Asesmen &
Prosedur
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
1
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Penerbit Editor
© 2012 PERDOSRI Rosiana Pradanasari Wirawan
Cetakan I, Mei 2012 Luh Karunia Wahyuni
Zisjkawati Hamzah
ISBN: 978-602-18310-0-7
Editor Teknis
PB PERDOSRI Steven Setiono
Jl. Cakalang Raya 28 A
Jakarta Pusat Kontributor
Tlp. 021-47866390 Arif Soemarjono
e-mail: pbperdosri@yahoo.com Anita Ratnawati
Damayanti Tinduh
Desain cover & isi : Deddy Tedjasukmana
Almadira Kamita Fanny Aliwarga
Gunawan Kurniadi
Hening Laswatiputra
Imam Subadi
Percetakan: Ira Mistivani
PT. Batu Merah Julius Aliwarga
Jakarta Lestaria Aryanti
(Isi di luar tanggung jawab percetakan) Luh Karunia Wahyuni
Meisy Andriana
Nuniek Nugraheni S.
Dilarang mengutip atau memperbanyak Nury Nusdwinuringtyas
sebagian atau seluruh isi buku ini Peni Kusumastuti
tanpa izin tertulis dari penerbit. Ratna Soebadi
Rudy Handoyo
Rosiana Pradanasari Wirawan
Rwahita Satyawati
Sigit Gunarto
Siti Annisa Nuhonni
S. M. Mei Wulan
Tirza Z. Tamin
Vitriana
2
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Daftar isi
I. Asesmen Kedokteran Fisik 13. Asesmen Aktivitas Kehidupan
dan Rehabilitasi 5 Sehari-hari 33
14. Asesmen Fungsi Bladder 148
1. Asesmen Fungsi Sensori 6 15. Asesmen Fungsi Bowel 160
2. Asesmen Fleksibilitas dan Lingkup
Gerak Sendi 13 II. Prosedur Kedokteran Fisik
3. Asesmen Kekuatan Otot 25 dan Rehabilitasi 167
4. Asesmen Kontrol Postural 47
5. Asesmen Sensori-Persepsi dan 1. Taping 168
Praksis Pada Anak 55 2. Dry Needling 176
6. Asesmen Pola Jalan 74 3. Spray and Stretch 180
7. Asesmen Fungsi Lokomotor 79 4. Injeksi Intramuskular 189
8. Asesmen Kebugaran Kardiorespirasi 86 5. Injeksi Botulinum Toxin A 200
9. Asesmen Gangguan Berbahasa 97 6. Injeksi Intraartikular 203
10. Asesmen Fungsi Luhur 107 7. Peresepan dan Check-Out Orthosis 211
11. Asesmen Fungsi Eksekusi 112 8. Peresepan dan Check-Out
12. Asesmen Fungsi Menelan 120 Prosthesis 226
3
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Kata pengantar
Salam sejawat,
Seperti halnya ilmu kedokteran yang lain, Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi merupakan
seni menggabungkan antara teori dan praktek yang diformulasikan dalam bentuk asesmen
dan prosedur. Pedoman asesmen dan prosedur menjadi sangat penting, terkait peran
dokter spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam berbagai uji fungsi tubuh.
Untuk itu, bertepatan dengan momentum perayaan ulang tahun Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi yang ke-25 dan Perhimpunan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang ke-
30, dengan bangga dan mengucap syukur , kami terbitkan Buku Prosedur Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi sebagai wujud kesungguhan dan kesatuan pendapat dokter spesialis
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam menjalankan perannya mengembalikan
pasien pada fungsinya yang paling optimal.
Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik berupa materi,
waktu, tenaga, dan pengetahuannya demi terbitnya buku ini. Pada edisi perdana ini, kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Kami sangat mengharapkan masukan untuk
perbaikan di masa yang akan datang, sehingga dalam perjalanannya buku ini benar-benar
dapat menjadi pedoman yang bermanfaat bagi kita semua.
4
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
1
ASESMEN KEDOKTERAN FISIK
DAN REHABILITASI
5
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen
Fungsi Sensori
Definisi
Asesmen fungsi sensori adalah pemeriksaan semua modalitas sensorik yaitu rasa
raba, rasa posisi, suhu, tekan, nyeri, diskriminasi dua titik, stereognosis, kinesthesia,
graphesthesia.
Tujuan
• Memeriksa semua fungsi modalitas sensorik
• Menentukan dermatomal gangguan fungsi sensorik
Jenis Prosedur
• Nottingham Sensory Assessment
• Two-point discrimination test
• Monofilament test
Indikasi
Semua gangguan sistem saraf pusat maupun perifer
Kontraindikasi
Tidak ada
Efek Samping/Komplikasi
Tidak ada
Peresepan
• Dilakukan pada pasien yang kooperatif
• Pasien tidak memiliki gangguan fungsi luhur
• Pasien tidak mengalami gangguan pemahaman bahasa
6
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Menjelaskan efek samping dan komplikasi pemeriksaan
3. Pelaksanaan pemeriksaan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan.
Daftar Pustaka
• DeJong, RN 1979, The Neurological Examination, New York:Harper&Row, pp. 44-78.
Nottingham Sensory Assessment
• Disadur dari: www.nothingham.ac.uk/iwho/documents/nasa_instrction_revised.pdf
• British Columbia Provincial Nursing Skin and Wound Committee Procedure
• Monofilament Testing for Loss of Protective Sensation in Adults & Children. Juni
2011.
7
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Pemeriksaan:
Jika penderita mempunyai masalah komunikasi, tes dimulai dari rasa raba ringan,
tekanan dan nyeri. Selama pemeriksaan, mata pasien ditutup dengan penutup mata
• Rasa raba ringan: Sentuh kulit pasien dengan kapas
• Tekanan: Tekan kulit dengan jari telunjuk sehingga merubah kontur kulit
• Nyeri : Tusuk kulit dengan neurotip
• Temperatur: Sentuh kulit dengan tabung yang berisi air hangat dan dingin
Penilaian:
0 Tidak bisa mengidentifikasi tes
1 Mengidentifikasi tes tetapi tumpul
2 Normal
9 Tidak bisa dites
Pemeriksaan:
Pemeriksaan semua aspek gerakan yaitu arah gerakan dan posisi sendi. Untuk
pemeriksaan anggota gerak atas, pasien berada dalam posisi duduk, sedangkan
untuk pemeriksaan anggota gerak bawah, pasien berada dalam posisi tidur
telentang. Selama pemeriksaan mata pasien ditutup dengan penutup mata.
Penilaian:
0 Absen, tidak mengidentifikasi adanya gerakan
1 Mengidentifikasi gerakan tetapi tidak mengetahui arah gerakan salah
2 Penderita dapat mengenal arah yang diberi contoh tetapi tidak mengenal posisi baru
3 Normal
9 Tidak dapat dites
C. Pemeriksaan Stereognosis
Alat yang diperlukan:
• Penutup mata
• Koin mata uang
• Pensil
8
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Sisir
• Gunting
• Gelas
Pemeriksaan:
Suatu obyek diletakkan pada tangan penderita maksimal 30 detik. Penderita
diminta untuk mengidentifikasi nama, bentuk, bahan material benda tersebut. Sisi
tubuh yang sakit dites lebih dahulu.
Penilaian:
0 Absen
1 Beberapa gambaran obyek disebutkan
2 Langsung dapat meenyebutkan benda obyek
9 Tidak dapat dites
9
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Pemeriksaan:
• Pemeriksa mengatur alat periksa sehingga jarak kedua ujungnya antara 5mm,
10mm, 15mm, atau 20mm. Jangan beritahu jarak ini ke pasien.
• Pilih permukaan tubuh yang akan diuji, misalnya bagian belakang tangan, telapak
tangan, lengan, siku, lutut, dan lainnya.
• Minta pasien menutup mata. Pemeriksa secara hati-hati dan mantap menempelkan
kedua ujung runcing alat periksa ke kulit pasien, pastikan kedua ujung tersebut
menyentuh kulit bersamaan.
• Tanyakan apakah pasien merasakan 1 titik atau 2 titik kontak. Ulangi tes pada
beberapa tempat lain yang sudah ditentukan. Catat data yang didapat.
• Ubah jarak antara kedua ujung runcing alat periksa dan ulangi tes. Ubah terus
jaraknya sampai menemukan jarak dimana pasien dapat membedakan antara 1 titik
dengan 2 titik.
Palm
Inner Arm
Knee (cap)
Knee (behind)
Other:
Other:
Other:
Other:
10
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Monofilament Test
Tes monofilamen dilakukan pada pasien diabetes mellitus serta pasien yang memiliki
gangguan sensorik pada kaki. Ketidakmampuan mendeteksi monofilamen ini
menandakan pasien kehilangan sensasi proteksi pada kaki. Hal ini merupakan faktor
resiko utama untuk terjadinya ulkus diabetik/neuropatik pada kaki.
Prosedur:
• Posisikan pasien pada posisi yang nyaman, minta pasien melepas sepatu serta kaos
kaki/stocking.
• Pakai sarung tangan jika terdapat luka terbuka atau discharge pada area yang akan
diperiksa
• Sentuhkan monofilament pada tangan/lengan pasien sehingga pasien mengerti
rasa seperti apa yang akan dicari pada kaki.
• Minta pasien menutup mata dan menyebutkan jika merasakan “ya” monofilament
pada kaki.
• Sentuhkan monofilamen pada 10 titik di setiap kaki seperti yang ditunjukkan pada
diagram dibawah. Apabila terdapat ulkus, callus atau bekas luka pada kaki yang
akan diperiksa, sentuhkan monofilament pada area di sekitar luka. Apabila kaki
pasien sudah diamputasi, lakukan tes pada sebanyak mungkin titik yang tersisa.
• Pegang monofilamen secara tegak lurus dengan permukaan kaki, dan sentuhkan
dengan mantap ke kaki sampai monofilamen tertekuk, dan tahan selama 2 detik
• Ulangi tes sampai 3 kali pada area dimana pasien tidak dapat merasakan
monofilamen saat disentuhkan.
• Cuci tangan saat sudah selesai.
Penilaian:
• Apabila keseluruhan area dapat di tes dan pasien dapat merasakan monofilamen
pada seluruh area tersebut, maka nilainya adalah 10/10
• Apabila monofilamen tidak dapat dirasakan pada salah satu area kaki, hal ini
menunjukkan adanya kehilangan sensasi protektif pada area tersebut.
• Catat jumlah hasil positif dan jumlah area yang diperiksa, mis. 6/9 yang artinya
pasien merasakan monofilament pada 6 area dari hanya 9 area yang diperiksa
karena ibu jari kaki kiri sudah diamputasi.
11
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar 1:
Area pemeriksaan
monofilament pada kaki
kanan dan kiri
Gambar 2:
Cara menggunakan
monofilamen
Gambar 3:
Semmes-Weinstein
Monofilamen
12
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Definisi
Tindakan mengukur kemampuan untuk menggerakkan sendi sepanjang lingkup
geraknya.
Tujuan
• Menilai kelentukan suatu persendian, yang dapat dilakukan sebagai upaya
diagnostik kondisi klinis suatu gangguan pada persendian dan struktur yang
mempengaruhinya
• Evaluasi keberhasilan suatu peresepan latihan peregangan.
Jenis Prosedur
• Pengukuran lingkup gerak sendi
w Inklinometer
w Goniometer
• Pengukuran fleksibilitas dengan:
w Schober test
w Sit and Reach test
w Shoulder flexibility test
w Tes sentuh jari kaki
Indikasi
• Evaluasi kondisi yang berpotensi menyebabkan gangguan kelentukan,
• Evaluasi kondisi keterbatasan lingkup gerak sendi
Kontra Indikasi
• Peradangan sendi akut
• Fraktur di sekitar persendian
• Pasien tidak kooperatif
13
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Peresepan
• Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
• Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi
pasien.
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Penjelasan pelaksanaan dan tujuan pemeriksaan pada pasien.
• Persiapan pasien: longgarkan atau lepaskan pakaian yang menutupi persendian
atau bagian tubuh yang akan diperiksa.
• Pasien diminta melakukan pemanasan pada sendi yang akan diperiksa sebelum
pemeriksaan dilakukan
3. Pelaksanaan asesmen (Lihat lampiran)
4. Mendokumentasikan pelaksanaan dan hasil asesmen
Daftar Pustaka
1. Kisner dan Colby. Therapeutic Exercise. Foundations and Techniques, 2nd Edition.
FA Davis: Philadelphia; 1990.
2. Khan dan Brukner. Clinical Sport Medicine, 3rd Edition. McGraw Hill: Australia; 2007
3. American College of Sports Medicine. ACSM’s Guidelines for Exercise Testing and
Prescription, 7th Edition. Lippincott Williams and Wilkins: Philadelphia; 2006.
14
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
A. Inklinometer
Inklinometri Spinal: Pengukuran objektif dari posisi tulang belakang lumbal dan
rentang/lingkup pergerakannya.
Prosedur
Dual Inklinometer:
• Inklinometer pertama diletakkan diatas sakrum dan inklinometer lainnya
diletakkan di atas prosesus spinosus vertebra T12-L1 ketika pasien berdiri pada
postur tegak yang santai. Tehnik ini memerlukan indentifikasi letak tonjolan
anatomis sehingga keakuratan pembacaan hasil dalam uji ini berkurang secara
nyata pada pasien-pasien obesitas.
• Pembacaan/pengukuran sudut dilakukan dengan memegang kedua
inklinometer pada tempatnya ketika pasien dalam posisi berdiri tegak yang
santai.
• Pasien diinstruksikan untuk membungkuk ke depan semaksimal mungkin, dan
pengukuran sudut diambil pada posisi membungkuk maksimal.
• Pasien diinstruksikan untuk terus membungkuk kedepan sampai pergerakan
pelvis dibawah kisaran 20% dari posisi kaki yang lurus. Pengukuran ini
digunakan untuk menentukan fleksibilitas hamstring.
• Pembacaan inklinometer yang terletak diatas mewakili gerakan kasar,
sedangkan inklinometer yang dibawah mengukur pergerakan pelvis atau
panggul. Pergerakan lumbar yang sebenarnya diwakili oleh perbedaan antara
kedua pengukuran ini.
15
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
• Metode 2:
Kedua tangan pemeriksa mencakup kedua bagian krista iliaka posterior
dan anterior untuk mengukur mobilitas pelvis. Jari telunjuk salah satu
tangan pemeriksa diletakan pada puncak krista iliaka, paralel dengan lantai.
Tangan lainnya memegang inklinometer pada sela vertebra T12-L1. Pasien
melakukan gerakan membungkuk kedepan yang sama setelah pembacaan
awal. Pergerakan total dicatat dari inklinometer. Lalu, inklinometer diletakkan
diatas bidang yang menghubungkan ibu jari dan telunjuk untuk menentukan
pergerakan pelvis. Perhitungan kontribusi sendi pelvis dan lumbar terhadap
pergerakan sendi total lalu dikalkulasikan dengan cara yang sama dengan
teknik dual inklinometer.
Perpanjangan lingkup gerak sendi lalu diukur dengan cara yang sama seperti
disebutkan diatas kecuali pergerakan pasien dilakukan ke arah ekstensi.
B. Goniometer
Prosedur:
• Tentukan aksis sendi yang akan diukur, lalu pasang lengan panjang goniometer
pada bagian tubuh yang tidak bergerak dan lengan pendek goniometer pada
bagian tubuh yang bergerak. Lakukan pengukuran sepanjang lingkup gerak
sendi.
• Catat hasil pengukuran, bandingkan kedua sisi dan nilai normal lingkup gerak
sendi.
Hasil pemeriksaan:
Bandingkan hasil pemeriksaan lingkup gerak sendi sisi kanan dan kiri menggunakan
goniometer.
16
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
17
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
18
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
19
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
20
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
21
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
22
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Pengukuran Fleksibilitas
A. Schober test
Prosedur:
• Pasien diminta berdiri tegak dengan santai
• Identifikasi bagian puncak sakrum pada pertemuan antara garis horizontal
diatas venus dimple dengan vertebra
• Tandai 10 cm diatas dan 5 cm dibawah puncak sakrum tersebut
• Minta pasien untuk membungkuk ke depan secara maksimal
• Ukur jarak antara titik atas dan titik bawah
• Hasil ini dikurangi 15 adalah hasil pengukuran fleksi lumbar
Hasil pemeriksaan:
Fleksibilitas lumbal dikatakan normal bila terjadi peningkatan jarak minimal 5 cm
pada saat membungkuk.
23
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Hasil pemeriksaan:
Bila ujung jari meraih jarak lebih pendek dari posisi jari kaki, maka skornya negatif,
namun bila jari dapat meraih melebihi posisi jari kaki, maka skornya positif. Besar
skor ditentukan oleh posisi ujung jari pada skala pengukur.
Hasil pemeriksaan:
• Excellent = Jari-jari saling overlap
• Baik = Ujung jari saling bersentuhan
• Rata-rata = Jarak antar kedua ujung jari kurang dari 2 inchi
• Buruk = Jarak antar kedua ujung jari lebih dari 2 inchi
24
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen
Kekuatan Otot
Definisi
Asesmen kekuatan otot adalah penilaian kekuatan otot menggunakan tangan/manual
(MMT) atau peralatan khusus.
Tujuan
• Untuk menilai adanya gangguan kekuatan otot.
• Sebagai dasar untuk penentuan terapi.
• Untuk mengevaluasi hasil terapi.
Jenis Prosedur
• Manual muscle testing
• Uji kekuatan otot dengan menggunakan peralatan khusus:
w NK-Table
w EN-Tree
w Cybex
w Hand held Dynamometer
w Pinchmeter
Indikasi
• Pasien dengan kelemahan otot
• Pasien dengan gangguan muskuloskeletal
• Pasien dengan gangguan neuromuskular
Kontra Indikasi
• Inflamasi dan pasca bedah akut pada sistem muskuloskeletal
• Nyeri hebat
• Gangguan kardiorespirasi
• Gangguan fungsi luhur
25
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
• Osteoporosis
• Fraktur
Peresepan
• Pasien tidak boleh dalam keadaan kondisi lelah
• Pasien harus mampu memahami instruksi
• Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi
pasien
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Melakukan pemeriksaan tanda vital (TD, nadi, pernafasan, suhu) dan status generalis
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Jones K, Barker K. Strength, In: Human movement explained. London: Butterworth
Heinemann, 1996:196-223.
2. Wilder P. Muscle development and function. in: Cech, Martin. Functional movement
developmental across the life span. Philadelphia : WB Saunders. 1995: 137 – 158.
3. Liberman JS, Pugliese GN, Strauss NE. Skeletal muscle: Structure, chemistry and
function, in: Downey & Darling’s Physiological Basic of Rehabilitation Medicine. Boston
: Butterworth-Heinemann, 2001: 67-80.
4. Powers SK, Howley ET. Skeletal muscle, structure and function. In: Powers SK, Howley
ET. Exercise physiology. USA : McGraw Hill Higher Education. 2001: 129-156.
5. De Lateur BJ, Lehmann JF. Therapautic exercise to develop strength and endurance.
in : Kottke FJ, Lehmann JF, editors. Krusen’s handbook of physical medicine and
rehabilitation. USA : WB Sauders Company. 1990 : 480-519.
6. Ktzmarzyk PT. Physical activity and chronic diseases. In: ACSM’S Resources.
Philadelphia : William & Wilkins. 2006 : 123-133.
7. Cole TM, Barry DT, Tobis JS. Measurement of musculoskeletal function. in: Kottke FJ,
Lehmann JF, editor. Krusen’s handbook of physical medicine and rehabilitation, 4th ed.
Philadelphia : WB Saunders. 1990 : 20-71.
8. Bohannon RW. Muscle strength testing with handheld dinamometry. In : Louis
R Amundsen (ed). Muscle strength testing. Instrumented and non instrumented
systems. New York : Churchill Livingstone. 1990 : 89-12.
9. Sullivan SB, Schmitz TJ. Physical Rehabilitation Assesment & Treatment. 4th ed. 2001.
10. Hislop HJ, Montgomery J. Daniels and Worthingham’s Muscle Testing Techniques of
Manual Examination.7thEd. 2002. Philadelphia: W.B. Saunders.
11. Buku Panduan Kegiatan Pelatihan Keprofesian (Skills Lab) Program Studi Pendidikan
26
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Dokter Spesialis-1 Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Program Studi Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
12. DeLisa, Joel A. Rehabilitation medicine, principles & practice. Philadelphia: JB
Lippincott Co.,1988.
13. Sport Medical Rehabilitation training. Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta. 23-25 Juli 2001
14. Braddom RL. Physical Medicine and Rehabiltation 4th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders, 2011
27
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Prosedur Pemeriksaan:
a. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien
b. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama
jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat.
c. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat
senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin).
d. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi/ kontraktur, spastisitas atau
nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen
e. Pemeriksaan dilakukan secara berurutan dari posisi duduk, supine, side lying
kemudian prone.
f. Posisikan pasien dengan hati hati dan upayakan melakukan tes secara berurutan
sehingga perubahan posisi selama dalam tes seminimal mungkin.
g. Lakukan pemeriksaan mulai dari posisi melawan gravitasi. Jika pasien tidak mampu,
rubah ke posisi anti-gravitasi. Jika pasien mampu melakukan, lanjutkan dengan
memberikan tahanan. Tahanan diberikan pada pertengahan gerakan.
h. Pada saat pemeriksaan fiksasi dilakukan pada bagian proksimal dari otot prime mover
yang akan dinilai.
Penilaian
• Grade 5 (normal)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi
serta dapat melawan tahanan maksimal.
• Grade 4 (good)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi
serta dapat melawan tahanan yang ringan sampai sedang.
• Grade 3 (fair)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh melawan gravitasi
namun tidak dapat melawan tahanan yang ringan sekalipun.
• Grade 2 (poor)
Kemampuan otot bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh tetapi tidak dapat
melawan gravitasi, atau hanya dapat bergerak dalam bidang horisontal.
• Grade 1 (trace)
Otot tidak mampu bergerak melalui lingkup gerak sendi penuh dalam bidang
horisontal, hanya terlihat gerakan otot minimal atau teraba kontraksi oleh
pemeriksa.
• Grade 0 (zero)
Tidak ada kontraksi otot sama sekali baik pada inspeksi maupun palpasi.
28
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
29
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
30
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
31
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
32
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
33
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
34
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
35
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Disadur dari:
Braddom RL. Physical
Medicine and
Rehabilitation 4thed
36
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
NK-Table
NK-Table merupakan alat untuk penilaian kekuatan otot quadrisep dan hamstring
dengan hasil akhir satuan kilogram.
Prosedur Pemeriksaan
a. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien
b. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama
jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat.
c. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat
senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin).
d. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi / kontraktur, spastisitas
atau nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen
e. Sebelum dilakukan uji kekuatan otot dengan NK-table pasien harus melakukan
pemanasan terlebih dahulu melalui latihan peregangan otot quadrisep dan
hamstring selama 6 detik sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap otot.
f. Minta pasien duduk pada NK-table, pastikan bagian posterior lutut terletak di ujung
kursi
g. Kencangkan sabuk paha untuk fiksasi
h. Atur aksis mekanik pada lutut (di depan fulkrum lutut) dan pada pergelangan kaki
(sedikit di atas maleolus lateralis)
i. Atur kunci pada kaki mekanik, sehingga lutut dapat bergerak ke arah ekstensi antara
90°- 30°
j. Letakkan beban pada kaki mekanik sesuai dengan prosedur.
k. Tentukan beban 10 RM (repetisi maksimum) melalui proses trial & error.
l. Setelah uji kekuatan otot selesai, pasien harus melakukan pendinginan kembali
dengan latihan peregangan otot kuadrisep dan hamstring selama 6 detik sebanyak
3 kali pengulangan untuk setiap otot.
37
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3
__________________________________________________________________
EN-TREE
EN-TREE merupakan alat untuk penilaian kekuatan sekelompok otot secara dinamik
dengan hasil akhir satuan kilogram.
Prosedur Pemeriksaan:
1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien
2. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama
jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat.
3. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat
senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin).
4. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi / kontraktur, spastisitas
atau nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen
5. Sebelum uji kekuatan otot, pasien harus melakukan pemanasan dengan latihan
peregangan kelompok otot ekstensor dan fleksor sendi lutut selama 6 detik
sebanyak 3 kali untuk masing-masing kelompok otot
6. Nilai kekuatan 1 RM pada extremitas sisi sehat, dihitung dengan menggunakan
diagram Holten
7. Nilai ekstremitas sisi sakit dimulai dari 25%, 50%, 70% dari 1 RM sehingga dicapai
standar protocol
8. Lakukan penilaian dengan membandingkan ekstremitas yang sakit dengan yang
sehat
9. Setelah uji kekuatan otot selesai, pasien harus melakukan pendinginan kembali
dengan latihan peregangan otot kuadrisep dan hamstring selama 6 detik sebanyak
3 kali pengulangan untuk setiap otot.
38
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4
__________________________________________________________________
CYBEX
Cybex merupakan alat untuk penilaian kekuatan otot individual secara isometrik dan
isokinetik dengan hasil akhir satuan torque.
