Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH KOMPRES DINGIN TERHADAP TINGKAT

NYERI PADA PROSEDUR INVASIF PEMASANGAN


INFUS ANAK USIA SEKOLAH DI RSUD BENDAN
KOTA PEKALONGAN
TAHUN 2013

Skripsi

Oleh :

1. Imam Fauzi NIM (10.0625.S )


2. Nurul Hendayani NIM (10.0630.S )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Pada Prosedur Invasif
Pemasangan Infus Anak Usia Sekolah di RSUD Bendan Kota Pekalongan
Tahun 2013

Imam Fauzi dan Nurul Hendayani

Aida Rusmariana, MAN, Neti Mustikawati, M.Kep

Hospitalisasi pada masa kanak - kanak menyebabkan stres dan trauma. Salah
satunya disebabkan oleh tindakan yang berhubungan dengan nyeri. Anak usia
sekolah takut terhadap nyeri yang berulang dan sesuatu yang menyakiti tubuh.
Prosedur yang menyakitkan sangat menyusahkan bagi mereka. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada
prosedur invasif pemasangan infus anak usia sekolah di RS Bendan Kota
Pekalongan. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen nonequivalent control
group design. Dilakukam pada dua kelompok tidak berpasangan. Pengambilan
sampel dengan metode accidental sampling sebanyak 20 sampel, masing - masing
10 anak diberi kompres dingin dan 10 anak tidak diberi kompres dingin . Alat
untuk mengkaji tingkat nyeri pada anak usia sekolah menggunakan skala nyeri
Oucher. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney dengan alpha 5 %. Hasil
analisis statistik untuk variabel kompres dingin dan tingkat nyeri pada
pemasangan infus anak usia sekolah dengan menggunakan uji Mann Whitney
didapatkan nilai p value sebesar 0,002 (< a = 0,05) yang artinya ada pengaruh
kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada prosedur invasif pemasangan infus
anak usia sekolah di RS Bendan Kota Pekalongan. Perlu dianjurkan pemberian
kompres dingin sebelum dilakukan tindakan pemasangan infus untuk mengurangi
rasa nyeri sehingga dapat mengurangi stress dan trauma pada anak yang sedang di
rawat di RS.

Kata Kunci : Kompres dingin, Tingkat nyeri


PENDAHULUAN

Hospitalisasi pada masa kanak – kanak menyebabkan stres dan trauma.

Lebih dari 50 tahun yang lalu, penelitian – penelitian klasik menyoroti efek yang

merugikan dan mengidentifikasi efek negatif jangka panjang setelah hospitalisasi

bagi anak – anak dan keluarga . Dampak negatif ini berkaitan dengan berbagai

prosedur invasif, berpisah dari keluarga dan teman, perasaan terisolasi, takut akan

sesuatu yang tidak diketahui, hal – hal yang asing di rumah sakit, pengalaman

nyeri, terutama pada anak – anak usia sekolah (Brykczyinska & Simons 2011, h.

12).

Anak usia sekolah takut pada nyeri yang berulang dan sesuatu yang

menyakiti tubuh. (Price & Gwin 2008, h. 26). Anak menganggap bahwa prosedur

invasif, tes darah yang menyebabkan nyeri sebagai sesuatu hal yang mengancam

dan menegangkan. Beberapa anak teringat pengalaman akan rasa sakit

sebelumnya dan khawatir akan mengalaminya lagi. Hasil wawancara yang

dilakukan pada 6 orang anak di rumah sakit di Inggris didapatkan bahwa, anak

yang berusia 10 - 13 tahun dengan berbagai macam kondisi kronis

mengungkapakan rasa takut pada prosedur invasif, penyuntikan, pembedahan,

takut akan kematian, kehilangan kontrol dan kebebasan. Dari 3 rumah sakit di

Irlandia , anak berusia 7 – 16 tahun (n = 17) dengan 7 anak menderita penyakit

kronis dan 10 dari anak – anak yang menderita penyakit akut melaporkan

perasaan cemas tentang prosedur injeksi, tes darah dan rasa sakit (Brykczyinska

& Simons 2011, h. 12).


Salah satu prosedur invasif yang dilakukan bagi anak adalah terapi melalui

intravena. Beberapa obat hanya efektif bila diberikan melalui jalur tersebut.

Metode terapi intravena adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam

pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan

infus set (Potter 2005 dalam Asmadi 2008, h. 62). Tindakan ini dilakukan pada

pasien anak yang mengalami dehidrasi, sebelum transfusi darah , pra dan pasca

bedah sesuai program pengobatan, pasien yang mendapatkan obat yang harus

dimasukkan melalui intravena, serta pasien yang tidak bisa makan dan minum

melalui mulut. (Asmadi 2008, h. 63).

Kebanyakan hasil studi mengatakan bahwa penyebab nyeri akut adalah

tindakan medis invasif, seperti penusukan vena (Pappagallo 2005, h. 227). Nyeri

yang dirasakan adalah nyeri pada permukaan tubuh, yaitu kulit dan bersifat akut.

Nyeri akut merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan

berakhir kurang dari 6 bulan. Sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas

(Asmadi 2008, h. 146).

Nyeri diartikan berbeda – beda antara individu , bergantung pada

persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri.

Secara sederhana nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak

menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan

adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa

tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari – hari, psikis

dan lain – lain. (Asmadi 2008, h. 145). Faktor – faktor yang berkaitan dengan
timbulnya nyeri ini adalah kondisi – kondisi yang menimbulkan cedera baik

biologis, kimia, fisik ataupun psikologis (Asmadi 2008, h. 146).

Peran dan tanggung jawab petugas kesehatan, khususnya perawat, yaitu

membantu anak – anak yang mendapat berbagai tindakan kesehatan. Perawat

yang merawat klien anak selama prosedur invasif menghadapi tantangan ganda

yaitu membantu anak dan orang tua dalam menghadapi tindakan secara efektif,

dan memastikan bahwa prosedur yang dilakukan efektif dan efisien. Nyeri yang

dirasakan selama prosedur tindakan harus menjadi prioritas untuk dikurangi

sehingga membantu meningkatkan perawatan dan kepuasan pada pasien (Berman

,1994 dalam Movahedi, 2006)

Selain teknik farmakologi, penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi

untuk mengurangi nyeri akibat prosedur invasif pemasangan infus terdiri dari

berbagai strategi penatalaksanaan nyeri secara fisik dan kognitif – perilaku.

Berbagai intervensi fisik non farmakologi antara lain masase, kompres panas dan

dingin, akupresur, stimulasi kontralateral. Tindakan penatalaksanaan nyeri yang

non invasif merupakan fungsi keperawatan mandiri. Terkadang, strategi perlu

dicoba dan diubah sampai pasien mendapatkan cara mengurangi nyeri yang

efektif. (Berman, Snyder, Kozier, Erb 2003, hh. 428 - 429).

Salah satu metode adalah pemberian tindakan aplikasi panas dan dingin

yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat meningkatkan penyembuhan

(Crips dan Taylor 2005 dalam Movahedi 2006). Kompres dingin dapat meredakan

nyeri dengan memperlambat kecepatan konduksi saraf dan menghambat impuls

saraf, menyebabkan mati rasa dan meningkatkan ambang nyeri dan dapat
menimbulkan efek anastesi lokal. (Berman, Snyder, Kozier, Erb 2003, h. 402).

Penelitian yang dilakukan oleh Yoon et al (2008) penggunaan es batu secara

signifikan lebih efektif daripada menggunakan semprotan vapocoolant untuk

mengurangi rasa nyeri pada tindakan skin test untuk pemberian obat injeksi

antibiotik. Beberapa penelitian terkait dengan menggunakan aplikasi dingin

diantaranya pemberian kompres es batu efektif untuk stimulasi kulit. (Sulistiyani,

2009)

Anak usia sekolah mulai menunjukkan kekhawatiran terhadap kemungkinan

efek menguntungkan dan merugikan suatu prosedur. Selain ingin tahu apakah

posedur tersebut akan menyakitkan atau tidak (Wong 2002). Kondisi yang

menyebabkan ketidaknyamanan tersebut adalah nyeri. Nyeri merupakan sensasi

ketidaknyamanan yang bersifat individual. Individu merespon terhadap nyeri yang

dialaminya dengan berbagai cara, misalnya berteriak, meringis, dan lain – lain

(Asmadi 2009, h. 145).

Pengukuran dengan skala nyeri dapat membantu anak untuk

menggambarkan nyeri lebih spesifik (Engel 2002, h 195). Beberapa alat pengukur

nyeri yang bisa digunakan seperti Numeric Rating Scale, digunakan sebagai alat

pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10.

Visual Analogue Scale (VAS), merupakan suatu garis lurus, yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada

setiap ujungnya. The Oucher Scale,terdiri dari dua skala yang terpisah, sebuah

skala dengan nilai 0 – 100 pada sisi sebelah kiri dan skala fotografik pada sisi

sebelah kanan (Prasetyo 2010, hh 43 – 44).


Skala Oucher dapat digunakan untuk anak usia sekolah. Anak – anak dalam

kelompok umur ini dapat menggunakan gambar wajah yang tampak pada nilai

atau skala numeriknya. Pada usia 7 atau 8 tahun banyak anak yang dapat

menggunakan skala numerik. Anak – anak hendaknya sudah memiliki pengertian

tentang konsep urutan dan nomor ( Betz & Sowden 2004, h. 805).

Para profesional kesehatan sekarang ini telah menyadari dampak rawat inap

bagi anak – anak dan keluarga. Upaya – upaya signifikan telah dilakukan untuk

mengurangi dampak yang merugikan dari hospitalisasi bagi anak – anak dan

keluarga. Strategi tersebut antara lain : kebijakan perawatan yang berpusat pada

keluarga, dekorasi ruang yang ramah bagi anak dan lingkungan, mebel dan

peralatan yang sesuai untuk anak dan penyediaan ruang bermain. Tindakan

mandiri keperawatan dalam mengurangi nyeri pada saat tindakan invasif

dilaksanakan pada anak yang usianya lebih besar berupa tindakan distraksi seperti

terapi bermain, mendengarkan musik, untuk stimulasi kulit masih jarang

dilakukan. Penggunaan prosedur stimulasi kulit diidentifikasi sangat berguna dan

mudah dilaksanakan di ruang perawatan (Sulistyani, 2009).

METODE

Peneliti meneliti pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada

prosedur invasif pemasangan infus anak usia sekolah di RSUD Bendan Kota

Pekalongan dengan metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah

accidental sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak usia

sekolah yang akan dilakukan pemasangan infus kembali di ruang Sekar Jagad
RSUD Bendan Kota Pekalongan. Sampel penelitian ini sebanyak 20 orang.

Masing – masing 10 anak diberikan kompres dingin sebelum tindakan

pemasangan infus dan 10 anak tidak diberi kompres dingin sebelum dilakukan

tindakan pemasangan infus. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah

quasi eksperimental. Instrumen dalam penelitian ini meliputi : Chek list yang

berisi tentang karakteristik responden, Lembar observasi untuk mengetahui

tingkat nyeri dengan skala Oucher yang dirokemendasikan sebagai alat untuk

mengetahui persepsi nyeri pada anak usia sekolah, Kirbat es, Termometer Air,

Timer. Tahapan analisa menggunakan analisa univariat. Teknik ini bertujuan

menggambarkan tingkat nyeri responden. Pada analisis univariat, disajikan dalam

bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Analisa bivariat bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri pada prosedur invasif

pemasangan infus anak usia sekolah di RSUD Bendan Kota Pekalongan tahun

2013

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak diberikan

kompres dingin yang mengalami “lebih banyak nyeri” dan “lebih nyeri “ masing-

masing 40% dan lebih banyak daripada responden yang mengalami “sedikit lebih

nyeri”, sedangkan responden yang mengalami “tidak nyeri” dan “sedikit nyeri”

tidak ada.

Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori

maupun secara emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan


jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang

akhirnya mengganggu aktivitas sehari – hari, psikis dan lain – lain (Asmadi 2008,

h. 145)

Nyeri pada responden yang mendapatkan prosedur invasif pemasangan infus

diakibatkan trauma fisik pada lokasi pemasangan infus. Trauma pada ujung-ujung

saraf bebas sebagai akibat prosedur invasif pemasangan infus menimbulkan rasa

nyeri. Responden merupakan anak-anak yang mempunyai mobilitas tinggi dan

saat menjalani hospitalisasi dengan prosedur invasif pemasangan infus anak tetap

ingin bergerak bebas sehingga menyebabkan trauma yang lebih mendalam pada

lokasi pemasangan infus.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kyle, T. (2008,Hal 409) bahwa salah satu

yang menyebabkan nyeri pada anak adalah tindakan yang berhubungan dengan

nyeri. Tindakan tersebut mungkin hal yang sederhana, seperti injeksi

intramuskular, pungsi vena atau mungkin hal yang lebih rumit seperti pungsi

lumbal, aspirasi sumsum tulang atau perawatan luka. Bagaimanapun nyeri benar –

benar nyata bagi anak – anak. Prosedur yang menyakitkan sangat menyusahkan

bagi mereka.

Asmadi (2008, h. 146) menyatakan bahwa salah satu penyebab nyeri adalah

hal-hal yang berhubungan dengan fisik. Trauma mekanik menimbulkan nyeri

karena ujung – ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan,

ataupun luka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang diberikan kompres

dingin paling banyak mengalami “sedikit nyeri” yaitu 40% dan “sedikit lebih
nyeri” sebanyak 30% dan tidak ada responden yang mengalami “Lebih banyak

nyeri”

Pada kelompok responden yang mendapatkan kompres dingin, responden

yang mengalami “Lebih banyak nyeri “ tidak ada. Responden mengalami “sedikit

nyeri”, “sedikit lebih nyeri” dan “lebih nyeri”. Hal ini disebabkan responden

dengan prosedur invasif pemasangan infus mendapatkan kompres dingin.

Kompres dingin adalah memasang suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh

untuk tujuan terapeutik (Kusyati 2006, h.208). Pemberian kompres dingin

sebelum dilakukan pemasangan infus pada lokasi pemasangan infus dapat

menurunkan eksitabilitas akhiran saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan

terhadap rangsang nyeri (Novita 2010).

Menurut Lippincotts (2009, hal 22) normalnya es tidak boleh diletakkan

langsung pada kulit pasien, karena hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan

permukaan kulit dan jaringan dibawahnya, namun ketika hati – hati dilakukan,

pemijatan dengan es akan membantu mentolerir secara singkat tindakan yang

menyakitkan.

Menurut Erb dan Kozier (2003,hal 404) bagian punggung tangan

merupakan bagian yang tidak terlalu sensitif terhadap suhu dan semakin besar

area yang terpajan oleh dingin maka semakin rendah toleransinya. Individu paling

merasakan kompres dingin saat awal kompres diberikan, setelah jangka waktu

tertentu toleransi akan meningkat.

Responden yang tidak diberikan kompres dingin tidak mendapatkan intervensi

untuk mengurangi rasa nyeri, sedangkan pada responden yang mendapatkan


kompres dingin mendapatkan tingkat nyeri lebih kecil. Hal ini disebakan efek dari

kompres dingin yang bermanfaat mengurangi sensitivitas dari akhiran saraf yang

berakibat terjadinya peningkatan ambang batas nyeri.

Erb dan Kozier (2003, h. 402), menyatakan bahwa kompres dingin

memberikan efek fisiologis pada tubuh yaitu vasokonstriksi, menurunkan

permeabilitas kapiler, menurunkan metabolisme selular, merelaksasi otot,

memperlambat pertumbuhan bakteri, mengurangi Inflamasi, Meredakan nyeri

dengan membuat area menjadi mati rasa, memperlambat aliran impuls nyeri, dan

meningkatkan ambang nyeri, efek anestesi lokal.

Menurut Novita (2010) Respon kulit pada aplikasi dingin 5 – 12 menit

anestesi relatif kulit. Pada umumnya dingin lebih mudah menembus jaringan

dibandingkan dengan panas. Ketika otot sudah mengalami penurunan suhu akibat

aplikasi dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan panas

karena adanya lemak sub kutan yang bertindak sebagai insulator. Di sisi lain

lemak sub kutan merupakan barier utama energi dingin untuk menembus otot.

Pada saat dilakukan penelitian dengan memberikan kompres dingin selama

5 sampai dengan 12 menit sebelum dilakukan tindakan pemasangan infus,

Pembuluh darah vena pada bagian tubuh yang telah diberi kompres dingin tidak

mengalami vasokontriksi, hal ini dibuktikan ketika jarum abocath ditusukan ke

pembuluh darah vena, sebagai kontrol bahwa tindakan pemasangan infus telah

berhasil ditandai dengan keluarnya darah pada mandrin abocath, mandrin ditarik

kemudian selang infuset disambungkan pada abocath dan roll klem dibuka terlihat

cairan infus menetes lancar.


Hal ini sesuai dengan pendapat Novita (2010) bahwa secara fisiologis,pada 15

menit pertama setelah pemberian aplikasi dingin terjadi vasokonstriksi arteriola

dan venula secara lokal.Vasokonstriksi ini disebabkan oleh aksi reflek dari otot

polos yang timbul akibat stimulasi sistem saraf otonom dan pelepasan epinephrin

dan norepinephrin. Walaupun demikian apabila dingin tersebut terus diberikan

selama 15 sampai dengan 30 menit akan timbul fase vasodilatasi yang terjadi

intermitten selama 4 sampai 6 menit. Periode ini dikenal sebagai respon hunting.

Respon hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat dari

jaringan mengalami anoxia.

Pada penelitian ini, kompres dingin tidak diberikan selama 15 menit, tetapi

diberikan maksimal sampai dengan 12 menit, sehingga pembuluh darah belum

mengalami vasokonstriksi yang ditandai dengan keluarnya darah pada mandarin

abocath, setelah selang infuset dan abocath disambungkan cairan infus menetes

dengan lancar.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan kompres dingin dengan

tingkat nyeri pada prosedur invasif pemasangan infus anak usia sekolah yang

dilakukan pada tanggal 5 sampai dengan 21 Agustus 2013, sebanyak 10

responden diberikan intervensi kompres dingin dan 10 responden tidak diberikan

kompres dingin di RSUD Bendan Kota Pekalongan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :


1. Tingkat nyeri pada anak yang tidak diberikan kompres dingin sebelum

tindakan pemasangan infus lebih banyak mengalami intensitas nyeri “lebih

nyeri ” (skala 60 - 70) dan “lebih banyak nyeri” (skala 80 – 90).

2. Tingkat nyeri pada anak yang mendapatkan intervensi kompres dingin sebelum

dilakukan pemasangan infus lebih banyak mengalami intensitas nyeri “sedikit

lebih nyeri (skala 40 - 50)

3. Perbedaan tingkat nyeri pada pasien anak yang tidak diberikan intervensi

dengan yang diberikan intervensi tampak jelas, dimana pada kelompok anak

yang diberikan tindakan kompres dingin sebelum dilakukan pemasangan infus

intensitas nyeri maksimal yang dirasakan responden menunjukkan skala

“lebih nyeri” (skala 60 - 70) tidak ada yang menunjukkan intensitas nyeri “

lebih banyak nyeri” skala (80 – 90).

4. Ada pengaruh yang signifikan pemberian kompres dingin sebelum melakukan

tindakan pemasangan infus pada anak usia sekolah terhadap tingkat nyeri, yaitu

terbukti dengan nilai p value 0,002, hal ini menunjukkan bahwa nilai p value

lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga Ho ditolak.

ACKNOWLEDGEMENT AND REFERENCES

Arovah, Novita. I. 2010. Terapi Dingin ( Cold Therapy ) Dalam Penanganan


Cedera Olahraga. Dilihat 22 Desember 2011.

Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. 2008. Salemba Medika : Jakarta

Berman, Audrey, Snyder, J. S, Kozier, B & Erb, Glenora. 2003. Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis Kozier Erb. Edisi 5. EGC : Jakarta
Betz, C. L & Sowden, L. A. 2004. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC :
Jakarta

Brykczynska, G. M. Simons, J. 2011. Ethical Philosophical Aspect Of Nursing


Children and Young People. Blackwell Publishing : West Sussex

Dahlan, Sopiyudin. 2006. Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Arkans:


Jakarta

Engel, Joyce. 2002. Seri Pedoman Praktis Pengkajian Pediatrik Ed 4. EGC :


Jakarta

Hidayat, A. Alimul & Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik


Klinik Untuk Kebidanan. Edisi 2. Salemba Medika : Jakarta

Hockenberry, M. J & Wilson, D. 2007. Wong's Nursing Care Of Infants and


Children. 8th edn. Mosby Elsevier : St Louis

Khodijah, Siti. 2011. Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas


Nyeri Pasien Fraktur di RSUP H. Adam Malik Medan. Dilihat 22
September 2011. < http://
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24614/7/Cover.pdf

Kyle, Terri. 2008. Essentials of Pediatric Nursing.Wolters Kluwer: Philadelphia

Kusyati, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan


Dasar. EGC : Jakarta

Movahedi. 2006. Effect Of Local Refrigeration Prior To Venipucture On Pain


Related Responses In School Age Children. Dilihat 15 Desember 2011.
www.ajan.com.au/Vol24/Vol24.2-8.pdf

Mubaraq, W. I & Chayatin, N. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia : Teori &


Aplikasi dalam Praktik. EGC : Jakarta
Lippincott’s. 2009. Nursing Procedures Fifth Edition. Wolters Kluwer Health :
Ambler

Notoadmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta

Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi
kedua. Salemba Medika : Jakarta
Pappagallo, Marco. 2005. The Neurological Basis of Pain. McGraw Hill
Company: USA

Prasetyo, Sigit. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu :
Yogyakarta

Price, Debra. L & Gwin, Julie. F. 2008. Pediatric Nursing : An Introductory Test.
10th edn. Saunders Elsevier : St Louis

Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu : Yogyakarta

Sastroasmoro, Sudigdo. 2010. Dasar – Dasar Metode Penelitian Klinis. Edisi ke-
3. Sagung Seto : Jakarta

Santosa, Singgih. 2011. Mastering SPSS Versi 19. PT Elex Media Komputindo:
Jakarta

Sugiyono. 2001. Statistik Non Parametris Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung

Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Alfabeta :


Bandung

Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Alfabeta :


Bandung

Sulistyani, Endah. 2009. Pengaruh Pemberian Kompres Es Batu Terhadap


Penurunan Tingkat Nyeri Pada Anak Pra Sekolah Ynag Dilakukan
Prosedur Pemasangan Infus Di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Dilihat 15 September 2011.
<http://eprints.lib.ui.ac.id/3959/8/124775%2DTESIS0649%20End%20N0
9p%2DPengaruh%20Pemberian%2DPendahuluan.pdf>.

Suprajitno, 2003, Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi Dalam Praktik, EGC


: Jakarta

Thresyamma. 2003. Fundamentals of Nursing Procedure Manual for General


Nursing and Midwifery Course ( As Per the reviside Syllabus ). Jaypee
Brothers Medical Publisher ( P ) Ltd : New Delhi

Weiss, Roberta. C. 1998. Physical Theraphy Aid : A Work Test 2nd Edition.
Delmar Publishers : New York

White, Lois. 2005. Foundations Of Nursing. 2nd. Thomson Delmar Learning :


New York
Wong Yoon, W.Y, Chung, S.P., Lee, H. S., Parks, Y.S.. 2007. Analgesic
Pretreatment For Antibiotic Skin Test : Vapocoolant Spray VS Ice Cube.
dilihat tanggal 2 Oktober 2011. <http://www.unbound medline.com>.

Anda mungkin juga menyukai