DISUSUN OLEH :
GABRIELLA RONDONUWU (15)
MEISYA (22)
SELLA YENTI (29)
AUDIT KECURANGAN
Terdapat dua jenis audit kecurangan yaitu pelaporan keuangan yang curang
dan penyalahgunaan aktiva. Kecurangan pada pelaporan keuangan adalah salah saji
atau penghapusan yang disengaja atau pengungkapan yang bertujuan menipu
pengguna laporan keuangan. Kebanyakan kasus yang terjadi mengenai hal ini yaitu
perusahaan mencoba untuk menipu pembaca laporan keuangan dengan melebih-
lebihkan income maupun asset, ataupun menghapus liabilitas dan beban. Terkadang
perusahaan juga sengaja mengecilkan income, dengan tujuan untuk mengurangi
income taxes yang akan dibayar. Ada juga income yang dikecilkan ketika income
sedang tinggi, untuk menciptakan earnings yang tinggi pada periode selanjutnya atau
yang akan datang. Pengaturan laba tersebut disebut juga income smoothing dan
earnings management. Kedua istilah ini sama saja, hanya income smoothing adalah
suatu bentuk pengaturan laba di mana pendapatan dan beban ditukar-tukar atau
dipindahkan diantara periode-periode untuk mengurangi fluktuasi laba. Sedangkan
earnings management atau pengaturan laba merupakan tindakan manajemen yang
disengaja untuk memenuhi tujuan laba.
Jenis kedua dari audit kecurangan yaitu penyalahgunaan aktiva. Yang
merupakan kecurangan yang melibatkan pencurian aktiva perusahaan. Walaupun
tidak semuanya material pada laporan keuangan, namun tetap saja pencurian.
Sedikit-sedikit lama lama akan menjadi besar. Istilah penyalahgunaan aktiva ini
melibatkan pegawai ataupun orang-orang dalam perusahaan, bukan yang dilakukan
oleh pihak luar. Kebanyakan penyalahgunaan aktiva dilakukan oleh tingkat terendah
pada hirarki organisasi perusahaan. Walaupun ada juga kasus yang dilakukan oleh
top manager atas penyalahgunaan asset ini. Bahkan dampak yang dilakukan top
manager ini akan lebih besar dan top manager memiliki autoritas yang tinggi dan
control terhadap asset perusahaan. Sehingga akan lebih mudah baginya untuk
melakukan kecurangan tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Tiga kondisi yang sama juga berlaku untuk penyalahgunaan aset. Namun demikian, dalam
melakukan penilaian risiko, penekanan yang lebih besar diberikan insentif dan kesempatan pribadi
untuk melakukan pencurian.
Insentif/Tekanan Tekanan keuangan merupakan insentif umum bagi pegawai yang
menyalahgunakan aset. Pegawai yang memiliki utang yang sangat besar, atau mereka yang terlibat
dalam masalah kecanduan narkotika dan perjudain, dapat mencuri untuk memenuhi kebutuhan
pribadi mereka. Dalam kasus lain, pegawai yang tidak puas dapat melakukan pencurian hanya
utnuk menunjukkan kehebatan mereka atau untuk menyerang perusahaan.
Kesempatan Kesempatan untuk melakukan pencurian ada pada semua perusahaan.
Namun, kesempatan tersebut lebih besar pada perusahaan yang akses terhadap kasnya sangat
mudah, atau pada perusahaan yang memiliki persediaan atau aset berharga lainnya, khususnya jika
ukuran aset tersebut kecil dan mudah dipindah-pindahkan. Sebagai contoh, kasino-kasino yang
menangani sejumlah besar uang kas dengan pencatatan formal yang sangat kecil atas penerimaan
kas. Demikian pula, pencurian komputer laptop lebih sering terjadi dbandingkan dengan pencurian
terhadap komputer meja.
Kelemahan dalam pengendalian internal menciptakan kesempatan terjadinya pencurian.