Pengoperasian alat:
1. Hubungkan stop kontak listrik, “on” kan tombol stabilisator, “on” kan tombol Hard disk
komputer (depan dan belakang)
2. Nyalakan “on” komputer sampai timbul gambar “cybex norm”
3. Tunggu gambar “position calibration dialog box”. Dinamometer dalam posisi tegak
lurus ke posisi huruf “Z” dibagian bawah dan atas menunjuk ke “titik merah”. Lalu klik
tanda √ sampai keluar gambar “NORM APLICATION”
4. Klik dua kali pada system tools kemudian pada “position calibration” bila kita
menghendaki kalibrasi (kalibrasi untuk speed, weight, TMC weight calibration)
5. Klik dua kali pada ‘NORM APLICATION” bila kita menghendaki “testing” ataupun
“latihan”
6. Klik “gambar orang” untuk memilih nama pasien yang dikehendaki atau pun
menuliskan identitas pasien baru
7. Klik “gambar kaki berpanah” untuk memilih pola gerakan yang dikehendaki atau
petunjuk “PATTERN SELECTION”
8. Klik lambang “right or left” untuk memilih sisi tubuh kanan atau kiri sesuai yang kita
kehendaki
9. Klik “patient setup” untuk mengatur, melihat alat yang diperlukan dan memasang alat
tersebut kepada pasien sesuai dengan petubjuk yang tertera pada monitor komputer
tersebut kemudian klik √
10. Klik “set AZ”. Isi kolom yang ada atau posisikan ekstremitas pasien diposisi 0 derajat,
kemudian klik √
11. “Set ROM” Untuk pengaturan ROM sesuai yang kita kehendaki, sampai kita
mendapatkan “kunci” yang ditunjukkan dengan huruf, kemudian klik √
12. Klik “automat protocols window”, kemudian klik protocol di bagian bawah “data storage
window”
13. Klik “STOP” untuk membuka (membuat program sesuai yang kita harapkan)
14. Klik “OPERATING MODE” untuk memilih jenis gerakan yang dikehendaki (CPM,
Isokinetik, dll)
15. Klik “ACTION TYPE” untuk memilih cara kerja otot yang dikehendaki (misalnya
concentric / eccentric)
16. Atur SPEED pada gerakan ekstensi dan fleksi
17. Klik “DISLAY TYPE” untuk memilih gambar grafik yang dikehendaki
18. Klik “SET TERMINATION” untuk memilih dan menentukan berapa kali atau berapa lama
gerakan dilakukan dann seterusnya, kemudian klik √ bila semua sudah “OKE”
19. Klik gambar “Lampu Hijau” bila pasien dan alat siap bekerja sesuai program
Kalibrasi Cybex
w No. 1 sampai dengan no. 4 sama
w No. 5 Klik dua kali pada System Tools, tunggu sampai keluar “System tools menu” lalu
39
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
klik “Calibration”
w No. 6 Tunggu sampai keluar gambar “NORM SYSTEM TOOLS MENU” lalu klik “WEIGHT
CALIBRATION” atau “SPEED CALIBRATION” atau “TMC WEIGHT CALIBRATION” sesuai
dengan kalibrasi yang kita kehendaki
w No. 7 Selanjutnya ikuti petunjuk yang tertera pada layar komputer sesuai dengan
kalibrasi yang kita kehendaki.
UPPER BODY
LOWER BODY
40
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5
__________________________________________________________________
HAND-HELD DINAMOMETER
Alat ini memiliki validitas yang baik sepanjang pemeriksa berada dalam kondisi yang
lebih kuat daripada yang diperiksa. Dibandingkan dengan alat lain, alat ini memiliki
keunggulan dalam hal praktis mudah dibawa.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengukuran kekuatan otot dengan
dinamometer jinjing adalah:
1. Penguji harus menggunakan posisi yang tepat dan tetap untuk tubuh, sendi dan
dinamometer
2. Penguji harus melakukan stabilisasi alat dan subyek yang diuji untuk menghindari
gerakan substitusi
3. Penguji harus memberikan keterangan yang jelas mengenai prosedur pemeriksaan
dan memberikan kesempatan untuk pengenalan dan pasien berlatih sebelum
pemeriksaan
4. Penguji harus memberikan feedback verbal yang konsisten dan subyek harus dapat
melihat bagian tubuh yang diuji
5. Sedapat mungkin pemeriksaan dilaksanakan oleh penguji yang sama.
Prosedur Pemeriksaan
1. Jelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien
2. Prinsip pada pemeriksaan kekuatan otot: Pemeriksa dan pasien harus bekerja sama
jika ingin mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat.
3. Lingkungan selama pelaksanakan tes harus tenang dan suhu ruangan harus dibuat
senyaman mungkin (tidak terlalu panas atau terlalu dingin).
4. Periksa apakah terdapat keterbatasan lingkup gerak sendi/ kontraktur, spastisitas
atau nyeri yang dapat mengganggu hasil asesmen
5. Sebelum uji kekuatan otot, pasien harus melakukan pemanasan dengan latihan
peregangan kelompok otot ekstensor dan fleksor sendi lutut selama 6 detik
sebanyak 3 kali untuk masing-masing kelompok otot
6. Pasien duduk di bangku khusus (NK table) dengan sandaran yang disesuaikan
sehingga posisi duduk tepat dengan panggul dan lutut fleksi 90 derajat, bagian
belakang lutut tepat pada tepi bangku, paha difiksasi pada bangku. Kedua tangan
memegang handle bangku
7. Pengukuran kekuatan kontraksi isometrik otot quadrisep dengan dinamometer
jinjing dilakukan dengan metode make-test, yaitu dinamometer dipegang tidak
bergerak oleh pemeriksa. Pasien diminta untuk mengekstensikan lututnya dari
41
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
posisi fleksi lutut 90o sampai 60o sambil berusaha melawan tahanan dengan
dinamometer pada posisi fleksi lutut 60 derajat
8. Ujung dinamometer jinjing diletakkan tegak lurus pada permukaan ekstensor
tungkai bawah tepat di proksimal malleolus
9. Pada setiap tungkai dilakukan satu kali percobaan dan tiga kali pengukuran
kekuatan kontraksi isometrik otot quadrisep, diselingi istirahat 10 detik. Nilai
kekuatan otot kuadrisep adalah nilai tertinggi dari tiga kali pengukuran, kemudian
dicatat sebagai kekuatan kontraksi isometric otot quadrisep
10. Setelah uji kekuatan otot selesai, pasien harus melakukan pendinginan kembali
dengan latihan peregangan otot kuadrisep dan hamstring selama 6 detik sebanyak
3 kali pengulangan untuk setiap otot.
11. Pengukuran otot yang lain prosedurnya analog seperti diatas.
42
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 6
__________________________________________________________________
Pinchmeter
Pinchmeter adalah alat untuk menguji kekuatan otot-otot tip pinch, lateral pinch dan
three-jaw chuck
Prosedur Pemeriksaan
Tip Pinch:
1. Pasien menjepit ujung pinch meter dengan ujung ibujari dan jari kedua, dan antara
ujung ibu jari dengan ujung jari kedua dan jari ketiga
2. Berikan instruksi kepada pasien dan lakukan contoh
3. Ucapkan : “Apakah anda siap? Jepit sekeras yang dapat anda lakukan “
4. Saat pasien melakukan gerakan menjepit, diberikan kata-kata seperti “Ayo, lebih keras
lagi”
5. Dilakukan 3 kali gerakan menjepit dan beristirahat diantaranya
6. Rerata 3 trial dicatat.
7. Bandingkan dengan data normal (tabel 1)
Gambar:
Pemeriksaan Tip
Pinch
43
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lateral Pinch:
1. Pasien menjepit pinchmeter diantara bantalan ibujari dan sisi lateral jari kedua
2. Instruksi dan prosedur sama dengan saat uji tip pinch
3. Bandingkan dengan data normal (tabel 2)
Gambar:
Pemeriksaan
Lateral Pinch
44
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar:
Pemeriksaan
Three Jaw Chuck
45
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar kiri:
B&L Pinchmeter
Gambar kanan:
Jtech Pinchmeter
46
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen
Kontrol Postur
Definisi
Istilah postur kontrol, balans, equilibrium merupakan sinonim dari suatu konsep
mekanisme dari tubuh sendiri untuk menghindari jatuh atau kehilangan keseimbangan.
Tujuan
Menilai adanya disfungsi postur kontrol/masalah balans. Kontrol posisi tubuh
mempunyai tujuan untuk stabilitas dan orientasi.
Jenis Prosedur
• Pediatric Balance Scale (PBS)
• Berg Balance Scale
Indikasi
• Disfungsi postur kontrol, misalnya pada:
• Cerebral Palsy
• Gangguan muskuloskeletal
• Gangguan neuromuskular
• Gangguan sensoris
• Gangguan balans
47
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Kontra indikasi
• Pasien dengan gangguan kesadaran
• Pasien dengan afasia sensorik
• Pasien dengan demensia
• Pasien dengan gangguan penglihatan yang tidak terkoreksi
• Pasien yang tidak kooperatif
Efek Samping/Komplikasi:
Jatuh
Peresepan
• Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
• Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan tergantung kondisi pasien.
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien/keluarga tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
• Mc Coy SW, Ph.D, Dept of Rehabilitation Medicine University of Washington, Seattle,
WA, USA
• wDe GraaPeters VB, Blauw-Hospers CH, Dirks T, Bakker H, Hadders-Algra M.
Development of postural control in typically developing children and children with
cerebral palsy : Possibilities for intervention ?. Neuroscience and Biobehavioral
Review 31 (2007) 1191 – 1200. www.sciencedirect.com. Cited on August 15, 2011
48
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Persiapan peralatan
• Kursi yg bisa diatur tinggi-rendahnya, dengan sandaran punggung dan tangan serta
meja anak
• Stopwatch
• Dingklik 6 inci
• Penggaris
Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan serta efek samping pemeriksaan
Prosedur:
• Uji/tes PBS yang dilakukan :
• Sit to stand & Stand to sit
• Sit unsupported
• Transfers
• Stand unsupported, with eyes closed, with feet together, heel-to-toe
• Stand on one foot
• Turn 360 0
• Turn to look behind
• Retrieve object from floor
• Place alternate feet on stool
• Reach forward with outstretched arm
Catatan : PBS bisa dilakukan pada anak ≥ 5 tahun.
49
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Berg Balance Scale (BBS) digunakan untuk menilai keseimbangan pada orang dewasa
atau otang tua yang memiliki gangguan pada fungsi keseimbangan dengan menilai
performa dalam menjalankan tugas fungsional. BBS terdiri dari 14 penilaian.
Penilaian:
Penilaian berupa skala 0-4, dengan 0 menandakan paling rendah, 4 menandakan fungsi
paling tinggi. Nilai total = 56.
Hasil penilaian:
41-56 = Resiko jatuh rendah
21-40 = Resiko jatuh sedang
00-20 = Resiko jatuh tinggi
Untuk penilaian perkembangan fungsi diperlukan perbedaan hasil lebih dari 8 diantara
dua pemeriksaan.
50
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Instruksi Umum
Catatlah setiap tugas dan beri instruksi sesuai yang tertulis. Ketika melakukan penilaian,
catatlah respon terendah pada setiap pemeriksaan,
Pada hampir semua pemeriksaan, pasien diminta untuk bertahan dalam posisi
tertentun untuk beberapa waktu. Nilai berkurang jika:
• Waktu atau jarak yang diperlukan tidak terpenuhi
• Pasien membutuhkan supervisi selama mengerjakan tes
• Pasien menyentuh support lain atau menerima bantuan dari pemeriksa.
Instruksi
w Duduk ke berdiri
Instruksi: Coba berdiri. Usahakan tidak menggunakan tangan untuk support
( ) 4 Dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan menstabilkan diri secara
mandiri
( ) 3 Dapat berdiri sendiri menggunakan tangan
( ) 2 Dapat berdiri menggunakan tangan setelah mencoba beberapa kali
( ) 1 Membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri atau menstabilkan diri
( ) 0 membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri
w Berpindah tempat
Instruksi: Atur kursi untuk pivot transfer. Minta pasien untuk berpindah satu kali ke
kursi dengan pegangan tangan dan satu kali ke kursi tanpa pegangan tangan. Bisa
menggunakan 2 kursi atau 1 kursi dan 1 ranjang.
51
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
52
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
w Berputar 360o
Instruksi: Berputar penuh 1 putaran, berhenti, kemudian berputar lagi 1 putaran
penuh ke arah berlawanan.
( ) 4 dapat berputar penuh 360o dengan aman dalam 4 detik atau kurang
( ) 3 dapat berputar penuh 360o dengan aman hanya ke 1 sisi dalam 4 detik atau
kurang
( ) 2 dapat berputar penuh 360o dengan aman tetapi lambat
( ) 1 butuh pengawasan ketat atau bantuan verbal
( ) 0 membutuhkan bantuan saat berputar
w Bergantian menaruh kaki di dingklik
Instruksi: Letakkan setiap kaki secara bergantian diatas dingklik. Lanjutakan sampai
setiap kaki telah menyentuh dingklik sebanyak 4 kali.
( ) 4 dapat berdiri sendiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik dengan
aman
( ) 3 dapat berdiri sendiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam >20 detik
( ) 2 mampu menyelesaikan 4 langkah dengan supervisi tanpa bantuan
( ) 1 mampu menyelesaikan >2 langkah dan membutuhkan bantuan minimal
( ) 0 membutuhkan bantuan agar tidak jatuh/tidak mampu mencoba
w Berdiri dengan satu kaki di depan
Instruksi: (demonstrasikan ke pasien). Letakkan satu kaki tepat di depan kaki lainnya.
Apabila tidak dapat meletakkan tepat di depan kaki , coba untuk melangkah cukup
jauh sehingga bagian tumit kaki yang melangkah berada di depan jari-jari kaki yang
dibelakang (Untuk dapat mencapai 3 poin, panjang langkah harus melebihi panjang
kaki laiinya, dan lebar antara kedua kaki tidak lebih lebar dari posisi normal pasien
tersebut saat berjalan.)
( ) 4 dapat meletakkan kaki tandem satu sama lain secara mandiri dan
bertahan selama 30 detik
( ) 3 dapat meletakkan kaki di depan kaki lainnya secara mandiri dan bertahan
selama 30 detik
( ) 2 dapat melangkah kecil secara mandiri dan bertahan selama 30 detik
( ) 1 butuh bantuan untuk melangkah tetapi dapat bertahan selama 15 detik
( ) 0 kehilangan keseimbangan saat melangkah atau berdiri
53
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
54
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen Sensori-Persepsi
dan Praksis Pada Anak
Definisi
Sensori integrasi adalah suatu proses neurologis yang mengintegrasikan sistem
sensoris, visual, auditif, taktil, vestibular, dan proprioseptif sehingga timbul suatu
persepsi yang memungkinkan seorang anak dapat beradapatasi secara optimal dengan
lingkungannya. Sedangkan praksis adalah kemampuan seseorang memberi respon
terhadap persepsi sensoris yang diterimanya dengan merencanakan suatu aktivitas,
tahapan geraknya, dan mampu melaksanakan apa yang telah direncanakan.
Tujuan
• Menilai adanya gangguan sensori-persepsi
• Menilai adanya gangguan praksis
Jenis Prosedur
• Pemeriksaan Klinis
w Romberg Test
w Heel to Toe
w Berdiri Dengan Satu Kaki
w Modified Postural Schilder’s Arm Extension Test
w Skipping
w Series of Jumps
w High Kneeling
w Antigravity Extension
w Pergerakan Mata
w Slow Ramp Movement
w Sequential Finger
w Diadokokinesis
w Memproyeksikan Tindakan Dalam Waktu dan Ruang
w Comfort with gravity
55
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Indikasi
• Kesulitan belajar
• Gangguan perilaku
• Autistic spectrum disorders
• Attention Deficit Hyperactive Disorders, Attention Deficit Disorder
• Kelainan bipolar, kelainan ansietas, psychosocial, post traumatic stress disorders
Kontra indikasi
Anak yang mempunyai alergi terhadap bahan dan alat yang dipergunakan untuk test.
Efek Samping/Komplikasi
Over stimulasi sehingga mempengaruhi perilaku yang ada.
Peresepan
Tidak ada
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda pemeriksaan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Menjelaskan efek samping dan komplikasi pemeriksaan
3. Pelaksanaan pemeriksaan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Ayres (1979). Sensory Integration and the child Los Angeles, Western Psychologycal
Services
2. Ayres (1989). Sensory Integration and Praxis test Los Angeles, Western Psychologycal
Services
3. Dunn W (1999). Sensory Profile, San Antonio, TX: the Psychological Corporation
4. Yack, Sutton, Aquilla (1998). Building Bridges through Sensory Integration.
5. William & Shellenberger (1996). How does your Engine Run: The Alert Program for
self Regulation
56
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran
__________________________________________________________________
Observasi Klinis
1. Romberg Test
Berdiri dengan kaki dirapatkan.
Alat-alat:
Stopwatch, busa lembut, dan formulir isian observasi klinis.
Deskripsi:
Selama observasi pemeriksaan berdiri dengan kaki dirapatkan (Standing with Feet
Together atau SFT) penilai mengukur kemampuan anak untuk mempertahankan
posisi berdiri di atas permukaan yang keras dan lembut dengan mata terbuka dan
tertutup.
Tujuan:
Posisi SFT mengukur kontrol postur anak dibawah empat kondisi:
• Mata terbuka, permukaan keras mengukur kontrol postur menggunakan
petunjuk vestibular, somatosensoris dan visual.
• Mata tertutup, permukaan keras mengukur kontrol postur terkait pada petunjuk
vestibular dan somatosensoris.
• Mata terbuka, permukaan lembut mengukur kontrol postur terkait pada
petunjuk visual dan vestibular.
• Mata tertutup, permukaan lembut mengukur kontrol postur terkait pada
petunjuk vestibular.
Aspek-aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Demonstrasikan semua aspek dari pemeriksaan, dan memotivasi anak
berpartisipasi secara aktif.
• Mulai dengan kondisi permukaan lembut. Ketebalan permukaan lembut
seharusnya antara 2-3 inci (alas tikar lembut diperbolehkan).
• Jarak antara kedua kaki tidak boleh melebihi 2 inci.
• Mulai menghitung waktu segera setelah anak mencapai posisi SFT dan berhenti
segera setelah kaki anak tidak lagi berada dalam posisi SFT.
• Percobaan tidak perlu diulang jika nilai maksimal sudah dicapai pada percobaan
pertama.
• Tes pada permukaan keras dilakukan jika anak tersebut tidak dapat menahan
posisi SFT selama lebih dari 5 detik pada permukaan lembut.
• Catat waktu dalam detik
• Jika anak membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi SFT, nilai pada
percobaan pertama dianggap 0.
• Pergerakan pergelangan kaki yang halus masih diperbolehkan.
• Hentikan penghitungan waktu walau hanya terjadi sedikit pergeseran kaki yang
menyebabkan anak tidak lagi berada dalam posisi SFT.
• Hentikan penghitungan waktu jika nilai maksimal tercapai (20 detik).
57
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
2. Heel to Toe
Berdiri dengan satu kaki berada di depan kaki yang lainnya.
Alat-alat:
Stopwatch, busa lembut, dan formulir isian observasi klinis.
Deskripsi:
Posisi tumit bertemu ujung jari kaki mengukur kemampuan anak untuk
mempertahankan posisi berdiri dengan satu kaki berada di depan kaki yang lainnya
dibawah empat kondisi.
Tujuan:
Pengamatan heel to toe telah dimanfaatkan sejak dulu sebagai alat pengukuran
dari keseimbangan dan kontrol postur. Dari sudut pandang postur, posisi heel
to toe lebih sulit daripada posisi Romberg. Kondisi mata terbuka, mata tertutup,
permukaan kasar, dan permukaan lembut mengganggu kemampuan anak
mengontrol postur melalui sistem visual, somatosensori dan vestibular.
Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Demonstrasikan semua aspek dari pemeriksaan, dan memotivasi anak
berpartisipasi secara aktif.
• Tungkai yang dominan harus berada di belakang, dengan jempol kaki
menyentuh tumit dari kaki yang non-dominan / kaki yang berada di depan.
• Catat waktu dalam detik, mulai penghitungan waktu segera setelah anak
mencapai posisi heel to toe dan hentikan penghitungan segera setelah kaki
anak tidak lagi berada dalam posisi heel to toe.
• Jika anak membutuhkan banuan untuk mencapai posisi, nilai percobaan
pertama dianggap 0.
• Pergerakan pergelangan kaki yang halus masih diperbolehkan.
• Hentikan penghitungan waktu walau hanya terjadi sedikit pergeseran kaki yang
menyebabkan anak tidak lagi berada dalam posisi heel to toe.
58
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Deskripsi
Tes berdiri dengan satu kaki menilai kemampuan anak untuk mempertahankan
keseimbangan saat berdiri pada kaki kanan (R)/kiri (L) dengan mata terbuka dan
tertutup.
Tujuan:
Berdiri dengan satu kaki sejak lama sudah digunakan dalam megukur keseimbangan
dan kontrol postur. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk melengkapi
pengukuran lainnya dari kemampuan anak dalam mengontrol postur.
Aspek kuantitatif
Instruksi:
• Demonstrasikan semua aspek dari pemeriksaan, dan memotivasi anak
berpartisipasi secara aktif.
• Catat waktu dalam detik, dimulai segera setelah anak mencapai posisi tes dan
hentikan segera setelah kaki yang diangkat menyentuh lantai.
• Penilaian pada usaha pertama dianggap 0 jika anak membutuhkan bantuan.
• Pergerakan pergelangan kaki yang halus masih diperbolehkan.
• Tidak boleh melingkarkan kaki yang diangkat pada kaki tumpuan
59
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
PARAMATER YA TIDAK
Merubah posisi pergelangan kaki untuk mempertahankan
keseimbangan
Memperlihatkan kesegarisan ekstremitas bawah yang adekuat
Total
Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk mempertahankan posisi berdiri dengan lengan
terulur ke depan dan penguji menggerakkan kepala anak dari satu sisi ke sisi lain.
Tujuan:
Tes ini untuk menilai apakah anak dapat menggerakkan kepalanya dari satu sisi ke
sisi lain secara independen dari gerakan badan dan ekstremitas atas atau gerakan
asosiasi lainnya; hal ini mengindikasikan proses proprioseptif yang adekuat.
A. Aspek Quantitatif
Instruksi:
• Anak diminta untuk berdiri dan mengulurkan kedua lengannya ke depan
(bahu flexi 90° dengan siku, pergelangan tangan dan jari-jari dalam keadaan
ekstensi)
60
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Penilaian: Lingkari skor penilaian sesuai dengan rotasi pergerakan batang tubuh atau
ekstremitas atas
B. Aspek kualitatif
Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut ini (area ungu mengindikasikan
parameter tipikal atau yang diharapkan)
PARAMATER YA TIDAK
Gerakan choreoathetoid yang teramati (jari)
Turunnya ekstremitas atas
Kehilangan keseimbangan
Adanya tahanan saat kepala digerakkan secara pasif
Total
5. Skipping (Lompat)
Alat-Alat:
Penghitung waktu (5 detik) dan formulir isian observasi klinis
Deskripsi:
Selama observasi ini, anak diminta untuk melompat ringan, dari satu kaki ke kaki
lainnya. Penguji mencatat dan menilai kemampuan anak melompat dalam 5 detik.
Tujuan:
Pengamatan ini berhubungan dengan kemampuan anak untuk menghasilkan
gerakan yang membutuhkan koordinasi motorik bilateral dan kemampuan praksis.
A. Aspek KUANTITATIF
Instruksi:
• Jangan lakukan tes ini pada anak di bawah 5 tahun.
• Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan memotivasi anak untuk
berpartisipasi secara aktif.
• Catat jumlah lompatan, mulai menghitung ketika anak mulai melompat.
• Hitung “1” ketika panggul atau lutut fleksi dalam lompatan pertama dan
61
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
lanjutkan menghitung setiap kali kaki yang sama melakukan lompatan (tidak
dalam urutan lengkap)
• Stop menghitung ketika anak mengalami hambatan saat melompat atau jika
ada gerakan tidak lancar atau tidak berurutan (seperti melompat dua kali
dengan kaki yang sama)
• Ulangi tes ini
B. Aspek Kualitatif
Instruksi:
Amati dan catat adanya parameter berikut ini (area ungu mengindikasikan
parameter tipikal atau yang diharapkan)
PARAMATER YA TIDAK
Gerakan lancar (selama gerakan)
Adanya gerakan berkelanjutan (di antara
gerakan melompat)
Total
6. Series of Jumps
Alat-Alat:
Stopwatch (diatur untuk 5 detik) dan formulir isian observasi klinis
Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk melakukan 3 jenis lompatan yang berbeda (
jumping jack, symmetrical stride jump , reciprocal stride jump) seperti yang
dicontohkan oleh penguji.
Tujuan:
Pengamatan ini berhubungan dengan perencanaan gerak anak dan kemampuan
koordinasi motorik bilateral.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Jangan lakukan pada anak di bawah 6 tahun.
• Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi
secara aktif. Biarkan anak melakukan 3 kali percobaan untuk masing-masing
jenis lompatan sebelum tes dimulai.
• Anak harus berada dalam posisi netral sebelum melakukan lompatan
• Catat jumal urutan lompatan, mulai penghitungan segera setelah anak
62
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
memulai lompatan
• Catat jika anak butuh bantuaan untuk diposisikan
• Untuk jumping jacks, penghitungan dilakukan saat tangan menyetuh
tungkai-mulai hitung “1” setelah urutan pertama . Untuk stride jumps ,
hitung ‘’1’’ ketika lengan atau kaki mengayun ke depan dan lanjutkan hitung
ketika lengan / kaki kembali pada posisi maju.
• Ulang percobaan untuk setiap lompatan
B. Aspek Kualitatif
Petunjuk: Amati dan catat adanya parameter berikut: (area ungu mengindikasikan parameter yang diharapkan /
parameter typical)
PARAMATER YA TIDAK
Pergerakan lancar
Gerakan serentak dari ekstremitas
atas dan bawah
Gerakan yang berkelanjutan
TOTAL
7. High Kneeling
Alat-Alat:
Bola tenis, matras (15 x15 persegi) dan formulir isian observasi klinis.
Gambaran:
Pada tes ini, anak diminta untuk berlutut dan menempatkan lengan pada posisi
flexi 900 dan berputar 450 dari posisi garis tengah ke arah luar. Pada posisi ini, anak
diminta untuk menggapai sebuah bola yang ditempatkan pada jarak tertentu dari
jarinya.
Tujuan:
Tujuan dari tes ini adalah menilai kemampuan anak untuk menggunakan
keterampilan kontrol postural antisipasi. Tes ini untuk melengkapi tes keseimbangan
yang lain.
63
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi
secara aktif . Tempatkan ujung matras dekat jari anak dan bola pada ujung
matras yang yang berlawanan.
• Catat jika anak mampu untuk menggapai dan menggapai bola mainan
tanpa jatuh atau menyentuh matras.
• Perubahan posisi diperbolehkan asal anak dapat kembali ke posisi awal.
• Lakukan dua kali percobaan untuk setiap sisi.
• Jangan mengulang percobaan jika anak berhasil pada percobaan pertama.
Penilaian: Catat YA atau 1 untuk setiap kali anak dapat mencapai bola tenis dan kembali pada
posisi semula.
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Amati dan catat adanya parameter berikut : (area ungu mengindikasikan
parameter yang diharapkan/parameter yang khas)
PARAMATER YA TIDAK
Perubahan posisi namun dapat
kembali ke posisi awal
Total
8. Antigravity Extension
Alat-Alat:
Stopwatch dan formulir isian observasi klinis.
Deskripsi:
Selama tes ini, anak diminta untuk secara bersamaan mengangkat kepala, bagian
tubuh atas, lengan, dan tungkai bawah dari posisi tengkurap, sementara lutut dan
siku berada dalam keadaan ekstensi selama mungkin.
Tujuan:
Untuk mengamati kemampuan anak untuk mempertahankan posisi ekstensi penuh.
Posisi ini berhubungan dengan fungsi vestibular.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi
secara aktif.
