Anda di halaman 1dari 13

STUDI KASUS

GASTROENTERITIS KRONIS

PADA KUCING LOKAL

Oleh:

I KOMANG BARDA BAGASKARA PUTRA

1209006094

LABORATORIUM PENYAKIT DALAM

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN KLINIK HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
Lembar Pengesahan Kasus

STUDI KASUS

GASTROENTERITIS KRONIS PADA KUCING LOKAL

Dosen Pembimbing Kasus

Drh. I Putu Gede Yudhi Arjentinia, M.Si.

NIP. 19780714 200501 1 002


Lembar Pengesahan Kasus

STUDI KASUS

GASTROENTERITIS KRONIS PADA KUCING LOKAL

Dosen Penguji Kasus Dosen Pembimbing Kasus

Drh. Putu Ayu Sisyawati Putriningsih,SKH., M.sc Drh. I Putu Gede Yudhi Arjentinia, M.Si.
NIP. 1980510 200812 2 005 NIP. 19780714 200501 1 002
Studi Kasus : Gastroenteritis Kronis pada KUCIL LOKAL

(Case report : Chronic gastroenteritis in local cats)

I Komang Barda Bagaskara Putra


Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar-Bali
Telepon : 0361-223791
Email : bagaskara372@gmail.com

ABSTRAK

Kucing lokal mengalami gangguan pencernaan dengan gejala klinis diare


selama 1 bulan dan masih terdapat sisa-sisa makanan. muntah. Kucing juga
mengalami dehidrasi. Selain itu, juga teramati kekurusan dan kerontokan pada
rambut Kucing. Pada pemeriksaan auskultasi daerah abdomen suara peristaltik
usus terdengar lebih cepat . Anus juga teramati cembung dan basah serta terdapat
sisa-sisa feses yang masih menempel. Hasil pemeriksaan natif feses tidak
ditemukan adanya telur cacing atau protozoa saluran cerna. Berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan laboratorium kucing kasus yang
bernama Koming didiagnosa menderita gastroenteritis kronis dikarenakan
malabsorbsi sehingga mengakibatkan malnutrisi. Terapi yang diberikan berupa
pakan yang mengandung kadar lemak dan karbohidrat yang mudah dicerna serta
kandungan protein kualitas tinggi. Pemberian Infuse RL dan infuse glukosa untuk
mengembalikan cairan yang hilang dan penganti makanan bagi kucing yang tidak
mau makan. Pemberian suplemen tambahan untuk menggantikan magnesium, zat
besi, dan vitamin yang hilang juga dapat diberikan. Pemberian cobalamin juga
dilakukan untuk mengatasi defisiensi vitamin B12 . Pemberian sulfatrimetropin
untuk melawan bakteri pada usus agar tidak memperparah infeksi pada usus
ABSTRACT

Local cat has indigestion with clinical symptoms of diarrhea for 1 month and
there are still leftovers. gag. Cats are also dehydrated. In addition, also observed
the thinness and hair loss in Cats. On examination of auscultation of the
abdominal area the peristaltic voice of the bowel sounds more rapidly. Anus is
also observed convex and wet and there are remains of stool that is still attached.
Meanwhile, the monocyte was increased. Overall, based on anamnesa, clinical
observation, and laboratory examination, the dog was diagnosed suffering chronic
gastroenteritis due to malabsorption that causing malnutrition. The dog finally
was given proper diet containing easy-digested fat and carbohydrate, also high
quality protein. Moreover, he also could be given magnesium, iron, and vitamin.
Cobalamine treatment can also possibly given to prohibit deficiency of vitamine
B12. On the top of that, Sulfatrimetropin was given to prohibit secondary
infection caused by bacteria.
PENDAHULUAN

Gastroenteritis adalah istilah umum untuk berbagai macam keadaan yang


biasanya disebabkan oleh infeksi dan menimbulkan gejala-gejala berupa
hilangnya nafsu makan, mual, muntah, diare ringan sampai berat. Secara umum,
gastroenteritis merupakan kelainan klinis yang disebabkan inflamasi mukosa
lambung, difus atau terbatas, dapat akut maupun kronik. Proses inflamasi ini
biasanya terbatas pada mukosa, tidak meliputi seluruh dinding lambung. Proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan usus berkembang
bila mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Didasarkan pada
manifestasi klinis, gastroenteritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat
bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya
tidak saling berhubungan. Gastroenteritis kronik merupakan kelanjutan dari
gastroenteritis akut (Suyono, 2006).

