Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA KELUARGA TN. P KHUSUSNYA TN. P DENGAN HIPERTENSI


DI BANJAR JAYAKERTHA, DESA KETEWEL, KECAMATAN
SUKAWATI, KABUPATEN GIANYAR
TANGGAL 19 MARET s/d 07 APRIL 2018

I. KONSEP DASAR KELUARGA DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KELUARGA
A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988).
Perawatan kesehatan keluarga (Family Health Nursing) adalah tingkat
perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan kepada
keluarga sebagai unit atau satu-kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai
tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarananya.
Menurut Duval, 1997 (dalam Supartini, 2004) mengemukakan bahwa
keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan
budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan
sosial setiap anggota.
Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga sebagai
dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan
perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dalam peranannya dan menciptakan serta mempertahankan budaya.
Menurut Bailon dan Maglaya 1978 (dalam Effendy 1998) mendefinisikan
keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling
berinte-raksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing–masing dan
mencipta-kan serta mempertahankan suatu budaya.
Menurut Departemen Kesehatan (1988) mendefinisikan keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepalakeluarga serta beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling
bergantungan. Menurut Friedman (1998) mendefinisikan keluarga adalah
kumpulan dua orang manusia atau lebih, yang satu sama yang lain saling
terikat secara emosional, serta bertempat tinggal yang sama dalam satu daerah
yang berdekatan.
2. Tipe Keluarga
a. Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga,
yaitu :
1) Keluarga Tradisional
a) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-
anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
b) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan
satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau
ditinggalkan.
c) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau
tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
d) Bujang dewasa yang tinggal sendiri.
e) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah,
istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja.
f) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau
anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis.
2) Keluarga Non Tradisional
a) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak
menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
b) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak.
c) Keluarga gay/lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama
hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
d) Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu
pasangan monogami dengan anak-anak, secara bersama menggunakan
fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang sama.
b. Menurut Allender dan Spradley (2001)
1) Keluarga Tradisional
a) Keluarga Inti (nuclear family), yaitu keluarga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak kandung atau anak angkat.
b) Keluarga besar (extended family), yaitu keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek,
nenek, paman, dan bibi.
c) Keluarga dyad, yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa
anak.
d) Single parent, yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
dengan anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena
perceraian atau kematian.
e) Single adult, yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang
dewasa saja.
f) Keluarga usia lanjut, yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri
yang berusia lanjut.
2) Keluarga Non Tradisional
a) Commune family, yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah
hidup serumah.
b) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup bersama dalam satu rumah.
c) Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
c. Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988)
1) Keluarga berantai (sereal family), yaitu keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
2) Keluarga berkomposisi, yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
3) Keluarga kabitas, yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan.

3. Stuktur Keluarga
Struktur keluarga bermacam-macam, diantaranya :
a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
garis ayah.
b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
se-darah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
garis ibu.
c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri.
d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami.
e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembi-naan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Nasrul
Effendy, 1998).
Ciri-ciri struktur keluarga, yaitu :
a. Terorganisasi
Saling berhubungan, saling ketergantungan antara aggota keluarga.
b. Ada Keterbatasan
Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempu-
nyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-
masing.
c. Ada Perbedaan dan Kekhususan
Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-
masing (Anderson Carter).
Menurut Friedman (1998), struktur keluarga terdiri atas :
a. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara
jujur, terbuka, melibatkan emosi, dan ada hierarki kekuatan. Komunikasi
dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi
seperti : sender, chanel-media, message, environtment, dan reciever.
Komunikasi dalam keluarga yang berfungsi adalah:
1) Karakteristik pengirim yang berfungsi, yaitu yakin ketika
menyampaikan pendapat, jelas dan berkualitas, meminta feedback,
mene-rima feedback.
2) Pengirim yang tidak berfungsi.
a) Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan
dasar/data yang obyektif).
b) Ekspresi yang tidak jelas (contoh : marah yang tidak diikuti
ekspresi wajahnya).
c) Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang memutuskan/
menyatakan sesuatu yang tidak didasari pertimbangan yang
matang. Contoh ucapan salah benar, baik/buruk, normal/ tidak
normal, misal : ”kamu ini bandel…”, ”kamu harus…”
d) Tidak mampu mengemukakan kebutuhan.
e) Komunikasi yang tidak sesuai.
3) Karakteristik penerima yang berfungsi
a) Mendengar
b) Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengala-
man)
c) Memvalidasi
4) Penerima yang tidak berfungsi
a) Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar.
b) Diskualifikasi, contoh : ”iya dech…..tapi….”
c) Offensive (menyerang bersifat negatif).
d) Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi).
e) Kurang memvalidasi.
5) Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi
a) Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih,
gembira.
b) Komunikasi terbuka dan jujur.
c) Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga.
d) Konflik keluarga dan penyelesaiannya.
6) Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi
a) Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu).
b) Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi.
c) Kurang empati.
d) Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.
e) Tidak mampu memfokuskan pada satu isu.
f) Komunikasi tertutup.
g) Bersifat negatif.
h) Mengembangkan gosip.
b. Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah
posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami
atau anak.
c. Struktur Kekuatan dan Struktur Nilai
Kekuatan merupakan kemampuan (potensi dan aktual) dari individu
untuk mengontrol, mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain
kea rah positif. Ada beberapa macam tipe stuktur kekuatan, yaitu :
1) Legitimate power (power)
2) Referent power (ditiru)
3) Reward power (hadiah)
4) Coercive power (paksa)
5) Affective power
6) Expert power (keahlian)
d. Struktur Norma dan Nilai
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan dan mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Norma adalah pola perilaku yang
diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan
lingkungan sekitar masyarakat keluarga.
4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau
sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya. Fungsi keluarga menurut
Friedman (1998) adalah antara lain :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi
pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan
batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan
nilai-nilai budaya anak.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta
menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan
spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta
mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber
daya keluarga.
e. Fungsi Biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan tetapi
untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi
selanjutnya.
f. Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang
dan rasa aman/memberikan perhatian diantara anggota keluarga,
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan
identitas keluarga.
g. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan penge-
tahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak
untuk kehidupan dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan
perkembangannya.
5. Tugas Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan ke-
tidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan
kepera-watan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan
etiologi/ penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II
bila ditemui data malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang
dimaksud, yaitu :
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk
bagaimana per-sepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit,
pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga
terhadap masalah yang dialami keluarga.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh
mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana
masalah dirasakan keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah
yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah sifat negatif
dari keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana sistem
pengambilan keputusan yag dilakukan keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,
seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan
perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada
dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang
sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti
pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit
yang dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang
dilakukan keluarga, kekompakan anggota keluarga dalam menata
lingkungan dalam dan lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap
kesehatan keluarga.
e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada,
keuntungan keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah
pelayanan kese-hatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang
kurang baik yang dipersepsikan keluarga.
6. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Friedman 1998 ada 8,
yaitu :
a. Tahap I : Keluarga pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan.
Tu-gas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan
yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara
harmonis, merencanakan keluarga berencana.
b. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi
sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan
keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan nenek
dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-masing
pasangan.
c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua
berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan
anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya,
mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga,
menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur
keluarga, menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan
bermain anak.
d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-
13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak
termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang me-
muaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga,
membia-sakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan
tugas sekolah.
e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20
tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi
secara terbuka antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian,
memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan
komunikasi terbuka dua arah.
f. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan
rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan
tugas perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga
dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil
pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan
menyelesaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua
lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.
g. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau
pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan.
Tahap ini juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan
berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas perkembangannya adalah
menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang
memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh
hubungna perkawinan yang kokoh.
h. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan
berakhir dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga
adalah mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan,
menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan
hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
dan mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


1. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat
untuk mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma
kesehatan keluarga maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan
kesanggupan keluarga untuk mengatasinya (Effendy, 1998).
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan
keperawatan keluarga menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman
(1988), meliputi 7 komponen pengkajian, yaitu :
a. Data Umum
1) Identitas kepala keluarga
2) Komposisi anggota keluarga
3) Genogram
4) Tipe keluarga
5) Suku bangsa
6) Agama
7) Status sosial ekonomi keluarga
b. Aktivitas Rekreasi Keluarga
1) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
2) Tahap perkembangan keluarga saat ini
3) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
4) Riwayat keluarga inti
5) Riwayat keluarga sebelumnya
c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
3) Mobilitas geografis keluarga
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
5) Sistem pendukung keluarga
d. Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi keluarga
2) Struktur kekuatan keluarga
3) Struktur peran (formal dan informal)
4) Nilai dan norma keluarga
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
2) Fungsi sosialisasi
3) Fungsi perawatan kesehatan
f. Stres dan Koping Keluarga
1) Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan
keluarga
2) Respon keluarga terhadap stress
3) Strategi koping yang digunakan
4) Strategi adaptasi yang disfungsional
g. Pemeriksaan Fisik
1) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan.
2) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga.
3) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata,
mulut, THT, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, system
genetalia.
4) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik.
h. Harapan keluarga
1) Terhadap masalah kesehatan keluarga
2) Terhadap petugas kesehatan yang ada
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut
Suprajitno (2004), yaitu :
a. Membina Hubungan Baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara lain,
perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah, menjelaskan
tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga, menjelaskan luas
kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada
keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.
b. Pengkajian Awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan yang dilakukan.
c. Pengkajian Lanjutan (Tahap Kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data yang
lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada
pengkajian awal. Disini perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga
hingga penyebab dari masalah kesehatan yang penting dan paling dasar.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/aktual dari individu atau kelompok dimana perawat
dapat menyusun intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status
kesehatan atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2008). Untuk
menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu :
a. Analisa Data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan
dengan standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
b. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi :
1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota
keluarga.
2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang
diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung
atau tidak yang mendukung masalah dan penyebab.
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu
pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu :
a. Diagnosa Sehat/Wellness/Potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi
kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya
terdiri dari komponen problem (P) saja dan sign/symptom (S) tanpa etiologi
(E).
b. Diagnosa Ancaman/Risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi
masalah aktual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa risiko
ini terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E), sign/symptom (S).
c. Diagnosa Nyata/Aktual/Gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan
memerlukan bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa aktual terdiri dari
problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk
dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah
diidentifikasi (Efendy,1998). Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam
2 tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana perawatan (Suprajitno,
2004).
a. Skala Prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai
skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah.
Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga
harus didasarkan beberapa kriteria sebagai berikut :
1) Sifat masalah (aktual, risiko, potensial)
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
3) Potensi masalah untuk dicegah
4) Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan
telah dari satu proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan
oleh Bailon dan Maglay (1978) dalam Effendy (1998).
Tabel Proses Skoring
Kriteria Bobot Skor
Sifat masalah 1 Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
Kemungkinan masalah 2 Mudah =2
untuk dipecahkan Sebagian =1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi =3
dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah =
0
Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :
1) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot.
3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
4) Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5).
b. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan
keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta
meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat
pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan
sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier
(Anderson & Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka
pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada
lima tugas keluarga. Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam
intervensi nantinya adalah sebagai berikut :
1) Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai
masalah.
2) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum
diketahui dan meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
3) Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang
faktor-faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara
perawatan, cara mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya
pengobatan secara teratur.
4) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk
kesehatan.
5) Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang
telah diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
terhadap keluarga, yaitu :
a. Sumber daya keluarga.
b. Tingkat pendidikan keluarga.
c. Adat istiadat yang berlaku.
d. Respon dan penerimaan keluarga.
e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi
dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana
perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik
maka hal ini dapat berfungsi sebagai kriteria evaluasi bagi tingkat aktivitas
yang telah dicapai (Friedman,1998). Evaluasi disusun menggunakan SOAP
dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat meng-gunakan
pengamatan yang objektif.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan
objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

II. KONSEP DASAR PENYAKIT DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI
A. KONSEP DASAR HIPERTENSI
1. Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik.
Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung
beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar
dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80
(Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam
proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan
untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang
elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan
bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).

2. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang peristen.
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Menurut
WHO (World Health Organization), batas tekanan darah yang masih dianggap
normal adalah 120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik.
Jadi, seseorang disebut mengidap hipertensi bila tekanan darahnya selalu
terbaca di atas 140/90 mmHg. Hipertensi menjadi masalah kesehatan
masyararakat yang serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering
timbul komplikasi, misalnya stroke (pendarahan otak), penyakit jantung
koroner, dan gagal ginjal.
3. Penyebab Hipertensi
Secara umum hipertensi disebabkan oleh :
a. Asupan garam yang tinggi
b. Strees psikologis
c. Faktor genetik (keturunan)
d. Kurang olahraga
e. Kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok dan
alcohol
f. Penyempitan pembuluh darah oleh lemak/kolesterol tinggi
g. Peningkatan usia
h. Kegemukan
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetic, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin. Anglotensin dan peningkatan
Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko : obesitas,
merokok, alcohol dan polisitemia.

b. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolic sama dengan atau lebih besar dari 90
mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
e. Meningkatnya resisten pembuluh darah perifer
4. Tanda dan Gejala dari Hipertensi
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hali ini berari hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur
b. Gejala yang lazim
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Kesadaran menurun
8) Mimisan
5. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pengukuran rata –
rata 2 kali pengukuran pada masing – masing kunjungan. Perbandingan
klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII dan JNC VIII dapat dilihat di
tabel berikut :
Kategori Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Tekanan Tekanan Sistolik (mmHg) Dan/atau Sistolik (mmHg)
Darah Darah
( JNC VII) ( JNC VII)
Normal Optimal < 120mmHg Dan < 80 mmHg
Pre
_ 120 – 139 mmHg Atau 80 – 89 mmHg
Hipertensi
_ Normal < 130 mmHg Dan < 85mmHg
Normal
_ 130 – 139 mmHg Atau 85 – 89 mmHg
Tinggi
Hipertensi Hipertensi
Derajat I Derajat 1 140 – 159 mmHg Atau 90 – 99 mmHg
Derajat II _ >160 mmHg Atau > 100 mmHg
_ Derajat 2 160 – 179 mmHg Atau 100 – 109 mmHg
_ Derajat 3 >180 mmHg Atau > 110 mmHg

6. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin
I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, Waren, et. al. 2009).

