Anda di halaman 1dari 6

KONSEP KOMUNIKASI SOSIAL DAN PEMBANGUNAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep-konsep komunikasi sosial dan pembangunan

Untuk dapat memiliki pemahaman tentang komunikasi sosial dan pembangunan (komunikasi
pembangunan) secara sistematis dan komprehensif, kita perlu memiliki pemahaman awal tentang
konsep – konsep komunikasi sosial dan pembangunan.

1. Sistem Sosial

Dalam proses komunikasi pembangunan, sistem sosial merupakan target atau sasaran dari
perubahan yang akan diciptakan. sistem sosial dapat didefinisika sebagai suatu kumpulan unit yang
berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari subsistem – subsistem sosial yang dalam
konteks tertentu dapat pula menjadi sistem tersendiri (sistem sosial tersendiri)

2. Perubahan Sosial

Perubahan sosial dalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial yang
bersangkutan.

3. Difusi

Difusi sebagai sebuah proses penyebaran ide baru dapat terjadi jika ada (1) inovasi yang (2)
dikomunikasikan melalui saluran tertentu, kepada (4) anggota suatu sistem sosial.
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang dimana
kebaruannya itu bersifat relatif. Suatu gagasan dapat dianggap sebagai sebuah inovasi oleh anggota
sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat dianggap bukan inovasi oleh anggota sistem sosial lainnya.

Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang bergantung. Sehingga, tidak bisa hidup secara mandiri
dan pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam kehidupannya sehingga
manusia biasa disebut sebagai makhluk sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial tersebut,
seseorang memerlukan sebuah fasilitas serta cara untuk membantunya mempermudah dirinya untuk
masuk pada ranah sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupakan ungkapan yang kemudian
dapat menggambarkan cara serta komunikasi tersebut. Dikarenakan secara umum interaksi
merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya sebuah hubungan antara seseorang dengan
orang lain, yang kemudian diaktualisasikan melalui praktek komunikasi. Dua hal tersebut mempunyai
hubungan yang terikat sehingga diperlukan sebuah pemetaan untuk memahami secara mendalam.

Berbicara pada lingkup sosial, maka interaksi maupun komunikasi yang dilakukan pun akan bersifat
sosial komunikasi sosial, selain merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan pada ranah sosial.
Juga merupakan sebuah kegiatan komunikasi yang ditujukan untuk menyatukan komponen-
komponen sosial yang bervariasi dan mempunyai perilaku berbeda-beda. Sehingga komunikasi sosial
menjadi penting kedudukannya sebagaimana dijelaskan oleh Habermas yang menekankan perlunya
“dibangun kondisi komunikasi yang menjamin sifat umum norma-norma yang dapat diterima dan
menjamin otonomi warga melalui kemampuan emansipatoris, sehingga menghasilkan proses
pembentukan kehendak bersama lewat perbincangan.” Dan hal ini menjadi fungsi dari komunikasi
sosial yang tercipta.

Dengan melihat hal tersebut diatas maka terlihat bahwa interaksi sosial adalah hal yang kemudian
menjadi awal dari terbentuknya sebuah sistem sosial, dikarenakan dengan interaksilah sebuah
penyatuan masyarakat dapat terbentuk, melalui perilaku yang sudah didasari oleh rasa peduli.
Dengan kegiatan penyesuaian diri melalui kehidupan yang dimiliki antar anggota dalam membentuk
sebuah masyarakat atau sosial. Hingga melahirkan hal baru, yang salah satunya menjadi komunikasi
sosial sebagai wujud sebuah kebutuhan dari setiap individu yang telah terkumpul menjadi satu bagian
dengan sebutan masyarakat.

Demikan penjelasan tentang komunikasi sosial dan interaksi sosial. Dimana keduanya adanya
sebuah keterkaiatan satu dengan yang lain. Komunikasi sosial, melihat dari beberapa pendapat
diatas mempunyai elemen seperti aktivitas komunikasi, masyarakat, konsensus dalam masyarakat,
kegiatan pertukaran pengalaman antar anggota masyarakat atau interaksi. Sedangkan elemen-
elemen dalam interaksi sosial mencakup tindakan dan penghargaan serta adanya proses pertukaran
pengalaman masing pribadi. Selain itu, dalam interaksi sosial terdapat hal yang kemudian disebut
sebagai manifestasi dalam arti perilaku yang spesifik yang diterima pelaku interaksi tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TEORI DAN INDIKATOR PEMBANGUNAN

Konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak perlu dihubungkan dengan aspek-aspek spasial.


Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan
keberhasilan. Hal ini antara lain dapat dilukiskan di negara-negara Singapura, Hongkong, Australia,
dan negara-negara maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-negara tersebut umumnya dirumuskan
secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari aspek sosial lingkungan serta didukung
mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan
kembali secara transparan, adil dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial,
bukan saja aspirasi masyarakat ikut dipertimbangkan tetapi juga keberadaan lembaga-lembaga sosial
(social capital) juga ikut dipelihara bahkan fungsinya ditingkatkan. Sementara dalam aspek
lingkungan, aspek fungsi kelestarian natural capital juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat
manusia. Dari semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan sangat bersih dari
beragam perilaku lobi yang bernuansa kekurangan (moral hazard) yang dipenuhi kepentingan
tertentu (vested interest) dari keuntungan semata (rent seeking). Demikianlah, hasil-hasil
pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara adil melintasi (menembus) batas
ruang (inter-region) dan waktu (inter-generation). Implikasinya kajian aspek spasial menjadi kurang
relevan dalam keadaan empirik yang telah dilukiskan di atas (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).

Namun demikian, konsepsi pembangunan yang dikemukakan di atas sejalan dengan kajian
terhadapnya maupun implementasi diberbagai negara dan wilayah lain, dikemukakan berbagai
kelemahan. Kelemahan tersebut muncul seiring ditemukannya fenomena yang khas, antara lain
kesenjangan, kemiskinan, pengelolaan public good yang tidak tepat, lemahnya mekanisme
kelembagaan dan sistem politik yang kurang berkeadilan. kelemahan-kelemahan itulah yang menjadi
penyebab hambatan terhadap gerakan maupun aliran penduduk, barang dan jasa, prestasi, dan
keuntungan (benefit) dan kerugian (cost) di dalamnya. Seluruh sumberdaya ekonomi dan non-
ekonomi menjadi terdistorsi alirannya sehingga divergence menjadi makin parah. Akibatnya, hasil
pembangunan menjadi mudah diketemukan antar wilayah, sektor, kelompok masyarakat, maupun
pelaku ekonomi. implisit, juga terjadi dichotomy antar waktu dicerminkan oleh ketidakpercayaan
terhadap sumberdaya saat ini karena penuh dengan berbagai resiko (high inter temporal opportunity
cost). Keadaan ini bukan saja jauh dari nilai-nilai moral tapi juga cerminan dari kehancuran (in
sustainability). Ikut main di dalam permasalahan di atas adalah mekanisme pasar yang beroperasi
tanpa batas. Perilaku ini tidak mampu dihambat karena beroperasi sangat massif, terus-menerus, dan
dapat diterima oleh logika ekonomi disamping didukung oleh kebanyakan kebijakan ekonomi secara
sistematis.

Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru bagi
proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini, kondisi persaingan antar pelaku ekonomi
(badan usaha dan/atau negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini
Pembangunan Sebagai Proses Belajar

Boulding (1976) berkesimpulan bahwa pengakuan mengenai pembangunan, bahkan pembangunan


ekonomi pun, adalah pada dasarnya suatu proses pengetahuan, telah secara perlahan merasuki
pikiran ekonom. Akan tetapi justru kita yang masih amat dibayangi oleh model-model pembangunan
yang mekanikal, rasio antara modal dengan pendapatan, dan bahkan tabel-tabel input-output yang
berakibat pengabaian terhadap studi proses belajar yang merupakan kunci yang sebenarnya untuk
pembangunan.

Proses belajar yang dimaksuddkan Smith adalah: yang pertama, pengembangan ketrampilan dan
kecekatan melalui pembagian kerja, adalah terutama suatu proses belajar pada sistem syaraf yang
bawah. Kedua, hasil yang didapatkan dari suatu aplikasi yang terus menerus pada suatu tugas
tunggal dan eliminasi dari “berjalan tanpa tujuan” menyangkut masalah melupakan dan mengingat
kembali, ketika mengambil tugas-tugas antara tiap sebentar. Dan yang ke tiga, yang sejauh ini
merupakan yang terpenting, pembangunan mesin-mesin (oleh Boulding disebut sebagai
“pengetahuan yang dibekukan”) merupakn hasil kerja bukan hanya oleh spesialis dalam bidang
produksi benda-benda tersebut saja, tetapi juga merupakan hasil karya para filosofyang membentuk
dan mengembangkan pengetahuan secara umum.

2.2. Pembangunan Sebagai Proses Belajar

Boulding (1976) berkesimpulan bahwa pengakuan mengenai pembangunan, bahkan pembangunan


ekonomi pun, adalah pada dasarnya suatu proses pengetahuan, telah secara perlahan merasuki
pikiran ekonom. Akan tetapi justru kita yang masih amat dibayangi oleh model-model pembangunan
yang mekanikal, rasio antara modal dengan pendapatan, dan bahkan tabel-tabel input-output yang
berakibat pengabaian terhadap studi proses belajar yang merupakan kunci yang sebenarnya untuk
pembangunan.

Proses belajar yang dimaksuddkan Smith adalah: yang pertama, pengembangan ketrampilan dan
kecekatan melalui pembagian kerja, adalah terutama suatu proses belajar pada sistem syaraf yang
bawah. Kedua, hasil yang didapatkan dari suatu aplikasi yang terus menerus pada suatu tugas
tunggal dan eliminasi dari “berjalan tanpa tujuan” menyangkut masalah melupakan dan mengingat
kembali, ketika mengambil tugas-tugas antara tiap sebentar. Dan yang ke tiga, yang sejauh ini
merupakan yang terpenting, pembangunan mesin-mesin (oleh Boulding disebut sebagai
“pengetahuan yang dibekukan”) merupakn hasil kerja bukan hanya oleh spesialis dalam bidang
produksi benda-benda tersebut saja, tetapi juga merupakan hasil karya para filosofyang membentuk
dan mengembangkan pengetahuan secara umum.

Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan
distribusi, kebutuhan pokok (basic needs) pembangunan mandiri (self-reliant development),
pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang
memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelomment) (Kuncoro, 2003).
paradigma ini secara ringkas dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Para proponen strategi “pertumbuhan dengan distribusi”, atau “redistribusi dari pertumbuhan”, pada
hakekatnya menganjurkan agar tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi
(memperbesar “kue” pembangunan) namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi “kue”
pembangunan tersebut. lni bisa diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan
kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal dan
pengusaha ekonomi lemah.

2. Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian telah mencoba memasukkan semacam
“jaminan” agar setiap kelompok sosial yang paling lemah mendapat manfaat dari setiap program
pembangunan.

3. Pembangunan “mandiri” telah muncul sebagai kunsep strategis dalam forum internasional sebelum
kunsep “Tata Ekonomi Dunia Baru” (NIEO) lahir dan menawarkan anjuran kerja sama yang menarik
dibanding menarik diri dari percaturan global.
4. Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem
di suatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan
yang lebih tinggi; namun yang paling utama adalah, strategi pembangunan ini harus berkelanjutan
baik dari sisi ekologi maupun sosial.

5. Sejauh ini baru Malaysia yang secara terbuka memasukkan konsep ecodevelopment dalam
formulasi Kebijaksanaan Ekonomi Baru-nya (NEP). NEP dirancang dan digunakan untuk menjamin
agar buah pembangunan dapat dirasakan kepada semua warga negara secara adil, baik ia dari
komunitas Cina, India, dan masyarakat pribumi Malaysia (Faaland, Parkinson, & Saniman, 1990
dalam Kuncoro, 2004).

2.3 SISTEM SOSIAL

Dalam proses komunikasi pembangunan, sistem sosial merupakan target atau sasaran dari
perubahan yang akan diciptakan. Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit yang
berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari subsitem-subsistem sosial yang dalam
konteks tertentu dapat pula menjadi sistem tersendiri (sitem sosial tersendiri). Ditinjau dari luas
lingkupnya, sistem sosial dapat berupa sistem yang sangat besar, misalnya sebuah bangsa, sebuah
komunitas budaya, komunitas sosial, dan masyarakat. Namun demikian, sistem sosial dapat pula
berupa kumpulan unit manusia dalam skala kecil, misalnya organisasi dan kelompok.

2.4 PERUBAHAN SOSIAL

Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial.
Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para
anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:

1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan


2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru
itu mempunyai akibat.

2.5 Pembangunan Sebagai Pertumbuhan.

Keadaan yang ditandai dengan jurang perbedaan yang mencolok antara kedua kelompok negara
tersebut sudah barang tentu tidak mengenakkan bagi keduabelah pihak. Timbul keinginan sungguh-
sungguh untuk segera mengubahnya, agar kehidupan dan pergaulan antara manusia menjadi lebih
seimbang. Dan konsep untuk ingin mengubah keadaan tersebut dating dari negara-negara maju
seperti AS. Dan hal itu sangat wajar dan memang harus dimiliki oleh negara-negara yang baru
berkembang, karena semakin cepat dan kualitas pembangunan semakin efektif maka sebagian besar
keinginan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya sangant mudah untuk tercapai.

Yang menjadi inti permasalahan ketika itu, dalam pandangan para ahli ekonomi adalah perbedaan
yang mencolok dalam tingkat pendapatan masyarakat dinegara maju dengan negara miskin. Itulah
mengapa perhatian para perencana pembangunan dikala itu terpusat pada keinginan untuk
meningkatkan pendapatan perkapita negara-negara kaju. Ketika itu diasumsikan, jika pendapatan
perkapita berhasil untuk ditingkatkan, maka masyarakat ataupun bangsa yang bersangkutan akan
dengan sendirinya pula berhasil pindah dari tahap les developed ke tahap developed

Teori-teori pembangunan ekonomi pada masa itu mengaitkan pertumbuhan pendapatan kotor
nasional (GNP) dengan empat factor penting yaitu:
a. Akumolasi modal.

b. Sumber-sumber daya baru.

c. Kemajuan teknologi.

d. Pertambahan penduduk.

Pada masa itu pula konsep rostow yang merupakan catatan historis dan pembangunan negara-
negara barat, menjadi menonjol. Dalam bukunya the stages of economic growth: A Non-Communist
Manifesto, (Cambridge: Cambridge universitas press, 1960) itu, ROstow mengemukakan tahap-tahap
pertumbuhan yang dilalui oleh negara modern, hingga mencapai keadaan yang sekarang, yaitu:

a. Masyarakat tradisional, dimana produktivitas ekonomi masih terbatas, karena tidak mencukupinya
pengembangan teknik-teknik ekonomi.

b. Prakondisi untuk tinggal landas, dimana pembangunan merupakan sector utama dalam ekonomi
yang secara positif mempengaruhi sector-sektor lain. Peningkatan produktivitas pertanian untuk
menunjang aktivitas sector utama dan peningkatan dibidang trnsportasi serta bentuk-bentuk biaya
social .

c. Tinggal landas (take off) yakni suatu interval dimana bagian yang lama dari sistem ekonomi dan
hambatan terhadap pertumbuhan yang mentap akhirnya dapat diatasi, dan pertumbuhan menjadi
suatu kondisi yang normal bagi seluruh sector masyarakat. Cirri khas tahap ini adalah peningkatan
rasio tabungan dan investasi yaitu 5% atau kurang dari 10% ataupun lebih, juga tumbuhnnya
framework social, politik, dan institusional untuk memudahkan dorongan menuju perluasan
pembangunan.

d. Masa menjelang kedewasaan, suatu interval panjang untuk bertahan kalau fluktuasi ekonomi
bergerak maju, dengan investasi yang mantap sebesar 10-20% dari pendapatan nasional, dan
adanya sector-sektor utama lainnya yang mendukung sector utama yang lama.

e. Abad komunikasi masa yang tinggi, suatu perubahan structural tidak lagi terjadi secara cepat, dan
sector utama bergerak kearah barang-barang konsumen dan jasa.

1. Pembangunan sebagai proses modernisasi

Model ini diterima sebagai suatu kebijaksanaan kurang lebih antara tahun 1945-an, dan didaarkan
pada serangkaian asumsi, bahwa:

a. Pembangunan identik pertumbuhan.

b. Pertumbuhan dapat dicapai dengan penerapan ilmu-ilmu dan teknologi barat kepada problem
produksi.

c. Sementara pertumbuhan berlangsung, institusi social dan politik masyarakat tradisional akan
digantikan oleh bentuk-bentuk modern dalam kenyataan social, hal ini berarti penggantian pola-pola
kewajiban dan identifikasi yang lebih komunal dengan model motivasi yang lebih individualistic.

d. Bentuk-bentuk kekuasaan politik tradisional dan feudal akan digantikan oleh bentuk-bentuk aturan
yang lebih demokratis.

e. Konvergensi masyarakat-masyarakat menuju model modernitas ini akan menghasilkan suatu


tatanan global yang tidak begitu mendukung konflik-konflik ideologis.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembangunan mempunyai arti yang sangat luas yang tidak mungkin untuk menyatukan semuanya
menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit. Pembangunan juga
mempunyai makna yang bervariasi tergantung dari latar belakang pengulasnya. Oleh sebab itu kita
harus melihat definisi pembangunan dari suatu sudut pandang yang berbeda-beda, misalnya:
sosiologi, politik, dan psikologi. Proses belajar merupakan proses pembangunan/modernisasai dari
suatu kondisi yang buruk kearah yang lebih baik. Betapa tidak, proses belajar yang selanjutnya akan
melahirkan suatu bentuk atau alat untuk menuju modernisasi dan keadaan yang lebih baik (bersifat
membangun).

Komunikasi pembangunan merupakan istilah yang diambil dari development communication, yang
secara orisinal istilah tersebut mengacu kepada jaringan komunikasi berlandaskan teknologi
(technology development based communication network) yang tanpa memperhatikan pesan dan isi,
cenderung menciptakan suasana yang cocok untuk pembangunan disebabkan oleh ciri-cirinya yang
melekat pada sebuah konsep. Di mana komunikasi pembangunan akan membangkitkan suasana
psikis suatu kegiatan ekonomi dan produktivitas yang terjadi. Selain itu ada istilah yang khusus
dirancang bagi terselenggaranya komunikasi untuk mendukung suatu program pembangunan tertentu
yang dikenal dengan “komunikasi penunjang pembangunan” atau development support
communication. Dari kedua istilah tersebut jelas bahwa komunikasi pembangunan menunjukkan
penjabaran yang lebih luas dibandingkan dengan komunikasi penunjang pembangunan. Komunikasi
pembangunan dapat berlangsung walaupun tanpa komunikasi penunjang pembangunan. Demikian
pula sebaliknya, komunikasi penunjang pembangunan walaupun pengertiannya lebih sempit tetapi
dapat berlangsung efektif dalam suasana yang terbatas tanpa komunikasi pembangunan sekalipun.
Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan komunikasi pembangunan dan komunikasi penunjang
pembangunan dalam kaitannya dengan komunikasi dan pembangunan.

REFERENSI

Frank,A,G (1972) “ The Defelopment Of Underdefelopment”, halaman 3-18, dalam James D. Cockroft
et al., (eds), dependence and under development: latin America’s Political Economiy. Garden City, NY:
Anchor Books.

Nasikun. 1985. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo


Giddens, Anthony dkk. 2002. Sejarah Sosiologi Dan Pemikiran.

Goldthorp, J,E. (1988) The Sosiologi Of The Third World: Disparity And Development. Second Edition.
Cambridge Univercity Press. Terjemahannya: Sosiologi Dunia Ke Tiga: kesenjangan dan
pembangunan, alih bahasa: Sukadijo. Jakarta: PT, Gramedia,1992.

Sigman, Stuart. 1987. Social Communication. New York: Lexington Books

Anda mungkin juga menyukai