Pada gastroenteritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada lamina


propria dan daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-sel radang kronik, yaitu
limfosit dan sel plasma. Gastroenteritis kronis didefenisikan secara histologis
sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung dan
usus halus. Derajat ringan pada gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis,
yang mengenai bagian sub epitel di sekitar lambung. Kasus yang lebih parah juga
mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya
berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia
intestinal. Penyebab gastroenteritis kronis adalah infeksi (histoplasmosis,
Clostridium perfingens, Salmonella sp., Campylobacter jejuni). Sistem
pemeliharaan yang tidak di kandangkan, memakan pakan atau antigen yang
menyebabkan alergi, perubahan pakan mendadak, bahan pakan yang tidak mudah
dicerna atau malabsorbsi serta mengandung lemak tinggi dapat mengakibatkan
gastroenteritis kronis. Anjing ras besar sering mengalami ini (Ettinger, 1995).
Tanda dan gejala gastroenteritis kronis, nyeri yang menetap pada daerah
abdomen, vomitus biasanya berwarna hijau (bercampur empedu) dan berisi pakan
yang belum tercerna, ada bercak darah, atau darah yang terdigesti (coffe grounds).
Gejala yang lain adalah berat badan turun, anoreksia, melena dan diare. Kondisi
tubuh buruk berkaitan dengan maldigesti, malabsorbsi atau hilangnya protein
entropati. Keluhan yang berhubungan dengan anemia (Endang, 2012, dan Greiner,
1983).

Penyakit gastroenteritis kronis ini dapat berakibat hilangnya berat badan


(Kaheksia) pada hewan penderita. Hewan yang mengalami kaheksia
menyebabkan turunya kekebalan tubuh dan mudah terserang penyakit virus,
bakteri atau parasit sehingga penting untuk menambah pengetahuan dan cara
penanganan gastroenteritis kronis. (Shaw, 2006)

REKAM MEDIK
Signalement
Kucing ras lokal yang diperiksa pada hari senin, 23 Oktober 2017 bernama
Koming. Kuning berwarna Putih milik Ibu Sutia yang beralamat di Jalan Tukad
Pekerisaan Panjer. Koming berjenis kelamin betina dan berumur dua tahun
memiliki bobot badan 2,5 kg.

Anamnesa

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pemilik, kucing bernama


Koming mengalami diare cair seperti urin berwarna kekuningan selama 1 bulan.
Kucing mengalami penurunan nafsu makan, kurus dan rambutnya rontok. Pakan
yang diberikan untuk kucing berupa pakan basah sisa atau basi. Ibu Sutia
memelihara 2 kucing di rumahnya, kucing yang satunya tidak menimbulkan
gejala yang sama dengan koming. Sistem pemeliharaan kucing di rumah Ibu Sutia
tidak ada yang dikandangan

Gejala Klinis
Kucing terlihat tidak aktif dan mengalami diare selama 1 bulan dengan
konsistensi seperti cairan berwarna kekuningan. Kucing juga memperlihatkan
gejala muntah. Kucing juga mengalami dehidrasi yang terlihat dari turgor kulit
yang terlambat kembali seperti semula, serta CRT yang lambat. Selain itu teramati
kekurusan dan kerontokan pada rambut kucing.
Pemeriksaan Fisik
Tabel 1. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan menghasilkan data

No Jenis Pemeriksaan Keterangan


1 Temperatur 39,6oC
2 Frekuensi denyut Jantung 100 kali/menit
3 Frekuensi Pulsus 84 kali/menit
4 Frekuensi Respirasi 56 kali/menit
5 CRT >2 detik
6 Kulit dan Kuku Tidak Normal
7 Anggota Gerak Normal
8 Muskuloskeletal Normal
9 Syaraf Normal
10 Sirkulasi Normal
11 Urogenital Tidak Normal
12 Respirasi Tidak Normal
13 Pencernaan Tidak Normal
Suara peristaltik usus terdengar 22 kali/menit pemeriksaan auskultasi
daerah abdomen. Anus juga teramati basah serta terdapat sisa-sisa feses yang
masih menempel. Kucing memiliki tubuh yang kurus (Gambar 1).

Gambar 1. Kucing kasusa (Koming)

Keterangan : Feses warna merah kekuningan (panag biru), urinya berwarna putih
kekuningan (panah warna merah)
Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan feses dilakukan dengan metode natif. Pemeriksaan


dilakukan dengan feses diletakan di atas object glass kemudian ditambahkan
satu tetes aquades dan dicampur hingga homogen. Ditutup dengan cover glass
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Hasil pemeriksaan natif feses tidak
ditemukan adanya telur cacing atau protozoa saluran cerna.

2. Pemeriksaan Hematologi Rutin

Tabel 2. Hasil pemeriksaan darah rutin

No Parameter Hasil Nilai Rujukan Interpretasi


1 Hemoglobin (g/dl) 9,6 12-18 Anemia
2 Leukosit (103/µl) 5,89 6-17 Leukositopenia
3 Eritrosit (106/µl) 5,81 5-8.5 Normal
4 Trombosit (103/µl) 63 200-500 Trombositopenia
5 Hematokrit (%) 29,08 37-55 Anemia
6 MCV (fl) 50 60-77 Mikrositik
7 MCH (pg) 16,5 19.5-24.5 Anemia
8 MCHC (%) 32,9 31-34 Normokromik
9 Neutrofil (%) 69,5 62-87 Normal
10 Eosinofil (%) 3,0 0-8 Normal
11 Basofil (%) 0,2 0-2 Normal
12 Limfosit (%) 22,6 12-30 Normal
13 Monosit (%) 4,8 2-4 Monositosis
Rujukan menurut Anggayasti, 2007
Diagnosis
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan laboratorium
kucing kasus yang bernama “Koming” didiagnosa menderita gastroenteritis
kronis.

Diagnosa Banding

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis diangnosa banding kucing


kasus yaitu Ancilostomiasis, Parvo Virus, Toxoplasma Gondii, Toxocara Cati.
Prognosis

Prognosis dari kasus ini adalah dubius. Prognosis ini bersarkan kondisi
tubuh kucing, anamnesa, dan gejala klinis yang diperoleh.

Terapi

Terapi yang dapat diberikan untuk kasus Kucing ini dapat diberikan pakan
yang mengandung kadar lemak dan karbohidrat yang mudah dicerna
sertakandungan protein kualitas tinggi. Pemberian Infuse RL dan infuse glukosa
untuk mengembalikan cairan yang hilang dan penganti makanan bagi kucing yang
tidak mau makan. Pemberian suplemen tambahan untuk menggantikan
magnesium, zat besi, dan vitamin (Biodin) yang hilang juga dapat diberikan. Pada
gastroenteritis kronis pemberian cobalamin juga perlu dilakukan. Pemberian
sulfatrimetropin untuk melawan bakteri pada usus agar tidak memperparah infeksi
pada usus (Simpson et al. 1989).

PEMBAHASAN

Pada tanggal 23 Oktober 2017, Kucing ras local yang berjenis kelamin
betina yang bernama Koming dengan berat badan 2,5 kg, dibawa ke bagian
Penyakit Dalam, Rumah Sakit Hewan Sesetan oleh pemilik yaitu Ibu Sutia.
Pemilik menyampaikan bahwa Kucing penah ditinggal selama 3 minngu pulang
kampung. Hewan kasus ini sangat manja dan slalu di kasi makan oleh pemiliknya,
karena ditinggal 3 minggu kemungkinan kucing ini tidak makan atau mencari
makan yang tidak layak dimakan. Pakan yang diberikan untuk Koming berupa
pakan basah sisa atau basi. Menurut Subronto (2013) Konsumsi makanan basi
dapat mengakibatkan radang pada mukosa lambung dan usus. Gejala klinis umum
yang terlihat mengalami diare selama 1 bulan dengan konsistensi seperti bubur
berwarna merah. Kucing juga memperlihatkan gejala muntah. Kucing juga
mengalami dehidrasi yang terlihat dari turgor kulit yang terlambat kembali seperti
semula, serta CRT yang lambat. Selain itu, juga teramati kekurusan dan
kerontokan pada rambut anjing. Menurut Tolibin (2008) gejala klinis hewan yang
mengalami gangguan pencernaan adalah dehidrasi, diare disertai dengan
penurunan berat badan . Menurut Stanton (1989) Kerontokan bulu pada anjing
dikarenakan defisiensi vitamin dan mineral, defisiensi ini dikarenakan saluran
pencernaan mengalami infeksi sehingga mengganggu penyerapan nutrisi makanan
oleh usus.

Hasil pemeriksaan fisik Kucing menunjukkan suhu tubuh 39,4oC.


Frekuensi denyut jantung 100 x/menit, pulsus 84 x/menit, respirasi 56 x/menit dan
CRT > 2 detik. Dari status present tersebut Kucing mengalami peningkatan suhu
dikarenakan ada infeksi pada saluran pencernaanya. Menurut Bodie (1962) suhu
normal anjing adalah 37,6 – 39,4 Peningkatan frekuensi detak jantung, pulsus dan
respirasi dikarenakan pergerakan Rimba sangat aktif (Lorenz, 1983). Pada
auskultasi abdomen, terdengar suara peristaltic usus 22 kali dalam satu menit,
suara peristaltik usus normal terdengar 5-20 kali dalam satu menit. Anus teramati
cembung dan basah, pada bulu daerah anus terdapat sisa-sisa feses yang
menempel. Menurut Tolibin (2008) peningkatan suara peristaltik dan kelainan
pada anus disebabkan karena hewan mengalami diare.
Pemeriksaan laboratorim diperlukan untuk peneguhan diagnosa lebih
lanjut. Pemeriksaan feses dengan metode natif dan pemeriksaan hematologi rutin
adalah dua pemeriksaan laboratorium yang dilakukan. Pemeriksaan feses
dilakukan untuk mengetahui jenis cacing yang menginfeksi saluran cerna.
Pemeriksaan feses dilakukan dikarenakan menurut Subronto (2001) gejala klinis
pada kucing mirip dengan gejala hewan yang terinfeksi cacing saluran
pencernaan. Hasil negatif didapat pada pemeriksaan feses yang mengindikasikan
tidak adanya cacing pada saluran pencernaan kucing. Selanjutnya pada
pemeriksaan hematologi rutin, hasil pemeriksaan darah ini berkorelasi dengan
penyakit usus seperti anemia kronis yang ditandai dengan mikrositik atau
peradangan kronis yang ditandai dengan normokromik, dan monositosis terkait
dengan penyakit radang usus, enteropati, dan neoplasia, pada anjing dan kucing
(Aiello, 2000).
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan laboratorium
kucing didiagnosa menderita gastroenteritis kronis dengan prognosis dobius.
Gastroenteritis kronis adalah radang yang dikarenakan dengan terjadinya erosi
pada mukosa lambung dan usus. Radang pada mukosa lambung dan usus dapat
disebabkan oleh agen penyakit infeksius seperti bakteri, virus parasit dan dapat
disebabkan oleh iritasi dari benda asing (Subronto, 2013). Differensial diagnosa
dari kasus ini adalah maldigesti. Maldigesti adalah penyakit yang menyebabkan
gangguan dan kerusakan pada sistem pencernaan. Maldigesti disebabkan oleh
adanya obstruksi saluran empedu, dan penyakit lambung (hyperacid). (Twedt,
1983).

Pada gastroenteritis kronis pemberian cobalamin juga perlu dilakukan . Pada


sindroma gastroenteritis kronis sangat rentan terjadinya defisiensi vitamin B12,
sehingga pemberian cobalamin juga perlu dilakukan. Cobalamin terdiri dari cincin
porfirin dengan satu atom Co, basa dimetilbenzimidazol, ribose, dan asam folat.
Penambahan gugus –CN pada cobalamin menghasilkan sianokobalamin,
sedangkan penambahan gugus –OH menghasilkan zat yang dinamakan
hidroksikobalamin. Defisiensi cobalamin dapat mengakibatkan penyakit fatal
yang dikenal sebagai anemia pernisiosa. Dosis pemberian cobalamin untuk anjing
dengan berat 20-30 kg adalah 800 µg secara SC (Simpson et al. 1989). Pemberian
sulfatrimetropin untuk melawan bakteri pada usus agar tidak memperparah infeksi
pada usus (Simpson et al. 1989).

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan anamnesa, gejala klinis, dan hasil pemeriksaan, anjing bernama
Koming didiagnosa mengalami gastroenteritis kronis. Diagnosa diambil kerena
ditemukannya sisa makanan yang tidak tercerna sempurna pada pemeriksaan feses
dan terjadinya kekurusan dan kerontokan pada rambut anjing. Pada uji
laboratorium hematologi rutin terjadi penurunan leukosit, trombosit, PCV, MCV,
MCH dan MCHC serta terjadi peningkatan pada Monosit. Pemberian
sulfatrimetropin untuk melawan bakteri pada usus agar tidak memperparah infeksi
pada usus.

Pemberian pakan pada pasien atau hewan penderita gastroenteritis kronis


perlu diperhatikan dikarenakan kesalahan pada pemberian jenis pakan dapet
memperparah penyakit. Sistem pemeliharaah hewan yang tidak dikandangkan
juga tidak disarankan pada hewan penderita karena pemilik tidak dapat
mengontrol jenis pakan yang di konsumsi oleh peliharaanya.
DAFTAR PUSTAKA

Aiello. 2000. The Merck Veterinary Manual. Edisi ke-8. White house station.USA
Anggayasti, G.W. 2007. Skripsi Gambaran Hematologi Anjing Pelacak
Operasional Ras Labrador Retriever di Subdit Satwa Polri Depok.
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company.
Endang, L., Puspadewi, V.A. (2012). Penyakit Maag dan Gangguan Pencernaan:
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Ettinger SJ, Feldman EC. 1995. Textbook of Veterinary Internal Medicine (4th
ed.). W.B. Saunders Company. Philadelphia
Greiner, T.P., R.G. Johnson, C.W. Betts. 1983. Diseases of the Rectum and Anus.
in : Text Book of Veterinary Internal Medicine. Disease of the Dog and
Cat. Editor Ettinger. 2nd Edition. W.B. Saunders. Philadelphia.
Lorenz, M.D. 1983. Diseases of the Large Bowel. in : Text Book of Veterinary
Internal Medicine. Disease of the Dog and Cat. Editor Ettinger. 2nd
Edition. W.B. Saunders. Philadelphia
Shaw, J., Alberti, G., Zimmet, P., 2006. The IDF consensus worldwide definition
of the metabolic syndrome. International Diabetes Federation,
Simpson R. L. Allesio, M. Leck, V. Thomas Parker,. 1989. Seed Banks: General
Concepts and Methodological Issue . Ecology of Soil Seed Banks.
Academis Press Inc. San Diego California. USA.
Stanton ME, Ronald BM. 1989. Gastroduodenal ulceration in dogs: retrospective
study of 43 cases and literature review. J Vet Intern Med ; 3: 238
Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Subronto. 2013. Ilmu Penyakit Hewan Kesayangan (Anjing dan kucing). Gajah
Mada University Press. Yogyakarta
Suyono S. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: Pusat penerbitan
Ilmu Penyakit dalam FK UI.
Tolibin. I. 2008. Parasit Penyebab Diare pada Sapi Perah FH di Kabupaten
Bandung dan Sukabumi Jawa Barat. Semiloka Nasional Prospek Industri
Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020.
Twedt, D.C., W.E. Wingfield. 1983. Diseases of Stomach. in : Text Book of
Veterinary Internal Medicine. Disease of the Dog and Cat. Editor
Ettinger. 2nd Edition. W.B. Saunders. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai