Anda di halaman 1dari 10

RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 50

APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

Kualitas Lingkungan Tambak Intensif Litapenaeus vannamei Dalam Kaitannya


Dengan Prevalensi Penyakit White Spot Syndrome Virus
Yuni Kilawati1), Yunita Maimunah2)
1), 2)
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
E-mail : yuniqla@ub.ac.id ; yun_yach@ub.ac.id

ABSTRAK Jika hal ini terjadi secara terus menerus


Increasing number of vannamei shrimp maka akan menyebabkan kematian bagi
(Litapenaeus vannamei) ponds are switching udang dan biota lainnya. Bahan pencemaran
from traditional to intensive farming yang sulit untuk diuraikan oleh mikro-
systems, the more impact resulting among organisme juga menyebabkan penimbunan
other potential environmental pollution. dan berakibat kerusakan bagi lingkungan
Pollution of the environment can directly yang secara langsung akan mengganggu
degrade water quality cultivation and organisme yang hidup di lingkungan
facilitate access of pathogens to infect the tersebut. Bahan pencemaran organik yang
host. In this study examines how the quality berfungsi sebagai pupuk justru merugikan
of the environment, population and genetic akibat blooming alga dan tanaman air yang
characteristics of shrimp that live in some menyebabkan terjadinya kompetisi oksigen
intensive pond associated with a disease di perairan. Faktor-faktor diatas merupakan
that often affects farmed shrimp is White penyebab menurunnya ketahanan tubuh
Spot Syndrome Virus (WSSV). Acquisition organisme terhadap serangan penyakit
and primary data collection is done by karena kualitas lingkungan yang buruk, jika
conducting interviews and direct hal ini dibiarkan secara terus menerus maka
observation in the measurement of water kematian secara masal akan terjadi sehingga
quality parameters of both physics and populasi akan menurun.
chemistry and morphology observation of Akhir-akhir ini muncul beberapa
shrimp as well as the ICP11 gene expression penyakit yang menyerang udang. Telah
detection of WSSV disease in vannamei diketahui adanya infeksi penyakit oleh virus
shrimp DNA in the laboratory. atau virus-like pada komoditas udang di
Keywords: budidaya udang, ICP11, kualitas Indonesia, terutama oleh White Spot Baculo
air, patogen, WSSV Virus (WSBV) dan Monodon Baculo Virus
(MBV), yang saat ini sering disebut dengan
PENDAHULUAN penyakit bercak putih atau White Spot
Perkembangan sistem budidaya dari Syndrome Virus (WSSV). Kematian udang
tradisional ke intensif pada mayoritas pada usia satu sampai dua bulan di tambak
tambak udang vannamei memiliki potensi sudah menjadi hal yang umum sebagai
terhadap peningkatan pencemaran ling- akibat serangan virus bercak putih, yang
kungan. Kurang optimalnya pemanfaatan mengakibatkan ribuan hektar tambak tidak
pakan yang berlebihan akan menyebabkan bisa berproduksi lagi. Hal ini berdampak
penumpukan bahan organik. Penguraian terhadap kerugian negara yang diperkirakan
bahan organik memerlukan oksigen dalam mencapai 2,5 trilyun rupiah per-tahun
prosesnya, sehingga ketersediaan oksigen (Ditjen Perikanan Budidaya, 2004). Pada
bagi biota didalamnya menjadi berkurang. tambak udang, virus ini bisa mengakibatkan
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 51
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

total kematian 100% pada 2 sampai 10 hari Organisme yang hidup di perairan tersebut
penyerangan (Wang et al., 2007). Meka- akan merespon sehingga terjadi perubahan
nisme penyerangan WSSV ke tubuh udang dari segi genetik dan populasinya (Wibowo,
awalnya bersifat intrasitoplasmik masuk ke 2004).
dalam sel inang, kemudian pada tingkat Bahan pencemaran yang masuk ke
serangan yang lebih tinggi Deoxyribonucleic dalam air dapat dikelompokkan atas limbah
Acid (DNA) virus masuk ke dalam DNA inang organik, logam berat dan minyak. Setiap
dan mengambil alih proses transkripsi dan kelompok ini sangat dipengaruhi oleh
translasi sesuai proses dalam DNA virus. sumber limbah yang merupakan bahan
Pada tahap transkripsi dan translasi tersebut pencemar yang paling banyak ditemukan
gen WSSV mengekspresikan suatu protein diperairan tersebut. Limbah industri adalah
non struktural yang dinamakan protein semua jenis bahan buangan yang berasal
ICP11, yang diduga sangat berperan pada dari hasil samping suatu proses
infeksi WSSV (Wang et al., 1997). perindustrian, kebanyakan dalam bentuk
Pada penelitian ini biota yang diamati limbah cair. Limbah industri adalah semua
adalah udang vanname (Litapenaeus jenis bahan sisa atau bahan buangan yang
vannamei). Udang yang terus menerus berasal dari hasil pembuangan suatu proses
terpapar oleh bahan pencemar, akan perindustrian, dapat menjadi limbah yang
menyebabkan kondisinya melemah sehingga berbahaya bagi lingkungan hidup dan
mudah terserang bibit penyakit misalnya manusia (Palar , 1994).
yang paling sering dialami di lapang adalah Pemantauan suatu sistem perairan
serangan White Spot Syndrome Virus tidak cukup dengan mengukur secara fisika-
(WSSV). Jika proses ini tidak mampu kimia airnya saja, tetapi harus melibatkan
diadaptasi oleh udang tersebut maka akan juga biota yang hidup di perairan tersebut.
mengakibatkan kematian sehingga populasi Hal ini berarti biota akuatik dapat dijadikan
udang akan menurun. sebagai indikator biologi, karena memiliki
Permasalahan yang diajukan pada sifat sensitif terhadap keadaan pencemaran
penelitian ini adalah bagaimanakah kualitas tertentu sehingga dapat digunakan sebagai
lingkungan dan prevalensi penyakit WSSV alat untuk menganalisis pencemaran air.
pada tambak udang vannamei dengan Keuntungan yang didapat dari indikator
sistem budidaya intensif . biologi adalah dapat merefleksikan
keseluruhan kualitas ekologi dan meng-
KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN integrasikan berbagai akibat yang berbeda,
HIPOTESIS. memberikan pengukuran yang akurat
1. Pencemaran Perairan dan Penyakit mengenai pengaruh komunitas biologi dan
Udang. pengukuran fluktuasi lingkungan (Devi,
Pencemaran perairan terjadi akibat dari 2002).
adanya pemasukan bahan organik maupun Kesehatan udang salah satunya di-
anorganik, dari substansi lingkungan yang pengaruhi oleh kualitas air. Kualitas air yang
kemudian dapat menimbulkan berbagai baik mampu mendukung pertumbuhan
macam dampak. Sumber pencemaran dapat secara optimal. Hal itu berhubungan dengan
berupa logam berat, bahan beracun yang faktor stress udang akibat perubahan
berasal dari sumber kimiawi, pestisida, parameter kualitas air (Haliman dan Adijaya,
tumpahan minyak, sampah, dan lain-lain. 2006). Litopenaeus vannamei merupakan
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 52
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

salah satu jenis udang yang mempunyai munculnya organisme, faktor lingkungan
beberapa keunggulan dibandingkan dengan seperti salinitas, kandungan O2, kadar
spesies budidaya lainnya. Rata-rata udang amonia dan faktor kurangnya makanan juga
ini memiliki pertumbuhan yang tinggi, cocok menimbulkan stress pada udang (Amri,
untuk padat penebaran tinggi, toleransi 2006). Faktor lingkungan ini mengakibatkan
suhu dan salinitas lebar, kebutuhan protein produksi antibodi berkurang sehingga
untuk pakan rendah, pemeliharaan mudah imunitas atau kekebalan tubuh udang
dan tingkat kelulushidupan larva tinggi vannamei terhadap serangan penyakit
(Rahman, 2007). Aspek-aspek inilah yang menjadi berkurang (Soetomo, 2000).
menyebabkan budidaya spesies ini menjadi Lingkungan memiliki kontribusi yang
pilihan utama untuk dibudidayakan di sangat besar bagi kondisi biota. Lingkungan
perairan Indonesia termasuk didalamnya yang tercemar akan mengakibatkan kondisi
wilayah Jawa Timur. biota menurun sehingga mudah terserang
Pencemaran pada lingkungan tambak penyakit. Pada prinsipnya penyakit yang
menyebabkan pertumbuhan udang ter- menyerang udang budidaya tidak datang
hambat, penurunan daya tahan terhadap begitu saja, melainkan melalui proses
penyakit dan kematian udang. Penyakit hubungan antara tiga faktor yaitu kondisi
merupakan kendala utama dalam lingkungan (kualitas air), kondisi inang
peningkatan produksi udang. Kategori (udang), dan adanya jasad patogen (penyakit).
kehidupan yang tidak sama dari udang Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan
menyebabkan udang mudah terinfeksi virus bahwa timbulnya serangan penyakit itu
yang menyebabkan kematian, pertumbuhan merupakan hasil interaksi yang tidak serasi
lambat, dan perubahan bentuk. Penyakit antara lingkungan, inang, udang dan jasad
pada udang jika ditinjau menurut organisme penyakit. Interaksi yang tidak
penyebabnya dibedakan menjadi penyakit seimbang ini menyebabkan stress pada
tanpa infeksi dan yang sudah terinfeksi dari udang, sehingga mekanisme pertahanan diri
asalnya. Penyakit viral merupakan pathogen yang dimilikinya menjadi lemah akhirnya
paling utama dalam budidaya udang mudah diserang penyakit (Kordi, 2007).
(Lightner, 1996; Rahman, 2007). 2. Infeksi Virus ke DNA Udang.
Udang yang terserang penyakit Virus merupakan salah satu jenis
termasuk WSSV, akan memberikan respon patogen obligat murni dengan salah satu ciri
seluler yang bermacam-macam. Sel-sel utama organisme ini tidak dapat hidup
udang yang terserang WSSV mengalami secara bebas di alam. Untuk kehidupannya
hipertropi atau pertumbuhan yang tidak virus ini tergantung sepenuhnya pada
normal pada inti sel. Hipertropi ini inangnya. Sifat virus yang demikian
menyebabkan terjadinya lisis sel dan menyebabkan organisme ini mempunyai
menimbulkan infeksi pada organ-organ yang daya serang yang cukup kuat. Penyakit viral
diserang. Respon udang yang terserang merupakan masalah serius pada budidaya
WSSV bisa dilihat dari ekspresi gen yang udang ditambak karena dalam waktu relativ
memiliki hubungan dengan infeksinya, singkat dapat menyebabkan kematian. Virus
antara lain gen pengkode ketahanan dan yang menyerang udang ditambak antara lain
kerentanannya (Kilawati, 2011). Monodon Baculo Virus (MBV), Hepato-
Faktor pemicu munculnya penyakit pancreatic Parvolike Virus (HPV), Yellow
pada udang tidak selalu disebabkan oleh Head Baculovirus (YBH), Infection Hypo-
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 53
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

dermal and Hematopoetic Necrosis Virus kategori morphogenesis virus yang baru,
(IHHNV), Systemic Ectodermal and Meso- partikel menjadi lonjong dan ekor panjang
dermal Baculovirus (SEMBV) dan White Spot mendapat proyeksi dari selubung yang
Syndrome Virus (WSSV). terinfeksi. Materi inti dari ekor terpisah dari
Kategori Morphogenesis WSSV telah nukleokapsid. Kemudian, nekleokapsid
dikarakteristikkan dan secara langsug menjadi pendek dan lebih banyak elektron
berhubungan dengan perkembangan sel padat karena terbungkus oleh virus DNA
yang rusak. Escobedo et al. (2008) VP15 yang komplek. Kategori (6), fase akhir
menjelaskan beberapa kategori morpho- dari morphogenesis, virion yang telah
genesis WSSV antara lain: Kategori (1), dewasa berbentuk elips dengan selubung
Infeksi sel ditunjukkan dengan terjadinya tertutup yang halus dan elektron padat
sedikit hipertropi pada inti. Nukleosom virus nukleokapsid dengan ekor panjang
mulai nampak sebelum terlihat susunan terproyeksi pada akhir yang tertutup.
partikel virus lainnya. Protein tersusun atas Kadang-kadang kumpulan nukleokapsid
serabut fragmen. Dalam sitoplasma, komplit terjadi pemisah dari selubung dan
reticulum endoplasma (RE) membesar yang belakang dibungkus oleh selubung.
dengan ribosom yang melimpah. Kategori Pada akhir kategori ini infeksi
(2), dalam nukleus, serabut materi mengakibatkan kerusakan dan gangguan
menyebabkan circular membran yang terisi yang berat. Ruang kosong yang terlihat
dengan inti materi yang merupakan awal dalam jaringan adalah sel yang hancur.
dari kumpulan virus. Pada kategori ini, Model Morphogenesis White Spot
inklusi Cowdry-A terlihat tembus cahaya Syndrome Virus (WSSV) pada sel inang
diantara stroma virus dan elektron padat seperti dijelaskan oleh Escobedo et al , 2008:
pada dinding kromatin. Inti menjadi Partikel WSSV yang menular, penularan
hipertropi dan membulat. Kategori (3), virion WSSV menggunakan selubung protein
dalam nukleus nukleokapsid yang masih dengan motif penyerangan sel. WSSV masuk
terbuka terlihat dengan kepadatan elektron kedalam sel. Selubung viron WSSV menyatu
yang rendah dan berangsur-angsur tumbuh dengan endosome dan nukleokapsid
dari satu terhadap yang lain. Pusat inklusi telanjang yang terangkut dalam nukleus,
dalam inti terlihat lebih kecil daripada dalam seperti pada baculovirus, Nukleokapsid
sel pada kategori (2). Dan kepadatan telanjang WSSV menyerang membran
elektron lebih banyak karena adanya partikel nukleus, dan genome WSSV dilepaskan
virus yang melimpah. Dinding kromatin tidak dalam nucleus. Genome WSSV mulai
terlihat, disebabkan membran inti terganggu mereplikasi, Dalam sitoplasma, mitokondria
dan menjadi tipis transparan, yang menyatu mulai mengalami kerusakan. Dalam nukleus
dengan sitoplasma. Kebanyakan organel stroma virus awalnya kelihatan seperti
menjadi abnormal, mengalami kehancuran materi bebas yang berisi butir-butiran kecil.
atau perubahan struktur membran. Kategori Sel kromatin terakumulasi dekat membran
(4), dalam nukleus, nukleokapsid telah nukleus dan Retikulum Endoplasma Kasar
lengkap dengan 12 – 14 unit protein yang (REK) yang membesar dan aktif, Dinding
tersusun seri (rangkaian). Masing-masing kromatin terjadi perubahan dalam zona
nukleokapsid mempunyai satu lingkaran dan cincin yang tebal. Stroma virus dengan
satu persegi. Nukleokapsid yang telah kepadatan rendah mulai membentuk
lengkap tertutup selubung. Kategori (5), gelembung yang akan terbentuk selubung
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 54
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

virus. Gelembung mungkin terbentuk Pengumpulan data dilakukan dalam


dengan membran materi yang dibentuk berbagai setting, berbagai sumber dan
dalm zona cincin, seperti pada baculovirus, berbagai cara. Bila dilihat dari sumber
Partikel WSSV yang baru terkumpul dalam datanya, maka pengumpulan data dapat
nukleus yang didalamnya ada elektron menggunakan sumber primer dan sumber
dense. Selubung yang kosong akan diisi sekunder. Sumber primer adalah sumber
dengan nukleus akan terganggu, Virion data yang langsung memberikan data
WSSV telah kompit bentuknya dan siap kepada pengumpul data, dan sumber
untuk lepas dari sel yang terinfeksi untuk sekunder merupakan sumber yang tidak
memulai siklus dalam sel lain yang dapat langsung memberikan data kepada
diinfeksi. pengumpul data, misalnya lewat orang lain
Udang yang terinfeksi WSSV akan atau lewat dokumen (Sugiyono ,2005). Data
mengalami perubahan tingkah laku yaitu primer yang diambil antara lain kualitas
menurunya aktivitas berenang, berenang lingkungan secara fisika dan kimia,
tidak terarah, dan sering kali berenang pada morfologi udang sampel, karakter gen udang
salah satu sisinya saja. Selain itu udang vannamei dalam kaitannya dengan serangan
cenderung bergerombol di tepi tambak dan virus WSSV.
berenang ke permukaan. Pada fase akut Proses pengolahan data untuk
terdapat bercak-bercak putih pada karapas morfologi menggunakan pemberian symbol
dengan diameter 0.5 – 3.0 mm, dan bercak berupa angka. Simbol angka ini kita sebut
putih ini pertama kali muncul pada kode, pada kode tersebut sudah ditentukan.
cephalothorak, segmen ke 5 dan ke 6 dari Dalam hal pemberian kode, perlu juga
abdominal dan terakhir menyebar keseluruh dicatat konteks mana istilah itu muncul.
kutikula tubunya. Pada kasus WSSV adanya Kemudian dilakukan klasifikasi terhadap
bintik atau spot putih pada bagian karapas coding yang telah dilakukan. Klasifikasi
sudah menjadi tanda umum, tetapi pada dilakukan dengan melihat sejauh mana
induk udang warnanya menjadi merah. satuan makna berhubungan dengan tujuan
Udang yang terserang penyakit ini dalam penelitian.
waktu singkat dapat mengalami kematian Sampel udang vannamei yang sudah
(DKP, 2004; Mahardika et al., 2004). diidentifikasi morfologinya selanjutnya
dilakukan analisa Polymerase Chain Reaction
METODE PENELITIAN (PCR) untuk mengetahui karakter genetik dari
Metode yang dipakai adalah diskriptif hewan uji. Deteksi WSSV pada DNA udang
eksploratif, yang menggambarkan kejadian dilakukan dengan PCR menggunakan primer
sosial dan mengeksplorasi data yang dapat spesifik WSV seluler primer.
menjelaskan fenomena tersebut. Hasil dari Salah satu tehnik untuk mengetahui
penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi variasi genetik suatu spesies dari suatu
di bidang ilmu pengetahuan untuk populasi atau lebih adalah melakukan
menampilkan pola perubahan populasi analisis DNA dengan PCR menggunakan
dengan menampilkan data udang yang primer tertentu. Produk PCR kemudian
survive dan karakter gen udang vannamei dielektroforesis dan dilakukan pemotretan
yang sehat dan terinfeksi virus WSSV, untuk memperoleh dokumentasinya.
sebagai dampak dari proses pencemaran
terhadap lingkungan.
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 55
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

Sebelum penelitian telah dilakukan PARAMETER


MA TL. GRE SNI 01-
LANG AGUNG SIK 7246-2006
survei untuk memperoleh lokasi budidaya
Suhu
udang vannamei dengan metode intensif. 29,89 28,37 29,8 28,5 – 31,5
(0C)
Kecerahan
24,71 34 25,56 30 – 45
(cm)
HASIL PENELITIAN pH
8,33 7,54 7,82 7,5 – 8,5
1. Kualitas Lingkungan.
DO
Hasil pengamatan data rata-rata kualitas (mg/l)
4,35 4,04 4,4 >3,5
lingkungan setiap lokasi digambarkan dengan Salinitas
20,71 26,2 18,89 15 – 25
grafik dibawah ini. (ppt)
Alkalinitas
168,43 121,2 234,21 100 – 150
(ppm)
Amonia
0,06 1,25 0,01 <0,01
(ppm)
Nitrit
0,02 0,51 0,24 <0,01
(ppm)
TOM
69,1 94,64 101,46 <55
(ppm)

Gambar 1. Grafik rata-rata kualitas lingkungan


di tambak Malang

Gambar 4. Grafik rata-rata kualitas lingkungan


di tambak Tulungagung.
Kualitas air pada tambak di ketiga kota
menunjukkan bahwa kualitas air pada
Gambar 2. Grafik rata-rata kualitas lingkungan masing-masing lokasi tambak termasuk
di tambak Tulungagung.
dalam kategori kualitas air yang buruk
dibandingkan dengan Standar Nasional
Indonesia 01-7246-2006 untuk budidaya
udang Vannamei. Kualitas air terendah
terdapat pada tambak Tulungagung
berdasarkan parameter Nitrit dan Ammonia.
Selain itu alkalinitas pada tambak
Tulungagung juga tergolong tinggi setelah
tambak Gresik.
Darti dan Iwan (2006) menyebutkan
Gambar 3. Grafik rata-rata kualitas lingkungan
di tambak Gresik bahwa penyebab tingginya kadar nitrit
Tabel 1. Data perbandingan kualitas air dengan antara lain kepadatan yang terlalu tinggi
SNI. sehingga banyak pembusukan dari kotoran
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 56
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

