Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengertian sehat dapat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental
dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya (perry, potter. 2005: 5).
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karena iu, perhatian utama dibidang
kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh
empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/
anorganik, logam berat, debu), biologik (virus,
bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,
pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi
sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan
kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status
kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang
sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan
dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas,
beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya,

1
agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (Undang-undang kesehatan
tahun 1992).
Adanya undang-undang kesehatan kerja di setiap negara mempunyai
dampak yang begitu besar untuk kondisi kesehatan di tempat kerja. Tujuan dari
hukum ini adalah untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih
sehat bagi para pekerja (suddarth. 2002: 27).
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total
health of all at work). Sebenarnya hal ini merupakan keuntungan bagi pemilik
lapangan pekerjaan atau para pengusaha untuk menyediakan lingkungan kerja
yang aman karena hasilnya adalah pengurangan biaya yang berhubungan
dengan absennya pekerja, perawatan pekerja di rumah sakit dan kecacatan
(suddarth. 2002: 27).
Menurut Suma’mur (1976), Kesehatan kerja merupakan spesialisasi
ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik
fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif terhadap penyakit/
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja serta terhadap penyakit umum.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya serta hasil budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak
harta benda atau kerugian terhadap proses (DepKes RI, no. 3, 1998).

2
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di
perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih
memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3
identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Direktur
Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan
bahwa Data angka kecelakaan kerja tahun 2011 lalu mencapai, 99.491 kasus.
Jumlah tersebut kian meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2007
terjadi sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009
sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus. Untuk pada
2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan
dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan,
dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru
setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total
health of all at work).
Sebagai suatu usaha dalam pencegahan kecelakaan kerja di bidang
keperawatan dikembangkan suatu spesialisasi perawatan yang disebut dengan
perawatan kesehatan kerja (occupational health nursing).
Perawat okupasional dapat bekerja di unit tunggal dalam lingkungan
industri, menjadi konsultan paruh waktu atau dengan waktu yang terbatas, atau
menjadi anggota dari tim indisiplener yang terdiri dari pekerja kesehatan yang
bervariasi seperti perawat, dokter, fisiolog pelatih, pendidik kesehatan,
konsulen, ahli gizi, ahli teknik keselamatan, dan hygine industri (suddarth.
2002: 27).

3
Perawat kesehatan okupasional mempunyai fungsi dalam beberapa cara
yang dapat memberikan perawatan langsung pada pekerja yang sakit,
melakukan program pendidikan kesehatan untuk anggota staf perusahaan, aau
menyususn program kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan perilaku
kesehatan tertentu, seperti makan dengan benar dan olah raga yang cukup, serta
bagaimana menggunakan alat-alat perlindungan dan pentingnya penggunaan
alat-alat tersebut bagi keselamatan kerja, serta hygine pada setiap pekerja
(suddarth. 2002: 27).
Maka dari itu, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang
peraturan pemerintah yang menyangkut kesehatan kerja dan memahami
legalsasi yang berhubungan, serta semua hal yang bersangkutan tentang
kesehatan kerja, keselamatan kerja serta kecelakaan kerja (K3) (Suddarth.
2002: 27).
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang semua yang
berhubungan dengan K3 disertai dengan contoh asuhan keperawatan kesehatan
kerja. Diharapkan dengan makalah ini nantinya dapat dijadikan acuan bagi
mahasiswa keperawatan lain untuk dapat membantu meningkatkan kesehatan
kerja dengan menerapkan asuhan keperawatan kesehatan kerja yang
komprehensif dan kompeten.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja pada
di komunitas pekerja di Bengkel las saputra kelurahan Cimincrang Kecamatan
Gedebage Kota Bandung?

1.3. Tujuan Pelaksanaan K3


Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai
tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum yaitu :
1. Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu
terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan
peningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

4
2. Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu
dalam keadaan selamat dan sehat.
3. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai
dan digunakan secara aman dan efisien.
Sedangkan secara khusus antara lain :
1. Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan
penyakit akibat kerja.
2. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan
hasil produksi.
3. Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan
penyesuaian antara pekerja dengan manuasi atau manusia dengan
pekerjaan.

1.4. Sistematika Penulisan Makalah


Sistematika penulisan dalam bab ini dibagi menjadi lima bab dengan
susunan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat tentang Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan penelitian,
dan Sistematika penulisan makalah.
BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini berisi teori-teori mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan peran perawat dalam program K3
BAB III : TINJAUAN LAPANGAN
Menjelaskan deskriptif sejarah perusahaan dan tinjauan lapangan di tempat
yang diteliti
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisa data dan Askep
BAB V : IMPLEMENTASI
Pembahasan ( Intervensi, implementasi, evaluasi)