Pemisah tugas yang tidak memadai hampir dipastikan menjadi lisensi bagi para pegawai untuk
melakukan pencurian. Jika para karyawan menagani atau bahkan memiliki akses sementara
terhadap aset dan juga melakukan pembukuan untuk aset tersebut, maka muncul potensi terjadinya
pencurian. Jika para karyawan mengganti atau bahkan memiliki akses sementara terhadap aset dan
juga melakukan pembukuan untuk aset tersebut, maka muncul potensi terjadinya pencurian. Jika
pegawai di bagian gudang persediaan juga bertugas untuk melakukan pencatatan persediaan,
mereka akan dengan mudah mengambil persediaan dan menutupi pencurian tersebut dengan
menyesuaikan catatan akuntansinya. Kecurangan menjadi lebih besar di perusahaan yan lebih kecil
dan organisasi nirlaba karena lebih sulit bagi entitas tersebut untuk melakukan pemisahan tugas.
Panduan tersebut mengidentifikasikan tiga elemen berikut untuk mencegah, mengantisipasi dan
mendeteksi kecurangan.
1. Budaya kejujuran dan etika yang bernilai tinggi.
2. Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi risiko-risiko kecurangan.
3. Pengawasan dari komite audit.
Pelatihan. Semua pgawai bau harus terlebih dahulu dilatih tntang ekspektasi perusahaan terhadap
perilaku etika para pegawainya. Pelatihan mengenai kewaspadaan terhadap kcurangan harus
disesuaikan dengan tanggung jawab spesifik pegawai.
Konfirmasi. Konfirmasi membantu menegakkan kebijakan kode etik dan juga membantu
mencegah para pegawai untuk melakukan kecurangan atau pelanggaran etika lainnya. Dengan
menindaklanjuti pengakuan-pengakuan dan tidak ada balasan, maka auditor internal atau lainnya
dpat mengungkpkan masalah-masalah penting.
Disiplin. Pera pegawai harus mengetahui bahwa mereka harus bertanggung jawab jika mereka
tidak mematuhi kode tik perusahaan. Pemberian hukuman atas pelanggaran kode etik, tanpa
mempertimbangkan jenjang pegawai yang dilakukan tindakan tersebut, memberikan pesan yang
jelas pada semua pegawai bahwa kepatuhan terhadap kode etik dan standar etika lainnya sangat
penting dan diharapkan.
Auditor yang mahir dalam menggunakan pengajuan pertanyaan akan mengevaluasi petunjuk lisan
dannonlisan ketika mendengarkan pihak yang diwawancarai. Petunjuk-petunjuk lisan
dapatmengindikasikan kegugupan, ketidaktahuan, atau bahkan kebohongan responden.
Penggunaan pengajuan pertanyaan juga memungkinkan auditor mengamati perilaku nonlisan. In
vestigator yang berpengalaman akan memperhatikan bahwa subjek yang tidak nyaman memberik
an jawaban atas pertanyaan yang sering kali mempertontonkan banyak perilaku nonlisan.Seorang
Auditor yang belum berpengalaman harus berhatihati ketika mereka mulai melihat sikap yang ti
dak biasa, dan mereka harus mendiskusikan kekhawatirannya dengan anggota senior tim audit
sebelum melakukan apa pununtuk merespons perilaku itu.
Persediaan sering kali merupakan akun terbesar dalam neraca dan auditor sering merasa
sullit memverifikasi eksistensi dan penilaian persediaan. Akibatnya persediaan rentan terhadap
manipulasi oleh manajer yang ingin mencapai tujuan pelaporan keuangan tertentu.
Prosedur Analitis
Terutama persentase margin kotor dan perputaran persediaan sering kali membantu
membongkar kecurangan persediaan. Persediaan fiktif akan melebihsajiakan persentase margin
kotor, dan pengakuan pendapatan prematur juga melebihsajikan margin kotor jika HPP yang
terkait tidak diakui.
