Anda di halaman 1dari 91

ISSN 1978-6514

Vol. 7 No. 1, Desember 2013

DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab : Dra. Ani Leilani, M.Si

Redaktur : Ir. Iis Jubaedah, M.Si

Editor : Dr. Ir. Azam Bachur Zaidy, MS


Dr. Ir. O.D. Subhakti Hasan, M.Si
Dr. Ir. Andin H Taryoto, MS
Dr. Ir. Lenny Stansye Syafei, MS
Drs. Walson H Sinaga, M.Si
Drs. Asep Akhmad Subagio, MM
Iskandar Musa, A.Pi, MM
Abdul Hanan, SP, M.Si

Desain Grafis/Fotografer : Dra. Sobariah, MM


Yuke Eliyani, S.Pi, M.Si
Alvi Nur Yudistira
Sujono

Sekretariat : Muh. Patekai, S.St.Pi

Alamat Redaksi
Sub Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UPPM)
STP Jurusan Penyuluhan Perikanan
Jl. Cikaret No. 2 PO BOX 155, Bogor Selatan, Bogor 16001
Telp. (0251) 8485231, Fax. (0251) 8485169
e-mail:jurluhkan@dkp.go.id

i
Vol. 7 No. 1, Desember 2013

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN


JURUSAN PENYULUHAN PERIKANAN BOGOR

J. Penyuluhan Volume Nomor Halaman Bogor ISSN


Perikanan 7 1 1 - 81 Desember 1978-6514
2013

ii
Vol.7 No. 1, Desember 2013

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… iii

ANALISIS TINGKAT ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN LELE


SANGKURIANG PADA ANGGOTA KELOMPOK RANCA KEMBANG
DI KECAMATAN CIPANAS KAB. LEBAK PROVINSI BANTEN
Abdul Hanan, Walson H Sinaga, Nayu Nurmalia, Ani Leilani ....................... 1 – 15

PERSEPSI PELAKU USAHA PERIKANAN TERHADAP KINERJA PENYULUH


PERIKANAN
Nayu Nurmalia, Ani Leilani, Azam B. Zaidy................................................... 16 – 25

KAJIAN KUALITAS PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA UDANG DI KABUPATEN


SUBANG
Iis Jubaedah, Dinno Sudinno dan Pigoselpi Anas ....................................... 26 – 40

PENGARUH PENGUNAAN PROBIOTIK Lactobacillus brevis DAN PREBIOTIK


OLIGOSAKARIDA (Fructooligosakarida-Galaktoologosakarida)TERHADAP
GAMBARAN DARAH PATIN SIAM (Pangasionodon hypophtalmus) YANG
DIINFEKSI Aeromonas hydrophila
Yuke Eliyani, Widanarni, Dinamella Wahjuningrum ..................................... 41 - 52

ANALISIS MARGIN PEMASARAN IKAN HIAS PADA ENAM PASAR


DI KOTA/KABUPATEN BOGOR
Sobariah , Ganjar Wiryati, A.A. Subagio ...................................................... 53 – 63

ANALISIS KEBERADAAN DAN KEMANFAATAN SITU DI JABODETABEK


Andin H. Taryoto ............................................................................................ 64 – 71

ANALISIS STRUKTUR PASAR PADA PEMASARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio L)


DI KELOMPOK MINA SAMPAN KAYU KEC. KINTAMANI KAB. BANGLI
PROVINSI BALI
M. Harja Supena ............................................................................................... 72 - 81

iii
ANALISIS TINGKAT ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN
LELE SANGKURIANG PADA KELOMPOK RANCA KEMBANG
DI KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN LEBAK

Oleh:
Abdul Hanan, Walson H Sinaga, Nayu Nurmalia, Ani Leilani
Dosen Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan

ABSTRAK

Pengalaman usaha bidang perikanan pada responden berhubungan erat sapai


pada pada tahap mencoba inovasi, sedangkan tingkat keinovatifan responden
berhubungan erat sampai pada tingkat menerapkan inovasi yang dianjurkan. Umur
responden. Lama pendidikan, dan tingkat kekosmopolitan tidak berhubungan erat
dengan tingkat adopsi inovasi ikan lele sangkuriang.Peranan penyuluh perikanan
sangat berhubungan erat sampai tahap mencoba dan berhubungan erat pada tahap
menerapkan para responden terkait inovasi yang dianjurkan yaitu budidaya ikan lele
sangkuriang pada kolam terpal. Sedangkan peranan ketua kelompok sangat
berhubungnha erat sampai tahap menilai inovasi yang dianjurkan bagi para
responden. Peranan dinas perikanan dan peranan media massa kurang berhubungan
erat dengan tingkat adopsi budidaya ikan lele sangkuriang pada kolam terpal.
Karakteristik inovasi berupa keuntungan relatif budidaya ikan lele sangkuriang
dibandingkan inovasi lainnya (budidaya pertanian), keselarasan dengan kondisi
lingkungan responden berhubungan sangat erat sampai pada tahap minat responden
pada inovasi tersebut. Budidaya ikan lele sangkuriang dianggap tidak rumit
diterapkan/dipraktekan oleh responden sangat berhubungan erat bagi responden untuk
berminat dan sampai menghitung untung rugi dari inovasi tersebut (tahap minat).
Budidaya ikan lele sangkuriang dengan karakteristik yang mudah diamati hasilnya
oleh responden berhubungan erat pada tahap minat pada responden dan berhubungan
sangat erat pada tahap mencoba. Namun demikian berdasarkan hasil analisis ciri
inovasi teknologi budidaya ikan lele sangkuriang pada kolam terpal dengan ciri yang
mudah dan cepat diamati yang berhubungan sangat erat kecepatan adopsi sampai
tahap mencoba, sedangkan ciri inovasi lainnya baru sampai rata-rata pada tahap
mminat.

Kata kunci :

1
PENDAHULUAN untuk pertama kali diperkenalkan dan
diberikan percontohan oleh STP Jurusan
Latar Belakang Penyuluhan Perikanan Bogor pada tahun
Difusi inovasi pada dasarnya 2011. Satu tahun sejak inovasi tersebut
adalah peningkatan kualitas sumberdaya didifusikan tingkat adopsinya dari
manusia perikanan melalui upaya masing-masing pelaku utama perikanan
peningkatan perubahan pengetahuan dan (pumakan) berbeda tingkatakannya.
keterampilan serta pemberian motivasi Hal-hal yang mempengaruhi kecepatan
melalui kegiatan penyuluhan periknan. adopsi para pumakan diantaranya
Penyuluhan perikanan adalah pendidikan karakteristik internal pumakan,
non formal yang ditujukan kepada karanteristik eksternal pumakan serta
masyarakat khususnya nelayan, karakteristik dari inovasi yang
pembudidaya dan pengolah hasil ditawarkan.
perikanan beserta keluarganya untuk
meningkatkan pengetahuan, Tujuan dan Manfaat Penelitian
keterampilan, sikap dan motivasi dalam Adapun tujuan penelitian ini adalah:
bidang perikanan. Kegiatan penyuluhan a) Menjelaskan hubungan karakteristik
diharapkan mampu mendorong internal pumakan dengan tingkat
terwujudnya masyarakat perikanan yang adopsi budidaya ikan lele kolam
lebih baik (beter farming), menuju terpal
kehidupan yang lebih layak (beter b) Menjelaskan hubungan karakteristik
community), berusaha yang lebih eksternal pumakan dengan tingkat
menguntungkan (beter bussines), dan adopsi budidaya ikan lele kolam
hidup lebih sejahtera (beter living). terpal
Kecamatan Cipanas Kabupaten c) Menjelaskan hubungan karakteristik
Pandeglang merupakan suatu wilayah inovasi dengan tingkat adopsi
yang telah dilakukan difusi inovasi budidaya ikan lele kolam terpal
budidaya ikan lele pada kolam terpal. Penelitian ini diharapkan dapat
Pada awal kegiatan yang menjadi memberikan manfaat
sasaran difusi inovasi budidaya ikan lele antara lain:
sangkuriang sebanyak 25 orang a) Memberikan kontribusi bagi
penduduk yang mewakili tiap desa. pengembangan ilmu dan teknologi
Untuk melihat sampai sejauh mana terutama yang berkaitan dengan
tingkat adopsi ke 25 orang tersebut dan difusi inovasi teknologi
maka diperlukan pengkajian tingkat b) Memberikan masukan dan saran
adopsi inovasi sampai dua tahun terakhir bagi program penyuluhan terkait
ini. dengan materi dan metode
penyuluhan.
Kecepatan adopsi suatu inovasi
yang disampaikan kepada masyarakat di KERANGKA PIKIR DAN
Kecamatan Cipanas kabupaten HIPOTESIS
Pandeglang merupakan fenomena yang
menarik, dikarenakan inovasi budidaya Terdapat beberapa faktor yang
ikan lele sangkuriang pada kolam terpal berhubungan dengan tingkat adopsi pada
2
sistem sosial suatu kelompok. Faktor- karakteristik inovasi. Berdasarkan hal
faktor tersebut yaitu faktor internal tersebut disusn suatu kerangka pikir
pumakan, faktor ekternal pumakan dan seperti pada Gambar 1.

KARAKTERISTIK INTERNAL
 Umur (X1-1)
 Tingkat Pendidikan Formal (X1-2)
 Pengalaman usaha Usaha (X1-3)
 Kekosmopolitan (X1-4)
 Keinovatifan (X1-5)
KARAKTERISTIK
EKSTERNAL Tingkat
Adopsi Inovasi
 Peranan Penyuluh (X2-1) (Y)
 Peranan Ketua Kelompok (X2-2)
 Peranan Dinas (X2-3)
 Peranan Media masa (X2-4)
KARAKTERISTIK INOVASI
 Keuntungan relatif (X3-1)
 Kompatibilitas/keselarasan (x3-2)
 Kompleksitas/kerumitan (x3-3)
 Dapat Dicoba (x3-4)
 Bisa diamati (x3-5)

Hipotesis berdasarkan gambar di atas orang pumakan yang telah mendapatkan


penyuluhan budidaya ikan lele
1. Terdapat hubungan yang nyata sangkuriang.
antara karakteristik internal Data yang dikumpulkan terdiri
dengan tingkat adopsi inovasi dari data primer dan data sekunder. Data
2. Terdapat hubungan yang nyata primer dikumpulkan dengan wawancara
antara karakteristik eksternal kepada pelaku utama pembudidaya ikan
dengan tingkat adopsi inovasi lele menggunakan daftar pertanyaan
3. Terdapat hubungan yang nyata (kuisioner) yang telah disiapkan, dan
antara karakteristik inovasi dilakukan juga wawancara mendalam
dengan tingkat adopsi inovasi. (indepth interview) dengan ketua
kelompok, Penyuluh Perikanan, dan
METODE PENELITIAN Kepala Desa. Data sekunder
dikumpulkan dari Badan Pelaksana
Penelitian ini dilakukan di Penyuluhan kabupaten dan Balai
Kelompok Ranca Kembang Kecamatan Penyuluhan di Kecamatan.
Cipanas, Kabupaten Lebak Provinsi
Banten yang dilakukan selama 4
minggu pada Bulan Desember 2011.
Sampel pada penelitian ini adalah 25

3
ANALISA DATA Rangkasbitung, Bogor dan Jakarta.
Prasarana jalan cukup memadai dengan
Analisa data dilakukan secara fasilitas aspal sampai ke desa-desa.
deskriftif, analisa kualitatif dilakukan Sumberdaya Manusia yang
untuk semua tujuan penelitian, analisa berpendidikan, terdapat kelompok-
kuantitatif dilakukan untuk menguji kelompok pelaku utama dan sudah
hipotesis yang diajukan. terdapat UPR serta CPIB dalam rangka
karakteristik internal dan mendukung keiatan usaha yang ada
karakteristik eksternal serta karakteristik dilokasi tersebut. Namun beberapa
inovasi diukur dengan menggunakan kelemahan yang terdapat dilokasi
distribusi frekuensi dan nilai tengah. tersebut adalah mental usaha para
Untuk mengetahui hubungan antar pembudidaya masih rendah dan kegiatan
peubah dilakukan analisis hubungan usaha belum berorientasi kepada
dengan koefisien korelasi Spearman, bisnis/usaha, masyarakat cenderung
sebagai uji korelasi bagi data non cepat bosan dengan kegiatan yang
parametrik. dijalankan dan ketika mengalami suatu
kegagalan pembudidaya cenderung tidak
HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki sebuah motivasi lagi untuk
melanjutkan kembali kegiatan usahanya.
Gambaran Umum Lokasi Dukungan pemerintah dalam hal
Lokasi penelitian merupakan penjaminan terhadap kegiatan usaha
Kegiatan adalah Lokasi yang memiliki masih kurang sehinga para investor-
kegiatan teknis dan sosial ekonomi di investor jarang sekali bahkan tidak ada
bidang perikanan yang berada di yang berani masuk untuk menanam
Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak investasi di lokasi tersebut. Upaya yang
Provinsi Banten. Kondisi lokasi tersebut dilakukan dalam trangka mengatasi
memiliki peluang dalam rangka permasalah tersebut STP Jurluhkan
mendukung pengembangan usaha yakni bogor melakukan kegiatan antara lain:
memiliki Sumberdaya alam dan irigasi
teknis yang cukup baik, kolam untuk Karakteristik Internal Responden
kegiatan budidaya berkisar 30 ha dan Karakteriktik internal responden
350 ha sawah yang merupakan irigasi penelitian yaitu umur, lama pendidikan,
teknis. Peluang pasar masih cerah, hal lama pengalaman usaha, tingkat
ini ditandai dengan pemenuhan kekosmopolitan dan tingkat keinovatifan
kebutuhan pasar di lokasi tersebut masih yang dianalisis dengan pengkatagorian,
disuplai atau dipenuhi dari daerah luar. pedrsentase, interval dan rata-rata ,
Lokasi termasuk strategis, dekat dengan seperti pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Sebaran Karakteriktik Internal
NO KARAKTERISTIK KATAGORI PERSENTASE INTERVAL RATA-
(N=30) RATA
Muda (<30,5 23,3
1 UMUR th) 63,3 24-67 th 42,3 th
Sedang (30,5- 13,4
54,1th)
Tua
(>54,1th)
Rendah 10,0
2 LAMA PENDIDIKAN (<4,5th) 63,4 3-12 TH 7,8 TH
Sedang (4,5- 26,6
7,9th)
Tinggi
(>7,9th)
Rendah (< 1,1 40,0
3 PENGALAMAN bln) 50,0 1-7 bulan 52,2
USAHA Sedang (1 – 3,7 10,0 bulan
bln))
Tinggi (> 3,7
bln))
Rendah (<1,5) 13,3
4 TINGKAT Sedang ( 1,5- 73,4 1-2,3 1,9
KEKOSMOPOLITRAN 2,3) 13,3
Tinggi
(>2,3)
Rendah (<1,8) 6,7
5 TINGKAT Sedang ( 1,8- 80,0 1-2,3 2,0
KEINOVATIFAN 2,2) 13,3
Tinggi
(>2,3)

Ciri-ciri pelaku utama perikanan Pada Tabel 1 memperlihatkan


berkaitan erat dengan keputusan adopsi bahwa umur responden 63,3% pada
inovasi. Ciri-ciri dimaksud meliputi: kisaran umur sedang (30,5-54,1 tahun)
(Roger & Soemaker,1987): (1) dengan rata-rata 42,3 tahun, Kisaran
karakteristik sosio ekonomik antara lain: umur tersebut merupakan usia produkstif
pendidikan, mobilitas sosial, ukuran dalam berusaha, dalam arti dari segi fisik
usaha, orientasi usaha dan sikap terhadap punya kemampuan untuk melakukan
inovasi; (2) varibel personalitas antara usaha perikanan. Dari segi pendidikan
lain: motivasi meningkatnya taraf hidup hanya 43,3 % para responden yang
serta aspirasi terhadap pendidikan dan tamat Sekolah dasar, dan sebanyak 10%
pekerjaan; (3) perilaku komunikasi mengikuti pendidikan di bawah 5 tahun.
antara lain: partisipasi sosial, Pengalaman berusaha pada
komunikasi interpersonal dengan katagori sedang sekitar 50% punya
anggota dan bukan anggota sistem pengalaman 1-3,7 bulan, lamanya
sosial, kontak dengan agen pembaharu. pengalaman tersebut berarti para

5
responden belum melakukan panen. suatu inovasi dikenal 5 (lima) golongan
Namun demikian sekitar 10% responden adopter yaitu (1) Inovator disebut juga
pengalaman usaha tergolong tinggi golongan perintis atau pelapor.
berarti ada yang sudah melakukan usaha Golongan perintis ini jumlahnya tidak
budidaya ikan lele sampai panen. banyak dalam masyaraka, dan dilokasi
Tingkat kekosmopolitan adalah penelitian baru terdapat 2 orang.
kinerja pelaku utama perikanan dalam Karakteristik golongan ini antara lain:
mencari informasi ke luar gemar, mencoba, inovasi dan rata-rata
lingkungannnya, baik ke sesama pelaku pada masyarakatnya pada umumnya
utama perikanan, ke penyuluh dan berpartisipasi aktif dalam
kelembagaan penyuluhan perikanan penyebarluasan inovasi. (2) Early
maupun intansi dan lembaga lain yang Adopter dsebut juga golongan pengetrap
terkait dengan usaha yang akan dini.
dijalankan. Hasil penelitian Golongan ini mempunyai tingkat
menunjukkan bahwa sebanyak 86,7% pendidikan yang tinggi, gemar membaca
responden termasuk yang tingkat buku, suka mendengar radio, memiliki
kekosmopolitannya cukup, namun tidak faktor produksi non lahan yang relatif
ada responden dengan tingkat katagori komplit. Hasil penelitian menunjukkan
yang tingkat kekosmopolitannya tinggi. ada sekitar 26,6 % (sekitar 5 orang)
Hal tersebut menunjukkan para termasuk katagori early adopter. (3)
responden cukup baik dan sering Early Mayority dsebut juga golongan
mencari informasi untuk keputusan Pengetrap awal. Golongan ini pada
adopsi inovasi yang telah didifusikan. umumnya mempunyai tingkat
Keinovafan responden juga pendidikan rata-rata seperti anggota
sebanyak 80% katagorinya cukup, masyarakat lainnya, dapat menerima
artinya para responden cukup baik inovasi selama inovasi tersebut
dalam menerima dan mau memberikan keuntungan kepadanya
mengaplikasikan inovasi yang hasil penelitian ada sekitar 63,3% di
diterimanya. Hasil pengamtan di lokasi penelitian. (4)n Late Mayority
lapangan menunjukkan bahwa para disebut juga golongan Pengetrap akhir.
responden cukup aktif mengikuti Golongan ini ada sekitar 13,4% pada
kegiatan usaha yang dikelola oleh umumnya berusia lanjut dan memilki
kelompok, dan menyempatkan untuk tingkat pendidikan rendah, status sosial
hadir pada waktu ada kegiatan ekonominya sangat rendah dan lambat
penyuluhan. Namun demikian tingkat menerapkan inovasi. (5) Laggard
adopsi di tingkat individu masih dseburt juga Golongan Penolak
tergolong rendah. Golongan penolak ini pada umumnya
Sehubungan dengan data tersebut usia lanjut, jumlahnya sangat sedikit dan
dapat dijelaskan bawa ada korelasi tingkat pendidikannya sangat rendah
antara umur, pendidikan, tingkat bahkan buta huruf, status sosial
kekosmopolitan, dan keinovatifan eknominya sangat rendah, tidak suka
dengan kecepatan adopsi. Roger dan terhadap perubahan-perubahan. Pada
Shoemaker (1987 ) menjelaskan penelitian termasuk yang tingkat
berdasarkan kecepatan adopsi terhadap
6
keinovatifannya rendah yaitu sekitar dupekuat oleh van Den Ban (1985)
6,3%. dijelaskan seperti pada Tabel 2.
Berdasarkan penjelasaan dari
Roger dan Shomaker tersebut yang

Tabel 2. Karkteristik Sosial Ekonomi pada Berbagai Kategori Adopter.


Variabel Inovator Early Adaptor Early Late Laggard
Mayority Mayority
Umur Setengah Umur Muda Setangah Muda sampai Tua
Umur tua tua
Pendidikan Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah
Sekali
Sedang Kurang
Ekonomi Baik Baik sampai baik Kurang sekali
Status Sosial Sedang Paling
Tinggi Sedang sampai baik Rendah rendah
Pola Kosmopolit Kosmopolit Cendrung Lokalita Sangat
Hubungan Lokalita lokalita

Karakteristik Eksternal Responden


Karakteriktik eksternal responden penelitian yaitu peranan penyuluh, peranan
ketua kelompok, peranan dinas teknis dan peranan media masa, seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran Karakteriktik External


NO KARAKTERISTIK KATAGORI PERSENTASE INTERVAL RATA-
(N=30) RATA
Peranan Penyuluh Rendah (< 0,83 ) 0
1 Sedang(0,83– 2,27) 90 1,6 – 2,9 2,05
Tinggi (> 2,27) 10
Peranan Ketua Rendah (< 1,85) 6,6
2 Kelompok Sedang(1,85– 2,33) 83,4 1,7 – 2,9 2,09
Tinggi (> 2,33) 10
Peranan Dinas Rendah (< 1,1) 50
3 Sedang (1,1 – 2,0)) 46,7 1 – 2,4 1,54
Tinggi (> 2,0)) 13,3
Peranan Media masa Rendah (< 1,08) 16,6
4 Sedang(1,08– 1,64) 66,8 1-2 1,36
Tinggi (> 1,64) 16,6

Pada Tabel 3 memperlihatkan terhadap keberhasilan kelompok sebagai


hanya 10% yang menyebutkan peranan unit belajar karena inovasi dari penyuluh
penyuluh tinggi. Terkait peranan diperbincangkan dahulu oleh para
penyuluh Hariandi (2011) menjelaskan anggota kelompok dalam proses
faktor penyuluhan tidak berpengaruh interakasi. Namun demkian sebanyak

7
90% responden menyatakan peranan pada pelaku utama. Peranan media masa
penyuluh perikanan cukup tinggi, diakui sedang oleh sebanyak 66,6%
demikian pula peranan ketua kelompok respoinden, dan yang menyatakan
dinilai tinggi dalam mendifusikan peranan rendah dan tinggi sama diakui
budidaya ikan lele sangkuriang yang oleh 16,6% responden. Dengan
diakui oleh 83,4 responden, hal tersebut demikian karanteristik ekternal pelaku
juga dijelaskan oleh hariadi (2011) utama perikanan yaitu peranan
bahwa di dalam sebuah kelompok, penyuluh perikanan, peranan ketua
pelaku utama yang lebih maju dan lebih kelompok, peranan dinas perikanan dan
dulu memahami inovasi merupakan peranan media masa semua responden
sumber informasi atau model bagi bagi mengakui baru berperan cukup/sedang
pelaku utama lain dalam proses social dalam mendifusikan inovasi budidaya
learning. Peranan dinas perikanan ikan lele sangkuriang.
sebanyak 50% responden mengatakan
peranan dinas perikanan dalam proses Karakteristik Inovasi
adopsi inovasi ikan lele sangkuriang Inovasi adalah gagasan, ide,
adalah rendah, dan hanya 46,7% teknologi baru atau yang dianggap baru
responden yang mengakui peranan dinas oleh suatu sistem sosial. Menurut Van
perikanan sedang. Terkait den ban & Hawkins (1988) berbagai
kelembnagaan teknis Sumardjo dalam macam inovasi yang perlu diperhatikan
Anonimous (2003) menyebutkan bahwa oleh agen penyulouhan yaitu: 1) Metode
Pemerindah daerah sudah ada yang baru untuk membantu keputusan
komitmen dalam penyebaran inovasi, mengenai pengelolaan, seperti
namun kelembagaan tersebut kurang pengujian tanah/air. 2) Siitem Usaha
didukung inovasi, Ilmu pengetahun dan perikanan baru, seperti budidaya ikan
teknologi (iptek). Selanjutnya komersil 3) Organisasi sosial baru
disebutkan keberpihakan dinas teknis seperti kelompok atau gabungan
lebih pada kepentingan pemerintah dan kelompok/asosiasi.
kurang komitmen serta keberpihakan

Tabel 4. Sebaran Karakteriktik Inovasi


NO KARAKTERISTIK KATAGORI PERSENTASE INTER RERA
(N=30) VAL TA
Keuntungan relatif Rendah (< 1,7 ) 13,3
1 Sedang (1,7 – 2,5) 86,7 1–3 2,1
Tinggi (> 2,5) 0
Kompatibilitas/keselarasan Rendah (< 1,57) 23,3
2 Sedang (1,57 – 2,43) 46,7 1 – 2,5 2,0
Tinggi (> 2,43) 30,0
Kompleksitas Rendah (< 1,80) 13,3
3 Sedang (1,80 – 2,9) 53,4 1–3 2,22
Tinggi (> 2,9)) 33,3
Dapat Dicoba Rendah (< 1,74) 13,3
4 Sedang ( 1,74 – 2,7) 70,1 1-3 2,22
Tinggi (> 2,7) 16,6
Bisa diamati Rendah (< 1,79) 3,3
Sedang ( 1,79 – 2,81) 66,7 1-3 2,3
Tinggi (> 2,81) 30,0

8
Berdasarkan hasil analisis seperti menunjukkan kurangnya penyediaan
pada Tabel 4, menunjukkan bahwa fasilitas tersebut kecepatan adopsi
karakteristik inovasi yang berhubungan rendah. Sedangkan untuk ciri inovasi
dengan tingkat difusi inovasi budidaya lele sangkuriang yang selaras dengan
ikan lele sangkuriang ciri inovasi dengan budaya dan kondisi lingkungan
keuntungan relatif diakui berperan setempat, budidaya ikan lele
sedang oleh 86,7% responden. Terkait sangkuriang tidak rumit, serta hasilnya
dengan cirri tersebut van Den Ban dan bisa cepat diamati dianggap berperan
Hawkins (1985) menjelaskan motivasi tinggi oleh sebanyak 30 – 33,3% para
pelaku utama mengadopsi suatu inovasi responden, dan responden yang
pada cirri keuntungan relatif dipengaruhi menganggap ciri inovasi tersebut
oleh pemberian insetif (penyediaan berperan sedang diakui oleh sebanyak
benih dan saprokan) dan hasil penelitian 46,7 – 66,7% responden.

Tabel 5. Sebaran Tingkat Adopsi


NO KARAKTERISTIK KATAGORI PERSEN INTER RERA
TASE VAL TA
(N=30)
Tingkat Sadar Lambat (< 1 hari ) 43,3
1 Sedang (1 – 3 hari ) 56,7 1–3 2 hari
Cepat (> 3 hari ) 0 hari
Tingkat Minat Lambat (< 2 hari ) 30
2 Sedang (2 – 7 hari ) 70 1–7 4
Cepat (> 7 hari ) 0 hari
Tingkat Menilai Lambat (< 5 hari ) 20
3 Sedang (5 – 30 hari ) 80 3 – 30 17 hari
Cepat (> 30 hari ) 0 hari
Tingkat Mencoba Lambat (< 6 hari ) 80
4 Sedang (6 – 16 hari ) 3,3 0 – 30 5 hari
Cepat (> 16 hari ) 16,7 hari
Tingkar menerapkan Lambat (< 6 hari ) 86,7
Sedang (6 – 16 hari ) 0 0 – 30 4 hari
Cepat (> 16 hari ) 13,3 hari

Tingkat adopsi inovasi budidaya sedang, dan sebanyak 30% responden


ikan lele sangkuriang oleh para tergolong lambat, sedangkan untuk tahap
responden, untuk tingkat kesadaran menilai juga tidak ada katagori
termasuk lambat yaitu 43,3% responden, responden yang cepat, hanya 20%
katagori tingkat adopsi sedang pada tergolong lambat, dan 70% tergolong
56,7% responden dan tidak ada sedang. Responden pada tahap
responden dengan tingkat keasadaran mencoba dan menerapkan keduanya
cepat. Demikian pula untuk tingkat termasuk tingkat adopsi yang lambat
minat, hanya tidak ada responden yang yaitu sebanyak 80% responden pada
tergolong cepat sebanyak 70% tergolong

9
tahap mencoba, dan 86,7% pada tahap menerapkan)
Tabel 6. Tabulasi Silang karakteristik internal dengan Karakteristik Pribadi
Karakteristik Umur Pendidikan Pengalaman
Internal
R S T R S T R S T
Karakteristik Pribadi
R 0 13,3 0 0 13,3 0 6,7 13,3 0
Kekosmopolitan S 93,3 80,0 100 100 80 96,7 90 73,4 100
T 6,7 6,7 0 0 6,7 3,3 3,3 13,3 0
100 100 100 100 100 100 100 100 100
R 0 6,7 0 0 13,3 0 0 6,7 6,7
Keinovatifan S 96,7 86,6 100 93,3 76,7 96,7 100 83,3 96,6
T 3,3 6,7 0 6,7 10 3,3 0 10 6,7
100 100 100 100 100 100 100 100 100
Ket: R = Rendah; S = Sedang; T = Tinggi

Tabel 6, menunjukkan bahwa usia sedang, tingkat keinovatifannya


usia responden pada katagori umur muda mayoritas pada katagori sedang, dan
(rendah), dan sedang tingkat pada usia tua 100% tingkat
kekosmopiltan pada katagori sedang. keinovatifannya juga dengan katagori
Sedangkan responden pada katagori sedang.
umut tua 100% tingkat kekosmopolitan Tingkat pendidikan responden katagori
pada katagori sedang. Pada Tingkat rendah, sedang dan tinggi tingkat
pendidikan responden yang keinovatifan responden tergolong sedang
menyelesaikan lama pendidikan dengan interval 76,7% samnpai 96,7%
katagori rendah 100% tingkat responden.
kekosmopolitannya sedang, dan pada Pengalaman responden dengan katagori
katagori tingkat pendidikan yang tinggi rendah, 100% tingkat keinovatifannya
tidak ada yang katagori tingkat sedang, dan pada pengalaman yang
kekosmopolitannya rendah. Sedangkan sedang dan tinggi katagori tingkat
pada tingkat pengalaman responden keinovatifannya masing-masing sebesar
dengan tingkat pengalaman yang tinggi 83,3% dan 96,6%.
katagori tingkat kekosmopolitnnya Hasil analisis korelasi Rank
100% sedang. Spearman antara karakteristik internal
Analisis silang tingkat keinovatifan para responden dengan tingkat adopsi
responden memperlihatkan bahwa inovasi budidaya ikan lele sangfkuriang
responden dengan katagori muda dan yang disampaikan sepeti pada Tabel 3.

Tabel 7. Nilai Korelasi karakteristik Internal dengan Tingkat Adopsi


TK. Adopsi Sadar Minat Menilai Mencoba Menerapkan

Karakteristik Responden
Umur 0,24 O,132 0,146 -0,155 -0,25
Pendidikan -0,075 -0,291 0,101 0,099 -0,048
Pengalaman usaha 0,139 -0.32 0,129 0,404* 0,256
Tingkat kekosmopolitan 0,295 0,084 -0,026 0,003 0,189
Tingkat Keinovatifan 0,04 0,095 -0,346 0,147 0,395*

10
Ket; * = menunjukkan nyata taraf kepercayaan 0,05
**= menunjukkan nyata pada taraf nyata 0,01
Hasil uji korelasi dengan dianjurkan. Sedangkan karakteristik
menggunakan metode Rank Spearman, internal responden lainna yaitu umur
seperti pada Tabel 7 menunjukkan responden. Lama pendidikan, dan
bahwa pengalaman usaha bidang tingkat kekosmopolitan tidak
perikanan pada responden berhubungan berhubungan erat dengan tingkat adopsi
erat sapai pada pada tahap mencoba inovasi ikan lele sangkuriang.
inovasi, sedangkan tingkat keinovatifan Hasil analisis nilai korelasi antara
responden berhubungan erat sampai karakteristik ekternal dengan karateristik
pada tingkat menerapkan inovasi yang pemimpin opini dijelaskan pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Korelasi Karakteristik Eksternal dengan Tingkat Adopsi
Tk. Adopsi
Sadar Minat Menilai Mencoba Menerapkan
Karakteristik Eksternal
Peranan Penyuluh -0,069 -0,275 -0,29 0,499** 0,367*
Peranan Ketua Kelompok -0,249 -0,331 -0,519** 0,303 0,339
Peranan Dinas 0,043 0,058 0,090 -0,206 -0,068
Peranan Media masa 0,080 -0,081 -0,175 -0,260 -0,133
Ket; * = menunjukkan nyata taraf kepercayaan 0,05
** = menujukkan nyata taraf kepercayaan 0,01

Pada Tabel 8 memperlihatkan para responden. Peranan dinas


bahwa peranan penyuluh perikanan perikanan dan peranan media massa
sangat berhubungan erat sampai tahap kurang berhubungan erat dengan tingkat
mencoba dan berhubungan erat pada adopsi budidaya ikan lele sangkuriang
tahap menerapkan para responden terkait pada kolam terpal.
inovasi yang dianjurkan yaitu budidaya Nilai korelasi hubungan antara.
ikan lele sangkuriang pada kolam terpal. karakteristik inovasi dengan tingkat
Sedangkan peranan ketua kelompok adopsi pada responden seperti pada
sangat berhubungnha erat sampai tahap Tabel 9.
menilai inovasi yang dianjurkan bagi

Table 9. Nilai Korelasi Karakteristik Inovasi dengan Tingkat Adopsi


TK. Adopsi Sadar Minat Menilai Mencoba Menerapkan
Karakteristik Inovasi
 Keuntungan relatif -0,090 -0,495** -0,122 0,073 0,25
 Kompatibilitas/keselarasan -0,309 -0,655** -0,173 0,143 0,173
 Kompleksitas -0,343 -0,596** -0,459** 0,230 0,226
 Dapat Dicoba -0,377* -0,585** 0,441* 0,233 0,049
 Bisa diamati -0,201 -0,524** -0,339 0,393* 0,273
Ket; * = menunjukkan nyata taraf kepercayaan 0,05
**= menunjukkan nyata pada taraf nyata 0,01

11
Hasil uji korelasi antara inovasi tersebut (tahap minat). Budidaya
karakteristik inovasi dengan tingkat ikan lele sangkuriang dengan
adopsi memperlihatkan bahwa karakteristik yang mudah diamati
karakteristik inovasi yaitu adanya hasilnya oleh responden berhubungan
keuntungan relatif budifdaya ikan lele erat pada tahap minat pada responden
asngkuriang dibandingkan inovasi dan berhubungan sangat erat pada tahap
lainnya (budidaya pertanian), mencoba inovasi tersebut pada lahan
keselarasan inovasi dengan kondisi responden. Namun demikian
lingkungan responden berhubungan berdasarkan hasil analisis ciri inovasi
sangat erat sampai pada tahap minat teknologi budidaya ikan lele sangkuriang
responden pada inovasi tersebut. pada kolam terpal dengan ciri yang
Budidaya ikan lele sangkuriang yang mudah dan cepat diamati yang
dianggap tidak rumit bedrhubungan sangat erat kecepatan
diterapkan/dipraktekan oleh responden adopsi sampai tahap mencoba,
sangat berhubungan erat bagi responden sedangkan ciri inovasi lainnya baru
untuk berminat dan sampai menghitung sampai rata-rata pada tahap mminat.
untung rugi dari inovasi tersebut (tahap Secara umum hasil uji korelasi
minat). Sedangkan budidaya ikan lele antara variabel yang dinalisis yaitu
sangkuriang yang dianggap mudah anatara karakteristik internal responden,
dicoba pada lahan responden karakteristik eksternal responden, serta
berhubungan erat pada tahap responden karakteristik inovasi dengan tingkat
menyadari bahwa budidaya ikan lele adopsi inovasi yang meliputi tahap
sangkuriang dapat dilakukan di lahan sadar, tahap minat, tahap menlai, tahap
responden dan sangat berhubungan erat mencoba dan tahap menerapkan seperti
bagi responden untuk berminat dan pada Gambar 2.
sampai menghitung untung rugi dari

KARAKTERISTIK INTERNAL (X1)


 Umur (X1-1)
 Tingkat Pendidikan Formal (X1-2)
 Pengalaman Usaha (X1-3)
 Kekosmopolitan (X1-4)
 Keinovatifan (X1-5)

KARAKTERISTIK EKSTERNAL(X2)
 Peranan Penyuluh (X2-1)
 Peranan Ketua Kelompok (X2-2) TINGKAT
 Peranan Dinas (X2-3) ADOPSI (Y)
 Peranan Media masa (X2-4) - Sadar
- Minat
- Menilai
KARAKTERISTIK INOVASI (X3) - Mencoba
 Keuntungan relatif (X3-1) - Menerapkan
 Kompatibilitas/keselarasan (x3-2)
 Kompleksitas/kerumitan (x3-3)
 Dapat Dicoba (x3-4)
 Bisa diamati (x3-5)

Keterangan : Memiliki hubungan yang erat


12
Memiliki hubungan yang kurang erat

Pada Gambar 2 menunjukkan kecepatan adopsi inovasi teknologi


bahwa pada karakteristik internal inovasi budidaya ikan lele sangkuriang
responden yang memiliki hubungan pada kolam terpal.
yang erat dengan kecepatan tingkat Karakteristik inovasi dalam hal
adopsi budidaya ikan lele sangkuriang ini budidaya ikan lele sangkuriang pada
pada kolam terpal adalah pengalaman kolam terpal (keuntungan relatif,
usaha responden yaitu pada tahap adopsi keselarasan inovasi dengan kondisi dan
mencoba dan tingkat keinovatifan buddaya masyarakat, kemudahan inovasi
responden yaitu pada tahap menerapkan. bagi responden, dapat dicobanya inovasi
Karakteristik ekternal responden dalam sekala kecil serta inovasi tersebutr
yang memiliki hubungan yang erat dapat dan cepat diamati hasilnya oleh
dengan kecepatan adopsi inovasi responden berhubungan erat dan sangat
budidaya ikan lele sangkuriang pada erat dengan tingkat kecepatan adopsi
kolam terpal adalah peranan penyuluh responden.
perikanan yaitu sampai tahap mencoba
dan menerapkan inovasi teknologi, dan Analisis Kecepatan Adopsi Inovasi
peranan ketua kelompok erat Analisis kecepatan adopsi
hubungannya sampai tahap menilai inovadin dari ke 30 responden yang
inovasi yang didifusikan. Sedangkan mendapat difusi inovasi teknologi
peranan Dinas perikanan kabupaten pemebesaran ikan lele sangkuriang dari
Lebak dan peranan Media masa tidak pertama kali inovasi tersebut
kuat hubungannya dengan tingkat disampaikan seperti pada Gambar 3

30
25
Sadar
20
Minat
15
Menilai
10 Mencoba
5 Menerapkan
0
1-15 hari 16-30 hari 1-5 bln 6-12 bln 2 thn

Grafik Tingkat Kecepatan Adopsi

Pada garifik memperlihatkan kolam terpal, hal tersebut terlihat pada


bawa berdasarkan hasil analisis dari respon pada fasilitaor saat dilakukan
mulai inovasi teknologi pembesaran ikan kegiatan penyuluhan. Analisis sampai
lele sangkuriang di suluhkan sampai hari ke 30 puluh atau satu bulan setelah
hasil kuisioner pada hari ke 15, ke 30 inovasi tersebut didifusikan ke 30 orang
responden telah menyadari bahwa di peserta juga mulai berminat, dengan ikut
daerahnya dapat dilakukan usaha sertanya ke 30 orang tersebut pada setiap
budidaya ikan lele sangkuriang pada pertemuan, sampai mengikuti kegiatan

13
percontohan usaha yang dikelola oleh hubungannya dengan tingkat
kelompok. Namun demikian baru kecepatan adopsi inovasi
sebanyak 15 orang yang mulai bertanya teknologi inovasi budidaya ikan
tentang biaya dan pendapatan dalam lele sangkuriang pada kolam
usaha yang dilakukan, serta terdapat 4 terpal.
orang yang sudah mulai mencoba di 6. Karakteristik inovasi dalam hal
lahan rumahnya. ini budidaya ikan lele
Kondisi responden setelah 6 sangkuriang pada kolam terpal
bulan sampai satu tahun hanya 4 orang (keuntungan relatif, keselarasan
yang konsisten dalam adopsi mencoba inovasi dengan kondisi dan
dan sekaligus melakukan usaha di kolam buddaya masyarakat, kemudahan
pribadinya, sedangkan yang lainnya baru inovasi bagi responden, dapat
sampai tahap minat, yaitu hanya dicobanya inovasi dalam sekala
mengikuti kegiatan usaha yang kecil serta inovasi tersebutr dapat
dijalankan kelompok. Setelah waktu 2 dan cepat diamati hasilnya oleh
tahun sejak inovasi tersebut didifusikan responden berhubungan erat dan
hanya 4 orang yang melakukan usaha sangat erat dengan tingkat
atau hanya 13,3% yang mengadopsi kecepatan adopsi responden.
sampai menerapkan.

KESIMPULAN DAN SARAN SARAN


1. Penentuan materi penyuluhan
KESIMPULAN perikanan yang bersifat tekinis harus
1. Pengalaman usaha responden memperhatikan karakteristik
memiliki hubungan yang erat internal responden, karakteristik
dengan kecepatan tingkat adopsi ekternal responden, serta
budidaya ikan lele sangkuriang karakteristik inovasi sebagai matari
kolam terpal yaitu pada tahap penyuluhan perikanan yang akan
adopsi mencoba. disampaikan.
2. Tingkat keinovatifan responden 2. Analisis kebutuhan materi
berhubungan erat dengan tingkat penyuluhan perikanan sangat
adopsi yaitu pada tahap penting, untuk itu sebelum
menerapkan. merlakukan penyuluhan kegiatan
3. Peranan penyuluh perikanan tersebut harus dilakukan.
berhubungan erat dengan tigkat 3. Karakteristik inovasi perikanan
adopsi pembudidaya ikan lele yang akan dijadikan sebagai materi
yaitu sampai tahap mencoba dan penyuluhan perikanan, harus
menerapkan inovasi teknologi. dilakukan analisis terlebh dahulu
4. Peranan ketua kelompok erat kepada sasaran penyuuhan sebelum
hubungannya sampai tahap didfusikan.
menilai inovasi yang didifusikan.
5. Peranan Dinas perikanan
kabupaten Lebak dan peranan
Media masa tidak kuat
14
DAFTAR PUSTAKA Keberhasilan Kelompok Tani
sebagai Unit Belajar,
Anonimous, 2003. Membentuk Pola Kerjasama, Produksi, dan
Perilaku Manusia Bisnis. Peneribit UGM
Pembangunan. IPB Press. Yogjakarta.
Rogers, E.M. & FF Shoemaker, 1987. Van den Ban & HS Hawkins, 1998.
Memasyarakatkan Ide-Ide Penyuluhan Pertanian.
baru. Disarikan oleh Agnes D Herdiastuti,
Abdillah hanafi. Surabaya: penerjemah. Terjemahan dari
Usaha Nasional. Agricuktural Extention
Sunarru Samsi Hariadi, 2011. Dinamika (Second Edition). Kanasius
Kelompok. Teori dan Yogyakarta.
Aplikasi untuk Analisis

15
PERSEPSI PELAKU USAHA PERIKANAN TERHADAP
KINERJA PENYULUH PERIKANAN

Oleh:
Nayu Nurmalia, Ani Leilani, Azam B. Zaidy
Dosen Jurusan Penyuluhan Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan

ABSTRAK
Penelitian mengenai persepsi pelaku usaha terhadap kinerja penyuluh
perikanan dilakukan pada bulan April sampai bulan Mei 2011. Lokasi penelitian di 11
provinsi yang tersebar di 13 kabupaten/kota. Jumlah responden sebanyak 89 orang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pelaku usaha perikanan terhadap
kinerja penyuluh perikanan. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan penyuluh
masih sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha, materi yang dibutuhkan terkait dengan
peningkatan produksi usahanya, dan cara yang diinginkan pelaku usaha adalah
penyuluh dapat memberi contoh usaha perikanan sesuai kebutuhan pelaku usaha.

Kata kunci: Persepsi, Pelaku usaha perikanan, Penyuluh Perikanan

PENDAHULUAN adalah suatu proses aktivitas dalam


memberikan kesan, penilaian, pendapat,
Latar Belakang merasakan dan menginterpretasikan sesuatu
Pembangunan perikanan sesuai yang berdasarkan informasi yang ditampilkan dari
diamanatkan Undang-Undang Nomor 16 sumber lain (yang dipersepsi), dalam hal ini
Tahun 2006 merupakan suatu keharusan kaitan persepsi terhadap kinerja yang
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. dilakukan penyuluh perikanan .
Dalam meningkatkan peran sektor perikanan Penyuluh perikanan memiliki peran
diperlukan sumberdaya yang berkualitas, yang sangat strategis dalam upaya
andal, serta berkemampuan manajerial, peningkatan perekonomian masyarakat
kewirausahaan dan organisasi bisnis Indonesia khususnya di bidang kelautan dan
sehingga pelaku pembangunan perikanan perikanan, karena dalam pelaksanaan tugas
mampu membangun usaha dari hulu sampai dan tanggung jawabnya merupakan tenaga
hilir yang berdaya saing tinggi. yang banyak berhubungan langsung dengan
Pelaku usaha perikanan adalah pelaku usaha perikanan di lapangan terutama
perorangan warga negara Indonesia atau dengan nelayan, pengolah dan pembudidaya
badan hukum yang dibentuk menurut hukum perikanan.
Indonesia yang mengelola sebagian atau Sumarjo (2008) mengemukakan
seluruh kegiatan usaha perikanan dari hulu bahwa kompetensi penyuluh adalah
sampai hilir. Persepsi pelaku usaha perikanan karakteristik yang melekat pada diri

16
penyuluh yang menentukan keefektifan Boyolali, Gunung Kidul, Kulonprogo,
kinerja penyuluh dalam mengemban misi Pacitan, Sambas, Bangli, dan Maros.
penyuluhan. Kinerja atau performasi adalah Populasi dalam penelitian ini adalah
hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau semua pelaku usaha budidaya perikanan di
kelompok orang dalam organisasi, sesuai 13 Kabupaten/Kota: Bintan, Kota Bengkulu,
dengan wewenang dan tanggung jawab Kota Palembang, Pandeglang, Sumedang,
masing-masing dalam rangka mencapai Tasikmalaya, Boyolali, Gunung Kidul,
tujuan organisasi. Penyuluh perikanan sesuai Kulonprogo, Pacitan, Sambas, Bangli, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Maros. Responden diambil secara acak
adalah jabatan yang mempunyai ruang dengan jumlah responden 89 orang.
lingkup tugas, tanggung jawab dan Penelitian berbentuk survei deskriptif
wewenang untuk penyuluhan perikanan yang yaitu penelitian untuk membuat pencandraan
diduduki oleh pegawai negeri sipil dengan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau
hak dan kewajiban secara penuh yang kejadian-kejadian, mengidentifikasi masalah-
diberikan oleh pejabat yang berwenang. masalah atau untuk mendapatkan justifikasi
Kinerja penyuluh perikanan merupakan keadaan dan praktek-praktek yang sedang
perwujudan diri atas sejauhmana tugas berlangsung (Suryabrata , 2003).
pokoknya dapat dilaksanakan sesuai dengan Pengumpulan data diambil berdasarkan hasil
patokan yang telah ditetapkan. wawancara dengan responden menggunakan
kuesioner. Data yang terkumpul ditabulasi,
Tujuan Penelitian dianalisis serta dilakukan pengkategorian
Penelitian ini bertujuan untuk sesuai dengan skor.
mengetahui persepsi pelaku usaha perikanan
terhadap kinerja penyuluh perikanan yang HASIL DAN PEMBAHASAN
dibutuhkan oleh pelaku usaha.
Deskripsi Daerah Penelitian
Kegunaan Penelitian Daerah penelitian tersebar di 13
Hasil penelitian diharapkan dapat kabupaten/kota yang ada di 11 povinsi yang
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meliputi kabupaten/kota: Bintan, Kota
mengevaluasi kegiatan penyuluh perikanan Bengkulu, Kota Palembang, Pandeglang,
sesuai kinerjanya yang dibutuhkan oleh Sumedang, Tasikmalaya, Boyolali, Gunung
pelaku usaha. Kidul, Kulonprogo, Pacitan, Sambas, Bangli,
dan Maros. Lokasi penelitian merupakan
wilayah yang mempunyai potensi perikanan
METODE PENELITIAN dengan pelaku usaha sebagian besar usaha
Penelitian ini dilakukan pada bulan budidaya perikanan air tawar.
April-Mei 2011 di 11 provinsi yaitu
Kepulauan Riau, Bengkulu, Sumatera Persepsi Pelaku Usaha Terhadap Kinerja
Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Penyuluh Perikanan
DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Persepsi pada hakikatnya adalah
Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan, yang merupakan proses penilaian seseorang
tersebar di 13 kabupaten/kota yaitu Bintan, terhadap obyek tertentu. Di dalam proses
Kota Bengkulu, Kota Palembang, persepsi individu dituntut untuk memberikan
Pandeglang, Sumedang, Tasikmalaya, penilaian terhadap suatu obyek yang dapat
bersifat positif/negatif, senang atau tidak

17
senang dan sebagainya. Istilah persepsi usaha terhadap jenis bantuan yang
adalah suatu proses aktivitas seseorang diharapkan dari penyuluh perikanan, persepsi
dalam memberikan kesan, penilaian, pelaku usaha terhadap frekuensi kehadiran
pendapat, merasakan dan penyuluh perikanan yang dibutuhkan di
menginterpretasikan sesuatu berdasarkan lokasi usaha, persepsi pelaku usaha terhadap
informasi yang ditampilkan dari sumber lain cara penyuluh memberikan penyuluhan,
(yang dipersepsi). Persepsi merupakan persepsi pelaku usaha terhadap harapan
proses psikologis dan hasil dari penginderaan dengan adanya kelompok usaha perikanan,
serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga persepsi cara pelaku usaha dalam
membentuk proses berpikir. Pada menyelesaikan masalah yang dihadapi
kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah dalam usahanya.
laku dan penyesuaian ditentukan oleh
persepsinya. Persepsi Pelaku Usaha terhadap
Persepsi pelaku usaha terhadap Keberadaan Penyuluh Perikanan
kinerja penyuluh perikanan meliputi persepsi
terhadap keberadaan penyuluh perikanan di Penyuluh penyuluh perikanan
wilayah usahanya, persepsi sikap pelaku berdasarkan kondisi di lapangan masih
usaha terhadap tingkat kebutuhan bantuan kurang. Keberadaan penyuluh perikanan
penyuluh perikanan dalam memajukan usaha dalam kegiatan penyuluhan kepada pelaku
yang ditekuni pelaku usaha, persepsi pelaku usaha masih sangat diperlukan.

Tabel 1. Persentase persepsi pelaku usaha terhadap keberadaan penyuluh perikanan


di wilayah usahanya
Kategori Jumlah Pelaku Usaha Persentase
Sangat Kenal 29 33
Kenal 51 57
Sudah Lupa 0 0
Tidak Kenal 9 10
Jumlah 89 100

Keberadaan Tabel 1 menunjukkan bahwa pelaku usaha mengenal keberadaan


penyuluh perikanan di wilayah usahanya pada kaegori sangat kenal 33% (29 orang), pada
kategori kenal 57% (51 orang) dan yang ragu-ragu 0% (0 orang) serta pada kategori yang
tidak kenal penyuluh perikanan 10% (9 orang).

Persepsi terhadap keberadaan penyuluh

Sangat kenal
Kenal
Sudah lupa
tidak kenal

Hasil tersebut dapat disimpulkan terhadap keberadaan penyuluh perikanan


bahwa persepsi sebagian besar pelaku usaha dengan kategori sangat kenal dan kenal

18
(90%) menyatakan bahwa penyuluh
perikanan sering menemui pelaku usaha Persepsi Pelaku Usaha terhadap Tingkat
dalam melakukan kegiatan penyuluhan yang Kebutuhan Bantuan Penyuluh Perikanan
menjadi tugasnya. Persepsi sebagian besar Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelaku usaha perikanan mengenal/kenal persepsi pelaku usaha terhadap tingkat
penyuluh perikanan, hal tersebut juga dapat kebutuhan bantuan penyuluh perikanan
dibuktikan bahwa sebanyak 64 orang (72%) dengan kategori sangat perlu 45%, (40
responden dapat menyebutkan nama orang) kategori perlu 53% (47 orang), dan
penyuluh perikanan yang ada di wilayah sisanya 2% (2 orang) termasuk kategori
usahanya. yang ragu-ragu dan tidak perlu.

Tabel 2. Persentase Persepsi sikap pelaku usaha terhadap tingkat kebutuhan bantuan
penyuluh perikanan dalam memajukan usaha yang ditekuni pelaku usaha

Kategori Jumlah Pelaku Usaha Persentase


Sangat Perlu 40 45
Perlu 47 53
Ragu-ragu 1 1
Tidak Perlu 1 1
Jumlah 89 100

Hasil pada Tabel 2 memperlihatkan masih sangat diperlukan dalam tugas


bahwa pelaku usaha masih sangat pendampingan dan konsultasi bagi pelaku
membutuhkan kehadiran penyuluh perikanan usaha dalam mengembangkan kegiatan
dalam memajukan usaha yang ditekuninya. usaha perikanan yang sedang digelutinya.
Kehadiran penyuluh perikanan dipandang

Kebutuhan bantuan penyuluh dalam memajukan


usaha

sangat perlu

perlu

kurang perlu

tidak perlu

Persepsi Pelaku Usaha terhadap Jenis lapangan, persepsi sebagian besar pelaku
Bantuan dari Penyuluh Perikanan usaha terhadap kemampuan penyuluh
perikanan yang terkait dengan penguasaan
Pelaku usaha perikanan pada penyuluh mengenai usaha yang dilakukan
kenyataannya masih membutuhkan penyuluh pelaku dinilai masih sangat dibutuhkan.
perikanan dalam mengelola usaha. Di

19
Tabel 3. Persentase persepsi pelaku usaha terhadap jenis bantuan yang diharapkan dari
penyuluh perikanan

Kategori Jumlah pelaku usaha Persentase


Meningkatkan produksi 37 42
Mencarikan bantuan modal 20 22
dari pemerintah
Membantu memasarkan hasil 19 21
produksi
Menghubungkan dengan 13 15
sumber permodalan non
pemerintah
Jumlah 89 100

Pada Tabel 3 terlihat bahwa pelaku sementara pada kategori mencarikan bantuan
usaha masih mengharapkan bantuan modal dari pemerintah dan kategori
penyuluh perikanan, dengan jenis bantuan membantu memasarkan hasil produksi
yang diharapkan adalah yang tertinggi pada masing-masing 22% dan 21%.
kategori meningkatkan produksi 42%,

Persepsi terhadap jenis bantuan dari penyuluh


meningkatkan produksi

mencarikan bantuan
modal dari pemerintah

membantu memasarkan
hasil

menghubungkan sumber
permodalan non
pemerintah

Sesuai dengan kebutuhan bantuan permasalahan dan kebutuhan pelaku usaha.


yang dilharapkan pelaku usaha dari penyuluh Keseluruhan peran tersebut dibutuhkan
perikanan yang paling tinggi dalam untuk menghadapi dinamika perubahan
meningkatkan produksi, maka materi dalam kehidupan masyarakat perikanan dan
penyuluhan yang diberikan harus sesuai memenuhi prinsip penyuluhan yang
yang dibutuhkan pelaku usaha. Peran mengembangkan kemandirian pelaku usaha,
penyuluh perikanan tidak sekedar bukan ketergantungan kepada pihak lain.
mentransfer teknologi dan informasi, peran
penyuluh harus dapat pengidentifikasi

20
Persepsi Pelaku Usaha terhadap pelaku usaha masih membutuhkan penyuluh
Frekuensi Kehadiran Penyuluh Perikanan perikanan dengan frekuensi kehadiran yang
cukup tinggi (71%), sedangkan sisanya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menyatakan bahwa penyuluh perikanan
pelaku usaha membutuhkan kehadiran frekuensi kehadirannya cukup sebulan sekali
penyuluh perikanan pada kategori dua (17%) dan kategori kehadiran penyuluh pada
minggu sekali (37%) dan seminggu sekali saat dibutuhkan saja hanya 12%.
(34%). Hasil ini memperlihatkan bahwa

Tabel 4. Persentase persepsi pelaku usaha terhadap frekuensi kehadiran penyuluh


perikanan yang dibutuhkan di lokasi usaha
Kategori Jumlah pelaku usaha Persentase (%)
Seminggu sekali 30 34
2 minggu sekali 33 37
Sebulan sekali 15 17
Kalau dibutuhkan saja 11 12
Jumlah 89 100

Pelaku usaha mengharapkan mekanisme kerja dan metode yang


kehadiran penyuluh perikanan di lokasi disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi
usahanya sesering mungkin, untuk itu pelaku utama dan pelaku usaha. Metode
penyuluh perikanan dituntut dinamis. Salah penyuluhan merupakan cara atau teknik
satu peran penyuluh sebagai konsultan bagi penyampaian materi (isi pesan) penyuluhan
pelaku usaha, maka penyuluh perikanan oleh para penyuluh kepada sasaran (pelaku
harus selalu siap jika dibutuhkan. utama dan/atau pelaku usaha) berserta
keluarganya baik secara langsung maupun
Persepsi Pelaku Usaha terhadap Cara tidak langsung, agar mereka tahu, mau, dan
Penyuluh Memberikan Penyuluhan mampu menerapkan inovasi (Mardikanto,
Penyuluhan semestinya dilakukan 1993).
dengan pendekatan partisipatif melalui

Tabel 5. Persentase persepsi pelaku usaha terhadap cara penyuluh memberikan


penyuluhan
Kategori Jumlah pelaku usaha Persentase
Memberikan ceramah 13 15
Menonton film/video 1 1
Membagikan brosur/folder 1 1
Memiliki contoh usaha 74 83
Jumlah 89 100

Berdasarkan hasil penelitian, persepsi bahwa penyuluh memiliki contoh usaha


pelaku usaha terhadap cara penyuluh dalam (83%). Hal ini menunjukkan bahwa
memberikan penyuluhan dengan persentase keteladanan (menajdi contoh) seorang
tertinggi adalah pelaku usaha menginginkan penyuluh masih diharapkan oleh pelaku

21
usaha terutama dalam hal yang berkaitan ceramah, menonton film/video dan
dengan usaha yang dilakukannya. Persepsi membagikan brosur/folder dengan jumlah
pelaku usaha terhadap cara penyuluh rendah yaitu 17 %.
memberikan penyuluhan dalam bentuk

Persepsi terhadap cara penyuluh memberikan penyuluhan

Ceramah

Menonton film/video

Membagikan
brosur/folder
Memiliki contoh usaha

Persepsi Pelaku Usaha Terhadap menciptakan keakraban individu yang


Harapan dengan adanya Kelompok bergabung didalam kelompok. Faktor
Kelompok adalah himpunan atau pengikat yang paling umum biasanya
kesatuan manusia yang hidup bersama perasaan dan kesamaan yang bisa
sehingga terdapat hubungan yang timbal menciptakan keakraban dalam kehidupan
balik dan saling pengaruh- mempengaruhi sehari-hari dan dapat memberikan
serta memiliki kesadaran saling tolong keuntungan timbal balik. Manusia dapat
menolong (Van Den Ban, 1999.) berkembang dan meningkatkan kualitasnya
Tumbuh dan kembangnya kelompok- dengan bergabung atau tergabung dalam
kelompok dalam masyarakat pada umumnya kelompok, namun hanya kelompok yang
didasarkan atas adanya kepentingan efektif yang dapat meningkatkan kualitas
bersama, sedangkan kekompakan kelompok manusia (Huraerah dan Purwato, 2006).
tergantung pada faktor pengikat yang dapat

Tabel 6. Persentase persepsi pelaku usaha terhadap harapan dengan adanya kelompok
usaha perikanan
Kategori Jumlah pelaku usaha Persentase (%)
Pengadaan benih dan pakan 22 25
Memberi pinjaman modal 14 15
Membantu memasarkan hasil 22 25
Memberi informasi cara 31 35
produksi
Jumlah 89 100

Persepsi pelaku usaha terhadap tinggi (35%), walaupun persepsi terhadap


harapan adanya kelompok usaha perikanan pengadaan benih dan pakan serta persepsi
seperti pada data Tabel 6 menunjukkan membantu memasarkan hasil masing-masing
bahwa kategori memberi informasi cara juga dengan persentase yang sama tinggi
produksi dengan persentase yang paling (25%), dan memberi pinjaman modal (15%).

22
Persepsi harapan adanya kelompok
Pengadaan benih dan
pakan
Memberi pinjaman
modal
Membantu memasarkan
hasil
Memberi informasi cara
produksi

Dengan adanya kelompok tidak kelompok masih menginginkan fungsi-


terlepas dari tujuan terbentuknya kelompok, fungsi kelompok dijalankan dengan baik.
yaitu adanya kepentingan yang sama setiap Fungsi-fungsi kelompok tersebut seperti
pelaku usaha. Karakteristik kelompok pelaku yang tersurat dalam KEP.MEN KP No 14
utama atau pelaku usaha meliputi ciri, unsur Tahun 2012.
pengikat dan fungsi dari kelompok tersebut.
Fungsi kelompok sesuai dengan KEP. MEN Persepsi Pelaku Cara Pelaku Usaha
KP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pedoman dalam Menyelesaikan Masalah yang
Umum Penumbuhan dan Pengembangan dihadapi dalam Usaha
Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan, Pelaku usaha memiliki kemampuan
terdiri atas sembilan fungsi yaitu wadah tertentu dalam usahanya, dan mempunyai
proses pembelajaran, wahana kerjasama, kemauan untuk mengembangkannya. Untuk
unit penyedia sarana dan prasarana produksi membantu mereka membantu dirinya
perikanan, unit produksi perikanan, unit sendiri, maka kemampuan dan kemauan
pengolahan dan pemasaran, unit jasa yang ada harus diketahui dengan baik,
penunjang, organisasi kegiatan bersama, dan karena kegiatan penyuluhan yang efektif
kesatuan swadaya dan swadana. Berdasarkan dimulai dari kemauan dan kemampuan yang
hasil pada gambar di atas menunjukkan mereka miliki (Tjitropranoto, 2003).
bahwa harapan pelaku usaha dengan adanya

Tabel 7. Persentase persepsi cara pelaku usaha dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam usahanya.
Kategori Jumlah pelaku usaha Persentase
Menunggu penyuluh datang 6 7
Menemui penyuluh 35 39
Menelpon penyuluh 20 23
Menghubungi teman usaha 28 31
Jumlah 89 100

Pada dasarnya pelaku usaha dalam dihadapi dalam usahanya sebagian besar
menyelesaikan masalah usahanya memiliki menemui penyuluh (39%) dan menghubungi
caranya masing-masing. Data yang terlihat teman usahanya (31%). Selain itu juga
pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pelaku pelaku usaha menelpon penyuluh (23%) jika
usaha dalam menyelesaikan masalah yang menghadapi masalah usaha, hanya ada

23
sebagian kecil saja (7%) yang menunggu penyuluh datang.

Persepsi cara pelaku usaha dalam menyelesaikan


masalah usaha

Menunggu penyuluh
Menemui penyuluh
Menelpon penyuluh
Menghubungi teman

Menurut Tjitropranoto (2003),


kegiatan penyuluhan harus menekankan DAFTAR PUSTAKA
upaya membantu pelaku usaha agar dapat
membantu dirinya sendiri (helping people Anonim. 2006. Undang-undang Nomor 16
help themselves). Penyuluh harus mampu Tahun 2006 tentang Sistem
merespon perubahan perilaku pelaku Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan.
utama/pelaku usaha.

Anonim. 2012. Keputusan Menteri Kelautan


KESIMPULAN
dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor KEP.14/MEN/2012 tentang
Berdasarkan hasil penelitian persepsi Pedoman Umum Penumbuhan dan
pelaku usaha terhadap kinerja penyuluh Pengembangan Kelembagaan Pelaku
perikanan dapat diambil beberapa Utama Perikanan.
kesimpulan:
1. Keberadaan penyuluh masih sangat Huraerah A, Purwanto. 2006. Dinamika
diharapkan oleh pelaku usaha, oleh Kelompok: Konsep dan Aplikasi.
karena itu penyuluh perikanan harus Bandung: PT. Rafika Aditama.
mampu, siap merespon pelaku usaha,
dan penyuluh harus menguasaai dan Mardikato T. 1993. Penyuluhan
Pembangunan Pertanian. Surakarta:
memanfaatkan teknologi informasi,
Universitas Sebelas Maret.
komunikasi dan edukasi, sehingga
keberadaannya mempunyai arti bagi
Sumarjo. 2008. Penyuluhan Pembangunan
pelaku usaha. Pilar Pendukung Kemajuan dan
2. Materi penyuluhan perikanan yang Kemandirian Masyarakat. Di dalam
dibutuhkan pelaku usaha terutama yang Yustina I, Sudradjat A, penyunting..
terkait dengan peningkatan produksi Pemberdayaan Manusia
bagi kelangsungan usahanya Pembangunan Yang bermartabat.
3. Metode penyuluhan perikanan yang Medan: Pustaka Bangsa Press.
diharapkan pelaku usaha dari penyuluh
perikanan yaitu dengan memberi contoh Suryabrata S. 2003. Metodologi Penelitian.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
usaha.

24
Tjitropranoto P. 2003. Penyuluhan
Pertanian: Masa Kini dan Masa
Depan. Di dalam Yustina I, Sudradjat
A., penyunting. Membentuk Pola
Perilaku Manusia Pembangunan.
Bogor: IPB Press.

Van Den Ban AW, Hawkins HS. 1999.


Penyuluhan Pertanian. Jakarta:
Kanisius

25
KAJIAN KUALITAS PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA UDANG
DI KABUPATEN SUBANG

Oleh:
Iis Jubaedah, Dinno Sudinno dan Pigoselpi Anas
Dosen Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan

ABSTRAK

Kajian kualitas perairan pesisir di Kabupaten Subang bertujuan untuk


mengetahui kualitas perairan di Kawasan Pesisir Subang dan kelayakannya untuk
kegiatan budidaya udang serta mengetahui perkembangan produksi udang dikaitkan
dengan kualitas air. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Data yang digunakan untuk kajian kualitas perairan mencakup data primer dan data
sekunder . Proses analisa data yang dilakukan meliputi analisa kualitas air, analisa status
mutu air, analisa indeks diversitas plankton, dan menduga produksi udang. Hasil kajian
menunjukkan, nilai indeks pencemaran 2,2491 artinya wilayah pesisir Kabupaten
Subang termasuk tercemar ringan, namun masih layak digunakan sebagai sumber air
untuk kegiatan budidaya ikan di tambak. Dari estimasi perhitungan potensi perikanan
didapatkan laju perikanan potensial rata-rata sekitar 0,13333 ton/ha/tahun. Dengan luas
tambak seluas 14.300 ha maka diperkirakan potensi produksi udang Kabupaten Subang
sebesar 1906,6 ton/tahun.

Kata kunci: kualitas air, budidaya udang, Kabupaten Subang.

PENDAHULUAN perikanan, (2) meningkatkan nilai tambah


dan daya saing produk kelautan dan
Kementerian Kelautan dan perikanan, serta (3) memelihara daya
Perikanan ( KKP ) dalam renstra dukung dan kualitas lingkungan
perubahan 2012 mempunyai visi sumberdaya kelautan dan perikanan.
pembangunan kelautan dan perikanan Perkembangan perikanan budidaya
yang berdaya saing dan berkelanjutan dalam dasawarsa terakhir memperlihatkan
untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk peningkatan yang pesat, maka perikanan
mencapai visi tersebut telah ditetapkan budidaya memiliki peran penting dan
misi KKP terdiri dari (1) mengoptimalkan diharapkan menjadi jaminan masa depan
pemanfaatan sumberdaya kelautan dan bagi ketahanan pangan masyarakat

26
Indonesia. Upaya peningkatan produksi
perikanan budidaya tidak terlepas dari Tujuan
berbagai kendala yang menyebabkan Tujuan penelitian ini adalah :
produksi berfluktuatif. Dari berbagai 1. Mengetahui kualitas perairan di
kajian diperoleh, salah satu penyebab kawasan Pesisir Subang dan
menurunnya produksi budidaya udang di kelayakannya untuk kegiatan
pantai Utara Jawa adalah menurunnya budidaya udang di tambak.
kualitas lingkungan perairan. 2. Mengetahui perkembangan produksi
Salah satu penyebab menurunnya udang Kabupaten Subang dikaitkan
kualitas lingkungan perairan adalah dengan kualitas air
limbah budidaya yang berasal dari sisa
pakan dan feses yang terlarut ke dalam air
( Rachman Syah, 2006 ). Selanjutnya METODE
dikatakan bahwa budidaya udang vaname
pada tambak skala kecil dengan luas 1000 Tempat dan waktu penelitian
m² dengan padat penebaran 650 ekor/m² Penelitian dilakukan di Perairan
diperkirakan menghasilkan beban limbah Pesisir Kabupaten Subang pada bulan
organik sebanyak 4,8 ton dengan asumsi Mei sampai dengan Agustus 2012.
sekitar 35% pakan tidak dimakan oleh
udang. Fenomena ini merupakan Metode Penelitian
konsekuensi dari pengembangan kegiatan Metode yang digunakan dalam
budidaya tambak yang mengabaikan aspek penelitian ini adalah metode survei.
daya dukung lingkungan dan Pengamatan dilakukan pada 8 (delapan)
mengalokasikan input teknologi pada stasiun pengamatan, yaitu :
kondisi di atas batas daya dukung Stasiun 1 (St.1) : wilayah banyak
lingkungan hanya untuk mengejar target mangrove
keuntungan maksimal dalam waktu yang Stasiun 2 (St.2) : wilayah tinggi
cepat. Oleh karena itu dalam penelitian ini, gelombang 4 – 42 cm
penulis akan mengkaji kualitas lingkungan Stasiun 3 (St.3) : wilayah berbentuk
perairan kawasan perairan pesisir teluk banyak
Kabupaten Subang. Penelitian ini menjadi terjadi proses
sangat relevan disebabkan oleh kegiatan pengendapan
manusia di darat menyebabkan sedimen
pencemaran pada perairan yang akan Stasiun 4 (St.4) : wilayah rata-rata
mempengaruhi produksi dan kesejahteraan kedalaman ˂ 5 m
masyarakat pesisir. Stasiun 5 (St 5) : wilayah sedikit
mangrove

27
Stasiun 6 (St 6) : wilayah tinggi Untuk lebih jelasnya lokasi stasiun
gelombang 2 – 50 cm penelitian terlihat pada Gambar 1.
Stasiun 7 (St 7) : wilayah
cenderung mengalami pergerusan
garis pantai (abrasi)
Stasiun 8 (St 8) : wilayah rata-rata
kedalaman ˂ 10 m

Gambar 1. Lokasi Stasiun Penelitian.

Pengumpulan data Parameter Biologi


Data yang digunakan dalam Untuk mendapatkan contoh
penelitian ini adalah data primer dan data plankton, air sebanyak kurang lebih 50
sekunder. Data primer diperoleh melalui liter disaring menggunakan plankton net
survei langsung di lapangan. Untuk No 25 menjadi 50 ml dan diawetkan
mengumpulkan data sebagai berikut : dengan lugol. Identifikasi jenis dilakukan
di laboratorium menggunakan mikroskop
Parameter Fisika dan Kimia dan buku identifikasi
Untuk mendapatkan data kualitas Data sekunder diperoleh melalui
air dilakukan pengukuran parameter fisika kajian terhadap laporan – laporan hasil
dan kimia langsung dilapangan dan penelitian, publikasi ilmiah, peraturan
mengambil sampel air untuk diuji perundang-undangan dan publikasi daerah.
dilaboratorium. Data tersebut berasal dari instansi
pemerintah maupun swasta yang

28
mempunyai relevansi dengan tujuan Analisa data yang dilakukan meliputi
penelitian meliputi : analisa kualitas air, analisa status mutu air,
- Data produksi udang tahun 2006 -2011 analisa indeks diversitas plankton dan
(Dinas kelautan dan perikanan produksi udang.
Kabupaten Subang)
- Hubungan total suspension solved (TSS) Analisa kualitas air
dengan kandungan klorofil a (Sapto 2007) Parameter dan cara analisis
- Hubungan kelimpahan Plankton dengan parameter físika dan kimia air,
Klorofil a (Handayani dan Patria 2005) sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
- Data hidro-oceanografi (BMG)

Analisa data

Tabel 1. Parameter dan Cara Analisis Kualitas Air


No Parameter Satuan Alat/Cara Analisis Keterangan
A. Fisika
1. Kecerahan Cm Secchi disk In situ
2. Suhu °C Thermometer In situ
3. (TSS) mg/l Gravimetri Laboratorium
B. Kimia
4. pH - pH meter In situ
0
5. Salinitas ⁄ 00 Refraktometer In situ
6. Oksigen terlarut mg/l DO meter In situ
7. BOD mg/l Botol sampel ; Titrimetrik Laboratorium
8. COD mg/l Botol sampel; Titrimetrik Laboratorium
C Biologi
Plankton Sel/liter Plankton net no 25 Laboratorium

Status Mutu Air menentukan tingkat pencemaran relatif


Pedoman yang digunakan untuk terhadap parameter kualitas air yang
mengetahui status mutu air adalah diizinkan. Indeks ini memiliki konsep
Keputusan Menteri Negara Lingkungan yang berlainan dengan Indeks Kualitas
Hidup Nomor : 115 Tahun 2003 tentang Air. Indeks Pencemaran ditentukan untuk
Pedoman Penentuan Status Mutu Air, suatu peruntukan, kemudian dapat
disebutkan bahwa Indeks Pencemaran (IP) dikembangkan untuk beberapa peruntukan
adalah indeks yang digunakan untuk bagi seluruh bagian badan air atau

29
sebagian dari suatu perairan. Nilai Indeks Cemar ringan; c) 5,0 < IP ≤ 10,0 = Cemar
Pencemaran dapat dihitung dengan rumus sedang d) IP > 10,0 = Cemar berat.
:
Indeks Diversitas Plankton
2 2
IP x = √(Ci /Li x ) M + (Ci / Li x ) R Analisa terhadap plankton
2 dilakukan dengan menghitung nilai indeks
Keterangan : diversitas plankton dengan Shannon
IPx = Indeks Pencemaran peruntukan air Wieners formula (Soegianto, 2004) :
(x), Ci = Konsentrasi parameter kualitas
air (i) dari suatu perairan yang akan H = - ∑ n i / N ln n i / N
dinilai, Lix = Konsentrasi parameter
sesuai baku mutu air peruntukan (x); M = Shannon dan Weiner dalam
Maksimum; R = Rata-rata Soegianto, 2004 menyatakan bahwa
Evaluasi terhadap nilai Indeks Pencemaran berdasarkan indeks diversitas (H'), kualitas
adalah : a) 0 ≤ IP ≤ 1,0 = Memenuhi baku air dikelompokkan atas 5 kategori seperti
mutu (kondisi baik); b) 1,0 < IP ≤ 5,0 = yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria kualitas air berdasarkan indeks diversitas (H')


Indeks Diversitas Kriteria kualitas air
< 1,00 Sangat Rendah
1,00 – 1,66 Rendah
1,67 – 2,33 Sedang
2,34 – 3,00 Baik
> 3,00 Sangat Baik
Sumber : Shannon dan Weiner dalam Soegianto (2004)

Perhitungan Produksi Udang Selanjutnya nilai klorofil a di


Untuk pendugaan Produksi udang konversi menjadi produksi mikroalga
didasarkan pada : yang merupakan konversi laju produksi
- Hubungan TSS mikroalga yang dikalikan dengan
dengan Klorofil a Ekotropik Efisiensi (EE) untuk
- Hubungan mendapatkan jumlah mikroalga yang
kelimpahan dikonsumsi oleh predatornya. Pada
Plankton dengan perhitungan ini asumsi yang digunakan
klorofil a adalah EE bernilai 0,279. Proses
selanjutnya adalah mengalikan hasil

30
perhitungan sebelumnya dengan koefisien memiliki kemiringan diatas 18º C. Secara
0.007 untuk mengubah biomass mikroalga umum Kabupaten Subang beriklim tropis
menjadi biomass udang (Martinez-Goss, dengan curah hujan rata-rata pertahun
1999) dalam Sapto (2008). 1593 mm dengan rata-rata hari hujan 91
hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN Secara administrasi Kabupaten
Subang terdiri dari 20 kecamatan dan 2
Kondisi Umum Wilayah perwakilan kecamatan dengan jumlah desa
242 dan 8 kelurahan. Dari 22 kecamatan
Kabupaten Subang secara geografis hanya ada 4 kecamatan yang merupakan
terletak di bagian utara provinsi Jawa kecamatan pesisir yaitu Kecamatan
Barat yaitu antara 107º31'-107º54' BT dan Blanakan, Kecamatan Pamanukan,
6º11'-6º49' LS. Batas-batas wilayah Kecamatan Legon Kulon dan Kecamatan
sebagai berikut : Pusakanegara. Dengan luas masing-
- Sebelah selatan berbatasan dengan masing kecamatan berturut-turut adalah
Kabupaten Bandung (85,81 km²), (80,89 km²), (98,47 km²) dan
- Sebelah barat berbatasan dengan (68,40 km²). Luas wilayah kecamatan
Kabupaten Purwakarta dan Karawang pesisir Kabupaten Subang keseluruhannya
- Sebelah utara berbatasan dengan Laut adalah 333,57 km² atau 16% dari luas
Jawa seluruh Kabupaten Subang.
- Sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Indramayu dan Sumedang. Potensi Tambak
Luas Kabupaten Subang adalah Kabupaten Subang mempunyai
205.176,95 Ha (4,64% dari luas Jawa panjang pantai mencapai 68 km, sangat
Barat) dengan ketinggian antara 0 – 1500 potensial untuk pengembangan usaha
m dpl. Dilihat dari segi topografinya dapat budidaya. Komoditas yang sangat cocok
dibedakan menjadi 3 zone daerah yaitu : untuk dikembangkan adalah Rumput Laut
Daerah pegunungan dengan ketinggian (Euchema spp), Kakap (Lates carcarifer),
500 – 1500 m dpl dengan luas 41.035,09 Kerapu (Ephinephelus spp), Udang
Ha (20%), daerah berbukit dengan Windu (Penaeus monodon), Udang Putih
ketinggian 50 -500 m dpl dengan luas (Penaeus marguensis), Bandeng (Channos
71.502,16 Ha (35,85 %), daerah dataran channos) dan Kerang-kerangan serta jenis
rendah dengan ketinggian 0 – 50 m dpl ikan lainnya. Seiring dengan besarnya
dengan luas 92.939,7 Ha (45,15%). Sekitar peluang usaha tambak, maka peluang
80,8 % Kabupaten Subang mempunyai usaha pembenihan (hatchery) pun sangat
kemiringan 0 - 17º C, sedangkan sisanya luas. Tahun 2011 di Kabupaten Subang

31
memiliki potensi lahan budidaya tambak Kondisi Kawasan Pesisir Subang
seluas kurang lebih 14.300 ha yang Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup
terletak di lima kecamatan yaitu Blanakan, (2007), perairan pantai Subang memiliki
Pamanukan, Pusakanagara, Sukasari dan kedalaman yang relatif dangkal (kurang
Legonkulon. Produksi udang di Subang dari 20 m) dengan gradien kedalaman
tahun 2009 tercatat 3.143,50 ton, tahun yang relatif landai, dimana untuk
2010 sebanyak 2.004 ton, dan pada tahun kedalaman kurang dari 5 m di
2011 produksi udang dari lahan budidaya sekitar Blanakan gradiennya sekitar
tambak yang dimanfaatkan 0.0027 dan 0.0054 di sekitar
adalah sebesar 2.106,72 ton . Pusakanegara; di perairan antara 5 - 10 m
gradien kedalaman berkisar antara 0.0006
Daerah Pantura Subang saat ini akan (di sekitar Blanakan) sampai 0.0027 (di
dijadikan daerah industri penghasil Udang sekitar Pusakanegara). Hal ini berarti
Vaname di Jawa Barat maupun tingkat bahwa di bagian barat Pantai Subang
Nasional. Tahap awal, saat ini lahan (seperti Kecamatan Blanakan) lebih landai
tambak bandeng sudah mulai dijadikan dibandingkan dengan di bagian timur
tambak udang untuk memenuhi Pantai Subang (seperti Kecamatan
permintaan nasional. Dijadikannya Pusakanegara). (Atlas Subang, 2002)
Pantura Subang sebagai daerah industri Wilayah pantai Blanakan Subang yang
penghasil udang tidak terlepas dari berbentuk seperti teluk memungkinkan
program yang dicanangkan oleh terjadinya proses pengendapan sedimen
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dari sungai dan dari angkutan sedimen
bertujuan untuk membangkitkan kembali pantai menjadi lebih besar, sehingga di
masa keemasan tambak udang di daerah wilayah ini laju pendangkalan perairan
pantura dan meningkatkan kembali sangat besar. Dari hasil observasi lapangan
produksi udang yang sempat terpuruk. diperoleh keterangan bahwa luas lahan
Guna mengoptimalkan kawasan timbul dari hasil pengendapan sedimen ini
pertambakan pantura di Kabupaten mencapai sekitar 400 Ha yang berada di
Subang, target industrialisasi lahan sekitar muara sungai Blanakan. Di wilayah
pertambakan udang di kawasan ini pada timur pantai Subang dengan garis pantai
tahun 2012 adalah 719 ha. Untuk memanjang dalam arah tenggara – barat
pencapaian target tersebut maka laut cenderung mengalami penggerusan
dilakukanlah revitalisasi tambak yang garis pantai (abrasi).
dilakukan adalah melalui perbaikan Arus perairan di wilayah pantai
infrastruktur berupa saluran primer, Subang menunjukkan bahwa di perairan
sekunder dan tertier dan sekaligus pantai Mayangan arus pasang berkisar
perbaikan tambak.

32
antara 1.4 ± 31.5 cm/det mengalir terdapat hanya satu kali pasang dan satu
dominan ke arah barat, dan arus surut kali surut, tetapi juga kadang terdapat dua
berkisar antara 0.7 ± 28.1 cm/det yang kali pasang dan dua kali surut
mengalir dominan ke arah barat. Di Gelombang di sekitar pantai
lokasi pantai Ciasem arus pasang berkisar Mayangan dan Ciasem Subang dalam
antara 1.5 ± 30.7 cm/det yang dominan musim Peralihan (Mei) menunjukkan
kearah barat,sedangkan arus surut berkisar bahwa tinggi gelombang berkisar antara 4
antara 1.9 cm/det sampai 33.5 cm/det cm sampai 42 cm dengan periode
dominan kearah barat Puslitbang gelombang antara 2.0 sampai 6.5 detik.
Pengairan, (1985) dalam PPLH (2007). Arah rambatan gelombang yang dominan
Arah arus dominan ke arah barat pada berasal dari arah Utara dan Timur laut. Di
waktu pasang maupun surut ini wilayah Pantai Ciasem tinggi gelombang
diperkirakan bahwa komponen arus berkisar antara 2.0 cm sampai 50 cm,
musiman menjadi dominan di wilayah dengan periode gelombang antara 1.8
perairan ini. sampai 5.7 detik dan arah gelombang yang
Kabupaten Subang, menurut kajian dominan adalah Utara dan Timur laut
Atmadipoera (2002) dalam PPLH (2007), (Puslitbang Pengairan,1985) dalam PPLH
Jenis pasut di lokasi ini memiliki nilai (2007).
formzal F = (19.3+11.4)/(10.5+7.7) =
1.69, berarti tipe pasut campuran yang Status Kualitas Perairan Subang
condong ke harian tunggal dengan Hasil pengukuran parameter kualitas
tunggang pasut adalah 61.4 cm. Hal ini perairan pesisir Kabupaten Subang
berarti dalam satu hari kadang-kadang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kualitas Air di Lokasi Penelitian Tahun 2012
Parameter St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8
pH 7,65 8,10 7,66 8,20 7,85 8,25 7,95 8,25
Suhu 30 31 30 31 31 32 31 32
Kecerahan 35 60 35 62 30 55 30 57
Salinitas 27 29 27 29 27 29 27 29
DO 6,02 6,30 6,01 6,25 6,10 6,40 6,15 6,55
NH 3 0,10 0,06 0,10 0,07 0,15 0,09 0,15 0,09
COD 33,6 30,3 34,2 30,6 39,8 33,5 37,5 32
BOD 11,2 10,3 11,4 10,8 16,9 14,5 15,5 14,2

Dari parameter kualitas air dilakukan Pedoman yang digunakan untuk


penilaian tingkat pencemaran perairan mengetahui tingkat pencemaran di
yang hasilnya terdapat pada Tabel 4. perairan pantai Subang adalah Keputusan

33
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor perairan. Nilai Indeks Pencemaran dapat
: 115 Tahun 2003 tentang Pedoman dihitung dengan rumus :
Penentuan Status Mutu Air, yaitu IP x = √(Ci /Li x )2 M + (Ci / Li x )2 R
mengenai Penentuan Status Mutu Air 2
dengan Metoda Indeks Pencemaran. Dengan :
Dalam Keputusan Menteri Negara IPx = Indeks Pencemaran peruntukan air
Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun (x),
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Ci = Konsentrasi parameter kualitas air (i)
Mutu Air, disebutkan bahwa Indeks dari suatu perairan yang akan dinilai,
Pencemaran (IP) adalah indeks yang Lix = Konsentrasi parameter sesuai baku
digunakan untuk menentukan tingkat mutu air peruntukan (x)
pencemaran relatif terhadap parameter M = Maksimum
kualitas air yang diizinkan. Indeks ini R = Rata-rata
memiliki konsep yang berlainan dengan Evaluasi terhadap nilai Indeks Pencemaran
Indeks Kualitas Air. Indeks Pencemaran adalah :
ditentukan untuk suatu peruntukan, 0 ≤ IP ≤ 1,0 = Memenuhi baku mutu
kemudian dapat dikembangkan untuk (kondisi baik)
beberapa peruntukan bagi seluruh bagian 1,0 < IP ≤ 5,0 = Cemar ringan
badan air atau sebagian dari suatu 5,0 < IP ≤10,0 = Cemar sedang
IP > 10,0 = Cemar berat

Tabel 4. Indeks Pencemaran Perairan Subang


No Parameter Satuan Ci rata- Lix Ci/Lix
rata
1 Suhu °C 31 30 1,0333
2 TSS Mg/l 238 80 2,975
3 pH - 7,9 8,5 0,9294
o
4 Salinitas / oo 28 33 0,8484
5 DO Mg/l 6,22 5 1,244
6 BOD Mg/l 13,1 20 0,655
7 COD Mg/l 34,11 40 0,8527
Ci/Lix rata-rata = 0,7959

Ci/Lix Maksimum = 2,975 IP= 2,2491


IP = √(Ci /Li x )2 M + (Ci / Li x )2 R
2

34
Berdasarkan perhitungan, nilai Indeks Diversitas Plankton
Indeks Pencemaran (2,2491) maka dapat Hasil analisis komunitas plankton
disimpulkan bahwa perairan Pantai pada 8 (delapan) stasiun pengambilan
Subang tercemar ringan. contoh di perairan pantai Subang, masing-
Beban pencemaran limbah organik masing stasiun menunjukkan bahwa
di dasar perairan penting untuk jumlah taksa berkisar antara 5 hingga 11
diperhatikan dalam pengelolaan budidaya . jenis, dengan kelimpahan total berkisar
Hal ini terkait dengan penataan unit antara 490 hingga 1040 individu/liter.
budidaya pada suatu kawasan agar tidak Hasil penghitungan indeks diversitas
berdampak negatif. Menurut Rachman menunjukkan bahwa tingkat
Syah (2006) , budidaya udang Vannamei keanekaragaman komunitas plankton
dengan kepadatan 50 ekor/m² beban secara keseluruhan tergolong sangat
limbah yang dihasilkan mencapai 286,66 rendah dan rendah yakni dari 0,3578
kg N dan 283,84 kg P pada tingkat sampai 1,1235. Hal ini menunjukkan
produksi 5.277 kg/ha. Beban limbah bahwa perairan pesisir Kabupaten Subang
perikanan budidaya sangat ditentukan oleh sudah tercemar, sejalan dengan nilai
nilai Rasio Konversi Pakan, kualitas Indeks pencemaran 2,2491 yang
pakan, dan retensi nutrien pada organisme menunjukkan bahwa perairan Pantai
yang dibudidayakan. Subang tercemar ringan. Menurut teori
Shannon Winner, hubungan antara indeks
keanekaragaman spesies dengan tingkat
pencemaran dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rangkuman hasil analisis sampel plankton


Stasiun Kelimpahan Jumlah Indeks Kriteria Kualitas
Total(Sel/Liter) Taksa Diversitas Air
Stasiun 1 980 8 0,3578 Sangat Rendah
Stasiun 2 1040 11 1,1235 Rendah
Stasiun 3 720 8 1,0346 Rendah
Stasiun 4 950 10 1,0381 Rendah
Stasiun 5 490 5 0,6713 Sangat Rendah
Stasiun 6 520 7 0,9536 Sangat Rendah
Stasiun 7 660 7 0,7999 Sangat Rendah
Stasiun 8 940 9 0,8796 Sangat Rendah

35
Analisis Produktivitas Tambak Berdasarkan kelimpahan plankton dengan
Klorofil a

Pada hubungan kelimpahan plankton terhadap klorofil-a didapatkan


2
persamAan Y= 0,01 + 0,000262X (R :0,79). (Diolah dari data Handayani dan Patria,
2005).

0.35
y = 0.0003x + 0.019
0.3 R2 = 0.7906
Chloropil-a (mg/l)

0.25
0.2

0.15
0.1
0.05

0
0 200 400 600 800 1000 1200
Kelimpahan plankton ind/l)

Gambar 2. Hubungan antara Kelimpahan Plankton dengan Klorofil a.

Dari Persamaan diatas, data klorofil dapat di hitung. Data klorofil selanjutnya di
estimasi produktivitas primer mikroalgae. dengan melakukan konversi klorofil-a
dengan mengalikan dengan asumsi nilai P/B rasio yaitu 146,9 dan Ekotropik Efisiensi
0,279.
Tabel 6. Perhitungan Produktivitas Mikroalga
Kelimpaha Klorof Produktivitas
n il a Biomas Mikroalgae
Plankton (mg/l) ton/ha/tahun
(Sel/Liter) μg/l mg/m3 g/m2/hari ton/ha/tahun
980 0,27 270 2,43 0,16281 0,594256 87,3
1040 0,28 280 2,52 0,16884 0,616266 90,5
720 0,19 190 1,71 0,11457 0,418180 61,43
950 0,26 260 2,34 0,15678 0,572247 84,06
490 0,13 130 1,17 0,07839 0,286123 42,03
520 0,14 140 1,26 0,08442 0,308133 45,26
660 0,17 170 1,53 0,10251 0,374161 54,96
940 0,25 250 2,25 0,15075 0,550237 80,82

36
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai produktivitas primer mikroalga rata-rata
adalah 68,29 ton/ha/tahun.

Tabel 7. Estimasi Laju Produksi Perikanan Potensial


No Biomass Koefisien Produktivitas Mikroalga Laju
Mikroalga P/B Mikroalga EE yang di Produksi
(ton/ha.th) (ton/ha.th) Konsumsi Perikanan
(ton/ha/th) Potensial
(A) (B) (C= A x B) (D) (E=C x D) (ton/ha/th)
(F= E x
0,007)
1 0,594256 146,9 87,3 0,279 24,35 0,17045
2 0,616266 146,9 90,5 0,279 25,24 0,17668
3 0,418180 146,9 61,43 0,279 17,13 0,11991
4 0,572247 146,9 84,06 0,279 23,45 0,16415
5 0,286123 146,9 42,03 0,279 11,72 0,08204
6 0,308133 146,9 45,26 0,279 12,62 0,08834
7 0,374161 146,9 54,96 0,279 15,33 0,10731
8 0,550237 146,9 80,82 0,279 22,54 0,15778

Dari estimasi perhitungan potensi tergantung dari pasang surut air laut saja,
perikanan didapatkan laju perikanan pakan juga masih tergantung dari alam.
potensial rata-rata sekitar 0,13333 Pada tambak yang dikelola secara
ton/ha/tahun. Dengan luas tambak pada tradisional, udang hanya memakan
Kabupaten Subang seluas 14.300 ha maka berbagai jenis pakan alami yang ada
diperkirakan potensi produksi udang didalam tambak, sehingga dengan
sebesar 1906,6 ton/tahun. Sedangkan tingginya nilai TSS, efek buruk pada
Produksi udang di Subang tahun 2009 ekosistim adalah rendahnya fotosintesa
tercatat 3.143,50 ton, tahun 2010 pada tambak yang mempengaruhi
sebanyak 2.004 ton, dan pada tahun 2011 tersedianya pakan alami untuk udang.
produksi udang dari lahan budidaya Laju pertumbuhan plankton sangat
tambak yang dimanfaatkan dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya di
adalah sebesar 2.106,72 ton, maka dengan dalam perairan. Partikel lumpur akan
demikian terjadi penurunan produksi menghalangi penetrasi cahaya yang
udang tahun 2012. menyebabkan laju pertumbuhan plankton
Tambak di pesisir kabupaten mengalami penurunan. Dengan
Subang sebagian besar adalah tambak berkurangnya plankton , nilai klorofil-a
tradisional, hal ini dapat dilihat dari juga akan berkurang sehingga
pengelolaan air tambak yang hanya menimbulkan sifat kanibalisme.

37
Berdasarkan penelitian Nontji (1984) , KESIMPULAN DAN SARAN
nilai rata-rata kandungan klorofil di Kesimpulan
perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3. 1. Berdasarkan nilai indeks
Di laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi pencemaran dan indeks diversitas
konsentrasinya pada perairan pantai dan plankton maka dapat disimpulkan
pesisir, serta rendah di perairan lepas bahwa perairan pesisir Subang
pantai. Tingginya sebaran konsentrasi tercemar ringan.
klorofil-a di perairan pantai dan pesisir 2. Dari estimasi perhitungan potensi
disebabkan karena adanya suplai nutrien perikanan didapatkan laju
dalam jumlah besar melalui run-off dari perikanan potensial rata-
daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi rata sekitar 0,13333 ton/ha/tahun.
klorofil-a di perairan lepas pantai karena Dengan luas tambak seluas
tidak adanya suplai nutrien dari daratan 14.300 ha maka diperkirakan
secara langsung. Kandungan klorofil-a potensi produksi udang
dapat digunakan sebagai ukuran Kabupaten Subang sebesar 1906,6
banyaknya fitoplaknton pada suatu ton/tahun
perairan tertentu dan dapat digunakan Saran
sebagai petunjuk produktivitas perairan. 1. Diperlukan penyuluhan kepada
Mina hutan (sylvofishery) para pembudidaya dalam
merupakan pola pendekatan teknis yang melakukan kegiatan budidaya
cukup baik, yang terdiri atas rangkaian udang di wilayah pesisir
kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya Kabupaten Subang dengan
dengan kegiatan penanaman, menggunakan pola silvofishery
pemeliharaan, pengelolaan dan upaya dengan memanfaatkan fungsi
pelestarian hutan mangrove. Sistem ini ekosistem mangrove untuk
memiliki teknologi sederhana, yaitu mengurangi pencemaran perairan
memanfaatkan fungsi ekosistem 2. Untuk menjaga kelestarian
mangrove sebagai biofilter polutan sumberdaya diwilayah pesisir
sehingga dapat menghasilkan atau kabupaten Subang disarankan
meningkatkan kesuburan tanah tambak untuk tidak menambah luasan
dan memudahkan tumbuhnya plankton tambak dan pengelolaan tambak
sebagai sumber makanan alami udang. menggunakan sistim tradisional.

38
DAFTAR PUSTAKA Poole, R.W. 1974. An Introduction to
Quantitative Ecology. Mc.
Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Graw Hill Kogakusha, Ltd.
Sumberdaya Wilayah Pesisir Tokyo. 325 Pages
dan Lautan Secara Terpadu. PKSPL, 2002. Kajian Kegiatan Tambak
328 hal Dalam Hubungannya Dengan
Kegiatan Migas dan
Handayani, S, dan Patria M.P. 2005. Lingkungan Hidup di Delta
Komunitas Zooplankton di Mahakam. PKSPL – IPB.
Perairan Waduk Krenceng Bogor.
Cilegon ,Banten. Makara
Sains, Vol. 9 No. 2. PPLH.2007. Kajian Lingkungan Hidup
November 2005: 75 – 80. Wilayah Pantai Utara Pulau
Jawa..
Marganof, 2007. Model Pengendalian
Pencemaran Perairan di Danau Rachman Syah . dkk. 2006. Pendugaan
Maninjau Sumatra Barat. IPB. Nutrient Budget Tambak
Bogor. Intensif Udang Litopenaeus
Vannamei. Jurnal Riset
Nontji, A. (1984), Biomassa dan Akuakultur Vol. 1, No.2 : 181-
Produktivitas Fitoplankton di 202.
Perairan Teluk Jakarta Serta
Kaitannya dengan Faktor- Sapto, A. 2008 Studi Sedimen Melayang
faktor Lingkungan. dan Dampaknya terhadap
Disertasi.Fakultas Produktivitas Perikanan
Pascasarjanan. Institut (Studi Kasus Muara Sungai
Pertanian Bogor Porong). ITS. Surabaya.

Nybakken, J. W. (1992), Biologi Laut: Soegianto, A. 2004. Metode Pendugaan


Suatu Pendekatan Ekologis. Pencemaran Perairan Dengan
Diterjemahkan oleh H. M. Indikator Biologis. Airlangga
Eidman, Koesoebiono, D. G. University Press. Surabaya.
Bengen, M. Hutomo dan S.
Subarjo. PT. Gramedia Widigdo,B. (2001). Perencanaan dan
Pustaka Utama. Jakarta. Pengelolaan Budidaya
Perairan Wilayah Pesisir.
PKSPL – IPB. Bogor

39
PENGARUH PENGUNAAN PROBIOTIK Lactobacillus brevis DAN
PREBIOTIK OLIGOSAKARIDA (Fructooligosakarida-Galaktoologosakarida)
TERHADAP GAMBARAN DARAH PATIN SIAM (Pangasionodon
hypophtalmus) YANG DIINFEKSI Aeromonas hydrophila

Oleh:
Yuke Eliyani*, Widanarni**, Dinamella Wahjuningrum**
*Dosen Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan
**Dosen Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik


Lactobacillus brevis, prebiotik oligosakarida (Fructooligosakarida-
Galaktooligosakarida) terhadap nilai hemoglobin, hematokrit serta diferensial
leukosit patin siam (Pangasionodon hypophthalmus) yang diinfeksi bakteri
Aeromonas hydrophila. Uji yang dilakukan meliputi persiapan bakteri probiotik dan
A.hydrophila, analisis prebiotik (oligosakarida), uji in vitro, dan uji in vivo.
Parameter uji yang diamati selama penelitian adalah hemoglobin, hematokrit, serta
diferensial leukosit. Penelitian terdiri dari lima perlakuan dengan masing-masing tiga
ulangan, yaitu kontrol (+), kontrol (-), pemberian probiotik (Pro), pemberian prebiotik
(Pre), pemberian probiotik ditambah prebiotik (Sin). Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Data dianalisis dengan sidik
ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%. Perbedaan antar perlakuan
dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan program Xl-stat. Hasil pengamatan
pada parameter hemoglobin, hematokrit, serta diferensial leukosit, berbeda nyata
(p<0.05) dengan kontrol pada beberapa waktu pengamatan.

Kata kunci : probiotik, prebiotik, sinbiotik, Lactobacillus brevis, Aeromonas


hydrophila, Pangasionodon hypophthalmus

PENDAHULUAN A.hydrophila memproduksi faktor–


faktor virulensi berupa eksotoksin yang
Bakteri Aeromonas hydrophilla penting dalam patogenitas, salah
merupakan salah satu patogen yang satunya adalah enzim proteolitik yang
banyak ditemui dalam budidaya ikan dapat merusak dinding intestin inang
air tawar, diantaranya adalah pada hingga terjadi oedema. Gejala serangan
pemeliharaan patin siam bakteri ini adalah penimbunan cairan
(Pangasionodon hypophthalmus). dalam rongga perut (abdominal
Wartono et al., (2010) menyatakan dropsy), luka pada kulit dan otot (Rey
bahwa tingkat kematian benih patin et al., 2009).
akibat MAS dapat mencapai 40-80%.

40
Berbagai cara telah dilakukan spesies dan 27 subspesies (Bernardeau
untuk mengatasi penyakit ini, et al., 2008).
diantaranya dengan antibiotika. Prebiotik didefinisikan sebagai
Kendala yang terjadi adalah timbulnya bahan pangan yang tidak dicerna oleh
dampak resisten bakteri ini terhadap inang, dapat difermentasi oleh
antibiotika yang digunakan, sehingga mikrobiota saluran pencernaan serta
dicari alternatif lain yaitu penggunaan mampu secara selektif menstimulasi
probiotik, prebiotik serta gabungan pertumbuhan dan aktivitas bakteri
keduanya. pencernaan. Menurut Gropper et al.,
Probiotik merupakan (2009), prebiotik berperan sebagai
mikroorganisme non-patogen, mampu substrat untuk meningkatkan
mentoleransi garam empedu serta nilai pertumbuhan bakteri menguntungkan
pH rendah, dapat hidup dan atau yang bermanfaat bagi kesehatan
berkembang biak pada sistem inang sehingga menghambat
pencernaan, membentuk koloni di perkembangan bakteri patogen.
permukaan epitel usus, serta dapat Prebiotik umumnya merupakan
menghasilkan enzim pencernaan secara golongan polisakarida dan
ekstraseluler. Selain itu probiotik oligosakarida. Bahan ini dapat
mampu menjaga keseimbangan mendorong pertumbuhan bakteri asam
mikroba dalam usus, mengeliminasi laktat dalam usus. Inulin,
mikrooganisme yang merugikan, dapat fructooligosaccharide (FOS),
diproduksi secara masal, serta dapat galactooligosaccharide (GOS),
berada dalam kondisi stabil selama lactulosa dan polydextosa adalah
masa penyimpanan (Merrifield et al., bahan-bahan prebiotik.
2010). Gabungan antara prebiotik dan
Lebih lanjut Hernandez et al., probiotik dikenal dengan sinbiotik.
(2012) menyatakan bahwa salah satu Keuntungan dari sinbiotik ini adalah
jenis bakteri probiotik adalah golongan pertumbuhan dari probiotik menjadi
Lactobacillus yang memiliki lebih baik karena terlebih dahulu telah
kemampuan untuk hidup dan mendapat pakan dari prebiotik. Hasil
berkembang biak dalam sistem penelitian Merrifield et al., (2010)
pencernaan (toleran terhadap enzim menunjukkan bahwa suplemen
amilase, nilai pH rendah, serta bertahan sinbiotik (kombinasi probiotik dari
terhadap sekresi garam empedu). golongan bakteri asam laktat dan
Lactobacillus merupakan bakteri gram prebiotik oligosakarida), berpengaruh
positif berbentuk batang, memiliki positif pada pertumbuhan dan aktivitas
karakter tergantung spesies seperti bakteri pencernaan ikan salmon
obligat/fakultatif dan
homo/heterofermentatif. Lactobacillus
merupakan kelompok bakteri
heterogenus yang terdiri dari 135

41
METODE PENELITIAN Aktivitas antagonistik
Aktivitas antagonistik L. brevis
Waktu dan Tempat Penelitian diuji terhadap A.hydrophila dengan
Penelitian dilaksanakan mulai metode Bauer-Kirby (1966). Isolat
bulan Oktober sampai dengan A.hydrophila dan L.brevis diencerkan
Desember 2012 di Laboratorium hingga masing-masing memiliki tingkat
Kesehatan Ikan, Institut Pertanian kekeruhan sekitar 107CFU/ml.
Bogor; Sekolah Tinggi Perikanan Pengukuran ini dilakukan dengan
Jurusan Penyuluhan Perikanan Bogor; menggunakan spektrofotometer pada
dan Balai Besar Pengembangan panjang gelombang 600 nm. A.
Budidaya Air Tawar Sukabumi. hydrophila disebar pada media TSA
sebanyak 100 µl. Kertas cakram
Metode Penelitian (Whatman antibiotic asay paper)
berdiameter 5 mm diletakkan di bagian
Kegiatan Penelitian meliputi permukaan media TSA kemudian
persiapan bakteri probiotik dan ditetesi suspensi L. brevis sebanyak 10
A.hydrophila, analisis prebiotik µl dan sebagai kontrol dalam perlakuan
(oligosakarida), uji in vitro, dan uji in ini digunakan larutan fisiologis.
vivo. Selanjutnya media berinokulan ini
diinkubasi pada suhu 29oC selama 24
Uji in vitro jam. Pengukuran zona bening yang
terbentuk dilakukan menggunakan
Penentuan LD50 bakteri
jangka sorong pada 4 posisi diamater
A.hydrophila
lingkaran dari setiap kertas cakram.
Benih ikan patin siam
(Pangasionodon hypophthalmus) Uji in vivo
dengan panjang rata–rata 9,1±0,19 cm
dipelihara dalam dua belas akuarium. Penyiapan pakan
Padat tebar ikan adalah 10 ekor per Pakan yang digunakan dalam
akuarium. Penginfeksian A.hydrophila penelitian adalah pakan komersil
dilakukan dengan cara disuntik secara dengan kandungan protein 28%.
intra muskular sebanyak 0,1 ml/ekor Bakteri probiotik dengan konsentrasi
ikan, dengan kepadatan bakteri 106, 107 CFU/ml sebanyak 1% (Putra,
107, 108 dan 109 CFU/ml. Pengamatan 2010), dan prebiotik sebanyak 2%
mortalitas ikan uji dilakukan selama (Mathious et al., 2006) dicampurkan
tujuh hari. Penghitungan LD50 pada pakan, serta menggunakan perekat
menggunakan metode Reed dan berupa putih telur sebanyak 2%. Pakan
Muench (1938). Berdasarkan hasil selanjutnya dikering-anginkan selama
perhitungan diperoleh nilai LD50 satu jam untuk mengurangi
sebesar 107 CFU/ml. kelembaban.

