Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi emergensi dan disaster merupakan suatu peristiwa yang membutuhkan
kompetensi yang unik dalam penanganannya. Dalam setiap tahapan
penanganan bencana, perawat membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda.
Pada tahap mitigasi - prevention and preparedness competencies, kompetensi
yang dibutuhkan adalah public health promotion and education. Pada tahap ini
perawat memiliki peran untuk memberikan pendidikan dan promosi kesehatan
terkait pencegahan bencana, tanda-tanda bencana, penanggulangan bencana
oleh masyarakat dan juga respon masyarakat saat terjadi bencana (WHO dan
ICN, 2009).

Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengartikan bencana sebagai suatu


peristiwa luar biasa yang mengganggu dan mengancam kehidupan dan
penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun manusia, ataupun
keduanya (Toha, 2007). Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat
bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat.
Perawat sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam
penanganan bencana di Indonesia.

Melihat betapa besarnya peran perawat dan pentingnya kebutuhan akan


keperawatan bencana dalam kurikulum maka penulis tertarik mengangkat
masalah kompetensi perawat dalam penanganan bencana; implikasi
keperawatan bencana dalam kurikulum pendidikan keperawatan. Terdapat
beberapa pertanyaan yang ingin diulas dalam kajian ini yaitu kompetensi yang
harus dimiliki perawat dalam penanganan bencana, pembuatan kurikulum
disaster nursing, dan aplikasinya di Indonesia.

1
1.2 Tujuan
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan keterampilan perawat dalam
kesiapsiagaan bencana (preparedness) serta menyelidiki hubungan antara
keparahan dan risiko yang dirasakan, pengalaman klinis, pelatihan dan
pendidikan dan juga kehadiran perawat dalam simulasi manajemen bencana di
rumah sakit serta pengetahuan dan keterampilan kesiapan perawat dalam
merawat pasien

1.3 Manfaat
Adanya persiapan dalam menghadapi bencana, langkah-langkah yang harus
diambil saat terjadi bencana, mempersiapkan sejak dini untuk mencegah
terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kompetensi
Kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu karakteristik dasar individu yang
memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan
acuan, efektif, atau berpenampilan superior di tempat kerja pada situasi tertentu
(Nursalam & Efendi, 2008). Sedangkan menurut Kepmendiknas 045/U/2002
dalam Nursalam dan Efendi (2008) kompetensi adalah seperangkat tindakan
cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu.
Dalam profesi kesehatan, kompetensi digunakan untuk menggambarkan
pengetahuan yang memungkinkan seorang praktisi melakukan kegiatan secara
konsisten dengan cara yang aman. Ini adalah penentu utama kinerja. Menurut
ICN (1997, hal. 44) dalam ICN dan WHO (2009) mendefinisikan kompetensi
sebagai "tingkat kinerja yang menunjukkan aplikasi yang efektif dari
pengetahuan, keterampilan dan penilaian". Definisi ini yang digunakan sebagai
fondasi untuk Kompetensi menurut ICN dan untuk Kompetensi Keperawatan
Bencana menurut ICN.
2.2 Kompetensi perawat disaster
Kompetensi dasar yang harus dimiliki perawat dalam penanganan emergensi,
trauma dan bencana yaitu: pengkajian kardiovaskuler, pengkajian luka bakar,
pengkajian status mental, management crush injury dan fraktur. Kompetensi-
kompetensi tersebut dapat dimasukkan ke dalam kurikulum keprawatan gawat
darurat mauapun medical bedah sebagi pendukung. Untuk meningkatkan
psikomotor mahasiswa, dapat dilanjutkan dengan mengikuti pelatihan-peltihan
yang mendukung kompetensi dalam penanganan bencana.

Kompetensi seorang tenaga kesehatan dalam manajemen bencana merupakan


kemampuan mengarahkan dan memobilisasi (respon eksternal multisektoral),
dengan mengakses kebutuhan sumber daya lintas instansi kesehatan secara

3
cepat, tepat dan terpadu dalam kondisi bencana. Berikut ini merupakan gambar
strategi operasional penyelenggaraan penaggulangan bencana:

Tenaga kesehatan bukanlah satu-satunya tim yang terlibat dalam proses


penanggulangan bencana, berikut ini merupakan tim penanggulangan bencana
terpadu yang terlibat dalam penanggulangan bencana di Indonesia berdasarkan
jenis kompetensi yang dimiliki.