1) Teknik Menyimak
Ketrampilan ini sangat diperlukan oleh auditor dalam proses pengajuan pertanyaan kepada
pihak-pihak yang berhubungan dalam proses audit, karena seorang auditor harus terus
memperhatikan kontak mata, menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa ia setuju, atau
memberikan ekspresi mengenai pemahaman atas apa yang diceritakan. Kemudian, auditor bisa
memanfaatkan saat berdiam diri guna memikirkan informasi yang telah diberikan dan melakukan
penentuaan prioritas serta mereview segala informasi yang telah ia terima.
Apabila auditor curiga bahwa mungkin ada kecurangan, standar auditing mengharuskan auditor
memperoleh bukti tambahan untuk menetunkan apakah kecurangan yang material sudah terjadi.
1. Analisis Perangkat Lunak Audit
Auditor sering kali menggunakan perangkat lunak audit seperti ACL atau IDEA untuk
menentukanapakah mungkin ada kecurangan. Auditor menggunakan perangkat lunak audit,
termasuk alat bantuSpreadsheet dasar seperti Excel, untuk memilah transaksi atau saldo akun ke
dalam beberapasubkategori guna diuji lebih lanjut. Auditor juga memakai alat bantu
Spreadsheet dasar, seperti Excel, untuk melaksanakan prosedur analitis pada tingkat disagregat.
Tren yang tidak biasa, yang tidakteramati pada tingkat agregat, mungkin terdeteksi bila data
dianalisis secara lebih terinci.
2. Pengujian Substantif yang Diperluas
Auditor juga dapat memperluas prosedur substantive lainnya untuk menanggapi risiko
kecuranganyang lebih tinggi. Dalam beberapa contoh, auditor mungkin mengkonfirmasi setiap
transaksi, dan bukan keseluruhan saldo akun, terutama untuk transaksi bernilai besar
yang dicatat menjelang akhir tahun. Sering kali risiko kecurangan ini tinggi untuk akun-akun yang
didasarkan pada estimasisubjektif manajemen. Untuk menanggapi risiko yang lebih tinggi bahwa
manajemen menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam mengestimasi saldo akun, seperti
penyisihan untuk keusangan persediaan,auditor,
dapat memanfaatkan spesialis guna membantu mengevaluasi keakuratan dan kelayakan asumsi-
asumsi kunci.
3. Implikasi Audit Lainnya
Standar auditing mengharuskan auditor memperhitungkan implikasi bagi aspek audit lainnya.
Sebagaicontoh, kecurangan yang melibatkan penyalahgunaan kas dari dana kas kecil yang
berjumlah sedikit biasanya dianggap tidak signifikan oleh auditor, kecuali masalah itu melibatkan
manajemen dari tingkat yang lebih tinggi, yang mungkin mengindikasikan persoalan yang lebih
luas menyangkutintegritas manajemen. Hal ini mungkin menunjukkan kepada auditor akan
perlunya mengevaluasikembali penilaian risiko kecurangan serta dampaknya terhadap sifat,
waktu, dan luas bukti audit.
Apabila auditor menetapkan bahwa kecurangan mungkin saja terjadi, standar auditing
mengharuskan auditor membahas masalah itu serta pendekatan audit untuk investigasi lebih lanjut
dengan tingkat manajemen yang tepat, sekalipun masalah itu mungkin dianggap tidak
penting.Tingkat manajemen yang tepat paling tidak harus satu tingkat di atas orang-orang yang
terlibat, serta manajemen senior dan komite audit. Jika auditor yakin bahwa manajemen senior
mungkin terlibat dalam kecurangan itu, auditor harus membahas masalahnya langsung dengan
komite audit.Penemuan bahwa ada kecurangan juga berimplikasi bagi laporan auditor perusahaan
publikmengenai pengendalian internal atas pelaporan keuangan. PCAOB Standard 5 menyatakan
bahwa kecurangan sebesar berapa pun oleh setidaknya manajemen senior harus dianggap sebagai
defisiensiyang signifikan, dan mungkin merupakan kelemahan yang material dalam pengendalian
internal atas pelaporan keuangan. Hal ini mencakup kecurangan oleh manajemen senior yang
menimbulkan salahsaji yang tidak material sekalipun. Jika auditor memutuskan bahwa kecurangan
oleh manajemensenior merupakan kelemahan yang material, laporan auditor mengenai
pengendalian internal atas pelaporan keuangan akan memuat pendapat tidak wajar
BAB 13
1. Prosedur Penilaian Risiko. Penilaian ini dilaksanakan untuk menilai risiko salah saji yang
material dalam laporan keuangan. Auditor melaksanakan pengujian pengendalian, pengujian
substantif atas transaksi, prosedur analitis, dan pengujian atas rincian saldo sebagai respons
terhadap penilaian auditor atas risiko salah saji yang material. Sebagian besar prosedur penilaian
risiko auditor dilakukan untuk memahami pengendalian internal.
