Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk dalam keluarga nematode
saluran cerna. Askariasis adalah penyakit infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah yang
disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau cacing gelang, yang merupakan nematoda usus
terbesar. Angka kejadiannya di dunia lebih banyak dari infeksi penyakit cacing lainnya.
Diperkirakan lebih dari satu milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini. Parasit ini
ditemukan di kosmopolit. Survey yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan
bahwa prevalensi askariasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 60-90% terutama pada anak. Cacing
ini terutama tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab
dengan sanitasi yang buruk. Kurangnya pemakaian jamban menimbulkan pencemaran tanah
dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat
pembuangan sampah.
Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan pasien berobat ke dokter
serta beberapa informasi berkaitan yang dapat menjurus kepada diagnosis. Berdasarkan kasus,
allo- anamnesis perlu dilakukan karena pasien merupakan anak berumur 5 tahun. Hal yang harus
ditanyakan adalah:
Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga.
Sejak kapan gejala mula timbul.
Ada atau tidak keluhan penyerta lain seperti muntah, demam, rasa tidak enak di perut,
nyeri pada daerah epigastrium, gangguan selera makan, diare, konstipasi, urtikaria, asma,
konjungtivitis akut, fotofobia dan hematuria.
Riwayat pengobatan
Pemeriksaan Fisik
Pada anak yang disyaki menderita askariasis, dilakukan pemeriksaan fisik umum.
Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah dan suhu
tubuh merupakan pemeriksaan umum yang biasanya dilakukan. Selain itu, bisa juga dilakukan
pemeriksaan antropometri. Yang diperiksa adalah berat badan apakah ada penurunan setelah
timbulnya gejala klinis askariasis
1
Pembahasan
1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka hidup di
rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35 cm untuk cacing
betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang biak dengan menghasilkan
200.000 telur setiap harinya.
Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi.
Telur ini akan menetas di usus, kemudian berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu
masuk ke dalam paru- paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma
loeffler. Setelah dewasa, Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap
makanan disana, disamping tumbuh dan berkembang biak.
Inilah yang menyebabkan seseorang menderit a kurang gizi karena makanan yang masuk diserap
terus oleh Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi oleh anak-anak.
Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban keluarga dan kebiasaan
memakai t inja sebagai pupuk.
Ascaris Lumbricoides
a. Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35cm. Pada
cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior).
Pada cacing betina, pada sepert iga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang
kopulasi.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar
200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur
yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah
yang dapat menginfeksi manusia.
2
Cacing dewasa bentuknya silindris, dengan ujung bagian depan meruncing. Merupakan
cacing nematode terbesar yang menginfeksi manusia. Cacing betina berukuran panjang 20-35 cm
dan yang jantan 15-31cm, dengan ujung bagian belakang melengkung. Cacing ini berwarna putih
kemerah-merahan. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada bagian depan dan mempunyai gigi-gigi
kecil pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup dan dipanjangkan untuk memasukkan makanan.
Telur yang dibuahi berbentuk oval melebar dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila
baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi oleh suatu
membran(lapisan) vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut
terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar
lapisan ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan albuminoid (prot ein dalam
darah) yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna
kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berada dalam t inja, bentuk
telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, mempunyai dinding yang
tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur
askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang
lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya,
kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan
menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran,
yakni hati, jant ung dan kemudian di paru-paru.
Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea,
kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva
3
akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan
berelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang
kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.
b. Siklus hidup
Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang bertelur
dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahap ini disebut juga
dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian telur yang keluar bersama
tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi dikeluarkan (2) dan mengalami pematangan (3).
Selanjutnya setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan
(4). Telur yang tertelan akan menetas di usus halus (5). Setelah menetas, larva akan berpindah ke
dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6).
Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan
dan akhirnya tertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur
matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan
(lihat gambar dibawah ini )
4
tertelan namun tidak infektif. telur Subur embryonate dan menjadi infektif setelah 18 hari
sampai beberapa minggu Tergantung pada kondisi lingkungan optimum: lembab, hangat,
teduh) tanah. (Setelah telur infektif ditelan Menetas larva Menyerang mukosa usus, dan
dilakukan melalui kemudian, sistemik sirkulasi portal ke paru-paru Larva dewasa lebih lanjut
dalam paru-paru (10 sampai 14 hari), menembus dinding alveolar, naik pohon bronkial ke
tenggorokan, dan ditelan Setelah mencapai usus kecil, mereka berkembang menjadi cacing
dewasa . Antara 2 dan 3 bulan yang diperlukan dari menelan telur infektif untuk oviposisi oleh
betina dewasa. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun.
c. Distribusi Geografik
Worldwide distribusi prevalensi tertinggi di daerah tropis dan subtropis, dan daerah
dengan sanitasi yang tidak memadai. Askariasis adalah suatu infeksi di usus halus yang
disebabkan oleh parasit cacing gelang "Ascaris Lumbricoides". Kecacingan ini terjadi di seluruh
dunia, terutama di Negara berkembang termasuk Indonesia. Apalagi di daerah pedesaan atau
daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh mudah sekali untuk terkena infeksi cacing. Dan
terjadi juga di daerah pedesaan Amerika Serikat tenggara.
d. Agen
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang
disebabkannya disebut askarias. Ascaris lumbricoides adalah terbesar nematoda (cacing gelang)
parasitizing usus manusia). (Dewasa betina: 20 sampai 35 cm dewasa; laki-laki: 15 sampai 30
cm.
e. Penyebab
Kira-kira dua bulan setelah terkena askariasis, cacing dewasa mulai bertelur didalam
usus, kemudian tetur-telur mikroskopik ini berjalan di sepanjang saluran pencernaan dan
dikeluarkan melalui tinja. Telur-telur tadi membutuhkan waktu 10-14 hari di dalam tanah dengan
temperatur yang hangat untuk dapat menginfeksi tuan rumah baru (hospes baru), dan telur-telur
tadi juga dapat hidup di tanah sampai jangka waktu 6 tahun. Ketika telur- telur tadi dicerna,
maka daur hidupnya akan dimulai kembali. Cacing dewasa dapat hidup hingga 2 tahun dan
cacing betina dapat bertelur 200.000 tiap harinya.
5
Parasit dapat dipindahkan ketika tinja manusia yang terinfeksi bercampur dengan tanah.
Di Negara-negara berkembang, tinja manusia digunakan sebagai pupuk atau fasilitas-fasilitas
yang mempunyai sanitasi yang rendah mengijinkan barang-barang sisa untuk bercampur dengan
tanah disekitar parit atau lading mereka. Telur-telur cacing dapat bertahan hidup di dalam tanah
bertahun-tahun lamanya karena untuk menginfeksi manusia kembali. Dan manusia dapat
terinfeksi oleh telur-telur cacing melalui buah dan sayuran yang mereka makan t umbuh di lahan
yang tercemar tadi.
f. Diagnosis
Infeksi oleh cacing dewasa biasanya didiagnosis berdasarkan adanya telur didalam contoh tinja.
Kadang di dalam tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa dan di dalam dahak
ditemukan larva. Jumlah eosinofil di dalam darah bisa meningkat. Tanda-tanda adanya
perpindahan parasit bisa t erlihat pada foto rontgen dada.
g. Gejala Klinik
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva,
Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom
Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia,
dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti
tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran
empedu makan dapat menyebabkan kolik at au ikt erus. Bila cacing dewasa kemudian masuk
menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
h. Terapi
Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat, mebendazol,
albendazol, piperasin.
• Mebendazole (Vermox) (C16H13N3O2). Memperlambat pergerakan/ perpindahan dan
kematian cacing dengan memilih secara selektif serta menghalangi pengambilan glukosa dan
bahan gizi lainnya dalam usus or ang dewasa dimana cacing ter sebut tinggal. Dosis 100 mg tiap
6
12 jam untuk 3 hari. Mebendazol tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa
membahayakan janin yang dikandungnya.
• Piperazine (C4H10N2.C6H10O4). Efek melumpuhkan cacing, jika digunakan akan membuat
cacing dengan sendirinya pingsan didalam tinja dosis 75 mg/ kg max 3.5g).
• Pyrantel pamoate (Antiminth, Pin-Rid, Pin-X) (C11H14N2S.C23H16O6), menyebabkan
kelumpuhan kejang pada cacing. Dengan dosis 11 mg/ kg dan tidak melebihi 1 g.
• Albendazole (C12H15N3O2S), menyebabkan penghabisan energi, penghentian, dan akhirnya
kematian. Dosis 400 mg. dan tidak diberikan pada wanita hamil dan anak-anak dibawah 2 tahun.
• Thiabendazole. menyebabkan migrasi cacing ke dalam kerongkongan, pada umumnya
dikombinasikan dengan piperazine. Juga, obat golongan corticosteroids dapat mengobati gejala
seperti peradangan, yang dapat ditimbulkan oleh cacing ini.
i. Pencegahan
Pencegahan dan upaya penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur
cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah sebagai berikut :
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu
dengan menggunkan sabun.
- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan
disiram dengan air hangat.
- Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
- Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya
memakai jamban/ WC.
- Makan makanan yang dimasak matang saja.
2. Cacing Tambang
Cacing tambang:
- Necator americanus
- Ancylostoma duodenale
7
a. Hospes dan nama penyakit
Manusia sebagai hospes nekatoriasis dan ankilostomiasis
b. Distribusi geografik
Penyebarannya diseluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain seperti pertambangan dan
perkebunan. Di Indonesia prevalensinya tinggi, terutama di daerah pedesaan 40%
e. Diagnosis
Ditemukan telur dalam tinja segar.
f. Pengobatan
8
Pirantel pamoat.
3. Trichuris trichiura
a. Hospes
Manusia merupakan hospes cacing ini.
b. Penyakit
Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis atau infeksi cacing cambuk.
c. Distribusi geografik
Kosmopolitan, namun lebih umum di negara-negara lembab yang hangat dan panas
seperti di Indonesia.
e. Morfologi
Cacing jantan berukuran 30-45nm, dengan ujung posterior yang melingkar erat
dan spikula tunggal. Cacing betina berukuran sedikit lebih panjang yaitu 30-50nm dan
kedua jenis kelamin memiliki bagian anterior sempit seperti cambuk dan ujung posterior
yang lebih gemuk. Bagian anterior tersebut sekitar 3/5 dari panjang seluruh tubuh.
Mulutnya sederhana, tanpa bibir, tetapi dengan stilet untuk menembus mukosa.
Stilet ini digunakan untuk menggali dan memotong. Setelah mulut, diikuti kerongkongan
yang tidak berotot, dikelilingi oleh satu baris sel dengan lumen intraseluler dan
membentang sekitar 2/3 dari ujung anterior. Esophagus membuka sampai ke usus bagian
tengah pada akhir bagian anterior cacing yang tipis. Ciri-ciri tersebut khas dari kelas
Adenophorea yang tidak memiliki phasmids.
Pada betina vulva terbuka di persimpangan kerongkongan dan usus, organ
reproduksi terbatas pada bagian posterior yang lebih gemuk. Uterusnya berisi sekitar
60.000 telur pada satu waktu. Telur Trichuris trichiura berukuran 50-58 mikron x 26-32
9
mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua
kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya jernih.
f. Siklus hidup
Cacing dewasa ini hidup di kolon ascendens dan sekum dengan bagian
anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina
diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 2000-20.000 butir.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi
matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah
yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang adalah telur yang berisi larva dan
merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan
telur matang.
Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah
menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama
sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa kira-kira
30-90 hari. Cacing dewasa biasanya hidup selama sekitar 1-2 tahun, tetapi dapat bertahan
lebih lama pada keadaan tertentu.
g. Epidemiologi
Infeksi Trichuris sangat umum di banyak negara dimana ada hujan, lembab, dan
temperatur konstan antara 22o-28oC. Prevalensi pada anak-anak dapat lebih dari 90%.
Biasanya infeksi yang paling intens pada anak-anak usia 5 tahun sampai 15 tahun.
Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur
tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30oC. Di
berbagai negeri, pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Di
daerah pedesaan di Indonesia, frekuensinya berkisar antara 30-90%.
h. Gejala klinis
Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan
rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat
mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke
10
dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan
mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu, cacing
ini juga menghisap darah hospesnya sehingga mengakibatkan anemia.
Penderita terutama anaka dengan infeksi Trichuris trichiura yang berat dan
menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan
sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus
rektum.
i. Pemeriksaan
Parasit ini dapat ditemukan pada pemeriksaan tinja secara rutin.
j. Terapi
Sekarang dengan adanya mebendazol, albendazol, dan pirantel pamoat, infeksi
Trichuris trichiura sudah dapat diobati dengan hasil yang cukup baik.
Mebendazol:
- Sediaan : tablet, sirup 100mg/5ml (botol 30ml)
- Cara kerja obat : memiliki khasiat sebagai obat cacingan yang mempunyai
jangkauan luas terhadap cacing-cacing parasit.
- Aturan pemakaian : 100mg, 2x/hari selama 3 hari
- Efek samping : kadang-kadang terjadi nyeri perut, diare, sakit kepala, demam,
gatal-gatal, ruam kulit.