64
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Arahkan anak untuk melakukan posisi yang diminta dan menahannya sebisa
mungkin, anda bisa menginstrusikan anak untuk menirukan posisi “pesawat
terbang” atau “superman”.
• Catat jika anak dapat melakukan posisi tersebut secara mandiri.
• Jika anak membutuhkan bantuan untuk melakukan posisi itu, nilai awal
percobaan adalah “0”.
• Catat waktu dalam detik, penghitungan dimulai langsung sesaat setelah anak
berada pada posisi tersebut dan hentikan penghitungan sesaat setelah paha,
badan atas atau ekstremitas menyentuh lantai.
• Selama tes, anak dimotivasi untuk mempertahankan posisi tersebut selama
dia mampu (berikan pengingat waktu, dll).
• Hentikan penghitungan waktu bila nilai maksimal telah dicapai (30 detik).
• Tes tidak perlu diulang bila nilai maksimal telah dicapai pada saat tes
pertama kali.
Nama Waktu dalam detik (I) Waktu dalam detik (II) Total
Ekstensi dalam posisi tengkurap
Jumping Jacks (II)
B. Aspek Kualitatif
Instruksi:
Observasi dan catat adanya parameter berikut (area ungu mengindikasikan parameter yang diharapkan / khas):
PARAMATER YA TIDAK
Mengangkat ekstremitas atas dan bawah secara serentak
Kepala berada di tengah
Tubuh bagian atas tidak menyentuh permukaan lantai
Panggul dan lutut dalam posisi ekstensi
Paha tidak menyentuh permukaan lantai
Melakukan dengan mudah
Melakukan tes pertama secara mandiri
9. Antigravity Flexion
Alat-Alat:
Stopwatch dan formulir isian observasi klinis
Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk melengkungkan tubuh pada posisi berbaling
terlentang dan mempertahankan posisi ini selama mungkin.
Tujuan:
Untuk menilai aspek dari proses somatosensori dan kemampuan praksis anak.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Lakukan seluruh aspek dalam tes ini dan motivasi anak untuk berpartisipasi
secara aktif.
65
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
• Arahkan anak untuk melakukan posisi itu dan menahannya sebisa mungkin,
anda bisa menginstrusikan anak tersebut untuk berpura-pura menjadi
“sebutir telur”.
• Catat jika anak dapat melakukan posisi tersebut secara mandiri.
• Jika anak membutuhkan bantuan untuk melakukan posisi itu, nilai awal
percobaan adalah “0”.
• Catat waktu dalam detik, penghitungan dimulai langsung sesaat setelah
anak berada pada posisi tersebut dan hentikan penghitungan sesaat setelah
kepala, bahu, atau kaki menyentuh lantai.
• Selama tes, anak dimotivasi untuk mempertahankan posisi tersebut selama
dia mampu (berikan pengingat waktu, dll).
• Hentikan penghitungan waktu bila nilai maksimal telah dicapai (60 detik).
• Tes tidak perlu diulang bila nilai maksimal telah dicapai pada saat tes
pertama kali.
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut (area ungu mengindikasikan parameter yang diharapkan / khas):
PARAMATER YA TIDAK
Mengangkat ekstremitas atas dan bawah secara
serentak
Kepala berada di tengah dan dagu menempel
pada dada
Bahu tidak menyentuh lantai
Flexi panggul dan lutut
Tangan bebas, tidak dalam posisi menahan
Melakukan dengan mudah
Melakukan posisi secara mandiri
Total
Deskripsi:
Menilai kemampuan anak untuk memindahkan tatapan matanya ke arah
yang berbeda sama baiknya dengan kemampuannya untuk mempertahankan
kestabilan tatapan saat pergerakan kepala.
66
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Tujuan:
Untuk untuk menilai kemampuan anak menggunakan pergerakan mata dan
kemampuan stabilitas okular. Kemampuan ini berhubungan dengan fungsi
kemampuan dasar okular.
A. Aspek Kuantitatif
Intruksi:
• Arahkan anak untuk duduk berhadapan dengan anda.
• Perlihatkan semua aspek dari kemampuan mempertahankan mata pada
suatu target saat pergerakan kepala dari atas ke bawah.
• Letakkan mainan 12 inci dari wajah anak dan instruksikan anak untuk
melihat ke arah mainan dan menggerakkan kepala ke atas dan ke
bawah. Ulangi bila usaha pertama tidak berhasil.
• Bila perlu, perlihatkan semua aspek dari kemampuan mempertahankan
mata pada suatu target saat menggerakkan kepala dari samping ke
samping.
• Letakkan mainan 12 inchi dari wajah anak dan instruksikan anak untuk
melihat ke mainan dan menggerakkan kepala dari samping ke samping.
• Ulangi bila usaha pertama tidak berhasil.
• Bila perlu, perlihatkan semua aspek dari kemampuan anak untuk melihat
suatu target di posisi 450 dari garis tengah tubuh saat kepala tidak
bergeerak. Bila kepala distabilisasi, sehingga anak dapat menggerakkan
mata tanpa menggerakkan kepala.
• Letakkan mainan 12 inchi dari wajah anak dan instruksikan anak untuk
melihat ke mainan tapi jangan menggerakkan kepala.Ulangi apabila
tidak berhasil pada percobaan pertama.
Penilaian: Lingkari skor ( iya / tidak ) untuk percobaan 1 dan 2 ( bila perlu ) untuk setiap
Item Ya Tidak Jumlah
Mempertahankan mata pada target saat menggerakkan kepala dari atas ke
bawah ( I )
Mempertahankan mata pada target saat menggerakkan kepala dari atas ke
bawah (II)
Mempertahankan mata pada target saan menggerakkan kepala dari
samping ke samping (I)
Mempertahankan mata pada target saan menggerakkan kepala dari
samping ke samping (II)
Mengikuti objek yang digerakkan 45 derajat melewati garis tengah dengan
kepala yang tidak bergerak ( I )
Mengikuti objek yang digerakkan 45 derajat melewati garis tengah dengan
kepala yang tidak bergerak ( II )
Jumlah
67
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
B. Aspek Kualitatif
Perintah:
Observasi dan catat adanya parameter berikut ( indikator area ungu / parameter tipikal )
PARAMATER YA TIDAK
Melakukan dengan baik ( melakukan dengan halus)
Melewati garis tengah ( tidak ada pergerakaan tersendat-sendat saat
melewati garis tengah )
Nyaman dengan tes ( tidak menggosok mata, tidak ada kedipan
berlebihan, dll)
Jumlah
Deskripsi:
Pada tes ini, anak diminta untuk meniru gerakan ekstremitas atas yang dilakukan
oleh pemeriksa secara lambat dan bertahap.
Tujuan:
Tes ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk mengikuti/meniru pergerakan
halus yang ditampilkan oleh pemeriksa. Tujuan observasi adalah untuk
melengkapi observasi lain yang berhubungan dengan proses proprioseptif.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Minta anak untuk duduk berhadapan dengan anda.
• Katakan ke anak “Tirukan apa yang saya lakukan dan lakukan bersama-
sama dengan saya” Abduksikan bahu 900 dengan siku, pergelangan
tangan dan jari-jari dalam posisi ekstensi.
• Dalam waktu 5 detik, fleksikan siku, pergelangan tangan dan jari-jari
hingga jari-jari menyentuh bahu ( catatan bahu dipertahankan pada
posisi abduksi 900 selama tes berlangsung). Kembali ke posisi biasa ( 5
detik )
• Catat kualitas dari pergerakan anak dan kemampuan untuk
menampilkan pergerakan secara bersamaan dengan pemeriksa.
• Catat bila anak menyelesaikan gerakan pada waktu yang bersamaan
dengan pemeriksa ( atau dalam waktu 1 detik ), selesai sebelum atau
sesudah (dalam 2-3 detik), atau selesai sebelum atau sesudah ( 3 detik
atau lebih).
• Tes tidak perlu diulang bila skor maksimal telah dicapai pada percobaan
pertama.
68
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Penilaian: Lingkari skor yang sesuai dengan apa yang dikerjakan anak (contoh menyelesaikan dalam 1 detik, 2-3 detik, atau
3 atau lebih detik ) untuk setiap percobaan.
ITEM (I) (II)
Menyelesaikan pada waktu BERSAMAAN ( atau dalam waktu 1 detik ) 2 2
Menyelesaikan SEBELUM atau SESUDAH pemeriksa ( antara 2 – 3 detik ) 1 1
Menyelesaikan SEBELUM atau SESUDAH pemeriksa ( lebih dari 3 detik ) 0 0
Jumlah
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut: (area ungu indikasi yg di harapkan parameter tipikal).
PARAMATER YA TIDAK
Gerakan simetris ( Kiri dan Kanan )
Gerakan yang tidak tersendat-sendat ( kisaran waktu)
Kepala di garis tengah
Bisa meniru seluruh gerakan pemeriksa
Jumlah
Deskripsi :
Pada tes ini, anak diminta untuk meniru pemeriksa saat dia menyentuh setiap
jari tangan ke jempol secara berurutan.
Tujuan :
Untuk menentukan kemampuan anak melakukan gerakan berurutan yang
membutuhkan motoric planning dan kemampuan proses somatosensorik.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Lakukan semua aspek dari tugas.
• Katakan pada anak “ lihat jari saya. Perhatikan bahwa saya menyentuh
jari kelingking saya hanya sekali. Sekarang saya ingin kamu yang
melakukan. Saya akan melihat berapa kali kamu dapat melakukannya
dalam waktu 5 detik.” Letakkan pembatas antara kepala anak dan tangan
yang diuji.
• Hitung jumlah jari yang tersentuh secara berurutan dalam waktu 5 detik.
• Bila jari kelinging tersentuh dua kali, catat skor pencapaian sebelum
penyentuhan kedua.
• Ulangi pada tangan yang sama ( percobaan kedua ).
• Lengkapi 2 percobaan pada tangan lainnya.
69
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Observasi dan catat adanya parameter berikut: (area ungu indikasi yg di harapkan/parameter tipikal).
PARAMATER YA TIDAK
Pergerakan yang lancar ( tidak berhenti diantara pergerakan)
Tekanan yang adekuat
Tangan yang satunya tidak bergerak (tidak ada gerakan asosiasi)
Jumlah
13. Diadokokinesis
Alat-Alat:
Stopwatch (diatur 5 detik), pembatas, dan formulir isian klinis.
Deskripsi :
Pada observasi ini, anak diminta untuk melakukan gerakan lengan bawah
berurutan (pronasi-supinasi-pronasi) kanan dan kiri serta kedua lengan bawah
pada waktu yang bersamaan.
Tujuan :
Untuk mengukur aspek planning motoric dan kemampuan proses
somatosensorik.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Lakukan semua aspek dari tugas dan memotivasi anak untuk berapartisipasi
aktif.
• “Lihat saya. Saya mau kamu melakukan hal yang sama. Saya akan melihat
berapa kali kamu dapat melakukannya dalam waktu 5 detik. Tapi kamu
harus melakukannya dengan benar.”
• Catat jumlah pergerakan, penghitungan dimulai segera setelah anak
melakukan gerakan.
• Mulai hitung “1” saat memulai urutan pertama ( contoh : tepukan
pertama pada paha ).
• Lanjutkan menghitung saat tangan kembali ke posisi tersebut dan
menyentuh paha.
• Hentikan menghitung apabila kualitas gerakan menurun
(contoh punggung tangan tidak menyentuh paha)
• Lakukan 2 kali percobaan untuk tangan kanan, tangan kiri dan kedua-duanya.
70
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
B. Aspek Kualitatif
Instruksi : Observasi dan catat adanya parameter berikut: (area ungu indikasi yg di harapkan/ parameter tipikal).
PARAMATER YA TIDAK
Gerakan yang lancar
Gerakan berirama
Gerakan lengan bawah ( bahu tidak ikut bergerak )
Tangan satunya tidak bergerak (tidak ada gerakan asosiasi)
JUMLAH
Penjelasan:
Dalam observasi ini, anak diminta untuk melempar bola ukuran sedang atau
bola tenis ke udara, menepukkan kedua telapak tangan sebelum akhirnya
menangkap bola.
Tujuan:
Untuk menilai kemampuan motor planning yang berhubungan dengan
feedforward.
A. Aspek Kuantitatif
Intruksi:
• Lakukan semua aspek dalam pemeriksaan ini dan memotivasi anak
untuk berpartisipasi secara aktif.
• Untuk anak di atas 7 tahun, mulailah pemeriksaan ini dengan bola tenis.
“Saya akan melemparkan bola ke udara, tepuklah tangan sebanyak yang
kamu mampu kemudian tangkap bolanya. Bola harus dapat ditangkap
agar dapat dihitung. Maksimal adalah 3 kali tepukan tangan.”
• Untuk anak di bawah 7 tahun, gunakan bola dengan ukuran sedang.
• Catat jumlah tepukan tangan.
• Jika anak tidak mampu menangkap bola, skor adalah 0.
• Pemeriksaan dapat diulang sebanyak 2 kali untuk setiap bola.
71
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Skoring: Lingkari angka yang sesuai dengan jumlah tepukan tangan (yang dibarengi dengan tangkapan bola) untuk
setiap bola.
B. Aspek Kualitatif
Instruksi: Lakukan observasi dan catatlah ada tidaknya parameter-parameter di bawah ini
(area ungu menunjukkan parameter yang diharapkan/tipikal)
PARAMATER YA TIDAK
Melihat saat bola datang
Mengantisipasi dengan merubah posisi badan terhadap arah bola
Menyentuh bola (tetapi tidak menangkap)
Tidak dapat menangkap bola (gerakan menangkap terlalu cepat)
Tidak dapat menangkap bola (gerakan menangkap terlalu lambat)
Total
Deskripsi :
Pada observasi ini, anak diminta untuk a) duduk di atas bola terapi/kursi kecil
saat pemeriksa memiringkan sandaran kursi ke belakang, b) melompat dari
kursi orang dewasa dalam 2 situasi, dengan mata terbuka dan mata tertutup;
pemeriksa menilai dan mencatat perilaku anak.
Tujuan:
Menilai kemampuan anak untuk memproses kombinasi antara pengalaman
sensoris dengan dampaknya pada perilaku si anak.
A. Aspek Kuantitatif
Instruksi:
• Minta anak untuk duduk di atas kursi atau bola terapi. Instruksikan ke
anak tersebut “Saya akan memiringkan sandaran kursi/bola ke belakang.”
Saat pemeriksa memiringkan kursi ke belakang, catat reaksi anak
tersebut. Jika anak terlihat tidak nyaman, tanyakan apakah dia baik-baik
saja.
• Minta anak untuk berdiri di atas kursi prang dewasa dan melompat. Catat
apakah anak berhasil melompat. Ulangi dengan mata tertutup. Catat
apakah anak berhasil melompat.
72
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
PARAMATER YA TIDAK
Menolak saat sandaran kursi dimiringkan ke belakang
Memegang dengan erat tangan/baju terapis
Menunjukkan kecemasan, ketakutan dan kegelisahan yang berlebihan
Menolak untuk melompat dari kursi dengan mata terbuka
Menolak untuk melompat dari kursi dengan mata tertutup
Membuka mata saat melompat
Memanjat/menuruni kursi
Total
73
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen
Pola Jalan
Definisi
Asesmen pola jalan adalah prosedur untuk menilai pola jalan sesuai dengan six
determinant of gait.
Determinant of gait terdiri dari:
1. Pelvic rotation in the horizontal plane: swinging hip moves forward faster than
stance hip.
2. Pelvic tilt in the frontal plane: pelvis on side of swinging leg is lowered
3. Early knee flexion (15 degrees) during the first part of stance
4. Weight transfer from the heel to flat foot associated with controlled plantar flexion
during first part of stance
5. Late knee flexion (30-40 degrees) during the last part of the stance phase
6. Lateral displacement of the pelvis toward the stance limb. To reduce displacement
of CM
Tujuan
Mengetahui adanya gangguan pola jalan dan jenis gangguan untuk perencanaan tata
laksana
Jenis Prosedur
• Rivermead Gait Analysis
Indikasi
Kondisi dengan potensi adanya gangguan pola jalan, misalnya:
• Kelainan, penyakit, cedera musculoskeletal
• Kelainan dan penyakit neuromuskular
Kontra Indikasi
• Gangguan keseimbangan
74
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Efek Samping
• Fatigue
• Jatuh
Daftar Pustaka:
• Ayyappa E, Mohamed O. Clinical Assessment of Pathological Gait. In: Lusardi MM,
Nielsen CC, editors. Orthotics and Prosthetics in Rehabilitation 2nd ed. United States
of America: Saunders Elsevier; 2007. p35-51.
• Lord SE, Halligan PW, Wade DT. Visual Gait Analysis: the Development of a clinical
assessment and scale. Rivermead Rehabilitation Centre. 1998.
Gambar 2. Pembagian
siklus gait
75
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar 3. Pergeseran
pusat beban pada orang
dengan gait normal
76
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
77
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
78
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen
Fungsi Lokomotor
Definisi
Sistem lokomotor merupakan istilah lain sistem muskuloskeletal. Sistem ini bertanggung
jawab terhadap munculnya respon gerak otot yang diakibatkan perangsangan sistem syaraf.
Sistem lokomotor berperan penting untuk menunjang fungsi seseorang disamping
kapasitas fisik dan kebugaran.
Tujuan
a. Menegakkan diagnosis fungsi sistem lokomotor.
b. Mengetahui defisit fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh
gangguan fungsi lokomotor.
c. Untuk manajemen secara komprehensif.
Jenis Prosedur
• Dynamic gait analysis
• Functional Independence Measures subskala Lokomotor
• Timed up and go test
Indikasi
Bila ditemukan kelainan fungsi lokomotor
Kontra Indikasi
• Penurunan kesadaran
• Tidak kooperatif
• Nyeri hebat pada pemeriksaan musculoskeletal
• Fraktur
79
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Peresepan
Tidak ada
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda pemeriksaan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Menjelaskan efek samping dari pemeriksaan
3. Pelaksanaan pemeriksaan
Dilakukan secara bertahap dan menyeluruh sesuai dengan regio tubuh dan
dibandingkan kiri dan kanan (sesuai lampiran skema di bawah)
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan
Daftar Pustaka
• Spallek M, Kuhn W, Schwarze S, Hartmann B. Occupational medical prophylaxis for
the musculoskeletal system: A function-oriented system for physical examination
of the locomotor system in occupational medicine (Focus(C)). J Occup Med Toxicol.
2007.
• Shumway-Cook A, Wollacott M. Motor Control: Theory and Practical Applications.
Baltimore: Williams and Wilkins, 1995
80
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Penilaian:
Tandai hasil penilaian yang paling rendah yang sesuai dengan keadaan pasien. Total
nilai individual maksimum 24. Nilai 19 atau kurang berkaitan dengan peningkatan
resiko jatuh pada orang lanjut usia.
81
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
(2) Gangguan ringan: Memutar kepala dengan lancar dengan sedikit perubahan
kecepatan gait (mis., gangguan minor terhadap langkah gait atau menggunakan alat
bantu jalan.
(1) Gangguan sedang: Memutar kepala dengan perubahan sedang pada kecepatan
gait, melambat, tidak seimbang namun dapat kembali melanjutkan berjalan sendiri.
(0) Gangguan berat: Melakukan tugas dengan gangguan gait berat (mis., kehilangan
keseimbangan, berhenti, berpegangan pada dinding.
6. Melangkahi halangan
Instruksi: Mulailah melangkah dengan kecepatan normal. Ketika sampai di kotak
sepatu, langkahilah kotak sepatu itu, jangan berjalan memutarinya, dan terus
berjalan.
(3) Normal: Mampu berjalan melangkahi kotak tanpa perubahan kecepatan gait,
tidak tampak imbalans.
(2) Gangguan ringan: Mampu melangkahi kotak, namun perlu melambat dan
mengatur langkah untuk melewati kotak dengan aman.
(1) Gangguan sedang: Mampu melangkahi kotak tetapi harus berhenti kemudian
melangkahi. Membutuhkan bantuan verbal.
(0) Gangguan berat: tidak dapat melakukannya tanpa bantuan.
82
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
8. Menaiki tangga
Instruksi: Naikilah tangga ini seperti yang anda lakukan di rumah (mis.,
menggunakan pegangan jika perlu). Ketika sudah sampai atas, berputarlah dan
turun kembali.
(3) Normal: Menggunakan kaki berganti-gantian, tidak menggunakan pegangan
(2) Gangguan ringan: Menggunakan kaki berganti-gantian, harus menggunakan
pegangan.
(1) Gangguan sedang: Kedua kaki pada satu anak tangga, harus menggunakan
pegangan.
(0) Gangguan berat: Tidak dapat melakukannya dengan aman.
83
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2
__________________________________________________________________
84
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Tes ini untuk mengukur fungsi mobilitas secara keseluruhan, menilai kemampuan
transfer (berpindah tempat), berjalan dan merubah arah.
Prosedur:
• Pasien diminta untuk bangkit dari posisi duduk dari kursi dengan tinggi standar,
berjalan 3 meter pada permukaan rata, berputar kemudian berjalan balik kembali ke
posisi duduk, bergerak secepat dan seaman mereka mampu.
• Performa dinilai berdasarkan total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas.
• Nilai normal TUG bagi wanita usia lanjut (usia 65-85 tahun) yang tinggal di
komunitas adalah kurang dari 12 detik.
85
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen Kebugaran
Kardiorespirasi
Definisi
Asesmen kebugaran kardiorespirasi adalah pemeriksaan kemampuan maksimal sesaat
untuk menentukan kapasitas fungsi kardiorespirasi dan level aktivitas pada berbagai
kondisi.
Tujuan
• Menentukan keterbatasan fungsi kardiorespirasi yang terkait dengan aktivitas.
• Menentukan level/tingkat kebugaran kardiorespirasi pasien
• Memonitor keberhasilan terapi.
Jenis Prosedur
• Submaksimal tes:
w Timed up and go test
w Uji jalan 6 menit
• Maksimal tes:
w Uji Naik Turun Bangku (Harvard Step Test)
w Uji Latih dengan Sepeda Statis
w Uji Latih dengan Treadmill
Indikasi
• Orang normal
• Atlit/olahragawan
• Sedentary
• Geriatri
• Gangguan fungsi respirasi
• Gangguan kardiovaskular
• Sebelum peresepan latihan kebugaran pada orang difabel
86
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Kontraindikasi
• Gangguan fungsi luhur/demensia
• Pasien tidak kooperatif
• Gangguan musculoskeletal yang mengganggu ambulasi
• Khusus gangguan kardiovaskular:
w Absolut:
• Miokard infark akut ( 2 hari setelah serangan )
• Unstabel angina
• Aritmia yang tidak terkontrol
• Stenosis aorta yang berat
• Gagal jantung belum terkontrol
• Emboli paru akut
• Miokarditis atau perikarditis
• AV Blok derajat 3
w Relatif:
• Stenosis arteri koroner kiri
• Stenosis katup jantung sedang
• Ada gangguan elektrolit
• Hipertensi berat
• Takiaritmia atau bradiaritmia
• Kardiomiopati
• Ketidakmampuan berjalan secara fisik maupun mental
• Blok AV derajat 1 – 2 .
Efek Samping/Komplikasi
• Eksaserbasi akut gangguan jantung paru
• Henti jantung
• Nyeri dada
• Sesak nafas yang tidak dapat ditoleransi
• Mual, muntah
• Kejang otot tungkai
• Pusing sempoyongan
• Keringat dingin
• Pucat
Peresepan
• Kondisi kardiorespirasi stabil
• Pasien tidak diperkenankan melakukan kerja berat 2 jam sebelum tes dilaksanakan
• Pasien cukup istirahat pada malam sebelumnya
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Menjelaskan efek samping pemeriksaan
• Meminta dan menandatangani persetujuan secara tertulis
87
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
• ACVPR. Guidelines For Cardiac Rehabilitation and Secondary Prevention Programs. 3
rd ed. United State, Human Kinetics, 1999: 220-222.
• American Thoracic Society. ATS Statement: Guidelines for the Six-Minute Walk Test.
Am J Respir Crit Care Med 2002; 166: 111-117
• Fiorina C, Vizzardi E, Lorusso R, Maggio M, De Cicco G, Nodari S, Faggiano P and Dei
Cas L. The 6-min walking test early after cardiac surgery. Reference values and the
effects of rehabilitation programme. European Journal of Cardio-Thoracic Surgery
2007; 32: 724-729
• ACSM. ACSM’s Guidelines for Exercise Testing and Prescription. 7th ed. Philadelphia,
Lippincott Williams & Wilkins 2006. 93-109
• Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. St Louis. Mosby
1998. 78-89
88
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Tes ini untuk mengukur fungsi mobilitas secara keseluruhan, menilai kemampuan
transfer (berpindah tempat), berjalan dan merubah arah.
Prosedur:
• Pasien diminta untuk bangkit dari posisi duduk dari kursi dengan tinggi standar,
berjalan 3 meter pada permukaan rata, berputar kemudian berjalan balik kembali
ke posisi duduk, bergerak secepat dan seaman mereka mampu.
• Performa dinilai berdasarkan total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas.
• Nilai normal TUG bagi wanita usia lanjut (usia 65-85 tahun) yang tinggal di
komunitas adalah kurang dari 12 detik.
89
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Peralatan:
• Pengukur jarak (meter)
• Stopwatch
• 2 buah cone tanda untuk berputar
• Kursi
• Tensimeter, Oksimeter jari.
• Perlengkapan emergency (oksigen, nitrogliserin sublingual, automatic electronic
defibrillator)
• Area/koridor yang cukup luas untuk jalan (minimal panjang 30 meter)
Persiapan pasien:
• Pakaian yang dikenakan harus nyaman
• Sepatu atau alas kaki yang digunakan harus sesuai untuk berjalan
• Obat-obatan yang biasa dikonsumsi harus dilanjutkan
• Makanan ringan dapat dikonsumsi sebelum tes pagi hari ataupun sore hari
• Pasien tidak diperkenankan melakukan kerja berat 2 jam sebelum tes dilaksanakan
Prosedur:
1. Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan
informed consent)
2. Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas),
VAS, dyspneu scale, angina scale
3. Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru.
4. Mempersiapkan stop watch, tempat uji latih dengan memberi tanda tempat awal
dan jarak yang harus ditempuh serta kursi diantara jarak tempuh untuk tempat
istirahat dan tabung oksigen.
5. Pasien diberi instruksi untuk berjalan secepatnya (bukan berlari) dalam batas
nyaman, dari awal lintasan yang diberi tanda sampai ujung lintasan yang diberi
tanda, pada ujung lintasan pasien memutar balik mengelilingi conus ke arah awal
lintasan.