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Definisi
Menurut Undang-Undang Kesehatan Tahun 1992, upaya kesehatan
kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban, dan lingkungan
kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal. Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja
ini adalah mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan
dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja ini adalah manusia
dan meliputi aspek kesehatan dari pekerja itu sendiri.
Upaya kesehatan kerja merupakan kegiatan pokok Puskesmas yang
ditujukan terutama pada masyarakat pekerja informal di wilayah kerja
Puskesmas dalam rangka upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
serta kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja.
2.2. Tujuan
a. Tujuan umum :
Meningkatnya kemampuan tenaga kerja untuk menolong dirinya
sendiri sehingga terjadi peningkatan status kesehatan dan akhirnya
peningkatan produktivitas kerja melalui Upaya Kesehatan Kerja.
b. Tujuan khusus :
1) Meningkatnya kemampuan masyarakat pekerja dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan yang
berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja
2) Meningkatnya pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja informal dan
keluarganya yang belum terjangkau selama ini.
3) Meningkatnya keselamatan kerja dengan mencegah penggunaan
bahan-bahan yang dapat membahayakan lingkungan kerja dan
masyarakat serta penerapan prinsip ergonomik.

6
2.3. Model Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Plan (Perencanaan)
Menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk mencapai hasil
sesuai dengan kebijakan K3 organisasi.
2. Do (Pelaksanaan)
Melaksanakan proses yang sudah dirancang.
3. Check (Pemeriksaan)
Memantau dan mengukur kegiatan proses terhadap kebijakan, sasaran,
peraturan perundang-undangan dan persyaratan K3 Iainnya serta
melaporkan hasilnya.
4. Act (Tindakan)
Mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja K3 secara berkelanjutan.
Pada tahun 1990, silabus keperawatan kesehatan kerja
dikembangkan dengan menggunakan kerangka model ‘Hanasaari’,
Finlandia. Model ini dibuat untuk memungkinkan keluwesan praktik
keperawatan kesehatan kerja. Model ini disajikan dalam uraian berikut.
1. Konsep lingkungan total
Sistem lingkungan umjum yang mencapai aspek kesehatan dan
keselamatan di tamoilkan oleh lingkaran luar besar atau satu konsep
global. Didalam lingkaran luar tersebut, pengaruh yang memberikan
efek global, yang selanjutnya memberikan efek pada kesehatan, mucul
dalam bentuk faktor ekonomi, politik, sosial, ekologi, dan organisasi.
2. Konsep manusia, kerja, dan kesehatan
Diwakili oleh segitiga manusia, kerja dan kesehatan, dan berlangsung
didalam lingkungan total, aspek- aspek lingkungan total yang
mempunyai efek nyata pada kesehatan ditempat kerja. Sebagai contoh,
kebijakan politik dan sosial akan memperluas atau mempersempit
pengembangan kesehatan kerja. Budaya dan strategi organisasi dapat
dipengaruhi segitiga manusia, pekerja, dan kesehatan secara langsung
dan lebih kuat.

7
3. Interaksi keperawatan kesehatan kerja
Perawatan kesehatan kerja, disajikan di tengah- tengah model tersebut.
Interaksi dipakai untuk menggambarkan bidang- bidang yang dikenal
oleh kelompok- kelompok sebagai peranan perawat kesehatan kerja.

2.4. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjana baik fisik maupun psikis dalam
hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujan untuk:
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja di semua lapangan kaerja setinggi-tingginya baik fisik, mental,
maupun kesejahteraan sosialnya
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekarja
yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerjan di dalam
ekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang membahayakan kesehatan
4. Menempatlkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya (Efendi,
2009).
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990)
:

8
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang
di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya
akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
b. Aspek perlindungan dalam kesehatan kerja meliputi :
1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4. Proses produksi
5. Karakteristik dan sifat pekerjaan
6. Teknologi dan metodologi kerja
c. Penerapan penkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut
bertanggung jawab atas keberhasilan usaha kesehatan kerja.
2.5. Penyakit yang disebabkan oleh Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Penyakit Yang Timbul Akibat hubungan Kerja antara lain:
1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan
parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis
yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau
kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang
beracun.
7. Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang
beracun.

9
8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang
beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang
beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang
beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang
beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbul atau persenyawaannya yang
beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang
beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang
beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena
atau homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat
lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen
sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan
otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
lebih.

10
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi
yang mengion.
26. Penyakit kulit (dermatoses) yang disebabkan oleh penyebab fisik,
kimiawi atau biologik.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari
zat tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi
khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas
radiasi atau kelembaban udara tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
Adapun akibat yang muncul atas kecelakaan kerja atau penyakit yang
ditimbulkan leh hubungan kerja dapat berupa :
1. Tidak mampu bekerja untuk sementara
2. cacat sebagian untuk selama-lamanya
3. cacat total untuk selama-lamanya
4. cacat kekurangan fungsi organ
5. meninggal dunia
2.6. Potensial Hazard
Hazard adalah sumber bahaya potensialyang dapat menyebabkan
kecelakaan atau kerusakan. Hazard dapat berupa : bahan-bahan, bagian-
bagian mesin, bentuk energi, metode kerja atau situasi kerja.
Jenis-jenis potensi hazard :
1. Physical hazard
Meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara,
suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara dan lain-lain.
2. Chemical hazard
Berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda-benda padat.
3. Electrical hazard

11
Semua potensi bahaya yang berhubungan dengan listrik (pembebanan
lebih, kebocoran isolasi, dan lain-lain)
4. Mechanical hazard
Bahaya timbul dari konstruksi, alat-alat bergerak, mesin dan instalasi
5. Physiological hazard
Bahaya yang timbul karena waktu kerja yang lama, tekanan atasan,
hubungan yang kurang baik dengan rekan kerja, trauma.
6. Biological hazard
Bahaya dari jazad renik, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga atau
hewan lain di tempat kerja, berbagai macam penyakit yang timbul
seperti, infeksi, alergi dan sengatan atau gigitan binatang yang dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit.
7. Ergonomic
Gangguan yang bersifat faal karena beban kerja yang terlalu berat,
peralatan kerja yang tidak sesuai dan tidak serasi dengan tenaga kerja,
ruangan sempit, mengangkat, mendorong, dsb. sebenarnya ergonomi
tidak hanya melingkupi hal-hal ini karena ergonomi sebenarnya adalah
prinsip atau azas K3 secara keseluruhan, namun karena istilah ergonomi
mulai dikenal dari ranah postur kerja, beban kerja, MSD dan sejenisnya
maka bisa dimaklumi jika hal-hal seperti ini lebih erat dengan istilah
ergonomi.
8. Behavioral hazard
Tidak mematuhi peraturan, kurangnya keterampilan kerja
9. Environmental hazard
Cuaca buruk, api, bekerja di tempat tidak rata.
Segala macam potensial hazard tersebut harus diidentifikasi. Untuk
mempermudah pengidentifikasian, ada beberapa macam metode yang dapat
digunakan seperti What-If Analysis, Energy Barrier Analysis, dan lainnya.
Setelah hazard teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menilai sejauh
mana pengaruhnya terhadap keselamatan karyawan dan keseluruhan
operasi. Penilaian ini umumnya menggunakan dua parameter, yaitu :
konsekuensi dari suatu hazard dan kemungkinan frekuensi kejadian.

12
Bahaya-bahaya (hazard) di tempat kerja tersebut harus ditangani
dengan prinsip ergonomi yakni menyesuaikan kerja dengan keterbatasan
atau kapasitas manusia (fit the task to the worker). Misalnya kebisingan
harus dikontrol karena manusia mempunyai batasan paparan, zat-zat kimia
korosif harus dikontrol karena tubuh manusia tidak mampu kontak dengan
zat tersebut.desain control dan display mesin harus disesuaikan dengan
karakteristik kognitif manusia sehingga mengurangi eror, shift kerja
disesuaikan dengan kapasitas beban kerja manusia. semua itu dilakukan
melalui tiga cara yakni : engineering control, work practice control dan alat
pelindung diri (APD).
2.7. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib
digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu
sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja
Republik Indonesia. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah:
1. Safety helmet
Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang mengenai kepala
secara langsung.
2. Sabuk keselamatan
Berfungsi sebagai alat pengaman ketika mengunakan alat transportasi
ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat, dan lain-
lain).
3. Sepatu karet
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek
ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk
melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia,
dsb.
4. Sepatu pelindung
Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari
karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang

13
menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas,
cairan kimia, dsb.
5. Sarung tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat
atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan bahan dan bentuk
sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
6. Tali pengaman
berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan
menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
7. Penutup telinga
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang
bising.
8. Kacamata pengaman
Berfungsi sebagai peindung mata ketika bekerja.
9. Masker
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat
dengan kualitas udara buruk.
10. Pelindung wajah
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat
bekerja.
11. Jas hujan
Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja
Semua APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan
pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja
2.8. Penerapan Konsep Lima Tingkatan Pencegahan Penyakit Akibat
Kerja
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit (five level of prevention diseases) pada penyakit akibat kerja:
1. Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya pendidikan
kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,
perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang

14
memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi
tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2. Perlindungan khusus (specific protection), misalnya imunisasi, higiene
perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan
kecelakaan kerja.
3. Diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt
treatment), misalnya diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan
segera serta pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation), misalnya:
memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif,
mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan
mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat
mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan
cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

2.9. Fungsi dan Tugas Perawat dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) di industri adalah sebagai berikut (Nasrul Effendy, 1998)
1. Fungsi perawat
- Mengkaji masalah kesehatan.
- Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja.
- Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap
pekerja.
- Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah
dilakukan.
2. Tugas perawat
- Mengawasi lingkungan pekerja.
- Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan.
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja.
- Melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja.

15
- Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan
di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai
masalah kesehatan.
- Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap
pekerja.
- Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja.
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja
dan keluarganya.
- Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja.
- Mengoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.

16
BAB III
TINJAUAN LAPANGAN

3.1. Pengkajian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Home Industri

CORE
a. Nama industri : Bengkel Las Saputra
b. Alamat : Jl. Cimincrang No.99, Cimenerang,
Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat
40292
c. Pemilik : Tn. Didi
d. Bidang industri : Pembuatan kerajinan dari besi.
e. Sejarah singkat : Usaha merupakan usaha yang dirintis
sudah lama dan masih diteruskan hingga
saat ini.. Lokasi industri di daerah
cimincrang, persis disamping kelurahan
cimincrang, merupakan posisi yang cukup
strategis karena berada di pingir jalan
utama dan dekat dengan area tempat
tinggal dan perumahan cempaka arum.
DIMENSI BIOPSIKOSOSIAL
a. Komposisi pekerja
- Jumlah : 3-6 orang, sesuai banyaknya pesananan.
- Umur : Usia pekerja berkisar dari 17 – 30 tahun.
- Jenis kelamin : Pekerja terdiri dari laki – laki saja
- Suku bangsa pekerja : seluruh pekerja merupakan orang Sunda.
b. Apakah ada kondisi : Tidak ada.
kecacatan pada populasi
pekerja?
c. Berapa angka insidensi dan : Tidak ada.
prevalensi penyakit?
d. Apakah ada faktor : Faktor predisposisi penyakit diantaranya
predisposisi terjadinya inhalasi dari asap bakaran las besi dan
penyakit? resiko luka bakar karna percikan api.
f. Bagaimana tingkat : Tingkat absen pekerja rendah.
ketidakhadiran?
g. Apa jenis pekerjaannya? : Pengelolaan, pemotongan, las, cat pernis,
jemur.
h. Bagaimana status : Sebagian pekerja mendapatkan imunisasi
imunisasinya? lengkap saat bayi sedangkan sebagian
pekerja lain tidak mengetahui apakah
mendapatkan imunisasi saat masih kecil.

17
i. Bagaimana hasil skrining : Hasil skiring menunjukan seluruh pekerja
testnya? tidak berpotensi mengalami masalah
kesehatan.
DIMENSI PSIKOLOGIS
a. Bagaimana organisasi hari : Pekerja bekerja 6 hari dalam seminggu,
kerjanya? hari senin s/d sabtu.
b. Bagaimana kualitas : Keindahan lingkungan kerja kurang
keindahan lingkungannya? menjadi perhatian dari pemilik dan
pekerja.
c. Bagaimana hubungan antar : Hubungan antar pekerja cukup baik dan
pekerja? harmonis.
d. Bagaimana hubungan : Hubungan pekerja dengan pemilik usaha
pekerja dengan atasan? baik.
e. Bagaimana nilai dan sikap : Pekerja memegang nilai – nilai budaya
pekerja? dan agama di lingkungan kerja.
f. Bagaimana gaya supervisi : Gaya supervisi dilakukan secara
pimpinan? demokratis (kekeluargaan).
g. Bagaimana evaluasi : Tidak ada kegiatan khusus yang ditujukan
pekerjaan? untuk menilai evaluasi kinerja. Jika ada
pekerjaan yang tidak sesuai evaluasi
dilakukan pada pekerja yang
bersangkutan melalui teguran lisan.
h. Bagaimana pembagian : Pembagian kerja disesuaikan dengan
kerjanya? banyaknya pesanan.
i. Bagaimana kontrol : Kontrol kerja dilakukan langsung oleh
kerjanya? pemilik usaha.
j. Apakah ada sumber stress : Tidak ada.
dalam lingkungan kerja?
k. Bagaimana tingkat : Tingkat konflik di lingkungan kerja
konfliknya? rendah.
l. Apakah ada program : Tidak ada.
manajemen stress di
lingkungan kerja?
DIMENSI FISIK
a. Bagaimana sistem : Pekerja tinggal dan menetap di tempat
transportasi pekerja? kerja.
b. Bagaimana keamanan area : Area parkir terbatas namun cukup aman.
parkir ?
c. Bagaimana penggunaan : Penggunaan cat, vernis dan asap serta
pestisida dan racun dalam percikan dari sumber api las besi
lingkungan kerja ? berpotensi menjadi racun bagi para
pekerja.
d. Apakah ada polusi dalam : Polusi di lingkungan kerja berasal dari
lingkungan kerja ? limbah industri berupa asap bakaran las
dan debu sisa produksi.

18
e. Bagaimana sistem : Tidak ada sistem penanggulangan
pemadam kebakaran ? kebakaran di lingkungan kerja.
f. Apakah ada potensi : Potensi terpapar substansi beracun berasal
terpapar substansi beracun? dari penggunaan cat dan asap bakaran las
berbahan kimia.
g. Bagaimana tingkat : Lingkungan kerja berada di dalam
keterpaparan terhadap ruangan sehingga resiko terpapar cuaca
cuaca? cukup rendah.
h. Apakah ada potensi : Tidak ada.
terjadinya jatuh?
i. Apakah ada binatang atau : Karena area kerja cukup terbuka ada
serangga di lingkungan resiko paparan tikus dan serangga seperti
kerja? kecoa, nyamuk, dll.
j. Apakah ada alargen : Tidak ada.
tumbuhan dan racun di
lingkungan kerja?
k. Bagaimana kondisi suhu, : Suhu ruangan cukup panas, penerangan
penerangan, ventilasi? memadai, ventilasi memadai.
l. Bagaimana tingkat : Tingkat kebisingan cukup tinggi
kebisingan? mencapai 67-79 db dari alat – alat yang
digunakan untuk memotong besi.
m Bagaimana pengolahan : Tidak ada kegiatan pengolahan makanan
. makanan dan di lingkungan kerja.
penyimpanannya?
n. Bagaimana fasilitas : Toilet di lingkungan kerja kurang terawat.
toiletnya?
o. Bagaimana fasilitas : Limbah sisa besi disimpan untuk
pembuangan limbah dan dipergunakan kembali jika dibutuhkan.
pengolahan sampah?
DIMENSI SOSIAL
a. Bagaimana kondisi : Mayoritas pekerja berada pada kondisi
ekonomi pekerja? ekonomi menengah ke bawah.
b. Bagaimana sistem : Gaji diberikan perbulan dengan
penggajian pekerja? perhitungan harian/kehadiran.
c. Bagaimana sistem : Tidak ada jaminan kesehatan yang khusus
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja. Jika sakit,
ada? pekerja memeriksakan diri ke dokter,
puskesmas atau RS
d. Bagaimana : Pekerja diorganisasikan berdasarkan jenis
pengorganisasian antar pekerjaan yang dikerjakan.
pekerja?
e. Apakah ada potensi terjadi : Tidak ada.
kekerasan di lingkungan
kerja?

19
f. Apakah ada konflik dalam : Tidak ada.
organisasi?
g. Bagaimana latar belakang : Mayoritas pekerja berasal dari suku sunda
budaya pekerja? dan sangat mengutamakan kekeluargaan.
h. Apakah bahasa yang : Bahasa sunda dan bahasa Indonesia.
digunakan?
i. Bagaimana tingkat : Tingkat pendidikan pekerja bervariasi : 4
pendidikan pekerja? orang lulusan Sd dan 2 orang lulusan
SMP.
DIMENSI TINGKAH LAKU
a. Bagaimana pola : Pola komunikasi cukup baik. Jika ada
komunikasi antar pekerja? masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan, para pekerja selalu
berkoordinasi satu sama lain.
b. Bagaimana kualitas : Pemberian nutrisi sesuai dengan
pemberian nutrisi? kebutuhan masing – masing individu.
c. Bagaimana status nutrisi : Status nutrisi pekerja cukup baik.
pekerja?
d. Bagaimana pengetahuan : Pengetahuan tentang nutrisi cukup.
tentang nutrisi?
e. Apakah ada kebiasaan : Mayoritas pekerja merokok, tetapi
konsumsi alkohol, kebiasaan merokok tidak dilakukan
merokok, penggunaan selama bekerja.
obat?
f. Bagaimana pola aktivitas : Pola aktivitas pekerja sangat bergantung
pekerja? pada banyaknya pesanan. Jika sedang
banyak, pekerja sangat sibuk bahkan
sampai lembur namun jika sedang sepi,
pekerja hanya melakukan aktivitas kerja
yang biasa.
g. Bagaimana istirahat : Pekerja diberikan waktu istirahat yang
pekerja? cukup memadai.
DIMENSI SISTEM KESEHATAN
a. Bagaimana pelayanan : Pelayanan kesehatan terdekat yang dapat
kesehatan di lingkungan diakses para pekerja adalah Puskesmas.
kerja?
b. Bagaimana kemudahan : Para pekerja dapat mengakses pelayanan
memperoleh pelayanan kesehatan dengan mudah.
kesehatan?
c. Bagaimana penggunaan : Pekerja datang ke Puskesmas atau dokter
fasilitas kesehatan oleh swasta ketika sakit.
pekerja?
d. Bagaimana tingkah laku : Pekerja cukup memiliki pengetahuan dan
pekerja dalam mencari kesadaran yang baik dalam
pelayanan kesehatan ? memanfaatkan fasilitas kesehatan. Namun

20
karena kondisi ekonomi sebagian besar
pekerja memilih mengakses pelayanan
kesehatan yang lebih murah.
e. Bagaimana kemudahan : Para pekerja kurang mendapatkan
mendapatkan informasi informasi mengenai kesehatan.
kesehatan?
f. Bagaimana kontrol dan : Tidak ada sistem khusus yang untuk
monitoring terhadap memonitor kesehatan para pekerja.
pelayanan kesehatan? Pemantauan dari Puskesmas juga tidak
pernah ada. Kontrol kesehatan masih
menjadi tanggung jawab masing – masing
pekerja.