7. Pathway
8. Faktor Predisposisi (Faktor Resiko) dan Faktor Presipitasi (Faktor
Pencetus) Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu gangguan pada sistem kardiovaskular
yang sering sekali terjadi pada lansia. Dengan bertambahnya usia, jantung serta
pembuluh darah akan mengalami beberapa perubahan struktur dan fungsi.
Salah satu perubahan fungsional terkait dengan pembuluh darah adalah
meningkatnya tekanan sistolik yang akan terjadi secara progresif. Menurut
American Heart Association nilai sistolik 160 mmHg merupakan batas normal
tertinggi untuk lansia. Sedangkan menurut International Society of
Hypertension (ISH) tekanan sistolik diatas 140 mmHg sudah dapat dikatakan
sebagai hipertensi derajat I.
a. Faktor Predisposisi (Faktor Resiko)
Faktor risiko hipertensi secara umum terbagi menjadi dua, yakni faktor yang
tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi adalah umur serta genetik, sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi adalah pola makan, aktivitas dan sebagainya. Berikut ini akan
dijelaskan terlebih dahulu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
1) Umur
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan
bahwa semakin tua seseorang maka risiko mengalami hipertensi akan
semakin tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh penurunan elastisitas
pembuluh darah arteri seiring dengan pertambahan umur. Hipertensi bisa
dijumpai pada semua usia, namun paling sering ditemukan pada usia 35
tahun atau lebih dan meningkat ketika menginjak usia 50 dan 60 tahun.
Selain itu pada wanita menopause akan lebih berisiko mengalami
hipertensi. Walaupun belum dapat dibuktikan dalam penelitian, namun
hormon estrogen diperkirakan dapat meningkatkan konsentrasi HDL dan
menurunkan LDL yang dapat menurunkan risiko terjadi hipertensi.
2) Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor resiko hipertensi yang
tidak dapat dimodifikasi dan telah terbukti dari banyak penelitian-
penelitian oleh beberapa ahli. Hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan. Jika salah satu dari orang tua kita mempunyai hipertensi,
sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan terkena pula. Jika
kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan terkena
penyakit tersebut 60% (Sheps, 2005). Selain itu peran faktor genetic juga
dapat dibuktikan dengan ditemukannya kejadian hipertensi lebih banyak
terjadi pada kembar monozigot daripada heterezigot.
Selain dua faktor risiko di atas terdapat pula beberapa faktor risiko lain yang
dapat dimodifikasi, antara lain:
1) Merokok
Sampai sekarang merokok merupakan satu-satunya faktor risiko paling
penting yang dapat menyebabkan hipertensi pada lansia. Kandungan-
kandungan berbahaya yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan
banyak sekali kerugian pada tubuh, diantaranya adalah; menurunkan
kadar HDL, meningkatkan adhesivtas trombosit dan kadar fibrinogen,
mengganti oksigen dengan karbon dioksida pada molekul hemoglobin,
serta meningkatkan konsumsi oksigen di miokardium. Oleh karena itu
sangatlah penting untuk memberikan penjelasan kepada lansia tentang
keuntungan yang dapat diperoleh dengan berhenti merokok serta
kerugian-kerugian yang akan di dapat apabila tetap mengkonsumsi rokok
tersebut.
2) Hiperlipidemia
Kadar kolesterol pada lansia akan secara alami meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Selain itu hiperlipidemia juga berkaitan dengan
konsumsi lemak jenuh yang erat kaitannya dengan peningatan berat
badan dan nantinya akan menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi.
Peningkatan LDL dan penurunan HDL adalah tanda yang penting untuk
penyakit arteri koroner atau aterosklerosis berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah baik pada pria maupun wanita.
3) Diabetes melitus dan Obestitas
Diabetes merupakan penyakit kronik yang menjadi faktor risiko
independen untuk hipertensi. Ketika viskositas darah meningkat maka
tekanan darahpun akan ikut meningkat. Lansia yang mengalami diabetes
biasanya diikuti dengan obesitas. Penurunan berat badan pada lansia akan
sangat bukan hanya untuk diabetes namun untuk hipertensi dan
hiperlipidemia yang menyertainya.
4) Gaya hidup
Aktivitas fisik yang menurun pada lansia dapat pula menjadi faktor risiko
terjadinya hipertensi. Dengan penurunan aktivitas fisik ini maka tonus
otot akan mengalami kehilangan masa otot tak berlemak yang akan
digantikan dengan jaringan lemak yang akan mengakibatkan penigkatan
risiko penyakit kardiovaskular. Aktivitas fisik yang cukup juga akan
menjaga berat badan yang ideal. Selain itu stress dapat pula berpengaruh
pada hipertensi maka gaya hidup sehat sangat dianjurkan untuk
mengurangi risiko hipertensi
5) Diet tinggi garam
Berdasarkan penelitian Radecki Thomas E J.D. Orang yang memiliki
kebiasaan konsumsi tinggi garam akan memiliki risiko hipertensi sebesar
4.35. Garam yang memiliki sifat menarik air, akan menyebabkan
peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Lansia dan ras Afrika
Amerika mungkin memiliki sensitivitas tinggi terhadap intak sodium
terhadap perkembangan hipertensi (Vollmer et a., 2001 dalam Miller ).
Selain faktor-faktor diatas terdapat pula peningkatan konsumsi kafein yang
dapat menjadi faktor risisko terjadinya hipertensi. Meskipun tidak signifikan
kafein dan alcohol akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang dapat
merangsang sekresi corticotrophin realizing hormone (CRH) yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Hipertensi pada lansia dapat mengakibatkan
timbulnya asma dan kencing manis serta pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga terjadi kelumpuhan, kesulitan berbicara sampai kematian.
b. Faktor Presipitasi (Faktor Pencetus)
Belum diketahui secara pasti penyebabnya atau bersifat idiopatik.
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan retina,
seperti perdarahan eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah
dan pada kasus berat (edema pada discus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
sampai bertahun-tahun, gejala apabila ada parah menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler, dengan memanifestasikan yang khas sesuai sistem
organ yang bersangkutan. Bila terdapat gejala sifatnya non spesifik misalnya
sakit kepala atau pusing, kerusakan vaskuler akibat hipertensi terlihat jelas
di seluruh pembuluh perifer, perubahan vaskuler retina yang dapat diketahui
dengan mudah melalui pemeriksan oftalmoskopik.
9. Pencegahan Hipertensi
Ada tiga cara untuk mencegah hipertensi, yaitu :
a. Pencegahan dengan pola hidup sehat
Menerapkan pola hidup yang sehat dalam keseharian kita sangat
penting dalam pencegahan hipertensi. Sebaliknya pola hidup yang tidak
sehat beresiko tinggi terkena penyakit hipertensi.
Termasuk dalam pola hidup yang tidak sehat misalnya merokok, minum
alkohol, suka makan enak alias banyak mengandung kolesterol, makanan
yang gurih dengan kadar garam berlebih, minuman berkafein, dll.
Sementara pada saat yang sama kurang berolahraga atau kurang beraktifitas,
sering stress, minim air putih, serta kurang makan buah dan sayuran.
b. Pencegahan dengan medical check up
Mengunjungi seorang dokter atau tenaga para medis, jangan selalu
diartikan mau berobat. Bisa juga dalam rangka pencegahan satu penyakit,
misalnya pencegahan hipertensi. Itulah yang disebut pencegahan /
pemeriksaan secara medis (medical check up).
Orang yang rentan terhadap hipertensi, baik karena faktor keturunan
atau pun gaya hidup, sebaiknya rajin memeriksakan diri tekanan darahnya
ke dokter atau tenaga medis lain. Sebab, darah tinggi atau hipertensi bila
tidak segera diatasi adalah pra kondisi bagi penyakit lain yang lebih serius.
Dengan demikian, mencegah darah tinggi berarti pula mencegah diri kita
dari penyakit lain. Jika dalam pemeriksaan ditemukan tanda atau gejala
hipertensi, seorang dokter akan memberikan advise penanganannya.
Sebaliknya jika tidak berarti ditemukan gejala apapun.
c. Pencegahan dengan cara tradisional
Indonesia adalah negara yang kaya dengan tanaman obat tradisional.
Beberapa diantara tanaman tradisional (serta hasilnya) yang bisa
menurunkan tekanan darah misalnya : bayam, biji bunga matahari, kacang-
kacangan, dark coklat, pisang, kedelai, kentang, alpukat, mentimun, bawang
putih, daun seledri, belimbing, pace atau mengkudu, pepaya, selada air,
cincau hijau dan lain-lain. Beberapa tanaman diantaranya sudah diteliti dan
diuji secara medis, seperti :
1) Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya
melindungi Anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi
tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat
melindungi tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia
berbahaya. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam
amino (homosistein) dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.
2) Biji bunga matahari.
Kandungan magnesiumnya sangat tinggi dan biji bunga matahari
mengandung pitosterol, yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam
tubuh. Kolesterol tinggi merupakan pemicu tekanan darah tinggi, karena
dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Tapi, pastikan
mengonsumsi kuaci segar yang tidak diberi garam.
3) Kacang-kacangan
Kacang-kacangan, seperti kacang tanah, almond, kacang merah
mengandung magnesium dan potasium. Potasium dikenal cukup efektif
menurunkan tekanan darah tinggi.
4) Pisang
Buah ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga membuat tekanan
darah lebih sehat. Pisang mengandung kalium dan serat tinggi yang
bermanfaat mencegah penyakit jantung. Penelitian juga menunjukkan
bahwa satu pisang sehari cukup untuk membantu mencegah tekanan
darah tinggi.
5) Kedelai
Banyak sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi kesehatan.
Salah satunya adalah menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah
tinggi. Kandungan isoflavonnya memang sangat bermanfaat bagi
kesehatan.
6) Kentang
Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak
sehat. Padahal kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang
sangat tinggi yang sangat baik untuk menstabilkan tekanan darah.
7) Cokelat pekat (dark chocolate)
Karena kandungan flavonoid dalam cokelat dapat membantu
menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi nitrat oksida.
Nitrat oksida membuat sinyal otot-otot sekitar pembuluh darah untuk
lebih relaks, dan menyebabkan aliran darah meningkat.
8) Avokad
Asam oleat dalam avokad, dapat membantu mengurangi kolesterol.
Selain itu, kandungan kalium dan asam folat, sangat penting untuk
kesehatan jantung.
Selain dengan tanaman obat tradisional, cara tradisional lain yang juga
dapat menurunkan tekanan darah, sekaligus pencegahan hipertensi,
misalnya terapi bekam. Bekam merupakan cara tradisional yang sudah
sangat terkenal, dan bermanfaat untuk pencegahan berbagai macam
penyakit
10. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD
2) Urine : Urinelisa dan kultur urine.
3) EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
4) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
1) Kemungkinan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus
tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).
2) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan.
3) Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
(Brooker,2001)
11. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut Smeltzer & Bare (2001), mengemukakan bahwa tujuan dari tiap
program penanganan atau penatalaksanaan pasien hipertensi adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Menurut Kurniawan
(2006), penatalaksanaan pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologis :
a. Penatalaksanaan non-farmakologis
Menurut Dalimartha (2008) terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan
pada penderia hipertensi adalah sebagai berikut :
1) Terapi diet
a) Diet rendah garam
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 gr garam
dapur perhari dan menghindari makanan yang kandungan garamnya
tinggi. Misalnya telur asin, ikan asin, terasi, minuman dan makanan
yang mengandung ikatan natrium.Tujuan diet rendah garam adalah
untuk membantu menghilangkan retensi (penahan) air dalam jaringan
tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun rendah
garam, yang penting diperhatikan dalam melakukan diet ini adalah
komposisi makanan harus tetap mengandung cukup zat-zat gizi, baik
kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang. Menurut
Dalimartha (2008) diet rendah garam penderita hipertensi dibagi
menjadi 3 yaitu diet garam rendah I, diet garam rendah II dan diet
garam rendah III :
(1) Diet garam rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites
dan / atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak
ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
(2) Diet garam rendah II (600-800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema,
asites, dan / atau hipertensi tidak berat. Pemberian makanan sehari
sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya
boleh menggunakan ½ sdt garam dapur. Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
(3) Diet garam rendah III (1000 – 1200 mg Na)
Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan
atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet
garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan
1 sdt garam dapur.
b) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah
tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding
pembuluh darah. Lama-kelamaan jika endapan kolesterol bertambah
akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah.
Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak
langsung memperparah hipertensi. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengatur diet lemak antara lain sebagai berikut :
(1) Hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan mentega,
terutama makanan yang digoreng dengan minyak
(2) Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan lainnya serta
sea food (udang, kepiting), minyak kelapa,dan santan
(3) Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream
(4) Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir seminggu
2) Makan banyak buah dan sayuran segar
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah
yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan
tekanan darah yang ringan. Peningkatan masukan kalium (4,5 gram atau
120-175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan darah. Selain itu,
pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium
akibat dari rendahnya natrium.
3) Olahraga
Peningkatan aktivitas fisik dapat berupa peningkatan kegiatan fisik
sehari-hari atau berolahraga secara teratur. Manfaat olahraga teratur
terbukti bahwa dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko
terhadap stroke, serangan jantung, gagal ginjal, gagal jantung, dan
penyakit pembuluh darah lainya.
4) Berhenti merokok
Merokok merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan
darah. Berdasarkan penelitian bahwa ada hubungan yang linear antara
jumlah alkohol yang diminum dengan laju kenaikan tekanan sistolik
arteri.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi adalah pemberian
antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi adalah mencegah komplikasi
hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah
obat yang tidak mengganggu gaya hidup/menyebabkan simptomatologi
yang bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali.
Penurunan tekanan arteri jelas mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas
akibat stroke, gagal jantung, meskipun terapi terhadap hipertensi ringan
dengan obat belum memperlihatkan banyak harapan dalam mengurangi
risiko penyakit koroner. Jenis obat antihipertensi yang sering digunakan
adalah sebagai berikut :