42
Kondisi ikan uji dan diinfeksi
Ikan uji yang digunakan adalah A.hydrophila
benih ikan patin siam berukuran Perlakuan Pre : Pemberian pakan
panjang rata-rata 9,1±0,19 cm. Ikan uji dengan
dipelihara dalam akuarium berukuran penambahan
90 x 40 x 40 cm3dengan kepadatan 10 prebiotik sebesar
ekor per akuarium. Sebelum diberi 2% (Mahious et
perlakuan, ikan diadaptasikan terlebih al., 2006) dan
dahulu selama 14 hari. diinfeksi
A.hydrophila
Perlakuan probiotik, prebiotik, Perlakuan Sin : Pemberian pakan
sinbiotik serta uji tantang dengan
Ikan uji diberi pakan secara at penambahan
satiation dengan frekuensi tiga kali per sinbiotik
hari yaitu pada pukul 7.00, 12.00 dan (probiotik
17.00. Pemberian probiotik, prebiotik, sebesar 1 % dan
sinbiotik dilakukan 1 kali per hari pada prebiotik sebesar
siang hari selama 30 hari pemeliharaan. 2%) dan
Penelitian terdiri dari lima diinfeksi
perlakuan dengan masing-masing A.hydrophila
terdiri dari tiga ulangan sebagai berikut:
Perlakuan K(-) : Pemberian pakan Parameter uji
tanpa Parameter uji yang diamati
penambahan selama penelitian adalah hemoglobin,
probiotik dan hematokrit, serta diferensial leukosit.
prebiotik namun
tidak diinfeksi Parameter darah
A.hydrophila Pengukuran parameter darah
(kontrol -) dilakukan pada saat awal, hari ke-30,
Perlakuan K(+) : Pemberian pakan hari ke-31, hari ke-34, hari ke-36, dan
tanpa hari ke-38. Adapun parameter darah
penambahan yang diamati adalah sebagai berikut:
probiotik dan
Hemoglobin (Wedemeyer dan
prebiotik serta
Yasutake, 1977)
diinfeksi
A.hydrophila Darah dihisap dengan pipet
(kontrol +) sahli sampai mencapai 20 mm3 atau 0.2
Perlakuan Pro : Pemberian pakan ml lalu ujung pipet dibersihkan dengan
dengan tissue. Darah dalam pipet dipindahkan
penambahan ke dalam tabung Hb-meter yang telah
probiotik sebesar diisi HCl 0.1 N sampai skala 10
1% (Putra, 2010) (merah), kemudian diaduk dan

43
dibiarkan selama 3 sampai 5 menit. Diferensial leukosit (Blaxhall dan
Selanjutnya akuades ditambahkan Daisley, 1973)
sampai warna darah dan HCl dalam Darah diteteskan pada gelas
tabung seperti warna larutan standar objek bagian kanan atas, selanjutnya
yang ada pada Hb–meter. Pembacaan gelas objek yang lain diletakkan diatas
skala dilakukan dengan melihat tetesan darah sampai membentuk sudut
permukaan cairan dan dicocokan sekitar 30o kemudian ditarik sampai
dengan skala tabung sahli yang dilihat darah menyebar sepanjang tepi gelas
pada skala jalur gr % (kuning) yang objek pertama. Ulasan dikering-
berarti banyaknya hemoglobin dalam udarakan kemudian direndam dalam
gram per 100 ml darah. larutan Giemsa (1:20) selama 15-20
menit. Hasil perendaman selanjutnya
Hematokrit (Anderson dan Siwicki, dibilas dengan akuades, ditutup dengan
1993) gelas penutup dan diamati
Salah satu ujung tabung menggunakan mikroskop.
mikrohematokrit dicelupkan ke dalam Penghitungan dilakukan terhadap jenis-
tabung yang berisi darah sehingga jenis leukosit dan dihitung
darah merambat secara kapiler. Ketika persentasenya.
rambatan mencapai ¾ bagian tabung
maka ujung tabung ditutup dengan cara
menancapkan ujung tabung ke dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
crytoceal kira–kira sedalam 1 mm.
Tabung hematokrit tersebut selanjutnya Hemoglobin
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 Hemoglobin (Hb) merupakan
rpm selama 5 menit, lalu dilakukan bagian dari eritrosit yang memiliki
pengukuran panjang bagian darah yang kemampuan mengangkut oksigen untuk
mengendap (a) dan panjang total diedarkan ke seluruh tubuh. Kadar
volume darah yang terdapat di dalam hemoglobin selama penelitian
tabung (b). Adapun kadar hematokrit ditampilkan dalam Gambar 1.
dihitung dengan persamaan berikut:

44
Gambar 1. Nilai hemoglobin ikan uji pada berbagai perlakuan.

Nilai hemoglobin pada awal prebiotik memberikan kontribusi dalam


perlakuan menunjukkan nilai yang menentukan jumlah hemoglobin dalam
sama untuk semua perlakuan yaitu eritrosit mengingat hemoglobin adalah
sebesar 6,80±0,00. Peningkatan nilai bentuk protein yang didalamnya
hemoglobin pada semua perlakuan terdapat ikatan Fe yang disebut dengan
terjadi pada hari ke-30. Puncak heme.
kenaikan nilai hemoglobin terjadi pada Penurunan hemoglobin mulai
hari ke-31, hasil uji Duncan hari ke-34 diduga disebabkan oleh
menunjukkan terdapat beda nyata infeksi A.hydrophila, hal ini sesuai
antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, dengan pernyataan Harikrisnan et al.,
perobiotik dengan K(-) dan K(+). Nilai (2012) bahwa salah satu penyebab
masing-masing perlakuan adalah penurunan hemoglobin adalah inklusi
sebesar 11.92±0,76; 11,87±0,64; virus, kista hemoglobin dan
11,27±12; 10,04±0,12; serta 9,87±0,12. hemoparasit. Rey et al., (2009)
Hemoglobin mengalami peurunan nilai menyatakan bahwa produk
mulai hari ke-34. Hasil perhitungan ekstraseluler (aerolysin, α- dan β-
nilai hemoglobin pada hari ke-36 haemolysins yang dihasilkan oleh
menunjukkan bahwa perlakuan Sin A.hydrophila strain KJ 99, mampu
memberikan nilai yang berbeda nyata menurunkan kadar protein terlarut
dengan Pre, Pro serta kontrol (+). Hal dalam darah, menyebabkan terjadinya
ini diduga bahwa ikan uji dengan perubahan pada hemodinamika darah
perlakuan Sin tingkat pemulihannya ikan mulai dari dinding abdominal,
lebih cepat dibandingkan perlakuan peritoneum sampai dengan
lainnya. gastointestinal.
Perlakuan Sin, memberikan
nilai hemoglobin yang tinggi Hematokrit
dibandingkan kontrol, hal ini Hematokrit merupakan nilai
merupakan suatu indikasi bahwa lemak perbandingan antara jumlah eritrosit
rantai pendek (SCFA) yang merupakan dengan plasma darah. Hasil
hasil metabolisma probiotik terhadap

45
perhitungan hematokrit ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai hematokrit ikan uji pada berbagai perlakuan

Jumlah hematokrit pada awal Penurunan nilai hematokrit pada


pengambilan sampel memberikan nilai hari ke-34 terjadi pada empat perlakuan
yang sama pada semua perlakuan yaitu yang diberikan infeksi A.hydrophila.
sebesar 16,00±0,00. Peningkatan Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
hematokrit terjadi pada hari ke-30 dan Ziskowski et al., (2008) bahwa infeksi
ke-31, dan hasil uji lanjut Duncan bakteri dapat menurunkan jumlah
menunjukkan terjadi beda nyata antara hematokrit pada ikan winter flounder
perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik (Pseudopleuronectes americanus).
dengan K(+) serta K(-). Penurunan
nilai hematokrit terjadi pada hari ke-34. Diferensial Leukosit
Nilai hematokrit pada hari ke-38 Parameter diferensial leukosit
menunjukkan bahwa perlakuan Sin yang diamati pada penelitian ini
lebih baik dari Pre, Pro serta K(+). Hal meliputi monosit, limfosit, serta
ini menunjukan bahwa kondisi neutrofil. Nilai yang diperoleh reltif
hematokrit pada ikan uji perlakuan Sin, bervariasi pada setiap perlakuan.
mencapai tingkat recovery yang lebih
cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Monosit
Peningkatan nilai hematokrit Monosit merupakan parameter
sejalan dengan peningkatan mononuklear disamping makrofag yang
hemoglobin serta eritrosit, diduga hal berhubungan dengan sistem imun non-
ini terjadi karena adanya peningkatan spesifik pada proses fagositik dan
kualitas asupan nutrisi berupa SCFA bekerja sama dengan komponen imun
selama 30 hari pada perlakuan sinbiotik lainnya seperti neutrofil, mast sel,
dan prebiotik, yang secara langsung makrofag, B lymposit, T lymposit,
akan meningkatkan jumlah eritrosit, interleukin (Lv-yun, 2013). Hasil dari
dan kemudian akan berdampak pada perhitungan monosit ditampilkan pada
peningkatan hematokrit. Gambar 3.

46
Gambar 3. Nilai monosit darah ikan uji pada berbagai perlakuan

Monosit pada pengambilan sebagai makrofag yaitu sel fagosit


sampel awal menunjukkan nilai yang utama untuk menghancurkan partikel
sama pada semua perlakuan yaitu asing dan jaringan mati.
3,00±0,00 kemudian mengalami Penurunan monosit mulai hari
peningkatan pada hari ke-30, dan ke-36 diduga terjadi karena sel monosit
mencapai nilai tertinggi pada hari ke- mulai keluar dari sirkulasi darah,
34. Berdasarkan hasil uji Duncan, selanjutnya masuk ke jaringan yang
terdapat beda nyata antara perlakuan terinfeksi dengan berdiferensiasi
sinbiotik, probiotik, dengan K(-) dan menjadi makrofag yang berperan dalam
K(+) pada hari ke-34 dengan masing- memfagosit dan menyajikan antigen
masing nilai sebesar 6,87±0,58; kepada sel limfosit.
6,33±0,58; 5,07±0,55; dan 5,01±0,58.
Penurunan monosit terjadi mulai hari Limfosit
ke-36, hasil uji Duncan menunjukkan Limfosit merupakan sel yang
pada hari ke-36 tidak menunjukan berfungsi mengenali berbagai antigen,
perbedaan yang nyata antara sinbiotik baik intraselular maupun ekstraselular.
dengan K(+). Sel ini berperan utama dalam sistem
Peningkatan nilai monosit pada imun spesifik Hasil perhitungan
hari ke 34 menunjukkan sudah adanya limfosit ditampilkan pada Gambar 4
pengaruh dari infeksi A.hydrophila
pada K(+), probiotik, prebiotik serta
sinbiotik, sehingga terjadi penambahan
jumlah monosit dalam darah ikan, hal
ini terkait dengan peran monosit

47
Gambar 4. Nilai limfosit ikan uji pada berbagai perlakuan

Nilai limfosit pada pengamatan (Iwama, 1996). Perkembangan sel B


awal menunjukkan nilai yang sama dan Sel T berawal dari sel induk
pada semua perlakuan yaitu sebesar sumsum tulang, jalur sel B akan masuk
65,00±0,00. Peningkatan mulai terjadi ke sumsum tulang selanjutnya sel B
setelah tiga puluh hari pemberian pakan akan matang dan masuk ke darah,
perlakuan, hasil uji Duncan sedangkan jalur sel T akan masuk ke
menunjukkan beda nyata antara thimus, sel T matang dan masuk ke
perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik darah dan limfa, Sel T dan sel B akan
dengan K(-) dan K(+), masing-masing mengenali benda asing (antigen) serta
sebesar 70,67±2,08; 69,67±1,53; membedakannya dengan jaringan
68,67±1,15; 65,00±1,73 serta sendiri berkat adanya T cel reseptor
64,33±0,58. Penurunan limfosit terjadi (TCR).
pada hari ke 31, namun hasil uji lanjut Berbeda dengan monosit,
menunjukkan terdapat beda nyata limfosit tidak bersifat fagositik tetapi
antara perlakuan dengan kontrol, berperan penting dalam pembentukan
dengan nilai sebesar 66,67±0,58; antibodi (Bratawidjaja, 2006).
67,33±1,15; 65,57±1,15; 64,67±0,58; Pernyataan ini merupakan penjelasan
serta 64,33±0,58. Penurunan limfosit dari data pada berbagai perlakuan,
diduga tubuh ikan memberi respon bahwa nilai terendah terjadi pada waktu
tanggap kebal terhadap adanya infeksi setelah uji tantang. Diduga pada
A.hydrophila yang masuk ke dalam kondisi ini yang bekerja secara
tubuh. dominan adalah monosit sehingga
Limfosit, terdiri dari sel T pada differensiasi leukosit yang terjadi
imunitas selular, dan sel B pada didominasi oleh monosit sehingga
imunitas humoral. Sel CD4+ dan T jumlah limfosit relatif berkurang. Pada
helper pada imunitas humoral akan hari ke-36 dan ke-38, dianggap
bereaksi dengan sel B merangsang merupakan kondisi pemulihan yang
proliferasi dan diferensiasi sel. Sel sebelumnya telah dijelaskan dan hal ini
CD4+ pada imunitas seluler berfungsi terlihat dari nilai limfosit yang
mengaktifkan makrofag untuk meningkat, karena pada kondisi
menghancurkan mikroba intraseluler tersebut sel mulai membentuk antibodi

48
agar ikan lebih tahan dari infeksi A. spesies ikan sedangan basofil jarang
hydrophila berikutnya. ditemui. Neutrofil adalah sel fagositik
pertama yang tiba di lokasi infeksi dan
Neutrofil beperan dalam pembunuhan serta
Granulosit merupakan bagian degradasi mikroorganisme sebagaimana
dari leukosit dan diketahui terdiri dari 3 yang dilakukan dalam penyembuhan
tipe, yakni neutrofil, eosinofil dan luka (Fraser et al., 2012). Hasil
basofil. Neutrofil dan eonisofil adalah pengukuran neutrofil ditampilkan pada
yang umum ditemui dalam banyak Gambar 5.

Gambar 5. Nilai neutrofil ikan uji pada berbagai perlakuan

Nilai neutrofil pada awal Pada saat inilah sel pertahanan fagositik
pengambilan sampel menunjukkan nilai didominasi oleh neutrofil, tetapi
yang sama yaitu 4,00±0,00. beberapa jam kemudian (7-8 jam) sel
Peningkatan neutrofil terjadi mulai hari yang mendominasi adalah monosit
ke-31 dan mencapai puncaknya pada (Iwama, 1996).
hari ke-34 dan hasil uji lanjut
memberikan beda nyata antara
perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik KESIMPULAN
dengan K(+). Neutrofil pada hari ke-30
tidak menunjukkan beda nyata, diduga Nilai hemoglobin, hematokrit
hal ini terjadi karena pada hari ke-30 pada perlakuan sinbiotik menunjukkan
belum terjadi infeksi sehingga populasi nilai yang lebih baik dibandingkan
neutrofil disimpan untuk keadaan perlakuan lainnya. Diferensial leukosit
darurat di dalam jaringan limfoid dari yang terdiri dari limfosit, monosit serta
ginjal. neutrofil menunjukkan nilai yang
Neutrofil berperan dalam bervariasi pada beberapa waktu
masalah fagositik sel patogen pengamatan untuk semua perlakuan.
sebagaimana yang dilakukan oleh
monosit namun demikian sel neutrofil
bergerak lebih cepat dari monosit, dan
sampai di daerah infeksi dalam 2-4 jam.

49
DAFTAR PUSTAKA Gropper SS, Jack LS and James LG.
2009. Advanced nutrition and
Anderson DP and Siwicki AK. 1993. human metabolism. 5thEd. Pre-
Basic hematology and serology Press PMG. Canada.
for fish health programs. Paper Harikrishnan R, Balasundaram C and
presented in second symposium Heo M.-S. 2012. Effect of
on diseases in Asean Inonotus obliquus enriched diet
Aquaculture “Aquatic Animal on hematology, immune
Health and The Environment”. response, anddisease protection
Phuket, Thailand. 25 – 29th in kelp grouper, Epinephelus
October 1993. 17hlm. bruneus against Vibrio harveyi.
Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, Aquaculture, 344–349: 48–53.
and Turck M. 1966. Antibiotic Hernandez OH, Muthaiyan A, Moreno
susceptibility testing by a FJ, Montilla A, M.L. Sanz ML
standardized single disk and Ricke SC. 2012. Effect of
method. Am. J. prebiotik carbohydrates on the
Clin. Pathol 36:493-496. growth and tolerance of
Bernardeau M, Vernoux JP, Dubernet Lactobacillus. Food
SH and Guéguen M. 2008. Microbiology 30: 355 – 361.
Safety assessment of dairy Iwama G. 1996. The fish immune
microorganisms: The system. Academic press, San
Lactobacillus genus. Food Diego-London-Boston-New
Microbiology 126: 278-285. York-Sydney-Tokyo-Toronto.
Blaxhall PC and Daisley KW. 1973. 68-95, 185-222 p.
Routine haematologycal Lv-yun Zhu, Li Nie, Guan Zhu, Li-xin
methods for use with fish blood. Xiang, Jian-zhong Shao. 2013.
J. Fish Biology 5: 577 – 581. Advances in research of fish
Bratawidjaja KG. 2006. Imunologi immune-relevant genes: A
Dasar. Edisi keenam. Balai comparative overview of innate
Penerbitan Fakultas Kedokteran and adaptive immunity in
Universitas Indonesia. Jakarta. teleosts. Developmental &
Fraser TWK, Rønneseth A, Haugland Comparative Immunology
GT, Fjelldal PG, Mayer I and 39:39–62
H.I. Wergeland HI. 2012. The Mathious AS, Gatesoupe FJ, Hervi M,
effect of triploidy and Metailler R and Ollevier F..
vaccination on neutrophils and 2006. Effect of dietary inulin
B-cells in the peripheral blood and oligosaccharides as
and head kidney of 0+ and 1+ prebiotiks for weaning turbot,
Atlantic salmon (Salmo salar Psettanational maxima. J.
L.) post-smolts. Fish & Aquaculture International 143:
Shellfish Immunology 33: 60- 219 – 229.
66.

50
Merrifield DL, Dimitroglou A, Foey melalui penerapan kekebalan
A, Davies SJ, Baker RTM, bawaan (Maternal immunity).
Bøgwald J, Castex M and Ringø Prosiding forum inovasi
E. 2010. Review: The Current teknologi akuakultur. Pusat
status and future focus of Riset Perikanan Budidaya.
probiotic and prebiotik Wedemeyer GA and Yasutake WT.
applications for salmonids. 1977. Clinical methods for the
Aquaculture 302: 1–18. assessment of the effect
Putra AN. 2010. Aplikasi probiotik, environment stress on fish
prebiotik dan sinbiotik untuk health. Technical papers of the
meningkatkan kinerja US.fish and wildfield services.
pertumbuhan ikan nila US. Depart. of the interior fish
(Oreochromis niloticus). Tesis. and wildlife service 89: 1-17.
Bogor. Sekolah Pascasarjana, Ziskowski J, Mercaldo-Allen R,
Institut Pertanian Bogor. Pereira JJ, Kuropat
Rey A, Verján N, Ferguson HW and C, Goldberg R. 2008. The
Iregui C. 2009. Pathogenesis effects of fin rot disease and
of Aeromonas hydrophila strain sampling method on blood
KJ99 infection and its chemistry and hematocrit
extracellular products in two measurements of winter
species of fish. Veterinary flounder,Pseudopleuronectes
Record 164: 493-499. americanus from New Haven
Wartono Hadie, Lies Emmawati, Harbor (1987–1990). Marine
Angela Mariana Lusiastuti. Pollution Bulletin 56:740–750.
2010. Peningkatan produksi
benih ikan patin di unit
pembenihan rakyat (UPR)

51
ANALISIS MARGIN PEMASARAN DARI SALURAN PEMASARAN
IKAN HIAS DI ENAM PASAR BOGOR
(Survei di Kota /kab. Bogor Provinsi Jawa Barat)

Oleh
Sobariah , Ganjar Wiryati
Dosen Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan

ABSTRAK

Pendapatan yang tinggi adalah tujuan akhir dari pelaku utama dalam hal ini
pembudidaya ikan baik ikan konsumsi maupun ikan hias, namun demikian pada
kenyataannya para pembudidaya ikan khususnya ikan hias belum dapat menikmati
keuntungan sesuai dengan yang mereka harapkan, justru para pedagang di berbagai level
baik itu pengumpul maupun pengecer yang menikmati keuntungan lebih baik dari pada
para pembudidaya yang dengan susah payah mengelola usahanya dengan berbagai resiko
yang dijalaninya.
Salah satu penyebab terjadinya kesenjangan penerimaan keuntungan adalah karena
sistem pemasaran yang masih terlalu panjang dimana dari pembudidaya ke pedagang
pengumpul, pedagang pengumpul ke pedagang besar, pedagang besar ke pengecer, dari
pengecer baru sampai ke konsumen akhir dalam hal ini pembeli ikan hias.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh margin pemasaran ikan hias di beberapa pasar
yang ada di wilayah Bogor, maka perlu diadakan peneiltian tentang margin pemasaran dari
saluran pemasaran ikan hias di enam pasar yang ada di sekitar Bogor. Dikarenakan
keterbatasan waktu dan biaya dari peneliti, maka penelitian tentang margin pemasaran
ikan hias hanya dilakukan di enam pasar yang dominan. Tujuan Penelitian a) Ingin
mengetahui pangsa pasar diterima penjual, pembudidaya dari harga yang dibayarkan
konsumen. b) Ingin mengetahui berapa penjual yang memanfaatkan pasar yang ada di kota
Bogor. c) Ingin mengetahui perbandingan margin pemasaran dari saluran distribusi ikan
hias pada enam pasar di Bogor. Metodologi penelitian lebih pada pendekatan sistem,
fungsi dan kegunaan pemasaran komoditas perikanan secara Konseptual dan operasional
dengan hasil perhitungan bahwa Margin Pemasaran yang dihitung dari dua jenis ikan hias
pada enam pasar menunjukkan bahwa marjin Pemasaran terendah sebesar Rp. 24;
disaluran 1, Rp.48, berada pada saluran 2, dan terdapat pada pasar 3 dan 4 yaitu Pasar
Parung dan Pasar Anyar, hal ini menunjukan bahwa komoditas ikan Cupang dan Koki
adalah merupakan jenis komoditas yang efisien untuk komoditas ikan hias tersebut. Untuk
Margin Pemasaran (MP) tertinggi berada pada posisi saluran 3 di pasar 2 dan 6, yaitu
Margin Pemasaran sebesar RP.4.850 di saluran 3 pada pasar 2 yaitu pada Depo Baranang
Siang, dan margin pemasaran sebesar Rp.3.600 berada pada posisi saluran 3 di pasar 6 atau
Pasar Ciawi, yang berarti bahwa komoditas ikan hias Koki dan Cupang menunjukan jenis
ikan hias yang tidak efisien bagi sipembudidaya, karena penerimaan pembudidaya lebih
kecil dari pedagang pengumpul maupun pedagang ecaran

Kata kunci : harga. margipemasaran, ikan hias

52
PENDAHULUAN Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh margin pemasaran ikan hias di
Latar Belakang beberapa pasar yang ada di wilayah Bogor,
Pendapatan yang tinggi adalah maka perlu diadakan peneiltian tentang
tujuan akhir dari pelaku utama dalam hal margin pemasaran dari saluran pemasaran
ini pembudidaya ikan baik ikan konsumsi ikan hias di enam pasar yang ada di sekitar
maupun ikan hias, namun demikian pada Bogor. Dikarenakan keterbatasan waktu
kenyataannya para pembudidaya ikan dan biaya dari peneliti, maka penelitian
khususnya ikan hias belum dapat tentang margin pemasaran ikan hias hanya
menikmati keuntungan sesuai dengan yang dilakukan di enam pasar yang dominan.
mereka harapkan, justru para pedagang di Umumnya motivasi pembudidaya
berbagai level baik itu pengumpul maupun dan penjual ikan hias adalah memperoleh
pengecer yang menikmati keuntungan lebih uang tunai melalui penjualan hasil
baik dari pada para pembudidaya yang produksinya dalam upaya memenuhi
dengan susah payah mengelola usahanya kebutuhan hidup keluarga nya sehari-hari.
dengan berbagai resiko yang dijalaninya. Semua itu ditentukan oleh tinggi rendahnya
Salah satu penyebab terjadinya harga serta besarnya margin pemasaran,
kesenjangan penerimaan keuntungan sehingga dalam meningkatkan
adalah karena sistem pemasaran yang pemasarannya dapat dicapai apabila
masih terlalu panjang dimana dari penyebab margin pemasarannya diketahui.
pembudidaya ke pedagang pengumpul, Disini akan lebih mengarah pada
pedagang pengumpul ke pedagang besar, margin pemasaran yang artinya bahwa
pedagang besar ke pengecer, dari pengecer margin pemasaran atau tataniaga komoditas
baru sampai ke konsumen akhir dalam hal perikanan ikan hias adalah selisih antara
ini pembeli ikan hias. harga dari dua tingkat rantai pemasaran
Apabila regulasi pemasaran ikan atau selisih harga yang dibayarkan di
sudah diatur sedemikian rupa sehingga ada tingkat pengecer (konsumen) dengan harga
standarisasi harga sesuai ukuran maupun yang diterima oleh pembudidaya sebagai
kualitas produk yang dihasilkan maka pelaku utama . Dengan kata lain tingkat
kemungkinan para pelaku utama yaitu margin pemasaran merupakan perbedaan
pembudidaya ikan hias akan dapat harga ditingkat konsumen (harga yang
menikmati keuntungan sesuai dengan terjadi karena perpotongan kurva
pengorbanan yang telah dikeluarkan, untuk penawaran primer/primary supply dengan
itu perlu adanya pengaturan agar permintaan turunan/derived demand
pendapatan para pembudiaya dapat sesuai ,(A.Rahim,2002)
harapan mereka. Komponen margin pemasaran
Nilai jual ikan hias di berbagai pasar terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan
juga berbeda satu dengan lainnya, hal ini lembaga-lembaga pemasaran untuk
disebabkan banyak faktor yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang
mempengaruhi salah satunya adalah disebut dengan biaya pemasaran atau biaya
panjangnya rantai tata niaga yang fungsional (fungsional cost) dan
menyebabkan perbedaan harga jual ikan keuntungan (profit) lembaga pemasaran .
hias dari satu pasar ke pasar lainnya. Sistem pemasaran dianggap efisien apabila

53
memenuhi syarat 1) mampu a) Ingin mengetahui pangsa pasar
menyampaikan hasil dari petani produsen diterima penjual, pembudidaya dari
(pembudidaya) kepada konsumen dengan harga yang dibayarkan konsumen.
biaya semurah-murahnya, dan 2). Mampu b) Ingin mengetahui berapa penjual yang
mengadakan pembagian yang adil dari memanfaatkan pasar yang ada di kota
keseluruhan harga yang dibayar dari Bogor.
konsumen akhir kepada semua pihak yang c) Ingin mengetahui perbandingan
telah ikut serta dalam kegiatan produksi margin pemasaran dari saluran
dan pemasaran barang (A.Rahim, 2002) . distribusi ikan hias pada lima pasar di
Panjang pendeknya saluran pemasaran Bogor
yang dilalui oleh suatu hasil produksi
komoditas perikanan tergantung pada
beberapa 54actor antara lain: jarak antara METODOLOGI PENELITIAN
produsen kekonsumen, cepat tidaknya
produksi rusak. Produk yang sifatnya cepat Kerangka Konseptual/definisi sistem
rusak harus segera diterimakan konsumen. informasi manajemen, pemasaran,
Dengan demikian saluran produk tersebut margin (konsep pemasaran)
mengehendaki saluran distribusi yang
pendek dan cepat. Hastuti (2007). Pada A). Definisi Sistem Informasi
dasarnya terdapat dua sistem pokok dalam Manajemen
pengumpulan informasi yang dibutuhkan B). Sistem adalah kumpulan dari
yaitu: meningkatkan disiplin dan organ/perangkat yg berguna untuk
memberikan dasar bagi pengambilan memproses sesuatu yang memiliki
keputusan.(Basu Swastha, 2002). tujuan
tertentu.
Perumusan Masalah C). Sistem Informasi Manajemen Adalah
kunci dari bidang yang menekankan
Bagaimana margin pemasaran dapat financial dan personal manajemen.
mengukur, pangsa pasar yang diterima D). Usaha adalah : Kegiatan dengan
oleh pebudidaya dari harga yang mengerahkan tenaga, pikiran atau
dibayarkan konsumen akhir. Biaya-biaya badan
apa saja dalam menyalurkan komoditas untuk mencapai suatu maksud.
perikanan seperti biaya angkut, biaya E).Pemanfaatan:Dalam Bashu Swastha
penimbangan, pembersihan dan retribusi informasi sangat mempengaruhi
serta bagaimana keuntungan lembaga penggunaannya dan dapat membantu
pemasaran yang melaksanakan pemasaran dalam manajemen
komoditas dari produsen ke konsumen.
Definisi operasional

Pemasaran:
Dalam penelitian ini pemasaran
Tujuan Penelitian memainkan peran untuk meningkatkan
laju hasil produksi ke konsumen yang
mencakup enam pasar

54
Populasi dan Sampling
Pemanfaatan Populasi dalam penelitian ini adalah
Dalam penelitian ini; pemilik Usaha kecil menengah tentang
Pengusaha/pembudidaya memanfaatkan komoditas ikan hias yang berada di lima
fasilitas pasar yang ada di Bogor dimana pasar di kota Bogor Sedangkan sebagai
terdapat informasi yang dapat memenuhi Sampelnya, diambil secara Acak sederhana
kriteri-kriteria penelitian tentang margin ( sample random sampling1). Sampel Untuk
pemasaran ikan hias Sebagai alat mewakili Populasi jumlah pemilik/penjual
pengumpulan data yang pokok. Penelitian jenis komoditas ikan hias sebagai
survai ini menggunakan alat analisis yang responden2.
meliputi analisis ekonomi tentang margin
pemasaran, denganng terdiri dari biaya Teknik Pengumpulan data
pemasaran, margin keuntungan, nisbah Teknik pengumpulan data dalam
margin keuntungan , analisis kolerasi harga penelitian ini, untuk data primer data
dan analisis elastisitas, transmisi harga diperoleh dengan menggunakan daftar
yaitu sebagai berikut: pertanyaan dalam bentuk kuisioner kepada
Mj = Psi – Pb, atau mj = bti + I responden dan wawancara mendalam pada
I = Mji – bti informen berkopenten di enam pasar yang
Total margin pemasaran adalah: terpilih di kota /Kab.Bogor, juga
Mj = mji atau Pr –Pt menghimpun data dan informasi yang
Keterangan : relevan dan mendukung penelitian,
mji = margin pada kelembagaan termasuk didalamnya studi kepustakaan
pemasaran tingkat ke-i sebagai data skunder untuk mendukung
Psi = harga jual lembaga data primer.
pemasaran tingkat ke –i
Pbi = harga beli lembaga Teknik Analisa Data
pemasaran tingkat ke-i Teknis analisa data yang digunakan
bti. = biaya pemasaran secara deskriptif kuantitatif, yang bertujuan
lembaga pemasaran tingkat ke i untuk menggambarkan hasil analisis
I = keuntungan lembaga penelitian. Didukung dengan pendekatan
pemasaran tingkat ke-i kualitatif. Data diolah dengan tabulasi data,
mj = totial marjin pemasaran dan komputer yang kemudian
Pr = harga pada tingkat disimpulkan.
eksportir(pengumpul)
Pt = harga pada tingkat HASIL DAN PEMBAHASAN
petani/pembudidaya sebagai
produsen. Lembaga pemasaran
Pergerakan hasil ikan hias dari
Untuk analsis nisbah margin produsen atau pembudidya sampai pada
keuntungan, secara matematis dapat konsumen pada dasarnya menggambarkan
dituliskan sebagai berikut = I . pengumpulan maupun penyaluran/
penyebaran. Seperti halnya perputaran ikan
Bti hias yang ada di enam pasar di Bogor,
Saluran ikan hias melibatkan beberapa

55
lembaga pemasaran yaitu Pasar Parung, dilakukan oleh pembudidaya itu sendiri dan
Pasar Anyar, pasar Dramaga, pasar Ciawi, ada pula yang memang murni sebagai
Depo Cibinong dan Depo Baranang Siang pedagang ikan hias. Komoditas yang di
Bogor, Pasar Penyaluran komoditas ikan distribusikan diantaranya nampak dalam
hias yang terdapat pada enam pasar di Tabel 1 berikut ini :
kabupaten dan kota Bogor dilakukan oleh
pedagang ikan hias yang langsung

Tabel 1: Jenis Ikan hias dan produksi yang ada di enam pasar perhari

NO Jenis Ikan Ukuran Produksi NO Jenis Ikan Ukuran Produksi NO Jenis Ikan Ukuran Produksi

1 KOKI 1-2 inc 50.000 31 Discus 3 cm 20.000 63 Brownsmut 5 inc 7.500

2 comet 10 cm 20.000 32 Lobster 5 inc 5.000 64 Ambasis 5cm 750


Sebra
3 Koy 10 cm 100.000 33 Discus 5cm 100.000 65 Hongkong 1-2 inc 1.000
arwana
6 silver 40 cm 150 34 Blue Carri 1-2 inc 100.000 66 Denis onik 2cm 750
arwana Brownsmut
7 irian 10 cm 200 35 Black neon 2cm 50.000 67 albino 7 cm 750
arwana
8 golden red 20 cm 100 36 Golden tetra 7 cm 25.000 68 pink tall 4 cm 750
arwana 10-15
9 super red 20 cm 50 37 Black ghost 4 cm 7.000 69 pink tall cm 25.000
palmas 10-15 blue
10 albino 2 cm 2000 38 Irian Terian cm 1.000 70 Ceribarb 7 cm 120.000
Arwana Remirezy Neon Api
11 banjar 2 cm 50 39 balon 7 cm 1.200 71 Albino 7cm 15.000
palmas
12 cerri 1,5 inc 5.000 40 Botia 7cm 2.000 72 Blue cerri 7 cm 25.000
palmas Leovad blue
13 biru L 1.000 41 dania 7 cm 7.500 73 ceribarb 7 cm 2.000

14 oscar 2-3 cm 150 42 patin albino 7 cm 5.000 74 Brownsmut 7-10 cm 20.000


Refid 7 -10
15 Louhan M 200 43 Blue Star 7-10 cm 750 75 salam cm 15.000

16 Guppy M 30.000 45 Srigunting 7 -10 cm 100.000 76 Serpe M 25.000


Lemon 7 - 10
17 yellow M 2.500 46 Blue ice cm 1.000 77 Lele albino M 2.000

18 Remonbiru M 150 47 Negroberlian 5 cm 750 78 koi metalic M 20.000

19 Manfis M 3.000 48 Blue jowwel 7 cm 750 79 irian terian M 50000


Manfis Reinbow
20 indukan 3 inc 2.500 49 Feacoc M 25.000 80 Headscener 2.000
gurame
21 padang 2 inc 100 50 Kongotetra 5-7 inc 2.000

22 Neon tetra M 1.500 51 Red tails 6 inc 15.000

23 pelati coral M 1.500 52 Silver Dolar 2-3 inc 25.000


24 Perot M 54 Red 5-7 inc

56
Albino 800 Sumatera 2.000

25 Perot biasa 2 inc 5.000 55 Barbir 7 inc 20.000

26 Rednos 5 inc 2.000 57 Oscar batik L 100.000


Black moa (belut
27 molli 5 inc 100.000 58 hias) 5.000

28 Aligator 2 inc 4.000 59 Gabus 2.000


cupang
29 biasa 3inc 250.000 60 sino dencis 15.000
cupang
30 giand 4 inc 15.000 62 Chenopoma 7 cm 120.000
Sumber data pasar 2011 diolah

Kondisi Pasar sebagai penyaluran barang hasil


Dari hasil survey menunjukkan pembudidaya ikan hias.
bahwa ikan hias yang banyak dijual di Dari data jenis ikan hias pada enam
pasaran dan banyak diminati pada lokasi pasar ikan hias nampak terlihat
beberapa daerah yang ada di kota/ proses penyaluran barang dari produsen
Kabupaten Bogor, adalah ikan yang ikan hias sampai kekonsumen akhir.
harganya murah dan bentuk dari ikan Pergerakan hasil perikanan dari produsen
tersebut sangat menarik perhatian para sampai kekonsumen tersebut pada dasarnya
pencinta ikan hias. Adapun pasar-pasar di menggambarkan pengumpulan maupun
kabupaten dan kota Bogor yang dijadikan penyerabaran barang- barang sebelum
tempat penelitian adalah depo Cibinong, diterima konsumen yang terlebih dahulu
Depo Baranangsiang,Pasar Parung, pasar mengalami proses pengumpulan dan proses
Anyar, pasar Darmaga dan pasar Ciawi penyebaran pedagang besar (Pb/) sehingga
Dari tabel 1 diatas, dapat dilihat titik akhir pengumpulan dan penyebaran.
Proses penyaluran produk sampai keluar Perantara dalam pemasaran sangat
wilayah Bogor, akan tetapi lebih banyak membantu produsen (pembudidaya ikan
diwilayah Bogor dan sekitarnya. Pencinta hias) dalam menyalurkan produk untuk
ikan hias yang ada di Bogor tak sampai kekonsumen berdasarkan jenis,
dipengaruhi musim, hal ini mengingat jumlah, harga, tempat dan waktu saat
setiap hari dipasar ini semua jenis ikan bisa dibutuhkannya. Berdasarkan pemantauan
dijual, dari semua jenis ikan hias yang dilapangan ternyata pembudidaya lebih
ditawarkan. Seperti halnya permintaan dan suka menjual langsung pada pengumpul
penawaran ikan hias yang ada di Bogor atau tengkulak yang ada diwilayah tempat
baik Kabupaten/kota, dimana ikan hias ini budidaya ikan hias, untuk dijual pada
dapat dijadikan acuan dalam menghitung pedagang besar dan pedagang pengecer
margin pemasaran. Dengan pengertian yang ada dipasar pada wilayah
secara ekonomi adalah harga dari kota/kabupaten yang selanjutnya akan
sekumpulan jasa pemasaran/tataniaga yang dijual kekonsumen akhir. Panjangnya rantai
merupakan interaksi antara permintaan dan pemasaran ini menyebabkan besarnya
penawaran produk ikan hias. Dari data biaya-biaya pemasaran dan margin
tersebut dapat dilihat pemanfaatan pasar keuntungan menjadi rendah pada masing-

57
masing lembaga pemasaran sehingga yang sama pada dua pasar, sisanya satu
bagian yang diterima oleh pembudidaya jenis satu pasar.
akan semakin kecil, serta harga ditingkat
konsumen akhir menjadi lebih tinggi. Dari
tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa jenis Margin Pemasaran
ikan hias yang dijual pada enam lokasi Margin Pemasaran ikan hias pada
pasar terdapat perbedaan harga jual, karena penelitian ini dilihat pada komoditas yang
dari enam pasar yang didata terdapat sama di enam pasar dengan perbedaan
beberapa tahapan atau katagori dari jenis harga jual yaitu terdapat dua jenis ikan hias
ikan yang sama tetapi berbeda harga. yang sama dari enam lokasi pasar adalah
Kategori data tersebut diantaranya : 1) ikan hias Koki dan ikan hias Cupang.
terdapat dua jenis ikan hias yang sama Perbedaan harga ini dikarenakan : jarak
tetapi berbeda harga, di enam pasar, yaitu pasar, biaya yang dikeluarkan.oleh
ikan Koki dan Ikan Cupang.; 2) terdapat produsen ataupun pedagang pengumpul
satu jenis ikan yang sama berbeda harga di hingga sampai ke pasar untuk sampai
lima pasar yaitu ikan hias manfis dengan kekonsumen akhir. berikut daftar harga dan
size ML dan M.;3) terdapat enam Jenis jenis ikan yang sama dari enam pasar.
ikan yang sama tetapi harga berbeda pada Seperti disampaikan sebelumnya,
empat pasar yaitu Oscar, Aligator,Neon bahwa dari enam lokasi pasar
Tetra, Rednos,Louhan, dan manfis ternyata memiliki jenis ikan yang sama atau
indukan.;4) terdapat tujuh jenis ikan yang menjual ikan hias.yang sama yaitu Ikan
sama di tiga pasar yaitu Comet, Koy,Oscar Koki dan Ikan Cupang. Nampak dalam
albino, Palmas biru, Remon/lemon biru, Tabel 4 berikut distribusi harga dari seluruh
Perot biasa dan Red Tails, yang ke 5), pasar sebagai berikut.:
terdapat dua puluh tiga jenis ikan hias

Tabel 4. Harga dan Jenis Ikan Hias yang Sama Pada 6 Pasar
IKAN CUPANG
Ikan KOKI
BIASA
N Pasar
o Harga

pembudiday pengumpu pembudiday pengumpu


a l penjual a l penjual

1 Depo Cibinong 1.500 2.400 2.500 2.000 3.200 5.000


Depo
2 Baranangsiang 10.000 15.000 20.000 3.000 4.500 7.500

3 pasar Parung 600 1.000 2.000 100 200 1.000

4 Pasar Anyar 1.000 1.500 2.000 2.000 2.500 4.000

5 Pasar dramaga 1.000 1.500 2.000 1.000 1.750 2.500

6 Pasar ciawi 600 2.000 3.500 100 10.000 5.000


Sumber : data 2011 diolah

58
Tabel 5 : Perbandingan Margin Pemasaran dari ke tiga saluran pemasaran ikan hias
Koki, dan Cupang pada Enam Pasar di Bogor.
URAIAN KOKI CUPANG
pasar 1 saluran 1 saluran 2 saluran 3 saluran 1 saluran 2 saluran 3
dari pembudidaya 1.140 2.280 2.067 1.520 2.432 3.800
dari konsumen 1.500 2.400 2.500 2.000 3.200 5.000
Margin Pemasaran(MP) 360 120 433 480 768 1.200
pasar 2
dari pembudidaya 7.600 14.200 15.150 2.280 3.420 5.700
dari konsumen 10.000 15.000 20.000 3.000 4.500 7.500
Margin Pemasaran(MP) 2.400 800 4.850 720 1.080 1.800
pasar 3
dari pembudidaya 456 952 1408 76 152 760
dari konsumen 600 1.000 2.000 100 200 1.000
Margin Pemasaran(MP) 144 48 592 24 48 240
pasar 4
dari pembudidaya 456 952 1.408 76 152 760
dari konsumen 600 1.000 2.000 100 200 1.000
Margin Pemasaran(MP) 144 48 24 48 240
pasar 5
dari pembudidaya 760 952 1712 1520 1900 3040
dari konsumen 1.000 1.500 2.000 2.000 2.500 4.000
Margin Pemasaran(MP) 240 548 288 480 600 960
PASAR 6
dari pembudidaya 456 1520 2660 456 7.600 11400
dari konsumen 600 2.000 3.500 600 10.000 15.000
Margin Pemasaran(MP) 144 480 840 144 2.400 3.600
Sumber” Data pasar 2011 diolah

Berdasarkan tabel 4 tersebut maka seperti biaya pengangkutan, biaya


margin pemasaran dapat dihitung penimbangan, dan penyimpanan. Biaya –
berdasarkan biaya yang terkait dengan biaya ini mungkin dilakukan dalam
pemasaran (marketing cost) dan tingkat kegiatan budidaya. Selanjutnya margin
pengembalian dari faktor produksi, serta keuntungan lembaga pemasaran komoditas
berapa yang diterima oleh pengumpul, perikanan dari produsen ke konsumen
pembudidaya dan lembaga sesuai saluran-saluran distribusi yang
pemasaran(lembaga tataniaga). Dengan dilakukan oleh lembaga pemasaran di enam
demikian disimpulkan bahwa analisis lokasi pasar. Berikut perbandingan margin
margin pemasaran untuk mengukur pangsa pemasaran ikan hias di enam pasar yang
pasar yang diterima oleh pembudidaya dari ada d kota/kabupaten Bogor, dengan
harga yang dibayarkan konsumen akhir, asumsi bahwa saluran 1,2 dan 3 terdapat
dilihat dari biaya penyaluran komoditas dalam perputaran ikan hias Koki dan
yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran, Cupang yang ada dipasaran.

59
Tabel 6: Rekapitulasi Marjin pemasaran dari saluran 1,2,dan 3 di enam pasar yaitu
Depo Cibinong, Depo Baranang siang, Pasar Parung, Pasar Anyar, Pasar
Dramaga dan pasar
Koki CUPANG
saluran1 saluran2 saluran3 saluran1 saluran2 saluran3
Margin pemasaran (MP) pasar 1 360 120 433 480 768 1200
Pasar2 2.400 800 4.850 720 1.080 1.800
Pasar3 144 48 592 24 48 240
Pasar 4 144 48 592 24 48 240
Pasar 5 20 548 288 480 600 960
Pasar 6 144 480 840 144 2.400 3.600
Sumber : data pasar th 2011 diolah

Tabel 7 : Margin Pemasaran terendah dan tertinggi di 3 saluran pada


Ikan koki dan Cupang
Pasar Koki CUPANG
saluran1 saluran2 saluran3 saluran1 saluran2 saluran3
pasar 1
Pasar2 4850
marjin pemasaran
terendah Pasar3 48 24 48
Pasar 4 48 24 48
Pasar 5
Pasar 6 3600
Sumber: data Pasar th 2011 diolah

Marjin Pemasaran (MP) Baranang Siang, dan margin pemasaran


berdasarkan tabel 5, 6 dan 7 tersebut diatas sebesar Rp.3.600 berada pada posisi
nampak berbagai tingkatan ada yang tinggi saluran 3 di pasar 6 atau pasar Ciawi, yang
dan ada yang rendah, dari sini jelas terlihat berarti bahwa komoditas ikan hias koki
bahwa Marjin Pemasaran tersendah ada menunjukan bahwa jenis ikan koki tidak
pada posisi saluran 1,2 dan 3 pada pasar 3 efisien bagi sipembudidaya karena
pada komoditas ikan koki dan ikan Cupang penerimaan pembudidaya lebih kecil dari
yaitu berada pada tingkat marjin Pemasaran pedagang pengumpul maupun pedagang
terendah sebesar Rp. 24; disaluran 1, besar.
Rp.48, berada pada saluran 2, dan terdapat
pada pasar 3 dan 4 yaitu pasar Parung dan KESIMPULAN
pasar Anyar, hal ini menunjukan bahwa
komoditas ikan Cupang dan koki adalah Kesimpulan
merupakan jenis komoditas yang efisien Kesimpulan dari penelitian ini adalah
untuk komoditas ikan hias; untuk Margin 1. Dapat terekapnya jumlah komoditas ikan
Pemasaran (MP) tertinggi berada pada hias, dengan berbagai
posisi saluran 1,2 dan 3 di pasar 2 dan 6, kategori,diantaranya: 1) terdapat dua
yaitu Margin Pemasaran sebesar RP.4.850 jenis ikan hias yang sama tetapi berbeda
di saluran 3 pada pasar 2 yaitu pada Depo harga, di enam pasar, yaitu ikan Koki

60
dan Ikan Cupang.; 2) terdapat satu jenis disaluran 2 dan 6, maka harga ikan
ikan yang sama berbeda harga di lima hias Koki dan Cupang di
pasar yaitu ikan hias manfis dengan size pembudidaya perlu ada kesepakatan
ML dan M.;3) terdapat enam Jenis ikan untuk peningkatan harga dari semua
yang sama tetapi harga berbeda pada saluran distribusi.
empat pasar yaitu Oscar, Aligator,Neon 2. Margin keuntungan ikan hias bagi
Tetra, Rednos,Louhan, dan manfis sipembudidaya masih dibawah
indukan.;4) terdapat tujuh jenis ikan standar, oleh karena itu perlu
yang sama di tiga pasar yaitu yaitu adanya turun tangan dari steak
Comet, Koy,Oskar albino,Palmas biru, holder ataupun pihak pemerintah
Remon/lemon biru,Perot biasa dan Red untuk membantu meningkatkan
Tails, dan 5), terdapat dua puluh tiga keuntungan guna meningkatkan
jenis ikan hias yang sama pada dua pendapatan para pembudidaya
pasar, sisanya satu jenis ikan hias pada 3. Perlu adanya campur tangan
satu pasar. pemerintah dalam penetapan harga
2. Margin Pemasaran yang dihitung dari ikan hias terutama ikan Koki dan
dua jenis ikan hias pada enam pasar Cupang.
menunjukkan bahwa marjin Pemasaran 4. Perlu adanya sosialisasi dan
terendah sebesar Rp. 24; disaluran 1, penyuluhan terhadap pembudidaya
Rp.48, berada pada saluran 2, dan tentang harga ikan hias dan margin
terdapat pada pasar 3 dan 4 yaitu pasar pemasaran ikan hias.
Parung dan pasar Anyar, hal ini
menunjukan bahwa komoditas ikan
Cupang dan koki adalah merupakan DAFTAR PUSTAKA
jenis komoditas yang efisien untuk
komoditas ikan hias tersebut. Untuk Abd.Rahim, (2002), Pengantar Teori dan
Margin Pemasaran (MP) tertinggi berada Kasus Ekonomika Pertanian, cetakan
pada posisi saluran 3 di pasar 2 dan 6, 1 penerbi Penebar Swadaya, Jakarta
yaitu Margin Pemasaran sebesar
RP.4.850 di saluran 3 pada pasar 2 yaitu Bashu Swastha, (2002), Pengantar Bisnis
pada Depo Baranang Siang, dan margin Modern (pengantar Ekonomi
pemasaran sebesar Rp.3.600 berada pada Perusahaan Modern), Penerbit Liberty
posisi saluran 3 di pasar 6 atau pasar Yogyakarta
Ciawi, yang berarti bahwa komoditas
ikan hias koki dan Cupang menunjukan Cramer,GL,and L.W. Jensen (1997),
jenis ikan hias yang tidak efisien bagi Agricultural Economics and
sipembudidaya, karena penerimaan agribusiness, An Introduction, JOWA
pembudidaya lebih kecil dari pedagang state Univ. Press
pengumpul maupun pedagang/
pemasaran ikan besar. D.R.D Hastuti, (2007), Ekonomika
Pertanian, penerbit Penebar Swadaya,
Saran Jakarta
1. Jika dilihat dari perhitungan margin
pemasaran ikan hias terutama

61
Darlymple DJ dan LJ Parsons (1983), Masri Singarimbun,(2000), Metode
Marketing Manajement(strategy and Penelitian Survey, Penerbit LP3ES,
Cases), John Wiley and Sons, New Jakarta
York.

62
ANALISIS KEBERADAAN DAN KEMANFAATAN SITU DI JABODETABEK

Oleh:
Andin H. Taryoto
Dosen Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan

ABSTRAK

Sebagai salah satu potensi wadah sumberdaya air, Situ memiliki peran
penting didalam upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya air. Terdapat
indikasi bahwa keberadaan situ saat ini mengalami penurunan fungsi yang sangat
drastis. Analisis ini kemudian ditujukan untuk melakukan pengkajian awal terhadap
keberadaan dan kemanfaatan situ di wilayah Jabodetabek. Analisis dilakukan
dengan telaahan dokumen dan peraturan perundangan yang berlaku. Ditemukan
bahwa diperlukan upaya khusus untuk dapat merevitalisasi fungsi dan keberadaan
situ dalam konteks konservasi sumberdaya air secara luas.

Kata Kunci: Situ, Jabodetabek, konservasi sumberdaya air, revitalisasi situ.

63
PENDAHULUAN ditekankan pada upaya pengamanan waduk
dan danau, serta juga daerah di sekitarnya.
Sebagai suatu negara kepulauan, Danau serta juga waduk merupakan
Indonesia memiliki luas wilayah perairan komponen yang sangat penting dalam
yang mencakup lebih dari dua pertiga keseimbangan sistem tata guna tanah, tata
wilayahnya. Dengan demikian hal-hal yang guna air, tata guna udara dan tata guna
terkait dengan wilayah perairan serta sumber sumber daya lainnya. Mengamankan
daya air yang terdapat didalamnya haruslah danau/waduk dari kerusakan akan
mendapatkan perhatian khusus dalam hal memberikan pengaruh positif bagi
pemanfaatannya, maupun dalam hal upaya kehidupan manusia. Untuk itu, maka dalam
menjaga kelestariannya. Menjadi pemanfaatannya tidak hanya untuk
tanggungjawab masyarakat perikanan secara kepentingan dalam jangka pendek saja,
umum untuk terlibat langsung maupun tidak namun juga untuk kepentingan beberapa
langsung dalam melaksanakan kegiatan- generasi mendatang. Untuk itu Kutarga
kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan (2008) lebih lanjut menyatakan bahwa
dan pelestarian sumber daya air tersebut. dalam pengelolaan dan pemanfaatan
Danau, waduk, dan situ merupakan danau/waduk, perlu diperhatikan aspek
bagian penting dari sistem yang terkait kelembagaan yang jelas dan mampu
dengan status sumber daya air pada wilayah mengelola secara komprehensif mengingat
dimana danau, waduk, dan situ itu berada. sifat pengelolaan danau/waduk yang
Dalam hal ini Undang-undang No. 7 tahun multisektor. Selain itu diperlukan pula
2004 tentang Sumber Daya Air menyatakan adanya keterlibatan masyarakat secara
bahwa sumber daya air dikelola secara proporsional, sehingga masyarakat dapat
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan didorong menjadi lebih aktif dalam
lingkungan hidup, dengan tujuan pengelolaan dan pemanfaatan danau/waduk
mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berada disekitar wilayahnya.
yang berkelanjutan untuk sebesar-besar Terdapat indikasi bahwa keberadaan
kemakmuran rakyat. Menurut Kutarga danau dan situ di JABODETABEK (Jakarta,
(2008), ditinjau dari sudut tata air, danau Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi)
(termasuk juga situ) dan waduk berperan akhir-akhir ini dinilai sangat
sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan mengkhawatirkan. Polontalo (2010)1
airnya untuk keperluan sistem irigasi dan misalnya, menyatakan bahwa secara umum
perikanan, sebagai sumber air baku, sebagai kondisi situ yang ada di Kota Depok
tangkapan air untuk pengendalian banjir, memprihatinkan; sempadannya terokupasi
serta pemasok air tanah. Lebih lanjut oleh pemukim ilegal, airnya sebagian besar
Kutarga menyatakan bahwa Untuk tercemar, terjadi pendangkalan dan
menjamin fungsi waduk dan danau yang pengkayaan mineral (eurtrofikasi) sehingga
tetap optimal dan Untuk menjamin fungsi gulma air tumbuh subur, dan di beberapa
waduk dan danau yang tetap optimal dan situ, airnya meluap ke permukiman ketika
berkelanjutan, kegiatan pengelolaan harus
1
http://konservasisitudepok.wordpress.com/

64
musim hujan. Koran TEMPO tanggal 4 METODA ANALISIS
April 2009 menyebutkan bahwa keberadaan
situ selama ini masih dipandang sebelah Analisis dilakukan dengan
mata; banyak situ yang kondisinya melakukan telaahan pustaka yang ada,
terabaikan sehingga menjadi sekadar tempat menganalisa data dan informasi dari
pelimpahan sampah. Bencana jebolnya Situ lembaga dan instansi terkait (a.l. dari
Gintung di Ciputat, Banten, bisa menjadi Bappenas, Balai Besar Wilayah Sungai
pelajaran yang membuka mata banyak Ciliwung Cisadane-BBWSCC, Pusat
tentang pentingnya memperhatikan kondisi Limnologi LIPI, Bappeda Jawa Barat, serta
situ yang memprihatinkan tersebut. Harian dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air),
Kompas (15 November 2012) juga dilengkapi dengan berbagai telaahan
menyebutkan kondisi situ tersebut; peraturan perundangan yang terkait dengan
dipaparkan bahwa kondisi situ atau danau di danau dan situ. Sejumlah saran dan
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kian rekomendasi kemudian disusun untuk dapat
terancam akibat akumulasi tingginya menjadi pertimbangan dalam penyusunan
sedimentasi, alih fungsi lahan di sekitar situ, kebijakan yang terkait dengan pemeliharaan
serta terbatasnya upaya pemerintah dan konservasi situ di Jabodetabek.
merevitalisasi situ. Hanya 34 dari 95 situ
yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten HASIL DAN PEMBAHASAN
Bogor masuk kategori baik. Dalam pada itu,
Anwar (dalam Ubaidillah dan Maryanto, A. Telaahan Aturan Perundangan
2003), menyatakan bahwa sebagian profil
perairan tergenang (dimana situ termasuk Secara eksplisit dalam Undang-
didalamnya, disamping juga rawa, dan undang no. 32 tahun 2009 tentang
danau) di Jabodetabek mengalami berbagai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
masalah seperti beralih fungsi menjadi lahan Hidup dinyatakan bahwa setiap warganegara
pertanian dan pemukiman, mengalami Republik Indonesia harus mematuhi aturan
pencemaran air, serta rusaknya kondisi yang terkait dengan Baku Mutu Lingkungan
perairan tergenang tersebut. Hidup (pasal 20). Hal-hal yang terkait
dengan air mencakup Baku Mutu Air, Baku
TUJUAN ANALISIS Mutu Air Limbah, serta Baku Mutu Air
Laut. Untuk itu selanjutnya dinyatakan
Berdasarkan deskripsi diatas, dinilai perlu dalam pasal 67 bahwa setiap orang
untuk melakukan analisis lebih lanjut berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
mengenai: (1) kondisi situ di Jabodetabek, lingkungan hidup serta mengendalikan
(2) tingkat kemanfaatan situ yang ada, serta pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
(3) upaya-upaya yang dilakukan untuk hidup. Pasal 68 kemudian menyatakan
melestarikan keberadaan dan fungsi situ. bahwa setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan berkewajiban untuk
menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan

65
hidup; dan menaati ketentuan tentang baku daya air. Sementara itu, Pengendalian
mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria pencemaran air dilakukan dengan cara
baku kerusakan lingkungan hidup. mencegah masuknya pencemaran air pada
Dalam Undang-undang No 7 Tahun sumber air dan prasarana sumber daya air.
2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan Untuk lebih memahami tentang
bahwa Sumber air adalah tempat atau keberadaan sumber daya air di suatu
wadah air alami dan/atau buatan yang wilayah, maka berdasarkan peraturan
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah Pemerintah (PP) No. 42 tahun 2008 tentang
permukaan tanah. Sementara itu, Pengelolaan Sumberdaya air, maka
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk diperlukan suatu upaya untuk melakukan
merawat sumber air dan prasarana sumber Inventarisasi Sumber Daya Air, yang
daya air yang ditujukan untuk menjamin diperlukan untuk menjadi dasar penyusunan
kelestarian fungsi sumber air dan prasarana rencana pengelolaan sumber daya air (pasal
sumber daya air. Dinyatakan selanjutnya 25). Inventarisasi itu antara lain mencakup
bahwa yang dimaksud dengan Konservasi kuantitas dan kualitas sumber daya air;
sumber daya air adalah upaya memelihara kondisi lingkungan hidup dan potensi yang
keberadaan serta keberlanjutan keadaan, terkait dengan sumber daya air; sumber air
sifat, dan fungsi sumber daya air agar dan prasarana sumber daya air; kelembagaan
senantiasa tersedia dalam kuantitas dan pengelolaan sumber daya air; dan kondisi
kualitas yang memadai untuk memenuhi sosial ekonomi masyarakat yang terkait
kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu dengan sumber daya air.
sekarang maupun yang akan datang. Lebih lanjut Bappenas (2006)
Selanjutnya dalam Pasal 21 Undang- menyatakan bahwa Pengelolaan Sumber
undang tersebut dinyatakan bahwa Daya air di Indonesia dilakukan dengan
sumberdaya air haruslah dilindungi dan Pendekatan Menyeluruh, dalam arti bahwa
dilestarikan keberadaannya. Perlindungan Pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan
dan pelestarian sumber air tersebut antara secara terpadu (multi sektoral),menyeluruh
lain dilakukan dengan cara memelihara (hulu-hilir, instream-offstream, kuantitas-
kelangsungan fungsi resapan air dan daerah kualitas), berkelanjutan (antar generasi),
tangkapan air; pengendalian pemanfaatan berwawasan lingkungan (konservasi
sumber air; pengisian air pada sumber air; ekosistem) dengan wilayah sungai (satuan
serta pengaturan daerah sempadan sumber wilayah hidrologis) sebagai suatu kesatuan
air. Selanjutnya dalam Pasal 23 disebutkan pengelolaan. Mengingat bahwa sumberdaya
bahwa Pengelolaan kualitas air dan air menyangkut berbagai sektor
pengendalian pencemaran air ditujukan pembangunan (multi sector), oleh karenanya
untuk mempertahankan dan memulihkan perlu dikelola berdasarkan pendekatan peran
kualitas air yang masuk dan yang ada pada serta (participatory approach) semua
sumber-sumber air. Pengelolaan kualitas air stakeholders dan segala keputusan publik
dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas tentang pengelolaan sumberdaya air perlu
air pada sumber air dan prasarana sumber

66
didahului dengan konsultasi publik sebelum yang pesat, baik dari aspek pertumbuhan
menjadi ketetapan. penduduk maupun dari Laju Pertumbuhan
Ekonominya yang selalu di atas rata-rata
B. Deskripsi Situ sebagai Wadah Jawa Barat.
Sumber Daya Air Dalam kaitannya dengan definisi
situ, secara spesifik dinyatakan bahwa Situ
Danau, waduk, dan situ yang digolongkan sebagai sumber air permukaan,
terdapat di Jabodetabek menjadi yang merupakan istilah dalam bahasa Sunda
kewenangan pengelolaan Balai Besar yang berarti danau alam atau buatan namun
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane ukuran situ relatif kecil dibandingkan danau
(BBWSCC), yang berada dibawah (Rahman, 2010). Lebih lanjut dinyatakan
koordinasi Kementerian Pekerjaan Umum bahwa Situ adalah suatu wadah tampungan
(Bappenas, 2006). Terkait dengan wilayah air di atas permukaan tanah yang terbentuk
Jawa Barat, dalam RTRW Propinsi Jawa secara alami maupun buatan yang airnya
Barat 2010, Wilayah Sungai Ciliwung berasal dari tanah atau air permukaan
Cisadane yang mempunyai luas sekitar sebagai siklus hidrologis yang merupakan
4.496 km2 dengan potensi Sumber Daya Air salah satu bentuk kawasan lindung (Perpres
Permukaan sebesar 5,5 Milyar M3 per No 54 tahun 2008). Seperti halnya sumber
tahun, terdiri dari 4 Daerah Aliran Sungai daya perairan darat lainnya, situ mempunyai
(DAS), yaitu DAS Ciliwung, DAS potensi dan manfaat strategis yang berguna
Cisadane, D Dalam RTRW Propinsi Jawa baik secara ekologis maupun ekonomis
Barat 2010, Wilayah Sungai Ciliwung diantaranya adalah sebagai bagian sistem
Cisadane yang mempunyai luas sekitar tata air di suatu wilayah, wadah tampungan
4.496 km2 dengan potensi Sumber Daya Air air, kawasan resapan air, tempat budidaya
Permukaan sebesar 5,5 Milyar M3 per perikanan darat, bagian dari sistem irigasi
tahun, terdiri dari 4 Daerah Aliran Sungai dan potensi menjadi objek wisata (KLH,
(DAS), yaitu DAS Ciliwung, DAS 2007). Kualitas dan kuantitas air situ
Cisadane, DAS Kali Buaran, dan DAS Kali berhubungan dengan tata air dan drainase
Bekasi (Bappeda Jawa Barat, 2004). wilayah situ tersebut berada serta
Berdasarkan hasil kajian pada tahun 2001 dipengaruhi oleh tipe pemanfaatan badan air
DAS-DAS yang ada mempunyai kondisi situ dan pemanfaatan lahan di dalam
sangat kritis, di mana rasio aliran mantap wilayah tangkapannya (Dinas PSDA, 2003).
atau perbandingan antara kebutuhan air dan Dengan statusnya sebagai wadah
ketersediaan air atau kondisi debit aliran alam penampung air, maka situ memiliki
sungai yang diharapkan selalu ada sepanjang beberapa fungsi. Kementerian Lingkungan
tahun dari ke empat DAS tersebut telah jauh Hidup (2007) menyatakan bahwa fungsi
melebihi 100%. Hal tersebut sangat kontras situ antara lain adalah:
dengan kenyataan bahwa Kawasan
Bodebek-Punjur merupakan dua Kawasan a. Menjadi bagian sistem ekologi dan
yang mempunyai potensi perkembangan sistem tata air bagi wilayah sekitarnya

67
b. Menjadi kawasan resapan air untuk strategis, dan kurang strategis
wilayah sekitarnya. (dengan indikator: letak di daerah
c. Menjadi daerah tampungan air dan resapan air/prospek wisata,
wadah sementara air sebelum aksesbilitas), dan
mengalir ke sungai f. Sumber air andalan situ dapat
d. Apabila debit memungkinkan, dapat berasal dari Mata air, Sungai dan
menjadi pembangkit listrik, Hujan
pengimbuh (recharge) air pada
cekungan air tanah serta penahan Untuk Kabupaten Bogor, terdapat
intrusi air asin. sebanyak 95 situ, yang tersebar di 20
e. Dapat menjadi lokasi usaha budidaya kecamatan (BBWSCC, 2011) 2; 38 situ
perikanan, pariwisata maupun sumber berada dalam kondisi baik atau telah
irigasi pertanian. direhabilitasi, dan 57 berada dalam kondisi
rusak. Menarik untuk mencermati bahwa
Beberapa karakateristik tambahan situ lebih terdapat 2 (dua) “situ” di wilayah Kota
lanjut dikemukakan oleh Rahman (2010): Bogor, yang secara eksplisit dilaporkan telah
menjadi lokasi KPR BTN, yaitu “situ” Asem
a. kapasitas/daya tampung situ dapat di kecamatan Semplak, dan “situ” Salam di
dibedakan atas: kapasitas besar kecamatan Kedung Halang. Kondisi yang
(lebih dari 10 ha); kapasitas sedang paling memprihatinkan adalah kondisi situ
(2-10 Ha); dan kapasitas kecil di Kabupaten Tangerang; dari 37 situ yang
(luasan kurang dari 2 Ha) ada, hanya tinggal 5 situ yang masih dalam
b. Instansi yang menangani situ dapat kondisi baik, setelah mengalami
berupa pemerintah pusat, pemerintah perbaikan/rehabilitasi. Selebihnya dalam
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kondisi rusak, mengalami pendangkalan
ataupun pihak swasta; atau menjadi sawah, bahkan telah menjadi
c. Kategori kondisi fisik situ dapat daratan. Di kota tangerang, dari 8 situ yang
dibedakan atas kondisi Rusak, ada, 4 situ telah berubah menjadi jalan tol,
Terganggu dan Baik perumahan dan pemukiman.
d. Kendala sosial di sekitar kawasan
situ dapat dikategorikan sebagai Untuk wilayah DKI Jakarta, BBWSCC
tidak mendukung (dengan indikator mencatat terdapat 16 situ dan waduk,
seperti terjadi alih fungsi, serta tersebar di seluruh wilayah Jakarta, 7 situ
terdapat bangunan liar pada lokasi dalam kondisi baik/sedang, dan 9 situ dalam
situ), kurang mendukung, dan keadaan rusak. Dalam catatan data yang ada
mendukung (indikator: batas pada Bapedalda DKI 3, jumlah situ dan
kepemilikan lahan jelas, luas tidak
2
berubah) http://www.pu.go.id/uploads/services/2011-11-
30-11-26-55.pdf
e. Lokasi situ dapat dibedakan atas 3

kategori sangat strategis, cukup http://ajigunawan.wordpress.com/2013/04/11/daft


ar-nama-situ-di-dki-jakarta/

68
waduk yang ada ternyata sebanyak 40 buah,
16 buah terdapat di Jakarta Timur, 12 buah
di Jakarta Utara, sisanya terdapat di wilayah
Jakarta lainnya. Sementara itu Dinas
Pekerjaan Umum DKI mentargetkan bahwa
nantinya akan terdapat sejumlah 76 situ dan
waduk diseluruh wilayah DKI Jakarta 4. Hal
ini terutama terkait dengan upaya
Pemerintah DKI untuk terus melakukan
upaya penanggulangan banjir di wilayah ini.
Secara keseluruhan, di wilayah kerja
BBWSCC, terdapat 202 situ dan waduk.
Lebih dari setengahnya (58 persen) berada
dalam keadaan rusk atau telah beralih
fungsi. Dengan demikian hanya terdapat 42
persen dari situ dan waduk di wilayah kerja
BBWSCC yang masih dalam keadaan baik
dan sedang. Rincian situ yang menjadi
tanggungjawab BBWSCC yang ada di
masing-masing wilayah dapat dilihat di
Tabel 1.

http://www.dpudkijakarta.net/index.php/web/page
/info/produk-data/data-sumber-daya-air/daftar-
waduk

69
Tabel 1. Situ dan Waduk yang Ada di Wilayah Kerja Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung-Cisadane (BBWSCC), 2007
Wilayah Kondisi Baik Kondisi Beralih Jumlah
& Sedang Rusak Fungsi

Kab. Bogor 36 58 1 95
Kota Bogor - 4 2 6
Kota Depok 16 5 - 21
Kab. Tangerang 5 4 29 38
Kota Tangerang 1 - 7 8
Kab. Bekasi 10 - 4 14
Kota Bekasi 1 - 3 4
DKI Jakarta 7 9 - 16
J U M L A H 85 71 46 202

C. Perlindungan dan Pelestarian Situ Dalam kaitannya dengan upaya konservasi


danau, situ, dan waduk, Katurga dkk (2008)
Secara umum terdapat ancaman menyatakan bhwa pola-pola penanganan
terhadap keberadaan dan kelestarian situ-situ yang dilakukan seyogyanya mencakup
yang dikelompokkan menjadi tiga bagian upaya penanganan Jangka Pendek, Jangka
(Waryono, 2001) yaitu : Menengah, dan Jangka Panjang.
Penanganan Jangka Pendek diarahkan
1. Konversi atau alih fungsi status dari kepada upaya menjaga agar kondisi fisik
badan situ, akibat semakin laju danau/waduk di lapangan tidak menjadi
pertambahan penduduk yang semakin rusak atau memburuk. Kegiatan
cenderung memacu kebutuhan ruang yang dapat dilakukan dapat berupa
dan lahan untuk kepentingan penetapan batas situ yang telah ada (yang
pemukiman. dapat berbentuk jalan setapak atau jogging
2. Pendangkalan akibat endapan track), mencegah timbulnya bangunan atau
lumpur hasil sedimentasi ditambah hunian liar, pengerukan dan pengaman
limbah padat sampah organik yang daerah pendangkalan agar tidak
bersumber dari rumah tangga. dibudidayakan oleh masyarakat, serta tidak
3. Pencemaran oleh limbah baik yang menerbitkan sertifikat pada areal yang
bersumber dari rumah tangga merupakan kawasan yang sudah ditetapkan
maupun limbah rumah tangga yang sebagai kawasan lindung sekitar
terbawa oleh limpasan air yang danau/waduk. Penanganan Jangka
terakumulasi. Menengah meliputi upaya-upaya
pengembalian areal danau/waduk menjadi
seperti awal mulanya. Upaya-upaya tersebut
dapat berupa penetapan peruntukan areal

70
situ berdasarkan rencana tata ruang yang lahan basah atau areal perairan tergenang,
lebih detail, pembebasan lahan dari yang berupa situ dan rawa di Jabodetabek
bangunan yang tidak sesuai, usaha telah berubah fiungsi menjadi daratan dan
penghijauan kembali dengan tanaman- digunakan sebagai lahan pemukiman dan
tanaman keras, terutama untuk lahan-lahan industri. Lebih lanjut gejala yang juga
yang kritis di sekitar danau/waduk. Untuk menjadi makin nyata ditemukan adalah
Penanganan Jangka Panjang, upaya intrusi air laut, yang diduga juga terkait
diarahkan untuk dikaitkan dengan upaya dengan pemanfaatan air tanah secara
pengelolaan kawasan lindung yang diatur berlebihan. Dalam hal ini maka situ dan
dalam Keputusan Presiden RI No. 32 Tahun rawa diharapkan dapat menjadi tempat
1990 tentang Pengelolaan Kawasan paling baik bagi terjadinya penyerapan air
Lindung, juga dalam Undang-Undang RI hujan sebagai pengganti dan pengimuh air
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan tanah. Gejala negatif lainnya adalah makin
Lingkungan Hidup. menurunnya keragaman jenis ikan yang
Menurut Maryono dan Santoso dapat ditemukan; ikan Betta picta serta ikan
(2006), di dalam upaya untuk memperbaiki pangio kuhlii sudah tidak dapat ditemukan
dan menyehatkan seluruh komponen ekologi lagi di situ-situ Jabodetabek.
(flora dan fauna) dan sistem hidrologis (tata Dalam studinya mengenai sungai dan
air), maka telaga atau situ harus mampu situ di DKI Jakarta, Hendrawan (2005)
menjalankan fungsinya yang alami, yaitu menemukan bahwa berdasarkan fungsi dan
mampu menampung air yang dapat kondisinya, 19 situ (47,5 %) dalam kondisi
digunakan untuk kebutuhan masyarakat, terawat, 14 situ (35%) dalam kondii tidak
meresapkan air hujan untuk pengisian air terawat dan 5 situ (12,5 %) telah berubah
tanah dan berkembang menjadi ekosistem menjadi daratan yaitu Situ Rawa Kendal,
wilayah situ yang alami dan lestari. Upaya Situ Rawa Rorotan, Situ Rawa
tersebut berupa pengelolaan yang harus Penggilingan, Situ Rawa Segaran dan Situ
berorientasi untuk mengembalikan situ Dirgantara. Pada ke-19 situ yang terawat
kepada kondisi yang alami. Untuk itu harus secara fisik, 5 situ ternyata tercemar oleh
memenuhi kondisi ekologi hidrologi suatu limbah rumah tangga dan limbah industri.
kawasan situ dengan daerah tangkapan Perairan berwarna kehitaman dan berbau
airnya bagus, komposisi dan heterogenitas busuk. Perawatan yang dilakukan terhadap
tanamannya lengkap, belum ada situ misalnya dengan mengerasan pada
penggundulan hutan dan sistem tata air dan sekeliling situ, upaya penghilangan sampah
drainasenya masih alami, serta tumbuhan yang ada dan memelihara kontinuitas air.
pada daerah sempadan situ tumbuh rapat dan Sedangkan pada situ yang tidak terawat
melingkari situ. karena masyarakat masih menganggap
Dalam hal dinamika keberadaan situ, bahwa situ sebagai tempat penampungan
Ubaidillah dan Maryanto (2003) sampah dan terlihat pada situ yang
menyatakan bahwa dibandingkan dengan sekelilingnya terdapat permukiman kumuh.
tahun 1922-1943, terdapat sekitar 42 persen

71
Ditemukannya pula bahwa 83 % sungai dan Sebagai tindak lanjut kesepakatan tersebut,
79 % situ yang ada di DKI Jakarta ada Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan
dalam kategori buruk. Hal ini disebabkan Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah
tidak terpeliharanya perairan dengan baik, Bodebek telah melakukan upaya-upaya
kurangnya kesadaran masyarakat dan berikut (a.) Mengatur pembagian peran
pemerintah dalam upaya memelihara sungai dalam pengelolaan situ antara
dan situ. Baru beberapa situ yang dilindungi Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat dalam
dengan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1873 kegiatan survai/identifikasi, perencanaan,
Tahun 1987 dan SK Gubernur DKI Jakarta pembangunan, Operasinal dan
No. 138 Tahun 1990 yaitu Situ Babakan, Pemeliharaan, rehabilitasi, pemberdayaan
Situ Mangga Bolong, Situ Rawa Dongkal, masyarakat, pemberdayaan aparat, perijinan,
Situ Kelapa Dua Wetan. pengamanan serta monitoring dan evaluasi;
Terkait dengan upaya pelestarian dan (b.) Melakukan inventarisasi data situ di
pemeliharaan situ di Depok, Polontalo Wilayah Bodebek; (c.) Mengiden-tifikasi
(2010) menyatakan bahwa dengan penanganan situ yang pernah dilakukan,
mengidentifikasi pihak-pihak yang perlu baik yang berupa kegiatan
terlibat (dilibatkan) dalam pengelolaan situ, survai/identifikasi, perencanaan,
dan mengidentifikasi perspektif dan pembangunan, rehabilitasi, Operasional dan
mimpinya masing-masing, maka sesuatu Pemeliharaan, serta kerjasama baik yang
yang tak dapat dihindari adalah keharusan didanai melalui APBN, APBD Propinsi
pengelolaan situ yang, dalam referensi maupun APBD Kabupaten/Kota; (d.)
pengelolaan sumber daya alam, dikenal Menyusun rencana penanganan situ di
dengan konsep “pengelolaan kolaboratif”. Wilayah Bodebek pada tahun 2005-2010,
Pengelolaan kolaboratif dalam pengelolaan jenis penanganan yang dibutuhkan serta
situ adalah model pengelolaan yang usulan sumber dananya. Diakui bahwa
menempatkan para pemangku kepentingan secara umum kondisi situ-situ yang ada
(stakeholder) untuk berperan secara setara cukup memprihatinkan, baik karena tertutup
dalam proses pengambilan keputusan dalam gulma, mengalami sedimentasi, tidak
pengelolaan situ-situ yang ada. memiliki bangunan outlet yang memadai
Secata kelembagaan, upaya serta telah berubah fungsi menjadi
penanganan situ di Jawa Barat tidak dapat peruntukan non situ seperti sawah dan
dilepaskan dari terwujudnya perumahan..
penandatanganan kesepakatan bersama Dalam hal ini Ubaidillah dan
antara Pemerintah Pusat bersama-sama Maryanto (2003) menyebutkan bahwa
dengan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk
Kota di Wilayah Jabodetabek pada tanggal memperbaiki kondisi situ dan rawa di
12 Mei 2004 untuk melaksanakan Jabodetabek, terutama yang terkait dengan
Kerjasama dalam rangka Perlindungan fungsinya sebagai pengimbuh air tanah,
dan Pelestarian Situ Terpadu Di Wilayah adalah sebagai berikut: (1) melaksanakan
Jabodetabek (Bappeda Jabar, 2004). peraturan-peraturan perundangan yang

72
terkait dengan konservasi sumberdaya air yang diwujudkan melalui perannya
secara konsekwen dan konsisten; (2) dalam konservasi sumber daya air
meniadakan atau mengurangi sekecil serta perlindungan dan pengamanan
mungkin pencemaran air situ dan rawa; (3) prasarana sumber daya air; dan
melakukan upaya rehabilitasi situ dan rawa. c. Masyarakat mempunyai kesempatan
yang sama untuk berperan dalam
D. Partisipasi masyarakat proses perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan terhadap
Dalam PP No. 82 tahun 2001 pengelolaan sumber daya air.
disebutkan bahwa Setiap orang wajib
melestarikan kualitas air pada sumber air, Deskripsi diatas menunjukkan bahwa
serta juga harus ikut mengendalikan secara legal formal telah diatur tentang
pencemaran air pada sumber air. Untuk itu, keseimbangan antara hak dan kewajiban
maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, masyarakat didalam upaya yang terkait
Pemerintah Kabupaten/Kota wajib dengan pengelolaan sumber daya air,
memberikan informasi kepada masyarakat dimana situ adalah salah satu dari potensi
mengenai pengelolaan kualitas air dan sumber daya air tersebut. Diperlukan
pengendalian pencemaran air. Nampak kemudian arahan dan petunjuk-petunjuk
disini bahwa terdapat keseimbangan antara pelaksanaan di lapangan, sehingga
hak dan kewajiban pemerintah dengan hak masyarakat dapat benar-benar dapat terlibat
dan kewajiban masyarakat didalam hal-hal aktif dalam ikut mengelola sumber daya air,
yang terkait dengan pengelolaan sumber yang pada gilirannya hal tersebut akan
daya air. bermanfaat bagi masyarakat sendiri, baik
Menurut pasal-pasal 82, 83 dan 84 langsung maupun tidak langsung.
yang terdapat dalam Undang-undang no. 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, hal-
hal yang terkait dengan Hak dan Kewajiban KESIMPULAN DAN SARAN
Masyarakat yang dinilai terkait dengan
sumber daya air situ dapat diringkaskan 1. Pengelolaan Sumber Daya air di
sebagai berikut: Indonesia (termasuk situ
didalamnya) harus dilakukan dengan
a. Dalam pelaksanaan pengelolaan pendekatan menyeluruh,
sumber daya air, masyarakat berhak dilaksanakan secara terpadu,
untuk memperoleh informasi yang berkelanjutan, berwawasan
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
sumber daya air dan berhak untuk 2. Sumberdaya air perlu dikelola
memperoleh manfaat atas berdasarkan pendekatan peran serta
pengelolaan sumber daya air; (participatory approach) semua
b. masyarakat berkewajiban stakeholders.
memperhatikan kepentingan umum

73
3. Fungsi utama situ adalah: (a) bagian kondisi situ yang rusak, maupun
sistem ekologi dan sistem tata air dalam upaya mempertahankan dan
bagi wilayah sekitarnya; (b) menjadi melakukan konservasi terhadap
kawasan resapan air untuk wilayah keberadaan situ di Jabodetabek.
sekitarnya; (c) menjadi daerah Pemerintah Daerah bekerjasama
tampungan air; (d) apabila debit dengan Pemerintah Pusat perlu
memungkinkan, dapat menjadi secara khusus memprogramkan hal
pembangkit listrik, pengimbuh ini dalam kaitannya dengan
(recharge) air pada cekungan air penyediaan anggaran yang memadai
tanah serta penahan intrusi air asin; untuk pemeliharaan dan konservasi
dan (e) dapat menjadi lokasi usaha situ.
budidaya perikanan, pariwisata 7. Setiap orang wajib melestarikan
maupun sumber irigasi pertanian. kualitas air pada sumber air, serta
4. Ancaman terhadap keberadaan situ juga harus ikut mengendalikan
meliputi: (a) konversi atau alih pencemaran air pada sumber air.
fungsi status dari badan situ; (b) Diperlukan sosialisasi, penyuluhan,
pendangkalan akibat endapan lumpur serta kampanye khusus untuk
hasil sedimentasi ditambah limbah meningkatkan partisipasi masyarakat
padat sampah organik yang dalam pengelolaan dan pemeliharaan
bersumber dari rumah tangga; dan situ di Jabodetabek. Penyuluh
(c) pencemaran oleh limbah baik Perikanan dapat berperan aktif dalam
yang bersumber dari home industry melaksanakan hal ini.
maupun limbah rumah tangga yang
terbawa oleh limpasan air yang
terakumulasi.
5. Upaya yang perlu dilakukan untuk DAFTAR PUSTAKA
memperbaiki kondisi situ, terutama
terkait fungsinya sebagai pengimbuh Bappeda Jawa Barat, 2004. Kebijakan
air tanah, adalah: (a) melaksanakan Pengelolaan Sumber daya Air di
peraturan perundangan yang terkait SWS Ciliwung, Cisadane untuk
dengan konservasi sumberdaya air Mengatasi Krisis Air di Jakarta.
secara konsekwen dan konsisten; (b) Makalah disampaikan pada Seminar
menekan sekecil mungkin Krisis Air Jakarta: Tinjauan
pencemaran air situ; dan (3) Pengelolaan Sumber Daya Air
melakukan upaya rehabilitasi situ. Terpadu CiliwungCisadane, 29
6. Kondisi situ di wilayah Jabodetabek Juni 2004 di Kantor Kementerian
sangat memprihatinkan. Diperlukan PPN/Bappenas. Jakarta.
kebijakan menyeluruh dan terpadu
untuk menangani kondisi tersebut,
baik dalam upaya merahabilitasi

74
Bappenas, 2006. Strategi Pengelolaan Ubaidillah, Rosichon dan Ibnu Maryanto
Sumber Daya Air di Pulau Jawa. (ed.). 2003. Manajemen
Buku I. Bappenas, Jakarta. Bioregional Jabodetabek: Profil dan
Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Danau. Puslit Biologi LIPI. Bogor.
Barat. 2003. Identifikasi Kondisi
Situ dan Potensi Situ di Wilayah Waryono, Tarsoen. 2001. Beberapa Aspek
Balai PSDA Ciatarum, Bandung. Pengelolaan dan Pengembangan
Situ-situ Sebagai Wahana Rekreasi
Hendrawan, Diana. 2005. Kualitas air dan Sumber PAD. Diskusi
Sungai dan Situ di DKI Jakarta. Pengembangan Situ-situ di Wilayah
Jurnal Makara (Teknologi) vol. 9 Kota Depok. Hari Lingkungan
No. 1. Universitas Indonesia. Hidup Pemda Kota Depok 5 Juni,
Depok. 2001.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2007.


Strategi Pelestarian Fungsi Situ di
Wilayah Jabotabek. KLH. Jakarta.

Kutarga, Zumara W. dkk. 2008. Kebijakan


Danau dan Waduk Ditinjau dari
Aspek Tata Ruang. Jurnal
Perencanaan & Pengembangan
Wilayah, Vol.3, No.3, April 2008.

Maryono, Agus dan Edy Nugroho Santoso


(2006). Metode Memanen dan
memanfaatkan Air Hujan untuk
Penyediaan Air Bersih, Mencegah
Banjir dan Kekeringan. Jakarta:
Kementerian Lingkungan Hidup.

Polontalo, Sahroel, 2010. Melestarikan


Fungsi Situ di Depok.

http://konservasisitudepok.wordpress.com/

75
ANALISIS STRUKTUR PASAR PADA PEMASARAN
IKAN MAS (Cyprinus carpio L) DI KELOMPOK MINA SAMPAN KAYU
KEC. KINTAMANI KAB. BANGLI
PROVINSI BALI

Oleh :
M. Harja Supena
Dosen Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan

ABSTRAK

Ikan Mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu komoditas perikanan air
tawar yang potensial di Kabupaten Bangli. Kabupaten Bangli terdiri dari atas 4
kecamatan yaitu Susut, Bangli, Tembuku, dan Kintamani. Berdasarkan potensi
perikanan tersebut, tingkat produksi budidaya perikanan di Kabupaten Bangli terus
meningkat yaitu mencapai 1.004,41 ton pada Tahun 2009. Dari jumlah produksi
tersebut Ikan Mas memberikan kontribusi sebanyak 452,15 ton.
Penelitian dilakukan di Kelompok Pembudidaya “Mina Sampan Kayu”
Kabupaten Bangli sebagai pasar produsen dan Pasar Sakti Mina Kabupaten Bangli
sebagai pasar konsumen. Ruang lingkup penelitian difokuskan kepada Ikan Mas
(Cyprinus carpio L). Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Penelitian menggunakan metode deskriftif dengan jenis penelitian studi kasus.
Analisis struktur pasar Ikan Mas dilakukan dengan pendekatan Structure-Conduct-
Performance. Penelitian bertujuan untuk mengetahui Struktur pasar Ikan Mas di
Kelompok Pembudidaya “Mina Sampan Kayu” Kabupaten Bangli. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Struktur pasar Ikan Mas di Kelompok Pembudidaya “Mina
Sampan Kayu” adalah pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competitive
market) yang cenderung mengarah pada sistem pemasaran monopoli.
Bertitik tolak dari hasil penelitian tersebut, alternative solusi perbaikan sistem
pemasaran Ikan Mas yang perlu dilakukan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Bangli
adalah : 1). Perbaikan infrastruktur sarana transportasi, terutama perbaikan jalan yang
rusak, dan 2). Melakukan penyuluhan perikanan yang lebih intensif sehingga akan
muncul kelompok-kelompok pembudidaya Ikan Mas lainnya.

Kata Kunci : Ikan Mas, Kelompok Mina Sampan Kayu, Pasar Sakti Mina, Struktur
Pasar.

PENDAHULUAN pembangunan nasional yang bertujuan


antara lain untuk meningkatkan produksi
Latar Belakang dan mutu hasil perikanan, baik untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi,
Pembangunan perikanan bahan baku industri maupun ekspor hasil
merupakan salah satu bagian dari perikanan, sekaligus peningkatan taraf

76
hidup, kesejahteraan nelayan/petani ikan Kecamatan ini dinilai oleh pusat
melalui peningkatan pendapatannya (Kementrian Kelautan dan Perikanan)
(Raharjo, 2000). Pembangunan memiliki potensi pengembangan
perikanan Indonesia saat ini bertumpu perikanan, khususnya dalam pembesaran
pada dua program utama. Salah satunya Ikan Mas (Cyprinus carpio L), sehingga
adalah program pengembangan dijadikan kawasan pengembangan
budidaya ikan air tawar. Potensi usaha Minapolitan untuk Tahun 2011. Adapun
ikan air tawar ke depan akan semakin hasil usaha pembesaran Ikan Mas ini
menggiurkan. PadaTahun 2021 dipasarkan di Kecamatan Kintamani
konsumsi ikan perkapita penduduk dunia khususnya di Kelompok Pembudidaya
akan mencapai 19,6 kg per tahun, dan “Mina Sampan Kayu” dan para pembeli
pada Tahun 2021 juga kebutuhan ikan diantaranya pedagang pengumpul
air tawar akan menyentuh angka 172 juta mendatangi langsung ke tempat usaha
ton per tahun yang berarti naik lebih dari pembesaran tersebut.
15 persen dari kebutuhan rata-rata saat Melihat kondisi di atas, maka
ini(www.alamtani.com/ikan-air Kabupaten Bangli merupakan salah satu
tawar.html, 2011) wilayah di Indonesia khususnya di
Lebih dari 70 persen produksi Provinsi Bali yang memiliki potensi di
ikan air tawar diserap oleh pasar dalam sektor perikanan khususnya ikan air
negeri. Pulau Bali merupakan salah satu tawar. Potensi tersebut terlihat dari
penyerap terbesar mengingat pulau ini produksi pada Tahun 2009 dan proyeksi
memiliki jumlah penduduk yang padat, luas budidaya di Kab.Bangli Tahun
salah satunya adalah di Kecamatan 2010-2014 seperti tergambar pada Tabel
Kintamani Kabupaten Bangli. 1dan 2.

Tabel 1. Rincian Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2009


Jumlah Produksi (ton)
No Uraian (ton) Kolam KJA Sawah Salir Ket

1. Ikan Mas 452,15 30,5 390 29,1 3 Kec. Kintamani


,
2. Nila 512,2 39,8 460 10,4 2 Kec. Kintamani
,Bangli, Susut, dan
Tembuku
3. Karper 21,67 10,46 0 6,11 5,1 Kec. Bangli dan
Susut
4. Lele 5,15 5,15 0 0 0 Kec. Susut dan
Tembuku
5. Ikan lainnya 13,24 11,34 0 0 1,9 Kec. Bangli,
Susut,dan Tem-
Buku
JUMLAH .... = 1.004,41 97,25 850 45,61 12
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Bangli, 2012

77
Tabel 2. Proyeksi Luas Budidaya/Penangkapan Ikan di Perairan Umum di Kab.
Bangli Tahun 2010-2014
Sasaran Luas (Ha) Ket
No Uraian Peningkatan
2010 2011 2012 2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8
A BD. IKAN 201,44 205,86 213,90 222,65 234,78 7,64
1. Sawah : 181,00 183,00 185,00 187,00 189,00 2,16
- Inmindi 85,00 86,00 87,00 88,00 89,00 2,30
- Non Inmindi 96,00 97,00 98,00 99,00 100,00 2,04

2. Kolam 15,40 16,10 20,80 26,00 35,10 39,01

3. Per. Umum : 5,04 6,76 8,10 9,65 10,68 35,88


- Sal. Irigasi 3,51 3,71 4,05 4,40 4,73 14,81
- Jaka/Karamba 1,53 3,05 4,05 5,25 5,95 59,09
B Penangkapan I 1.639,90 1.639,90 1.639,90 1.639,90 1.639,90 -
1. Sungai 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 -
2. Waduk 2,40 2,40 2,40 2,40 2,40 -
3. Danau 1.607,50 1.607,50 1.607,50 1.607,50 1.607,50 -
JUMLAH .... = 1.841,34 1.845,76 1.853,80 1.862,55 1.874,68 0,34
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Bangli, 2012

Masalah umum yang terjadi adalah jauhnya jarak antara Kecamatan


Kintamani dengan Ibu Kota Kabupaten Bangli yakni mencapai kurang lebih 60 km
dengan kondisi prasarana jalan hanya 50 % beraspal. Padahal menurut Anwar
(1995), bahwa lokasi yang tersebar dan berjauhan, menyebabkan pasar kompetitif
tidak dapat terwujud (missing market). Selain itu, kondisi seperti ini akan mudah
dimanfaatkan pedagang untuk mencari keuntungan yang lebih besar, terutama dalam
pembentukan harga di tingkat produsen.

Rumusan Masalah
Bagaimana struktur pasar yang terjadi di Kelompok Pembudidaya “Mina
Sampan Kayu” Desa Kedisan Kec. Kintamani, Kab. Bangli, Prov.Bali?
Tujuan Penelitian
Mengetahui struktur pasar yang terjadi di Kelompok Pembudidaya “Mina
Sampan Kayu” Desa Kedisan Kec. Kintamani, Kab. Bangli, Prov.Bali

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu


Penelitian akan dilakukan di Pasar Kelompok Pembudidaya Mina Sampan
Kayu (MSK) Desa Kedisan Kec. Kintamani Kabupaten Bangli Provinsi Bali pada
Bulan Juni – Juli 2011. Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1

78
Gambar 1. Peta Kecamatan Kintamani

Pendekatan Penelitian Teknik Pengambilan Contoh


Penelitian menggunakan metode Teknik pengambilan contoh yang
deskriptif dengan jenis penelitian studi digunakan adalah Purposive Sampling,
kasus. yaitu peneliti secara sengaja memilih
atau menentukan serta mewawancarai
Jenis dan Sumber Data 10 orang petani/pembudidaya Ikan Mas
Data yang dikumpulkan dalam dan 10 orang pedagang yang terdiri atas
penelitian ini adalah data primer dan pedagang pengumpul dan pedagang
data sekunder. Data primer diperoleh pengecer Ikan Mas .
dari petani/pembudidaya dan pedagang
melalui wawancara kepada para pelaku Teknik Pengolahan dan Analisa Data
pemasaran. Data primer yang Data dan informasi yang
dikumpulkan terdiri atas “data identitas” dikumpulkan dianalisis dengan
dan “data usaha” baik untuk menggunakan pendekatan kuantitatif
petani/pembudidaya maupun untuk dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
pedagang, yang meliputi : dilakukan jika ciri-ciri dari suatu fakta
I. Data identitas : nomor responden, sosial dapat dinilai dengan angka-angka.
nama, umur, jenis kelamin, tingkat Sedangkan pendekatan kualitatif
pendidikan. dilakukan jika ciri-ciri dari suatu fakta
II. Data usaha : Jenis Usaha, status sosial tidak dapat diutarakan dalam
kepemilikan, Orientasi Usaha, angka-angka, tetapi dalam bentuk
tempat pelihara/budidaya, jenis kategori-kategori (Koentjoroningrat,
komoditi, tenaga kerja, hasil 1993).
produksi, pembelian, penjualan.
Sedangkan data sekunder di peroleh dari HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinas Perikanan dan Peternakan Kab.
Bangli, BPS Kabupaten Bangli, Karakteristik Petani/Pembudidaya
Perpustakaan dan internet. Ikan Mas
Jumlah responden yang terpilih
dalam penelitian ini adalah 10 orang
petani/pembudidaya Ikan Mas . Hasil

79
wawancara disajikan dalam bentuk tabulasi seperti tertuang dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Penelitian Karakteristik Pembudidaya Ikan Mas di Kelompok


Pembudidaya “Mina Sampan Kayu” Ds. Kedisan Kec. Kintamani Kab.
Bangli
No Karakteristik Variabel Penelitian Jumlah Prosentase (%)
Petani/Pembudidaya Responden
(org)
1. Umur a. 20-25 tahun 3 30
b. 26-35 tahun 3 30
c. 36-50 tahun 4 40
d. > 50 tahun - -
2. Jenis Kelamin a. Laki-laki 10 100
b. Perempuan - -
3. Tk. Pendidikan a. Tdk.pernah ekolah - -
b. SD 2 20
c. SLTP 2 20
d. SLTA 6 60
e. Perguruan Tinggi - -
4. Jenis Usaha a. Pembenih - -
b. Pembesar 10 100
c. Pembenih & Pembesar - -

5. Orientasi Usaha a. Usaha Pokok 10 100


b. Usaha Sampingan - -
6. Jenis Ikan yang a. Nila - -
Dipelihara/Budidaya b. Mas 10 100
c. Kedua-duanya - -
7. Hasil Produksi Setiap a. < 50 kg - -
Periode (5-6 bulan) b. 51 – 100 kg - -
c. 101 – 500 kg - -
d. > 500 kg 10 100
8. Sistem Penjualan Ikan a. Langsung di lokasi 10 100
Mas kelompok
b. Melalui pasar - -
c. Melalui keduanya - -
d. Melalui cara lain - -
9. Harga Penjualan Ikan a. Lebih baik dibanding 10 100
Mas di Lokasi lainnya.
Kelompok b. Relatif sama - -
c. Lebih rendah - -
d. Tidak tentu - -
10. Cara Memperoleh a. Kelompok Petani 3 30
Informasi Harga /Pembudidaya - -
b. Pedagang 2 20
c.Teman/Keluarga/Se-sama
Pembudidaya 5 50
d. Lain-lain (a dan b) - -
Sumber : Data Primer, 2012

Karakteristik Pedagang Ikan Mas


Jumlah responden yang terpilih dalam penelitian ini adalah 10 orang
responden yang menjual Ikan Mas , terdiri atas : 5 orang Pedagang Pengumpul
Lokal/Supplier dan 5 orang Pedagang Pengecer. Hasil wawancara disajikan dalam
bentuk tabulasi seperti tertuang dalam Tabel 4.

80
Tabel 4. Hasil Penelitian Karakteristik Pedagang Ikan Mas di Kelompok
Pembudidaya “Mina Sampan Kayu” Ds. Kedisan Kec. Kintamani Kab.
Bangli
No Karakteristik Variabel Penelitian Jumlah Prosentase (%)
Pedagang Responden
(org)
1. Umur a. 20-25 tahun 2 20
b. 26-35 tahun 3 30
c. 36-50 tahun 4 40
d. > 50 tahun 1 10
2. Jenis Kelamin a. Laki-laki 10 100
b. Perempuan - -
3. Tk. Pendidikan a. Tdk.pernah sekolah - -
b. SD - -
c. SLTP 3 30
d. SLTA 7 70
e. Perguruan Tinggi - -
4. Bentuk Usaha a. Perorangan 10 100
b. Badan Usaha - -
5. Status Usaha a. Ped. Pengumpul 5 50
lokal/Supplier
b. Ped.Besar/Eksportir - -
c. Ped. Pengecer 5 50
6. Orientasi Usaha a. Usaha Pokok 10 100
b. Usaha Sampingan - -
7. Volume Pembelian a. < 50 kg 5 50
b. 51 – 100 kg 3 30
c. 101 – 500 kg 2 20
d. Lain-lain………. kg - -
8. Harga Pembelian a. Rp. 5.000- Rp.10.000 - -
b. Rp.10.500- Rp.15.000 10 100
c. Rp.15.500- Rp.20.000 - -
d. Rp.20.500- Rp.25.000 - -
9. Sumber Ikan Mas Yg a. Kelompok Petani 1 10
dibeli Pembudidaya
b. Ped.Pengumpul Lokal 9 90
/Supplier
c. Ped.Besar/Eksportir - -
d. Ped. Pengecer - -
e. Lain-lain (Petani) - -
10. Harga Penjualan Ikan a. Rp. 5.000- Rp.10.000 - -
Mas b. Rp.10.500- Rp.15.000 - -
c. Rp.15.500- Rp.20.000 10 100
d. Rp.20.500- Rp.25.000 - -
11. Cara Memperoleh a. Kelompok 6 60
Informasi Harga Petani/Pembudidaya
b. Pedagang 2 20
c. Teman/Keluarga/Se-
sama Pedagang 2 20
d. Lain-lain - -
12. Sistem Penjualan Ikan a. Ped. Bebas memilih - -
Mas pembeli
b. Ped.terikat dengan - -
pembeli - -
c. Langganan (customer 12 100
loyal)
d. Lain-lain - -
Sumber : Data Primer, 2012

81
Analisis Struktur Pasar kecamatan, pedagang pengumpul tingkat
Struktur pasar Ikan Mas yang II (PP II) yang berasal dari tingkat
ada di daerah penelitian dianalisis kabupaten, dan pedagang pengecer
berdasarkan beberapa faktor diantaranya (Hanafiah dan Saefuddin. 1986).
adalah Lembaga dan saluran pemasaran Total 100% penjualan (500 kg)
(Kotler dan Amstrong. 1992.) tersebut terbagi ke dalam 3 saluran
pemasaran yaitu 55 % atau 275 kg untuk
Lembaga dan Saluran Pemasaran saluran pemasaran I, 30 % atau 150 kg
Lembaga pemasaran yang untuk saluran pemasaran II, dan 15 %
terlibat dalam pemasaran Ikan meliputi: atau 75 kg untuk saluran pemasaran III.
pembudidaya, pedagang pengumpul Adapun ketiga saluran dimaksud dapat
tingkat I (PP I) yang berasal dari tingkat dilihat pada Gambar 2.
Produsen
(Kelompok)
100 %

(I) 55 % (II) 30 % (III)


15 %
PP I PP I Ped.
Tk.Kec Tk.Kec Pengecer

55 % 30 %
15 %
PP II Ped.
Tk.Kec Pengecer Konsumen

55 % 30 %
Ped.
Pengecer Konsumen

55 %
Konsumen

Gambar 2. Saluran Pemasaran Ikan Mas di Kelompok Pembudidaya


Mina Sampan Kayu Desa Kedisan

Saluran pemasaran I : untuk ditampung dan dipasarkan kepada


Pedagang Pengumpul Tingkat PP2 yaitu Pedagang Pengumpul di
Kecamatan merupakan pihak pertama Tingkat Kabupaten maupun Pedagang
yang melakukan kegiatan transaksi jual Pengecer dan konsumen di kecamatan
beli Ikan Mas sebesar 55 % dengan dalam hal ini adalah Kecamatan
pihak produsen (Kelompok Kintamani. Di daerah Berdasarkan
Pembudidaya Mina Sampan Kayu) Gambar 2, Pedagang Pengumpul

82
Tingkat I (PP I) dalam hal ini penelitian, pihak penerima harga (price taker)
terdapat 2 PP1 dan 1 kelompok sesuai dengan harga yang telah
pembudidaya yang berperan sebagai ditetapkan oleh PP II.
produsen/penjual yaitu Kelompok Mina
Sampan Kayu, dengan demikian bila Saluran pemasaran II :
dianalisis berdasarkan jumlah Pada Saluran Pemasaran II,
pembudidaya sebagai produsen/penjual terdapat 2 orang PP 1 yang melakukan
maka dapat dikatakan bahwa struktur kegiatan transaksi jual beli Ikan Mas
pasar yang terbentuk adalah pasar namun hanya sebesar 30 %. Dengan
monopoli dari sudut pembeli. Hal ini demikian bila dianalisis berdasarkan
disebabkan karena jumlah PP I jauh jumlah pembudidaya sebagai
lebih banyak bila dibandingkan dengan produsen/penjual maka dapat dikatakan
jumlah kelompok pembudidaya. Dengan bahwa struktur pasar yang terbentuk
demikian PP I menjadi pihak penerima adalah pasar monopoli dari sudut
harga (price taker) sesuai dengan harga pembeli. Hal ini disebabkan karena
yang telah ditetapkan oleh kelompok jumlah PP I jauh lebih banyak bila
pembudidaya (Kotler danKeller. 2006). dibandingkan dengan jumlah kelompok
Pedagang pengumpul tingkat II pembudidaya. Dengan demikian PP I
(PP II) dalam hal ini Pedagang menjadi pihak penerima harga (price
Pengumpul Tingkat Kabupaten taker) sesuai dengan harga yang telah
merupakan rantai pemasaran selanjutnya ditetapkan oleh kelompok pembudidaya.
setelah produk melalui PP I. Terdapat 5 Pedagang pengecer merupakan
orang PP II, dengan demikian bila rantai pemasaran selanjutnya setelah
ditinjau dari sudut pembeli, maka produk melalui PP I. Di Kecamatan
struktur pasar yang terbentuk adalah Kintamani terdapat 3 orang pedagang
oligopoli. Hal ini disebabkan karena ada pengecer yang menjual Ikan Mas . Bila
beberapa PP I yang berperan sebagai ditinjau dari sudut pembeli, maka
penjual. Pada strata ini PP II cenderung struktur pasar yang terbentuk adalah
menjadi pihak penerima harga (price Pasar Duopoli (Simatupang dan
taker) sesuai dengan harga yang telah Situmorang. 1988). Hal ini disebabkan
ditetapkan oleh PP I. karena jumlah PP I hanya ada dan lebih
Pedagang pengecer merupakan sedikit jumlahnya dibandingkan dengan
rantai pemasaran selanjutnya setelah pedagang pengecer. Pada strata ini
produk melalui PP II. Di Pasar Ikan pedagang pengecer cenderung menjadi
Sakti Mina Kabupaten Bangli, yang pihak penerima harga (price taker)
merupakan pasar konsumen terdapat 6 sesuai dengan harga yang telah
orang pedagang pengecer yang menjual ditetapkan oleh PP I.
Ikan Mas . Bila ditinjau dari sudut
pembeli, maka struktur pasar yang Saluran pemasaran III :
terbentuk adalah Pasar Oligopsoni. Hal Pada Saluran Pemasaran III,
ini disebabkan karena jumlah PP II hanya terdapat 2 orang Pedagang
sama banyak jumlahnya dengan Pengecer yang melakukan kegiatan
pedagang pengecer. Pada strata ini transaksi jual beli Ikan Mas namun
pedagang pengecer cenderung menjadi hanya sebesar 15 %. Dengan demikian

83
bila dianalisis berdasarkan jumlah Kedisan Kecamatan Kintamani
pembudidaya sebagai produsen/penjual Kabupaten Bangli adalah pasar
maka dapat dikatakan bahwa struktur persaingan tidak sempurna (imperfectly
pasar yang terbentuk adalah pasar competition market) yang lebih
monopoli dari sudut pembeli. Hal ini mengarah kepada Struktur Pasar
disebabkan karena jumlah Pedagang Monopoli. Atas dasar tersebut
Pengecer jauh lebih banyak bila disarankan kepada pihak pemerintah
dibandingkan dengan jumlah kelompok setempat khususnya Dinas Perikanan
pembudidaya. Dengan demikian Kabupaten Bangli agar melakukan
Pedagang Pengecer menjadi pihak penyuluhan perikanan yang lebih
penerima harga (price taker) sesuai intensif lagi sehingga akan muncul
dengan harga yang telah ditetapkan oleh kelompok-kelompok pembudidaya Ikan
kelompok pembudidaya. Mas lainnya.
Menurut Hasibuan (1993),
konfigurasi pasar seperti itu, maka
struktur pasar Ikan Mas yang ada di DAFTAR PUSTAKA
kelompok pembudidaya Mina Kayu
Sampan adalah pasar persaingan tidak
sempurna (imperfect competitive Anwar, A. 1995. Beberapa Proposisi
market). Kelembagaan Agribisnis di
Pedesaan. Mimbar Sosek, Institut
KESIMPULAN DAN SARAN Pertanian Bogor. (1): 58-64.

Kesimpulan Hanafiah, A.M. dan A.M. Saefuddin.


Strukur pasar yang berlaku di Kelompok 1986. Tataniaga Hasil
Pembudidaya Ikan Mas Mina Sampan Perikanan. UI Press, Jakarta.
Kayu di Desa Kedisan Kecamatan
Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri
Kintamani Kabupaten Bangli adalah
(Persaingan, Monopoli dan
pasar persaingan tidak sempurna
Regulasi). LP3ES, Jakarta. t.
(imperfectly competition market).
1993. Metode Penelitian
Dengan struktur pasar tersebut, maka
Masyarakat. Gramedia Pustaka
perilaku pasar yang terjadi adalah
Utama, Jakarta.
kuatnya daya tawar (bargaining
position) kelompok pembudidaya Ikan Kotler. P dan G. Amstrong. 1992. Dasar-
Mas dalam penentuan/penetapan harga, dasar Pemasaran (Jilid I Edisi 5).
dan adanya dominasi informasi pasar Intermedia, Jakarta.
yang merupakan salah satu bentuk
strategi dalam menjaga stabilitas pasar. Kotler. P dan K.L. Keller. 2006.
Manajemen Pemasaran (Jilid 1
Saran Edisi 12). Indeks, Jakarta.
Berdasarkan kesimpulan di atas,
disebutkan bahwa struktur pasar yang Raharjo,M. 2000. Strategi Peningkatan
terjadi di Kelompok Pembudidaya Ikan Mutu Produk Hasil Perikanan
Mas Mina Sampan Kayu di Desa Jurnal Agroekonomi, 67 (1) 1-11.

84
1
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL PENYULUHAN PERIKANAN

Redaksi Jurnal Penyuluhan Perikanan menerima tulisan dari staf pengajar Jurusan Penyuluhan
Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan, dan pemerhati masalah perikanan baik penyuluhan,
sosial, ekonomi maupun teknologi.

1. Ruang Lingkup
 Isi jurnal memuat hasil penelitian dalam bidang perikanan.
 Materi meliputi : penyuluhan, sosial, ekonomi dan teknologi perikanan.

2. Tata Cara Pengiriman Naskah


 Naskah yang dikirim harus asli dan belum pernah dipublikasikan di media cetak lain.
 Naskah dikumpulkan dalam bentuk print out sebanyak satu rangkap dan copy
disket/cd/flash disk ke tim redaksi Jurnal Penyuluhan

3. Penyiapan Naskah
 Bentuk naskah diketik diatas kertas kuarto atau A4.
 Panjang naskah maksimal 5-10 halaman termasuk gambar dan tabel.
 Naskah disusun dalam urutan sebagai berikut : judul, abstrak, kata kunci (key word),
pendahuluan, hasil dan pembahasan, kesimpulan, daftar pustaka.
 Judul naskah mencerminkan isi tulisan
 Nama penulis, jabatan dan instansi dibuat sebagai catatan kaki di bawah halaman pertama.
Apabila penulis lebih dari satu orang, urutan penulisan nama harus mengikuti etika
penulisan ilmiah.
 Abstrak ditulis dalam (200-300) kata, ditulis dalam Bahasa Indonesia.
 Tabel hendaknya diberi judul yang jelas disertai catatan bawah secukupnya berikut
sumbernya.
 Ilustrasi gambar atau foto harus tercetak jelas supaya dapat direproduksi.
 Kesimpulan disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan tujuan dan hasil. Saran
dicantumkan apabila perlu.
 Pustaka harus disebut dalam teks dan disusun menurut abjad sesuai dengan nama penulis
dan urutan waktu.
Contoh penulisan daftar pustaka
Soekanto, S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Radjawali Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai