1 PB PDF
1 PB PDF
JURNAL
ABSTRAK
Gout Artritis merupakan penyakit sendi disebabkan oleh tingginya asam urat
di dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi di dalam darah melebihi batas normal
yang menyebabkan penumpukan asam urat di dalam persendian dan organ tubuh
lainnya. Salah satu penanganan nyeri secara non farmakologi yang dapat dilakukan
yaitu kompres air hangat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan dan
pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri penderita gout artritis pada
lansia. Jenis penelitian pra eksperimental dengan rancangan one group pretest-
postest. Populasinya adalah seluruh lansia yang menderita gout artritis di Wilayah
Kerja Puskesmas Pilolodaa sebanyak 136 orang dengan jumlah sampel 15 orang
dengan menggunakan accidental sampling. Analisis data menggunakan Paired T-
Test.
1
Nugroho, 2008. Jumlah Lansia di Indonesia. Keperawatan Gerontik & Geriatrik
Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2
Data WHO Lansia Depkes Tahun 2013 dalam Nugroho, 2008. Keperawatan
Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3
Mujahidullah, 2012. Proses Menua. Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
pembentuk DNA. Termasuk kelompok purin adalah adenosine dan guanosin. Saat
DNA dihancurkan, purin pun akan dikatabolisme (La ode, 2012)4.
Kadar asam urat laki-laki di dalam darah secara alami lebih tinggi dibandingkan
kadar asam urat pada wanita. karena wanita mempunyai hormon esterogen yang
ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine. Kadar asam urat kaum pria
cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Pada wanita, peningkatan
itu dimulai sejak masa monopouse. Kadar normal asam urat pada wanita adalah
2,4-6,0 mg/dl dan pria 3,0-7,0 mg/dl. Jika melebihi nilai ini, maka seseorang
dikategorikan mengalami hiperurisemia. Hiperurisemia adalah terjadinya
peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal. Angka kejadian
penyakit asam urat meningkat pada keadaan asam urat tinggi lebih dari 9,0 mg/dl
(Noviyanti, 2015)5.
6
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013,
prevalensi penyakit sendi adalah 11,9 % dan kecenderungan prevalensi penyakit
sendi/rematik/encok (24,7%) lebih rendah dibanding tahun 2007 (30,3%).
Kecenderungan penurunan prevalensi diasumsikan kemungkinan perilaku
penduduk yang sudah lebih baik, seperti berolah raga dan pola makan. Prevalensi
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa
Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan
diagnosis nakes atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti
Jawa Barat (32,1%), dan Bali (30%). Tertinggi pada umur ≥75 tahun (33% dan
54,8%). Prevalensi yang didiagnosis nakes lebih tinggi pada perempuan (13,4%)
dibanding laki-laki (10,3%) demikian juga yang didiagnosis nakes atau gejala pada
perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%). Prevalensi lebih tinggi
pada masyarakat tidak bersekolah baik yang didiagnosis nakes (24,1%) maupun
diagnosis nakes atau gejala (45,7%). Prevalensi tertinggi pada pekerjaan
petani/nelayan/buruh baik yang didiagnosis nakes (15,3%) maupun diagnosis
nakes atau gejala (31,2%). Prevalensi yang didiagnosis nakes di perdesaan
(13,8%) lebih tinggi dari perkotaan (10,0%), demikian juga yang diagnosis nakes
atau gejala di perdesaan (27,4%), di perkotaan (22,1%). Kelompok yang
didiagnosis nakes, prevalensi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah
(15,4%) dan menengah bawah (14,5%). Demikian juga pada kelompok yang
4
La Ode, S. 2012. Pengertian Gout Artritis. Asuhan Keperawatan Gerontik.
Yogyakarta : Nuha Medika.
5
Noviyanti. 2015. Kadar asam urat. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Yogyakarta :
Notebook.
6
Riset Kesehatan Dasar Indonesia, 2013. Populasi Lansia
7
La Ode, 2012. Prevalensi Asam Urat di Indonesia. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat.
Yogyakarta : Notebook.
terdiagnosis nakes atau gejala, prevalensi tertinggi pada kuintil indeks
kepemilikan terbawah (32,1%) dan menengah bawah (29,0%).
Di Indonesia prevalensi tertinggi pada penduduk pantai dan paling tinggi
daerah Manado-Minahasa, karena kebiasaan atau pola makan ikan dan
mengkonsumsi alkohol. Alkohol menyebabkan pembuangan asam urat leawat
urine itu ikut berkurang sehingga asam uratnya bertahan di dalam darah. Konsumsi
ikan laut juga mengakibatkan asam urat. Asupan yang masuk ke tubuh juga
mempengaruhi kadar asam uat dalam darah (La Ode, 2012).7 Kelainan ini dapat
menimbulkan gangguan berupa rasa nyeri, bengkak, kekakuan sendi, keterbatasan
luas gerak sendi, gangguan berjalan dan aktivitas keseharian lainnya, dan
peningkatan resiko jatuh.
Di Kota Gorontalo, penyakit arthritis menjadi penyakit peringkat kedua dalam
satu tahun terakhir. Ada sekitar 8462 jiwa, yang terbanyak adalah perempuan yaitu
5683 jiwa dan laki-laki yaitu 2779 jiwa. Penyakit arthritis salah satu diantaranya
adalah gout arthritis. Gout arthritis ini banyak diderita oleh lansia.
International Association for Study of Pain (1979), dalam Prasetyo (2010)8
mendefinisikan “nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat
aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam keadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan”. Nyeri yang dialami oleh klien yang mengalami nyeri didapatkan skala
rata-rata enam atau nyeri sedang, oleh karena itu konsep keperawatan diarahkan
untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengembalikan pada kondisi yang nyaman.
Metode penanganan nyeri mencakup terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis. Terapi farmakologis yaitu meliputi obat-obatan sedangkan terapi
non farmakologis meliputi kompres hangat dan dingin, senam, dan lain-lain.
Menurut penelitian yang dilakukan Ungaran tahun 20149 yang berjudul
“Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat Dan Pemberian Kompres
Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran” hasil penelitian yang di dapatkan pada 17 orang lansia
yang mengalami nyeri sendi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
didapatkan rata-rata skala nyeri sendi sebelum diberikan kompres jahe adalah
nyeri sedang sejumlah 8 orang (47,1%), rata-rata skala nyeri sendi setelah di
berikan kompres jahe adalah nyeri ringan masing-masing sejumlah 11 orang
(64,7%), dan rata-rata jumlah penurunan skala nyeri sendi adalah 3. Dimana
8
International Association for Study of Pain (1979), dalam Prasetyo, 2010.
Pengertian Nyeri. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
9
Penelitian yang dilakukan Ungaran 2014 tentang Perbedaan Efektifitas Pemberian
Kompres Air Hangat Dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan Nyeri
Sendi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
(http://perpusnwu.web.id).
pemberian terapi kompres jahe lebih efektif dibandingkan pemberian terapi
kompres air hangat.
10
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Wurangian (2012) yang berjudul
“Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita
Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado” didapatkan hasil
pengukuran nyeri pada responden yang berjumlah 30 orang rata-rata nilai
penderita sebelum dilakukan kompres hangat adalah 6,23 dan setelah dilakukan
tindakan kompres hangat adalah 3,30 yang menunjukkan adanya penurunan skala
nyeri.
11
Berdasarkan studi pendahuluan dan pengambilan data awal di Wilayah Kerja
Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat didapatkan bahwa lansia yang menderita
gout arthritis yang berkunjung pada tahun 2013 sejumlah 165 penderita, tahun
2014 sejumlah 239 penderita, tahun 2015 sejumlah 136 penderita sampai bulan
April. Penatalaksanaan nyeri akibat gout artritis di Puskesmas Pilolodaa diberikan
penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi, sedang tindakan non
farmakologi yang sudah dilakukan adalah senam lansia, mandi air hangat dan olah
raga ringan. Tindakan non farmakologis seperti kompres hangat belum dilakukan
secara efektif.
Penggunaan kompres hangat merupakan cara untuk menghilangkan atau
menurunkan rasa nyeri yaitu secara non farmakologis yaitu memberikan rasa
hangat, memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan rasa
nyeri, dan mengurangi terjadinya spasme otot dengan menggunakan air panas
bersuhu (37-40oC)/ air hangat (Hidayat, 2015).12 Selain itu penggunaan kompres
hangat merupakan cara yang murah serta mudah untuk dilakukan sehingga tidak
memerlukan biaya yang mahal untuk menggunakannya.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Gout Arthritis
pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Kota
Gorontalo”
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat
Kota Gorontalo dilaksanakan pada bulan Mei 2015. Jenis penelitian ini
menggunakan desain penelitian pra eksperimental yang bertujuan untuk melihat
ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri penderita gout artritis
pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat dengan
10
Penelitian yang dilakukan oleh Wurangian (2012) tentang Pengaruh Kompres
Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado (http://ejournal.unsrat.ac.id).
11
Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat. 2013-2015. Data Gout Artritis. Profil dan
SP2TP. Gorontalo.
12
Hidayat, 2015. Penggunaan Kompres Hangat. Riset Keperawatan dan Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
menggunakan metode pendekatan one group pretest-postest. Variabel bebas
(Independen) pada penelitian ini adalah kompres air hangat dan variabel terikat
adalah penurunan nyeri penderita gout artritis.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia menderita gout
arthritis yang berobat/berkunjung ke Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat
sejumlah 136 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
metode accidental sampling. Sampel pada penelitian ini adalah 15 orang dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Lansia yang mengalami nyeri akibat gout arthritis
b. Lansia laki-laki atau perempuan
c. Lansia yang bersedia menjadi responden.
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Lansia tidak berada di tempat penelitian
b. Lansia yang memiliki penyakit iskemik
c. Lansia yang mengkonsumsi obat penurun nyeri.
Teknik analisa data menggunakan analisa univariat dan bivariat. Analisa
univariat digunakan untuk distribusi masing-masing variabel yaitu skala nyeri
sebelum dan setelah dilakukan kompres air hangat. Analisa bivariat dilakukan
dengan cara uji Paired T-test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05, untuk
membuktikan adanya pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri
penderita gout artritis, nilai p < α = 0,05.
HASIL PENELITIAN
1. Umur dan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia dan jenis kelamin di Wilayah Kerja
Puskesmas Pilolodaa
Sesudah 15 2,67±1,345
dilakukan
kompres air
hangat
13
International Association for Study of Pain dalam Prasetyo, 2010. Pengertian Nyeri.
Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
14
Prasetyo, 2010. Reseptor Nyeri. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
15
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wurangian (2014)
dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu
Manado” bahwa skala nyeri pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan kompres
hangat terdapat perubahan dimana 7 responden dari nyeri ringan menjadi tidak
nyeri, 12 responden dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan, 11 responden dari
nyeri berat menjadi nyeri sedang.
2. Pengaruh Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Gout Arthritis
Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota
Gorontalo
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji statistik T Dependent
pada tabel diatas didapatkan nilai p = 0,000 (α = 0,05). Sehingga terdapat
pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan nyeri Gout Arthritis
pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat Kota
Gorontalo.
Menurut Smeltzer & Bare (2002)16 salah satu penanganan nyeri secara non
farmakologi yang dapat dilakukan perawat yaitu kompres hangat. Penggunaan
panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Akan
tetapi, dalam melakukan kompres hangat digunakan dengan hati-hati dan dipantau
secara cermat untuk menghindari cedera kulit.
Kompres hangat menimbulkan efek vasodilatasi pembuluh darah sehingga
meningkatkan aliran darah. Peningkatan aliran darah dapat menyingkirkan produk-
produk inflamasi seperti bardikinin, histamin, dan prostaglandin yang
menimbulkan nyeri lokal. Selain itu kompres hangat dapat merangsang serat saraf
yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan
otak dapat dihambat (Price & Wilson 2006).17
Pada penelitian ini menggunakan kompres panas basah yaitu waslap atau
handuk direndam dalam air panas yang bersuhu sekitar 37-40oC selama 15-30
15
Penelitian dilakukan Wurangian, 2014. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bahu Manado (http://ejournal.unsrat.ac.id).
16
Smeltzer & Bare, 2002. Penanganan Secara Non-Farmakologi. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta:
EGC.
17
Price & Wilson, 2006. Mekanisme Kompres Hangat terhadap Nyeri. Patofisiologi :
Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
menit dan setiap 5 menit waslap atau handuk diganti untuk mempertahankan suhu
panas dari kompres hangat tersebut.
18
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wurangian (2014)
dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu
Manado” bahwa hasil pengukuran nyeri pada responden yang berjumlah 30 orang
rata-rata nilai penderita sebelum dilakukan kompres hangat adalah 6,23 dan
setelah dilakukan kompres hangat adalah 3,30 yang menunjukkan adanya
penurunan skala nyeri. Hasil analisis dengan menggunakan Wilcoxon Signed
Ranks Test diperoleh bahwa terdapat perbedaan nyeri pda pasien gout arthritis
diberikan kompres hangat dengan sesudah diberikan kompres hangat. Nilai p yang
diperoleh melalui uji Wilcoxon Signed Ranks Test adalah (p = 0,000) dimana p <
(0,05), maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri gout arthritis
di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado.
Menurut peneliti berdasarkan uraian diatas penurunan nyeri pada lansia setelah
diberikan kompres hangat terjadi perubahan namun demikian perubahan
tergantung pada respon lansia masing-masing karena nyeri yang dirasakan
individu bersifat pribadi yang artinya antara individu satu dengan lainnya
mengalami nyeri yang berbeda. Lansia mampu berespon dengan baik terhadap
pemberian kompres hangat. Hal ini sesuai dengan teori gate control menurut
Prasetyo (2010) yaitu apabila impuls yang dibawa serabut nyeri berdiameter kecil
melebihi impuls yang dibawa oleh serabut taktil A-Beta maka “gerbang” akan
terbuka sehingga perjalanan impuls nyeri tidak terhalangi sehingga impuls akan
sampai ke otak. Sebaliknya, apabila impuls yang dibawa oleh serabut taktil lebih
mendominasi, “gerbang” akan menutup sehingga impuls nyeri akan terhalangi.
Alasan inilah mengapa dengan melakukan kompres hangat dapat mengurangi
intensitas nyeri.
18
Penelitian dilakukan Wurangian, 2014. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bahu Manado (http://ejournal.unsrat.ac.id).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh kompres air hangat terhadap
penurunan nyeri gout arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a
Kec. Kota Barat Kota Gorontalo didapatkan kesimpulannya sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan skala nyeri penderita gout artritis pada lansia sebelum dan
sesudah kompres air hangat.
2. Ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan nyeri penderita gout
arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a Kec. Kota Barat
Kota Gorontalo. Dengan nilai p value = 0,000 (α = 0,05).
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas tentang pengaruh kompres air hangat terhadap
penurunan nyeri gout arthritis pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda’a
Kec. Kota Barat Kota Gorontalo, adapun saran :
1. Bagi Lansia
Lansia dapat melakukan kompres hangat secara mandiri atau dengan bantuan
petugas sehingga dapat membantu mengatasi masalah nyeri gout arthritis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hendaknya selalu memberikan pendidikan kesehatan tentang kompres hangat
untuk menurunkan nyeri serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
kepada pendidik dan mahasiswa terhadap kasus gout arthritis yaitu melalui
kompres hangat dapat dijadikan sebagai komplamenter, yang dapat diterapkan
dalam praktek mandiri keperawatan oleh mahasiswa keperawatan suatu saat
nanti.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan tentang kompres air hangat sebagai salah satu terapi alternatif
yang telah dibuktikan secara ilmiah dan sebagai dasar untuk penelitian
selanjutnya sehingga dalam penelitian khususnya bidang keperawatan dapat
semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan. Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media
Asmadi, 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Handono, S. 2013. Upaya Menurunkan Keluhan Nyeri Sendi Lutut Pada Lansi di
Posyandu Lansia Sejahtera (online) (http://puslit2.petra.ac.id diakses tanggal
10 Februari 2015).
Hidayat, A.A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika.
Hastono, P.S & Sabri, L. 2009. Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Press.
Kozier B dan Gleniora Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta:
EGC.
Prasetyo, S.N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat. 2013-2015. Profil dan SP2TP. Gorontalo.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.
Supranto, J. 2009. Statistik Edisi Ketujuh : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Susanti, N. 2012. Efektivitas Kompres Dingin dan Kompres Hangat pada
Penatalaksanaan Demam (online) (http://ejournal.uin.malang.ac.id diakses
tanggal 10 Februari 2015).
Uliyah, M & Hidayat, A.A. 2015. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.