2. Pengujian Pengendalian. Pemahaman auditor atas pengendalian internal digunakan untuk
menilai resiko pengendalian bagi setiap tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi. Apabila
kebijakan dan prosedur pengendalian dianggap telah dirancang secara efektif, auditor akan menilai
risiko pengendalian pada tingkat yang mencerminkan keefektifan relatif pengendalian tersebut.
Untuk mendapatkan bukti tepat yang mencukupi guna mendukung penilain itu, auditor
melaksanakan pengujian pengendalian. Pengujian pengendalian, baik secara manual maupun
terotomatisasi, dapat mencakup jenis-jenis bukti berikut: meminta keterangan dari personil klien
yang tepat; memeriksa dokumen, catatan, dan laporan; mengamati aktivitas yang berkaitan dengan
pengendalian; dan melaksanakan-ulang prosedur klien. Auditor melaksanakan walkthrough sistem
sebagai bagian dari prosedur untuk mendapatkan pemahaman guna membantunya menentukan
apakah pengendalian telah berjalan dengan semestinya. Pengujian pengendalian juga digunakan
untuk menentukan apakah pengendalian tersebut efektif dan biasanya meliputi pengujian atas
sampel transaksi. Prosedur untuk memahami pengendalian internal biasanya tidak memberikan
bukti yang tepat yang mencukupi bahwa pengendalian telah beroperasi secara efektif. Suatu
pengecualian dapat diberlakukan untuk pengendalian yang terotomatisasi karena kinerjanya sudah
konsisten.
3. Pengujian Substansial atas Transaksi. Pengujian substantif adalah prosedur yang dirancang
untuk menguji salah saji dolar (salah saji moneter) yang secara langsung mempengaruhi kebenaran
saldo laporan keuangan. Auditor dapat mengandalkan pada tiga jenis pengujian substantif:
pengujian substantif atas transaksi; prosedur analitis; dan pengujian rincian saldo.
Pengujian substantif atas transaksi, digunakan untuk menentukan apakah keenam tujuan audit
yang berkaitan dengan transaksi telah dipenuhi bagi setiap kelas transaksi. Dua dari tujuan untuk
transaksi penjualan itu adalah ada transaksi penjualan (tujuan keterjadian) dan transaksi penjualan
yang ada telah dicatat (tujuan kelengkapan). Jika yakin bahwa semua transaksi telah dicatat dengan
benar dalam jurnal dan diposting dengan benar, dengan mempertimbangkan keenam tujuan audit
yang berkaitan dengan transaksi, auditor dapat yakin bahwa total buku besar sudah benar. Auditor
dapat melaksanakan pengujian pengendalian secara terpisah dari semua pengujian lainnya, tetapi
sering kali lebih efesien melakukannya secara bersamaan dengan pengujian substantif atas
transaksi.
4. Prosedur analitis melibatkan perbandingan jumlah yang tercatat dengan harapan yang
dikembangkan oleh auditor. Dua tujuan paling penting dari prosedur ini dalam mengaudit saldo
akun adalah: menunjukkan salah saji yang mungkin dalam laporan keuangan; dan memberikan
bukti substantif. Apabila auditor mengembangkan ekspektasi dengan menggunakan prosedur
analitis dan menyimpulkan bahwa saldo akhir akun tertentu mungkin diabaikan atau ukuran
sampel dikurangi. Standar auditing menyatakan bahwa prosedur analitis merupakan jenis
pengujian substantif, apabila dilaksanakan untuk memberikan bukti tentang saldo akun.