- Tidak boleh digunakan pada anak-anak balita dan wanita hamil.
k. Pencegahan
Individu:
- Mencuci tangan sebelum makan
- Mencuci sayuran yang dimakan mentah dengan air mengalir
11
- Memasak sayuran dalam air mendidih
Lingkungan:
- Menggunakan jamban ketika BAB
- Tidak menyiram jalanan dengan air selokan
- Dalam membeli makanan, harus memastikan bahwa penjual makanan memperhatikan
aspek kebersihan dalam mengolah makanan.
4. Strongyloides Stercoralis
a. Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini, parasit ini dapat mengakibatkan penyakit
strongilodiasis.
b. Distribusi Geografik
Terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik, sedangkan didaerah yang beriklim dingin
jarang ditemukan.
12
Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan
dan cacing betina bentuk bebas. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur
yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari
menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru atau larva
rabditiform tadi dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi
jika keadaan lingkungan sekita optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan
untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.
3) Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang menjadi larva filariform di usus atau daerah sekitar anus.
Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal maka akan terjadi suatu
daur perkembangan dalam hospes. Adanya auto infeksi dapat menyebabkan
strongiloidiasis menahun pada penderita yang hidup didaerah non endemik.
e. Diagnosis
Diagnosis klinis tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang
nyata. Diagnosis pasti bila menemukan larva rabditiform dalam tinja segar dalam biakan atau
dalam aspirasi duodenum. Biakan tinja selama sekurang-kurangnya 2 x 24 jam menghasilkan
larva filariform dan cacing dewasa strongiloides sterkoralis yang hidup bebas.
13
f. Pengobatan
Dulu tiabendazol merupakan obat pilihan dengan dosis 25 mg/kg berat badan, 1 atau 2
kali sehari selama 2 atau tiga hari. Sekarang albendazol 400 mg, 1 atau 2 kali sehari selama 3
hari merupakan obat pilihan. Mebendazol 100 mg 3 kali sehari selama 2 atau 4 minggu dapat
memberikan hasil yang baik. Mengobatio orang yang mengandung parasit meskipun kadang-
kadang tanpa gejala adalah penting mengingat dapat terjadi autoinfeksi. Perhatian khusus
ditujukan kepada pembersihan sekitar daerah anus dan mencegah terjadinya konstipasi.
g. Prognosis
Pada infeksi berat, strongiloidiasis dapat menyebabkan kematian
h. Epidemologi
Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang sangat menguntungkan
cacing ini sehingga terjadi daur hidup tidak langsung. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva
ialah tanah gembur berpasir dan humus. Pencegahan strongiloidiasis terutama tergantung pada
sanitasi pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi misal dengan
memakai alas kaki. Penerangan kepada masyarakat menganai cara penularan dan cara pembuatan
serta pemakaian jamban juga penting untuk pencegahan penyakit strongiloidiasis.
a. Morfologi
Toxocara canis berjenis kelamin jantan mempunyai ukuran panjang yang bervariasi antara
3,6 - 8,5 cm, sedangkan Toxocara canis betina mempunyai ukuran antara 5,6 -10 cm.
Toxocara cati berjenis kelamin jantan berukuran antara 2,5 – 7,8 cm sedangkan Toxocara cati
betina berukuran 2,5 – 14 cm. Bentuk hewan ini menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada
Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara
cati berbentuk sayap yang lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk
ekor Toxocara canis dan Toxocara cati hampir sama, untuk yang berjenis kelamin jantan ekornya
14
berbentuk seperti tangan dan dengan jari yang sedang menunjuk (digitiform), sedangkan untuk
yang berjenis kelamin betina bentuk ekornya bulat meruncing.
b. Siklus Hidup
Siklus hidup Toxocara canis dan Toxocara cati pada anjing atau kucing serupa dengan
siklus askariasis pada manusia.
c. Epidemiologi
Di Indonesia angka prevalensi tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 1-7 tahun, di
Jakarta prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing 26%. Mereka lebih sering menghabiskan
waktu bermainnya di rerumputan, duduk di pasir, yang merupakan tempat dimana cacing jenis
ini berada. Pada remaja, biasanya terjadi pada mereka yang memiliki kegiatan yang aktif,
misalnya, silat (berguling-guling di rerumputan, tanah, dsb), ataupun kegiatan yang berhubungan
dengan tanah atau lapangan kotor. Pada usia dewasa juga bisa terjadi pada mereka yang
melakukan kegiatan kerja bakti membersihkan parit, halaman, pengangkut pasir, dsb. Tanah,
lapangan, rumput yang terkontaminasi oleh cacing ini sangat mendukung cacing jenis ini untuk
tinggal dan berkembang biak.
d. Hospes
Hospes atau inang dari cacing Toxocara adalah anjing (T. canis) dan kucing (T. cati). Pada
manusia, cacing ini dapat hidup sebagai parasit dan disebut parasit pengembara, menyebabkan
penyakit yang disebut visceral larva migrans (pengembaraan larva di jaringan tubuh). Penyakit
ini bersifat kosmopolit, ditemukan juga di Indonesia.