1) Diuretika
Diuretika adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi
pengeluaran garam (NaCl). Obat yang sering digunakan adalah obat yang
daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal,
diutamakan diuretika yang hemat kalium. Obat yang banyak beredar
adalah Spironolactone, HCT, Chlortalidone dan Indopanide.
2) Alfa-blocker
Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa yang
menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnnya tekanan darah. Karena
efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat
(hipotensi ortostatik dan takikardi) maka jarang digunakan. Obat yang
termasuk dalam Alfa-blocker adalah Prazosin dan Terazosin.
3) Beta-blocker
Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan pasti.
Diduga kerjanya berdasarkan beta blokade pada jantung sehingga
mengurangi daya dan frekuensi kontraksi jantung. Dengan demikian,
tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik. Obat yang
terkenal dari jenis Beta-blocker adalah Propanolol, Atenolol, Pindolol
dsb.
4) Obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non adrenalin
sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergic perifir dan turunnya
tekanan darah. Penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi
ortostatik. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Clonidine,
Guanfacine dan Metildopa.
5) Vasodilator
Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dinding arteriole
sehingga daya tahan perifir berkurang dan tekanan darah menurun. Obat
yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine dan Ecarazine.
6) Antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion
kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan efek vasodilatasi
dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal
adalah Nifedipine dan Verapamil.
7) Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat Angiotensin converting enzim yang berdaya vasokontriksi
kuat. Obat jenis penghambat ACE yang popular adalah Captopril
(Capoten) dan Enalapril.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI


1. Pengkajian
a. Pengkajian Pasien
1) Identitas Pasien
2) Riwayat Pekerjaan & Status Ekonomi
3) Aktivitas Rekreasi
4) Riwayat Keluarga
b. Pola Kebiasaan Sehari-hari (Virginia Handerson)
Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan pasien
dapat dilakukan diantaranya dari segi:
1) Bernafas
Pada saat pengkajian, pada umumnya pasien mengeluh sulit bernafas.
2) Makan
Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh mual .
3) Minum
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan gangguan.
4) Eliminasi BAB & BAK
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan gangguan.
5) Gerak aktivitas
a) Kemampuan ADL :
(1) Kemampuan untuk makan
(2) Kemampuan untuk mandi
(3) Kemampuan untuk toileting
(4) Kemampuan untuk berpakaian
(5) Kemampuan untuk instrumentalia
b) Kemampuan mobilisasi :
Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi d
itempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika pasien
berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
6) Istirahat tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri dada, sesak, dan
pusing yang dirasakannya.
7) Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya berada dalam rentang
normal yaitu 36o C - 37° C.
8) Kebersihan diri
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami masalah/ keluhan
kebersihan diri.
9) Rasa nyaman
Pada saat pengkajian, biasanya pasien mengatakan sakit pada bagian
kepala, nyeri pada dada, merasa sesak, serta kesemutan pada ekstremitas.
10) Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas dengan raut
wajah pasien tampak tidak tenang.
11) Sosial
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi atau
hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
12) Pengetahuan belajar
Meliputi kemampuan pasien dalam menerima informasi tentang
penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh perawat atau
dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
13) Rekreasi
Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau fasilitas
kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai hiburan atau
berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi ringan biasanya
dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti lari, jogging, jalan santai
atau bersepeda dan bersenang-senang. Pasien juga dianjurkan untuk
melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan
kecemasan.
14) Spiritual
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
15) Status Kesehatan
1) Status Kesehatan Saat Ini
Pada umumnya pasien hipertensi mengeluh nyeri kepala dan
kelelahan.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan pengobatan yang tidak
terkontrol dan tidak berkesinambungan .Adanya riwayat penyakit
ginjal dan adrenal.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
TTV, BB, GCS
2) Keadaan Umum : lemah
Kesadaran (E:M:V)
TTV, BB/TB
3) Integumen
Kulit lansia keriput ( kerena proses penuaan yang terjadi), kelenturan dan
kelembaban kurang.
4) Kepala
Normal cephali, distribusi rambut merata, beruban, kulit kepala dalam
keadaan bersih, tidak terdapat ketombe ataupun kutu rambut, wajah
simetris, nyeri tekan negatif.
5) Mata
Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur.
6) Telinga
Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan pendengaran yang
berkaitan dengan hipertensi.
7) Hidung dan sinus
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
8) Mulut dan tenggorokan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
9) Leher
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
10) Dada
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
11) Pernafasan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
12) Kardiovaskular
TD= 160/100 mmHg, Nadi = 88x/menit (nadi teraba cukup kuat). Lansia
biasanya mengeluh dadanya berdebar – debar. Terkadang terasa nyeri
dada.
13) Gastrointestinal
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
14) Perkemihan
Pada umumnya pasien mengalami proteinuria.
15) Genitourinaria
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
16) Muskuloskeletal
Lansia biasanya merasakan kesemutan dan keram pada lutut saat cuaca
dingin sehingga sulit berdiri. Tonus otot berkurang, tulang dada, pipi,
klavikula tampak menonjol, terjadi sarkopenia, ekstremitas atas bawah
hangat.
17) Sistem saraf pusat
Lansia biasanya mengalami sedikit penurunan daya ingat, tidak ada
disorientasi, emisi tenang, siklus tidur memendek.
18) Sistem endokrin
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Kelebihan volume cairan
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
f. Ketidakefektifan koping
g. Defisiensi pengetahuan
h. Anisetas
i. Resiko cedera
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1. Penurunan curah NOC NIC
jantung 1. Cardiac Pump Cardiac Care
Effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Circulation Status 2. Monitor status
3. Vital Sign Status kardiovaskuler
Kriteria Hasil 3. Monitor status pernapasan
1. Tanda vital dalam yang menandakan gagal
rentang normal jantung
2. Dapat mentoleransi 4. Monitor abdomen sebagai
aktivitas, tidak ada indikator penurunan perfusi
kelelahan 5. Monitor adanya perubahan
3. Tidak ada edema paru, tekanan darah
perifer, dan tidak ada 6. Anjurkan untuk
asites menurunkan stres
4. Tidak ada penurunan Vital Sign Monitoring
kesadaran 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas dari nadi
4. Monitor frekuaensi dan
irama pernapasan
5. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2. Intoleransi aktivitas NOC Activity Therapy:
1. Energy Conservation 1. Kolaborasikan dengan
2. Activity Tolerance Tenaga Rehabilitas Medik
3. Self Care : ADLs dalam merencanakan
program terapi yang tepat
2. Bantu klien untuk
Kriteria Hasil :
mengidentifikasi aktifitas
1. Berpartisipasi dalam
yang mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa
3. Bantu untuk
disertai peningkatan
mengidentifikasi dan
tekanan darah, nadi dan
mendapatkan sumber yang
RR
diperlukan untuk aktivitas
2. Mampu melakukan
yang diinginkan
aktivitas sehari-hari 4. Bantu untuk mendapat alat
(ADLs) secara mandiri bantu aktivitas seperti kursi
3. Tanda-tanda vital roda, krek
5. Bantu untuk
normal
mengidentifikasi kekurangan
4. Mampu berpindah :
dalam beraktivitas
dengan atau tanpa
6. Bantu pasien untuk
bantuan alat
mengembankan motivasi diri
5. Status kardiopulmunari
dan penguatan
adekuat 7. Monitor respon fisik, emosi,
6. Sirkulasi status baik sosial dan spiritual
7. Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
3. Nyeri NOC Pain Management
1. Pain Level
1. Lakukan pengkajian nyeri
2. Pain Control
3. Comfort Level secara komprehensif
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol karakterisitik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dari faktor
nyeri, mampu presipitasi
2. Kontrol lingkungan yang
menggunakan teknik
dapat mempengaruhi nyeri
nonfarmakologi untuk
seperti suhu ruangan,
mengurangi nyeri,
pencahayaan dan kebisingan
mencari bantuan)
3. Kurangi faktor presipitasi
2. Melaporkan bahwa
nyeri
nyeri berkurang dengan
4. Pilih dan lakukan penanganan
menggunakan
nyeri (farmakologi,
manajemen nyeri
nonfarmakologi, dan
3. Mampu mengenali
interpersonal)
nyeri (skala, intensitas,
5. Ajarkan tentang teknik
frekuensi, dan tanda
nonfarmakologi
nyeri) 6. Tingkatkan istirahat
4. Menyatakan rasa 7. Monitor penerimaan pasien
nyaman setelah nyeri tentang manajemen nyeri
berkurang Analagesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
3. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
4. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal.
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

4. Kelebihan volume NOC NIC


cairan 1. Electrolite and acid Fluid Management
base balance 1. Pertahankan catatan intake
2. Fluid balance dan output yang akurat
3. Hydration 2. Monitor vital sign
Kriteria Hasil 3. Monitor indikasi
1. Terbebas dari edema retensi/kelebihan cairan
2. Memelihara tekanan 4. Kaji lokasi dan luas edema
vena sentral, tekanan 5. Monitor masukan
kapiler paru, output makanan/cairan dan hitung
jantung, dan vital sign intake cairan kalori
dalam batas normal Fluid Monitoring
3. Terbebas dari 1. Tentukan riwayat jumlah dan
kelelahan, kecemasan tipe intake cairan dan
atau kebingungan eliminasi
4. Menjelaskan indikator 2. Catat secara akurat intake
kelebihan cairan dan output
3. Monitor tanda dan gejala dari
oedema
5. Resiko NOC NIC
ketidakefektifan 1. Circulation status Peripheral Sensation
perfusi jaringan 2. Tissue Prefusion : Management
otak cerebral 1. Monitor adanya daerah
Kriteria Hasil tertentu yang hanya peka
1. Tekanan sistole dan terhadap
diastole dalam rentang panas/dingin/tajam/tumpul
normal 2. Monitor adanya paretese
2. Tidak ada 3. Instruksikan keluarga
ortostatikhipertensi untuk megobservasi kulit
3. Tidak ada tanda-tanda jika ada lesi/laserasi
peningkatan tekanan 4. Gunakan sarung tangan
intrakranial (tidak lebih untuk proteksi
dari 15 mmHg) 5. Batasi gerakan pada
4. Berkomunikasi dengan kepala, leher, dan
jelas dan sesuai punggung
kemampuan 6. Monitor kemampuan BAB
5. Menunjukkan perhatian, 7. Kolaborasi pemberian
konsentrasi, dan analgetik
orientasi 8. Monitor adanya
6. Membuat kepeutusan tromboplebitis
dengan benar 9. Diskusikan mengenai
7. Menunjukkan fungsi penyebab perubahan
sensori motori cranial sensasi
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter
6. Ketidakefektifan NOC NIC
koping 1) Decision making Decision making
2) Role inhasmet 1) Menginformasikan klien
3) Sosial suport alternatif atau solusi lain
Kriteria hasil penanganan
2) Memfasilitasi klien untuk
1) Mengidentifikasi pola
membuat keputusan
koping yang efektif
3) Bantu klien untuk
2) Mengungkapkan secara
mengidentifikasi keuntungan,
verbal tentang koping
kerugian dari keadaan
yang efektif
Role inhancement
3) Mengatakan penurunan
1) Bantu klien untuk
stres
mengidentifikasi macam-
4) Klien mengatakan telah
macam nilai kehidupan
menerima tentang 2) Bantu klien identifikasi strategi
keadaanya positif untuk mengatur pola
5) Mampu nilai yang dimiliki
mengidentifikasi Coping enhancement
strategi tentang koping 1) Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi gambaran
perubahan peran yang realistis
2) Gunakan pendekatan tenang
dan meyakinkan
3) Hindari pengambilan keputusan
pada saat klien berada dalam
stres berat
4) Berikan informasi actual yang
terkait dengan diagnosis, terapi
dan prognosis
7. Defisiensi NOC NIC
pengetahuan 1. Knowledge : disease Teaching : disease proces
Definisi: ketiadaan proces 1. Berikan penilaian tentang
2. Knowledge : health
atau defisiensi tingkat pengetahuan pasien
behavior
informasi kognitif tentang proses penyakit yang
Kriteria hasil
yang berkaitan spesifik
1. Pasien dan keluarga 2. Gambarkan tanda dan gejala
dengan topic tertentu.
menyatakan tentang yang biasa pada penyakit,
Batasan Karakteristik: penyakit, kondisi, dengan tanda yang tepat
3. Identifikasi kemungkinan
 Perilaku prognosis dan program
hiperbola pengobatan penyebab, dengan cara yang
2. Pasien dan keluarga
tepat
 Ketidakakuratan
mampu melaksanakan 4. Diskusikan perubahan gaya
mengikuti
prosedur yang hidup yang mungkin
perintah
dijelaskan secara benar. diperlukan untuk mencegah
3. Pasien dan keluarga
 Ketidakakuratan komplikasi yang akan datang
mampu menjelaskan
melakukan tes dan atau proses pengontrolan
kembali apa yang
penyakit.
 Perilaku tidak
dijelaskan perawat/tim 5. Diskusikan pilihan terapi
tepat (mis.,
kesehatan lainnya. atau penanganan.
hysteria, 6. Dukung pasien untuk
bermusuhan, mengeksplorasi atau
agitasi, apatis) mendapatkan second
informasi atau opinion
 Pengungkapan
7. Instruksikan pasien
masalah
mengenai tanda dan gejala
Faktor yang untuk melaporkan pada
berhubungan: pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
 Keterbatasan
tepat.
kognitif

 Salah interpretasi
informasi

 Kurang pajanan

 Kurang minat
dalam belajar

 Kurang dapat
menginat

Tidak familier dengan


sumber informasi
8. Ansietas NOC Anxiety Reduction (penurunan
Definisi : Perasaan 1. Anxiety Self-control kecemasan)
tidak nyaman atau 2. Anxiety Level 1. Gunakan pendekatan yang
kekawatiran yang 3. Coping menenangkan.
samar disertai respon Kriteria Hasil : 2. Pahami perspektif pasien
autonom ; perasaan 1. Klien mampu terhadap situasi stres.
takut yang mengidentifikasi dan 3. Temani pasien untuk
disebabkan oleh mengungkapkan gejala memberikan keamanan dan
antisipasi terhadap cemas. mengurangi takut.
bahaya. Hal ini 2. Mengidentifikasi, 4. Identifikasi tingkat
merupakan isyarat mengungkapkan, dan kecemasan.
kewaspadaan yang menunjukkan teknik 5. Dorong pasien untuk
memperingatkan utk mengontrol cemas. mengungkapkan perasaan,
individu akan akan 3. Vital sign normal. ketakutan, persepsi.
adanya bahaya dan 4. Postur tubuh, ekspresi 6. Instruksikan psien
kemampuan individu wajah, bahasa tubuh menggunakan teknik
untuk bertindak dan tingkat aktivitas relaksasi.
menghadapi ancaman menunjukkan 7. Berikan obat untuk
berkurangnya mengurangi kecemasan.
kecemasan.
9. Risiko cedera NOC NIC
a. Risk Control Environment Management
(Manajemen Lingkungan)
Setelah 3x24 jam interaksi
a. Sediakan lingkungan yang
diharapkan:
aman untuk pasien
Kriteria Hasil b. Identifikasi kebutuhan
a. Klien terbebas dari keamanaan pasie, sesuai
cedera dengan kndisi fisik dan fungsi
b. Klien mampu
kognitif pasien dan riwayat
menjelaskan
penyakit terdahulu pasien
cara/metode untk c. Hindari lingkungan yang
mencegah injuri/cedera berbahaya (misalnya
c. Klien mampu
memindahkan perabotan)
menjelaskan factor d. Pasang side rall tempat tidur
e. Sediakan tempat tidur yang
resiko dari lingkungan
nyaman dan bersih
atau perilaku personal
f. Tempatkan saklar lampu di
d. Mampu memodifikai
gaya hidup untuk tempat yang mudah dijangkau
mencegah injuri pasien
e. Menggunakan fasilitas g. Batasi pengunjung
h. Anjurkan keluarga untuk
kesehatan yang ada
f. Mampu mengenali menemani pasien
i. Kontrol lingkungan dari
perubahan status
kebisingan
kesehatan
j. Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
k. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Achjar, K..A. 2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta :
Sagung Seto..

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

Carpenitto, L. J. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1988. Standar Praktek Kesehatan


bagi Perawat Kesehatan. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC

Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta


: EGC.

Friedman, M.M. 1998. Family Nursing Research. Jakarta:EGC

Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan 2012-


2014. Jakarta : EGC

Iqbal, Wahit dkk. 2005. Ilmu Keperawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalam
Praktek Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik,
Keluarga. Jakarta : EGC.

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.


Jakarta : EGC

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2. Jakarta :
MediAction

Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut Jantung. (Online). Available:


https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-Denyut-Jantung.
Diakses pada Selasa, 27 Oktober 2015 pukul 19.15 WITA
Suprajitno. 2004. Asuhan Keprawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktek. Jakarta :
EGC.

…………….; ………………2018

Nama Pembimbing / CI: Nama Mahasiswa


……………………….. …………………………...
NIP NIM

Nama Pembimbing / CT

………………………….
NIP.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


PADA KELUARGA TN. P KHUSUSNYA TN. P DENGAN HIPERTENSI DI
BANJAR JAYAKERTHA, DESA KETEWEL, KECAMATAN SUKAWATI,
KABUPATEN GIANYAR
TANGGAL 19 MARET s/d 07 APRIL 2018

Oleh:

OLEH :
KOMANG YUNITA PRAMANA PUTRI

P07120216067/ 27

KELAS 2B SEMESTER IV D IV KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai