Anda di halaman 1dari 19

IQTISHAD, Vol. 12, No.

27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :


Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

PERBANKAN KONVENSIONAL :
SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA (*)
Andry Priharta

Abstract
This article explained a simple history of Indonesian banking atmosphere such as ,
bank activities and products, as well as the development of conventional banks in
Indonesia. Banking services condition, since pre World War II and then, where at last
bank interest define as haram earning as declared by MUI at the end of 2003,
became an integral part of the banking history in Indonesia. At the other side, a simple
analysis of banking operations both in terms of liabilities and assets management from
2005 to 2010, showed a fairly good progress. Then, suggests that conventional bank as
agent of trust, agent of development, and the agent of services have a strong role for dual
banking system in Indonesia.

Key words : conventional bank, financial intermediary, funds distributions, funds


sources , bank interest.

Abstrak

Paper ini berupaya untuk menjelaskan secara sederhana mengenai sejarah perbankan,
kegiatan dan produk perbankan, serta perkembangan bank umum konvensional di
Indonesia. Perbankan sejak era sebelum perang dunia kedua, hingga dengan difatwakannya
bunga bank hukumnya haram oleh MUI pada akhir 2003, menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari sejarah perbankan di Indonesia. Disamping itu, hasil analisis secara
sederhana mengenai kegiatan usaha bank beserta produknya baik dari sisi liabilitas maupun
aset, serta perkembangannya sejak tahun 2005 hingga 2010, ternyata menunjukkan
perkembangan yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa bank umum konvensional
sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services nampaknya sangat
berperan di dalam dual banking system yang ada di Indonesia.

Kata kunci : Bank konvensional, financial intermediary, penyaluran dana, sumber dana,
bunga.

A. Sejarah Perbankan

Dewasa ini, sulit rasanya jika kegiatan manusia dalam memenuhi

kebutuhan ekonominya tanpa melibatkan lembaga yang bernama “bank”.

Semua transaksi bisnis, pada masa ini, sudah sangat tergantung pada

_______________

(*) Disampaikan dalam Seminar Pendidikan IMM Komisariat FE UMJ : ”Perbankan


Konvensional vs Perbankan Syariah” Gedung Rektorat UMJ, 18 Mei 2011

1
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

kemudahan yang ditawarkan oleh lembaga perbankan, baik produk dari sisi

aset, kewajiban, maupun pelayanan (services) lainnya.

Perkembangan lembaga perbankan hingga menjadi lembaga yang “penting” dan


“canggih” seperti saat ini tidak terjadi secara tiba-tiba atau seketika, tetapi berproses,
yang dimulai sejak zaman Babylonia, Yunani dan Romawi (Susilo, dkk., 2000).
Diduga usaha perbankan telah berperan dalam lalu lintas perdagangan. Tugas bank
pada waktu itu lebih bersifat tukar-menukar mata uang (orangnya disebut sebagai
pedagang uang).

Pada Tahun 2000 SM, di Babylonia dikenal semacam bank yang

meminjamkan emas dan perak dengan tingkat bunga 20% setiap bulan dan

dikenal sebagai Temples of Babylon. Selanjutnya, pada tahun 500 SM di

Yunani didirikan semacam bank yang dikenal sebagagai Greek Temple, yang

menerima simpanan dengan memungut biaya penyimpanannya serta

meminjamkannya kembali ke masyarakat.

Sebelum Perang Dunia Kedua

Pada masa sebelum Perang Dunia Kedua, di Indonesia (saat itu Nederland

Indie) telah terdapat tiga bank yang menjadi cikal bakal bank milik

pemerintah, yaitu :

a. De Javasche Bank NV

o Berdiri pada 10 Oktober 1827

o Dinasionalisir oleh Pemerintah RI pada tanggal 6 Desember 1951

o Pada tahun 1968 menjadi Bank Sentral di Indonesia berdasarkan UU

No.13 tahun 1968.

b. De Algemene Volkscredietbank

o Berdiri pada tahun 1934 di Batavia

2
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

o Pada zaman Jepang dilanjutkan oleh lembaga kredit Jepang dengan nama

Syomin Ginko.

o Sekarang menjadi BRI.

c. De Postpaarbank

o Berdiri pada tahun 1898

o Menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No.20 tahun 1968

Selain ketiga bank tersebut, di masa itu terdapat pula bank-bank yang tidak

mendapat campur tangan pemerintah, seperti :

a. Bank milik pribumi (bermodal nasional): Bank Boemi di Jakarta

b. Bank milik Belanda: Nederland Handels Maatschappij (NHM)

c. Nationale Handelsbank (NHB)

d. Bank milik Inggris: The Chartered Bank of India

e. Bank milik Jepang: The Bank of Taiwan, The Yokohama Species Bank,

The Mitsui Bank

f. Bank milik Cina: The Overseas Chinese Banking Corporation, The Bank

of China, NV Batavia Bank.

Setelah Perang Dunia Kedua

Pada masa setelah Perang Dunia Kedua, setelah Jepang kalah,

Belanda ingin kembali ke Indonesia dengan membonceng sekutu (Inggris)

dan terjadi perang kemerdekaan. Di masa itu negara Indonesia terbagi

menjadi dua, yaitu Negara Republik yang dikuasai oleh RI, dan daerah

federal, yakni wilayah RI yang diduduki oleh Belanda.

3
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Di wilayah republik terdapat dua bank pemerintah, yaitu Bank

Negara Indonesia (BNI) yang berdiri pada tangal 5 Juli 1946 dan Bank rakyat

Indonesia (BRI), berdiri pada 22 Pebruari 1946. Sedangkan bank swasta

nasional yang ada pada saat itu adalah : Bank Surakarta MAI (Maskapai

Andil Bumiputra), Bank Dagang Nasional Indonesia, Bank Nasional

Indonesia, Indonesian Banking Corporation (IBC), yang kemudian bernama

Bank Amerta.

Sedangkan untuk daerah federal terdapat bank nasional swasta yang

kebanyakan merupakan bank umum yang bergerak di bidang perdagangan,

yaitu:

o NV Bank Sulawesi / 8 Pebruari 1946

o NV Bank Perniagaan Indonesia / 11 Maret 1948

o Bank Timur NV / 20 September 1949

o Bank Dagang Indonesia NV / 12 Oktober 1949

o Kalimantan Trading Corporation NV / 18 Pebruari 1950

Sejarah Tahun 1990-an

Pada masa 1990-an merupakan era baru dalam sistem perbankan di

Indonesia. Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan oleh

Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor,

Jawa Barat, telah merekomendasikan pendirian bank syariah untuk melayani

masyarakat yang meyakini bunga bank identik dengan riba sehingga

hukumnya haram.

4
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Perjuangan atas ide “Bank Islam” itu membawa hasil ketika pada

tanggal 1 Nopember 1991 Bank Muamalat Indonesia (BMI) hadir sebagai

bank syariah pertama di Indonesia. Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia

(ICMI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi penyokong kehadiran

bank yang praktiknya tanpa bunga itu.

Pada masa itu Undang-undang Perbankan hanya No. 14 tahun 1967

yang mendefinisikan pendapatan bank sebagai pendapatan bunga. Definisi itu

tentu saja menghambat bank syariah yang sumber pendapatannya bukan

bunga. Pada 25 Maret 1992, UU Perbankan tersebut direvisi menjadi UU No.

7 Tahun 1992 yang memberi landasan hukum bagi berdirinya bank bagi hasil.

Ketika krisis moneter dan keuangan merambat menjadi krisis

ekonomi, lantas politik tahun 1997, menjadi sejarah kelam bagi industri

perbankan di Indonesia dengan dilikuidasinya beberapa bank. Beberapa bank

lainnya harus masuk dan mendapat suntikan dana dari BLBI agar tetap

berjalan. Bank-bank papan atas nyaris berguguran jika tidak ditopang bantuan

pemerintah (BI).

Baru pada 1999, Bank Muamalat Indonesia tidak sendirian. Ini

didasari pada Perubahan atas UU No.7 tahun 1992 menjadi UU No.10 tahun

1998, yang mana UU ini memungkinkan sebuah bank konvensional memiliki

unit usaha syariah (UUS). Bank Syariah Mandiri menjadi bank syariah kedua.

Kehadirannya disusul BNI Syariah, Bank Danamon Syariah, dan IFI Syariah.

Dari daerah muncul Bank Jabar Syariah.

Sejarah Tahun 2003, Fatwa MUI : Bunga Bank Haram


5
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Bunga bank hukumnya HARAM. Ini merupakan fatwa dari Majelis

Ulama Indonesia pada akhir tahun 2003. Adalah KH Ma’ruf Amin, ketua

DSN MUI, yang menyatakan bahwa Indonesia tergolong telat menfatwakan

bunga bank dan sejenisnya sebagai haram. Padahal, fatwa ini masih sempat

ditentang oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang menilai fatwa ini

terlalu dini diterbitkan.

Fatwa ini semula diperkirakan bakal berdampak luas pada terjadinya

migrasi dana besar-besaran dari bank konvensional ke bank syariah. Prediksi

saat itu diperkirakan sekitar 11% dari dana pihak ketiga (DPK) bank

konvensional atau sebesar Rp. 800 triliun bakal “hijrah” ke bank syariah.

Ternyata prediksi itu meleset, bahkan hingga saat ini aset bank syariah baru

sekitar 2% dari bank konvensional.

Menurut Faisal Basri, meskipun umat Islam merupakan mayoritas di

Indonesia (sekitar 90%), namun bank syariah tidak tersosialisasi. Muslim

yang benar-benar patuh menjalankan ajaran Islam kurang dari 20%,

selebihnya adalah Islam karena statistik berdasarkan KTP. Karena itulah

berdampak pada minimnya aset bank syariah di negeri berpopulasi muslim

terbesar di dunia ini (Majalah Sharing, Edisi Khusus Tahun I, Oktober 2007,

hal 11).

Meskipun demikian, fatwa MUI ini merupakan lompatan besar

dalam perkembangan bank syariah di Indonesia. Salah satu indikatornya

adalah bahwa Bank Indonesia meningkatkan lembaga yang mengurusi

perbankan syariah dari level biro ke direktorat. Selain itu, sampai tahun 2010

tercatat terdapat 11 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, 45 unit BPR
6
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Syariah, yang beroperasi di 103 kota di 33 provinsi. Asetnya pun berkembang

sebanyak 44% per 2010 (http://www.shariaheconomics.org).

Dengan banyaknya cabang bank syariah yang ada di Indonesia

membuktikan bahwa sebenarnya bank dengan dasar syariah mempunyai

prospek dan peluang yang cukup besar di masa depan untuk menjadi pilihan

utama bagi masyarakat indonesia dan menggantikan sistem ekonomi

konvensional yang sebelumnya diterapkan di Indonesia. Pendapat ini

diperkuat dengan pernyataan Presiden Susilo bambang Yudhoyono dalam

Festival Ekonomi Syariah (FES) 2009 di Jakarta Convention Center (JCC)

yang menyampaikan bahwa sistem ekonomi syariah dapat terus tumbuh dan

berkembang di Indonesia. Tidak hanya Presiden yang menyatakan

keoptimisannya terhadap prospek ekonomi syariah, namun Gubernur Bank

Indonesia Burhanuddin Abdulah (2005) menegaskan bahwa prospek

perbankan syariah di masa depan diperkirakan akan semakin cerah.

B. Gambaran Umum Perbankan Konvensional

Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

(financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu

lintas pembayaran. Falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah

kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok bank

yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan

deposito berjangka serta memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan

dana (Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 31 : 2009, 31.1).

7
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Sedangkan definisi bank secara lebih spesifik adalah sebagai berikut :

(1) Agent of Trust : kegiatan perbankan berdasarkan kepercayaan, baik dalam

hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat pemilik dana

percaya bahwa dana yang disimpan di bank akan aman, demikian pula bank

percaya bahwa debitur pada saat jatuh tempo akan melunasi semua

kewajibannya pada bank; (2) Agent of Development : Memperlancar kegiatan

produksi, distribusi, dan konsumsi. Sektor moneter dan sektor riil berinteraksi

antara satu dengan yang lain, sehingga tugas bank sebagai penghimpun dan

penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di

sektor riil; (3) Agent of Services : Terdapat bermacam jasa yang ditawarkan

oleh bank, antara lain pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa

pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan (Susilo, dkk., 2000).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008

Tentang Perbankan Syariah, bank dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

bank konvensional dan bank syariah.

Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya

secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum

Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.

 Bank Umum Konvensional adalah bank konvensional yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

 Bank Perkreditan Rakyat adalah bank konvensional yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.

8
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum

Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

 Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

 Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari

kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor

induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu

bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari

kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.

Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992, bank terbagi kedalam

dua jenis, yaitu Bank Umum dan BPR. Bank Umum didefinisikan oleh

Undang-undang No.10 Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah

yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat didefinisikan sebagai bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan

prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran.Secara umum BPR mempunyai kegiatan usaha yang lebih

9
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

terbatas dibandingkan bank umum. Berdasarkan definisi tersebut, maka

perbedaan antara BPR dengan Bank Umum adalah sebagai berikut :

1. Bank umum boleh menghimpun dana dalam bentuk giro, tabungan dan

deposito, sedangkan BPR tidak boleh menghimpun dana dalam bentuk

giro dan juga tidak boleh ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank umum boleh melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing,

sedangkan BPR tidak diperbolehkan.

3. Bank umum dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan

dan untuk mengatasi kredit macet, sedangkan BPR samasekali tidak boleh

melakukan penyertaan modal.

Kegiatan Operasional Perbankan Konvensional

Kegiatan usaha utama bank pada dasarnya dapat dikelompokkan ke

dalam dua jenis, yaitu upaya menghimpunan dana masyarakat dan

menyalurkannya kembali kepada masyarakat, seperti pada gambar 1 berikut

ini.

10
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Gambar 1: Kegiatan Operasional Bank

Sumber : Lapoliwa dan Kuswandi (1993)

Sumber Dana

Bank membutuhkan sejumlah dana yang akan digunakan dalam

operasionalnya. Seperti definisinya, bank berperan sebagai lembaga yang

menjembatani pihak yang kelebihan dana dengan yang membutuhkan dana.

Sebagai konsekuensi penghimpunan dana, maka bank harus membayar bunga

kepada nasabahnya. Sebaliknya, bank akan menarik sejumlah pendapatan

bunga atas penyaluran kreditnya yang diberikan kepada nasabah debitur.

Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara

tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan

11
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

dana. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi maksud tersebut dipengaruhi

oleh hal-hal sebagai berikut:

 Kepercayaan masyarakat;

 Perkiraan tingkat pendapatan;

 Risiko penyimpanan dana;

 Pelayanan bank.

Pada dasarnya bank memiliki empat alternatif untuk menghimpun

dana, yaitu:

1. Dana Sendiri

Proporsi dana sendiri relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan

total dana yang dihimpun ataupun total aset. Bank sentral memiliki

ketentuan yang mengatur tentang proporsi minimal modal sendiri

dibandingkan dengan total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

(ATMR). Proporsi ini lebih dikenal dengan Capital Adequacy Ratio

(CAR). Penghimpunan dana sendiri ini antara lain dapat berupa modal

disetor, dana dari penjualan saham di bursa efek, akumulasi laba ditahan,

cadangan-cadangan, dan agio saham.

2. Dana Deposan

Pada umumnya berupa Giro (Demand Deposit), Tabungan

(Saving Deposit), dan Deposito (Time Deposit).

Rekening giro adalah simpanan yang penarikannya dapat

dilakukan setiap saat dengan menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau

12
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

bilyet giro untuk pemindahbukuan, sedangkan cek atau bilyet giro oleh

pemiliknya dapat digunakan sebagai alat pembayaran.

Cek merupakan perintah tak bersyarat kepada bank untuk

membayar sejumlah uang tertentu pada saat penyerahannya atas beban

rekening penarik cek. Cek dapat ditarik atas unjuk atau atas nama dan

tidak dapat dibatalkan oleh penarik kecuali cek tersebut dinyatakan

hilang atau dicuri dengan bukti dari kepolisian. Jangka waktu

pengunjukan agar mendapatkan pembayaran dari bank atas cek tersebut

adalah selama 70 hari sejak tanggal penarikannya.

Bilyet giro merupakan perintah kepada bank untuk

memindahbukukan sejumlah uang tertentu atas beban rekening penarik

pada tanggal tertentu kepada pihak yang tercantum dalam bilyet giro

tersebut, dan bilyet giro dapat dibatalkan secara sepihak oleh penarik

disertai dengan alasan pembatalan.

Jasa giro relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan simpanan

dalam bentuk tabungan atau deposito, karena seseorang memegang

rekening giro memang tujuannya bukan untuk memperoleh imbalan

semacam bunga, melainkan untuk memperoleh berbagai fasilitas yang

dimiliki oleh rekening giro.

Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya dapat

dilakukan pada waktu tertentu sesuai tanggal yang diperjanjikan antara

deposan dengan bank. Deposito berjangka ini merupakan simpanan atas

nama dan bukan atas unjuk.

13
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Selain rekening deposito, nasabah biasanya juga membuka

rekening tabungan untuk menampung bunga atas deposito tersebut, dan

juga untuk menampung dana deposito yang telah jatuh tempo dan tidak

diperpanjang lagi.

Kelebihan deposito bagi pihak bank adalah bank memiliki

kepastian kapan dana tersebut ditarik, sehingga pihak bank dapat

mengantisipasi kapan harus menyediakan dana dalam jumlah tertentu.

Konsekuensinya adalah, bank harus membayar dana ini dengan tingkat

bunga yang relatif lebih besar dibandingkan dengan simpanan dalam

bentuk yang lain.

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek

atau bilyet giro, atau alat lain yang dapat dipersamakan dengan itu.

Penarikan tabungan dapat dilakukan dengan buku tabungan, ATM,

atau debit card. Ditinjau dari segi keluwesan penarikan dana, tabungan

berada di tengah-tengah antara giro dengan deposito berjangka.

Sebagai konsekuensinya, besarnya bunga yang diberikan berada

di tengah-tengah antara giro dengan deposito. Ditinjau dari sisi bank,

penghimpunan dana melalui tabungan termasuk lebih murah dari

deposito, tetapi lebih mahal jika dibandingkan dengan giro.

3. Dana Pinjaman

Call Money, merupakan sumber dana yang dapat diperoleh bank

berupa pinjaman jangka pendek dari bank lain melalui interbank call

money market. Dana ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana


14
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

mendesak dalam jangka pendek, seperti bila terjadi kalah kliring atau

adanya rush. Dana ini berjangka waktu relatif pendek dan tingkat

bunganya berfluktuasi serta sangat dipengaruhi oleh permintaan dan

ketersediaan dana di pasar pada suatu saat.

Pinjaman Antar Bank, merupakan pinjaman jangka pendek dan

jangka panjang dari bank lain. Pinjaman ini bukan untuk memenuhi

kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, melainkan untuk

memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana dalam rangka

pengembangan usaha atau meningkatkan penerimaan bank.

4. Sumber Lain

Setoran jaminan (storjam), merupakan sejumlah dana yang wajib

diserahkan oleh nasabah yang menerima jasa-jasa tertentu dari bank.

Nasabah tersebut perlu menyerahkan storjam karena jasa-jasa yang

diberikan oleh bank mengandung risiko finansial tertentu yang

ditanggung oleh pihak bank. Jasa yang biasanya memerlukan storjam

adalah: Letter of Credit (LC) dan bank garansi.

Dana transfer, merupakan pemindahan dana bisa berupa

pemindahbukuan antar rekening, dari uang tunai ke suatu rekening, atau

dari suatu rekening untuk kemudian ditarik tunai. Selama dana ini masih

mengendap di bank, dana ini dapat digunakan oleh bank untuk mendanai

kegiatan usahanya. Karena biasanya mengendap dalam waktu singkat,

dana ini termasuk dana jangka pendek.

Surat Berharga Pasar Uang, merupakan surat-surat berharga

jangka pendek yang dapat diperjualbelikan dengan cara didiskonto oleh


15
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Bank Indonesia. Pada suatu saat bank mempunyai kelebihan likuiditas,

bank tersebut dapat membeli berbagai macam SBPU, dan menjualnya

kembali pada saat mengalami kekurangan likuiditas.

Penyaluran Dana

Pada sisi penyaluran dana, beberapa faktor yang menjadi

pertimbangan bank dalam pengunaan dana yang dimilikinya adalah :

1. Risiko. Pada dasarnya bank menginginkan bentuk aset yang berisiko

serendah mungkin yang dapat menghasilkan penerimaan atau rate of

return yang setinggi mungkin.

2. Jangka waktu dan likuiditas. Bank memilih berbagai macam

bentuk aset dengan mempertimbangkan jangka waktu aset tersebut

dapat dijadikan alat likuid.

Fokus utama penyaluran dana bank adalah pada aset produktif,

terutama pada kredit yang diberikan. Kredit merupakan penyediaan

uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan

pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya

setelah jangka waktu tertentu, dengan jumlah bunga, imbalan, atau

pembagian hasil keuntungan.

Kredit menurut jangka waktunya dibagi menjadi tiga, yaitu: kredit

jangka pendek, kredit jangka menengah, dan kredit jangka panjang.

Sedangkan menurut tujuan penggunaannya dibagi menjadi tiga, yaitu :

kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi.

C. Perkembangan Kinerja Perbankan Konvensional


16
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Kinerja bank umum konvensional di Indonesia selalu meningkat

setiap tahunnya. Tabel 1 berikut menjelaskan perkembangan kinerja

perbankan umum konvensional di Indonesia untuk periode 2005 sampai

dengan 2010.

Tabel 1
Kinerja Bank Umum KonvensionalPeriode 2005 – 2010
(dalam milyar rupiah kecuali jumlah bank dan kantor)

Sumber : Bank Indonesia (Diolah)

Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa untuk dana pihak ketiga, kredit

diberikan, jumlah kantor, laba setelah pajak dan total aset, semua mengalami

peningkatan. Kecuali untuk jumlah bank yang mengalami penurunan.

Walaupun jumlahnya menurun, tetapi jumlah kantornya terus bertambah

hingga mencapai 12.360 kantor pada tahun 2010.

Sedangkan perkembangan bank umum konvensional sejak tahun 2005

hingga 2010, baik dalam rupiah, jumlah bank dan kantor, maupun dalam rasio

persentase adalah seperti yang dijelaskan melalui tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2
Perkembangan Bank Umum Konvensional
Periode 2005 – 2010
(dalam milyar rupiah kecuali jumlah bank dan kantor)

17
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

Sumber : Bank Indonesia (Diolah)

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Standar Akuntansi keuangan,

Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Dalam kurun waktu 2005 – 2010

perkembangan kinerja bank umum konvensional adalah sebagai berikut :

 Dana pihak ketiga meningkat sebesar Rp. 1.150.431 atau 103%, atau

rata-rata sekitar 20% setiap tahunnya.

 Kredit diberikan meningkat sebesar Rp. 1.017.248 atau 150%, atau

rata-rata sekitar 30% setiap tahunnya.

 Jumlah bank menurun 21 bank, atau -19%, atau rata-rata menurun 4%

setiap tahunnya.

 Jumlah kantor bertambah 4.560 kantor atau 58%, atau rata-rata sekitar

12% setiap tahunnya.

 Laba setelah pajak, meningkat Rp. 31.598 atau 128%, atau rata-rata

meningkat sebesar 25% setiap tahunnya.

 Total aset meningkat Rp. 1.462.387 atau 101%, atau rata-rata meningkat

sebesar 20% setiap tahunnya.

D. Penutup

Berdasarkan data di atas, secara matematis terlihat bahwa bank umum

konvensional ternyata mengalami pertumbuhan yang cukup baik setiap

18
IQTISHAD, Vol. 12, No. 27, Juni 2012 ISSN 1411-7622 Perbankan Konvensional :
Sejarah Dan Perkembangannya di Indonesia

tahunnya, dilihat dari meningkatnya jumlah dana pihak ketiga maupun kredit

yang diberikan. Disamping itu, bertambahnya jumlah kantor, meningkatnya

laba setelah pajak dan total aset, mengindikasikan perkembangan yang baik

dari bank umum konvensional. Namun demikian, apakah perkembangan

tersebut memiliki arti atau kualitas dalam pembangunan ekonomi nasional

secara signifikan (sebagai agent of development) akan lebih baik jika

dilakukan penelitian secara lebih mendalam atas angka-angka tersebut di atas.

E. DAFTAR PUSTAKA

Lapoliwa, N., dan Daniel S. Kuswandi, 1993, Akuntansi Perbankan, Jilid

Pertama, Cetakan Ketiga, Jakarta : Lembaga Pengembangan

Perbankan Indonesia.

Majalah Sharing, Edisi Khusus Tahun I, Oktober 2007.

Statistik Perbankan Indonesia, Volume 9, Nomor 3, Pebruari 2011

Susilo, Y. Sri., Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, 2000, Bank dan

Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

19

Anda mungkin juga menyukai