Untuk anjing dan kucing terinfeksi melalui migrasi transplacenta dan migrasi trans
mammaria. Telur cacing dapat ditemukan pada kotoran pada saat anak anjing dan anak kucing
sudah berusia 3 minggu. Infeksi pada anjing betina bisa berakhir dengan sendirinya atau tetap
(dormant) pada saat anjing menjadi dewasa. Pada saat anjing bunting larva T. canis menjadi aktif
dan menginfeksi fetus melalui placenta dan menginfeksi anak mereka yang baru lahir melalui
susu mereka.
e. Siklus hidup
15
Toksokariasis (Visceral Larva Migrans) adalah suatu infeksi yang terjadi akibat penyerbuan
larva cacing gelang ke organ tubuh manusia. Toksokariosis bisa disebabkan oleh Toxocara canis
ataupun Toxocara cati.
Telur parasit berkembang di dalam tanah yang terkontaminasi oleh kotoran anjing dan kucing
yang terinfeksi . Telur bisa ditularkan secara langsung ke dalam mulut jika anak-anak bermain di
atas tanah tersebut.
Setelah tertelan, telur menetas di dalam usus. Larva menembus dinding usus dan menyebar
melalui pembuluh darah. Hampir setiap jaringan tubuh bisa terkena , terutama otak, mata, hati,
paru-paru, dan jantung. Larva bertahan hidup selama beberapa bulan, menyebabkan kerusakan
dengan cara berpindah ke dalam jaringan dan menimbulkan peradangan di sekitarnya.
f. Gejala Klinis
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat dalam,
khususnya di hati. Penyakit yang di sebabkan larva yang mengembara ini disebut visceral larva
migrans, dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali.
Infeksi kronis biasanya ringan terutama menyerang anak-anak, yang belakangan ini
cenderung juga menyerang orang dewasa, disebabkan oleh migrasi larva dari Toxocara dalam
organ atau jaringan tubuh.
Bisa juga tejadi endoftalmitis oleh karena larva masuk ke dalam bola mata, hal ini biasanya
terjadi pada anak yang agak besar, berakibat turunnya visus pada mata yang terkena. Kelainan
yang terjadi pada retina harus dibedakan dengan retinoblastoma atau adanya massa lain pada
16
retina. Penyakit ini biasanya tidak fatal. Pemeriksaan Elisa dengan menggunakan antigen
stadium larva sensitivitasnya 75 – 90% pada visceral larva migrans (VLM) dan pada infeksi bola
mata. Prosedur western blotting dapat dipakai untuk meningkatkan spesifisitas dari skrining
menggunakan Elisa.
g. Cara-cara Penularan
Kebanyakan infeksi yang terjadi pada anak-anak adalah secara langsung atau tidak langsung
karena menelan telur Toxocara yang infektif. Secara tidak langsung melalui makanan seperti
sayur sayuran yang tercemar atau secara langsung melalui tanah yang tercemar dengan
perantaraan tangan yang kotor masuk kedalam mulut.
Sebagian infeksi terjadi karena menelan larva yang ada pada hati ayam mentah, atau hati sapi
dan biri biri mentah. Telur dikeluarkan melalui kotoran anjing dan kucing.
Telur memerlukan waktu selama 1 – 3 minggu untuk menjadi infektif dan tetap hidup serta
infektif selama beberapa bulan; dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang kering.
Telur setelah tertelan, embrio akan keluar dari telur didalam intestinum; larva kemudian akan
menembus dinding usus dan migrasi kedalam hati dan jaringn lain melalui saluran limfe dan
sistem sirkulasi lainnya. Dari hati larva akan menyebar ke jaringan lain terutama ke paru-paru
dan organ-organ didalam abdomen (visceral larva migrans), atau bola mata (Ocular larva
migrans), dan migrasi larva ini dapat merusak jaringan dan membentuk lesi granulomatosa.
