Gejala didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,
tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa
terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara
tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi,
penderita dapat sesak napas atau rasa Iemah yang menghilang setelah angina
hilang. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir
pingsan.
· Pemeriksaan fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat
terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.
Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu
serangan angina.
· EKG
Gambaran EKG penderita dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST
disertai inversi gelornbang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His
dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.
· Enzim
Troponin, CK NAC, CK-MB. Kadar enzim dapat normal atau meningkat tetapi
tidak melebihi nilai 50% di atas normal.
4. Tatalaksana 1. Anti ischaemik agent
· Beta bioker (I-B)
· Golongan nitrat oral maupun intravena (I-C)
· CCB (I-B)
· Nifedipin dan golongan dihidropiridin (III-B)
2. Anti koagulan(UFH,LMVVH, Fondaparinux, Bivalirudin (I,A)
· Pada pasien iskemik dengan risiko perdarahan (I,B)
· Pada strategi invasif dini UFH (1,0), enoxaparin (IIa,B) atau bivalirudin (I,
B)
· Pada situasi non-urgent : Fondaparinux (I, A), Enoxaparin (IIa, B), LMWH
(IIa,B)
· Pada prosedur PCI : UFH (I, C), enoxaparin (IIa,B), Bivalirudin (I,B),
tambahan UFF-1 50-100 iu/kg bolus diberikan pada penggunaan
fondaparinux (11a,C)
3. Anti-platelet agents
· Aspirin loading inisial 160-325 mg (I,A) dan pemeliharaan 75-100 mg (I,A)
· Clopidogrel loading inisial 300 mg (I,A) dan penggunaan minimal 12 bulan
berikutnya (I,A)
· Pasien kontraindikasi aspirin, berikan clopidogrel (1,B)
· Pasien PCI, loading dose 600 mg clopidogrel (lla,B)
· Pasien CABG yg mendapat terapi clopidogrel, dilakukan penundaan operasi
selama 5 hari (11a,C)
4. GP Ilb/Illa Inhibitors (11a,A)
· Pasien yang mendapat terapi inisial eptifibaatide dan tirofiban yang akan
dilakukan corangiografi harus mendapat terapi pemeliharaan dengan obat
yang sama selama dan setelah PCI (IIa,B)
· GP IIb/IIIA Inhibitors harus dikombinasikan dengan antikoagulan (I,A)
· Bivalirudin bisa sebagai alternatif GP IIb/IIIA inhibitors plus UFH/LMWH
(IIa,B)
5. Revaskularisasi
· Urgent coronary angiografi pada pasien dengan gagal jantung, aritmia dan
ketidakstabilan hemodinamik (I,C)
· Early (<72 jam) con angiografi dilkuti dengan revaskularisasi (PCI atau
CABG)pada pasien dengan risiko tinggi (I,A)
· Evaluasi invasif secara rutin tanpa risiko tinggi (I, C)
· PCI pada lesi yang tidak signifikan (III, C)
6. Edukasi Menjelaskan faktor risiko terjadinya angina dan menyarankan untuk melakukan
modifikasi gaya hidup
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
a. Diet (hiperlipidemia)
b. Rokok
c. Hipertensi
d. Stress
e. Obesitas
f. Kurang aktifitas
g. Diabetes Mellitus
h. Pemakaian kontrasepsi oral
EKG (resting) I C
EKG (ambulatory)
- dengan suspek aritmia I B
- dengan suspek angina vasospastik IIa C
IIa
Ekokardiografi C
Rontgen Thorax I
- pada atipikal dan suspek penyakit pulmoner IIa C
- suspek gagal jantung C
Algoritme 2. Pemeriksaan Non Invasiv Pasien Suspek Angina Pektoris Stabil &
PTP intermediate
Tatalaksana Penatalaksanaan Medikal pasien angina pektoris stabil berdasarkan prognosis
Penatalaksanaan :
Rekomendasi Terapi Farmakologi pada Pasien dengan Angina Pektoris Stabil
Indikasi Kelas Level
Pertimbangan umum
Pengobatan medic yang optimal dengan 1 obat untuk I C
menguranai angina/iskemik ditambah dengan obat
preventif
Dianjurkan mengedukasi pasien tentang penyakitnya, I C
faktor resiko, dan strategi pengobatan
Diindikasikan untuk me-review respon pasien segera I C
setelah memulai terapi
Angina/lschaemia relief
Direkomendasikan short acting nitrates I B
Terapi lini perteama adalah beta bloker dan atau CCB I A
untuk mengontrol gejala dan heart rate
Terapi lini kedua direkomendasikan untuk pemberian long IIa B
acting nitrates, ivabradine atau nicorandil atau ranolazine,
tergantung dari heart rate, tekanan darah dan toleransi
Berdasarkan komorbiditasitoleransi, dianjurkan untuk IIb B
menggunakan terapi lini kedua, terapi lini pertama hanya
untuk pasien tertentu.
Pada pasien yang asimptomatik dengan iskemia luas I C
(>10%), disarankan pe mberian beta bloker
Pada pasien dengan angina vasospastik, CCB dan nitrat IIa C
hams diberikan, dan hindari pemberian beta bloker
Untuk Pencegahan
Low dose aspirin perhari direkomendasikan pada semua I A
pasien angina pektoris stabil
Clopidogrel diindikasikan hanya untuk alternatif pada I B
intoleransi aspirin
Statin direkomendasikan pada semua pasien angina I A
pektoris stabil
Direkomendasikan untuk penggunaan ACE inhibitor (atau I A
ARB) jika terdapat kondisi lainnya (heart failure,
hipertensi, diabetes, dll)
Trias kardiovaskular yang harus dinilai pada kasus edema paru akut :
Volume-vascular
Rate problem Pump problem
resistensi emblem
Bradikardia : Primer : Volume loss :
- sinus bradikardia - miokard infark - hemoragik
- 2nd AV block - kardiomiopati - GIT loss
- 3th AV block - miokarditis - Renal loss
- Pacemaker failure - ruptur kordae - Insensible loss
- disfungsi akut otot - adrenal insufisiensi
papilaris
- insufisiensi aorta akut
-disfungsi katup prostetik
- ruptur interventrikular
septum
Takikardia Sekundar : Vascular resitance :
- sinus takikardi - drug alter function - central nervous system
- atrial fluter - tamponade jantung injury
- atrial fibrilasi - emboli paru - spinal injury
- PSVT - mixoma - 3rd space loss
- VT - sindrom vena cava - adrenal insufisiensi
superior (kortisol)
- sepsis
- drug alter tone
2. Anamnesis Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
3. Pemeriksaan Fisik - Sianosis sentral
- Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus berbuih
- Ronki basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang-kandang disertai ronki kering dan ekspirasi memanjang akibat
bronkospasme,
dahulu dikenal dengan asma kardiale
- Takikardia dengan gallop S3
- Murmur bila ada kelainan katup
4. Kriteria Diagnosis 1. Gejala klinis
Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
2. Pemeriksaan fisik :
- Sianosis sentral
- Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus berbuih
- Ronki basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang-kandang disertai ronki kering dan ekspirasi
memanjang akibat bronkospasme, dahulu dikenal dengan asma kardiale
- Takikardia dengan gallop S3
- Murmur bifa ada kelainan katup
3. Pemeriksaan penunjang
- EKG : Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibirilasi
atrium, tergantung penyebab gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kid atau aritmia bisa ditemukan
- Laboratorium : Darah rutin, urinalisis, ureum/kreatinin, eiektrolit, Analisis
gas darah, Enzim jantung (CPK, CKMB, troponin 1-) dapat meningkat jika
penyebabnya infark miokard
- Foto Toraks : Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian dapat
meluas ke arah apeks paru. Kadang-kadang ditemukan efusi pleura
- Ekokardiografi
Dapat menooambarkan penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi
ventrikel kiri (hipertensi), segmental wall motion abnormality (penyakit
jantung koroner). Pada umumnya ditemukan dilatasi ventrikel dan atrium
kiri.
5. Diagnosis Gejala sesak, batuk dengan riak berbuih kemerahan, sesak bila berbaring disertai
kardiomegali, iktus bergeser kelateral, bradi-takiaritmia, suara galop, bising,
rhonki basah basal paru bilateral, whezing (asma kardial), akral dingin dan basah,
saturasi 02 kurang dari 90% sebelum pemberian 02, foto folos dada tampak
bendungan "batswing appearance.
Diagnosis Banding Edema paru akut non kardiak
Emboli paru
Asma bronkial
Pemeriksaan 1. Saturasi oksigen
Penunjang 2. EKG
3. Laboratorium : elektrolit, analisa gas darah, enzim jantung, ureum, kreatinin,
dli
4. Rontgent thorax
5. Echocardiografi
Terapi Ada 3 tindakan untuk mengatasi edema paru akut
A. Tindakan pertama :
- Letakan pasien posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas
vital paruparu, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran
darah vena balik kejantung.
- Oksigen 6-15 liter/menit, bila perlu dengan masker sungkup muka non
rebreathing (NRM) target SpO2 >90%. Jika memburuk: pasien semakin sesak,
takipnu, ronki bertambah, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal suction dan ventilator/bipep
- Infus emergensi
- Monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada
- Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg
- Diuretik: furosemid 0,5-1 mg/KgBB adalah obat pokok pada kasus edema
paru. Furosemid memiliki efek bifasik, pertama efek venodilatasi yang dicapai
dalam 5 menit pertama, sehingga tekanan pengisian (preload) berkurang. Efek
kedua adalah diuresis yg mencapai puncaknya setelah 30-60 menit, keefektifan
furosemid tidak harus dicapai dengan diuresis beriebihan. Bila furosemid sudah
rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit
belurn didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal dan dosis
bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol ddan bila fungsi ginjal terganggu.
Dosis 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip kontinyu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam
- Morfin sulfat diencerkan dengan 9 cc NaCl 0,9% berikan 2-4 mg IV bila TD >
100 mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pilihan edema paw namun
dianjurkan pemberian dirumah sakit, efek venodilator meningkatkan kapasitas
vena, mengurangi aliran batik ke vena sentral dan paru.
Mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload), dan jugs efek
vasodilator ringa sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dah marlin
menurunkan laju pernafasan.
B. Tindakan kedua :
- Jika respon pasien baik setelah tindakan pertama, maka tidak diperlukan
pemeriksaan tambahan, bila normotensi dapat dilanjutkan pemberian
nitrogliserin IV 10-20 mcg/menit dengan tetap memantau TD. Nitroprusside IV
0,5- 5mcg/KaBB/menit diberikan bila edema paru disertai TD tinggi
- Bila perlu (tekanan darah turun/terdapat tanda-tanda hipoperfusi): drip
dobutamin 2-20 ug/kgBB/menit bila hipotensi tanpa syok Drip dopamin 2-20
ug/kgBB/menit bila TD 70-100 mmHg dengan syok, atau kombinasi keduanya,
utuk menstabilkan hemodinamik.
C. Tindakan ketiga :
- Dipersiapkan bila tindakan pertama dan kedua tidak memberi hasil yang
memadai atau terdapat komplikasi spesifik.
- Perlu dilakukan monitor hemodinamik invasif dengan fasilitas spesialistik
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard akut
- Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
7. Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi. Penyakit dasar dapat
segera dikenali dengan meneliti keluhan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan status hemodinamik dan pertolongan
segera diberikan secara intensif. Trias kardiovaskular meliputi irama denyut
jantung (rate), miokard untuk memompa (pump), dan sistem vaskular, segera
dinilai dan dievaluasi sebab semua pasien hipotensi/syok dan edema paru berawal
dari gangguan 3 sistem tersebut.
13. Kepustakaan 1. ACLS. American Heart Association. 2011
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
ILMU PENYAKIT DALAM
RSU HARTATI MEDICAL CENTRE
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
ICD X 150.0
1. Pengertian Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
(definisi) kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Gagal jantung kongestif (CHF) suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh
berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh disertai
hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran batik vena.
2. Klasifikasi Klasifikasi NYHA (New York Heart Association) .
· NYHA I : Tidak ada batasan aktifitas fisik
· NYHA II : Batasan ringan dalam aktivitas fisik
· NYHA III : Batasan sedang dalam aktivitas fisik
· NYHA IV : Tidak dapat beraktivitas dengan normal tanpa ketidaknyamanan
3. Kriteria Kriteria Framingham dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
diagnosis kongestif.
Kriteria mayor:
· Paroxismal Nocturnal Dispneu
· distensi vena leher
· ronkhi paru
· kardiomegali
· edema paru akut
· gallop S3
· peninggian tekanan vena jugular/ refluks hepatojugular
Kriteria minor:
· edema ekstremitas
· batuk ma'am hari
· dispneu de effort
· hepatomegali
· efusi pleura
· takikardi
· penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
· Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
· Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria
minor
Diagnosis HF - REF membutuhkan tiga kondisi yang harus dipenuhi:
· Gejala khas HF
· Tanda-tanda khas HFA
· LVEF berkurang
Diagnosis HF PEF rnemerlukan empat kondisi yang harus dipenuhi:
· Gejala khas HF
· Tanda-tanda khas HFA
· Normal atau hanya sedikit berkurang LVEF dan LV tidak melebar
· Penyakit jantung struktural yang relevan (LV hipertrofi / LA pembesaran ) dan /
atau disfungsi diastolik
ARITMIA
Kode : ICD, I.49
Pengertian adalah variasi-variasi di luar irama normal jantung yang kelainannya mungkin
(definisi) mengenai kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls atau urutan aktivasi, dengan
atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang mendasari
Terdapat 2 jenis aritmia :
- Bradiaritmia
- Takiaritmia
Gambaran klinik Bradiaritmia :
Gejala : Sesak napas, Nyeri dada, pusing, kesadaran menurun, lemah, pingsan
(sinkop)
Tanda : denyut jantung < 60 menit, hipotensi atau syok, oedem paru, akaral dingin,
penurunan produksi urin
Takiaritmia
Denyut jantung > 100x/menit, takipneu, retraksi interkosta, pernapasan abdominal
paradoksal, saturasi oksihemoglobin
Diagnosis Klinis Bradikardi :
dan EKG Takipneu, retraksi interkostal, retraksi suprasternal, pernapasan paradoksikal
abdominal, sturasi oksihemoglobin, AV blok derajat II tipe 2, AV blok derajat III
Takiaritmia :
1. Kompleks QRS sempit (5 0,12 detik) :
· Atrial fibrilasi
· Atrial Flutter
· Re-entry nodus AV
· Multifocal atrial tachycardia (MAT)
2. Kompleks QRS lebar ( 0,12 detik)
· Ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi
· SVT
· Sindrom Wolf Parkinson White
Terapi Bradikardia
· Bila tanpa gejala tidak memerlukan terapi
· Bila terdapat tanda dan gejala dan EKG tidak menunjukkan AV blok derajat II tipe
2 dan AV blok derajat III, berikan :
· Atropin sulfat 0,5 mg iv, bila tidak ada peningkatan denyut jantung ulang
atropin sulfat 0,5 mg iv sampai ada peningkatan denyut jantung, atau total
dosis atropin sulfat 3 mg
· Bila total dosis atropin sulfat sudah 3 mg belum ada peningkatan denyut
jantung, berikan epinefrin 210pg/kg/menit atau dopamin 2-10 pg/kb/menit
atau isoproterenol 2-10pg/kg/menit
· Jika belum ada respon pertimbangkan pemasangan pacu jantung intravena
· Jika gambaran EKG AV blok derajat II tipe 2 atau AV blok derajat III, segera
pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pacu jantung transvena
· Cari dan atasi penyebab seperti : hipovolemia, hipoksia, hipokalemia,
hipoglikemia, hipotermia, asidosis, toksin, tamponade jantung, tension
pneumothorax, trombosis dan trauma
Algoritma Bradiaritmia
Takiaritmia
· Kardioversi, direkomendasikan untuk SVT tidadk stabil, atrial fibrilasi tidak
stabil, atrial flutter tidak stabil, VT monomorfik tidak stabil
· Dosis energi pada atrial fibrilasi 120-200J. Jika gagal, dosis ditingkatkan secara
bertahap
· Kardioversi pada atrial flutter dan SVT energi inisial 50-100 J. Jika gagal dosis
ditingkatkan secara bertahap
· VT monomorfik dimulai pada dosis 100 J dan ditingkatkan secara bertahap bila
gagal
· Pada SVT terapi awal dengan melakukan manuver vagal. Bila tidak respon,
berikan adenosin 6 mg iv secara cepat diikuti flush menggunakan caftan salin 20
ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit, berikan adenosin 12 mg iv secara
cepat diikuti flush dengan salin 20 ml. Adenosin tidak boleh diberikan pada psien
asma.
