanaan dan anggaran. Akibatnya pihak sekolah kurang memiliki waktu
untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Serta tidak semua guru mau untuk
ikut andil dalam proses penyusunan anggaran.

2. Tidak efisien

Pengambilan keputusan dalam sistem kerja MBS dilakukan secara partisipatif sehingga
menimbulkan frustasi dan kebanyakan memakan waktu yang lebih lamban jika dibandingkan
dengan cara yang sentralis.

3. Memerlukan pelatihan khusus

Pihak pihak sekolah yang ikut andil dalam MBS sebagian ternyata belum berpengalaman
dalam menerapkan model MBS ini. Kebanyakan pihak yang ikut andil ternyata tidak
memiliki keahlian dan kemampuan terkait hakikat MBS yang sebenarnya serta bagaimana
pengelolaannya.

4. Kebingungan terhadap peran dan tanggung jawab baru dalam MBS

Pihak sekolah yang selama ini belum menggunakan model MBS, akan terkejut an
kebingungan dengan sistem dalam MBS. Hal ini dapat menimbulkan keraguan dalam
memikul tangung jawab pengambilan keputusan. Sehingga, penerapan MBS dapat mengubah
peran serta tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan.

5. Kesulitan koordinasi

Sistem kerja MBS yang partisipatif mengharuskan adanya koordinasi yang efisien dan
efektif. Maka dibutuhkan koordinasi antar pihak yang berkepentingan untuk bekerja sama
dalam mencapai tujuan masing-masing. Dua hal yang penting adalah pelatihan atau trainee
tentang apa itu MBS serta penjelasan peran dan tanggung jawab serta hasil yang dibutuhkan
semua pihak yang berkepentingan.

6. Kepala sekolah kurang memahami penerapan MBS

Hal ini disebabkan karena kepala sekolah sudah terbiasa dengan pola manajemen lama yang
terasa sentralistis. Selain itu, tenaga pendidik kurang memahami bagaimana menyelaraskan
antara MBS dengan proses pembelajaran di sekolah. Terdapat juga kepala sekolah yang
hanya sebatas membentuk komite sekolah tetapi dalam pengelolaannya masih dimonopoli
oleh kepala sekolah.

Solusi Pemecahan dalam rangka pencapaian implementasi MBS :

a. Meningkatkan mutu SDM dan profesionalitas kepala sekolah, guru, dan pengawas
dengan cara melibatkan stakeholder dalam berbagai pelatihan di sekolah.

b. Mengadakan penyuluhan tentang kondisi tingkat pendidikan orangtua siswa dan


masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam
mendorong anak untuk terus belajar.

c. Dukungan pemerintah. Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS


terutama bagi sekolah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap
memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana
pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah.

d. Mendorong siswa untuk lebih meningkatkan cara belajarnya agar menjadi cara belajar
yang efektif dan efisien.

e. Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses


maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami
betul ukuran keberhasilan yang disepakati.

f. Melaksanakan pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan


evaluasi hasil.

g. Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.

C. Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Sutomo., dkk. 2016. Manajemen Sekolah. Semarang: UNNES Press.
https://currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com/resourcedocs/54d376fea521d.pdf
http://digilib.unila.ac.id/8752/77/BAB%20II.pdf
https://istighfarahmq.wordpress.com/2016/11/29/makalah-manajemen-berbasis-sekolah-mbs/
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/konsep-manajemen-sekolah/

Anda mungkin juga menyukai