Parasit tidak dapat melakukan replikasi pada manusia dan pada hospes paratenic/endstage
lain; namun larva dapat tetap hidup dan bertahan dalam jaringan selama bertahun-tahun,
terutama pada keadaan penyakit yang asymptomatic. Jika jaringan hospes paratenic dimakan
maka larva yang ada pada jaringan tersebut akan menjadi infektif terhadap hospes yang baru.
h. Masa Inkubasi
Masa inkubasi pada anak-anak berlangsung dalam beberapa minggu dan beberapa bulan dan
sangat tergantung pada intensitas infeksi, terjadinya reinfeksi dan sensitivitas penderita. Gejala
17
okuler muncul 4 – 10 tahun setelah terjadinya infeksi awal. Masa inkubasi dari infeksi yang
diperoleh karena mengkonsumsi hati mentah sangat cepat (beberapa jam sampai beberapa hari).
i. Diagnosa Penyakit
Cara diagnosis toksokariasis sulit karena cacing ini tidak menjadi dewasa, maka dari itu
harus dilakukan tes immunologis atau biopsi jaringan.
Diduga terserang suatu toksokariasis, bila pada seseorang ditemukan:
- kadar eosinofil yang tinggi (eosinofil adalah sejenis sel darah putih)
- pembesaran hati
- peradangan paru-paru
- demam
- kadar antibodi yang tinggi dalam darah.
j. Cara Pencegahan
- Hindari terjadinya kontaminasi tanah dan pekarangan tempat anak-anak bermain dari
kotoran anjing dan kucing, terutama didaerah perkotaan dikompleks perumahan. Ingatkan
para pemilik anjing dan kucing agar bertanggung jawab menjaga kesehatan binatang
peliharaannya termasuk membersihkan kotorannya dan membuang pada tempatnya dari
tempat-tempat umum. Lakukan pengawasan dan pemberantasan anjing dan kucing liar.
- Bersihkan tempat-tempat bermain anak-anak dari kotoran anjing dan kucing. Sandboxes
(kotak berisi pasir) tempat bermain anak-anak merupakan tempat yang baik bagi kucing
untuk membuang kotoran; tutuplah jika tidak digunakan.
18
- Berikan obat cacing kepada anjing dan kucing mulai dari usia tiga minggu, diulangi
sebanyak tiga kali berturut-turut dengan interval 2 minggu dan diulang setiap 6 bulan sekali.
Begitu juga binatang piaraan yang sedang menyusui anaknya diberikan obat cacing. Kotoran
hewan baik yang diobati maupun yang tidak hendaknya dibuang dengan cara yang saniter.
- Biasakan mencuci tangan dengan sabun setelah memegang tanah atau sebelum makan.
- Ajarkan kepada anak-anak untuk tidak memasukan barang-barang kotor kedalam mulut
mereka.
k. Terapi
Obat cacing:
Obat pilihan adalah: thiabendazole, ivermectin, albendazole, mebendazole. Antibiotika,
diberikan bila ada infeksi sekunder (bernanah).
- Thiabendazole
Dosis: 25-50 mg/kg berat badan/hari, diberikan 2 kali sehari selama 2-5 hari. Tidak
diperkenankan melebihi 3 gram perhari.
Dapat juga diberikan secara topikal (obat luar) 10-15% dalam larutan.
- Albendazole.
Dosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 400 mg perhari, dosis tunggal, selama 3 hari atau
200 mg dua kali sehari selama 5 hari.
Dosis anak kurang dari 2 tahun: 200 mg perhari selama 3 hari.
Atau 10-15 mg per kg berat badan, 4 kali perhari selama 3-5 hari.
- Mebendazole
Dosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 100-200 mg dua kali sehari, selama 4 hari .
Anak kurang dari 2 tahun: tidak dianjurkan
Etiologi
19
Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang merupakan
nematoda usus terbesar, terutama di daerah dengan sanitasi buruk. Manusia merupakan satu-
satunya hospes Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa berbentuk silinder, berwarna merah muda.