6. Pasien berjalan selama enam menit. Bila merasa lelah atau tidak nyaman pasien
dapat berhenti, duduk atau berdiri menyandar, sampai merasa nyaman untuk
kembali melanjutkan berjalan sampai waktu 6 menit habis. Selama pasien berhenti,
stopwatch tetap jalan. Setiap I menit berjalan, pendamping menginformasikan
ke pasien sisa waktu yang tersisa (khusus untuk PPOK, tanpa menggunakan suara
bernada memacu pasien untuk berjalan cepat selama uji latih berlangsung).
7. Selama pasien berjalan, pendamping mengawasi saturasi Oksigen atau tanda vital
lainnya untuk melihat adakah indikasi untuk terminasi latihan.
8. Setelah 6 menit berjalan, pasien duduk untuk diperiksa tanda-tanda vital, saturasi
oksigen, skala Borg.
9. Jarak yang ditempuh dalam 6 menit dicatat untuk dimasukkan dalam rumus di
bawah.
90
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Hasil Pengukuran:
• Hasil uji jalan didapat jarak dalam meter
• Dikonversi untuk mendapat nilai VO2Max sesuai rumus di bawah
• VO2 Max dikonversi untuk mendapat nilai Metabolic Equivalent (METs) yang akan
dipakai menentukan level energy expenditure
i. Pasien Jantung :
SKALA BORG
USAHA SESAK KAKI LELAH
6 0 tidak ada 0 tidak ada
7 sangat, sangat mudah 0,5 tidak nyata 0,5 tidak nyata
8 1 sangat ringan 1 sangat ringan
9 sangat mudah 2 ringan 2 ringan
10 3 sedang 3 sedang
11 ringan 4 sedikit berat 4 sedikit berat
12 5 berat 5 berat
13 sedikit berat 6 6
14 7 sangat berat 7 sangat berat
15 berat 8 8
16 9 9
17 sangat berat 10 sangat, sangat berat 10 sangat, sangat berat
18
19 sangat, sangat berat
20 tidak tertahankan Tak tertahankan
91
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Peralatan:
• Bangku gym (tinggi 45cm), atau sesuai tinggi badan
• Stopwatch
Prosedur:
• Persiapan subyek sebelum uji kebugaran (informasi persyaratan dan informed
consent)
• Mengukur tinggi badan, tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernafasan
• Melakukan pemeriksaan fisik jantung dan paru
• Mempersiapkan metronom (dengan frekuensi 120x/menit), bangku sesuai tinggi
badan, kursi untuk istirahat.
• Subyek diminta berdiri menghadap bangku, mengangkat salah satu kakinya
di bangku, tepat pada detak pertama, pada detak ke dua kaki yang lain naik ke
bangku, detak ke tiga kaki pertama turun, diikuti kaki yang lain turun pada detak ke
empat.
• Siklus diulang terus sampai subyek tidak mampu melanjutkan, maksimum 5 menit.
• Subyek kemudian dipersilahkan duduk di kursi, dihitung frekuensi denyut nadi
sebanyak 3 kali, masing masing 30 detik menit pertama, menit kedua dan menit ke
tiga.
• Indeks tingkat kebugaran subyek dihitung dengan rumus uji naik turun bangku
dengan hasil sesuai tabel
Penilaian
Masukkan ketiga hasil perhitungan denyut nadi ke dalam rumus di bawah ini:
Above Below
Gender Excellent Average Poor
Average Average
92
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4
__________________________________________________________________
Pelaksanaan:
• Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan
informed consent)
• Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas,
VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan.
• Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru.
• Penderita diminta melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai
bawah selama 3-5 menit.
• Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit
• Penderita diminta naik sepeda statis dan mengayuh dengan kecepatan 50 rpm
tanpa beban selama 1-2 menit untuk pemanasan
• Beban kemudian ditingkatkan hingga denyut nadi mencapai 125-170x/menit
(atau mencapai 5-6 menit), nadi setiap menit dihitung dan tekanan darah diukur
setiap 3 menit.
• Bila dalam 6 menit nadi<120x/menit, maka beban ditingkatkan 1 Kp.
• Setelah target tercapai nadi diukur pada menit ke 5 dan 6 tes, hitung rata-
ratanya.
• Pelan pelan beban diturunkan sampai ke nol dengan mengayuh pelan pelan,
lalu di stop setelah 2-3 menit.
Penilaian:
• VO2max ditentukan melalui normogram, dikalikan dengan faktor koreksi
menurut umur
Gambar:
Sepeda Monark
Disadur dari: http://www.
docstoc.com
93
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar:
Modified Astrand-
Ryhming Normogram
Disadur dari:
http://www.brianmac.
co.uk/cycle6min.htm
94
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Pelaksanaan:
• Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan
informed consent)
• Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas,
VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan.
• Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru.
• Penderita diminta melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai
bawah selama 3-5 menit.
• Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit
• Penderita diminta naik sepeda statis dan mengayuh dengan kecepatan 50 rpm
dengan beban awal 20 Watt. Waktu awal dihitung secara otomatis waktu rpm
mencapai 30 rpm.
• Setiap menit beban dinaikkan 10 Watt, sampai penderita tidak mampu
mengayuh lagi, nadi dan tekanan darah dihitung setiap menit
• Setelah selesai dicatat nadi , tekanan darah dan keluhan subyektif terakhir.
• VO2max dapat dihitung dari tabel Modified Astrand-Ryhming Normogram
Penilaian:
• VO2max ditentukan melalui normogram, dikalikan dengan faktor koreksi menurut umur
Prosedur:
• Persiapan pasien ,informasi persyaratan dan informed consent.
• Melakukan pemeriksaan tanda vital ( tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
nafas, VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan.
• Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru.
• Penderita melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai bawah selama 3-5
menit.
• Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit
• Penderita diminta naik sepeda statis dan mengayuh dengan kecepatan 50rpm.
Waktu awal dihitung secara otomatis waktu rpm mencapai 30 rpm.
• Beban naik secara otomatis setelah sampai nadi mencapai 170-umur
• Penderita diminta tetap mengayuh selama 6 menit
• Nilai VO2max akan keluar secara otomatis
95
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 5
_______________________________________________________________
Prosedur:
• Persiapan pasien sebelum uji kebugaran/uji latih (informasi persyaratan dan
informed consent)
• Melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas,
VAS, dyspneu scale, angina scale), tinggi badan, berat badan.
• Melakukan pemeriksaan fisik jantung-vaskuler dan paru.
• Penderita diminta melakukan warming-up dengan stretching otot tungkai bawah
selama 3-5 menit.
• Catat denyut nadi istirahat, bila >100/menit ulang setelah 8 menit
• Penderita diberi contoh dulu posisi berdiri di treadmill, diberi informasi perubahan
kecepatan dan elevasi yang akan terjadi dan apa yang akan dirasakan bila diberi
edukasi bila terjadi kondisi emergency apa yang harus dilakukan.
• Setelah siap diatas treadmill, protokol dimulai secara otomatis, dimana kecepatan
dan sudut tanjakan berubah setiap 3 menit
• Setiap 3 menit nadi dan tekanan darah diukur, observasi keluhan subyektif, gejala
obyektif, dan Borg scale
• Nilai METs dapat diketahui dari tabel pencapaian tingkat dari protokol Bruce
Penilaian:
Nilai tes adalah waktu yang dibutuhkan untuk tes dalam satuan menit. Hasil ini dapat
diubah menjadi perkiraaan VO2max dengan rumus di bawah ini, dimana “T” adalah total
waktu penyelesaian (dalam satuan menit dan pecahan menit, misal 9 menit 15 detik =
9,25 menit.
96
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen
Gangguan Bahasa (Afasia)
Definisi
Afasia adalah kelainan proses berbahasa yang terkait dengan ekspresi berbahasa,
keseluruhan dari bahasa, atau keduanya. Afasia diklasifikasikan kedalam sindrom
khusus berdasarkan kemampuan untuk memproduksi, pemahaman, dan pengulangan
bahasa. Kemampuan untuk memproduksi bahasa dinilai dengan istilah kelancaran
(fluency), yang ditentukan dengan kecepatan bicara dan jumlah usaha dalam
memproduksi speech/bicara. Setiap sindrom afasia dihubungkan dengan kemampuan
berbahasa dan kelainan berbahasa tertentu.
Tujuan
1. Membuat diagnosis gangguan bicara dan berbahasa
2. Menentukan diagnosis sindrom afasia yang mana
3. Memberi informasi kepada pasien, lingkungannya dan orang ketiga lain
4. Menjadi titik tolak untuk penanganan logopedi (rehabilitasi)
Jenis Prosedur
• TADIR : Tes Afasia untuk Diagnosis Informasi Rehabilitasi
97
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Indikasi
• Pasien dengan gangguan komunikasi
• Pasien stroke
• Pasien dengan cedera atau lesi di otak
Kontraindikasi
tidak ada
Peresepan
1. Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan penilaian
2. Pemantauan hasil terapi tergantung kondisi pasien
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien/keluarga tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
• Waktu pengambilan tes harus singkat
• Tes harus fleksible, bagian-bagiannya harus dapat disesuaikan dengan tujuannya
• Keterangan yang diperoleh harus mudah dapat diintepretasikan oleh pelaku
• Keterangan yang diperoleh harus dengan mudah pula dibuatkan laporannya
• Keterangan-keterangan di dalam laporan harus jelas bagi pasien, lingkungannya
maupun orang ketiga lain
• Keterangan yang diperoleh harus secara jelas dan pasti memberi petunjuk bagi
penanganan logopedis
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Dharmaperwira-Prins RII. TADIR : Tes Afasia untuk Diagnosis Informasi Rehabilitasi.
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 1996.
2. Dharmaperwira-Prins RII.Afasia : Deskripsi, Penanganan, Penanganan. Jakarta: Balai
Penerbit FK-UI; 1993.
3. Batson DW, Avent Jan. Adult Neurogenic Communication Disorders. In Braddom RL:
Physical Medicine and Rehabilitation. 4thEd. Philadelphia : Elsevier Saunders, 2011,
p.53-64.
98
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
PERTANYAAN JAWABAN
99
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
B. Menamai
Tingkat Kata (Fonologi, Leksiko-Semantik)
NO. Stimulus Respons Poin 1/ 1/2 /0 Paraf Lit. Paraf Ver. Ger. Is/ Guna
1. Gelas
2. Payung
3. Panah
4. Segi tiga
5. Biru
6. Kuning
7. Sembilan
8. Tujuh belas
SKOR KASAR =
100
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Stimulus Respons
1. Seorang bayi lebih besar daripada seorang dewasa.
Benar atau tidak? B / T*
2. Seorang polisi ditembak seorang pencuri.
Siapa yang menembak: polisi atau pencuri? Pol / Pen*
Bandung-Jakarta lebih jauh daripada Bandung-Aceh.
Benar atau tidak?
3. Seekor burung dimakan seekor ular. B / T*
Siapa yang makan: ular atau burung?
4. Saya telah membuat janji untuk saya sendiri Ul* / Bur
Dengan dokter gigi, untuk hari kamis, tanggal
23 bulan ini.
5. Janji ini untuk hari apa? Ka* / ...
6 Untuk tanggal berapa? 23* / ...
* = Jawaban benar
Respons 1 + respons 3 benar: 1 poin
Respons 2 + respons 4 benar: 1 poin SKOR KASAR =
Respons 5 + respons 6 benar: 1 poin
101
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
3. Status sipil:
4. Jumlah anak:
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TANGGAL :.........................................
102
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Stimulus Respons
Seorang bayi lebih besar daripada seorang dewasa.
1. Benar atau tidak? B / T*
Seorang polisi ditembak seorang pencuri.
2. Siapa yang menembak: polisi atau pencuri? Pol / Pen*
Bandung-Jakarta lebih jauh daripada Bandung-Aceh.
Benar atau tidak? B / T*
3. Seekor burung dimakan seekor ular.
Siapa yang makan: ular atau burung? Ul* / Bur
4. Tepat seminggu lagi ialah hari terakhir
bulan November.
5. Jadi sekarang ialah tanggal: 15 November 15 Nov
23 November 23 Nov*
30 November 30 Nov
1 Desember 1 Des
7 Desember 7 Des
* = Jawaban benar
Respons 1 + respons 3 benar: 1 poin
Respons 2 + respons 4 benar: 1 poin SKOR KASAR =
Respons 5 + respons 6 benar: 1 poin
Informasi Pribadi
103
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
H. MENULIS
INFORMASI PRIBADI
I. DIKTE (Fonologi)
104
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Informasi pribadi 1 2 3 4 5
MENULIS
Informasi pribadi 1 2 3 4 5
Dikte (F) 1 2 3 4 5
Tingkat kata (F, LS) 1 2 3 4 5
Tingkat kalimat (F, LS, MS) 1 2 3 4 5
OBSERVASI
CATATAN:
105
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
LAPORAN PEMERIKSAAN
D Rehabilitasi
Sasaran-sasaran penanganan logopedi untuk periode berikut
( . . . . bulan):
106
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen
Fungsi Luhur
Definisi
Asesmen fungsi luhur adalah pemeriksaan berbagai komponen fungsi luhur, seperti
tingkat kesadaran, atensi, orientasi, berbahasa, memori, pengetahuan umum,
berhitung, abstraksi, gnosis, praksis dan respon emosional, yang diperlukan untuk
seseorang dapat melakukan aktivitasnya sesuai dengan usia, intelektual, dan
pekerjaannya.
Tujuan
a. Membantu memahami proses patologis pada susunan saraf pusat yang dapat
mendasari gangguan kognisi tersebut
b. Menapis pasien yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk penegakan
diagnosis
c. Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi program rehabilitasi pasien
d. Memahami masalah motivasi dan emosi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien
Jenis Prosedur
• Mini Mental-State Examination
• Neurocognitive Status Examination
Indikasi
• Pasien dengan kecurigaan gangguan komponen fungsi luhur
Kontra indikasi:
• Pasien dengan kesadaran menurun
• Pasien tidak kooperatif
107
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Peresepan
• Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
• Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi
pasien.
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2004: 152-4
2. Braddom et al. Physical Medicine and Rehabilitation. 3rd ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier, 2007: 63-92
3. Lancu, I. and Olmer, A. (2006). “The minimental state examination--an up-to-date
review.” Harefuah 145(9): 687-690, 701.
108
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Levels of impairment have been classified as: (Tombaugh & McIntyre 1992):
• None: score = 24-30
• Mild: score = 18-24
• Severe: score = 0-17
109
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2
__________________________________________________________________
1. Penampilan
Memeriksa penampilan fisik pasien, antara lain:
• Usia
• Pakaian
• Tingkat kenyamanan
• Jenis kelamin
• Perawatan diri
• Tinggi/berat badan
2. Orientasi
Menanyakan hal-hal berikut ini:
• Nama, usia, dan perkerjaan pasien
• Tempat tinggal pasien, jenis bangunan, kota, propinsi, atau rumah sakit/
bangunan tempat mereka saat ini
3. Atensi
Pemeriksaan atensi dapat dilakukan lebih awal, karena kemampuan penting ini
dapat mempengaruhi keseluruhan test. Hal-hal yang diperiksa adalah:
• Kemampuan pasien untuk melengkapi pikiran
• Kemampuan pasien untuk berpikir dan menyelesaikan masalah
• Menilai apakah pasien mudah terdistraksi
110
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
5. Fungsi Bahasa
• Pemeriksa menunjuk beberapa barang-barang sehari-hari di dalam ruangan dan
meminta pasien untuk menyebutkan nama benda-benda tersebut, dan jika
memungkinkan menyebutkan nama benda-benda yang kurang umum.
• Pasien dapat diminta untuk mengikuti instruksi 1 tahap, 2 tahap, dan 3 tahap
• Pemeriksa dapat menanyakan pasien menyebutkan sebanyak mungkin kata
yang diawali dengan huruf tertentu, atau yang termasuk dalam kategori tertentu
dalam 1 menit.
• Pasien dapat diminta untuk membacakan atau menuliskan 1 kalimat.
6. Judgment
Untuk mengevaluasi kemampuan judgment pasien dan kemampuan untuk
menyelesaikan suatu masalah atau situasi, pemeriksa dapat menanyakan
pertanyaan-pertanyaan seperti:
• “Apabila anda menemukan SIM orang lain di jalan, apa yang akan anda lakukan?”
• “Apabila seorang polisi menghampiri anda dari belakang dengan mobil polisi
dan sirene, apa yang akan anda lakukan?”
111
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen
Fungsi Eksekusi
Definisi
Fungsi Eksekutif merupakan kemampuan proses kognitif kompleks yang diperlukan
seseorang agar mampu melakukan aktivitas, tugas atau pekerjaan secara mandiri.
Kapasitas mental fungsi luhur ini membuat seseorang mampu beradaptasi terhadap
setiap perubahan kondisi dan situasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Kemampuan
fungsi luhur yang terlibat disini termasuk decision making, problem solving, planning,
tasks switching, modifying behavior pada setiap informasi baru, melakukan koreksi,
membuat strategi, memformulasikan goal dan membuat serta melaksanakan tahapan
aktivitas yang kompleks.
Tujuan
a. Untuk menentukan apakah pasien mampu secara kognitif mandiri dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari dan perawatan diri
b. Menentukan tingkat ketergantungan pasien
c. Menentukan jenis /metoda terapi
Jenis Prosedur
• Executive Function Performance Test (EFPT)
Indikasi
Digunakan terutama untuk pasien yang tidak ada kelemahan fisik namun mempunyai
gangguan dalam melakukan perawatan diri atau aktivitas sehari-hari
• Pasien pasca stroke, trauma /lesi otak dengan gangguan kognisi, apraxia
• Pasien geriatri dementia
• Pasien psikiatri
112
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Peresepan
Persyaratan melaksanakan asesmen ini:
a. Pasien tidak dalam kondisi lelah
b. Pasien minimal sudah mempunyai balans duduk dinamik
c. Pasien sudah melakukan asesmen fungsi luhur yang lain
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Kesimpulan:
• Asesmen fungsi eksekusi digunakan untuk menentukan kemampuan kognitif seseorang
apakah ia mampu melakukan aktivitas, tugas atau pekerjaannya secara mandiri
• Jenis asesmen yang digunakan tergantung pada kandidat yang akan diuji dan
kemampuan SDM yang melakukan penilaian
• Hasil asesmen tidak menunjukan gradasi beratnya gangguan
• Asesmen ini dilakukan sebagai pelengkap dari tes kognitif yang lain.
Daftar Pustaka
• Baum C, Connor L, et al. Reliability, validity, and clinical utility of the executive
function performance test: A measure of executive function in a sample of people
with stroke. The American Journal of Occupational Therapy, 2008: 62(4): 446
• Esposito MD, Gazzaley M. Neurorehabilitation of Executive Function. In textbook of
Neural Repair and Rehabilitation. Medical Rehabilitation, Vol. II. Eds Selzer M etal.
Cambridge University Press, 2006: 475-488
• Gillen G. Stroke Rehabilitation. A Function-Based Approach. 3rd Ed. Elsevier Mosby,
2011: 501-33
• Goverover Y, Chiaravalloti N, et al. The relationship among performance of instrumental
activities of daily living, self-report of quality of life, and self-awareness of functional
status in individuals with multiple sclerosis. Rehabil Psychol, 2009; 54(1): 60-68
• Sohlberg M, Mateer C. Cognitive Rehabilitation: An Integrative Neuropsychological
Approach. New York, the Guilford Press, 2001.
• Wilson B, Evans J, Emslie H, Alderman N, Burgess P. The development of an
ecologically valid test for assessing patients with a dysexecutive syndrome.
Neuropsychological Rehabilitation 1998; 8 (3): 213-28
• Wolf T, Stift S, et al. Feasibility of using the EFPT to detect executive function
deficits at the acute stage of stroke. Work: A Journal of Prevention, Assessment and
Rehabilitation, 2010: 36(4): 405-412
• Baum CM, Morrison T, et.al. Test Protocol Booklet Executive Function Performance
Test. Washington University School of Medicine. 2007.
113
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran
__________________________________________________________________
Tugas yang diberikan dalam EFPT harus dijalankan dengan urutan sebagai berikut:
• Mencuci Tangan (Lembar nilai A). Hanya digunakan jika pasien memiliki gangguan
kognitif berat dan anda ingin melihat apakah pasien tersebut dapat mengikuti
arahan. Apabila pasien tidak dapat melakukan tugas tersebut, jangan lanjutkan
pemeriksaan. Kita tidak menilai tugas mencuci tangan ketika melaporkan nilai
analisis.
• Menyiapkan oatmeal (Lembar nilai B)
• Menelepon (Lembar nilai C)
• Meminum obat (Lembar nilai D)
• Membayar tagihan (Lembar Nilai E)
Apabila pasien menolak melakukan tugas tertentu (kecuali tugas mencuci tangan),
maka tugas teersebut dapat dilompati dan dilakukan setelah tugas lain
Prosedur
1. Mulai EFPT dengan instruksi pembuka dan pertanyan-pertanyaan awal.
2. Letakan seluruh barang yang diperlukan untuk seluruh tugas di dalam 1 kotak
diatas meja.
3. Minta pasien untuk mulai mengerjakan tugas yang diberikan (mis., “Saya ingin
melihat anda membuat oatmeal”)
4. Tawarkan bantuan jika pasien sudah terlihat memberikan usaha yang cukup untuk
memproses tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
5. Lengkapi tabel observasi dan tabel asesmen perilaku untuk setiap tugas.
Naskah
“Hari ini saya akan meminta anda untuk mencuci tangan, membuat oatmeal,
menggunakan telepon, meminum obat “palsu”, dan membayar beberapa tagihan
“palsu”. Anda mungkin tidak melakukan tugas-tugas ini di rumah, tetapi tugas ini telah
dipilih untuk tes ini untuk mewakili tugas-tugas sehari-hari. Beritahu saya apabila anda
memerlukan bantuan kapanpun selama tes berlangsung.”
“Seluruh barang yang anda butuhkan untuk tugas-tugas ini ada di dalam kotak.
Sebelum memulai, saya ingin tahu terlebih dahulu beberapa hal mengenai anda.
Tolong menjawab pertanyaan-pertanyaan ini semampu anda. Kartu ini akan memandu
jawaban anda, (serahkan kartu respons kepada pasien).”
114
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Pertanyaan Pre-Tes
Apakah anda mampu mencuci tangan anda? Apakah anda mampu menelpon?
0= sendiri 0= sendiri
1= dengan bantuan verbal 1= dengan bantuan verbal
2= dengan bantuan fisik 2= dengan bantuan fisik
3= saya tidak mampu melakukan tugas ini 3= saya tidak mampu melakukan tugas ini
115
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Mulai tugas:
“Saya ingin melihat anda mencuci tangan dengan sabun. Barang-barang yang
anda perlukan ada di dalam kotak ini.”
Mulai tugas:
“Saya ingin anda membuat oatmeal. Ini ada petunjuk cara mengerjakannya (serahkan
ke pasien). Ikuti petunjuk ini dan jika sudah selesai, tuangkan oatmeal tersebut ke
dalam mangkuk. Barang-barang yang anda perlukan ada di dalam kotak.”
116
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
117
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Mulai tugas:
“Saya ingin anda menganggap bahwa anda memiliki obat di dalam kotak ini.
Temukan obat anda, kemudian kerjakan apa yang tertulis di instruksinya. Obat-
obat di dalam botol aman untuk dikonsumsi, isinya adalah permen bebas gula.”
118
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Mulai tugas:
“Saya ingin anda mengambil hal-hal yang diperlukan untuk membayar tagihan
dari dalam kotak, temukan tagihannya, bayar, dan kemudian menyamakan
tabungan. Ini adalah tagihan dan buku tabungan palsu, tetapi saya ingin anda
berpura-pura bahwa ini adalah tagihan dan buku tabungan anda sebagai bagian
dari pemeriksaan.”
Hasil Penilaian
Untuk menilai test ini, hitung jumlah seluruh initiation, organization, sequencing,
judgment and safety, completion, untuk melihat area yang membutuhkan perhatian
lebih. Kemudian hitung jumlah keseluruhan.
Tingkat bantuan tertinggi yang diperlukan untuk membantu pasien dalam 4 tugas
tersebut (selain mencuci tangan) dicatat. Makan hasil pemeriksaannya akan berupa
3 nilai, executive function score (EF), task score, dan nilai total keseluruhan. Nilai
komponen EF dihitung dengan menjumlahkan angka yang tercatat pada 4 tugas untuk Dikutip dari:
initiation, organization, sequencing, judgment and safety, completion. Setiap nilai EF Baum CM, Morrison T,
dapat berkisar antara 0-5 dengan total keseluruhan 4 tugas berkisar antara 0-20. Nilai et.al. Test Protocol Booklet
Executive Function
ke dua adalah nilai tugas, nilai ini dihitung dengan menjumlakan kelima nilai untuk Performance Test.
setiap tugas. Kisaran untuk setiap tugas adalah 0-25. Nilai total adalah jumlah seluruh Washington University
performa di dalam 4 tugas dengan kisaran nilai 0-100. School of Medicine. 2007.
119
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Uji Fungsi
Menelan
Definisi
Uji fungsi menelan adalah penilaian fungsi menelan fase orofaring yang dapat
dilakukan secara klinis atau dengan alat (misalnya: Flexible Endoscopy Evaluation of
Swallowing bekerjasama dengan Spesialis THT-KL atau dengan alat videofluoroscopy
bekerjasama dengan Spesialis Radiologi).
Tujuan
1. Penapisan ada tidaknya gangguan menelan
2. Pengumpulan informasi tentang kemungkinan etiologi gangguan menelan terkait
anatomi dan fisiologinya
3. Mencari adanya resiko aspirasi
4. Menentukan manajemen nutrisi alternatif
5. Merekomendasikan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosa ataupun penatalaksanaan gangguan menelan
6. Untuk menilai hasil terapi
Jenis Prosedur
• Pemeriksaan Klinis / Bedside
w Asesmen penapisan:
• Dysphagia Self Test
• Dysphagia Screening Test: TOR-BSST (Toronto Bedside Swallowing Screening Test)
w Asesmen diagnostik gangguan menelan/disfagia
• Pemeriksaan Dengan Alat
w FEES (Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing)
w Videofluoroscopy
120
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Indikasi
• Gangguan neurologis
• Defisit struktural seperti celah langitan (cleft palate) atau kelainan congenital pada
organ kraniomaksilofasial, divertikula, surgical ablations.
• Cedera saraf kranial
• Riwayat menderita keganasan nasofaring, gaster dan esophagus
• Riwayat menggunakan selang nasogastrik atau gastrostomi
• Gangguan bicara: pelo, suara serak, suara sengau
• Pasien dengan gejala klinis sebagai berikut:
w Ngeces (Drooling)
w Sulit mengunyah makanan berserat
w Makanan atau saliva terkumpul di pipi
w Sulit menelan makanan cair
w Berkurang atau menghilangnya daya pengecapan
w Rongga hidung terasa terbakar (panas)
w Tersedak atau ada perasaan tercekik sewaktu menelan
w Melakukan gerakan yang berlebihan atau berusaha keras untuk menelan
w Makanan yang ditelan keluar melalui lubang hidung
w Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
w Ada perasaan makanan tersangkut di saluran pencernaan
w Sulit menelan karena tenggorokan kering/ kelenjar air liur berkurang
Kontra Indikasi
w Kesadaran menurun
w Gangguan berbahasa reseptif
w Gangguan fungsi luhur/kognitif
w Pasien tidak kooperatif
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
w Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
w Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Palmer Jeffrey B, Pelletier Cathy A, Matsuo Koichiro. Physical Medicine &
Rehabilitation : Rehabilitation of Patients with Swallowing Disorders, 4th Ed.
Saunders: 2011.
2. Horiguchi Satoshi, Suzuki Yasushi. Screening Tests in Evaluating Swallowing
Function. JMAJ 54(1): 31-34, 2011.
3. Hardy Edward. Bedside Evaluation of Dysphagia: Oral-Pharyngeal Dysphagia
Symptomps Assessment. Imaginart International, Inc, Arizona : 1995.
4. The Speech Path : A Physician Guide to Fiberoptic Endoscopic Evaluation of
Swallowing. http://thespeechpath.health.officelive.com/FEES.aspx
121
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Gambar
Proses Menelan
122
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran
__________________________________________________________________
I. Dysphagia Self-Test
Dibawah ini adalah beberapa pertanyaan umum yang berkaitan dengan menelan.
Mohon dibaca setiap pertanyaan di bawah dan lingkari “Ya” atau “Tidak” disamping
setiap pertanyaan. Jika sudah selesai menjawab seluruh pertanyaan, ikuti petunjuk
penilaian dibawah.
1. Apakah terkadang makanan melewati saluran yang salah? Ya Tidak
2. Apakah suara anda terkadang seperti berkumur atau basah
ketika anda makan? Ya Tidak
3. Apakah makan terkadang kurang dapat dinikmati
seperti biasanya? Ya Tidak
4. Apakah anda terkadang kesulitan membersihkan makanan
dari mulut dengan 1 kali menelan? Ya Tidak
5. Apakah anda terkadang merasa makanan tersangkut
di tenggorokan? Ya Tidak
6. Apakah anda mengalami pneumonia atau penyakit
pernafasan lain berulang kali? Ya Tidak
7. Apakah pernah berat badan anda turun tanpa mencoba
menurunkannya? Ya Tidak
8. Apakah anda seringkali kesulitan menelan obat? Ya Tidak
9. Apakah anda seringkali tersedak atau batuk saat menelan
makanan padat atau cairan? Ya Tidak
10. Apakah anda seringkali kesulitan menelan makanan
atau minuman tertentu? Ya Tidak
*Apabila total nilai anda 7 atau lebih, sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter. Bawa hasil self-test ini ke dokter
anda.
123
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
A) Before water intake: (Mark either abnormal or normal for each task.)
2. Ask patient to stick their tongue out and then move it from side to side
Abnormal Normal
B) Water intake:
Have the patient sit upright and give water. Ask patient to say “ah” after each intake.
Mark as abnormal if you note any of the following signs: coughing, change in voice
quality or drooling. If abnormal, stop water intake and advance to ‘C’.
Cough Drooling
Voice change
during/after during/after Normal
after swallow
swallow swallow
Swallow 1
Swallow 2
Swallow 3
Swallow 4
Swallow 5
Swallow 6
Swallow 7
Swallow 8
Swallow 9
Swallow 10
Cup drinking
124
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
C) After water intake: (Administer at least a minute after you finish Section B.)
Abnormal Normal
1. “I want you to say “ah” for 5 seconds using your speaking voice.”
w Model a clear “ah” for the patient.
w Remind them not to sing “ah” or use a quiet voice.
w You can ask them to stretch the last syllable of the word Ottawa.
w Remember to take note of the patient’s voice when speaking. If his/her voice
sounds different when saying “ah” re-instruct the patient to use a normal
voice using any of the suggestions above.
w You are looking for any breathiness, gurgles, hoarseness, or whisper quality
to the voice. If you perceive any of these, even to a mild degree, mark as
abnormal.
2. “Open your mouth. Now stick out your tongue as far as it will go. Now move
it back and forth across your mouth.”
w Stick your tongue straight out. If no deviation, model a consistent back and
forth motion for the patient.
w You are looking for any deviation of the tongue towards one side on
protrusion, or any difficulty in moving the tongue to one side. Mark as
abnormal if you perceive any of these features.
B. Water Swallows:
Give the patient 10 X 1 tsp of water. Remind the patient to say “ah” after every
teaspoon swallow. If normal, give cup to patient for drinking.
w The patient should always be fed the teaspoon of water.
w Ensure that full teaspoon amounts are given.
w Lightly palpate the throat to monitor for movement of the larynx on the first
few swallows.
125
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
w You are looking for any coughing, drooling or change in the patient’s
voice suggesting wetness, hoarseness, etc. If you perceive this, mark
accordingly and stop the water swallows.
w If you see what looks like a stifled or suppressed cough, mark this as
a cough.
w If there is no coughing, drooling, wet voice or hoarseness mark as
normal.
D. Final Scoring:
If you have marked any of the items as abnormal, score the patient as Failed
126
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Anamnesis
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Lama dan frekuensi keluhan
b. Faktor-faktor yang meredakan atau memicu keluhan, seperti pengaruh tekstur
dan suhu makanan
c. Gejala penyerta: Sensasi obstruksi, nyeri mulut atau tenggorokan, regurgitasi
nasal, bau mulut, tersedak atau batuk saat menelan, riwayat pneumonia, gejala
respiratori lain (batuk kronis, nafas memendek, episode asma), refluk GE (rasa
terbakar), nyeri dada.
d. Gejala lain: Kehilangan berat badan, perubahan kebiasaan makan, perubahan
nafsu makan, perubahan indra pengecap, mulut kering atau perubahan
konsistensi ludah, perubahan suara atau bicara, gangguan tidur.
e. Terapi yang dijalankan saat ini.
2. Riwayat Penyakit Dahulu, antara lain: riwayat penyakit paru, riwayat pembedahan,
riwayat radiasi, riwayat psikologi, riwayat minum obat-obatan anti depresan &
psikotropik.
Pemeriksaan Fisik
1. Status mental
Pemeriksaan fisik dimulai dengan terlebih dahulu menilai status mental dan
kemauan penderita untuk bekerja sama. Hal ini penting bila terjadi lesi sistem
saraf sentral yang berhubungan dengan disfagia. Meliputi atensi, orientasi, bahasa
reseptif/ekspresif, fungsi visual perseptual-motor, gangguan memori.
2. Pemeriksaan kemampuan berkomunikasi dan proses bicara (fonasi, resonansi,
dan artikulasi). Pada proses menelan fase faringeal terjadi adduksi laring untuk
mengamankan jalan nafas. Pada proses produksi suara yakni fonasi terjadi
kerjasama antara desakan udara dari dalam paru dan adduksi pita suara (laring).
Dinilai 3 komponen penting yang berhubungan dengan pembentukan suara yaitu
kenyaringan suara (berhubungan dengan tekanan subglottis), nada ( dipengaruhi
oleh frekwensi gerakan periodik pita suara), dan kualitas suara (berhubungan
dengan kesempurnaan adduksi pita suara). Suara serak, kasar atau berdesah pada
saat fonasi menunjukkan gangguan adduksi laring yang disebut disfoni.
Rangkaian gerakan dan koordinasi otot-otot bibir, lidah dan palatum molle saat
pengucapan konsonan stop plosive adalah sama dengan gerakan organ-organ ini
saat memindahkan bolus pada fase oral. Pada pemeriksaan dapat dipergunakan test
diadokokinesis: /pa,ta,ka/ untuk menilai force rapid alternating movements
3. Penilaian kemampuan mengontrol postur
4. Pemeriksaan fungsi respirasi, meliputi: pola nafas, ekspansi dada, dan kemampuan
untuk batuk secara refleks maupun volunter.
5. Penilaian fleksibilitas otot-otot leher.
6. Pemeriksaan oromotor.
• Otot ekspresi wajah sebaiknya diinspeksi baik saat istirahat maupun
saat melakukan gerakan, bandingkan kesimetrisannya. Catat bila ada
127
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
128
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
129
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Prosedur
• Pemeriksaan ini dilakukan oleh Spesialis THT bersama dengan Spesialis IKFR
• Proses menelan dievaluasi dengan memberikan 6 konsistensi makanan (warna
hijau) yaitu cairan encer (thin liquid), bubur saring (puree), bubur nasi (gastric rice/
soft food), bubur tepung (havermouth) dan biskuit.
• Evaluasi rongga mulut, pergerakan lidah, keadaan otot bukalis, higiene mulut,
elevasi palatum molle dan sendi temporomandibular.
• Endoskop dimasukan melalui kavum nasi untuk menilai kerapatan penutupan
velofaring
• Pasien diminta menelan tanpa makanan
• Selanjutnya endoskop dimasukan hingga hipofaring, evaluasi pangkal lidah,
valekula, sinus piriformis, dinding posterior faring dan postkrikoid
• Endoskop dimasukan setinggi epiglotis, evaluasi terhadap gerakan plika vokalis
saat fonasi dan inspirasi, adanya akumulasi saliva, penetrasi atau penetrasi saliva
serta refleks batuk yang menyertai
• Selanjutnya pemeriksaan menelan dengan 6 konsistensi makanan
• Dimulai dengan memberikan 1 sendok makanan, pasien diminta menahannya
dalam mulut selama 10 detik, untuk menilai adanya kebocoran fase oral (premature
oral leakage) atau aspirasi sebelum menelan (pre swallowing aspiration)
• Pasien diminta menelan, catat adanya lateralisasi makanan, penetrasi, aspirasi,
Alat flexible residu makanan pada valekula, sinus piriformis, pangkal lidah dan post krikoid
endoscope dan hasil
• Bila terdapat residu maka dinilai apakah dengan menelan berulang, efektif untuk
membersihkan residu.
Komplikasi
1. Epistaksis
2. Laringospasme
3. Rasa tidak nyaman
4. Muntah
5. Sinkop
6. Henti jantung (Jarang)
130
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4
__________________________________________________________________
Tujuan
• Mengevaluasi anatomi dan fisiologi mekanisme menelan
• Mengidentifikasi pola gangguan proses menelan
• Mengidentifikasi konsekuensi gangguan proses menelan
• Mengevaluasi dampak manuver kompensasi
Prosedur:
1. Mengatur posisi pasien. Secara umum posisi pasien untuk pemeriksaan ini adalah
dalam keadaan duduk tegak dengan penyangga yang cukup pada kepala dan
badan. Pasien dengan keterbatasan fisik karena kelemahan, penyakit, atau alasan
lain mungkin membutuhkkan penyesuaian posisi khusus.
2. Mempersiapkan material yang digunakan dalam pemeriksaan. Material utama yang
digunakan adalah suspense barium sulfat. Volume yang digunakan berkisar 5-20ml.
3. Membagi pemeriksaan menjadi beberapa tahap. Material dan tahapan presentasi
yang mungkin diikut sertakan pada pemeriksaan fluoroskopik me nelan standar
antara lain:
131
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Hasil pemeriksaan
videofluoroscopic
132
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Asesmen
Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (AKS)
Definisi
Assesmen Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) merupakan pemeriksaan kemampuan
fungsional seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-harinya termasuk kemampuan
merawat diri dan menjalankan aktivitas dengan atau tidak menggunakan alat/
peralatan, yang sesuai dengan usia, pendidikan, pekerjaannya sebelum sakit.
Tujuan
a. Menentukan adanya gangguan kemampuan fungsional dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari dan perawatan diri
b. Menentukan level /tingkat disabilitas pasien
c. Memonitor keberhasilan terapi.
Jenis Prosedur
• Barthel Index (BI)
• Modifikasi Barthel Index (mBI)
• Instrumental Activity Daily Living (IADL)
• Functional Independence Measure (FIM)
• Wee-FIM
Indikasi
• Pasien dengan gangguan neurologis yang beresiko mengalami gangguan fungsional
• Pasien dengan tirah baring lama
• Pasien geriatri
• Pasien dengan cedera musculoskeletal
• Pasien dengan gangguan fungsi luhur
133
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Kontra indikasi
tidak ada
Peresepan
• Pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan asesmen
• Pemantauan hasil terapi dapat dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi
pasien.
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Barnes MP and Ward AB. Oxford Handbook of Rehabilitation Medicine. New York:
Oxford University Press, 2005: 76-80
2. Delisa JA. Rehabilitation Medicine. Principle and Practice. Philadelphia: J.B.
Lippincott, 1998: 101-3
3. Mahoney Fl, Barthel DW. Functional evaluation: the Barthel Index. Md State Med J,
1965; 14:2
4. Van der Putten JMF, Hobart JC, Freeman JA, Thompson AJ. (1999) Measuring the
change in disability after inpatient rehabilitation; comparison of the responsiveness
of the Barthel Index and Functional Independence Measure. Journal of Neurology,
Neurosurgery, and Psychiatry, 66(4): 480-484.
134
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
BARTHEL INDEX
135
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 2
__________________________________________________________________
MODIFIKASI BARTHEL INDEX
136
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
137
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 4
__________________________________________________________________
138
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5
__________________________________________________________________
1. MAKAN
Semua kegiatan berupa kemampuan memasukan makanan, minuman kedalam mulut
dengan menggunakan tangan, sendok (dengan atau tanpa garpu). cangkir/ gelas,
mengunyah serta menelan makanan dan minuman.
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, modifikasi makanan/ konsistensi
cairan, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau pe-
tunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas makan
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas makan
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas makan
1 Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas
makan
2. MENGURUS DIRI
Seluruh kegiatan berupa menyikat gigi, menyisir/ mengikat rambut. mencuci dan
mengeringkan tangan dan wajah.
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, modifikasi makanan/ konsistensi
cairan, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau pe-
tunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1 Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
139
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
3. MANDI
Seluruh kegiatan berupa kemampuan mengambil air dari bak mandi dengan gayung/
timba, menyabuni badan, membilas dan mengeringkan badan dengan handuk.
Nilai Keterangan
7 Mandiri, menyiapkan dan mendapatkan kebutuhan mandi sendiri dan
melakukan dengan aman. Mandiri membersihkan 10 bagian tubuh.
6 Mandiri, mampu membersihkan 10 bagian tubuh tapi perlu satu atau
beberapa hal: alat bantu adaptif,waktu yang lebih lama dan perlu peduli
keamanan.
5 Mandiri, mampu membersihkan 10 bagian tubuh tapi perlu satu atau
beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan
sebelumnya.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) akvitas ini. Mampu
membersihkan 8-9 bagian tubuh atau bantuan minimal untuk semua
bagian.
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini. Mampu
membersihkan 5-7 bagian tubuh atau bantuan sedang untuk semua bagian.
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan
maksimal. Mampu membersihkan 3-4 bagian tubuh atau bantuan maksimal
untuk semua bagian
1 Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada <25 % dari aktivitas ini. Mampu
membersihkan 1-2 bagian tubuh atau perlu bantuan total.bantuan total.
Keterangan:
10 bagian terdiri dari:
1=Lengan bawah kiri + tangan kiri
2=dada + bahu
3=lengan bawah kanan + tangan kanan
4=perut
5=perineal (kemaluan) depan
6=kemaluan belakang, bokong
7=lengan atas kiri
8=lengan atas kanan
9=tungkai bawah kiri + kaki
10=tungki bawah kanan + kaki
4. BERPAKAIAN BAGIAN ATAS TUBUH
Semua kegiatan berupa berpakaian dan melepaskan pakaian dari batas pinggang ke
atas,memasang dan melepaskan orthosis dan prothesis.
Nilai Keterangan
7 Memakai, melepas pakaian bagian atas tubuh dengan mandiri, aman. Memakai
prosthesis/ orthosis, tapi tidak memerlukannya sebagai alat bantu untuk
menyelesaikan aktivitas berpakaian.
6 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: alat bantu adaptif,berpakaian,
waktu lebih lama, memakai prothesis/ orthosis dan alat ini diperlukan untuk
membantu menyelesaikan aktivitas berpakaian, perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: pengawasaan, bujukan diberi
petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya, prothesis/ orthosis yang dikenakan
pada anak.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini, perlu bantuan
minimal.
3 Anak melakukan ≥ ½ atau lebih (50-74%) aktivitas perlu bantuan sedang
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini memerlukan bantuan maksimal.
1 Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari aktivitas, perlu bantuan total.
140
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Nilai Keterangan
7 Memakai, melepas pakaian bagian bawah tubuh dengan mandiri, aman.
Memakai prosthesis/ orthosis, tapi tidak memerlukannya sebagai alat bantu
untuk menyelesaikan aktivitas berpakaian.
6 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: alat bantu
adaptif,berpakaian, waktu lebih lama, memakai prothesis/ orthosis dan alat
ini diperlukan untuk membantu menyelesaikan aktivitas berpakaian, perlu
peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: pengawasaan, bujukan
diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya, prothesis/ orthosis yang
dikenakan pada anak.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini, perlu bantuan
minimal.
3 Anak melakukan ≥ ½ atau lebih (50-74%) aktivitas perlu bantuan sedang
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini memerlukan bantuan
maksimal.
1 Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari aktivitas, perlu bantuan
total.
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan
perlu peduli keamanannya
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau
petunjuk verbal, dipersiapkan. (persiapan alat bantu adaptif )
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) perlu bantuan sedang
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivita, perlu bantuan
maksimal.
1 Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25 % dari seluruh aktivitas.
141
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
7. KONTROL BAK
Aktivitas kontrol kandung kemih secra sengaja/ disadari dan jika perlu menggunakan
peralatan atau obat untuk mengontrol kandung kemih.
Nilai Keterangan
7 TK = Mandiri
TB = Mandiri
6 TK =Mandiri
TB = Mandiri, tapi perlu alat bantu.
5 TK = kadang kadang ngompol, frekuensi bulanan jarang atau ngompol
malam hari.
TB = Mandiri, tapi perlu pengawasan.
4 TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang
TB = anak melakukan sebagian besar (75- 99%), aktivitas ini.
3 TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang
TB = anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50- 74%), perlu bantuan sedang.
2 TK = ngompol setiap hari tapi terdapat beberapa indikasi
TB = anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivita, perlu bantuan
maksimal.
1 TK = ngompol setiap hari tapi tidak memberi indikasi basahnya celana
TB = anak tidak dapat melakukan atau jika ada < 25 % dari seluruh aktivitas.
8. KONTROL BAB
aktivitas kontrol buang air besar (BAB) secara sengaja dan jika perlu menggunakan
perlataan atau obat untuk kontrol BAB
Nilai Keterangan
7 TK = Mandiri
TB = Mandiri
6 TK =Mandiri
TB = Mandiri, tapi perlu alat bantu.
5 TK = kadang kadang ngompol, frekuensi bulanan jarang atau ngompol
malam hari.
TB = Mandiri, tapi perlu pengawasan.
4 TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang
TB = anak melakukan sebagian besar (75- 99%), aktivitas ini.
3 TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang
TB = anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50- 74%), perlu bantuan sedang.
2 TK = ngompol setiap hari tapi terdapat beberapa indikasi
TB = anak melakukan < ½ (25-49% ) dari seluruh aktivita, perlu bantuan
maksimal.
1 TK = ngompol setiap hari tapi tidak memberi indikasi basahnya celana
TB = anak tidak dapat melakukan atau jika ada < 25 % dari seluruh aktivitas.
142
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan
perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau
petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1 Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan
perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau pe-
tunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1 Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, waktu yang lebih dari biasanya dan
perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, isyarat atau
petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1 Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
143
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: brance, prothesisis, alat/
sepatu khusus, cane/tongka, kruk, walker,dll. waktu yang lebih dari biasanya
dan perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, bujukan diberi
petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya: kursi roda, mandiri tapi perlu
pengawasan merangkak,mandi.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1 Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
Nilai Keterangan
7 Mandiri, melakukan dengan aman.
6 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut: brance, prothesisis, alat/
sepatu khusus, cane/tongka, kruk, walker,dll. waktu yang lebih dari biasanya
dan perlu peduli keamanan.
5 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasaan, bujukan diberi
petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya: kursi roda, mandiri tapi perlu
pengawasan merangkak,mandi.
4 Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini
3 Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas ini
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) dari aktivitas ini
1 Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25 % dari aktivitas ini
14. PEMAHAMAN
Memahami komunikasi dengan pendengaran dan penglihatan.
Nilai Keterangan
7 Mandiri, mengerti percakapan tentang keadaan sehari hari. Dapat
mengikuti 3 perintah yang tidak berhubungan..
6 Mandiri, terdapat sedikit kesulitan dalam memahami percakapan sehari-
hari; dapat mengikuti 3 perintah yang tidak berhubungan; dalam waktu
yang lama
5 Mandiri, hampir selalu (> 90%) memahami percakapan sehari-hari; dapat
mengikuti 3 perintah yang berhubungan.
4 Anak memahami (75-99%) percakapan sehari- hari; dapat mengikuti 2
perintah yang tidak berhubungan.
3 Anak memahami ½ atau lebih (50-74%) percakapan sehari-hari; dapat
mengikuti 2 perintah yang berhubungan
2 Anak melakukan < ½ (25-49% ) Anak percakapan sehari-hari; dapat
mengikuti 1 perintah yang berhubungan
1 Anak tak dapat atau sedikit memahami percakapan sehari-hari (< 25 % dari
percakapan sehari-hari, tidak dapat memahami kata kata sederhana
144
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
15. EKSPRESI
Kemampuan bicara atau kemampuan berkomunikasi dengan bahasa tubuh
Nilai Keterangan
7 Anak mandiri, mengekspresikan kebutuhan dan ide secara jelas (baik
ataupun non verbal) sepanjang waktu.
6 Mandiri, mengekpresikan kebutuhan dan ide secara jelas, anak perlu alat
bantu, waktu lebih lama.
5 Mampu mengekpresikan , hampir > 90% kebutuhan dan ide secara jelas
(secara verbaldan non verbal)
4 Mampu mengekspresikan 75-99% kebutuhan dan ide secara jelas (secara
verbal dan non verbal)
3 Mampu mengekspresikan, pembendaharaan kata minimal 100 kata,
kemampuan 2 kalimat pendek
2 Kemampuan pembendaharaan 10 anak kata, menyampaikan 1 kata
1 Anak tidak dapat mengekspresikan kebutuhan selain dengan bantuan
maksimal.
Nilai Keterangan
7 mandiri,tanpa pengawasan orang tua, aman, mampu mengendalikan diri,
tidak emmerlukan obat.
6 Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: lingkungan yang distrukturisasi
dan dimodifikasi, waktu lebih lama untuk menyesuaikan suasana
bermain:obat untuk mengontrol perilaku: perlu peduli terhadap
keamanannya
5 Perlu pengawasan, bantuan
4 Perlu bantuan minimal
3 Perlu bantuan sedang
2 Perlu bantuan maskimal
1 Perlu bantuan total
Nilai Keterangan
7 Mandiri
6 Mandiri, hanya ada kesulitan ringan untuk membuat keputusan perlu waktu
lebih lama, mungkin perlu peduli terhadap keamananya.
5 Perlu pengawasan, bantuan
4 Perlu bantuan , anak dapat mengatasi masalah rutin 75-90% dari waktu yang
ada.
3 Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin 50-74% dari waktu yang ada
2 Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin 25-49% dari waktu yang ada
1 Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin < 25% dari waktu yang ada.
145
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
18. MEMORI
Kemampuan mengenal dan mengingat aktivitas kehidupan sehari-hari. Termasuk
kemampuan menyimpan dan menyampaikan kembali suatu informasi, memproses baik
secara auditorial atau visual.
Nilai Keterangan
7 Anak mengenal orang yang dikenalnya secara konsisten dan mengingat
kejadian dan situasi
6 Anak mengenal orang yang dikenalnya secara konsisten dan mengingat
kejadian dan situasi, tetapi perlu satu atau beberapa hal; alat bantu; waktu
lebih lama; kepedulian terhadap keamanan.
5 Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi
>90% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 10%
4 Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 75-
90% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 25%
3 Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 50-
74% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 25%
2 Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 25-
49% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 25%, tapi perlu
bantuan lebih dari 50%.
1 Anak kurang mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan
situasi jika ada , 25% dari waktu yang ada. Anda perlu bantuan,(misalnya
dibujuk, diulang, diingatkan) > 75% dari waktu yang ada.
146
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Interaksi social
• Pemecahan masalah
• Memori
Penilaian Tingkat I:
w Nilai 7 : Mandiri penuh artinya anak melakukan semua aktivitas secara mandiri,
tanpa modifikasi dan tanpa penggunaan alat bantu atau alat adaptif dan dalam
waktu yang layak/ masuk akal, tanpa resiko.
w Nilai 6 : Mandiri terbatas (sebagian), artinya anda melakukan aktivitas secara
mandiri walaupun memerlukan satu atau semua hal berikut: penggunaan alat bantu
atau alat adaptif, walaupun yang melebihi dari waktu yang layak untuk melakukan
aktivitas, dan atau aktivitas dengan resiko.
w Nilai 5 : Dengan pengawasan atau persiapan, artinya anak melakukan aktivitas
secara mandiri, walaupun memerlukan satu atau semua hal berikut: Bisikan lisan
atau isyarat dan atau persiapan aktivitas.
147
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen
Fungsi Bladder
Definisi
Fungsi bladder (lower urinary tract atau LUT) adalah kemampuan kandung kemih dan
urethra untuk menampung urin dengan mempertahankan kontinens serta kemampuan
mengeluarkan urin melalui miksi yang dikehendaki secara terkontrol.
Tujuan
• Untuk mengetahui penyebab dan tipe gangguan bladder sebagai dasar penetapan
terapi
• Untuk mengetahui tingkat / beratnya gangguan
• Untuk evaluasi hasil terapi
Jenis Prosedur
• Algorithm asesmen fungsi bladder
• Pemeriksaan otot dasar panggul dengan EMG-biofeedback
• Pengukuran volume bladder
• Voiding diary
• Ice Water Test
• Urodinamic study
Indikasi:
• Pasien dengan keluhan inkontinensia urin
• Pasien dengan keluhan retensio urine
• Pasien dengan keluhan poliuria, urge, atau stress incontinence
148
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Kontra Indikasi:
• Pasien dengan kesadaran menurun
• Pasien dengan gangguan pemahaman bahasa atau tidak kooperatif
• Pasien yang diketahui pasca operasi / radiasi area LUT atau genitalia (precaution)
Peresepan
• Pasien tidak boleh dalam keadaan kondisi lelah
• Pasien harus mampu memahami instruksi
• Pemantauan hasil terapi dilakukan setiap minggu atau tergantung kondisi pasien
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Abrams P, Cardozo L, Khoury S, et al. 4th International Consultation on Incontinence.
Paris, 2009: Editions 21
2. Dahlberg A, Perttilä I, Wuokko E, Ala-Opas M. Bladder management in persons with
spinal cord lesion. Spinal Cord 2004; 42: 694-8.
3. Doughty DB. Urinary & Faecal Incontinence. Current Management Concepts. 3rd
Edition. St. Louis, Mosby 2006
4. Min Chong Chin. Causes and Types of Urinary Incontinence. Epidemiology of
Urinary Incontinence in Asia. In: Min Chong Ching editor. Clinical Handbook on the
Management Incontinence. 2nd ed. Singapore: Society for Continence. 2001 :13-16
5. Schroder A, Abramp P, Andersson KE, et al. European Association of Urology:
Guidelines on Urinary Incontinence 2010.
6. Tanagho A. Anatomy of Genitourinary Tract in Smith’s General Urology 17th Edition.
USA, McGraw Hill, 2008.
7. Prentice WE. Therapeutic Modalities in Rehabilitation. 4th ed. New York: Mc Graw-
Hill; 2011
149
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang
• Riwayat penyakit sekarang yang diderita (kongenital dan didapat)
• Riwayat kelainan neurologis dan kongenital, pengobatan dan komplikasi yang
terjadi sebelumnya.
• Riwayat nyeri atau ketidaknyamanan pada saat miksi
• Riwayat tindakan penanganan masalah ini sebelumnya ( operatif dan non operatif )
• Riwayat penanganan masalah ini sebelumnya
• Gaya hidup seperti merokok, alkohol dan penggunaan obat terlarang
• Ada nya gejala seperti straining, intermitensi, pancaran melemah, adanya post void
drible.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi:
• Pemeriksaan neurologi umum
• Buli teraba
• Vulva: prolaps dan kebocoran
• Penis: stenosis meatus eksternal
• Pemeriksaan per rectal : tonus sfingter ani
150
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
151
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
152
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Prosedur pemeriksaan
1. Persiapan kulit:
• Sebelum elektroda ditempelkan, permukaan kulit dibersihkan dari minyak & kulit
mati serta rambut yang berlebihan → untuk mengurangi impedansi kulit
• Rekomendasi : digosok dengan kapas alkohol
• Hati-hati: jika kulit dibersihkan sampai iritasi, dapat mengganggu perekaman
biofeedback
4. Seleksi sensitivitas
• Sensitivitas sinyal dapat diatur pada 1, 10, atau 100 μV
• Sensitivitas yang lebih rendah digunakan pada re-edukasi otot
• Secara umum, rentang sensitivitas diatur pada level terendah yang tidak
menimbulkan feedback pada saat istirahat
5. Posisi pasien:
tergantung pada tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan, posisikan pasien senyaman
mungkin
153
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
6. Proses pemeriksaan
• Cara re-edukasi
o Kontraksi isometrik maksimal pada otot target ( 6-10 detik); feedback visual &
auditori harus maksimum dan dimonitor ketat
o Di tiap kontraksi , pasien harus benar -benar mengistirahatkan ototnya, mode
feedback berada pada garis dasar atau nol (0), sebelum mulai berkontraksi lagi
o Kekuatan kontraksi rata-rata dicatat
• Cara relaksasi
o Posisikan pasien pada posisi relaks yang nyaman
o Pilih pengaturan awal sensitivitas yang tinggi, agar setiap aktivitas listrik dapat
dideteksi
o Pasien diminta mereleksasikan otot target.
o Pada saat pasien telah lebih relaks, jarak antar elektroda ditambah dan
sensitivitas ditingkatkan, dengan demikian pasien perlu lebih merelaksasikan
lebih banyak otot
o Catat kemampuan otot relaksasi
154
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
1. Persiapan Pemeriksaan
• Waktu Pemeriksaan:
w Untuk SCI: pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang telah lewat fase shock
w Sebaiknya pemeriksaan dilaksanakan pada malam hari dimana pasien dapat
relaks dengan baik tanpa terganggu oleh aktivitas / kegiatan dan suhu ruangan
tidak terlalu panas (sekitar 240C)
w Tidak dalam pengobatan dengan obat yang mempengaruhi fungsi bladder
(relaksan)
• Peralatan yang diperlukan:
w Gelas yang diberi tanda pada volume air 150 cc
w Nierbecken dan gelas ukur untuk mengukur volume urin. Pada pasien yang
belum mobilisasi atau tidak mampu bergerak dapat menggunakan diapers yang
telah ditimbang dalam kondisi kering.
w Set kateterisasi steril, kateter nelaton dan xylocain gel
• Persiapan Pasien
w Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
w Menjelaskan tahapan pemeriksaan
w Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
2. Prosedur Pemeriksaan
• Pasien diminta untuk minum 150 cc per jam
• Pada saat terjadi dribbling (mengompol), urin ditampung dalam niebecken,
kemudian volume urin dribble diukur. Pada pasien yang belum mobilisasi, urin
dribble yang keluar ditampung oleh diapers kemudian ditimbang kembali. Volume
urin drible = Berat (diapers basah-diapers kering) X 1 cc
• Segera setelah dribbling terjadi, pasien diminta miksi spontan, volume urin yang
keluar diukur. Apabila miksi spontan tidak ada, lakukan kateterisasi dan ukur residu
urin.
• Apabila 4 jam setelah minum pertama telah lewat, namun tidak terjadi dribbling
ataupun pasien merasakan desakan hebat untuk miksi, maka kateterisasi perlu
dilakukan tanpa menunggu lebih lanjut. Ukur volume urin.
Kapasitas Bladder = (Volume urin dribble + volume miksi spontan + volume residu urin) cc
155
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 4
__________________________________________________________________
Voiding diary
Nama Pasien :
Tanggal :
Ngompol
Pukul Minum/Cairan Miksi Spontan Katerisasi Keterangan
(Dribling)
06.00 – 07.00
07.00 – 08.00
08.00 – 09.00
09.00 – 10.00
10.00 – 11.00
11.00 – 12.00
12.00 – 13.00
13.00 – 14.00
14.00 – 15.00
15.00 – 16.00
16.00 – 17.00
17.00 – 18.00
18.00 – 19.00
19.00 – 20.00
20.00 – 21.00
21.00 – 22.00
22.00 – 23.00
23.00 – 24.00
24.00 – 01.00
01.00 – 02.00
02.00 – 03.00
03.00 – 04.00
04.00 – 05.00
05.00 – 06.00
Kesimpulan :
156
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5
__________________________________________________________________
Tujuan pemeriksaan Ice Water Test (IWT) adalah untuk menilai apakah fungsi otot
detrusor intak atau tidak, termasuk didalamnya fungsi Sacral Micturition Centre
Pemeriksaan IWT:
1. Peralatan:
• Set sterile catheterization
• Folley Catheter 12-14 F
• Xylocain gel
• Tip Catheter 50 cc
• Aqua gelas yang disimpan dalam freezer agar menjadi es
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
• Untuk SCI: pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang telah lewat fase shock
• Sebaiknya pemeriksaan dilaksanakan saat pasien dapat relaks dengan baik
tanpa terganggu oleh aktivitas / kegiatan dan suhu ruangan tidak terlalu panas
(sekitar 240C)
• Tidak dalam pengobatan dengan obat bladder relaksan
• Obat emergensi bila terjadi autonomic dysreflexia
• Pengukuran Kapasitas Bladder
3. Prosedur Pemeriksaan:
• Kosongkan bladder dengan kateter
• Ambil air dari es yang mencair (temperatur sekitar 40C) sebanyak 20-30% dari
volume bladder dengan tip catheter
• Masukan air es tersebut kedalam bladder dengan kecepatan sekitar 200 cc/
menit, kemudian klem ujung kateter dan keluarkan dari bladder.
4. Penilaian hasil:
• Positif kuat: kateter terdorong keluar sebelum dicabut atau air akan menyemprot
keluar dalam waktu 1 menit setelah dimasukkan
• Positif lemah: air akan mengalir keluar dalam waktu 1 menit setelah dimasukkan
• Negatif: setelah 1 menit air tidak keluar
5. Dokumentasikan dan simpulkan hasil asesmen.
6. Catatan:
Pemeriksaan ini dapat dilakukan tersendiri dengan metode sederhana, atau
bersamaan dengan pemeriksaaan urodinamik. Pada pemeriksaan urodinamik maka
reaksi dan tekanan dalam bladder saat dimasukkan stimulus dingin akan termonitor.
157
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 6
__________________________________________________________________
Persiapan Pemeriksaan:
• Untuk SCI: pemeriksaan neuromuskuler lengkap, Asia Impairment Scale (AIS), reflex-
Anocutaneal (ACR), reflex Bulbocarvenosus (BCR)
• Voiding diary minimal 3 hari berturut-turut
• Free uroflowmetry dan pencatatan residu urin sedikitnya 3 kali
• Tidak dalam pengobatan dengan obat yang mempengaruhi fungsi lower urinary
tract (LUT). Obat harus dihentikan minimal 48 jam sebelum pemeriksaan atau harus
dipertimbangkan dalam interpretasi hasil pemeriksaan.
• Bladderdan Bowel harus dalam keadaan kosong. Untuk bowel perlu dipersiapkan
malam sebelum pemeriksaan terutama pada pasien SCI (neurogenic bowel)
• Obat emergensi bila terjadi autonomic dysreflexia
Pemeriksaan:
1. Peralatan:
• Urodymanic Machine
• Set catheterization strile
• Folley Catheter 12-14 F
• Xylocain gel
• Saline hangat
• Catheter for UPP with 3 lumens 9F
• Catheter for Cystometry 2 lumens 5F -6F with Tieman tip
• Rectal catheter 9F
• Pump tube set
• Tube set for 3 external Pressure sensors
• Pressure transducer
• EMG electrode
• Pump tube extension
• Urodynamic pump tube
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
• Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
158
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
konteks neurofisiologis).
• Pemeriksaan konduksi saraf nervus pudendus
• Pengukuran latensi refleks bulbocavernosus dan lengkung refleks anal,
• Pemicuan refleks dari klitoris dan glans penis
• Tes sensorik bladder dan uretra.
159
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Asesmen
Neurogenic Bowel
Definisi
Asesmen disfungsi bowel neurogenik adalah penilaian terhadap gangguan kontrol
volunter untuk buang air besar, karena adanya kerusakan pada kontrol saraf autonomik
dan somatic, sehingga menimbulkan masalah fecal incontinence (FI) atau kesulitan
untuk mengeluarkan tinja ( DWE = Difficulty With Evacuation )
Tujuan
• Mengetahui tipe gangguan defekasi
• Membantu dalam menentukan bowel care yang efisien dan efektif
• Mencegah komplikasi
Jenis Prosedur
• Asesmen tanpa alat
w Pemeriksaan fisik
w Bowel diary
• Asesmen dengan alat
w Anorectal manometry
Indikasi
• Lesi nervus perifer , neuropathy
• Lesi konus / Kauda
• Lesi medula spinalis suprasacral infrapontin
• Lesi serebral suprapontin (parkinson, alzheimer, stroke )
• Cedera pada saat melahirkan
• Anorectal trauma atau pasca bedah
Kontra Indikasi
• Pasien dengan kesadaran menurun
160
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Peresepan
• Pasien tidak boleh dalam keadaan kondisi lelah
• Pasien harus mampu memahami instruksi
• Pemantauan hasil terapi dilakukan tergantung kondisi pasien
Prosedur /Tatalaksana
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda asesmen yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
• Menjelaskan tahapan pemeriksaan
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka
1. Rodriguez G, King JC, Stiens SA. Neurogenic Bowel Dysfunction and Rehabilitation,
In Braddom RL: Physical Medicine and Rehabilitation. 4thEd. Philadelphia : Elsevier
Saunders, 2011 : 619
2. Linsenmayer T, StoneJ. Neurogenic Bowel and Bladder in Delisa’s Physical Medicine
And Rehabilitation 5th Edition.2010: 1345
3. Doughty DB. Urinary & Fecal Incontinence. Current Management Concepts. 3rd
edition. St. Louis, Mosby Elsevier, 2006
161
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Anamnesis:
• Riwayat defekasi: frekuensi, volume dan konsistensi feses, diet serat dan cairan,
merasa buang air besar tidak tuntas, kerasnya mengedan saat defekasi, dan gejala
lain seperti nyeri perut, kram atau gembung.
• Riwayat rinci tentang program bowel pasien mencakup pengkajian cairan, diet,
aktivitas, medikasi dan aspek bowel care.
• Riwayat teknik dan outcome bowel care, mencakup jadwal, metode inisiasi
(stimulasi kimia atau mekanik), teknik fasilitasi, lama waktu yang dibutuhkan, dan
karakteristik feses.
• Adanya sensasi gastrointestinal atau nyeri, sensasi untuk defekasi, sensasi urgensi
dan kemampuan untuk menghindari inkontinens saat aktivitas valsava seperti
batuk, tertawa, bersin, dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik:
• Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis:
w Penyakit saraf: cedera medulla spinalis, Parkinson, stroke
w Penyakit thyroid
• Tanda malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, kulit pucat, membran mukosa
kering, turgor kulit yang buruk, hipotensi ortostatik dan takikardia.
• Pemeriksaan Abdomen: inspeksi distensi, hernia, dan kelainan-kelainan lainnya,
perkusi ada atau tidaknya bising usus, dan palpasi masa dan tenderness
• Pemeriksaan anorektal : inspeksi anus adanya celah orifisium, kontur anus-bokong,
refleks ano-kutan, integritas otot pelvic floor, tonus sphincter, kontraksi sphincter
volunter
Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium: darah dan feses
• Teknik invasif untuk mengukur motilitas traktus gastro intestinal :
w Manometri, mengukur aktivitas kontraktil (tekanan intra luminal)
w Barostat, mengukur tonus atau compliance
w Tensostat, mengukur tekanan dinding
w Elektromiografi, mengukur aktivitas mioelektrik
162
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Bowel Diary
Nama : ......................................................................................................
Diagnosis : ......................................................................................................
Bulan : ......................................................................................................
Kesimpulan : ......................................................................................................
163
BAB 1 ASESMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Anorectal Manometry
1. Persiapan Pemeriksaan
• Peralatan yang diperlukan:
w Alat manometry computerized
w Anorectal manometry catheter
w Rectal balloon
• Persiapan Pasien
w Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan
w Menjelaskan tahapan pemeriksaan
w Memintakan persetujuan secara tertulis (informed consent)
2. Prosedur Pemeriksaan
• Pasien diposisikan pada posisi yang nyaman
• Masukkan catheter ke dalam rectum melalui anal kanal. Catheter ini berisi transduser
peka terhadap tekanan
• Ujung akhir bagian rectal dari catheter dihubungkan dengan balon, yang diisi dengan
udara setelah catheter masuk melewati rectum.
• Pasien diminta untuk memberitahu kapan mulai terasa rectum terisi, saat rectum
terasa penuh dan saat desakan kuat untuk defekasi, dan banyaknya volume udara
yang dimasukkan dicatat.
• Kemudian balon dikempeskan secara perlahan-lahan.
• Rektoanal inhibitory reflex dapat dihitung selama tes sensasi rectal, dimana tekanan
anal kanal saat isitirahat turun sebagai respons terhadap distensi rectal
• Tekanan yang ditimbulkan oleh sphincter complex diukur saat pasien dalam kondisi
“istirahat” diminta untuk mengerutkan sphincter anal eksternal seperti seakan-akan
menahan defekasi atau saat mengedan (melakukan valsava maneuver)
• Untuk menentukan panjang anal kanal, pertama-tama menentukan area dalam anal
kanal, dimana tekanan istirahatnya paling tinggi. Are tekanan tertinggi ini dihasilkan
oleh sphincter anal internal yang terletak pada anorectal junction. Jarak antara
anorectal junction sampai ke anus merupakan panjang anal kanal, umumnya sekitar
3 cm. Laki-laki lebih panjang daripada wanita.
164
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Catatan:
Nilai ini harus disetarakan dengan usia dan jenis kelamin karena kurangnya data
normative3
165
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
166
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
2
Prosedur Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi
167
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Taping
Definisi
Taping adalah suatu metode terapi taping pada kulit dengan menggunakan suatu
elastic tape. Prinsip kerja dari taping adalah memberikan kesempatan tubuh kita untuk
memproses kesembuhan secara alamiah dengan cara meningkatkan fungsi sistim
neuromuskuloskeletal dan sirkulasi.
Tujuan
Terdapat 5 efek fisiologis dari taping yaitu: terhadap otot, sendi, fascia, sistim sirkulasi
atau limfatik, dan kulit. Taping dapat diberikan baik pada fase akut, sub akut maupun
kronik dan dapat digunakan sebagai terapi maupun pencegahan. Terdapat 4 fungsi
utama Taping yang telah diketahui, yaitu: (Lihat bagan 1)
1. Meningkatkan fungsi otot
• Memperbaiki kontraksi otot atau meningkatkan kekuatan otot pada otot yang
lemah.
• Memberi support pada otot agar tidak cepat lelah
• Mengurangi spasme, spastisitas atau kontraksi otot yang berlebihan.
• Melindungi otot terhadap kemungkinan suatu trauma.
• Meningkatkan LGS.
• Mengurangi dan menghilangkan nyeri.
2. Menghilangkan kongesti dan memperbaiki sistim limfatik
• Memperbaiki sistim sirkulasi dan limfatik tubuh.
• Mengurangi panas berlebihan dan substansi kimia berlebihan dari hasil proses
metabolisme tubuh pada jaringan.
• Mengurangi peradangan.
• Mengurangi nyeri dan perasaan tidak nyaman pada kulit dan otot.
3. Mengaktifasi sistim analgesik endogen
• Mengaktifasi sistim inhibisi spinal
• Mengaktifasi sistim inhibisi saraf perifer atau descending inhibitory system.
168
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Indikasi
• Otot yang memendek, spasme atau kram.
• Kelemahan otot, drop foot, trendelenburg gait.
• Muscle imbalance.
• Hypertropic scar, gangguan LGS karena soft tissues adhesion.
• Instabilitas sendi, ligament laxity.
• Tendinitis.
• Problem postural : skoliosis, kyphosis, hyperlordosis.
• Edema, limfedema.
Kontra indikasi:
Kontra indikasi absolut:
• Tape dipasang pada daerah abdomen wanita hamil.
• Infeksi kulit yang sedang aktif atau selulitis.
• Luka terbuka.
• Deep vein thrombosis (DVT).
Efek Samping/Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang membahayakan akibat penggunaan taping, komplikasi yang
mungkin terjadi dapat berupa kemerahan dan gatal pada kulit karena reaksi alergi
(bila ini terjadi, segera lepas tape, biasanya dalam waktu sehari alergi akan hilang dan
bila alergi semakin hebat dapat diberikan anti histamin oral atau topikal), dapat juga
terasa semakin nyeri terutama bila teknik pemakaiannya salah dan salah asesmen atau
diagnosis awalnya.
Prosedur
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan jenis prosedur yang akan dilakukan
• Kinesio Tex Gold dengan lebar standar 5 cm.
• Gunting yang tajam.
• Kapas dan alkohol 70% untuk membersihkan daerah yang akan diterapi.
2. Persiapan Pasien
• Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
• Menjelaskan tahapan tindakan
Gambar:
• Menjelaskan efek samping dari tindakan. Kinesio Tex Gold dengan
lebar standar 5 cm.
169
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
3. Pelaksanaan tindakan
Yang harus diperhatikan untuk mendapatkan teknik yang benar dan sesuai dalam
penggunaan Kinesio Tape adalah:
a. Jenis tape standar yang dipergunakan ( tape standar yang direkomendasi adalah
kinesio tex gold), cara melepas tape, besarnya tarikan atau tegangan tape yang
diaplikasikan (tanpa tarikan atau paper off 10-15%, ringan 15-25%, sedang 25-
50%, berat 50-75% dan penuh 75-100%, persen disini adalah besarnya tarikan dari
kondisi tape tidak ditarik, kedua ujung tape tidak boleh ditarik ), besarnya tarikan
ini disesuaikan dengan tujuan terapi apa yang hendak kita capai (untuk inhibisi otot
yang tegang dan kondisi akut kita gunakan tegangan ringan, untuk memfasilitasi
otot yang lemah dan kondisi kronik kita gunakan tegangan sedang, untuk koreksi
mekanik kita gunakan tegangan berat, untuk koreksi fascia kita gunakan tegangan
sedang, untuk koreksi tendon atau ligamen kita gunakan tegangan berat atau
penuh, untuk koreksi fungsional kita gunakan tegangan penuh, untuk koreksi
limfatik kita gunakan tanpa tarikan), bentuk tape (lihat gambar 1) yang disesuaikan
dengan area yang akan diterapi (bentuk I, Y, X, jaring, kipas atau donat), arah tarikan
tape (untuk inhibisi otot yang tegang dan kondisi akut arah tarikan dari distal ke
proksimal atau dari insersi ke origo, sebaliknya untuk fasilitasi otot yang lemah dan
kondisi kronik arah tarikan dari proksimal ke distal atau dari origo ke insersi), setelah
tape menempel harus digosok untuk mengaktifkan daya lekat tape.
b. Persiapan pasien yang baik, terutama harus melihat ada tidaknya kontraindikasi dan
kondisi kulit atau area yang akan diterapi, kulit harus dalam keadaan bersih, tidak
berminyak akibat bekas pemakaian krim atau kosmetik yang akan mengurangi daya
rekat tape dan efektifitas tape.
c. Daerah yang akan diberikan tape harus dalam keadaan teregang penuh dan sendi
harus digerakkan dengan LGS penuh.
d. Tujuan penggunaan Kinesio Taping, secara garis besar dibagi dua yaitu untuk otot
(menginhibisi otot yang tegang atau memfasilitasi otot yang lemah) dan untuk
koreksi (koreksi mekanik, koreksi fascia, koreksi tendon, koreksi ligamen, koreksi
fungsional atau koreksi limfatik ).
Prosedur pelaksanaan:
a. Tentukan asesmen atau diagnosis awal berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
atau pemeriksaan penunjang lainnya yang sesuai. Jangan lupa menanyakan status
alergi penderita.
b. Periksa daerah yang akan diberikan tape kemudian bersihkan daerah yang akan
diberikan tape dari minyak atau kotoran yang akan menurunkan daya lekat tape, bila
penderita mempunyai rambut yang banyak pada daerah yang akan diberikan tape
maka dapat dilakukan pencukuran terlebih dahulu.
170
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
c. Pasang tape dengan teknik yang disesuaikan indikasi atau tujuan pemasangan tape.
(lihat Lampiran)
d. Lakukan reasesmen setelah pemasangan tape dengan melihat bentuk, tekanan
dan daya rekat tape setelah dipasang, tanyakan keluhan penderita setelah tape
terpasang, bila terdapat reaksi alergi maka tape dapat dilepas, periksa kembali
kelainan yang didapat pada saat awal pemeriksaan.
e. Berikan edukasi kepada penderita tentang perawatan tape di rumah ; boleh mandi
atau kena air, jangan mengeringkan tape dengan hair dryer, biarkan kering sendiri,
jangan menggunting atau menarik tape yang akan lepas, bila tape sudah lepas
sebagian, segera kontrol ke dokter yang memasangnya, jangan menggunakan krim
atau kosmetik di atas tape, pada saat mandi jangan menggosok tape terlalu keras.
f. Seluruh prosedur di atas dilakukan baik pada saat awal pertama kali penderita
datang maupun setiap kali datang berobat.
Daftar Pustaka
1. Kase K, Wallis J, Kase T. Clinical Therapeutic Applications of The Kinesio Taping
Method. 2nd ed.Tokyo:Ken Ikai Co.Ltd; 2003.p19-39.
2. Kase K. Illustrated Kinesio Taping. 4th ed. Tokyo:Ken Ikai Co.Ltd; 2003.p6-12.
3. Kinesio Taping Association International, KT1&2 Workbook. 2008.p14-180.
4. Kase K, Stockheimer KR. Kinesio Taping for Lymphoedema and Chronic Swelling.
Tokyo:Ken Ikai Co. Ltd;2006.p30-72.
171
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
1. Untuk Inhibisi otot yang tegang, spasme atau memendek (Lihat gambar 2)
• Bentuk potongan tape I atau Y.
• Besar tarikan tape ringan atau 15-25%.
• Arah tarikan tape dari distal ke proksimal atau dari insersi ke origo, ujung
proksimal dan distal tape tidak boleh ditarik.
• Area yang diterapi pada saat menempelkan tempat fiksasi awal tape atau yang
disebut anchor harus dalam posisi netral kemudian dalam keadaan teregang
penuh saat menempelkan tape.
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Gambar 3. Kinesio
taping bentuk I
untuk fasilitasi otot
Kinesio Taping Untuk Koreksi
dimana arah tarikan
tape dari origo ke 1. Koreksi mekanik (Lihat gambar 4)
insersi.2
• Bentuk potongan tape I atau Y.
Gambar 4. Koreksi • Besar tarikan tape berat atau 50-75%.
mekanik dengan bentuk • Teknik pemasangan tape Y dengan tegangan pada buntut atau tegangan pada
tape Y (a. tegangan pada
buntut, b. tegangan pada dasar, tape I dengan tegangan pada 1/3 tengah, ujung proksimal dan distal tape
dasar, dan c. tegangan tidak boleh ditarik.
pada tape)
a.
b.
172
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
c.
173
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar 7.
Koreksi tendon achilles.2
Gambar 8.
Koreksi ligamen MCL.2
174
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar 9.
Koreksi fungsional untuk
membantu dorsofleksi
kaki. 2
Gambar 10.
Koreksi limfatik pada
tungkai bawah. 2
175
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
Dry Needling
Definisi
Dry needling adalah prosedur atau tindakan rehabilitasi medik untuk deaktifasi dan
desensitisasi dari trigger point dengan cara berulang-ulang menusukan atau memutar
jarum .
Tujuan
Untuk mengurangi nyeri secara mekanik dengan memecah nodul fibrotic yang
menekan ujung saraf.
Indikasi
• Myofascial trigger point syndrome (MTPS)
Kontra Indikasi
• Kelainan perdarahan (koagulopati, trombositopenia)
• Dalam terapi antikoagulan
• Infeksi lokal
• Imunosupresan
• Gangguan psikiatri (ansietas, paranoid, schizophrenia)
• Pasien yang tidak kooperatif, rasa takut
176
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
1. Persiapan peralatan
2. Persiapan Pasien
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat serta efek
samping tindakan dry needling
• Menjelaskan tahapan tindakan penyuntikan dan otot yang akan disuntik
• Meminta pasien / keluarga menanda tangani pernyataan persetujuan tindakan
medik
• Pemeriksaan tanda vital dan status generalis
3. Pelaksanaan tindakan
• Posisikan pasien sesuai dengan otot yang akan dilakukan dry needling, bantu
dengan memberikan penyanggah atau bantalan agar pasien rileks dan otot
tidak tegang.
• Identifikasi trigger point, nodul atau taut band dan beri tanda dengan tepat.
(trigger point dapat ditentukan dengan alat dolorimeter atau algometer).
• Sterilkan kulit lokasi injeksi mula-mula dengan povidone iodine, kemudian
dengan cairan alcohol setiap kali minimal 3 kali usapan
• Untuk trigger point yang superficial dapat menggunakan jarum 27G, sedangkan
untuk otot yang lebih dalam dapat menggunakan jarum 25G. Jarum tidak boleh
ditusukkan sampai habis.
• Jepit kulit bagian atas trigger point, taut band atau nodul diantara ibu jari dan
jari telunjuk atau antara jari telunjuk dan jari tengah. Jepitan jari mengisolasi
nodul atau taut band agar tidak bergeser dari jalur jarum.
• Jarum ditusukkan kurang lebih 1 sampai 1,5 cm dari posisi trigger point untuk
memfasilitasi arah jarum ke dalam trigger point dengan sudut 30o
• Gunakan tehnik “fast-in fast-out” untuk memicu LTR (Localized Twitch Reaction).
Kedutan lokal ini bertujuan untuk memperkirakan efektivitas dari tindakan.
Setelah menusuk trigger point, pastikan jarum tidak menusuk lumen pembuluh
darah.
• Lakukan penusukan jarum berulang-ulang sekitar nodul tanpa menarik jarum
ke luar., Apabila tindakan dry needling ingin ditambahkan dengan menyuntikan
obat anastesi lokal atau obat lainnya, maka suntikan tersebut dapat segera
dilakukan setelah tindakan menghancurkan nodul
• Tindakan dry needling dapat dilanjutkan ke nodul atau taut band yang lain.
• Setelah selesai, lakukan peregangan penuh secara aktif pada otot-otot yang
diinjeksi.
177
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
4. Dokumentasi
• Indikasi medik
• Otot-otot yang diterapi dengan dry needling
• Penggunaan lokal anaestesi
• Catat bila ada penyulit atau komplikasi
Evaluasi
• Nyeri berkurang
• Taut band dan nodul menghilang
• Spasme otot berkurang
• Aktivitas fungsional meningkat
Untuk nyeri akut, dry needling dapat dilakukan 2-3 kali per minggu (dengan penusukan
pada tempat yang berbeda). Pada fase subakut dapat dilakukan 1 kali per minggu atau
per 2 minggu.
Daftar Pustaka
• Lavelle ED, Lavelle W, Smith HS. Myofascial Trigger Points. Journal of Anesthesiology
Clin 25 (2007): 841-851
• Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. Mosby, 1998: 412-
13
• Travell JG, Simons DG. Myofascial Pain and Dysfunction. The Trigger Point Manual.
Baltimore, William & Wilkins, 1983: 60-61, 83-84
Gambar 1.
Gambaran cross-sectional
yang menunjukkan palpasi
taut band (black ring)
dan trigger pointnya (titik
merah) yang hanya bisa
diakses dari satu arah,
seperti pada infraspinatus.
A, Kulit didorong ke satu
sisi untuk memulai palpasi.
B, ujung jari bergeser
searah dengan derat otot
untuk merasakan tekstur
taut band dibawahnya
yang menyerupai
gumpalan. C, otot didorong
ke sisi yang berlawanan
saat selesai palpasi.
178
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar 2.
Gambaran cross-sectional
yang menunjukkan palpasi
jepitan taut band (black
ring) dan trigger pointnya
(titik merah). Palpasi
jepitan digunakan pada
otot yang dapat diangkat
diantara jari-jari, seperti
sternoclidomastoid,
pectoralis major, dan
latissimus dorsi. A, serabut
otot dijepit dengan ibu
jari dan jari-jari lain. B,
taut band yang keras
akan terasa dengan jelas
saat jari-jari melewatinya.
Perubahan sudut
phalang distal membuat
membentuk gerakan
maju mundur yang akan
memperjelas detail taut
band. C, ujung taut band
dapat ditentukan dengan
jelas saat terlepas dari
antara jari-jari, biasanya
disertai dengan respon
kedutan local.
Gambar 3.
Gambar cross-sectional palpasi untuk melokalisasi taut band dan menfiksasi trigger
point untuk injeksi. A dan B, menggunakan tekanan bergantian antara 2 jari untuk
mengkonfirmasi lokasi taut band. C, memposisikan taut band di pertengahan antara dua
jari untuk injeksi trigger point yang terdapat di dalam taut band.
179
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
Spray and Strech
Definisi
Spray dan Stretch adalah suatu prosedur tindakan rehabilitasi medik yang digunakan
untuk mengatasi nyeri akibat spasme otot dan atau trigger point (TP) yang aktif. Yang
dimaksud dengan trigger point adalah area sensitif pada otot, fascia, tendon, ligament,
periosteum atau pericapsular, yang pada saat ”aktif” menyebarkan nyeri pada area
tertentu lainnya atau area nyeri rujukan.
Tujuan
Spray and stretch terapi bertujuan untuk mencapai relaksasi dari otot yang spasme
atau area trigger point melalui efek dingin dari vapocoolant yang secara tidak langsung
menghambat nyeri dan reflex regang spinal, yang secara reflektif merelaksasi otot dan
memudahkan dilakukannya terapi peregangan.
Indikasi
• Spasme otot
• Tender spot area
• Myofascial trigger point syndrome (MTPS)
• Fibromyalgia
Kontra Indikasi
• Penderita dalam keadaan tidak sadar
• Adanya luka dikulit / infeksi
• Adanya oedema
• Dugaan fraktur, dislokasi sendi
Efek Samping/Komplikasi
• Dapat terjadi patah tulang
• Dapat terjadi dislokasi sendi
180
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Tindakan
1. Persiapan peralatan
2. Persiapan Pasien
• Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
• Menjelaskan tahapan tindakan
• Menjelaskan efek samping dan komplikasi dari tindakan
• Pasien tidak boleh merasa terlalu dingin, bagian yang tidak diterapi diselimuti
atau sebelumnya diberi kompres panas.
• Pastikan pasien tidak dalam keadaan lapar atau hipoglikaemi
• Periksa adakah keterbatasan gerak dan aktivitas yang terganggu
3. Pelaksanaan tindakan
• Pasien di posisikan pada posisi nyaman dan relaks
• Penentuan otot-otot yang spasme atau otot dimana terdapat trigger points yang
aktif dan otot nyeri rujukan
• Fiksasi salah satu ujung otot sehingga tekanan dapat dilakukan pada ujung otot
yang lain, agar dapat diregang secara pasif.
• Lindungi area mata bila menyemprot di daerah wajah
• Pegang vapocoolant spray setinggi 45 cm dari kulit, arahkan semprotan dengan
membentuk sudut tajam 300dengan permukaan kulit.
• Vapocoolant spray di semprotkan parallel satu arah dengan serabut otot,
dengan kecepatan semprotan sekitar 10 cm per detik. Bersamaan dengan
menyemprot vapocoolant lakukan peregangan secara pasif selama 30 detik
perlahan-lahan dengan tekanan tetap. Semprotan harus diberikan dimulai dari
tempat perlekatan otot diatas trigger points dan melewati reference zone.
• Kemudian hangatkan kulit dengan hot moist pack untuk beberapa menit, diikuti
oleh latihan peregangan sendi secara aktif dan perlahan-lahan oleh pasien
sampai mencapai lingkup gerak sendi penuh. Peregangan otot sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan ekspirasi pernafasan
• Proses ini dapat diulang sampai 5 kali.
• Bila kulit sudah kembali hangat, prosedur spray and stretch dapat kembali diulang.
4. Mendokumentasikan hasil tindakan
Penilaian
• Berkurangnya nyeri, dan spasme otot
• Hilangnya nodul dan taut band area trigger
Daftar Pustaka
1. Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. Mosby, 1998: 412-22
2. Travell JG, Simons DG. Myofascial Pain and Dysfunction. The Trigger Point Manual.
Baltimore, William & Wilkins, 1983
181
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
182
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
183
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
184
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
185
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
186
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
187
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
188
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
Injeksi Muskuloskeletal
Definisi:
Injeksi muskuloskeletal merupakan salah satu tindakan dalam tata laksana
komprehensif nyeri dan inflamasi pada sistem muskuloskeletal dalam konteks
kedokteran fisik dan rehabilitasi.
Tujuan:
• Mengurangi inflamasi muskuloskeletal sehingga memperbaiki fungsi gerak dan
mengoptimalkan latihan dan tindakan terapi fisik.
• Menggurangi, menghilangkan rasa nyeri akut atau kronik
Jenis Prosedur
• Tendinitis Bicipitalis
• Tendinitis otot gelang bahu (Rotator Cuff tendinitis)
• Epikondilitis lateral atau Tennis Elbow
• Epikondilitis Medial atau Golfer Elbow
• Bursitis olecranon.
• Tenosinovitis De Quervain
• Arthritis sendi carpometacarpal I
• Trigger finger
Indikasi
• Inflamasi pada sistem musculoskeletal (tendon, bursa, dan sendi)
Kontra Indikasi
• Adanya infeksi kulit pada sekitar tempat injeksi
• Gangguan koagulasi atau kecenderungan perdarahan
• Diabetes mellitus yang tidak terkontrol
189
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Efek Samping/Komplikasi
• Rupture tendon
• Nyeri
• Infeksi
• Atrofi jaringan lunak
• Depigmentasi (akan hilang dalam waktu 6-12 bulan)
• Alergi
Peresepan
• Triamcinolone acetonide 20 mg, methylprednisolone 40 mg atau hydrocortisone
acetate 20 mg
• Lidocain 1% 4ml
Prosedur
- Manual
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
• Menjelaskan tahapan tindakan
• Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
- Ultrasound Guided
1. Persiapan peralatan: USG musculoskeletal dan sesuai dengan metoda
tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
• Menjelaskan tahapan tindakan
• Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
Daftar Pustaka
1. Arnold W, Fullerton DSP, Holder S, May CS. Viscosupplementation: Managed care
issued for osteoarthritis of the knee. J Manag Care Pharm 2007; 13(4)(suppl): S3-S19.
2. Buckwalter JA, Einhorn TA, Mandelbaum BR, Stoller DW. OA today and tomorrow:
Maintaining function with early intervention. Available et url: http://www.medscape.
org/viewarticle/436984. Cited at: 17 June 2011
190
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
3. Silver T. Joint and soft tissue injection. 4th ed. Oxford: Radcliffe Publishing ltd 2007:
71-76.
4. Wen DY. Intra-articular Hyaluronic Acid injections for knee Osteoarthritis. Am Fam
Physician 2000; 62: 565-70, 572
5. Marshall. KW. Opposing views in the treatment of OA of the knee: The Case
for aggressive viscosupplementation in the treatment of knee OA. Medcape
Orthopaedic Education. Available at url: http://www.medscape.org/
viewarticle/416506_4. Cited at: 17 June 2011
6. Spitzer AI, Arnold W. Viscosupplementation for Osteoarthritis of the knee: Strategies
to improve patient outcomes. Medcape Orthopaedic Education. Available at url:
http://www.medscape.org/viewarticle/581361. Cited at: 17 June 2011.
7. Zuber TJ. Knee joint aspiration and injection. Am Fam Physician 2002;66:1497-
500,1503-4,1507,1511-2
8. Wittich CM, Ficalora RD, Beckman TJ. Musculoskeletal injection. Mayo Clin Proc 2009;
84 (9): 831-837.
9. Cardone DA, Tallia AF. Diagnostic and therapeutic injection of the hip and knee. Am
Fam Physician 2003;67:2147-52.
10. Saunders S, Longtworth S. Injection techniques in orthopaedic and sport medicine.
3rd ed. London: Elsevier Churchill Livingstone, 2006: 102-103.
11. Jackson DW, Evans NA, Thomas BM. Accuracy of needle placement into the intra-
articular space of the knee. JBJS 2002; 84:1522-1527
12. Chaves-Chiang et al. The highly accurate anteriolateral portal for injecting the
knee. Sport Medicine, Arthroscopy, Rehabilitation, Therapy & Technology 2011,
3: 6 . Cuccurullo J. S, Brown D, Petagna Platt H, Strax T E.Musculoskeletal injection
skills competency in physical medicine and rehabilitation residents : A method for
development and asseeement.Am J Phys.Med .Rehabil 2004; 83:479-485.
13. Anderson BC. Guide to arthrocentesis and soft tissue injection. Elsevier Saunders,
2005.
14. George LV, Han KJ. Gillian HA, Dana J. Fam’s musculoskeletal examination and joint
injection techniques. Mosby, 2010.
15. Sauders S, GordonC. Injection Techniques in orthopedic and sport medicine.WB
Saunders, 2005.
16. Waldman. Atlas of Pain management injection techniques,2nd ed. WB Saunders,
2007.
17. Nicholas WE, James RN. Injection procedures in physical medicine and rehabilitation.
Ed: DeLisa JA. Lippicott William & Wilkins, 2010.
18. Gerard VP, Wiliam G. Injection of peripheral joint, bursa, tendon sheaths and tendon
insertions. In: PM&R Secret 3rd ed. Mosby, 2008.
19. Cuccurullo JS. Physical medicine and rehabilitation board review. Demos medical
publishing.
20. Gross JM, Fetto J, Rosen E. Musculoskeletal examination 3rd ed. Willey Blackwell,
2009.
191
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Merupakan inflamasi tendon bicep longus akibat friksi mekanik dan iritasi tendon
saat bergerak pada bicipital groove anterior humerus. Aktivitas mengangkat lengan
membuat perubahan spectrum patologis termasuk diantaranya inflamasi, rupture
mikro, inflamasi kronis, perubahan degenerasi mucoid dan rupture tendon. Faktor
resiko terjadinya rupture tendon yaitu perubahan degenerasi mucoid. Cedera saat
mengangkat beban berat, usia lebih dari 62 tahun serta riwayat tendinitis berulang.
Gejala nyeri pada bahu anterior, saat fleksi bahu dan aktivitas mengangkat yang
melibatkan fleksi siku, bertambah saat aktivitas, masih merasakan nyeri saat istirahat
malam hari. Sering disertai tendinitis supraspinatus atau “impingement syndrome”.
Mengeluhkan sensasi seperti dicubit di sisi lateral lengan atas saat mengangkat tangan.
Pemerikasaan fisik speed test dan yeargason test dan test untuk memastikan adanya
impingement supraspinatus.
Peresepan
Triamcinolon 40 mg dalam 1-2 ml lidocain 0,5% dengan jarum 1,5 inch 25G.
Tehnik
• Posisikan lengan pada supinasi, bahu rotasi eksternal 45 derajat.
• Di sisi lateral procesus coracoids terdapat tuberositas minor, kemudian cari insersi
tendon bicipital pada alur bicipital.
• Tusukkan jarum sampai menyentuh periosteum, tarik sedikit, kemudian injeksikan,
jangan sampai ada tahanan. Hindari injeksi pada tendon.
• Jangan lakukan aktivitas mengangkat tangan sampai 3 hari pertama pasca injeksi.
Hindarkan atau batasi gerakan mengangkat beban dan mengangkat tangan keatas
kepala jika masih sakit. Latihan beban pendulum dimulai hari ke 4.
• Injeksi dapat diulang 6 minggu kemudian jika perbaikan hanya 50%.
• Pasien dapat kembali ke aktivitas biasa atau olah raga jika tonus otot sudah normal.
192
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Peresepan
20 mg triamcinolone dan 1% lidocain dalam 4 cc dengan syringe 5 ml jarum 1,5 inchi
21G
Teknik
• Cari sisi lateral acromion pada titik tengah dan tusukkan jarum sedalam 1 inci,
berjalan paralel dengan sudut acromion kearah bursa subacromion.
• Jika dijumpai halangan saat jarum masuk tarik sedikit hindari periosteal ataupun
tendon.
• Jangan melakukan gerakan mengangkat, mendorong, menarik dan memberi
tekanan langsung pada bahu untuk 3 hari pasca injeksi. Latihan peregangan
pendulum dimulai hari ke 4.
• Gerakan mengangkat dapat dimulai saat sakit berkurang. Latihan atau aktivitas
biasa dapat dilakukan sampai tonus membaik 75%
193
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Merupakan cedera tendon extensor (biasanya Extensor carpi radialis brevis), akibat
gerakan menggenggam yang berlebihan dan berulang seperti mengangkat, memaku,
memeras sehingga menyebabkan robekan mikro. Inflamasi sekunder dapat menjadi
kronis karena pengunaan terus menerus. Pemeriksaan dengan tennis elbow test.
Peresepan
Triamcinolone 10 mg, dalam 0,75 ml lidocaine 2% jarum 25 G.0,5 inchi
Tehnik
• Pasien duduk dengan siku disangga pada sudut yang tepat dan lengan bawah
dalam posisi supinasi (fleksi siku 90 derajat)
• Temukan facet sebelah anterior pada epicondyle lateral, tetapkan area nyeri,
Tusukkan jarum sejajar dengan cubital crease tegak lurus terhadap facet sampai
menuju tulang, tarik sedikit, masukkan cairan kedalam tendon tersebut (injeksikan).
Jangan di injeksi jika ada halangan.
• Istirahat 10 hari pasca injeksi, jika ingin mengangkat beban sebaiknya dalam posisi
lengan supinasi, sehingga yang bekerja adalah otot fleksor.
• Setelah 1 minggu dapat dimulai latihan peregangan otot ekstensor. Latihan
penguatan otot dimulai jika tidak nyeri saat ekstensi .
Ultrasound guided
194
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4
__________________________________________________________________
Merupakan cedera tendon fleksor terutama tendon fleksor carpi radialis brevis karena
penggunaan berlebihan seperti gerakan memeras, mengangkat, memukul serta
aktivitas olahraga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada medial siku, nyeri pada
gerakan resistif fleksi pergelangan tangan dan pronasi lengan.
Peresepan
Triamcinolone 10 mg dalam 0,75 ml lidocaine 2 %, jarum 25G 0,5l ml
Tehnik
• Pasien duduk dengan tangan posisi ekstensi.
• Temukan facet antara tendon fleksor pada origonya di epicondilus medialis,
tetapkan area nyeri, kemudian tusukkan jarum tegak lurus sampai menyentuh
tulang, tarik, lalu suntikkan secara pepperin (dibagi beberapa tempat).
• Istirahatkan selama 1 minggu kemudian lakukan latihan peregangan dan latihan
penguatan otot.
• Injeksi dapat diulang setelah 6 minggu.
195
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 5
__________________________________________________________________
Merupakan inflamasi kantong bursa yang terletak antara prosesus olecranon ulna dan
kulit diatasnya. Biasanya disebabkan oleh trauma tekan berulang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri tekan dan bengkak di belakang siku dan nyeri pada gerakan siku
saat fleksi pasif dan ekstensi resistif.
Peresepan
Triamcimnolone 20 mg dengan jarum 23G 1 inchi syringe 2 ml.
Teknik
• Pasien duduk dengan siku fleksi 90 derajat
• Tetapkan pusat nyeri bursa, masukkan jarum dan suntikkan.
• Istirahatkan dan hindari tekanan pada sendi siku selama 1 minggu
196
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 6
__________________________________________________________________
Merupakan inflamasi tendon ekstensor pollicis brevis dan abductor pollicis longus.
Predisposisi adanya gerakan menggenggam berulang dan tidak biasa sehingga
menyebabkan gesekan dan iritasi tendon pada snuff box dimana tendon tersebut
melewati distal radi.
Pada pemerikasaan fisik didapatkan nyeri pada regio procesus styloid radialis dan
pangkal ibu jari. Nyeri saat resistif abduksi dan ekstensi ibu jari, fleksi pasif ibu jari.
Peresepan
Triamcinolone 10 mg, dengan lidocain 2% 0,75 ml dengan syringe 1 ml jarum 25 G 0,5”.
Tehnik
• Posisikan tangan secara vertikal (tegak lurus) dengan ibu jari agak fleksi, identifikasi
gap antara dua tendon pada basis metakarpal I (dua tendon), kemudian tusukkan
jarum tegak lurus kedalam gap dan arahkan ke proksimal diantara tendon-tendon
lalu suntikkan jarum diantara ke dua tendon.
• Masukkan cairan sebagai bolus ke dalam tendon sheath
• Istirahatkan dan hindari gerakan yang menyebabkan nyeri selama 1 minggu. Harus
diberikan penjelasan pada pasien yang kurus tentang kemungkinan terjadinya
depigmentasi dan atropi pada tempat injeksi.
needle
Ultrasound guided
197
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 7
__________________________________________________________________
Merupakan arthritis sendi ibu jari. Osteoartritis merupakan penyebab arthritis yang
sering dijumpai. Nyeri, bengkak dan deformitas tulang terjadi antara artikulasi
metacarpal dan trapezium. Pada kasus kronis dapat terjadi hilangnya tulang rawan
sendi, terbentuknya osteofit dan subluksasi tulang metacarpal. Dapat terjadi gangguan
fungsi menggunakan pensil atau membuka botol. Dari pemeriksaan fisik didapatkan.
• Watson stress test : jari posisi ekstensi, dengan dorsum manus di atas meja. Dorong
ibu jari kearah meja, test dinyatakan positife jika sakit.
• Nyeri saat aduksi pasif ibu jari dan tidak dapat diektensikan secara pasif.
Peresepan
Triamcinolone 10 mg dalam 0,75 ml lidocaine 2% dengan syringe 1 ml jarum 25G 0,5”
Tehnik
• Pasien dengan posisi tangan ditengah dan ibu jari ke atas.
• Cari celah antara metacarpal dan trapezium. Tusukkan jarum pada celah tersebut dan
suntikkan.
• Pasca injeksi, jari dapat digerakkan sesuai toleransi nyeri.
198
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 8
__________________________________________________________________
Peresepan
Triamcinolone 10mg dengan 0,25 ml lidocaine 2% 1 ml dengan syringe 1 ml jarum 25G
0,5“
Tehnik
• Pasien dengan telapak tangan terbuka, temukan tendon nodul yang sakit.
• Tusukkan jarum sampai jaringan subkutan, injeksikan, jika sulit jangan dipaksakan
karena kemungkinan akan masuk ke dalam tendon.
• Tidak ada pembatasan gerakan setelah injeksi, hindarkan tekanan pada area
metacarpophalangeal tersebut.
needle
Ultrasound guided
199
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Injeksi
Botulinum Toxin
Definisi
Injeksi botulinum toxin (BT) adalah tindakan pengobatan dengan cara menyuntikkan
obat botulinum toxin secara langsung ke dalam otot untuk tujuan medik
Tujuan
Untuk mencapai relaksasi otot dengan melakukan blokade kimiawi pada neuromuscular
junction
Indikasi
• Spastisitas fokal
• Spasme otot
• Nyeri
Kontraindikasi
• Ibu hamil
• Hipersensitivitas
• Usia kurang dari 6 bulan
• Luka atau infeksi di tempat suntikan
• Hipertermia
• Alergi terhadap botulinum toxin
Peresepan
Botulinum toxin kemasan 100 unit atau 50 unit
200
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
1. Persiapan peralatan
2. Persiapan Pasien
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat serta efek
samping suntikan botulinum toxin
• Menjelaskan tahapan tindakan penyuntikan dan otot yang akan disuntik
• Meminta pasien / keluarga menanda tangani pernyataan persetujuan tindakan
medic
• Pemeriksaan tanda vital dan status generalis
3. Persiapan obat suntik
• Encerkan obat botulinum toxin dengan NaCl 0,9% . Untuk otot yang besar 100 unit
botulinum botox dapat diencerkan dengan 4 cc, untuk otot yang kecil diencerkan
dengan 2-2,5 cc.
• Pengenceran harus dilakukan secara perlahan-lahan (jangan dikocok) agar tidak
terjadi gelembung udara dalam flacon
• Agar obat tercampur dengan baik, flacon digerakkan membentuk angka 8
perlahan di atas meja
4. Pelaksanaan tindakan
• Identifikasi otot–otot yang akan di suntik serta dosisnya oleh dokter yang akan
melakukan injeksi botulinum toxin
• Posisikan pasien sesuai dengan otot yang akan disuntik, berikan penyanggah atau
bantalan agar pasien relaks dan otot tidak menjadi tegang
• Tetapkan titik suntikan atau menggunakan USG guidance
• Sterilkan kulit lokasi injeksi dengan alcohol swab, biarkan mengering dan usap
dengan gaas steril
• Aplikasikan krim lokal anestesi dapat dilakukan pada titik suntik 20 menit sebelum
suntikan dilakukan (untuk pasien anak-anak)
• Lakukan penyuntikan botulinum toxin sesuai dosis yang ditetapkan pada titik
suntik di otot. Arah suntikan dapat tegak lurus atau horizontal otot yang dituju.
• Lakukan observasi selama 30 menit setelah penyuntikan untuk kemungkinan
penyulit seperti alergi atau hipersensivitas.
5. Dokumentasi
• Indikasi medik
• Otot-otot yang disuntik dan dosis botulinum toxin yang disuntikkan di setiap otot
• Catat bila ada penyulit atau komplikasi
201
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar: Evaluasi
Beberapa contoh injeksi Evaluasi hasil injeksi BT dilakukan 7-10 hari setelah penyuntikan, karena penurunan
Botulinum Toxin
tonus otot akibat penyuntikan botulinum toxin baru mulai manifest 3 hari setelah
penyuntikan dan mencapai puncaknya 10 hari setelah penyuntikan.
Kesimpulan
Penyuntikan Botulinum toxin diberikan untuk menurunkan tonus otot yang mengalami
spastisitas terbatas pada otot yang disuntik dengan Botulinum toxin. Efek obat hanya
bertahan sekitar 4-6 bulan.
Daftar pustaka
1. Morales T . Procedures in Physical Medicine and Rehabilitation. 2nd ed, Elsevier, 2005
2. Lennard TA. Physiatric Procedures in clinical practice. Hanley& Belfus, 1995
3. Dressler D. Botulinum Toxin Therapy. Georg Thieme Verlag, 2000
202
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur Injeksi
Intra-artikular
Definisi
Injeksi intra artikular merupakan salah satu tindakan dalam tata laksana komprehensif
nyeri muskuloskeletal dalam konteks kedokteran fisik dan rehabilitasi.
Tujuan
• Mengurangi inflamasi muskuloskeletal dan saraf sehingga memperbaiki fungsi
gerak dan mengoptimalkan latihan dan tindakan terapi fisik.
• Menggurangi, menghilangkan rasa nyeri akut atau kronik
• Viskosuplementasi sendi
Jenis Prosedur
• Injeksi intra-artikular sendi lutut
• Kapsulitis kronis (Frozen Shoulder)
• Nyeri sendi Acromionclavicula .
Indikasi
• Injeksi intra artikular berupa kortikosteroid sering digunakan untuk menangani
nyeri akut pada sendi, terutama pada penderita dengan inflamasi lokal dan efusi
sendi.
• Injeksi asam hyaluronat perlu dipertimbangkan pada penderita OA lutut dengan
gejala yang bermakna yang tidak membaik dengan terapi standard farmakologi
dan non farmakologi atau tidak bisa mentoleransi dengan terapi tersebut (misal ada
problem gastrointestinal pada pemberian obat anti inflamasi).
Kontra Indikasi
• Adanya osteomielitis atau infeksi kulit pada sekitar tempat injeksi
• Hemarthrosis
• Peradangan sendi/septic arthritis
203
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Efek Samping/Komplikasi:
• Lokal:
w Atrofi jaringan lunak
w Depigmentasi (akan hilang dalam waktu 6-12 bulan)
w Inflamasi
w Rupture tendon
w Nyeri
• Sistemik:
w Kulit kemerahan,
w Haid tidak lancar
w Miopati
w Gangguan toleransi glukosa
w Osteoporosis
w Atropati steroid
w Supresi adrenal (dosis tinggi dan jarang timbul pada injeksi lokal)
• Alergi:
Gejala awal kemerahan (flushing), kesemutan dan urtikaria. Gejala awal ini bisa saja
tidak muncul. Gejala dari alergi berat; sesak (wheezing), dada terasa penat, nyeri
abdomen, nausea dan muntah, dilanjutkan kegagalan sirkulasi, cardiac arrest dan
kematian.
Peresepan
• Triamcinolone acetonide 20 mg, methylprednisolone 40 mg atau hydrocortisone
acetate 20 mg
• Lidocain 1% 4ml dengan jarum 21G 1,5 inchi total 5 ml.
• Kortikosteroid injeksi dapat digunakan sebagai mono terapi atau dikombinasikan
dengan terapi sistemik berupa analgesik, NSAID atau COX-2 inhibitor. Aspirasi
maupun injeksi sendi harus menggunakan teknik aseptik.
• Asam Hyaluronat
204
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
• Manual
1. Persiapan peralatan: sesuai dengan metoda tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
w Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
w Menjelaskan tahapan tindakan
w Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
• Ultrasound Guided
1. Persiapan peralatan: USG musculoskeletal dan sesuai dengan metoda
tindakan yang dipakai
2. Persiapan Pasien:
w Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan
w Menjelaskan tahapan tindakan
w Menjelaskan efek samping tindakan
3. Pelaksanaan tindakan
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil tindakan.
Daftar Pustaka
1. Arnold W, Fullerton DSP, Holder S, May CS. Viscosupplementation: Managed care
issued for osteoarthritis of the knee. J Manag Care Pharm 2007; 13(4)(suppl): S3-S19.
2. Buckwalter JA, Einhorn TA, Mandelbaum BR, Stoller DW. OA today and tomorrow:
Maintaining function with early intervention. Available et url: http://www.
medscape.org/viewarticle/436984. Cited at: 17 June 2011
3. Silver T. Joint and soft tissue injection. 4th ed. Oxford: Radcliffe Publishing ltd 2007:
71-76.
4. Wen DY. Intra-articular Hyaluronic Acid injections for knee Osteoarthritis. Am Fam
Physician 2000; 62: 565-70, 572
5. Marshall. KW. Opposing views in the treatment of OA of the knee: The Case
for aggressive viscosupplementation in the treatment of knee OA. Medcape
Orthopaedic Education. Available at url: http://www.medscape.org/
viewarticle/416506_4. Cited at: 17 June 2011
6. Spitzer AI, Arnold W. Viscosupplementation for Osteoarthritis of the knee: Strategies
to improve patient outcomes. Medcape Orthopaedic Education. Available at url:
http://www.medscape.org/viewarticle/581361. Cited at: 17 June 2011.
7. Zuber TJ. Knee joint aspiration and injection. Am Fam Physician 2002;66:1497-
500,1503-4,1507,1511-2
8. Wittich CM, Ficalora RD, Beckman TJ. Musculoskeletal injection. Mayo Clin Proc 2009;
84 (9): 831-837.
9. Cardone DA, Tallia AF. Diagnostic and therapeutic injection of the hip and knee. Am
Fam Physician 2003;67:2147-52.
10. Saunders S, Longtworth S. Injection techniques in orthopaedic and sport medicine.
3rd ed. London: Elsevier Churchill Livingstone, 2006: 102-103.
11. Jackson DW, Evans NA, Thomas BM. Accuracy of needle placement into the intra-
articular space of the knee. JBJS 2002; 84:1522-1527
12. Chaves-Chiang et al. The highly accurate anteriolateral portal for injecting the
205
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
206
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
Teknik injeksi
• Ada beberapa teknik yang berbeda untuk aspirasi maupun injeksi lutut, antara lain
medial, lateral dan anterior approach.
• Pada lateral approach lutut diposisikan hampir ekstensi penuh (fleksi 10-15º), jarum
dimasukkan pada sisi lateral mid patellar ke rongga sendi patellofemoral. Demikian
juga medial approach, jarum dimasukkan ke sisi medial lutut di bawah pertengahan
patella (mid patellar) ke rongga sendi patellofemoral.
• Pada anterior approach, penderita duduk dan tungkai bawah menggantung tanpa
menyentuh lantai atau bangku kaki, di sisi tempat tidur periksa dan lutut difleksikan
sekitar 90º. Jarum dimasukkan di inferior patella di sisi medial atau lateral tendon
patella lebar satu jari diatas garis sendi dan lebar 1 jari ke lateral atau medial tendon
patella. Arahkan jarum ke tengah, paralel dengan medial tibia plateu.
Kesimpulan
• Untuk mengurangi inflamasi pada kondisi akut nyeri sendi lutut dapat diberikan
injeksi kortikosteroid, terutama pada kondisi inflamasi dan efusi sendi.
• Injeksi asam hyaluronat perlu dipertimbangkan pada penderita OA lutut dengan
gejala yang bermakna yang tidak membaik dengan terapi standard farmakologi
dan non farmakologi atau tidak bisa mentoleransi dengan terapi tersebut (misal ada
problem gastrointestinal pada pemberian obat anti inflamasi).
207
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar 1:
Medial
approach
Gambar 2:
Lateral
Lateral mid patellar portal
approach P = Patella, F = Femur, T = Tibia, FP = Fat pat
Anteriolateral Anteriomedial
Gambar 3:
Ultrasound
Guided
208
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
Peresepan
Dosis obat Triamcinolone 40mg ,local anestesi 4ml lidocaine 1% dalam syringe 5ml
jarum 21G 1,5-2 inchi(40-50mm).
Teknik injeksi
• Pasien duduk dengan posisi lengan rotasi interna, cari sudut posterior acromion dan
processus coracoid.
• Tusukkan jarum di bawah sudut tersebut dan dorong jarum kearah processus
coracoid, hentikan saat menyentuh tulang rawan intraartikular.
• Perawatan setelah tindakan hindarkan tekanan pada bahu, mengangkat lengan,
mendorong ,menarik,mengangkat beban pada 3 hari pertama.
• Peregangan pasif, latihan pendulum, abduksi dan rotasi eksternal dapat dilakukan
pada hari ke 4.
• Injeksi intraartikular boleh diulang 4-6 minggu kemudian jika perbaikan hanya 50%.
• Aktivitas rutin, kerja dan berolah raga dapat dimulai setelah lingkup gerak sendi
telah pulih dan tonus otot membaik 75%.
• Konsultasi ortopedi diperlukan jika pasien gagal meningkatkan lingkup gerak sendi
rata-rata 10-15% setiap bulan.
Ultrasound guided
209
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Sendi ini dilapisi oleh kapsula fibrosa dan distabilkan oleh ligamen acromioclavicula,
coracoclavikular dan coracoacromial. Trauma dapat terjadi saat berolah raga, jatuh
terkena bagian anterior bahu dan sering mengangkat lengan melewati depan tubuh,
sehingga ligamen dan sendi acromionaclavicula teregang (sprain). Gejala nyeri pada
anterior, superior bahu, kadang menjalar sampai ke dasar leher, otot trapezius dan
deltoid. Nyeri dirasakan juga saat aktivitas sehari-hari seperti tangan melipat kedepan
dada (adduksi bahu), kebelakang, ataupun ke atas.
Peresepan
Dosis Triamcinolone 10 mg, dalam lidocain 2% dengan syringe 1 ml jarum 25G 0,5 inchi
(16 mm).
Teknik
• Pasien duduk dengan lengan di sisi tubuh
• Cari ujung acromion, lalu mengarah ke medial selebar ibu jari, raba garis sendinya
kemudian tusukkan jarum ke medial dengan 30 derajat melewati kapsul sendi.
Jangan mengarah ke tengah sendi karena dapat merusak tulang rawan.
• Pasca injeksi hindarkan gerakan yang menyebabkan nyeri selama 1 minggu. Bila
sendi mengalami radang akut dapat diberikan kompres es dan tapping.
• Setelah nyeri dapat dikontrol, latihan lingkup gerak sendi dan kekuatan otot dapat
mulai dilakukan dan dapat kembali ke aktivitas awal.
Ultrasound
Guided
210
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Peresapan dan
Check-Out Orthosis
Definisi
- Orthosis merupakan alat bantu eksternal yang digunakan untuk memodifikasi
struktur dan karakteristik fungsional sistem neuromuskuloskeletal.
- Peresepan Orthosis adalah prosedur/ tindakan penilaian gangguan dan penentuan/
penetapan jenis orthosis.
- Check-out orthosis adalah tindakan evaluasi ketepatan dan kenyamanan orthosis
yang telah diresepkan.
Tujuan
• Proteksi: menyediakan gaya kompresif dan traksi yang terkontrol, melindungi
bagian tubuh yang cidera. Membatasi dan mencegah gerakan sendi untuk
koreksi kesegarisan, mencegah deformitas, stabilisasi jaringan dan mempercepat
penyembuhan jaringan lunak dan tulang.
• Koreksi: membantu koreksi keterbatasan gerak sendi dan subluksasi sendi atau
tendon, membantu mencegah dan mengurangi deformitas.
• Membantu fungsi: dengan cara mengkompensasi deformitas, kelemahan otot atau
meningkatkan tonus otot.
Jenis Prosedur
• Peresepan dan Check-out Orthosis Spinal
• Peresepan dan Check-out Orthosis Ekstremitas Bawah
• Peresepan dan Check-out Orthosis Ekstremitas Atas
Indikasi
Semua gangguan fisik yang memerlukan orthosis, dengan tujuan:
• Koreksi deformitas
• Stabilisasi
• Proteksi, misal: fraktur
211
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Meningkatkan fungsi
Kontra indikasi
• Alergi terhadap bahan orthosis
• Terdapat luka
Efek samping/Komplikasi
• Peningkatan energy expenditure pada pemakaian material yang berat
• Rasa tidak nyaman
• Reaksi alergi terhadap bahan orthosis
Prosedur
1. Persiapan peralatan
2. Persiapan pasien
• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat, efek samping
dan komplikasi penggunaan orthosis
• Menjelaskan tahapan pelaksanaan
3. Pelaksanaan
• Peresepan
w Penentuan diagnosis
w Penentuan tujuan pemakaian orthosis
w Menetapkan jenis dan bahan material orthosis yang tepat
• Pengukuran, Pembuatan dan Pengepasan (dilaksanakan oleh petugas orthotik-
prostetik)
• Check-out
w Ketepatan jenis orthosis
w Ketepatan ukuran orthosis
w Ketepatan fungsi yang dicapai
w Kenyamanan pemakaian
Daftar Pustaka
1. Kelly M.B, Patel T.A, Dogde C.V, Upper limb ortothic device in Braddom R.L.,editor.
Physical medicine and rehabilitation 4th ed, chap 14,Philadhelpia, Elsevier Saunder,
2011.
2. Hennessey W.J, Lower limb orthothic devices in in Braddom R.L.,editor. Physical
medicine and rehabilitation 4th ed, chap 14,Philadhelpia, Elsevier Saunder, 2011
3. More D.P, Tilley E., Sugg P., Spinal orthosis in in Braddom R.L.,editor. Physical
medicine and rehabilitation 4th ed, chap 14,Philadhelpia, Elsevier Saunder, 2011
4. Scrub Notes Medical Blog: Tips For Med Students; Pope’s Blessing vs Claw hand;
http://www.scrubnotes.com/2008/02/popes-blessing-vs-claw-hand.html
5. Splinting for Radial Nerve Palsy, http://handlab.com/articles/radial_palsy_splint.pdf
6. Tan, JC. Practical manual of Physical Medicine and Rehabilitation, Mosby, 1998.
7. DeLisa, J. Physical medicine and rehabilitation, principle and practice. 4th ed.
212
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
213
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
214
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Apakah thoracic band dan perpanjangannya ke arah depan terletak medatar dan
pas dengan kontur tubuh sehingga nyaman dipakai?
• Apakah ujungnya sampai ke garis tengah axilla?
c. Posterior Uprights
• Apakah letaknya diantara scapulae dan proc. Spinosus kanan dan kiri?
• Apakah ujung atasnya setinggi spina scapulae?
• Apakah sisi medial kedua posterior uprights berjarak sekitar 2 inci?
d. Interscapular Band
• Apakah panjangnya sudah cukup? Yaitu sekitar 2 inci dari lipatan ketiak posterior
kanan dan kiri?
• Apakah letak band ini sekitar 1 inci diatas sudut inferior scapulae?
e. Oblique Lateral Uprights
• Apakah sambungan kepada lateral uprights sekitar 1 inci batas bawah thoracic
band?
• Apakah letaknya tidak mengganggu pelbic strap?
• Apabila pelvic strap dikencangkan, apakah lateral uprights terletak diatas pelvic
band sehingga tidak menekan kulit?
f. Rotary Control
• Apakah cukup ruang gerak antara brace dan axilla?
g. Abdominal Support
• Apakah ukurannya cukup besar? Tinggi yang sebaiknya adalah ½ inci di bawah Proc.
Xiphoideus sampai ½ inci diatas simfisis pubis.
• Apakah batas posterior-inferior tepat pada puncak daerah bokong? Pada wanita
dengan lordosis letaknya dapat sedikit di bawah puncak gluteal agar dapat lebih
nyaman dipakai.
215
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
216
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Gambar:
Metal AFO: AFO dengan
free motion ankle joint
(K), AFO dengan limited
motion ankle joint (L)
217
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
218
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
219
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
220
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
221
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Saat pasien berdiri dengan sebagian besar erat tubuhnya pada kaki yang
memakai orthosis, apakah cukup terdapat jarak antara sendi lutut mekanik
dan lutut pasien pada sisi medial dan lateral?
• Apakah pengunci lutut sudah cukup aman dan mudah dioperasikan?
d. Upright
• Apakah upright sudah sesuai dengan bentuk tungkai dan paha?
• Apakah terdapat jarak yang cukup antara medial upright dan perineum?
• Apakah lateral upright berada dibawah trochanter tetapi minimal 1 inch lebih
tinggi dari medial upright?
• Apakah masing-masing upright berada pada garis tengah kaki dan paha?
• Apakah persediaan untuk pemanjangan upright sudah cukup (pada orthosis
anak)?
e. Bands dan manset (cuffs)
• Apakah bands atau manset betis sudah tepat lebarnya dan sesuai dengan
bentuk kaki dan paha?
• Apakah cukup nyaman?
• Apakah jarak antara bagian atas manset betis dan head of fibula sudah
cukup?
• Apakah bagian distal manset paha dan manset betis jaraknya sama dari lutut?
f. Quadrilateral brim (jika diresepkan)
• Apakah tendon adductor longus berada dalam terowongan brim dengan
tepat dan tidak terlalu menekan bagian anteromedial brim?
• Apakah ischial tuberosity bersandar tepat pada ischial seat?
• Apakah lipatan otot diatas brim minimal?
• Apakah brim pada dinding posterior mendekati sejajar dengan tanah?
• Apakah pasien bebas dari tekanan vertikal pada daerah perineum?
g. Hip
• Apakah pusat sendi pelvis sedikit diatas trochanter mayor?
• Apakah pengunci paha aman dah mudah digunakan?
• Apakah pelvic band sudah tepat sesuai bentuk tubuh?
h. Alat pelengkap khusus
• Jika alat pelengkap khusus digunakan, seperti torsion shaft, apakah gaya
yang dikeluarkan tidak menekan ekstremitas berlebihan?
• Apakah pasien cukup stabil?
222
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
223
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
2 Mencegah deformitas claw pada jari-jari, dan a. Opponen orthosis with metacarpophalangeal
membantu ektensi jari, terutama pada pasien extension stop
dengan neuropati ulnar atau kombinasi neuropati b. Opponen orthosis with metacarpophalangeal
median-ulnar extension stop and wrist control
3 Membatasi wrist palmarfleksi, terutama pada a. Wrist flexion control orthosis
pasien dengan neuropati radialis b. Opponen orthosis with wrist control
4 Membantu prehension pada pasien dengan a. Wrist driven phrehension orthosis
paralisis b. Utensils with large handles
jari-jari, dengan kekuatan otot fair plus atau
ekstensi wrist lebih kuat, misalnya pada pasien
tetraplegi C4 atau diatasnya
5 Membantu prehension pada pasien dengan parali- a. Electrically driven phrehansion orthosis
sis wrist atau hand, misalnya pada pasien dengan b. Passive prehension orthosis
tetraplegia C5 atau di atasnya c. Utensil holder
6 Membatasi gerakan pada wrist dan hand, terutama • Wrist hand stabilizer
pada pasien dengan nyeri artritis atau sindrom
terowongan karpal
7 Membatasi gerakan pada sendi interphalangeal • Thumb stabilizer
satu dan metacarpophalangeal
8 Membatasi gerakan jari • Finger stabilizer
9 Meningkatkan fleksi pada sendi metacarpophalan- • Finger flexor orthosis
geal
10 Meningkatkan ekstensi sendi metacarphophalan- • Finger extensor orthosis
geal
11 Mengurangi tekanan pada forearm extensors, teru- • Forearm cuff
tama pada pasien dengan lateral epicondylitis
12 Meningkatkan ekstensi elbow dengan men- • Elbow extensor orthosis
gaplikasikan gaya di bagian anterior terhadap
olekranon, dan di bagian posterior ke distal dan
proksimal elbow
13 Membantu fungsi anggota gerak atas pada • Elbow stabilizer
kondisi kelemahan elbow. Pemilihan tergantung • Elbow orthosis with hydraulically, electrically, or cable
pada toleransi pasien terhadap alat bantu controlled hinge
224
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Stroke, SCI, TBI, MS, CP. Resiko kontraktur dan Tone-reduction orthosis Mengurangi spastisitas
kelemahan otot antagonis. (misal hand-cone orthosis, tonus flexor, (2 jam pakai, 2
Snook splint) jam lepas).
CTS, CTD, SCI, lesi UMN Nyeri - Shock absorbing gloves - absorbsi shock / vibrasi
Edema - Compression gloves - mengurangi edema
(edema)
225
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Peresapan dan
Check-Out Prostesis
Definisi
- Peresepan Prothesis adalah prosedur/ tindakan penilaian gangguan dan penentuan/
penetapan jenis prothesis.
- Pengecekan prothesis adalah prosedur/ tindakan evaluasi ketepatan prothesis
yang telah diresepkan, apakah sudah nyaman dipakai dan tepat dalam hal: ukuran,
bentuk dan fungsinya.
Tujuan
Untuk memberikan jenis prothesis yang sesuai dengan gangguan yang ditemukan.
Jenis Prosedur
• Peresepan prosthesis ekstremitas atas
• Check-out prosthesis ekstremitas atas
• Peresepan prosthesis ekstremitas bawah
• Check-out prosthesis ekstremitas bawah
Indikasi
• Semua gangguan fisik yang memerlukan prothesis.
Kontra Indikasi
Tidak Ada
Efek Samping
Tidak Ada
226
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Prosedur
1. Persiapan peralatan yang diperlukan
2. Persiapan Pasien:
• Menjelaskan kepada pasien tujuan peresepan dan Check-out
• Menjelaskan tahapan peresepan dan Check-out
3. Pelaksanaan asesmen
4. Mendokumentasikan dan menyimpulkan hasil asesmen.
Daftar Pustaka:
1. Tulaar Ranti A. Upper and lower extremity prosthetics and orthotic. Physical
Medicine and Rehabilitation Departement. University of Indonesia.
2. Uustal H, Baerga E. Prosthetics and orthotics. In: Cuccurullo SJ et al. Physical
medicine and Rehabilitation Board Review. 2004. Demos. p. 409-85
3. Hopkins MS, Binder KE. Prosthetics, orthotics and Amputee care. In : Gonzales-
Fernandes M, Friedman JD. Physical medicine and Rehabilitation Pocket
Medicine.2011. Demos Medical New York.p.213-53
227
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 1
__________________________________________________________________
228
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Humeral Neck Double wall Standard Forearm Internal unit dengan Basic Chest Strap
shell, active control, dengan dual control,
Wrist dan terminal Forearm lift assist Shoulder elevation,
device tergantung Shouder extention,
pada kasus nya manual or nudge
control of elbow lock
229
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 2
__________________________________________________________________
1. Below-Elbow Case:
a. Fleksi Prosthesis lengan bawah sejauh mungkin.
b. Fleksi Stump sejauh mungkin tanpa prosthesis.
c. (dengan flexible hinges) : pada saat fleksi 90°, diukur lingkup gerak pada saat
pronasi dan supinasi dengan dan tanpa prosthesis.
d. Amputee memfleksikan lengan bawah hingga 90°. Fisiatris mendorong terminal
device, amputee menahan dalam posisi fleksi humeral dan fleksi stump.
2. Above-Elbow Case:
a. Mengukur gaya (force) yang dibutuhkan untuk melakukan fleksi 90°
b. Fisiatris memfleksikan amputee lengan bawah secara manual dan mengukur
sudut maksimal fleksi.
c. Amputee memfleksikan lengan bawah hingga maksimal. Mengukur lingkup
gerak sendi fleksi.
d. Amputee memfleksikan lengan bawah hingga maksimal. Mengukur fleksi
humeral yang dibutuhkan (sisi sehat).
e. Amputee berjalan dengan siku yang tak terkunci.
f. Amputee mengabduksikan lengan hingga 60° dengan siku terkunci ataupun
tidak.
g. Amputee berusaha untuk mengaktifkan elbow-lock.
h. Amputee mengekstensikan lengan bawah maksimal dan mengunci siku.
Amputee kemudian memfleksikan, ektensi dan abduksi (elevasi) stump hingga
maksimal.
i. (termasuk amputasi shoulder level) : Dengan lengan bawah fleksi 90°, above
elbow amputee mendorong kebawah prosthesisnya. Untuk AE dan amputasi
shoulder, fisiatris mendorong terminal device sementara amputee menahan
dalam posisi fleksi.
3. All cases:
a. Amputee menggerakkan terminal device dengan fleksi 90° lengan bawah.
b. Amputee menggerakkan terminal device hingga ujung mulut untuk above
elbow dan below elbow hingga ujung perineum).
c. Fisiatris/Prostetis menaruh beban 50 lb diujung terminal device dengan posisi
ekstensi maksimal.
230
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
231
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 3
__________________________________________________________________
Transtibial suspension:
• Supracondylar cuff suspension : dengan atau tanpa fork strap atau wrist belt
suspension
• Brim suspension : supracondylar, supracondylar/suprapatellar (SC/SP)
232
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
• Steeve suspension
• Suction suspension
Pada amputasi above knee (transfemoral), komponen prothesa seperti pada amputasi
below knee, namun ditambah knee unit
1. Knee Unit. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut :
a. Knee-unit axis : single axis, polycentric axes.
b. Friction mechanisms : constant, variable, fluid friction knee unit
c. Mechanical stabilizer : Manual lock, weight activated friction brake
d. Extension aids : internal atau eksternal aids.
2. Transfemoral socket : Quadrilateral (ischial-gluteal bearing) socket, Narrow
mediolateral atau ischial containment
3. Transfemoral Suspensi
a. Suction suspense : total suction atau partial suspense
b. Nonsuction atau belt suspense : soft belt (Silesian belt atau bandage, total leastic
suspense), pelvic band and belt suspension
233
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lampiran 4
__________________________________________________________________
234
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Pemeriksaan suspensi
a. Apakah bagian medial dan lateral dari silesia bandage terlokalisasi dengan baik?
b. Apakah pelvic band pas dengan kontur tubuh?
c. Apakah pusat sendi pelvis sedikit di atas dan di depan promontorium dari
trochanter major?
d. Apakah lokasi katup mudah untuk menarik keluar pull sock dan melepaskan
tekanan secara manual?
235
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lain-lain
a. Apakah prosthesis dapat dioperasikan dengan baik?
b. Apakah ukuran, kontur, dan warna prosthesis kira-kira sama dengan warna kulit
asli?
c. Apakah pasien betul-betul mempertimbangkan kepuasan prosthesis untuk
kenyamanan, kegunaan dan penampilan?
Pemeriksaan Prosthesis:
a. Apakah dinding anterior dan lateral sedikitnya 2 inchi lebih tinggi dibandingkan
dengan dinding posterior?
b. Apakah bagian dalam socket memiliki hasil akhir yang lembut?
c. Apakah ada jarak yang kurang memuaskan antara artikulasi lutut dan tumit?
d. Apakah permukaan posterior thigh dan shank tampak adanya tekanan
konsentrasi minimal pada saat lutut difleksikan penuh?
e. Dengan menggunakan prosthesis pada posisi berlutut, dapatkah bagian paha
digeser paling sedikit pada posisi vertikal?
f. Pada total-contact socket, apakah lubang katup bagian bawah setinggi bagian
dasar socket (mungkin saja lebih rendah terutama dengan adanya soft insert)?
236
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
237
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
238
Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
239
BAB 2 Prosedur Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
240