atau feses maupun sisa pakan. Kadar nitrit dalam air atau setara dengan kalsium
ini sebaiknya dijaga pada kisaran normal karbonat (CaCO3).
untuk mengantisipasi tingkat kematian Menurut Rachmansyah (2004), pakan
udang akibat keracunan nitrit. merupakan penyumbang bahan organik
Konsentrasi ammonia di tambak yang tertinggi sekitar (80%). Jumlah pakan yang
melebihi 0,45 ppm, dapat menghambat tidak dikonsumsi atau terbuang di dasar
pertumbuhan udang sampai 50%. Agar perairan sekitar 30%. Menurut Komarawidjaja
udang tumbuh cukup baik, amonia yang (2003), sumber kegagalan budidaya udang
terdapat di dalam air tambak tidak boleh diduga berasal dari faktor internal
lebih dari 0,01 ppm. Mangampa (2010) lingkungan pertambakan. Faktor internal
menyatakan bahwa pengaruh langsung dari yang penting adalah perubahan kualitas air
kadar amonia yang tinggi tapi belum akibat penumpukan bahan organik berupa
mematikan adalah rusaknya jaringan insang. sisa pakan dan kotoran udang (feses) pada
Lembaran insang akan membengkak substrat dasar tambak. Bahan organik
(hiperplasia) sehingga fungsi insang sebagai tersebut, bila terurai akan terbentuk amonia
alat pernapasan akan terganggu dalam hal yang dapat terperangkap dilapisan substrat
pengikatan oksigen dari air. Level amonia dasar tambak atau terlarut dalam air yang
yang tinggi di perairan juga dapat akan bersifat toksik terhadap udang.
meningkatkan konsentrasi amonia dalam Menurut Haliman dan Adijaya (2006),
darah sehingga mengurangi aktifitas darah salinitas merupakan salah satu aspek kualitas
(hemocyanin) dalam mengikat oksigen. air yang memegang peranan penting karena
Selain itu tingginya kadar amonia juga dapat mempengaruhi pertumbuhan udang. Pada
meningkatkan kerentanan udang terhadap salinitas tinggi, pertumbuhan udang menjadi
penyakit. lambat karena proses osmoregulasi
Berdasarkan SNI 01-7246-2006, per- terganggu. Osmoregulasi merupakan proses
syaratan nilai alkalinitas air untuk pengaturan dan penyeimbangan tekanan
pemeliharaan udang vannamei berkisar osmosis antara didalam dan diluar tubuh
antara 100 – 150 mg/l. Nilai alkalinitas di udang. Apabila salinitas meningkat, maka
tambak 1 di Malang lebih besar dari tambak pertumbuhan udang akan melambat karena
2 di Tulungagung, dan nilai kisaran energi lebih banyak terserap untuk proses
alkalinitas tersebut kurang optimal untuk osmoregulasi dibandingkan untuk per-
udang (Gambar 4). Menurut Adiwidjaya et tumbuhan. Dengan kondisi lingkungan
al. (2008), alkalinitas yang optimal untuk perairan yang buruk dapat mempengaruhi
kegiatan budidaya udang vannamei berkisar kondisi kesehatan udang yang sedang
antara 90-150 ppm. Apabila nilai alkalinitas dibudidayakan.
di atas 150 ppm diperlukan pengenceran Tabel 2. Data rata-rata prevalensi WSSV.
salinitas dan kepekatan plankton serta WSSV (rata-rata %)
Tambak
oksigenisasi yang cukup. Ciri 1 Ciri 2 Ciri 3
Alkalinitas tinggi inilah yang membantu Malang 85% 15% 0%
dalam menyediakan unsur kalsium untuk T.Agung 43% 57% 0%
kebutuhan osmoregulasi sel dalam tubuh Gresik 70% 30% 0%
udang. Alkalinitas atau yang lebih dikenal
dengan total alkalinitas adalah konsentrasi Uji morfologi dan genetik pada udang
total dari unsur-unsur basa yang terkandung menunjukkan adanya infeksi dari infeksi
ringan hingga berat. Dibuktikan dengan
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 57
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

tingginya jumlah udang yang terinfeksi berat udang misalnya gangguan osmoregulasi.
dan didukung adanya amplifikasi yang kuat Kondisi udang yang lemah didukung dengan
pada uji genetik gen ICP11. Hal ini kondisi lingkungan yang buruk akan memicu
menunjukkan adanya insersi DNA virus pada pertumbuhan patogen dan meningkatkan
DNA udang vannamei. patogenitasnya pada udang vannamei.

KESIMPULAN & SARAN


Kondisi perairan sangat berperan
penting terhadap kondisi kesehatan hewan
budidaya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kondisi lingkungan yang buruk
dapat meningkatkan prevalensi infeksi
Gambar 5. Hasil PCR gen ICP11 pada tambak WSSV. Kondisi perairan harus secara ketat
di Malang. dikontrol untuk dapat menjaga kondisi
kualtas air supaya mampu mendukung
kehidupan dan kesehatan organisme
budidaya.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwijaya, D., Supito dan I. Sumantri. 2008.
Penerapan Teknologi Budidaya Udang
Gambar 6. Hasil PCR gen ICP11 pada tambak
Vanname (L. Vannamei) Semi Intensif
di Tulungagung.
Pada Lokasi Tambak salinitas Tinggi.
Media Budidaya Air Payau
Perekayasaan Vol. 7. Halaman 54 – 72.
Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Payau Jepara.
Albert, B.; Johnson, A.; Lewis, J.; Raff, M.;
Robert, K.; Walter, P. 2002. Molecular
Biology of the Cell. 4th edition. Garland
Gambar 7. Hasil PCR gen ICP11 pada tambak Science. New York. ISBN 0815332181
di Gresik (versi online di NCBI Bookshelf).
Amri, K. 2006. Budi Daya Udang Windu
Tambak Malang, Tulungagung dan
Secara Intensif. Cetakan. 6. Agro
Gresik terindikasi mengalami infeksi WSSV
Media Pustaka. Jakarta. 98 hal.
tingkat ringan hingga sedang secara
Badjoeri, Muhammad dan T. Widiyanto.
morfologi. Hal ini didukung oleh hasil analisa
2008. Penggunaan Bakteri Nitrifikasi
PCR yang menunjukkan adanya smear tipis
Untuk Bioremediasi dan Pengaruhnya
pada 207 bp yaitu amplifikasi gen ICP11.
Terhadap Konsentrasi Amonia dan
Penelitian ini mengindikasikan bahwa
Nitrit di Tambak Udang. Jurnal
kualitas air yang kurang baik dapat memicu
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia
munculnya virus patogenik terutama WSSV.
Volume 34 (2) : 261 – 278. ISSN 0125 –
Nilai parameter kualitas air yang melebihi
9830. LIPI. Jakarta.
standard dan kombinasi antar parameter
dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 58
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

Darti dan Iwan, D. 2006. Penebar Swadaya. Vannamei (Litopenaeus vannamei)


http://terdalam.com/2009/01/penyak Sebagai Respon Terhadap Serangan
it-ikan-hias-akibat-lingkungan.html White Spot Syndrome Virus (WSSV).
Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 Artikel. Universitas Airlangga.
pukul 10.58 WIB. Surabaya.
Devi, I.A. 2002. Perifiton sebagai Indikator --------------. 2011b. Pengaruh Serangan
Biologi Kualitas Air di Sungai Citarum WSSV Terhadap Morfologi, Tingkah
Hulu. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Laku dan Kelulushidupan SPF Udang
MIPA UNPAD Jatinangor. Vannamei Indonesia Yang Dipelihara
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Dalam Lingkungan Terkontrol. Journal
2006. Uji Teknologi Budidaya Udang of Biological Researchers. ISSN : 0852
Bebas Penyakit Bercak Putih. Mina – 6834 No. 7F. Universitas Brawijaya.
Bahari, 3 (02): 16-17. Malang.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi --------------------. dan W. Darmanto. 2009.
Pengelolaan Sumber Daya dan Karakter Protein ICP11 Pada DNA
Lingkungan Perairan. Kanisius. Udang Vannamei (Penaeus vannamei)
Yogyakarta. yang Terinfeksi White Spot Syndrome
Escobedo, Bonilla, S. Alday, M. Wille, P, Virus (WSSV). Journal of Biological
Sorgeloos, M.B Pensaert and H.J. Researchers. ISSN : 0852 – 6834 Vol.
Nauwynck. 2008. A Review on The 15 (21 – 24). Universitas Brawijaya,
Morphology, Moleculer Malang.
Characteterization, Morphogenesis Kimball, J.W. 1994. Biologi Jilid I. Alih
and Pathogenesis of White spot Bahasa: Siti Sutarmi, Nawangsari Sugiri
Syndrome Virus. Centro de Penerbit Erlangga, Jakarta.
Investigation Biologicas del Noroeste, Komarawidjaja Wage. 2006. Pengaruh
S.C. Unidad Sonora, Centenario Norte Perbedaan Dosis Oksigen terlarut (DO)
no. 53, Colombia Prados del Pada Degradasi Amonium Kolam
Centenario, Hermosillo, Sonora 82360. Kajian Budidaya Udang. Jurnal
Mexico. Jurnal of Fish Diesase, 31, 1 – Hidrosfer Vol. 1 No. 1 Hal. 32-37 ISSN
18. 1704-1043, Jakarta.
Fatchiyah. 2006. Analisa Biologi Molekuler Kordi, M.G.H. dan A.B.Tancung. 2007.
(Isolasi DNA, PCR dan RFLP, SDSPAGE, Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budi
Immunobloting dan Isoenzym). Tim Daya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Lab Biologi Molekuler dan Seluler JB- Lightner, D. V. 1996. A Handbook of Shrimp
UB Universitas Brawijaya Malang. Pathonology and Diagnostic
Procedures for Diaseses of Cultured
Haliman, R.W., Adijaya D. 2006. Budidaya penaeid Shrimp. The World
Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Aquaculture Society. Baton Rouge,
Jakarta. 74 hal. Louisiana, 70803.USA.
Hartl, D. 1980. Principles of Population Mahardika, K., Zafran dan I. Koesharyani.
Genetiks. Sinauer Associates Inc. 2004. Deteksi White Spot Syndrome
Publisher. Sunderland. Massacushetts. Virus (WSSV) Pada Udang Windu
Kilawati, Y. 2011a. Ekspresi Gen Ketahanan (Penaeus monodon) di Bali dan Jawa
dan Kerentanan Pada Udang Timur Menggunakan Metode
RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE E-ISSN : 2355-9926 59
APRIL-2015 VOLUME 02 NO. 01 http://rjls.ub.ac.id

Polymerase Chain Reaction (PCR). Saiki, R 1998. A Practcal Approac. In Genomic


Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Analisis (ed. KF. Davies) IRL Press at
10 (1): 55-60. oxford United of Kingdom.
Murphy, R.W., Sites Jr, J.w., Buth, D.g., and Soetomo, M. H. A. 2000. Teknik Budidaya
Haufler, C.H. 1990 Protein I, Isozyme Udang Windu. Sinar Baru Algensindo.
Electrophorensis. In Moleculer Bandung.
Systematic (Eds. D.M. Hilliis and C. Toha. Abdul Hamid A. 2001, Deoxybo
Moritz), Sinaeur Associates. Inc, Nucleac Acid. Keanekaragaman,
Sunderland, Massachussets, USA. PP Ekspresi dan Efek Pemanfaatannya.
45-126. Seri Belajar Biokimia. Alfabeta,
Na’im, Rachman. 1996. Teknik Bandung.
Pengembangan Uji Diagnostik Melalui Trobos. 2009. Budidaya Udang Vannamei di
Teknik Molekuler. Jurusan Penyakit Air Tawar
dan Kesehatan Hewan Masyarakat http://www.trobos.com?show_article
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan .php?rid=17&aid=1899 . Diakses pada
Institut Pertanian Bogor. tanggal 09 Mei 2014 pukul 17.56 WIB.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Wang, C. S., Y. J. Tsai, G. H. Kou and S. N.
Logam Berat. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Chen. 1997. Detection of White Spot
Priatni D, M. Alifuddin dan D. Syndrome Disease Virus Infection in
Djokosetiyanto. 2006. Pengaruh Wild Caught Greasyback Shrimp,
Pemanasan pada Temperatur Berbeda Metapenaeus ensis (deHaan) in
Selama 30 Menit terhadap Patogenitas Taiwan. Fish Pathology, 32 (1): 35-41.
White Spot Syndrome Virus (WSSV) Wibowo. 2004. Kinetika Bioakumulasi
pada Udang Windu (Penaeus Logam Berat Cadmium oleh
monodon Fabr.). Jurnal Akuakultur Fitoplankton chlorella sp Lingkungan
Indonesia 5 (1), 5-12 (2006). Perairan laut. Fakultas Farmasi.
Rahman, M, M. 2007. Differences In Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Virulance Between White Spot Yudiati, E., Z. Arifin dan I. Riniatsih. 2010.
Syndrome Virus (WSSV) Isolates And Pengaruh Aplikasi Probiotik Terhadap
Testing Of Some Control Strategis In Laju Sintasan dan Pertumbuhan
ESSV Infected Shrimp. Laboratory of Tokolan Udang Vanamei (Litopeneus
Virology, Department or Virology, vannamei), Populasi Bakteri Vibrio
Parasitology and Immunology Faculty serta Kandungan Amoniak dan Bahan
of Veterinery Medicine Ghent Organik Media Budidaya. Jurnal Ilmu
University, India. 177 hal. Kelautan Volume 15 (3) 153 -158. ISSN
Rustidja. 1996. Pola Warna dan Genetik Ikan 0853 – 7291. Universitas Diponegoro.
Nila. Fakultas Perikanan Universitas Semarang.
Brawijaya. Malang Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Penerbit Andioffset. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai