ALERGI
DI KLINIK ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
Oleh Kelompok XV :
Vicky Ariex Alvrenia (201710460311009)
Lailatul Khosi’ah (201710460311015)
Ahmad Toriq Fatwa Prinata (201710460311041)
Visi
Menjadi rumah sakit berstandar kelas dunia pilihan masyarakat.
Motto
1. Menciptakan tata kelola rumah sakit yang baik melalui penataan dan
perbaikan manajemen yang berkualitas dunia. Profesional
menyelenggarakan pelayanan kesehatan rumah sakit yang dapat
memenuhikebutuhan dan keinginan masyarakat melalui pengembangan
sistem pelayanan yang terintegrasi dan komperhensif.
2. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian melalui pengembangan
pendidikandan penelitian berkualitas internasional.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik
secara profesional.
SLOGAN
With Love We Serve
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayan, yang telah memberikan nikmat sehat dan kekuatan sehingga Satuan
Penyuluhan dengan judul “Alergi” dapat diselesaikan.
Dalam menyusun Satuan Acara Penyuluhan ini, penulis mendapatkan banyak
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
dengan rendah hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr Restu Kurnia Tjahjani, M.Kes selaku Direktur di RSUD dr. Saiful Anwar
Malang.
2. Sri Endah Noviani SH, M.Sc selaku kepala pendidikan dan penelitian RSUD dr.
Saiful Anwar Malang.
3. Dr. Dr. I Wayan Agung I., So. OG (K) selaku kepala Instansi Rawat Jalan RSUD
dr. Saiful Anwar Malang.
4. Nunuk Wahidah, AMK selaku KPP Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Saiful Anwar
Malang.
5. Christie Iriyani., SST selaku Kepala Urusan Ruangan (KAUR) di Poliklinik Anak
RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
6. Eni Kurniawati, SST selaku pembimbing lahan di Poli Anak RSUD dr Saiful
Anwar Malang
7. Drs. Fauzan, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.
8. Faqih Ruhyanuddin S.Kep., Ns., M. Kep. Sp. KMB, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
9. Tihar W., S.Kep., selaku pembimbing institusi Program Studi Profesi Ners
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
10. Staf Poli Anak, Audien, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
SAP ini.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari bahwa
Satuan Acara Penyuluhan inimasih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
menyempurnakan Satuan Acara Penyuluhan ini.
Malang, 23 November 2017
Penulis
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1. Pendahuluan
Prevalensi alergi terus meningkat didunia, baik dinegara maju maupun negara
berkembang, terlebih selama 2 dekade terakhir. WHO memperkirakan alergi
terjadi pada 5-15% populasi anak diseluruh dunia. Pada fase 3 studi yang dilakukan
oleh International study Of Asthma and Allergy in childhood(ISAAC) dilaporkan bahwa
prevalensi asma bronkial, rhinitis alergi dan dermatitis atopik cenderung
meningkat disebagian besar lembaga dibandingkan data sebelumnya. Menurut
World Health Organization (WHO), 235 juta orang di dunia menderita asma. Global
Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan penderita asma akan meningkat
menjadi 400 juta orang pada tahun 2025. Menurut data (Riskesdas) 2013,
prevalensi asma di Indonesia adalah 4,5%, dan di Sulawesi Utara sekitar 4,7%.
Alergi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak
berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan. Prevalensi penyakit alergi,
terutama asma, meningkat dalam 50 tahun terakhir ini, yakni 5-30% di negara
berkembang.
Respons imun yang terjadi adalah inflamasi saluran pernapasan, produksi
mukus, dan obstruksi saluran napas.. Pada dasarnya, tubuh kita memiliki imunitas
alamiah yang bersifat non spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral
yang secara aktif diperankan oleh limfosit B, yang memproduksi 5 macam
imunoglobulin yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Sistem imunitas seluler yang
dihantarkan oleh sel limfosit T bila mana bertemu dengan antigen lalu
mengadakan diferensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel
lain untuk menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan
respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi bila mana
jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilan reaksi hipersensitivitas atau
alergi.Tujuan satuan acara penyuluhan ini adalah memberikan informasi dan
edukasi tentang alergi.
2. Tujuan Instruksional
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan penyuluhan tentang alergi pada anak diharapkan
peserta penyuluhan mampu mengerti apa itu alergi pada anak dan cara
pencegahannya.
b. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan audience mampu :
1. Menyebutkan pengertian alergi
2. Menyebutkan etiologi alergi
3. Menyebutkan faktor resiko
4. Menyebutkan klasifikasi alergi
5. Menyebutkan tanda gejala alergi
6. Mencegah alergi
7. Mengetahui pengobatan alergi
3. Analisa Situasi
a. Sasaran
1. Orang tua dari klien yang berkunjung ke Poli Anak RSUD dr Saiful
Anwar Malang
2. Interaksi antara penyuluh dan audience cukup baik
3. Minat dan perhatian dalam menerima penyuluhan cukup baik
b. Penyuluh
1. Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Universitas
Muhammadiyah Malang serta CI lahan dan CI institusi
2. Mampu mengkomunikasikan materi penyuluhan dengan metode yang
baik dan benar
c. Ruangan
1. Di Poli Anak RSUD dr Saiful Anwar Malang
2. Ruangan cukup memadai untuk menampung ….. orang
3. Penerangan, ventilasi cukup baik, suasana cukup kondusif untuk
terlaksananya kegiatan penyuluhan
4. Materi Penyuluhan
1. Pengertian Alergi pada anak
2. Penyebab Alergi pada anak
3. Faktor Resiko
4. Klasifikasi
5. Tanda dan Gejala Alergi pada anak
6. Pencegahan Alergi pada anak
7. Pengobatan Alergi pada anak
B. Materi
A. Pengertian Hipersensitivitas (Alergi)
Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan, yang terjadi
pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan
antigen atau alergen tertentu. Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang
terjadi, Gell & Coombs membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 golongan,
yaitu : pertama, Tipe 1 (reaksi anafilaktik),. Reaksi anafilaktik merupakan
anafilaktik merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat klasik. Anafilaksis
dipengaruhi oleh regain misalnya anafilaksis, atripi dan lain-lain. Ada reaksi
hipersensitivitas tipe 1 turur berperan IgG, IgE, dan histamin. Kedua, tipe II
(reaksi sitotoksik). Raksi ini pada umumnya terjadi akibat adanya aktifitas dari
sistem komplemen setelah mendapat rangsangan dari adanya kompleks
antigen antibodi. IgG, IgM, dan antigen komplemen berperan dalam reaksi
hipersensitivitas tipe II. Ketiga, tipe III (reaksi kompleks imun). Pada reaksi
hipersensitivitas tipe III terjadi kerusakan yang disebabkan olekh kompleks
antigen antibody. Pada reaksi ini berperan IgG, IgM, dan komplemen.
Keempat, tipe IV (reaksi tipe lambat). Hipersensitivitas tipe lambat atau yang
dipengaruhi oleh sel merupakan salah satu aspek imunitas yang diengaruhi
oleh sel.
B. Penyebab Alergi
Reaksi alergi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak
berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan. Antibiotik dapat
menimbulkan reaksi alergi anafilaksis misalnya penisilin, obat anestesi lokal
seperti lidokain, Anti Diphtheria Serum (ADS).
Selain itu makanan, debu, sengatan lebah dapat merangsang mediator alergi
sehingga timbul gejala alergi. Alergi makanan biasanya terjadi pada satu tahun
pertama kehidupan dikarenakan meturitas mukosa usus belum cukup matang,
sehingga makanan lain selain ASI (Air Susu Ibu), contohnya susu sapi, jika
diberikan pada bayi 0-12 bulan akan menimbulkan manifestasi alergi , hal ini
disebabkan makanan yang masuk masih dianggap asing oleh mukosa usus di
saluran pencernaan yang belum matur sehingga makanan tidak terabsorbsi
dengan sempurna oleh enzim pencernaan kemudian menimbulkan
hipersensitivitas.
C. Faktor Resiko Alergi
Penyakit alergi pada bayi terjadi akibat interaksi dari faktor genetik, lingkungan
dan gaya hidup termasuk pola makan dan hygiene. Beberapa faktor risiko yang
dianggap berkontribusi terhadap angka kejadian alergi pada bayi yakni paparan
asap rokok, konsumsi alkohol pada masa kehamilan dan menyusui,
penggunaan antibiotik, pola diet atau komponen makanan ibu ketika masa
kehamilan dan menyusui, ada atau tidaknya hewan peliharaan.
D. Menurut Abbas (2016) ada 4 klasifikasi hipersensitifitas antara lain:
1. Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau
anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat
mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga
kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen,
namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam.
Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen
seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat
dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I
adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE
total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu
penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu
penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat
dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll.
Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I
adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin,
penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau
desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
2. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G
(IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel
dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau
jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya,
antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan
bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel. Juga dikenal
sebagai hipersensitivitas sitotoksik dan mempengaruhi bermacam-macam
organ dan jaringan. Antigen secara normal adalah endogenus, meskipun
senyawa kimia eksogenus yang dapat mengikat membrane sel, juga dapat
menyebabkan hipersensitivitas tipe II. Sebagai contoh adalah obat yang
menginduksi terjadinya anemia hemolitik, granulositopenia dan
trombositopenia. Waktu timbulnya reaksi, beberapa menit sampai beberapa
jam. Hipersensitivitas tipe II terutama diperantarai oleh antibodi IgM atau IgG
dan komplemen
3. Hipersensitifitas tipe III
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini
disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan
terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau
peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi
dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit.
Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen
(spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh
secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut
sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-
menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan
kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi
aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ,
seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun
karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi.
Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness)
yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun
karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh
paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga
menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh
sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillusclavatus dan A.
fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum
(malt) dan spora Penicilliumcasei pada paru-paru pembuat keju.
4. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel
atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan
jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi
ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta
akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan.
Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas
pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayedtypehipersensitivity, DTH).
E. Tanda dan Gejala
1. Bersin-bersin
2. Batuk-batuk
3. Sesak nafas
4. Ruam pada kulit
5. Hidung beringus
6. Terjasi pembengkakan di bagian tubuh yang berpapasan dengan alergen,
misalnya wajah, mulut, dan lidah
7. Gatal dan merah pada mata
8. Sakit perut, muntah-muntah, atau diare
9. Syok Anafilaksis
F. Pencegahan
Rekomendasi pencegahan penyakit alergi pada anak
1. Penentuan risiko alergi pada anak dilakukan dengan identifikasi penyakit alergi
(asma, dermatitis atopik, rinitis alergi) pada kedua orangtua maupun saudara
kandung.Kartu deteksi dini alergi dapat digunakan untuk menentukan risiko
penyakit alergi pada anak
2. Restriksi diet pada ibu hamil dan menyusui untuk mencegah terjadinya penyakit
alergi pada anak tidak diperlukan
3. Suplementasi minyak ikan pada ibu hamil dan menyusui untuk mencegah
terjadinya penyakit alergi pada anak tidak direkomendasikan
4. Pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan direkomendasikan untuk pencegahan
penyakit alergi
5. Pada bayi yang tidak memungkinkan diberi ASI, direkomendasipemberian
formula
hidrolisat parsial atau ekstensif sampai usia 4 – 6 bulan.Formula hidrolisat tidak
dapat menggantikan kedudukan ASI sebagai pilihan nutrisi pertama pada bayi
6. Formula susu kedelai tidak direkomendasikan untuk pencegahan penyakit alergi
pada anak
7. Penambahan prebiotik, probiotik dan sinbiotik pada makanan bayi tidak
direkomendasikan untuk pencegahan penyakit alergi pada anak.
8. Makanan padat direkomendasikan diberikan mulai usia 4 – 6 bulan secara
bertahap. Restriksi diet terhadap makanan tertentu tidak diperlukan untuk
pencegahan penyakit alergi
9. Penghindaran pajanan asap rokok saat kehamilan maupun sesudah kelahiran
direkomendasikan untuk pencegahan penyakit alergi pada anak.
10. Penghindaran tungau debu rumah dan hewan peliharaan
I. Metode Penyuluhan
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Tanya jawab
J. Media
a. LCD
b. Laptop
K. Jadwal Kegiatan
L. Evaluasi
a. Evaluasi Audience
Pertanyaan evaluasi yang diberikan pada audience :
1. Pengertian dari alergi pada anak ?
2. Apa tanda dan gejala alergi pada anak ?
3. Bagaimana cara pencegahan agar anak tidak terjangkit penyakit alergi ?
b. Evaluasi Proses
o Peserta antusias dengan materi penyuluhan
o Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan tanpa alasan
yang penting
o Peserta mengajukan pertanyaan dan memahami jawaban penyuluh
dengan baik
c. Evaluasi Hasil
Peserta peyuluhan mengerti dan memahami tentang Alergi pada anak
sesuai tujuan khusus yang meliputi :
a. Pengertian Alergi pada anak
b. Penyebab Alergi pada anak
c. Tanda dan Gejala Alergi pada anak
d. Pencegahan Alergi pada anak
e. Komplikasi Alergi pada anak
f. Pengobatan Alergi pada anak
LEMBAR OBSERVASI
Topik : Alergi
WAKTU KEGIATAN
5 menit PEMBUKAAN
15 menit DISKUSI
Pertanyaan:
5 menit PENUTUP
LEMBAR PRESENSI
Topik : Alergi
DAFTAR PUSTAKA