Tabel 2.1 Kompetensi Yang Diperlukan untuk Tim Penanggulangan Bencana


Terpadu
NO KOMPETENSI
1 Pelatihan Managemen Bencana
2 Pelatihan Radio Komunikasi
3 Pelatihan Rumah Sakit Lapangan
4 Pelatihan Pengelolaan Obat dan Logistik
5 Pelatihan Emergensi Nursing
6 Pelatihan ATLS
7 Pelatihan ACLS
8 Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu

2.2.1 Pelatihan Managemen Bencana


Manajemen Bencana adalah kegiatankegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan
kerangka kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi
agar dapat menghindari ataupun pulih dari dampak bencana. Skala dan
status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh presiden.
Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah
korban dan material yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak,
luas area yang terkena, sarana umum yang tidak berfungsi, pengaruh
terhadap sosial ekonomi dan kemampuan sumber daya lokal untuk
mengatasinya.

4
Tujuan dari manajemen bencana:
2.2.1.1 Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi
maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara.
2.2.1.2 Mengurangi penderitaan korban bencana
2.2.1.3 Mempercepat pemulihan
2.2.1.4 Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang
kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam
2.2.2 Pelatihan Radio Komunikasi
Team Manajemen Informasi Bagian aktifitas dari kelompok manajemen
informasi selama bencana, adalah meliputi
2.2.2.1 Waspada terhadap kondisi yang mungkin bisa terjadi saat itu.
2.2.2.2 Menyediakan informasi dan panduan untuk pasien dan personal
rumah sakit lainnya
2.2.2.3 Mengatur informasi dan menghubungkan
2.2.2.4 informasi tersebut pada setiap team pencarian, penampungan,
pemadam kebakaran serta team pendukung
2.2.2.5 Memeriksa setiap pintu keluar darurat serta jalan-jalan yang saling
digunakan
2.2.2.6 Kewaspadaan publik melalui media massa
2.2.2.7 Memberikan list dari nomer telepon darurat untuk kepentingan
pasien yang membutuhkan
2.2.2.8 Melaporkan segala akibat dari bencana

2.2.3 Pelatihan Rumah Sakit Lapangan


Rumah sakit lapangan (RS lapangan) merupakan unit pelayanan yang
diciptakan untuk membantu fungsi pelayanan esehatan rujukan (rawat jalan,
rawat inap, UGD, kamar operasi, laboratorium, dll) yang dilaksanakan
dalam kondisi darurat. Dalam pengorganisasian, unit pelayanan tersebut
terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja sama di dalam memberikan
pelayanan medik dasar dan spesialistik baik untuk perorangan maupun
kelompok korban bencana.

5
2.2.4 Pelatihan Pengelolaan Obat dan Logistik
Pendukung utama pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah Obat dan
Logistik Medik (OLM). Hal ini terlihat bila ketersediaan dan sistem
pelayanan obat tidak memadai akan sangat menurunkan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh puskesmas, balai pengobatan, klinik ibu dan
anak maupun rumah sakit. Ibarat kita memiliki senjata tanpa peluru,
sedangkan disisi lain kita menghadapi penyakit-penyakit yang seharusnya
dapat dicegah atau dibasmi. Fungsi manajemen obat tidak berfungsi dengan
optimal sehingga perencanaan tidak atas dasar penggunaan OLM sehingga
sistem dijalankan tidak sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh
DepKes RI maupun WHO, distribusi obat tidak lancar serta harus diambil
oleh pengguna (puskesmas), dan penggunaan masih jauh dari rasional.

2.2.5 Pelatihan Emergency Nursing


Pelatihan Emergency Nursing merupakan pelatihan yang khusus didesain
bagi perawat untuk menangani masalah kegawatdaruratan. Pelatihan ini
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan
keperawatan pada area kegawatdaruratan. Sehingga diharapkan dengan
mengikuti pelatihan Emergency Nursing, peserta pelatihan dapat
melakukan penyelamatan jiwa dan/atau meminimalisir kerusakan organ
serta mengurangi angka kematian dan kecacatan penderita dengan landasan
keilmuan dan proses keperawatan. Kurikulum pelatihan Emergency
Nursing yang saat ini dikembangkan terdiri dari 3 tingkat kompetensi yaitu
Basic, Intermediate dan Advance. Kompetensi Basic merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh semua perawat terutama di sarana
kesehatan. Sedangkan Intermediate dan Advance merupakan kompetensi
yang harus dimiliki oleh perawat yang bekerja di Unit Gawat Darurat.

6
2.2.6 Pelatihan ATLS
ATLS (Advanced Trauma Life Support) adalah salah satu nama pelatihan
atau kursus tentang penanganan terhadap pasien korban kecelakaan.
Pelatihan ini semacam review praktis yang bertujuan agar peserta (khusus
dokter) dapat melakukan diagnose secara tepat dan akurat terhadap pasien
trauma, dapat mengerjakan pertolongan secara benar dan sistematis serta
mampu menstabilkan pasien untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
Sertifikat course ATLS saat ini semakin dicari karena sebagian besar klinik
atau rumah sakit dan instansi layanan kesehatan menetapkannya sebagai
salah satu syarat untuk mempekerjakan seorang dokter. Dari Depkes pun
telah menetapkan sertifikasi pelatihan ini sebagai standard dalam penilain
akreditasi rumah sakit.
ATLS adalah sebuah program pelatihan bagi dokter medis dalam
pengelolaan trauma akut, yang dikembangkan oleh American College of
Surgeons. Tujuan dari program ini adalah menerapkan ilmu dan teknologi
ATLS dari American College of Surgeons Committee on Trauma ke dalam
sistem Pelayanan Medis Gawat Darurat yang dapat meningkatkan
pelayanan dan keterampilan para dokter dalam upaya penanganan penderita
trauma dengan metode ATLS. Materi yang diberikan diantaranya initial
assessment and management; airway & ventilator management; shock
management; trauma pada bagian tubuh tertentu, dan trauma pada
pediatric, geriatric, serta wanita; cara stabilisasi dan transportasi;,dan
manajemen dalam bencana.

2.2.7 Pelatihan ACLS


ACLS (Advanced Cardiac Life Support) Pelatihan ACLS ditujukan bagi
dokter umum, dokter spesialis dan perawat (terutama perawat ICU, ICCU,
Unit Gawat Darurat atau Ambulans) untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilam dan sertifikasi penanganan kasus-kasus kegawatdaruratan
kardiovaskular. Materi yang diberikan diantaranya
Bradycardia/PEA/Asystole/VF/Pulseless VT, Pharmacology, Ischemic

7
Chest Pain/ACS, Airway Management, Skill station (Arrhythmia
Recognition, BLS/PEA & Asystole, VF & Pilseless VT, Airway
management), Acute Pulmonary Edema, Hypotension & Shock,
Tachycardia Algorithm, dan Megacode Team.

2.2.8 Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu


Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Merupakan
suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat multi
sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin
dan multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk
layanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-
hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar biasa.

Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem


yaitu : sistem pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di
rumah sakit dan sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini
tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat saling terkait dalam
pelaksanaan sistem.

Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan


tepat, dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah
kecacatan (time saving is life and limb saving) terutama ini dilakukan
sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.
SPGDT dibagi menjadi :

1 SPGDT-S (Sehari-Hari)
2 SPGDT-B (Bencana)

2.2.8.1 SPGDT-S (Sehari-Hari)


SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang
saling terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di

8
Rumah Sakit – antar Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem.
Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai
rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a Pra Rumah Sakit
1 Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
2 Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi
pelayanan penderita gawat darurat untuk mendapatkan
pertolongan medik
3 Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat
awam atau awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-
lain)
4 Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan
lanjutan dari tempat kejadian ke rumah sakit (sistim
pelayanan ambulan)
b Dalam Rumah Sakit
1 Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
2 Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3 Pertolongan di ICU/ICCU
c Antar Rumah Sakit
1 Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
2 Organisasi dan komunikasi

2.2.8.2 SPGDT-B (Bencana)


SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit
dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu
sebagai khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan
peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan
umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :

9
a Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
b Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang lebih memadai.
c Menanggulangi korban bencana.

Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :


1. Kecepatan menemukan penderita.
2. Kecepatan meminta pertolongan.

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :


1. Ditempat kejadian.
2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

Keberhasilan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Tergantung 4


Kecepatan :
1. Kecepatan ditemukan adanya penderita GD
2. kecepatan Dan Respon Petugas
3. Kemampuan dan Kualitas
4. Kecepatan Minta Tolong

2.3 Peran Perawat Disaster Nursing


Perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki tanggung
jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap
preimpact, impact/emergency, dan post impact. Peran perawat disini bisa
dikatakan multiple; sebagai bagian dari penyusun rencana, pendidik, pemberi
asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian kejadian bencana.
Tujuan utama tindakan asuhan keperawatan komunitas pada bencana ini adalah
untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang
terkena bencana tersebut.

10
2.3.1 Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana
ini, antara lain:
1. mengenali instruksi ancaman bahaya;
2. mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency
(makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
3. melatih penanganan pertama korban bencana.
4. berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi
ancaman bencana kepada masyarakat
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
1. usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2. pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan
pertolongan pertama luka bakar
3. memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
dinas kebakaran, RS dan ambulans.
4. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa
(misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)
5. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau
posko-posko bencana

2.3.2 Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)


Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat
setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing
bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap
kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim
kesehatan. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk

11
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi”
pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase
)
TRIASE
a) Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam
kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma
dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, luka bakar derajat I-II
b) Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury
dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena
dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama
30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel,
fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat
II
c) Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan
dislokasi
d) Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat
selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal

2.3.3 Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana


1. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
2. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
3. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
4. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
5. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan

12
6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa
7. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan
mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan,
insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)
8. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain.
9. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater
10. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

2.3.4 Peran perawat dalam fase postimpact


Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan
psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu
masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit
dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk
normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.

13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawat memiliki peran penting dalam manajemen penanganan bencana
dimulai dari Sehingga dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan untuk
mengimbangi kompleksitas dampak dari bencana. untuk meningkatkan itu
semua diperlukan adanya kurikulum bencana sebagi sarana pembelajaran.
Dalam penyusunan kurikulum disaster nursing, yang paling utama adalah
mengetahui kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran. Adapun
peran perawat dalam disaster nursing adalah membantu mengatasi ancaman
bencana baik selama tahap preimpact, impact/emergency, dan post impact.
Peran perawat disini bisa dikatakan multiple; sebagai bagian dari penyusun
rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian
kejadian bencana.

3.2 Saran
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh
perhatian dan mengulurkan bantuan baik tenaga, moril maupun material. Kita
sebagai tenaga kesehatan khususnya keperawatan hendaknya dapat
memanajemen hal tersebut agar dapat terkelola dengan baik, sehingga setiap
bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan
efesien. Serta mencapai kompetensi kita sebagai tenaga kesehatan dalam
penanganan bencana agar kedepannya saat terjadinya bencana kita siap dan
sigap dalam melaksanakan kewajiban kita sebagai tenaga kesehatan.

14
Daptar Pustaka

Chan, S, S, S., Chan, W., Cheng, Y., Fung, O., Lai, T, K., Leung, A, W, K., Leung, K.,
Li Sijian, Yip, A., Pang, S. (2010). Development and Evaluation of an Undergraduate
Training Course for Developing International Council of Nurses Disaster Nursing
Competencies in China. Journal of Nursing Scholarship. 42 (2): 405-413.

Fung, O, W, M., Loke, A, Y, and Lai, C, K, Y. (2009). Nurses’ perception of disaster:


implications for disaster nursing curriculum. Journal of Clinical Nursing. 18: 3165-
3171.

Hermawati, D. (2010). Nurses’s perceived preparedness of knowledge and skills in


caring for patients attacked by tsunami in Banda Aceh, Indonesia and Its related factors.
The 2nd International Conference on Humanities and Social Sciences. Faculty of
Liberal Arts. Prince of Songkla University.

Humas dan Protokol Universitas Andalas (Unand). (2013). Pelepasan Tim Peduli
Bencana Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Diakses tanggal 4 April 2013.

Husna Cut. (2011). Emergency training, education and perceived clinical skills for
tsunami care among nurses in Banda Aceh Indonesia. Nurse Media Journal of Nursing.
1: 75-86.

Toha, M. (2007). Berkwan dengan Ancaman; Strategi dan Adaptasi Mengurangi


Resiko Bencana. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.

Ucok Parta. (2009). Aceh siapakan perawat tanggap bencana. www.acehkita.com.


Diakses tanggal 4 April 2013

Universitas Andalas. (2010). Modul Pembelajaran Mata Kuliah: Keperawatan


Bencana. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

World Health Organization (WHO) and International Council of Nurses (ICN). (2009).
ICN Framework of Disaster Nursing Competencies.

Yin. H., He. H., Arbon, P., Zhu. J. (2011). A survey of the practice of nurse’s skills in
Wenchuan earthquake disaster sites; implication for disaster training. Journal of
Advanced Nursing. 67(10): 2231-2238.

15

Anda mungkin juga menyukai