· Bila manuver vagal dan adenosin gagal, berikan CCB non dihiropiridin
(verapamil dan diltiazem) atau Beta Blocker:
(1) Verapamil 2,5-5mg iv bolus selama 2 merit. Jika tidak ada respon dan tidak
ada efek samping obat, dosis berulang 5- 10mg diberikan 15-30 menit
dengan total dosis 20 mg. Kontraindikasi verapamil pasien dengan fungsi
ventrikel menurun atau gagal jantung.
(2) Diltiazem, dosis 15-20mg (0,25 mg/kgBB) iv selama 2 menit. Jika
diperlukan berikan dosis tambahan 20-25 mg iv (0,35 mg/kgBB) dalam 15
menit. Dosis infus rumatan 5-15 mg/jam dititrasi sesuai dengan kecepatan
denyut jantung
(3) Beta blocker : metoprolol, atenolol, esmolol.
Efek samping : bradikardi, hipotensi, keterlambatan konduksi AV. Hati-hati pada
pasien PPOK dan CHF
Algoritma Takiaritmia
MITRAL REGURGITASI
1. Pengertian Suatu keadaan di mana terdapat aliran darah batik dari ventrikel kiri ke dalam
(definisi) atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara
sempurna.
2. Anamnesa · Sesak napas dan rasa lamas yang berlebihan yang timbul secara tiba-tiba apabila
adanya ruptur chorda.
· Nyeri dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea dan rasa lelah.
· hemoptisis
· Pada MR akut berat hampir selalu ada gejala, biasanya berat sedangkan pada MR
kronis gejala dapat tidak muncul.
· Pada sindrom MVP gejala yang paling sering muncul adalah sakit dada, gejala
RM organik adalah letih/Ielah sedangkan pada RM fungsional gejala yang muncul
adalah CHF.
3. Pemeriksaan · Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan
Fisik pembesaran ventrikel kiri.
· Thrill pada apeks pertanda terdapatnya MR berat.
· Bisa terdapat tight ventrikular heaving, atau bisa juga didapatkan pembesaran
ventrikel kanan.
· Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur, umumnya normal,
namun dapat mengeras pada RM karena penyakit jantung rematik.
· Murmur diastolik bersifat rumbling pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat
adanya peningkatan aliran darah pada fase diastole, walau tidak disertai oleh
adanya stenosis mitral.
· Gallop atrial biasanya terdengar pada MR dengan awitan yang masih biru dan
pada MR fungsional atau iskemia serta pada irama yang masih sinus.
· MR akut ditandai dengan S1 halus, murmur sistolik awal sampai holosistolik.
· MR kronis ditandai dengan adanya impuls apikal dinamis berpindah halus atau
normal pada palpasi kardiak, S1 holositolik.
· Sindrom MVP ditandai dengan click sistolik ringan dan murmur sistolik.
· RM organik ditandai dengan murmur holosistolik yang keras S3.
· RM fungsional ditandai dengan murmur sistolik awal halus S3.
4. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. EKG
· Fibralasi atrial sering ditemukan pada MR karena kelainan organik.
· MR karena iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat sedangkan pada
MVP bisa terlihat perubahan segmen ST-T yang tidak spesifik. LAH dan
RAH bisa ditemukan bila sudah ada hipertensi pulmonal yang berat.
· LVH pada MR kronik.
4. Foto Thoraks
5. Echokadiografi
6. Diagnosis Mitral Regurgitasi
7. Pemeriksaan 1. Foto Thoraks
Penunjang 2. EKG
3. Echokardiografi
8. Terapi 1. Vasodilator arterial seperti sodium nitropusid secara intravena jika
2. tidak terjadi hipotensi
3. Intra aortic ballon counter pulsation
4. Untuk pasien AF perlu diberikan digoksin atau beta bloker untuk
5. kontrol frekuensi detak jantung
6. Antikoagulan harus diberikan
7. Beta bloker merupakan obat pilihan utama pada sindrom MVP
8. Diuretik
9. Ace inhibitor
10. Intervensi perkutan
11. Terapi Operasi
11. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
16. Kepustakaan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014
AHA/ACC Guideline for the Management of Patients withValvular
Heart Disease
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
ILMU PENYAKIT DALAM
RSU HARTATI MEDICAL CENTRE
AORTA STENOSIS
Pengertian Aorta stenosis merupakan suatu keadaari di mana terjadi gangguan aliran darah dari
(definisi) ventrikel kiri melalui katup aorta karena obstruksi pada level katup aorta. Kelainan
struktur aorta ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul total cardiac
output pada saat sistol.
Anamnesa Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas, dapat
juga nyeri dada, dizziness dan pingsan.
Pada stenosis aorta yang bermakna dapat mengalami gagal jantung tanpa penyebab
yang jelas.