Cacing jantan lebih kecil dari cacing betina dengan ukuran 120-150 mm x 3-4 mm manakala
cacing betina berukuran 200-400 mm x 5-6 mm. Ujung posterior pada cacing jantan sedikit
melingkar. Cacing betina menghasilkan sekitar 200000 telur yang telah dibuahi dan tidak dibuahi
per hari yang diletakkannya di lumen usus. Telur ini berukuran 40 x 60 µm yang ditandai dengan
adanya mamillated outer coat dan lapisan hialindi dalam.2-4
Siklus hidup Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh cacing betina
di usus halus dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan adanya lapisan luar yang tebal,
telur ini dapat bertahan hidup karena partikel tanah melekat pada dinding telur yang dapat
melindunginya dari kerusakan. Dengan kondisi yang menguntungkan seperti udara yang hangat,
lembab, tanah yang terlindung sinar matahari, embrio akan berubah di dalam telur menjadi larva
yang infektif disebut larva stadium dua berlangsung kurang lebih tiga minggu. Apabila manusia
tertelan telur yang infektif, larva akan keluar di duodenum dan kemudian menembus dinding
usus halus menuju ke venula mesenterika, masuk sirkulasi portal, kemudian ke jantung kanan,
melalui pembuluh darah kecil paru sampai di jaringan alveolar paru. Setelah itu larva bermigrasi
ke saluran nafas atas yaitu dari bronkiolus menuju bronkus, trakea, epiglotis, kemudian tertelan
turun ke esofagus dan menjadi dewasa di usus halus. Siklus hidup ini berlangsung sekitar 65-70
hari dengan umur cacing dewasa berkisar satu tahun.1-6
Epidemiologi
Ascaris lumbricoides dijumpai di seluruh dunia dan diperkirakan 1 milyar orang pernah
terinfeksi dengan cacing ini. Tidak jarang dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain
terutama Trichuris trichiura. Telur yang infektif ditemukan di tanah, yang dapat bertahan
bertahun-tahun. Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan telur cacing Ascaris
lumbricoides yang infektif. Hal ini terjadi karena termakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh telur cacing tersebut.2,5,6
Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat, dan
anak lebih sering terinfeksi. Bayi akan terinfeksi dengan cacing ini melalui jari ibunya yang
20
mengandung telur Ascaris lumbricoides segera setelah lahir. Pencemaran tanah oleh telur cacing
lebih sering disebabkan oleh tinja anak. Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan
orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda dalm kebiasaan, aktivitas dan
perkembangan imunitas yang didapat. Penelitian di Kenya menunjukkan bahwa infeksi Ascaris
lumbricoides mempengaruhi pertumbuhan pada anak. Prevalensi tertinggi askariasis di daerah
tropis pada usia 3-8 tahun.2,4,5
Patofisiologi
Sebagian besar kasus askariasis tidak menunjukkan gejala, akan tetapi karena tingginya
angka infeksi morbiditasnya perlu diperhatikan. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh
migrasi larva dan juga oleh cacing dewasa.2,4
Walaupun kerusakan hati dapat terjadi sewaktu larva melakukan siklus dari usus melalui
hati ke paru, tetapi organ yang sering terkena adalah paru, yang mana semua larva Ascaris
lumbricoides harus melalui paru- paru sebelum menjadi cacing dewasa di usus. Pada infeksi
ringan, trauma yang terjadi bias berupa pendarahan sedangkan pada infeksi yang berat,
kerusakan jaringan paru dapat terjadi. Sejumlah kecil darah mungkin mengumpul di alveoli dan
bronkiol yang kecil yang bias mengakibatkan terjadinya edema pada organ paru. Semua hal ini
disebut pneumonitis Ascaris. Pneumonitis Ascaris ini disebabkan oleh karena proses patologis
dan reaksi alergik berupa peningkatan temperatur sampai 39.5-40ºC , pernafasan cepat dan
dangkal (tipe asmatik), batuk kering atau berdahak, ronkhi atau wheezing tanpa krepitasi yang
berlangsung 1-2 minggu, eosinofilia transien, sindroma Loeffler sehingga diduga sebagai
pneumoni viral atau tuberkulosis.2-4
Cacing dewasa biasanya hidup di usus halus. Anak yang terinfeksi dengan Ascaris
lumbricoides, pertumbuhan fisik dan mentalnya akan terganggu dibandingkan dengan anak yang
tidak terinfeksi. Gejala klinis yang paling menonjol adalah rasa tidak enak di perut, kolik akut
pada daerah epigastrium, gangguan selera makan, dan mencret. Ini biasanya terjadi pada saat
proses peradangan pada dinding usus yang bisa diikuti demam. Pada infeksi berat paling ditakuti
bila terjadi muntah cacing yang dapat menimbulkan komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh
cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus oleh massa
cacing ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya cacing ke dalam lumen apendiks. Bisa
dijumpai penyumbatan ampula Vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke jaringan
hati.2,4,5,6
21
Gejala lain adalah sewaktu masa inkubasi dan pada saat cacing menjadi dewasa di dalam
usus halus yang mana hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena sensitisasi seperti
urtikaria, asma bronkial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang hematuria. Eosinofilia 10%
atau lebih sering pada infeksi Ascaris lumbricoides, tetapi hal ini tidak menggambarkan beratnya
penyakit tetapi lebih banyak menggambarkan proses sensitisasi dan eosinofilia ini tidak
patognomonik untuk infeksi Ascaris lumbricoides.2-5
Penatalaksanaan Medikamentosa
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk perorangan
dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat, mebendazol, atau
albendazol. Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran
Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Untuk pengobatan masal perlubeberapa syarat,
yaitu 4 :
Obat mudah diterima masyarakat.
Aturan pemakaian sederhana.
Mempunyai efek samping yang minimum.
Bersifat polivalen, sehingga manjur untuk beberapa jenis cacing.
Harganya murah
Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan pemberian
albendazol 400 mg 2 kali setahun.4 Antara obat mengatasi askariasi yang dapat digunakan
adalah1-3,5:
o Pirantel pamoat, 10 mg/kgBB/hari.
o Mebendazol, 100 mg 2 kali sehari. Berefek cacing dapat bermigrasi ke tempat lain.
o Oksantel-pirantel pamoat, 10 mg/kgBB/hari.
o Albendazol 400 mg tablet atau 20 ml suspensi. Buat anak di atas 2 tahun. Tidak bias
diberikan kepada ibu hamil.
Pada kasus askariasi dengan obstruksi usus yang berat, harus dilakukan operasi untuk
mengeluarkan cacing yang memenuhi lumen usus.1 Kasus askariasis saat kehamilan harus
ditatalaksana seteleh trimester pertama.5
Penatalaksanaan Non-Medikamentosa
22
Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi serta lingkungan sangat mempunyai arti dalam
penanggulangan infeksi cacing gelang ini. Suatu pengalaman oleh E.Kosin pada tahun 1973 yang
mana telah dilakukan suatu penelitian kontrol askariasis di suatu desa di daerah Belawan,
Sumatera Utara yang mana diketahui prevalensi cacing gelang pada anak 85%. Setelah
pengobatan masal, angka infeksi turun secara drastis menjadi 10%. Akan tetapi 3 bulan
kemudian, saat anak-anak tersebut diperiksa kembali, diperoleh hasil yang sangat mengejutkan
yaitu angka infeksi naik menjadi 100%. Setelah dilakukan penelitian, ternyata cacing yang
berhasil dikeluarkan dengan pengobatan tadi tersebar di sembarang tempat, berarti terjadi
pencemaran tanah di sekitar desa dengan telur cacing dan ini merupakan sumber infeksi.1
Prognosis
Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis yang baik selama tidak terjadi obstruksi
oleh cacing dewasa yang bermigrasi. Tanpa pengobatan, penyakit dapat sembuh sendiri dalam
waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, angka kesembuhan 70-99%.3-5
Komplikasi
Pada infeksi ringan, trauma yang terjadi bisa berupa pendarahan sedangkan pada infeksi
yang berat, kerusakan jaringan paru dapat terjadi. Sejumlah kecil darah mungkin mengumpul di
alveoli dan bronkiol yang kecil yang bisa mengakibatkan terjadinya edema pada organ paru yang
disebut pneumonitis Ascaris.2,3 Komplikasi yang ditakuti adalah apabila cacing dewasa migrasi
ke tempat lain dan menimbulkan gejala akut. Pada infeksi berat paling ditakuti bila terjadi
muntah cacing yang dapat menimbulkan komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing
dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus oleh massa cacing
ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya cacing ke dalam lumen apendiks. Bisa dijumpai
penyumbatan ampula Vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke jaringan hati.
Hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena sensitisasi seperti urtikaria, asma
bronchial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang hematuria.2,4,5,6
Kesimpulan
Askariasis merupakan penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah disebabkan infeksi
Ascaris lumbricoides atau cacing gelang yang termasuk dalam keluarga nematode. Cacing ini
terutama tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab
dengan sanitasi yang buruk. Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak.
23
Kurangnya pemakaian jamban menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman
rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah.
Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini dan infeksi terjadi bila tertelan telur
matang cacing ini. Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan
larva. Bila terjadi infeksi berat, cacing dewasa dapat menggumpal di dalam usus sehingga
menjadi obstruksi usus atau ileus. Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan cacing
Ascaris lumbricoides atau telur cacing tersebut pada muntah atau tinja penderita.
Pengobatan askariasis cukup sederhana dengan beberapa pilihan obat yang manjur untuk
penyakit ini dan penyakit infeksi oleh cacing lain. Pengobatan masal diperlukan bila prevalensi
penyakit ini tinggi di suatu tempat. Hasil pengobatan umumnya berprognosis baik selama tidak
terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi.
24