5. Pengujian rincian saldo berfokus pada saldo akhir buku besar baik untuk akun neraca maupun
laporan laba-rugi. Penekanan utamanya dalam sebagian besar pengujian rincian saldo adalah pada
neraca. Pengujian atas saldo akhir ini sangat oenting karena bukti-bukti biasanya diperoleh dari
sumber independen dengan klien, dan dianggap sangat dapat dipercaya. Pengujian rincian saldo
dapat membantu dalam menetapkan kebenaran moneter akun-akun yang berhubungan dan
karenanya merupakan pengujian substantif.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi pilihan auditor atas jenis pengujian yang akan
dipilih, termasuk ketersediaan delapan jenis bukti, biaya relatif dari setiap jenis pengujian,
efektivitas pengendalian internal, dan resiko inheren.
Masing-masing dari empat jenis prosedur selanjutnya hanya melibatkan jenis bukti tertentu
(konfirmasi, dokumentasi, dan sebagainya).
2.Biaya Relatif
Ketika auditor harus memutuskan jenis pengujian mana yang akan dipilih untuk memperoleh bukti
yang tepat yang mencukupi, biaya bukti itu merupakan pertimbangan yang penting. Jenis
pengujian yang tercantum berikut ini disusun menurut peningkatan biayanya:
1. Prosedur analitis dianggap paling murah karena relatif mudah dihitung dan dibandingkan.
2. Prosedur penilaian risiko, termasuk prosedur untuk memahami pengendalian internal, tidak
semahal pengujian audit lainnya karena auditor dengan mudah dapat melakukan tanya jawab dan
pengamatan serta melaksanakan prosedur analitis perencanaan.
3. Pengujian pengendalian juga melibatkan pengajuan pertanyaan atau tanya-jawab, pengamatan,
dan inspeksi, biaya relatifnya juga lebih rendah dibandingkan dengan pengujian substantif.
Namun, pengujian pengendalian jauh lebih mahal dibandingkan prosedur penilaian risiko auditor
karena luas pengujian yang diperlukan jauh lebih besar untuk mendapatkan bukti bahwa
pengendalian telah beroperasi secara efektif, terutama bila pengujian pengendalian itu melibatkan
pelaksanaan ulang.
4. Pengujian substantif atas transaksi lebih mahal dibandingkan pengujian pengendalian yang tidak
mencakup pelaksanaan ulang, karena sering kali memerlukan rekalkulasi dan penelusuran.
5. Pengujian rincian saldo
Auditor kemungkinan besar yakin bahwa ada salah saji mata uang yang material dalam
laporan keuangan apabila deviasi pengujian pengendalian dianggap sebagai deviasi yang
signifikan atau kelemahan yang material. Auditor kemudian harus melaksanakan pengujian
substantif atas transaksi atau pengujian rincian saldo untuk menentukan apakah salah saji mata
uang yang material telah benar-benar terjadi.
Fluktuasi yang tidak biasa dalam hubungan antara satu akun dengan akun lainnya, atau
dengan informasi nonkeuangan, dapat mengindikasikan kemungkinan yang meningkatbahwa ada
salah saji yang material itu. apabila prosedur analitis mengidentifikasi fluktuasi yang tidak biasa,
auditor harus melaksanakan pengujian substantif atas transaksi atau pengujian rincian saldo untuk
menentukan apakah salah saji mata uang telah benar-benar terjadi. Jika auditor melaksanakan
prosedur analitis dan yakin bahwa kemungkinan salah saji yang material nilainya kecil, pengujian
substantif lainnya dapat dikurangi.
Standar auditing mengakui bahwa jika ada sejumlah besar bukti audit dalam format
elektronik, mungkin tidak praktis atau mungkin untuk mengurangi risiko deteksi hingga tingkat
yang dapat diterima dengan hanya melakukan pengujian substantif. Walaupun beberapa pengujian
substantif masih diperlukan, auditor dapat mengurangi pengujian substansi secara signifikan jika
hasil pengujian pengendalian mendukung keefektifan pengendalian itu. dalam audit perusahaan
publik, pengendalian yang dilaksanakan komputer harus diuji jika auditor mempertimbangkan
sebagai pengendalian kunci untuk mengurangi kemungkinan salah saji yang material dalam
laporan keuangan. Namun, karena konsistensi yang melekat dalam pemrosesan TI auditor
mungkin dapat mengurangi luas pengujian atas pengendalian yang terotomatisasi.
BAURAN BUKTI
Memilih jenis pengujian mana yang akan digunakan dan seberapa ektensif pengujian itu
harus dilaksanakan dapat sangat bervariasi di antara audit dengan tingkat efektivitas pengendalian
internal dan risiko inheren yang berbeda. Bahkan dalam audit tertentu, variasi dapat terjadi dari
satu siklus ke siklus lain. Untuk mendapatkan bukti yang tepat yang mencukupi sebagai respons
terhadap risiko yang diidentifikasi melalui prosedur penilaian risiko, auditor menggunakan
kombinasi dari empat jenis pengendalian selanjutnya. Kombinasi ini sering kali disebut bauran
bukti.
Proses Analitis
Prosedur analitis yang dilaksanakan selama pengujian substantif, seperti audit piutang
usaha, biasanya lebih terfokus dan lebih ekstensif ketimbang yang dilakukan sebagai bagian dari
perencanaan. Selama tahap perencanaan, auditor dapat mengkalkulasi persentase marjin kotor
untuk total penjualan, sementara selama pengujian substantif atas piutang usaha, auditor dapat
mengkalkulasi persentase marjin kotor per bulan atau per lini bisnis, ataumungkin keduanya.
Prosedur analitis yang dihitung dengan menggunakan jumlah bulanan biasanya akan lebih efektif
dalam mendeteksi salah saji ketimbang yang dihitung dengan menggunakan jumlah tahunan, dan
perbandingan lini bisnis biasanya akan lebih efektif ketimbang perbandingan seluruh perusahaan.
Program audit sering kali terkomputerisasi. Bentuk yang paling sederhana adalah mengetik
program audit pada pengolah kata dan menyimpannya dari satu tahun ke tahun berikutnya untuk
mempermudah pengubahan serta pemutakhiran. Pendekatan yang lebih canggih adalah
menggunakan perangkat lunak audit, yang akan membantu auditor berpikir melalui pertimbangan
perencanaan audit dan memilih prosedur yang sesuai dari database prosedur audit. Prosedur ini
kemudian disusun menjadi program audit.
Fase I
Fase II
Sering kali kedua jenis pengujian ini dilaksanakan secara serentak atas transaksi yang sama.
Apabila pengendalian dianggap tidak efektif atau bila auditor menemukan penyimpangan,
pengujian substantif dapat diperluas dalam fase ini atau fase III, dengan mempertimbangkan
imlpikasi bagi laporan auditor tentang pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Karena hasil dari pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi merupakan
determinan utama dari luas pengujian rincian saldo, pengujian itu sering kali dilakukan 2 atau 3
bulan sebelum tanggal neraca. Ini membantu auditor dalam merevisi program audit pengujian
rincian saldo atas hasil yang tidak diharapkanpada pengujian sebelumnya, dan untuk
menyelesaikan audit secepat mungkin setelah tanggal neraca.
Fase III
Tujuan dari fase III adalah untuk memperoleh bukti tambahan yang mencukupi guna
menentukan apakah saldo akhir dan catatan kaki atas laporan keuangan telah dinyatakan secara
wajar.
1. Melakukan prosedur analitis substantif yang menilai kelayakan transaksi dan saldo secara
keseluruhan.
2. Menguji rincian saldo, yang merupakan prosedur audit untuk menguji salah saji moneter dalam
saldo laporan keuangan.
Fase IV
Menyelesaikan Audit dan Mengeluarkan Laporan Audit