Pemeriksaan Fisik Murmur sistolik & thrill di aorta dan apex
Perabaan nadi menurun (pulsus parvus et tardus)
Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Foto Thoraks : gambaran klasiknya adalah hipertrofi konsentrik ventrikel kiri
4. Ekokardiografi Doppler
5. Ekokardiografi Transesofageal
6. Kateterisasi
Diagnosis Stenosis aorta
Diagnosis Banding 1. Regurgitasi aorta
Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto Thoraks
3. Ekokardiografi Doppler
4. Ekokardiografi Transesofageal
Terapi 1. AS asimptomatik → tidak ada terapi medikamentosa
2. AS simptomatik → repair or replace katub → sebelumnya
echocardiography dahulu :
· Trans valvular velocity > 4 m/detik → operasi
· Trans valvular velocity < 3m/detik → observasi echo /6-12 bulan
· Trans valvular 3-4/detik 4 treadmil exercise test 4 bila (+) operasi
repair/replace
3. Obat-obatan digoxin, diuretik, ACE inhibitor/ARB 4 bila didapatkan gagal
jantung
4. Obat NTG → angina
5. Obat statin untuk mencegah kalsifikasi katub
6. Indikasi Ballon Valvuloplasty:
· Pasien hemodinamik stabil sebelum tindakan operasi
· Pasien dgn AS berat bergejala yg memerlukan operasi non jantung segera
· Kasus dimana pembedahan mjd kontraindikasi
7. Indikasi Transcatheter Aortic Valve Implantation: pasien AS berat dgn gejala yg
tidak dpt dilakukan pembedahan
8. Indikasi Operasi:
· Bila area katub <1 cm2 atau 0,6cm/m2 permukaan tubuh
· Disfungsi ventrikel kiri
· Dilatasi post stenotik aorta walaupun asimptomatik
· Stenosis aorta krn kalsifikasi
9. Indikasi AVR (aortic valve replacement):
· AS berat dgn gejala
· AS derajat berat & sedang pd pasien CABG/operasi aorta asenden/katub lain
· AS berat tak bergejala dgn EF <50% / normal
· AS berat tak bergejala dgn uji latih jantung (+)
· AS berat dgn gejala low flow, low gradient dgn penurunan EF
AORTA REGURGITASI
Pengertian Aorta regurgitasi merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah
(definisi) dari ventrikel kiri melalui katup aorta karena obstruksi pada level katup aorta.
Kelainan struktur aorta ini menyebabkan gangguan penutupan sehingga timbul
gangguan total cardiac output pada saat sistol.
Anamnesa · Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas saat
aktifitas, dapat juga artifisial nokturna dispneu dan angina pectoris pada tahap
akhir.
Pemeriksaan · Nadi selar (tekanan nadi yg besar & tekanan artifisial rendah)
Fisik · Gallop & bising artifisial → besarnya curah sekuncup dan regurgitasi darah dari
aorta ke ventrikel kiri
· Tabrakan regurgitasi aorta yg besar & aliran darah dari katub mitral → bising
mid/late diastolik (bising Austin Flint)
Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik
3. EKG
4. Foto Thoraks : pembesaran ventrikel kiri, elongasi aorta dan pembesaran atrium
kiri
5. Ekokardiografi Doppler
6. Ekokardiografi Transesofageal
7. Cardiac RMI atau MSCT
Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto Thoraks
3. Ekokardiografi Doppler
4. Ekokardiografi Transesofageal
5. Cardiac RMI atau MSCT
Tatalaksana 1. Digitalis : regurgitasi berat dan dilatasi jantung walau asimtomatik
2. Antibiotik : bila penyebab AR adalah jantung rematik atau endokarditis bakterialis
3. Penyekat beta : dilatasi aorta akibat sindrom marfan
4. Vasodilator (felodipine & ACE inhibitor) : mempengaruhi ukuran dan beban
ventrikel kiri → menghmbt progresifitas dari disfungsi miokardium
5. Pengobatan pembedahan
ü Hanya untuk AR akibat deseksi aorta
ü Bila krn penyebab lain, penggantian katub lebih disarankan
ü Indikasi tindakan pembedahan :
· Sesak nafas (AR akut berat dgn gejala)
· Dimensi sistolik ventrikel kiri 55 mm / fractional shortening 25%
· Dimensi diastolik akhir > 70 mm
· EF 50%
Gambar 1. Algoritme managemen pada aorta regurgitasi 2
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
Kepustakaan Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi VI 2014
Guidelines on the Management of Valvular Heart Disease (2012) by European Heart
Journal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
ILMU PENYAKIT DALAM
RSU HARTATI MEDICAL CENTRE
ST ELEVASI MIOKARD INFARK
ICD 10, 1.28
Pengertian Adalah rusaknya bagian otot jantung, secara permanen yang ditandai oleh keluhan
(definisi) nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada perneriksaan EKG.
STEMI menandakan adanya pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga otot jantung yang diperdarahi tidak mendapat oksigen kemudian menjadi
infark
Anamnesa Nyeri dada :
· Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
· Sifat nyeri : seperti ditekan rasa terbakar, ditindih Benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas dan dipelintir
· Penjalaran : biasanya ke lengan kirk ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dapat juga ke lengan kanan
· Nyeri membaik atau hilang lengan istirahat atau obat nitrat
· Faktor pencetus : latihan fisik. stres, emosi, udara dingin dan sesudah makan
· Gejala penyerta : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemas
Pemeriksaan · Tanda vital : bradikardi dan/atau hipotensi, takikardi dan/atau hipotensi. Suhu
Fisik dapat meningkat 380C
· Jantung : dapat ditemukan S4 dan S3 pada disfungsi ventrikular, penurunan
intensitas SI dan split paradoksal S2, murmur midsistolik atau late sistolik apikal,
pericardial friction rub
Pemeriksaan EKG
Penunjang Adanya ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan
atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas
Laboratoriurn
· CK
- Mmeningkat 3-8 jam setelah infark miokard
- Mencapai puncak 10-36 jam
- Kembali normal dalam 3-4 hari
· CKMB
- Meningkat 3-4 jam setelah ada infark miokard
- Mencapai puncak 10-24 jam
- Kembali normal dalam 2-4 hari
· Troponin T
- Meningkat 2 jam setelah ada infark
- Mencapai puncak dalam 10-24 jam
- Masih dapat terdeteksi setelah 5-14 hari
Farmakologi
- Pasang infus intravena dengan NaCl 0,9% atau D5%
- Atasi nyeri :
- Nitrat sublingual /transdermal /nitrogliserin iv titrasi 3 kali dengan interval 3-
5 menit (kontraindikasi bila TD < 90 mmHg), bradikardi (<50 kali/menit),
takikardi. Atau
- Morfin 5 mg (2-4 mg) iv, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20
mg, atau
- Petidin 25-50 mg iv, atau
- Antitrombotik
- Antiagregasi trombotik : Aspirin (160-345 mg dikunyah. bila alergi atau
intoleransi/tidak responsif diganti dengan tiklodipin atau Llopidogrel loading
dose 300 mg dengan dosis pemeliharaan 75 mg
- Trombolitik : streptokinase 1,56 juta U dlam 1 jam, atau aktivator
plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB
(maksimal 50 mg) dalam 1 jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg)
dalam I jam kedua.
- Antikoagulan, pada STEMI 12 .jam, heparin bolus 5000U iv ciilanjutkan
dengan infus selama 5 hari, dengan target aPTT 1.5-2 kali control, atau
- LMWH (Low Molecular Weight Heparin) selama 5 hari :
ü Enoxafarin 2 x 0,6 ml
ü Fondaparinux I x 2,5 mg s.c
ü Parnaparin 2 x 0,6 ml s.c
Penanganan di IGD
· Manajernen, terrnasuk diagnosis dan tatalaksana dimulai pada saat kontak
pertama kali dengan petugas kesehatan (First Medical Contact / FMC)
· Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
· Segera berikan oksigen 41/menit via nasal kanul, pertahankan saturasi oksigen >
90%
· Berikan aspirin 160-325 mg dikunyah, dosis rumatan 75-100mg/hari
· Berikan nitrogliserin sublingual samapi 3 kali dengan interval 3-5 menit.
Kontraindikasi : hemodinamik tidak stabil ( TD < 90 mmHg atau > 30 mmHg
lebih rendah dari pemeriksaan TD awal, bradikardia < 50x/menit atau takikardia >
100x/menit tanpa ada gagal jantung dan adanya infark vebtrikel kanan
· Pasang jalur intra ivena
· Morfin iv jika nyeri tidak berkurang dengan nitrogliserin
· Clopidogrel (antiagregasi platelet). Loading dose 300mg, dosis rumatan 75
mg/hari.. untuk persiapan terapi invasif diberikan dosis 600 mg
· ECG 12 lead harus dilakukan secepatnya dengan target kurang dari 10 mend
· EKG monitoring halals dilakukan segera pada semua pasien dengan kecurigaan
STEM!
· Pasien dengan gejala dan tanda dalam serangan iskemik miokard walaupun
gambaran EKG tidak khas juga memerlukan penanganan yang sama seperti pasien
STEMI
· Penanganan pre-hospital pada pasien STEMI harus berdasarkan kepada sistem
rujukan regional untuk mendapat terapi reperfusi secara cepat dan efektif dan
mengupayakan untuk dapat dilakukan primary PCI kesetiap pasien bila
memungkinkan
· Pusat pelayanan PCI harus siap melayani 24 jam dan melakukan primary PCI
secepat mungkin dalam 60 menit dari informasi awal.
· Setiap rumah sakit dan seluruh EMS yang berpatisipasi dalam pelayanan pasien
dengan STEMI harus mencatat dan memantan waktu untuk menjaga dan
mendapatkan hasil yang diinginkan, yaitu :
- First medical contact dengan EKG pertama kali ≤ 10 menit
- First medical contact kali dengan terapi reperfusi :
Fibrinolisis ≤ 30 menit
Primary PCI <90 menit (<60 menit jika pasien menunjukkan 120 menit gejala
dari onset atau lanasung menuju rumah sakit yang dapat melakukan PCI)
Terapi Reperfusi
· Terapi reperfusi diindakasikan kepada semua pasien dengan gejala durasi < 12
jam dan gambaran EKG persisten ST Elevasi atau LBBB yang barn
· Terapi reperfusi diindikasikan bila bila terdapat ongoing iskemik, walaupun gejala
mungkin barn dimulai > 12 jam atau jika nyeri dan perubahan EKG
Primary PCI
· Primary PCI adalah reperfusi terapi yang lebih direkomendasikan dibandingkan
dengan fibrinolosis jika dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit
setelah serangan
· Primary PCI diindikasikan bagi pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau
syok kardiogenik, pasien STEMI usia > 75 tahun, Pasien dengan kontraindikasi
· Stenting direkomendasikan pada primary PCI
· Terapi dual antiplatelet yaitu aspirin dan ADP receptor blocker yang
direkomendasikan adalah :
- Prasugel, bila ada riwayat stroke TIA dan usia < 75 tahun
- Ticagrelor
- Atau clopidogrel bila prasugrel atau ticagrelor tidak tersedia atau kontraindikasi
Antikoagulan
· Antikoagulan direkomendasikan pada pasien STEMI yang mendapat pengobatan
dengan lytics hingga tercapai revaskularisasi atau bila lama tinggal dirurnah sakit
sarnpai 8 hari. Antikoagulan dapat berupa :
- Enoxaparin i.v dilanjutkan dengan s.c
- Unfractionated heparin diberikan berdasarkan berat badan secara i.v bolus dan
infus
- Pada pasien yang diterapi dengan streptokinase, Fondaparinux i.v bolus
dilanjutkan dengan s.c 24 jam kemudian
· Antikoagulan injeksi diberikan
- Bivalirudin lebih disarankan daripada heparin dan GPIlbillla blocker
- Enoxaparin dapat disarankan dibanding unfractionated heparin -Unfractionated
heparin dapat diberikan pada pasien yang tidak mendapat bivalirudin dan
enoxaparin
Terapi Fibrinolitik
· Terapi fibrinolitik direkomendasikan dalam 12 jam setelah gejala timbul pada
pasien tanpa kontraindikasi apabila primary PCI tidak dapat dilakukan oleh tim
yang berpengalaman dalam 120 menit setelah first medical contact (FMS)
· Pada pasien dengan waktu < 2 jam setelah timbul gejala memiliki infark yang luas
dan resiko perdarahan yang rendah, fibrinolisis dapat dipertimbangkan bila waktu
dari first medical contact ke infalasi balon > 90 menit
· Bila memungkinkan fihronolisis dapat dilakukan pada saat persiapan ke rumah
sakit
· Agen fibrin spesilik (tenecteplase, alteplase, reteplase, streptokinase) lebih
direkomendasikan dibandingkan dengan agen non fibrin spesifik
· Dosis streptokinase 1,5 juta U dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau dextrose 5
% diberikan secara infus selama 30-60 menit.
· Fibrinolitik diberikan pada pasien : ST Elevasi, LBBB baru, infark miokard luas,
usia muda.
· Kontraindikasi absolut : perdarahan intrakranial, stroke iskemik 3 jam – 3 bulan,
diseksi aorta, tumor intrakranial, perdarahan internal aktif atau gangguan
pembekuan darah, cedera kepala tertutup 3 bulan terakhir.
· Kontraindikasi relatif : TD tidak terkontrol (sistolik >180minHg, diastolik > 110
mmHg), riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, trauma atau RJP lama (> 10
menit), operasi besar < 3 bulan. Perdarahan internal 2-4 minggu. ruptur pembuluh
darah yang sulit dilakukan penekanan, riwayat mendapat streptokinase > 5 hari
yang lalu, alergi terhadap streptokinase, hamil, ulkus peptikum aktif, mendapat
antikoagulan dengan INR tinggi
· Merujuk ke pusat pelayanan PCI diindikasikan bagi semua pasien yang mendapat
fibrinolisis
· Rescue PCI diindakasikan segera apabila fibrinolisis gagal (ST segment <50%
dalam 60 menit)
· Emergency PCI diindikasikan pada kasus iskemik yang rekuren atau reeklusi
setelah pemberian awal fibrinolitik
· Emergency angiography diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung /syok
setelah pemberian awal fibrinolitik
· Angiography diindikasikan setelah n brinol it ik berhasil
· Waktu optimal angiography pada pasien stable setelah lysis adalah 3-24 jam
Terapi Jangka Panjang
· Kontrol faktor resiko, terutama merokok harus dihentikan
· Antiplatelet diberikan tanpa Batas waktu
· Dual antiplatelet diberikan sampai 12 bulan
· Pengobatan oral dengan beta blocker diindikasikan bagi pasien dengan gagal
jantung atau left ventricular dysfunction
· Target profit lipid harus tercapai pada semua pasien
· Statin dosis tinggi sebaiknya dimulai sejak awal pada semua pasien tanpa
kontraindikasi atau riwayat intolerasi
· ACE inhibitors diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung, LV systolic
dysfunction, diabetes atau infark anterior
· ARB dapat diberikan sebagai alternatif dari ACE inhibitor
· Antagonis aldosteron diindikasikan bila EF < 40% atau gagal jantung atau
diabetes apabila tidak terdapat gagal ginjal atau hiperkalemia
Prognosis Dubia, tergantung luasnya infark
Kepustakaan 1. Alwi 1, infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2014. p. 1457-1464
2. Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto A, Abdullah M, In : EIMED PAPDI
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014. p. 372-384
3. ESC Acute Myocardial Infarction Guidelines 2013
4. AHA Guidelines for CPR and ECC. 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
ILMU PENYAKIT DALAM
RSU HARTATI MEDICAL CENTRE
MITRAL STENOSIS
Pengertian Mitral stenosis merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari
(definisi) atrium kiri melalui katup mitral karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan
struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisisan ventrikel kin pada saat diastol.
Berdasarkan luasnya area katup mitral, derajat mitral stenosis sebagai berikut.
·
Minimal : bila area > 2,5 cm2
·
Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
·
Sedang : bila area 1-1,4 cm2
·
Berat : bila area < 1,0 cm2
·
Reaktif : bila area > 1 cm2
Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta, waktu pembukaan katup mitral
adalah sebagai berikut.
Derajat A2-05
Stenosis interval Area Gradien
Ringan > 110 msec > 1.5 cm < 5 mrnHg
Sedang 80-110 rnsec, >1 dan < 1,5 cm 5-10 mmHg
Berat < 80 msec < 1 cm > 10 mmHg
A2 OS : Waktu antara penutunan katup aorta cart dan pembukaan katup mitral
Derajat Mitral Stenosis
Anamnesa · Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas, dapat
juga fatigue.
· Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-
hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang tegas.
· Hemoptisis yang terjadi karena (1) apopleksi pulrrional akibat rupturnya akibat
rupturnya vena bronkial yang melebar, (2) sputum dengan bercak darah pada saat
serangan paroksismal nokturnal dispnea, (3) sputum seperti karat (pink frothy) oleh
karena edema paru yang jelas, (4) infark paru, (5) bronkitis kronis oleh karena edema
mukosa bronkus.
· Nyeri dada pada sebagian kecil pasien
· Komplikasi mitral stenosis, seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtom
karena kompresi akibat besamya atrium kin seperti disfagi dan suara serak.
Pemeriksaan fisik · Atrial fibrilasi
· Opening snap dan bising diastol kasar (diastolic rumble) pada daerah mitral
· Terdengar S1 yang rnengeras
· Di apeks rumbel diastolik dapat diraba sebgai thrill.
· Terdengar P2 yang mengeras
Kriteria diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Foto Thoraks : gambaran klasiknya adalah pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonalis Edema intersisial berupa garis Kerley.
4. Ekokardiografi Doppler
5. Ekokardiografi Transesofageal
6. Kateterisasi
Diagnosis Mitral Stenosis
Diagnosis 1. ASD
banding 2. VSD
3. Mitral regurgitasi
Pemeriksaan 1. Foto Thoraks
penunjang 2. Ekokardiografi Doppler
3. Wilkins score
3. Ekokardiografi Transesofageal
4. Kateterisasi
Sesuai dengan petunjuk dari American College of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnostik prosedur terapi, sebagai
berikut.
Klas I : keadaan di mana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
pengobatan itu bermanfaat dan efektif.
Klas II : keadaan di mana terdapat konflik/perbedaan pendapat tentang manfaat atau
efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan.
II.a. bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif.
II.b. kurang/tidak terdapat bukti adanya manfaat atau efikasi.
Klas III keadaan di mana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya
Rekomendasi Ekokardiografi
Indikasi Klas
1. Diagnoss stenosis mitral, evaluasi berat ringannya (gradient fatai- I
tata.. area katup. tekanan arteri pulinonahs), serta ukuvan dan fungsi
ventrikel kanan
2. Evaluasi morfologis katup, guna menentukan kelayakan tindakan I
balon katup
3. Diagnosis dan evaivasi kelainan katup yang menyertai I
4. Re-evaivasi stenosis mitral dengan perubanan gejala dan tanda I
5. Evaluasi respons hemodinamik dari gradient rata-rata pada latihan IIa
bila terlihat perbedaan gambaran klinisdengan hemodinamik pada
latihan
6. Re- evaluasi pasien stenosis sedang berat asimtomatik untuk IIb
menentukan tekanan arteri pulmonalis
7. Evaluasi rutin stemosis ringan dan klinis stabil III
Rekomendasi Ekokardiografi Transesofageal (ETT)
Indikasi Klas
1. Untuk menentukan ada tidaknya trornbus atrium kiri pada pasien IIa
dengan rencana balon volvotomi atau kardioversi
2. Evaluasi morfologis katup bila data kurang optimal IIa
3. Evaluasi rutin morfologis katup mitral bb data transtorakal cukup III
optimal
Rekomendasi Ekokardiografi
Indikasi Klas
1. Diagnosis stenosis mitral, evaluasi berat ringannya gradient rata-rata, I
area katup, tekanan arteri pulmonalis), serta ukuran dan fungsi
ventrikel kanan
2. Evaluasi morfologis katup, guna menentukan kelayakan tindakan I
balon katup
3. Diagnosis dan evaluasi kelainan katup yang menyertai I
4. Re evaluasi stenosis mitral dengan perubahan gejala dan tanda I
5. Evaluasi respons nemodinamik dari gradient rata-rata pada latihan, IIa
bila terlihat perbedaan gambaran dengan hemodinamik pada latihan
6. Re- evaluasi pasien stenosis sedang berat asimtomatik untuk Iib
rnenentukan tekanan arteri pulmonalis
7. Evaluasi rutin stenosis ringan dan klinis stabil III
Gambar 2. Algoritme pasien dengan stenosis mitral dengan simtom klasifikasi III-IV
(From Bonow R, et. Al ACC/AHA Task Force report on guidelines for valvular heart
disease. J Am Coll Cardiol (in press). MVA, Area katup mitral; PAP, tekanan sistolik
arteri pulmonar; PAWP, tekanan baji arteri pulmonar; MV, mitral valve, MVR,
penggantian katup mitral; LA, atrium kih; RM, regurgitasi mitral; PMBV, percutaneus
mitral ballon valvatomy
Edukasi 1. Diet rendah garam
2. Latihan fisik tidak dianjurkan, kecuali latihan ringan hanya untuk menjaga
kebugaran
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
Kepustakaan 1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014
2. AHA/ACC Guideline for the Management of Patients with Valvular Heart Disease