3.2. Pengkajian Kesehatan Individu Pekerja


Data 1
Biodata
Nama : Tn. A
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pekerjaan : Pengrajin Las
Alamat : Panjalu
Lama bekerja : 4 th
Anamnesa
Keluhan Utama : Tn. A mengatakan ia sering mengalami nyeri
pinggang.
Riwayat Saat Ini : Nyeri pinggang dirasakan jika sedang
melakukan aktivitas dan menghilang setelah
diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti dihimpit
benda berat. Sesekali nyeri pinggang disertai
dengan pegal yang menjalar ke kaki.
Riwayat Masa lalu : Tn. A tidak memiliki keluhan kesehatan
sebelumnya.
Pola Aktivitas : Tn. A bekerja setiap hari dari pukul 08.00 –
16.00 WIB. Aktivitas kerja sangat bergantung
pada jumlah pesanan. Jika sedang sepi Tn. A
hanya melakukan aktivitas ringan namun jika
sedang ramai ia bisa bekerja seharian bahkan
lembur. Selama bekerja, Tn. A sering
mengangkat benda berat atau menahan agar
bisa mendapatkan hasil sesuai pesanan. Tn. A
sesekali memakai APD seperti kacamata
hitam, tapi itupun jarang dilakukan.
Pemeriksaan Fisik
TTV : TD = 130 / 80 mmHg

21
RR = 20 x/ mnt
HR = 80 x/ mnt
Suhu = afebris
Antrometri : TB = ± 165 cm
BB = 59 kg
Pengkajian Fokus
Keadaan Umum : Compos mentis, Tn. A tampak bugar saat
bekerja.
Sistem Respirasi : Tidak mengalami gangguan
Sistem Kardiovaskular : Tidak mengalami gangguan
Sistem Neurobehaviour : Tidak mengalami gangguan
Sistem Persepsi Sensori : Tidak mengalami gangguan
Sistem Gastrointestinal : Pola BAB lancar
Sistem Genitaurinaria : Pola BAK lancar
Sistem Muskuloskeletal : Tidak mengalami gangguan
Sistem Integumen : Kulit tangan Tn. A tampak kasar dan menebal
di beberapa jari tangan.
Integritas Ego : Tidak ada tanda – tanda stress, cemas, atau
tertekan.

Data 2
Biodata
Nama : Tn. N
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pengrajin Las
Alamat : Panjalu
Lama bekerja : 2 Th
Anamnesa
Keluhan Utama : Tn. N mengatakan ia sering mengalami nyeri
punggung.
Riwayat Saat Ini : Nyeri Punggung dirasakan jika terlalu lama
duduk atau jongkok. Tn. N biasanya
melakukan pijat untuk menghilangkan nyeri
punggung. Nyeri dirasakan seperti dihimpit
benda berat. Sesekali nyeri pinggang disertai
dengan pegal di bagian leher, tangan, atau kaki.
Riwayat Masa lalu : Tn. N mengatakan ia sering terkena flu.
Pola Aktivitas : Tn. N bekerja setiap hari dari pukul 08.00 –
16.00 WIB. Tn. N lebih sering duduk/jongkok
dalam waktu yang lama dan jarang melakukan
peregangan di sela – sela waktu kerja. Tn. N
hampir tidak pernah memakai APD saat
bekerja.

22
Tn. N biasanya makan makanan yang
disediakan di tempat kerja. Tn. N biasa cuci
tangan sebelum makan tapi tidak menggunakan
sabun.
Pemeriksaan Fisik
TTV : TD = 120 / 90 mmHg
RR = 13 x/ mnt
HR = 60 x/ mnt
Suhu = afebris
Antrometri : TB = ± 155 cm
BB = 60 kg
Pengkajian Fokus
Keadaan Umum : Compos mentis, Tn. N tampak bugar saat
bekerja.
Sistem Respirasi : Tidak mengalami gangguan
Sistem Kardiovaskular : Tidak mengalami gangguan
Sistem Neurobehaviour : Tidak mengalami gangguan
Sistem Persepsi Sensori : Tidak mengalami gangguan
Sistem Gastrointestinal : Pola BAB lancar
Sistem Genitaurinaria : Pola BAK lancar
Sistem Muskuloskeletal : Tidak mengalami gangguan
Sistem Integumen : Tidak mengalami gangguan
Integritas Ego : Tidak ada tanda – tanda stress, cemas, atau
tertekan.

23
BAB IV
ANALISA DATA DAN ASKEP

4.1. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


No. Data Masalah Penyebab
1. DS: Resiko gangguan Kurang
- Tn. A dan Tn. N sesekali penglihatan dan pengetahuan
memakai APD (kaca mata pernafasan terhadap
hitam) tapi lebih sering tidak penggunaan APD
menggunakan.
DO:
- Aktivitas kerja terdiri dari
pengelolaan, pemotongan,
las, cat pernis , amplas.
- Ada potensi inhalasi serbuk
besi dan asap dari api las.
- Tidak ada sistem pemadam
kebakaran di lingkungan
kerja.
- Limbah industri diolah
kembali untuk menjadi bahan
kerajinan berikutnya.
- Akses pekerja terhadap
informasi kesehatan masih
kurang.
2. DS: Resiko cedera Posisi kerja yang
- Tn. A mengatakan ia sering muskuloskeletal tidak ergonomis
mengalami nyeri pinggang.
- Selama bekerja, Tn. A lebih
sering duduk dalam waktu
yang lama dan jarang
melakukan peregangan di sela
– sela waktu kerja.
- Tn. N mengatakan ia sering
mengalami nyeri punggung.
- Tn. N lebih sering duduk
dalam waktu yang lama dan
jarang melakukan peregangan
di sela – sela waktu kerja.
DO:
4.2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya peningkatan penyakit akibat pajanan partikel besi dan
asap las (PPOK,ISPA) pada pekerja bengkel las berhubungan dengan

24
Kurang pengetahuan dan kesadaran pekerja tentang pentingnya K3
bagi kesehatan dan keselamatan pekerja
2. Resiko cidera kerja pada pekerja berhubungan dengan Posisi tubuh saat
bekerja yang salah pada pekerja
4.3. Penapisan Masalah
Dari hasil analisa data, didapatkan data yang kemudian dilakukan
penapisan masalah untuk menentukan perioritas masalah, adapun penapisan
masalah tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

No. Masalah KRITERIA Score Keterangan


Kesehatan 1 2 3 4 5 6 7 8

1. Resiko terjadinya 5 5 5 5 4 3 4 3 34 Keterangan


peningkatan kriteria:
penyakit akibat 1. Sesuai dg peran
pajanan partikel perawat
besi dan asap las komunitas
(PPOK,ISPA) 2. Resiko
pada pekerja terjadi/jumlah
bengkel las yang beresiko
berhubungan 3. Resiko parah
dengan Kurang 4. Potensi utk
pengetahuan dan pend.kesehatan
kesadaran 5. Interest utk
pekerja tentang komunitas
pentingnya K3 6. Kemungkinan
bagi kesehatan diatasi
dan keselamatan 7. Relevan dg
pekerja program
2. Resiko cidera 4 5 3 4 4 4 3 4 31 8. Tersedianya
kerja pada sumber daya
pekerja
berhubungan Keterangan
dengan Posisi Pembobotan:
tubuh saat 1. Sangat rendah
bekerja yang 2. Rendah
salah pada 3. Cukup
pekerja 4. Tinggi
5. Sangat tinggi

25
4.4. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan scoring di atas, maka prioritas diagnosa keperawatan
komunitas pada pekerja bengkel las saputra cimincrangadalah sebagai
berikut:

No. Diagnosa Keperawatan Score


Resiko terjadinya peningkatan penyakit akibat pajanan
partikel besi dan asap las (PPOK,ISPA) pada pekerja bengkel
1. las berhubungan dengan Kurang pengetahuan dan kesadaran 34
pekerja tentang pentingnya K3 bagi kesehatan dan
keselamatan pekerja
Resiko cidera kerja pada pekerja berhubungan dengan Posisi
2. 31
tubuh saat bekerja yang salah pada pekerja

26
4.5. Perencanaan
Dx Sasaran Tujuan Strategi Rencana Kegiatan Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar Evaluator
evaluasi
1 Pekerja Setelah tindakan Penyuluhan a. Anjurkan para Mahasiswa Area Sabtu Pemilik dan a. Para pekerja Dosen
bengkel las keperawatan kesehatan pada pekerja untuk kerja 28 April pekerja mau (pembimbing)
di kelurahan selama 1 hari pemilik usaha selalu bengkel 2018 bengkel las menggenaka
cimincrang diharapkan tidak dan pekerja mengenakan APD las pukul menunjuka n APD.
Kec. terjadi gangguan bengkel las saat bekerja 13.00 n adanya b. Pemilik
Gedebage kesehatan pada b. Anjurkan pemilik wib perubahan usaha mau
Kota organ pernafasan usaha untuk status memfasilitas
bandung dan penglihatan memfasilitasi kesehatan i APD.
APD bagi yang baik.
karyawan

c. c.

2 Pekerja Setelah tindakan Penyuluhan Ajarkan pekerja Mahasiswa Area jumat Pemilik dan Para pekerja Dosen
nemgkel las keperawatan kesehatan pada untuk bekerja kerja 27 April pekerja dapat (pembimbing)
di kelurahan selama 3 hari pemilik usaha dengan posisi yang bengkel 2018 konveksi melakukan
diharapkan tidak dan pekerja ergonomis dan las pukul menunjuka pekerjaan
cimincrang
terjadi cedera konveksi segera beristirahat 11.00 n adanya dengan posisi
Ke. pada pekerja atau melakukan wib perubahan tubuh yang
Gedebage konveksi peregangan disela- status ergonomis
Kota sela pekerjaan untuk kesehatan untuk
bandung mengurangi resiko yang baik. mencegah
terjadinya cedera cedera

27
BAB V
IMPLEMENTASI

A. IMPLEMENTASI
TANGGAL JAM IMPLEMENTASI PJ
17 April 11.00- - Melakukan pemeriksaan fisik dan tanda fital Ika
2018 12.30 pada keryawan yang sedang bekerja di bengkel Ahmad
Wib las saputra Ade
- Memberikan penyuluhan tentang posisi bekerja (kelompok 1)
yang baik (ergonomis) untuk mengurangi
efeksamping dan cedera saat bekerja
- Mempraktekkan posisi yang baik saat bekerja
- Melakukan evaluasi
28 April 13.00- - Memberikan penyuluhan tentang pentingnya Ika
2018 14.00 APD dan cara menggunakan APD yang tepat Ahmad
wib untuk dipaskai saat bekerja dilingkungan Ade
bengkel las (kelompok 1)
- Mempraktekkan cara memakai APD
- Menyerahkan APD berupa face mask las, gloves
anti api dan savety boot kepada pemilik dan
pekerja di bengkel las saputra
- Melakukan evaluasi

B. FORMULIR EVALUASI KESELAMATAN KERJA

Nama perusahaan : Bengkel Las Saputra


Alamat : Jl. Cimincrang No.99, Cimenerang, Gedebage,
Kota Bandung, Jawa Barat 40292
Lokasi Kerja : Pinggir Jalan
Evaluasi tempat kerja : Pengelolaan, pemotongan, Las, amplas, cat
tunggal/proses pernis.
Jumlah pekerja yang terpajan : 3-6 orang, sesuai banyaknya pesananan.
Daftar bahan yang dipergunaan : Besi, las, Cat.
Nama (dagang dan IUPAC) : -
Cara pemajanan (inhalasi, kulit) : Inhalasi dari serbuk besi, asap dan api
pembakaran las dan cat berbahan kimia.
Kelas toksisitas (sangat beracun, : Rendah.
dll)
Standar : -
Pemajanan pekerjaan : Inhalasi dari serbuk besi, asap dan api
pembakaran las dan cat berbahan kimia.

28
Efek toksik masing-masing bahan : Inhalasi dari serbuk besi, asap dan api
pembakaran las dan cat berbahan kimia dapat
menyebabkan gangguan pernapasan serta luka
bakar, cahaya bakaran las menyebabkan
gangguan penglihatan, suara pemotongan besi
dapat menyebabkan gangguan pendengaran
Diagram atau bagan alir proses :

Pemolaan Pemotongan pengelasan penghalusan

Penjemuran Vernish pengecatan

EVALUASI SUMBER PEMAJANAN


Uraian Sumber Pemajanan : Serbuk besi berbahaya pada paru- paru jika tidak
memakai APD dan terinhalasi, begitu juga
dengan cat yang digunakan, dapat berefek
inhalasi dan keras terhadap kulit. Sementara
bunga api las dapat menyebabkan luka bakar
pada derah yang rentan terkena pajanan seperti
lengan dan kaki.
Bahan- bahan pembuatan besi las disimpan
secara aman.
Penyimpanan barang yang sudah jadi disimpan
di bengkel yang cukup luas.
Kemungkinan bocor : Tidak ada.
Pengemasan dan pelabelan : Cat, tiner atau bahan kimia lain di tempatkan
dalam botol – botol khusus namun tidak ada
tempat khusus penyimpanan. Pelabelan jarang
dilakukan.
EVALUASI BAHAYA TEMPAT KERJA
Alat pelindung : Para pekerja hanya memakai kacamata
seadanya.
Apakah alat pelindung itu cocok : Cocok, tetapi kurang dalam keadaan baik,
dan berada dalam keadaan baik? karena APD kacamata hitam hanya melindungi
mata, tetapi tidak melindungi wajah, tangan dan
kaki dari cedera luka bakar karena api las,
sehingga kurang efektif

29
Apakah perlu dilakukan : Ya, seharusnya kacamata yang dipakai adalah
dekontaminasi alat pelindung? kacamata full face khusus las, dengan glove anti
api, sepatu anti api untuk menghindari percikan
bunga api las.
Cara pengendalian yang tidak : Cara pengendaliannya, disediakannya kacamata
disebutkan di atas? las full face, glove anti api dan sepatu savety.
Apakah cara-cara pengendalian ini : Ya
bekerja secara memuaskan?
PELATIHAN
Apakah semua cara kerja yang : Ya, pekerjaan dibengkel las butuh keahlian
diuraikan itu memerlukan khusus.
pelatihan khusus?
Apakah semua pelatihan yang : Ya, ketika saat pemotongan, pengelasan dan
diberikan memperhatikan aspek pengecatan harus memakai masker dan
kesehatan dan keselamatan kacamata las, sarung tangan serta sepatu savety.
pekerjaan? Pada saat bekerja pun posisi pekerja harus
diperhatikan, karena posisi pekerja selalu
terduduk, maka disarankan untuk merubah
posisi atau berdiri setiap jamnya.
Apakah pelatihan ini sudah : Cukup memadai, karena pemakaian kacamata
memadai untuk mengurangi risiko las, sarung tangan dan sepatu telah diberikan.
kesehatan?

KESEJAHTERAAN DAN HIGIENE PEKERJA


Buat daftar sarana kesejahteraan : Tempat cuci tangan beserta sabun
dan higiene.
Apakah sarana ini memuaskan ? : Ya.
LEMBAR KERJA DAN KESELAMATAN
Apakah ada lembar kerja : Tidak ada.
kesehatan dan keselamatan yang
diterbitkan ?
EVALUASI
Dengan mempertimbangkan informasi yang diuraikan pada beberapa halaman sebelum
ini, saya/kami berpendapat bahwa :
Risiko gangguan kesehatan ada dan pengendalian harus dilakukan diantaranya melalui
pemberian promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada pekerja mengenai
penggunaan APD dan posisi – posisi ergonomis ketika bekerja.

30
(Lampiran)

31

Anda mungkin juga menyukai