Anda di halaman 1dari 3

 Risiko geopolitik internasional, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 171 daerah juga

perlu diwaspadai.
 LPEM FEB UI memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2018 bakal mencapai 5,3%. Ini
berarti lebih tinggi dari prediksi pertumbuhan ekonomi di 2017 yang sebesar 5,2%.
 Riset tersebut memuat pesan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pembangunan
infrastruktur. Menurut LPEM FEB UI, meski secara teori, infrastruktur dapat mempercepat
aktivitas ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan, namun kenyataannya belum seperti itu.
 Karena di saat alokasi anggaran infrastruktur di 2017 meningkat 177% dari anggaran 2014,
pertumbuhan ekonomi di 2017 hanya meningkat sedikit. Penciptaan lapangan kerja yang
disebut-sebut sebagai dampak positif yang timbul dari belanja infrastruktur dan konstruksi juga
belum terlihat
 2018 merupakan tahun politik, di mana akan ada ratusan Pilkada serentak yang dilaksanakan
sekaligus menjadi pemanasan jelang Pilpres 2019.

 Jokowi menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN 2018 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu
(16/8/2017), yang disusun berpedoman pada tiga kebijakan utama. Pertama, mendorong
optimalisasi pendapatan negara melalui peningkatan rasio pajak serta optimalisasi pengelolaan
sumber daya alam dan aset negara.
 Kedua, melakukan penguatan kualitas belanja negara melalui peningkatan kualitas belanja
modal yang produktif, efisiensi belanja non prioritas seperti belanja barang dan subsidi yang
harus tepat sasaran, sinergi antara program perlindungan sosial, menjaga dan refocusing
anggaran prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta penguatan kualitas
desentralisasi fiskal untuk pengurangan kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik.
 Ketiga, kebijakan keberlanjutan dan efisiensi pembiayaan, yang dilakukan melalui pengendalian
defisit dan rasio utang, defisit keseimbangan primer yang semakin menurun, dan
pengembangan creative financing, seperti melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha atau KPBU.
 Selaras dengan kebijakan fiskal jangka menengah, maka tema kebijakan fiskal tahun 2018 adalah
“Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang
Berkeadilan."

 Mantan Rektor Universitas Islam Indonesia ini mengatakan tahun politik bisa memberi manfaat
positif dan negatif. Manfaat positifnya, ekonomi bisa tumbuh melalui belanja partai politik.
Sedangkan efek negatifnya ada pada sisi investasi. Investor akan wait and see, menunggu
keamanan dan risiko yang lain terkait dengan investasi yang ditanam.

 Berkaitan dengan target penerimaan pajak, sebaiknya pemerintah sedikit berhati-hati karena
tahun 2018 tidak ada penerimaan extra seperti tax amnesty," ungkapnya.
 Di sisi lain mengandalkan keterbukaan informasi untuk perpajakan (AEOI) pada tahun depan
masih cukup sulit karena prosesnya memakan waktu yang lama. Mulai dari penyidikan hingga
penarikan potensi pajak melalui AEOI setidaknya butuh waktu 3-5 tahun. Jika target pajak
dinaikkan terlalu tinggi, ancaman terjadinya shortfall cukup besar. Oleh karena itu dalam
menyusun target penerimaan pajak, Pemerintah diharapkan lebih hati-hati agar desain
anggaran tetap kredibel.
 Postur RAPBN 2018 dari segi belanja terbilang konservatif dengan kenaikan belanja total hanya
3% dibanding APBNP 2017. Sebelumnya di tahun 2017 belanja total Pemerintah naik 14,4%.
Total belanja yang disodorkan Pemerintah dalam RAPBN 2018 mencapai Rp2.204 triliun.
 Sedangkan pertumbuhan belanja Pemerintah yang kecil lebih disebabkan oleh pengurangan
dana transfer daerah sebesar Rp5,3 triliun dibandingkan tahun 2017. Artinya, pemerintah
daerah harus bersiap menghadapi penurunan jumlah anggaran yang diterima pada tahun
depan. Gelombang pemangkasan anggaran daerah juga diproyeksi masih akan berlanjut sampai
akhir tahun 2018 untuk menekan defisit anggaran.
 Sementara itu defisit anggaran untuk tahun 2018 ditarget sebesar 2,19% atau sebesar Rp325,9
triliun. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan APBN-P 2017 sebesar 2,92% dan outlook APBN-
P 2017 yang sebesar 2,67%. Besarnya target penerimaan pajak dan rendahnya belanja membuat
angka defisit relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2017.
 Guna membiayai defisit anggaran, Pemerintah akan menerbitkan utang baru sebesar Rp399,2
triliun. Namun, target utang Pemerintah tersebut masih rentan dikoreksi karena tahun 2018
Pemerintah harus membayar utang jatuh tempo sebesar Rp315,1 triliun yang komposisinya
terdiri dari 77,6% berbentuk surat utang dan 22,3% berbentuk pinjaman bilateral/multilateral.
 "Nantinya, terdapat dua skenario yang akan dilakukan Pemerintah, pertama adalah
meningkatkan jumlah utang saat pembahasan APBN 2018 dengan DPR. Kedua, menambah
utang di semester kedua melalui pembahasan APBN-Perubahan 2018," pungkasnya.

Keseimbangan Primer
 Gali lubang tutup lubang melalui utang masih akan berlanjut. Artinya pemerintah masih akan
banyak berutang untuk membayar cicilan utang pada tahun depan. Hal itu tergambar dari
adanya defisit keseimbangan primer dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2018.
 Keseimbangan primer adalah total pendapatan negara dikurangi belanja tanpa menghitung
pembayaran bunga utang. Jika berada dalam kondisi defisit, berarti pendapatan negara gagal
menutupi pengeluaran sehingga membayar bunga utang dengan menggunakan pokok utang
baru.
 Selain defisit anggaran, defisit keseimbangan primer juga perlu diwaspadai. Sebab, struktur
defisit neraca keseimbangan primer menggambarkan kemampuan anggaran untuk menutup
utang.
 Padahal, pemerintah mentargetkan keseimbangan primer bisa diraih bahkan surplus di tahun
2019 mendatang. Saat masih menjadi menteri keuangan, Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan, keseimbangan
primer APBN akan mencapai surplus, asalkan defisit anggaran belanja maksimal hanya 1,1% dari
PDB.
 Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menilai, keseimbangan primer
masih akan sulit mencatat surplus dalam waktu dekat. Sebab, kebijakan fiskal pemerintah masih
bersifat ekspansif. "Apalagi tahun 2019 akan ada pemilihan presiden. Biasanya menjelang
Pemilu fiskal lebih ekspansif," kata Eric.
 Selain itu, pemerintah dianggap belum ada kebutuhan untuk melunasi utang dengan cepat.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB saat ini masih berada di batas yang aman.
 Total utang pemerintah pusat per April 2017 mencapai 3.667,41 triliun, naik dari posisi akhir
tahun 2016 yang sebesar Rp 3.511,16 triliun. Bank Indonesia mencatat, rasio utang terhadap
PDB per kuartal I-2017 sebesar 34,07%, naik tipis dari akhir 2016 yaitu 33,99%. Secara teori,
rasio utang yang sehat di bawah 30%. Namun, rasio utang Indonesia juga terbilang kecil,
dibandingkan Malaysia sebesar 53,2% pada akhir 2016.

Penerimaan pajak yang kurang berpotensi pada belanja pemerintah. Ekonom menilai, cuma ada dua
solusi, yaitu efisiensi belanja pemerintah atau menambah utang.

Anda mungkin juga menyukai